BAB II KONSEP DASAR
A. Pengertian Pengertian batu ginjal menurut beberapa ahli adalah : 1. Nefrolithiasis adalah batu yang terdapat di kaliks ginjal renalis yang terbentuk dari kalsium, fosfat atau kombinasi asam urat yang biasanya larut di dalam urine (Soeparman, 2001) 2. Batu ginjal merupakan batu yang terbentuk pada tubuli ginjal kemudian berada di kaliks,pelvis ginjal bahkan mengisi pelvis serta seluruh kaliks ginjal (Harison, 1999) Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa: Batu ginjal (nefrolithiasis) adalah batu yang terdapat dalam pelvis dan kaliks ginjal yang terdiri atas kristal garam/asam yang sukar larut.
B. Anatomi dan Fisiologi 1. Anatomi Sistem perkemihan melibatkan kerja beberapa organ yaitu : ginjal, ureter, vesika urinaria, ureter. Dalam hal ini penulis akan membahas tentang struktur makroskopik dan mikroskopik ginjal. Menurut Wilson (1995) dan Syaifuddin (1992) struktur makroskopik dan mikroskopik ginjal adalah:
a. Struktur Makroskopik Ginjal merupakan organ yang berbentuk seperti karang, terletak di ke-2 sisi kolumna vertebralis. Ginjal kanan sedikit lebih rendah dibandingkan dengan ginjal kiri karena tertekan ke bawah oleh hati. Katup atasnya terletak setinggi kista ke-12. sedangkan katup atas ginjal kiri terletak setinggi kista. Ginjal terletak dibagian belakang abdomen atas, dibelakang peritoneum, didepan 2 koska terakhir dan 3 otot-otot besar-transverius abdominis, kuadratus lumbirumdan psoas mayor. Ginjal dipertahankan dalam posisi tersebut oleh bantalan lemak yang tebal. Kelenjar adrenal terletak diatas katup masing-masing ginjal. Gambar struktur makroskopik ginjal terlihat dalam gambar 1:
Gambar 1: Struktur makroskopik ginjal Sumber : Smeltzer (2001)
a. Struktur mikroskopik Setiap ginjal terbungkus oleh selaput tipis yang disebut kapsula renalis yang terdiri dari jaringan fibrus berwarna ungu tua. Lapisan luar terdapat lapisan korteks (substansia kortekalis) dan lapisan luar terdapat lapisan korteks (substansia kortekalis), dan lapisan sebelah dalam bagian medulla (substansial medularis) berbentuk kerucut yang disebut renal piramid. Puncak kerucut tadi menghadap kaliks yang terdiri dari lubanglubang kecil disebut papilla renalis. Tiap-tiap piramid dilapisi dengan yang lain oleh kolumna renalis, jumlah renalis ± 15-16 buah Garis-garis yang terlihat pada piramid disebut tubulus. Pada setiap ginjal diperkirakan ada 1.000.000 nefron. Nefron yang merupakan bagian terkecil dari glomerulus, tubulus proksimal (tubulus kontorti saku), gelung Henle, tubulus (tubulus kontorti dua) dan tubulus urinarius (papilla vateri). Gambar struktur mikroskopik ginjal terlihat dalam gambar 2 :
Gambar 2: Struktur mikroskopik ginjal Sumber : Smeltzer (2001)
1. Fisiologi Fisiologi ginjal meliputi fisiologi /fungsi organ ginjal dan fisiologi proses berkemih a. Fisiologi ginjal menurut Price (1995)yaitu : 1) Mempertahankan osmolalitas plasma sekitar 285m-osmolaritas dengan mengubah-ubah ekskresi air. 2) Mempertahankan kadar masing-masing elektrolit plasma dalam rentang normal. 3) Mempertahankan pH plasma sekitar 7.4 dengan mengeluarkan kelebihan H+ dan membentuk kembali HCO3. 4) Megekskresikan produk akhir nitrogen dari metabolisme protein, terutama urea, asam urat dan kreatinin. 5) Menghasilkan renin penting untuk pengaturan tekanan darah. 6) Menghasilkan eritopoietin faktor penting dalam stimulasi produksi sel darah merah oleh sum-sum tulang.. 7) Metabolisme vitamin D menjadi bