BAB II KONSEP DASAR
A. Pengertian Beberapa pengertian DHF (Dengue Haemoragic Fever) menurut beberapa ahli : DHF adalah penyakit yang terdapat pada anak dan dewasa dengan gejala utama demam, nyeri otot dan sendi yang disertai leucopenia, dengan atau tanpa ruam (rash) dan limfadenopati, trombositopenia ringan dan bintik-bintik perdarahahan (petekie) spontan (Noer Sjaefullah, 2000: 200). Demam berdarah dengue adalah infeksi akut yang disebabkan oleh arbovirus (Arthropodhomvirus) dan Aedes Albopictus (Ngastiyah, 2005: 368). Demam berdarah dengue adalah penyakit akut dengan ciri-ciri demam manifestasi perdarahan dan bertendensi mengakibatkan renjatan yang dapat menyebabkan kematian (Arif Mansjoer, 2000: 428). Jadi demam berdarah dengue adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi klinis demam disertai gejala perdarahan dan bila timbul renjatan dapat menyebabkan kematian.
B. Anatomi Fisiologi Sistem sirkulasi adalah sarana untuk menyalurkan makanan dan oksigen dari traktus distivus dan dari paru-paru ke sela-sela tubuh. Selain itu, sistem sirkulasi merupakan sarana untuk membuang sisa-sisa metabolisme dari sel-sel ke ginjal, paru-paru dan kulit yang merupakan tempat ekskresi
6
sisa-sisa metabolisme. Organ-organ sistem sirkulasi mencakup jantung, pembuluh darah, dan darah. 1. Jantung Merupakan organ yang berbentuk kerucut, terletak didalam thorax, diantara paru-paru, agak lebih kearah kiri.
Gambar anatomi sistim sirkulasi (Sumber: Guyton, 1992)
7
Gambar anatomi pembuluh darah (Gambar: Syaifuddin, 1997)
Struktur jantung : a. Atrium kanan Atrium kanan berada di sebelah kanan jantung dan terbuka pada bagian kirinya kedalam segitiga ventrikel kanan. b. Atrium kiri Atrium kiri berbentuk persegi tidak beraturan dengan vena pulmonalis masuk kedalam setiap sudutnya.
8
c. Ventrikel kanan Atrium ini berada pada bagian depan jantung, dan memompakan darah keatas masuk ke arteri pulmonalis. d. Ventrikel kiri Dinding ventrikel kiri jauh lebih tebal dibandingkan dinding ventrikel kanan namun strukturnya sama. Dinding yang tebal diperlukan untuk memompa darah teroksigenasi dengan tekanan tinggi melalui sirkulasi sistemik. e. Katup bikuspidalis Katup yang menjaga aliran darah dari atrium kiri ke ventrikel kiri. f. Katup trikuspidalis Katup yang terdapat antara atrium kanan dengan ventrikel kanan yang terdiri dari 3 katup. g. Endokardium Merupakan lapisan jantung yang terdiri dari jaringan indotel atau selaput lender yang melapisi permukaan rongga jantung. h. Miokardium Merupakan lapisan inti dari jantung terdiri dari otot-otot jantung, otot jantung ini membentuk bundalan-bundalan otot. i. Perikardium Lapisan jantung sebelah luar yang merupakan selaput pembungkus, terdiri dari 2 lapisan yaitu lapisan parietal dan viseral yang bertemu dipangkal jantung membentuk kantung jantung.
9
2. Pembuluh Darah Pembuluh darah ada 3 yaitu: a. Arteri (Pembuluh nadi) Arteri meninggalkan jantung pada ventikel kiri dan kanan. Beberapa pembuluh darah arteri yang penting: a) Arteri koronaria Arteri yang mendarahi dinding jantung. b) Arteri subklavikula Arteri bawah selangka yang bercabang kanan kiri leher dan melewati aksila. c) Arteri Brachialis Arteri yang berada pada lengan atas. d) Arteri radialis Arteri yang teraba pada pangkal ibu jari. e) Arteri karotis Arteri yang mendarahi kepala dan otak. f) Arteri temporalis Arteri yang teraba denyutnya di depan telinga. g) Arteri facialis Teraba denyutan disudut kanan bawah. h) Arteri femoralis Arteri yang berjalan kebawah menyusuri paha menuju ke belakang lutut.
10
i) Arteri Tibia Arteri pada kaki. j) Arteri Pulmonalis Arteri yang menuju ke paru-paru. b. Kapiler Kapiler adalah pembuluh darah yang sangat kecil yang teraba dari cabang terhalus dari arteri sehingga tidak tampak kecuali dari bawah mikroskop. Kapiler membentuk anyaman di seluruh jaringan tubuh, kapiler selanjutnya bertemu satu dengan yang lain menjadi darah yang lebih besar yang disebut vena. c. Vena (pembuluh darah balik) Vena membawa darah kotor kembali ke jantung. Beberapa vena yang penting: 1) Vena Cava Superior. Vena balik yang memasuki atrium kanan, membawa darah kotor dari daerah kepala, thorak dan ekstremitas atas. 2) Vena Cava Inferior Vena yang mengembalikan darah kotor ke jantung dari semua organ tubuh bagian bawah. 3) Vena jugularis Vena yang mengembalikan darah kotor dari otak ke jantung. 4) Vena pulmonalis Vena yang mengembalikan darah kotor ke jantung dari paru-paru.
11
3. Darah Darah adalah jaringan cair dan terdiri atas dua bagian: bagian cair yang disebut plasma dan bagian padat yang disebut sel darah (Evelyn.P, 2002:133). Darah adalah suatu jaringan tubuh yang terdapat didalam pembuluh darah yang berwarna merah. (Syaifudin, 1997:232). Darah adalah suatu cairan kental yang terdiri dari sel-sel dan plasma (Guyton, 1997). a. Bagian-bagian darah
b. Fungsi darah secara umum terdiri dari: 1) Sebagai alat pengangkut a)
Mengambil O2 atau zat pembakaran dari paru untuk diedarkan ke seluruh jaringan tubuh.
b) Mengangkut CO2 dari jaringan untuk dikeluarkan melalui paru. c)
Mengambil zat-zat makanan dari usus halus untuk diedarkan dan dibagikan ke seluruh jaringan / alat tubuh.
d) Mengangkat atau mengeluarkan zat-zat yang tidak berguna
12
bagi tubuh untuk dikeluarkan melalui kulit dan ginjal.
2) Sebagai pertahanan tubuh Terhadap serangan bibit penyakit dan racun yang akan membinasakan tubuh dengan perantara leukosit, antibodi atau zatzat anti racun. 3) Menyebarkan panas keseluruh tubuh. Fungsi khususnya lebih lanjut di terangkan lebih banyak di struktur atau bagian dari masing-masing sel darah dan plasma darah. c. Proses pembentukan sel darah (hemotopoesis) terdapat di tiga tempat, yaitu: sumsum tulang, hepar dan limpa. 1) Sumsum Tulang Susunan tulang yang aktif dalam proses hemopoesis adalah: a) Tulang Vertebrae Vertebrae merupakan serangkaian tulang kecil yang tidak teratur bentuknya dan saling berhubungan, sehingga tulang belakang mampu melaksanakan fungsinya sebagai pendukung dan penopang tubuh. Tubuh manusia mempunyai 33 vertebrae, tiap vertebrae mempunyai korpus (badan ruas tulang belakang) terbentuk kotak dan terletak di depan dan menyangga. Bagian yang menjorok dari korpus di belakang disebut arkus neoralis (lengkung neoral) yang dilewati
13
medulla spinalis, yang membawa serabut dari otak ke semua bagian tubuh. Pada arkus terdapat bagian yang menonjol pada vertebrae dan dilekati oleh otot-otot yang menggerakkan tulang belakang yang dinamakan prosesus spinosus. b) Sternum (tulang dada) Sternum disebut juga dengan tulang dada. Tulang dada sebagai pelekat tulang kosta dan klavikula. Sternum terdiri dari manubrium sterni, corpus sterni dan processus xipoideus. c) Costa (tulang iga) Costa terdapat 12 pasang, 7 pasang Costa vertebio sterno, 3 pasang costa vertebio condralis dan 2 pasang costa fluktuantes. Costa dibagian posterior tubuh melekat pada tulang vertebrae dan di bagian anterior melekat pada tulang sternum, baik secara langsung maupun tidak langsung, bahkan ada yang sama sekali tidak melekat. 2) Hepar Hepar merupakan kelenjar terbesar dari beberapa kelenjar pada tubuh manusia. Organ ini terletak di bagian kanan atas abdomen di bawah diafragma, kelenjar ini terdiri dari 2 lobus yaitu lobus dextra dan duktus hepatikus sinestra, keduanya bertemu membentuk duktus hepatikus komunis. Duktus hepatikus komunis menyatu dengan duktus sistikus membentuk duktus koleduktus.
14
3) Limpa Limpa terletak dibagian kiri atas abdomen, limpa berbentuk setengah
bulat
berwarna
kemerahan,
limpa
adalah
organ
berkapsula dengan berat normal 100–150 gram. Limpa mempunyai 2 fungsi sebagai organ limfaed dan memfagosit material tertentu dalam sirkulasi darah. Limpa juga berfungsi menghancurkan sel darah merah yang rusak. Volume darah pada tubuh yang sehat / organ dewasa terdapat darah kira-kira 1/13 dari berat badan atau kira-kira 4-5 liter. Keadaan jumlah tersebut pada tiap organ tidak sama tergantung pada umur, pekerjaan, keadaan jantung atau pembuluh darah. Tekanan viskositas atau kekentalan dari pada darah lebih kental dari pada air yaitu mempunyai berat jenis 1.041 – 1.067 dengan temperatur 380C dan PH 7.37 – 1.45. d. Darah terdiri dari 2 bagian yaitu: 1) Sel-sel darah ada 3 macam yatiu: a) Eritrosit (sel darah merah) Eritrosit merupakan cakram bikonkaf yang tidak berhenti, ukurannya kira-kira 8 m, tidak dapat bergerak, banyaknya kira-kira 5 juta dalam mm3. Eritrosit berwarna kuning kemerahan karena didalamnya mengandung suatu zat yang disebut hemoglobin. Warna ini akan bertambah merah jika didalamnya banyak mengandung O2. Fungsi dari eritrosit adalah mengikat CO2 dari jaringan tubuh untuk dikeluarkan 15
melalui paru-paru. Pengikat O2 dan CO2 ini dilakukan oleh hemoglobin yang telah bersenyawa dengan O2 disebut oksihemoglobin yang telah bersenyawa dengan O2 disebut oksi hemoglobin (Hb+ O2 HbO2) jadi O2 dingkut dari seluruh tubuh sebagai oksi hemoglobin dan kemudian dilepaskan dalam jaringan HbO2 Hb+O2 dan seterusnya Hb akan mengikat dan bersenyawa dengan Hb+ O2 HbO2CO2 yang disebut karbondioksida hemoglobin (Hb+ CO2 HbCO2) yang mana CO2 akan dilepaskan dari paru. Eristrosit dibuat dalam sumsum tulang, limpa dan hati, yang kemudian akan beredar keseluruh tubuh selama 14-15 hari, setelah itu akan mati. Hemoglobin yang keluar dari eritrosit yang mati akan terurai menjadi dua zat yaitu hematin yang menjadi Fe yang berguna untuk pembuatan eritrosit baru dan hemoglobin yaitu suatu zat yang terdapat dalam eritrosit yang berguna untuk mengikat O2 dan CO2. Jumlah Hb dalam orang dewasa kira-kira 11, 5-15 mg %. Normal Hb wanita 11, 5- 15, 5 mg % dan Hb laki-laki 13, 0- 17, 0 mg %. Dari dalam tubuh banyaknya sel darah merah ini bisa berkurang, demikian juga banyaknya hemoglobin dalam sel darah merah. Apabila keduanya berkurang maka keadaan ini
16
disebut anemia. Biasanya hal ini disebabkan karena pendarahan yang hebat dan gangguan dalam pembuatan eritrosit. b) Leukosit (sel darah putih) Sel darah yang bentuknya dapat berubah-ubah dan dapat bergerak
dengan
perantara
kaki
palsu
(pseudopodia)
mempunyai bermacam-macam inti sel sehingga dapat dibedakan berdasarkan inti sel. Leukosit berwarna kuning (tidak berwarna), banyaknya kira-kira 4000- 11.000/mm3. Leukosit berfungsi sebagai serdadu tubuh, yaitu membunuh dan memakan bibit penyakit / bakteri yang masuk dalam tubuh jaringan RES (Retikulo Endotel System). Fungsi yang lain yaitu sebagai pengangkut dimana leukosit mengangkut dan membawa zat lemak dari dinding usus melalui limpa dan ke pembuluh darah. Sel leukosit selain dari dalam pembuluh darah juga terdapat di seluruh jaringan tubuh manusia. Pada kebanyakan penyakit disebabkan karena kemasukan kuman/ infeksi maka jumlah leukosit yang ada dalam darah akan meningkat. Hal ini disebabkan sel leukosit yang biasanya tinggal di dalam kelenjar limfe sekarang beredar dalam darah untuk mempertahankan tubuh terhadap serangan bibit
penyakit
tersebut. Macam-macam leukosit adalah sebagai berikut:
17
1) Agranulosit Sel yang tidak mempunyai granula didalamnya, terdiri dari: a) Limfosit Leukosit yang dihasilkan dari jaringan RES dan kelenjar limfe di dalam sitoplasmannya tidak terdapat granula dan inti besar banyaknya 20-25 %. Fungsinya membunuh kuman dan memakan bakteri yang masuk ke dalam jaringan tubuh. b) Monosit Fungsinya sebagai fagosit dan banyaknya 30%. 2) Granulosit a) Neutrofil Mempunyai inti, protoplasma, banyaknya bintik-bintik, banyaknya 60-70%. b) Eosinofil Granula lebih besar, banyaknya kira-kira 24%. c) Basofil Inti teratur dalam protoplasma terdapat granula besar banyaknya ½%
c) Trombosit (sel pembeku) Merupakan benda-benda kecil yang bentuk dan ukurannya
18
bermacam-macam, ada yang bulat dan ada yang lonjong. Warnanya putih dengan jumlah normal 150.000-450.000/ mm3. Trombosit memegang
peranan
penting dalam
pembekuan darah jika kurang dari normal. Apabila timbul luka, darah tidak lekas membeku sehingga timbul pendarahan terus menerus. Proses pembekuan darah dibantu oleh zat yaitu Ca2+ dan fribinogen. Fibrinogen mulai bekerja apabila tubuh mendapat luka. Jika tubuh terluka, darah akan keluar, trombosit pecah dan akan
mengeluarkan zat yang disebut trombokinase.
Trombokinase
akan
bertemu dengan protombin dengan
bantuan Ca2+ akan menjadi thrombin. Thrombin akan bertemu dengan fibrin yang merupakan benang-benang halus, bentuk jaringan yang tidak teratur letaknya, yang akan menahan sel darah. Dengan demikian terjadi pembekuan. d) Plasma darah Bagian darah yang encer tanpa sel-sel darah warna bening kekuningan hampir 90% plasma darah terdiri dari: 1) Fibrinogen yang berguna dalam proses pembekuan darah. 2) Garam-garam mineral (garam kalsium, kalium, natrium, dan lain-lain yang berguna dalam metabolisme ). 3) Protein darah (albumin dan globulin) meningkatkan
19
viskositas darah dan juga menimbulkan tekanan osmotik untuk memelihara keseimbangan cairan dalam tubuh. 4) Zat makanan (zat amino, glukosa lemak, mineral, dan vitamin) 5) Hormon yaitu suatu zat yang dihasilkan dari kelenjar tubuh. 6) Antibodi atau anti toksin. Hematokrit adalah presentase darah yang berupa sel. Harga normal hematokrit adalah 40,0-54,0 %. Efek hematokrit terdapat viskositas darah makin besar presentase darah merah yaitu makin besar hematokrit. C. Etiologi Perkembangan hidup nyamuk Aedes Aegypti dari tidur hingga dewasa memerlukan waktu sekitar 10-12 hari. Hanya nyamuk betina yang menggigit dan menghisap darah serta memilih dari manusia untuk memotongkan telurnya. Sedangkan nyamuk jantan tidak biasa darah namun hanya menghisap sari tumbuh-tumbuhan. Umur nyamuk Aedes Aegypti betina ±2 minggu. Umur nyamuk Aedes Aegypti kemempuan terbang 40-100 m. (Hadinegoro, 1999).
D. Patofisiologi Virus Dengue masuk ke dalam tubuh manusia melalui gigitan nyamuk terjadi viremia, yang ditandai dengan demam mendadak tanpa penyebab yang
20
jelas disertai gejala lain seperti sakit kepala, mual, muntah, nyeri otot, pegal di seluruh tubuh, nafsu makan berkurang dan sakit perut, bintik-bintik merah pada kulit. Selain itu kelainan dapat terjadi pada sistem retikulo endotel atau seperti pembesaran kelenjar-kelenjar getah bening, hati dan limpa. Pelepasan zat anafilaktoksin, histamin dan serotonin serta aktivitas dari sistem kalikrein menyebabkan peningkatan permeabilitas dinding kapiler/vaskuler sehingga cairan
dari
intravaskuler
keluar
ke
ekstravaskuler
atau
terjadinya
perembesaran plasma akibatnya terjadi pengurangan volume plasma yang terjadi
hipovolemia,
penurunan
tekanan
darah,
hemokonsentrasi,
hipoproteinemia, efusi dan renjatan. Selain itu sistem reikulo endotel bisa terganggu sehingga menyebabkan reaksi antigen anti body yang akhirnya bisa menyebabkan anaphylaxia. Akibat lain dari virus dengue dalam peredaran darah akan menyebabkan depresi sumsum tulang sehingga akan terjadi trombositopenia yang berlanjut akan menyebabkan perdarahan karena gangguan trombosit dan kelainan koagulasi dan akhirnya sampai pada perdarahan kelenjar adrenalin. Plasma merembas sejak permulaan demam dan mencapai puncaknya saat renjatan. Pada pasien dengan renjatan berat, volume plasma dapat berkurang sampai 30% atau lebih. Bila renjatan hipovolemik yang terjadi akibat kehilangan plasma yang tidak dengan segera diatasi maka akan terjadi anoksia jaringan, asidosis metabolik dan kematian. Terjadinya renjatan ini biasanya pada hari ke-3 dan ke-7. Reaksi lainnya yaitu terjadi perdarahan yang diakibatkan adanya
21
gangguan
pada
hemostasis
yang
mencakup
perubahan
vaskuler,
trombositopenia (trombosit < 100.000/mm3), menurunnya fungsi trombosit dan menurunnya faktor koagulasi (protrombin, faktor V, IX, X dan fibrinogen). Pembekuan yang meluas pada intravaskuler (DIC) juga bisa terjadi saat renjatan. Perdarahan yang terjadi seperti petekie, ekimosis, purpura, epistaksis, perdarahan gusi, sampai perdarahan hebat pada traktus gastrointestinal.
E. Manifestasi Klinik Perjalanan penyakit DD/DBD sulit diramalkan. Pada umunya pasien mengalami fase demam selama 2-7 hari, selanjutnya diikuti oleh fase kritis selama 2-3 hari. 1. Demam Dengue (DD) Demam Dengue merupakan penyakit demam akut selama 2-7 hari,ditandai dengan dua atau lebih manifestasi sebagai berikut : a. Nyeri kepala b. Ruam kulit c. Manifestasi perdarahan (ptekie atau uji bending positif) d. Pemeriksaan serologi dengue positif, atau ditemukan pasien DD//DBD yang sudah dikonfirmasikan pada lokasi dan waktu yang sama . 2. Demam Berdarah Dengue Berdasarakan kriteria WHO 1997 diagnosis ditegakkan bila semua hal di
22
bawah ini di penuhi, yaitu: a. Demam atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari, biasanya bifasik b. Terdapat minimal satu manifestasi perdarahan berikut : 1) Uji bendung positif 2) Ptekie,ekimosis, atau purpura 3) Perdarahan mukosa (epitaksis atau perdarahan gusi), atau perdarahan dari tempat lain 4) Hematemesis atau melena c. Trombositopenia (jumlah trombosit < 100.000/ul) d. Terdapat minimal satu tanda-tanda plasma leakage (kebocoran plasma), yaitu : 1) Peningkatan hematokrit >20% dibandingkan satandart sesuai dengan umur dan jenis kelamin 2) Penurunan hematokrit >20% setelah mendapat terapi cairan, dibandingkan dengan nilai hematokrit sebelumnya 3) Tanda kebocoran plasma seperti efuis pleura, asites, hipoproteinemia, atau hiponatremia. 4) Keluhan pada saluran pernafasan seperti batuk, pilek, sakit waktu menelan. 5) Keluhan pada saluran pencernaan: mual, muntah, anoreksia, diare, konstipasi 6) Keluhan sistem tubuh yang lain: nyeri atau sakit kepala, nyeri pada otot, tulang dan sendi, nyeri otot abdomen, nyeri ulu hati, pegal-
23
pegal pada saluran tubuh.
F. Klasifikasi Dengue Beradah Dengue (DBD) Berdasarkan patokan dari WHO (1999) DBD dibagi menjadi 4 derajat: 1. Derajat I Demam disertai gejala klinis lain tanpa perdarahan spontan, uji tourniquet (+) thrombocytopenia hemokonsentrasi. 2. Derajat II Derajat I dan disertai perdarahan spontan pada kulit atau perdarahan lain. 3. Derajat III Ditemukan kegagalan sirkulasi yaitu nadi cepat dan lemah tekanan darah rendah, gelisah, sianosis mulut, hidung dan ujung jari. 4. Derajat IV Syok hebat dengan tekanan darah atau nadi tidak terdeteksi. (Ngastiyah, 1997). Dengue Syok Syndrome (DSS) Suluruh krtiteria diatas untuk DBD disertai dengan kegagalan sirkulasi dengan manifetasi nadi yang cepat dan halus, tekanan nadi turun (20≤ mmHg), hipotensi dibandingkan standart sesuai umur, kulit dingin dan lembab serta gelisah. Penderita seringkali mengeluhkan nyeri didaerah perut sesaat sebelum
renjatan timbul. Nyeri tersebut seringkali
mendahului perdarahan gastrointestinal.
24
G. Penatalaksaaan 1. Medis Pada dasarnya pengoobatan pada DB bersifat simtomatis dan suportif a. DHF tanpa renjatan Demam tinggi, anoreksia dan sering muntah menyebabkan pasien dehidrasi dan haus. Pada pasien ini perlu diberi banyak minum, yaitu 1,5 sampai 2 liter dalam 24 jam. Dapat diberikan teh manis, sirup, susu, dan bila mau lebih baik oralit. Cara memberikan minum sedikit demi sedikit dan orang tua yang menunggu dilibatkan dalam kegiatan ini. Jika anak tidak mau minum sesuai ang dianjurkan tidak dibenarkan pemasangan sonde karena merangsang resiko terjadi perdarahan. Keadaan hiperpireksia diatasi dengan obat anti piretik dan kompres dingin. Jika terjadi kejang diberi luminal atau anti konvsulsan lainnya. Luminal diberikan dengan dosis : anak umur kurang 1 tahun 50 mg IM, anak lebih 1 tahun 75 mg. Jika 15 menit kejang belum berhenti luminal diberikan lagi dengan dosis 3 mg/kg BB. Anak diatas 1 tahun diberi 50 mg, dan dibawah 1 tahun 30 mg, dengan memperhatikan adanya depresi fungsi vital. Infus diberikan pada pasien DHF tanpa renjatan apabila : 1) Pasien terus-menerus muntah, tidak dapat diberikan minum sehingga mengancam terjadinya dehidrasi. 2) Hematokrit yang cenderung meningkat.
25
Hematokrit mencerminkan kebocoran plasma dan biasanya mendahului munculnya secara klinik perubahan fungsi vital (hipotensi, penurunan tekanan nadi ), sedangkan turunnya nilai trombosit biasanya mendahului naiknya hematokrit. Oleh karena itu, pada pasien yang diduga menderita DHF harus diperiksa hemoglobin, hematokrit dan trombosit setiap hari mlai hari ke-3 sakit sampai demam telah turun 12 hari. Nilai hematokrit itulah yang menentukan apabila pasien perlu dipasang infus atau tidak. b. DHF disertai renjatan (DSS) Pasien yang mengalami renjatan (syok) harus segera sipasang infus sebagai penganti cairan yang hilang akibat kebocoran plasma. Caiaran yang diberikan bisanya Ringer Laktat. Jika pemberian cairan tidak ada respon diberikan plasma atau plasma ekspander, banyaknya 20-30 ml/kgBB. Pada pasien dengan renjatan berat diberikan infus harus diguyur dengan cara membuka klem infus. Apabila renjatan telah teratasi, nadi sudah jelas teraba, amplitudo nadi besar, tekanan sistolik 80 mmHg /lebih, kecepatan tetesan dikurangi 10 liter/kgBB/jam. Mengingat kebocoran plasma 24-48 jam, maka pemberian infus dipertahankan sampai 1-2 hari lagi walaupn tanda-tanda vital telah baik. Pada pasien renjtan berat atau renjaan berulang perlu dipasang CVP (Central Venous Pressure) untuk mengukur tekanan vena sentral melalui vena magna atau vena jugularis, dan biasanya pasien dirawat
26
di ICU. Tranfusi darah diberikan pada pasien dengan perdarahan gastrointestinal yang berat. Kadang-kadang perdarahan gastrointestinal berat dapat diduga apabila nilai hemoglobin dan hematokrit menurun sedangkan
perdarahannya
sedikit
tidak
kelihatan.
Dengan
memperhatikan evaluasi klinik yang telah disebut, maka dengan keadaan ini dianjurkan pemberian darah. 2. Keperawatan Masalah pasien yang perlu diperhatikan ialah bahaya kegagalan sirkulasi darah, resiko terjadi pendarahan, gangguan suhu tubuh, akibat infeksi virus dengue, gangguan rasa aman dan nyaman, kurangnya pengetahuan orang tua mengenai penyakit e.
Kegagalan sirkulasi darah Dengan adanya kebocoran plasma dari pembuluh darah ke dalam jaringan ekstrovaskular, yang puncaknya terjadi pada saat renjatan akan terlihat pada tubuh pasien menjadi sembab (edema) dan darah menjadi kental. Pengawasan tanda vital (nadi, TD, suhu dan pernafasan) perlu dilakukan secara kontinu, bila perlu setiap jam. Pemeriksaan Ht, Hb dan trombosit sesuai permintaan dokter setiap 4 jam. Perhatikan apakah pasien ada kencing / tidak.
f.
Resiko terjadi pendarahan Adanya thrombocytopenia, menurunnya fungsi trombosit dan
27
menurunnya faktor koagulasi merupakan faktor penyebab terjadinya pendarahan utama pada traktus gastrointestinal. Pendarahan grasto intestinal didahului oleh adanya rasa sakit perut yang hebat atau daerah retrosternal Bila pasien muntah bercampur darah atau semua darah perlu diukur. Karena melihat seberapa banyak darah yang keluar perlu tindakan secepatnya. Makan dan minum pasien perlu dihentikan. Bila pasien sebelumnya tidak dipasang infuse segera dipasang. Formulir permintaan darah disediakan. Perawatan selanjutnya seperti pasien yang menderita syok. Bila terjadi pendarahan (melena, hematesis) harus dicatat banyaknya/ warnanya serta waktu terjadinya pendarahan. Pasien yang mengalami pendarahan gastro intestinal biasanya dipasang NGT untuk membantu mengeluarkan darah dari lambung. g.
Gangguan suhu tubuh Gangguan suhu tubuh biasanya terjadi pada permulaan sakit atau hari ke-2-ke-7 dan tidak jarang terjadi hyperpyrexia yang dapat menyebabkan pasien kejang. Peningkatan suhu tubuh akibat infeksi virus dengue maka pengobatannya dengan pemberian antipiretika dan anti konvulsan. Untuk membantu penurunan suhu dan mencegah agar tidak meningkat dapat diberikan kompres dingin, yang perlu diperhatikan, bila terjadi penurunan suhu yang mendadak disertai berkeringat banyak sehingga tubuh teraba dingin dan lembab, nadi
28
lembut halus waspada karena gejala renjatan. Kontrol TD dan nadi harus lebih sering dan dicatat secara baik dan memberitahu dokter. h.
Gangguan rasa aman dan nyaman Gangguan rasa aman dan nyaman dirasakan pasien karena penyakitnya dan akibat tindakan selama dirawat. Hanya pada pasien DHF menderita lebih karena pemeriksaan darah Ht, trombosit, Hb secara periodic (stp 4 jam) dan mudah terjadi hematom, serta ukurannya mencari vena jika sudah stadium II. Untuk megurangi penderitaan diusahakan bekerja dengan tenang yakinkan dahulu vena baru ditusukan jarumnya. Jika terjadi hematum segera oleskan trombophub gel / kompres dengan alkohol. Bila pasien datang sudah kolaps sebaiknya dipasang venaseksi agar tidak terjadi coba-coba mencari vena dan meninggalkan bekas hematom di beberapa tempat. jika sudah musim banyak pasien DHF sebaiknya selalu tersedia set venaseksi yang telah seteril. (Ngastiyah, 2005)
3. Penatalaksanaan Keperawatan per derajat a. Perawatan pasien DBD derajat I Pada pasien derajat I ini keadaan umumnya seperti pada pasien influenza biasa dengan gejala demam, lesu, sakit kepala, dan sebagainya, tetapi terdapat juga gejala perdarahan atas hasil uji tourniquet positif (cara uji tourniquet ialah pasang manset tensimeter pada lengan atas dan pompa sampai air raksa mencapai pertengahan
29
tekanan sistolik dan diastolik, biarkan selama 5 menit. Bila setelah manset dibuka terdapat lebih dari 20 petekia pada daerah lengan bawah dengan diameter 2,8 cm dinyatakan positif). Pasien perlu istirahat mutlak, observasi tanda vital setiap 3 jam (terutama tekanan darah dan nadi), periksa Ht, Hb, dan trombosit secara periodik (4 jam sekali). Berikan minum 1 ½ - 2 liter dalam 24 jam. Air minum boleh teh manis, sirup, susu, dan lebih baik oralit jika anak mau. Cara memberikan minum sedikit demi sedikit bila perlu setiap 5 menit 1 sendok makan atau setiap ¼ jam 1/3 gelas. Jika ada keluarga yang menunggu mintalah mereka membantu; terangkan mengapa anak harus banyak minum dan apa bahayanya jika kebutuhan cairan yang telah ditentukan tidak terpenuhi. Buah-buahan lebih baik diberikan berupa sari buah saja. Obat-obatan harus diberikan tepat pada waktunya disamping kompres dingin jika pasien demam. Urine perlu ditampung selama 24 jam dan diukur; tetapi tidak usah menunggu 24 jam jika urine dianggap kurang beritahukan dokter. Catatlah hasil pemeriksaan Ht, Hb dan trombosit secara teratur dan adakan penilaian apakah terjadi kenaikan yang melebihi normal / tidak. Jika tekanan darah pada suatu waktu menurun, ulangi ukur lagi 5 menit kemudian dan jika ternyata memang turun dan mencurigakan segera hubungi dokter. Bila perlu persiapkan alat-alat untuk infus. Bila pasien tidak mau minum sebanyak yang telah ditentukan walaupun sudah dibujuk tidak
30
dibenarkan memasang sonde karena dapat menimbulkan perdarahan. Pasien biasanya dipasang infus. Bila tidak terjadi sesuatu setelah dirawat 2-3 hari, dan pasien dalam keadaan membaik dengan ditandai adanya nafsu makan yang baik, pasien dipulangkan.
b. Perawatan pasien DBD derajat II Umumnya pasien dengan DBD derajat II, ketika datang dirawat sudah dalam keadaan lemah, malas minum (gejala klinis derajat I ditambah adanya perdarahan spontan) dan tidak jarang setelah dalam perawatan baru beberapa saat pasien jatuh kedalam keadaan renjatan. Oleh karena itu, lebih baik jika pasien segera dipasang infus sebab jika sudah terjadi renjatan vena-vena sudah menjadi kolaps sehingga susah untuk memasang infus. Tidak jarang terpaksa menusuk beberapa kali dibeberapa tempat tidak dapat berhasil bahkan meninggalkan bekas hematom yang besar. Bila keadaan pasien pasien sangat lemah infus lebih baik dipasang pada dua tempat karena dalam keadaan renjatan walaupun klem dibuka tetesan cairan tetap tidak lancar, maka jika dua tempat akan membantu memperlancar. Kadang-kadang satu infus ini diperlukan untuk memberikan plasma / darah, yang lain cairan biasa. Pengawasan tanda vital, pemeriksaan hematokrit dan hemoglobin serta trombosit seperti derajat I, dan harus diperhatikan gejala-gejala renjatan seperti nadi menjadi kecil dan cepat, tekanan darah menurun, anuria atau anak mengeluh sakit perut sekali dan lain sebagainya. Jika
31
hal-hal tersebut terjadi segera hubungi dokter. Pada pasien ini disamping infus juga diberi minum serta makan sebanyak ia mau. Apabila pasien derajat II ini setelah dirawat selama 2 hari keadaen membaik yang ditandai dengan tekanan darah yang normal, nadi, suhu dan pernafasan juga baik, infus satu dibuka, yang lainnya dipertahankan sampai 24 jam lagi sambil terus diobservasi. Jika keadaan umumnya tetap baik, tanda vital serta Ht dan Hb sudah normal dan stabil infus dibuka. Biasanya pasien sudah mau makan dan diperbolehkan pulang dengan pesan untuk datang kontrol setelah 1 minggu kemudian.
c. Perawatan DBD derajat III (DSS) Pasien DSS adalah pasien gawat maka jika tidak mendapatkan penanganan yang cepat dan tepat akan menjadi fatal sehingga memerlukan perawatan yang intensif. Masalah utama adalah akibat kebocoran plasma yang pada pasien DSS ini mencapai puncaknya dengan ditemuinya tubuh pasien sembab, aliran darah sangat lambat karena menjadi kental sehingga mempengaruhi curah jantung dan menyebabkan gangguan saraf pusat. Terjadi gangguan pada sistim pernafasan berupa asidosis metabolik dan agak dispnea karena adanya cairan didalam rongga pleura. Pertolongan yang utama adalah mengganti plasma yang keluar dengan memberikan cairan dan elektrolit (biasanya diberikan Ringer Laktat) dan cara memberikan
32
diguyur ialah dengan kecepatan tetesan 20 ml/kg BB/jam. Karena darah kehilangan plasma maka alirannya menjadi sangat lambat (darah menjadi kental), untuk melancarkan tetesan infus tersebut dimasukkan cairan secara paksa dengan menggunakan spuit 20-30 cc sebanyak 100-200 ml melalui selang infus. Dengan cara ini dapat membantu kelancaran darah dan tetesan menjadi lebih cepat, selanjutnya diatur sesuai dengan kebutuhan pada saat itu. Akibat terjadinya kebocoran plasma pada paru terjadi pengumpulan cairan didalam rongga pleura dan menyebabkan pasien agak dispnea; untuk meringankan pasien dibaringkan semi fowler dan diberikan O2. pengawasan tanda vital dilakukan setiap 15 menit terutama tekanan darah dan nadi juga pernafasan dan catat dalam catatan perawatan / catatan khusus. Bila terlihat keadaan pasien makin memburuk atau tetesan tetap tidak dapat lancar supaya menghubungi dokter. Untuk memantau keadaan ginjal pasien perlu dipasang kateter urine dan ditampung ke dalam kantong yang steril, karena diperlukan evaluasi setiap jam atau lebih sering dengan melihat keadaan pasien (renjatan sering didahului adanya anuria). Pemeriksaan hematokrit, hemoglobin dan trombosit tetap dilakukan secara periodik dan semua tindakan serta hasil pemeriksaan dicatat dalam catatan khusus serta dinilai / dibandingkan. Jika renjatan dapat diatasi, nadi sudah jelas teraba dan amplitude nadi cukup besar, tekanan darah sistolik 80 mmHg/lebih, kecepatan tetesan dikurangi
33
menjadi 10 ml/kg BB perjam. Karena dalam masa penyembuhan ini cairan yang ada di ruang ekstravaskular diserap kembali ke dalam ruang vaskuler maka pemberian cairan harus diperhatikan karena jika kelebihan dapat menyebabkan sesak nafas dan memperberat kerja jantung. Penilaian tanda vital dan infus masih diteruskan sampai 24-48 jam setelah syok teratasi, pemeriksaan hematokrit, hemoglobin dan trombosit masih perlu dilakukan. Bila hasil telah stabil serta diberi makan dan minum biasa. Bila pasien telah mau makan (nafsu makannya sudah kembali) merupakan pertanda keadaan bahaya telah lewat. Pasien dipulangkan dengan pesan kontrol kembali 1 minggu lagi.
H. Komplikasi 1.
Perdarahan Perdarahan pada DHF disebabkan adanya perubahan vaskuler, penurunan jumlah trombosit (trombositopenia) <100.000 /mm³ dan koagulopati, trombositopenia, dihubungkan dengan meningkatnya megakoriosit muda dalam sumsum tulang dan pendeknya masa hidup trombosit. Tendensi perdarahan terlihat pada uji tourniquet positif, petechi, purpura, ekimosis, dan perdarahan saluran cerna, hematemesis dan melena.
34
2.
Kegagalan sirkulasi DSS (Dengue Syok Sindrom) biasanya terjadi sesudah hari ke 2–7, disebabkan oleh peningkatan permeabilitas vaskuler sehingga terjadi kebocoran plasma, efusi cairan serosa ke rongga pleura dan peritoneum, hipoproteinemia, hemokonsentrasi dan hipovolemi yang mengakibatkan berkurangnya aliran balik vena (venous return), prelod, miokardium volume sekuncup dan curah jantung, sehingga terjadi disfungsi atau kegagalan sirkulasi dan penurunan sirkulasi jaringan. DSS juga disertai dengan kegagalan hemostasis mengakibatkan aktivity dan integritas system kardiovaskur, perfusi miokard dan curah jantung menurun, sirkulasi darah terganggu dan terjadi iskemia jaringan dan kerusakan fungsi sel secara progresif dan irreversibel, terjadi kerusakan sel dan organ sehingga pasien akan meninggal dalam 12-24 jam.
3.
Hepatomegali Hati umumnya membesar dengan perlemakan yang berhubungan dengan nekrosis karena perdarahan, yang terjadi pada lobulus hati dan sel sel kapiler. Terkadang tampak sel netrofil dan limposit yang lebih besar dan lebih banyak dikarenakan adanya reaksi atau kompleks virus antibody.
4.
Efusi pleura Efusi
pleura
karena
adanya
kebocoran
plasma
yang
mengakibatkan ekstravasasi aliran intravaskuler sel hal tersebut dapat
35
dibuktikan dengan adanya cairan dalam rongga pleura bila terjadi efusi pleura akan terjadi dispnea, sesak napas.
36
I.
Pengkajian Fokus 1. Identitas pasien Nama, umur (pada DHF paling sering menyerang anak-anak dengan usia kurang dari 15 tahun), jenis kelamin, alamat, pendidikan, nama orang tua, pendidikan orang tua, dan pekerjaan orang tua. 2. Keluhan utama Alasan atau keluhan yang menonjol pada pasien DHF datang ke rumah sakit adalah panas tinggi dan pasien lemah. 3. Riwayat penyakit sekarang Didapatkan adanya keluhan panas mendadak dengan disertai menggigil dan saat demam kesadaran kompos mentis. Turunya panas terjadi antara hari ke-3 dan ke-7, dan anak semakin lemah. Kadang-kadang disertai keluhan batuk pilek, nyeri telan, mual, muntah, anoreksia, diare atau konstipasi, sakit kepala, nyeri otot dan persendian, nyeri ulu hati dan pergerakan bola mata terasa pegal, serta adanya manifestasi perdarahan pada kulit, gusi (grade III, IV), melena atau hematemasis. 4. Riwayat penyakit yang pernah diderita Penyakit apa saja yang pernah diderita. Pada DHF, anak biasanya mengalami serangan ulangan DHF dengan type virus yang lain. 5. Riwayat imunisasi Apabila anak mempunyai kekebalan yang baik, maka kemumgkinan akan timbulnya komplikasi dapat dihindarkan.
37
6. Riwayat gizi Status gizi anak yang menderita DHF dapat bervariasi. Semua anak dengan status gizi baik maupun buruk dapat berisiko, apabila ada faktor predisposisinya. Anak yang menderita DHF sering mengalami keluhan mual, muntah,dan nafsu akan menurun. Apabila kondisi ini berlanjut dan tidak disertai pemenuhan nutrisi yang mencukupi, maka anak dapat mengalami penurunan berat badan sehingga status gizinya menjadi kurang. 7. Kondisi lingkungan sering terjadi pada daerah yang padat penduduknya dan lingkumgan yang kurang bersih (seperti yang mengenang dan gantungan baju yang di kamar). 8. Pola kebiasaan a.
Nutrisi dan metabolisme Nutrisi dan metabolisme: frekuensi, jenis, pantangan, nafsu makan berkurang, dan nafsu makan menurun.
b. Eliminasi BAB Eliminasi BAB: kadang-kadang anak mengalami diare atau konstipasi. Sementara DHF grade III-IV bisa terjadi melena. c.
Eliminasi BAK Eliminasi BAK: perlu dikaji apakah sering kencing, sedikit atau banyak, sakit atau tidak. Pada DHF grade IV sering terjadi hematuria.
38
d. Tidur dan istirahat Tidur dan istirahat: anak sering mengalami kurang tidur karena mengalami sakit atau nyeri otot dan persendian sehingga kualitas dan kuantitas tidur maupun istirahatnya kurang. e.
Kebersihan Kebersihan: upaya keluarga untuk menjaga kebersihan diri dan lingkungan cenderung kurang terutama untuk membersihkan tempat sarang nyamuk aedes aegypti.
Perilaku dan tanggapan bila ada keluarga yang sakit serta upa untuk menjaga kesehatan. 9. Pemeriksaan fisik Meliputi inspeksi, auskultasi, palpasi, perkusi dari ujung rambut sampai ujung kaki. Berdasarkan tingkatan grade DHF, keadaan fisik anak adalah : a. Kesadaran : Apatis b. Vital sign : TD : 110/70 mmHg c. Kepala
: Bentuk mesochepal
d. Mata
: simetris, konjungtiva anemis, sclera tidak ikterik, mata anemis
e. Telinga
: simetris, bersih tidak ada serumen, tidak ada gangguan pendengaran
f. Hidung
: ada perdarahan hidung / epsitaksis
g. Mulut
: mukosa mulut kering, bibir kering, dehidrasi, ada perdarahan pada rongga mulut, terjadi perdarahan gusi.
39
h. Leher
: tidak ada pembesaran kelenjar tyroid, kekakuan leher tidak ada, nyeri telan
i. Dada Inspeksi
: simetris, ada penggunaan otot bantu pernafasan
Auskultasi
: tidak ada bunyi tambahan
Perkusi
: Sonor
Palpasi
: taktil fremitus normal
j. Abdomen : Inspeksi
: bentuk cembung, pembesaran hati (hepatomegali)
Auskultasi
: bising usus 8x/menit
Perkusi
: tympani
Palpasi
: turgor kulit elastis, nyeri tekan bagian atas
k. Ekstrimitas : sianosis, ptekie, echimosis, akral dingin, nyeri otot, sendi tulang l. Genetalia : bersih tidak ada kelainan di buktikan tidak terpasang kateter 10. Sistem integumen Adanya peteki pada kulit, turgor kulit menurun, dan muncul keringat dingin dan lembab. Kuku sianosis atau tidak. a. Kepala dan leher Kepala terasa nyeri, muka tamp0ak kemerahan karena demam (flusy), mata anemis, hidung kadang mengalami perdarahan (epistaksis) pada
40
grade II,III, IV. Pada mulut didapatkan bahwa mukosa mulut kering, terjadi perdarahan gusi, dan nyeri telan. Sementara tenggorokan mengalami hyperemia pharing dan terjadi perdarahan telingga (grade II, III, IV ). b. Dada Bentuk simetris dan kadang-kadang sesak. Pada fhoto thorax terdapat adanya cairan yang tertimbun pada paru sebelah kanan, (efusi pleura), rales, ronchi, yang biasanya terdapat pada grade III dan IV. c. Abdomen Mengalami nyeri tekan, pembesaran hati (hepatomegali) dan asites. Ekstremitas : akral dingin, serta terjadi nyeri otot, sendi, serta tulang. 11. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk menentukan adanya infeksi dengue adalah : a. Uji rumple leed / tourniquet positif b. Darah, akan ditemukan adanya trombositopenia, hemokonsentrasi, masa perdarahan memanjang, hiponatremia, hipoproteinemia. c. Air seni, mungkin ditemukan albuminuria ringan d. Serologi Dikenal beberapa jenis serologi yang biasa dipakai untuk menentukan adanya infeksi virus dengue antara lain : uji IgG Elisa dan uji IgM Elisa
41
e. Isolasi virus Identifikasi virus dengan melakukan fluorescence anti body technique test secara langsung / tidak langsung menggunakan conjugate (pengaturan atau penggabungan) f. Identifikasi virus Identifikasi virus dengan melakukan fluorescence anti body tehnique test secara langsung atau tidak langsung dengan menggunakan conjugate g. Radiology Pada fhoto thorax selalu didapatkan efusi pleura terutama disebelah hemi thorax kanan . ( Departemen Kesehatan RI, 1999)
42
J.
Pathways Keperawatan Gigitan nyamuk Aedes Aegepti Virus Dengue Terjadinya viremia
Nyeri otot, tulang dan sendi
Demam akut Keringat ↑
Permeabilitas vaskuler ↑
Hepatomegali Hipertermi
Dehidrasi
Stimulasi RES
Gangguan rasa nyaman nyeri
Hepar mendesak rongga abdomen Mual, muntah
Kebocoran plasma
Peningkatan enzim-enzim hepar SGOT SGPT
Hipoproteinemia
Nafsu makan ↓
Penumpukan cairan ekstra vaskuler dan rongga serosa Akumulasi cairan ↑
Hipovolemi Intake tidak adekuat Syok hipovolemi Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
Defisit volume cairan dan elektrolit
-
Gelisah Takikardi Akral dingin Hipotensi
Efusi Pleura
Hematokrit ↑ viskositas darah ↑ Aliran darah lambat
Trombosytopenia
Fungsi trombosit menurun, faktor koagulasi menurun,
Suplai O2 ke jaringan ↓
Resiko perdarahan
Dispnea Gangguan pertukaran gas
Gangguan Perfusi jaringan
Sumber : Syaifoellah Noer (1999); Doenges (2000)
43
K.
Diagnosa Keperawatan 1.
Defisit volume cairan berhubungan dengan berpindahnya cairan intraseluler ke ekstraseluler (kebocoran plasma dari endotel) Ditandai dengan:
2.
a.
Hipotensi
b.
Takikardi
c.
Pengisian kapiler lambat
d.
Berkeringat
e.
Urin pekat atau menurun
Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan suplai oksigen Ditandai dengan :
3.
a.
Dispnea
b.
Bingung, gelisah
c.
Ketidakmampuan membuang secret
d.
Perubahan tanda vital
e.
Penurunan toleransi terhadap aktivitas
Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan suplai oksigen dalam jaringan menurun Ditandai dengan : a.
Penurunan nadi perifer, pengisian kapiler lambat atau menurun
b.
Perubahan warna kulit
c.
Edema jaringan ekstremitas dingin
44
4.
Hipertermi berhubungan viremia Ditandai dengan:
5.
a.
Peningkatan suhu tubuh yang lebih besar dari jangkauan normal
b.
Kulit kemerahan, hangat waktu disentuh
c.
Peningkatan tingkat pernafasan
d.
Takikardi
Gangguan rasa nyaman nyeri berhubunggan dengan proses patologis (viremia) Ditandai dengan:
6.
a.
Keluhan nyeri
b.
Perilaku yang bersifat hati-hati atau melindungi
c.
Wajah menunjukkan nyeri
d.
Gelisah
Intake nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual, muntah, anoreksia Ditandai dengan: a.
Konjungtiva dan membran mukosa pucat
b.
Menolak untuk makan
c.
Penurunan berat badan
d.
Turgor kulit buruk
45
L. Fokus Intervensi 1.
Defisit volume cairan berhubungan dengan berpindahnya cairan intraseluler ke ekstraseluler Tujuan
: Setelah dilakukan tindakan keperawatan defisit volume cairan dapat terpenuhi
Kriteria Hasil : a.
Menyatakan pemahaman faktor penyebab dan perilaku yang, perlu untuk memperbaiki defisit cairan
b.
Menunjukkan perubahan keseimbangan cairan, dibuktikan oleh haluaran urine adekuat, tanda-tanda vital stabil, membran mukosa lembab, turgor kulit baik.
c.
Volume cairan cukup, input cukup, output tidak berlebih.
Rencana tindakan: a.
Mengkaji keadaan umum pasien (lemah pucat, tachicardi) serta tanda-tanda vital. Rasional : Menetapkan data dasar pasien, untuk mengetahui dengan cepat penyimpangan dari keadaan normalnya
b.
Mengobservasi adanya tanda-tanda syok. Rasional : Agar dapat segera dilakukan tindakan untuk menangani syok yang dialami pasien.
c.
Memberikan cairan intravaskuler sesuai program dokter. Rasional : Pemberian cairan IV sangat penting bagi pasien yang mengalami defisit volume cairan dengan keadaan
46
umum yang buruk karena cairan langsung masuk kedalam pembuluh darah. d.
Menganjurkan pasien untuk banyak minum Rasional : Asupan cairan
sangat diperlukan untuk menambah
volume cairan tubuh. e.
Mengkaji tanda dan gejala dehidrasi atau hipovolemik (riwayat muntah diare, kehausan turgor jelek). Rasional : Untuk mengetahui penyebab devisit volume cairan, jika haluaran urine < 25 ml/jam, maka pasien mengalami syok
f.
Mengkaji perubahan haluaran urine dan monitor asupan haluaran Rasional : Untuk mengetahui keseimbangan cairan dan tingkatan dehidrasi.
2.
Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan suplai oksigen Tujuan
: Setelah dilakukan tindakan keperawatan suplai oksigen ke jaringan adekuat.
Kriteria Hasil : Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigen jaringan adekuat dengan GDA dalam rentang normal dan bebas gejala distres pernafasan. Rencana tindakan : a.
Kaji frekuensi, kedalaman pernafasan. Catat penggunaan otot aksesori, nafas bibir, ketidakmampuan bicara / berbincang. Rasional : Berguna dalam evaluasi derajat distres pernafasan dan /
47
kronisnya proses penyakit. b.
Tinggikan kepala tempat tidur, Bantu pasien untuk memilih posisi yang mudah untuk bernafas. Dorong nafas dalam perlahan / nafas bibir sesuai kebutuhan atau tolaransi individu. Rasional : Pengiriman oksigen tidak dapat diperbaiki dengan posisi
duduk
tinggi
dan
latihan
nafas
untuk
menurunkan kolaps jalan nafas, dispnea, dan kerja nafas. c.
Kaji / awasi secara rutin kulit dan warna membran mukosa Rasional : Sianosis mungkin perifer (terlihat pada kuku) atau sentral (terlihat sekitar bibir / daun telinga). Keabuabuan dan dianosis sentral mengindikasikan beratnya hipoksia.
d.
Dorong mengeluarkan sputum, penghisapan bila diindikasikan. Rasional : Kental, tebal dan banyaknya sekresi adalah sumber utama gangguan pertukaran gas pada jalan nafas kecil. Penghisapan dibutuhkan bila batuk tidak efektif.
e.
Auskultasi bunyi nafas, catat area penurunan aliran udara / bunyi tambahan Rasional : Bunyi nafas mungkin redup karena penurunan aliran udara atau area konsolidasi. Adanya mengindikasikan spasme bronkus / tertahannya sekret.. Krekles basah menyebar menunjukkan cairan pada interstisial atau
48
dekompensasi jantung. f.
Palpasi premitus Rasional : Penurunan getaran vibrasi diduga ada pengumpulan cairan atau udara terjebak.
3.
Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan suplai oksigin dalam jaringan menurun. Tujuan
: Setelah dilakukan tindakan keperawatan suplai oksigen ke jaringan adekuat.
Kriteria Hasil : Menunjukkan peningkatan perfusi secara individual misalnya tidak ada sianosis dan kulit hangat. Rencana tindakan: a.
Auskultasi frekuensi dan irama jantung cacat adanya bunyi jantung ekstra. Rasional : Tachicardia sebagai akibat hipoksemia kompensasi upaya peningkatan aliran darah dan perfusi jaringan, gangguan irama berhubungan dengan hipoksemia, ketidakseimbangan elektrolit. Adanya bunyi jantung tambahan terlihat sebagai peningkatan kerja jantung.
b.
Observasi perubahan status metal Rasional : Gelisah bingung disorientasi dapat menunjukkan gangguan aliran darah serta hipoksia.
c.
Observasi warna dan suhu kulit atau membrane mukosa. Rasional : Kulit pucat atau sianosis, kuku membran bibir atau
49
lidah dingin menunjukkan vasokonstriksi prifer (syok) atau gangguan aliran darah perifer. d.
Ukur haluaran urine dan catat berat jeuis urine Rasional : Syok
lanjut
atau
penurunan
curah
jantung
menimbulkan penurunan perfusi ginjal dimanifestasi oleh
penurunan haluaran urine dengan berat jenis
normal atau meningkat e.
Berikan cairan intra vena atau peroral sesuai indikasi. Rasional : Peningkatan cairan diperlukan untuk menurunkan hiperviskositas
darah
(Potensial
pembentukan
trombosit) atau mendukung volume sirlukasi atau perfusi jaringan. 4.
Hipertemi berhubungan dengan terjadinya veremia Tujuan
: Setelah dilakukan tindakan keperawatan temperatur suhu dalam batas normal (36°-37° C).
Kriteria Hasil : a.
Klien tidak menunjukkan kenaikan srihu tubuh.
b.
Suhu tubuh dalam batas normal ( 36°-37° C)
Rencana tindakan: a.
Mengkaji saat timbulnya demam Rasional : Untuk mengidentifikasi pola demam pasien
b.
Mengobservasi tanda-tanda vital Rasional : Tanda-tanda vital merupakan acuan untuk mengetahui
50
keadaan umum pasien. c.
Tingkatkan intake cairan. Rasional : Peningkatan suhu tubuh mengakibatkan penguapan tubuh meningkat sehingga perlu diimbangi asupan cairan
d.
Mencatat asupan dan keluaran Rasional : Untuk mengetahui ketidakseimbangancairan tubuh
e.
Memberikan terapi cairan intravena dan obat-obatan sesuai program dokter Rasional : Pemberian cairan sangat penting bagi pasien dengan suhu tinggi.
5.
Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan proses patologis (viremia) Tujuan
: Setelah
dilakukan
tindakan
keperawatan
nyeri
berkurang atau hilang Kriteria Hasil : a.
Rasa nyaman pasien terpenuhi
b.
Nyeri berkurang atau hilang
Rencana tindakan: a.
Mengkaji tingkat nyeri yang dialami pasien dengan skala nyeri (0 10), tetapkan tipe nyeri yang dialami pasien, respon pasien terhadap nyeri Rasional : Untuk mengetahui berat nyeri yang dialami pasien
51
b.
Mengkaji faktor-faktor yang mempengaruhi reaksi pasien terhadap nyeri Rasional : Dengan
mengetahui
faktor-faktor
tersebut
maka
perawat dapat melakukan intervensi yang sesuai dengan masalah klien. c.
Memberikan posisi yang nyata dan, usahakan situasi ruang yang terang Rasional : Untuk mengurangi rasa nyeri .
d.
Memberikan suasana gembira bagi pasien, alihkan perhatian pasien dari rasa nyeri Rasional : Dengan melakukan aktivitas lain, pasien dapat sedikit melupakan perhatiannya terhadap nyeri yang dialami.
e.
Memberikan kesempatan pada pasien untuk berkomunikasi dengan teman-teman atau orang terdekat. Rasional : Tetap berhubungan dengan orang-orang terdekat atau teman membuat pasien bahagia dan dapat mengalihkan, perhatiannya terhadap nyeri.
f.
Memberikan obat analgetik (Kolaborasi dengan dokter) Rasional : Obat analgetik dapat menekan atau mengurangi nyeri pasien.
6.
Intake nutrisi kurang dari, kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual, muntah , anoreksia Tujuan
: Setelah dilakukan tindakan keperawatan kebutuhan
52
nutrisi pasien terpenuhi. Kriteria Hasil : Pasien mampu menghabiskan makanan sesuai dengan porsi yang dibutuhkan atau diberikan. Rencana tindakan: a.
Mengkaji keluhan mual dan muntah yang dialami oleh pasien Rasional : Untuk menetapkan cara mengatasinya.
b.
Memberikan makanan dalam porsi kecil dan frekuensi sering. Rasional : Untuk menghindari mual dan muntah
c.
Menjelaskan manfaat nutrisi bagi pasien terutama saat pasien sakit. Rasional : Meningkatkan pengetahuan pasien tentang nutrisi sehingga motivasi pasien untuk makan meningkat.
d.
Memberikan makanan yang mudah ditelan seperti bubur dan dihidangkan saat masih hangat. Rasional : Membantu
mengurangi
kelelahan
pasien
dan
meningkatkan asupan makanan. e.
Mencatat jumlah dan porsi makanan yang dihabiskan Rasional : Untuk mengetahui pemenuhan nutrisi pasien.
f.
Mengukur berat badan pasien setiap hari. Rasional : untuk mengetahui status gizi pasien
53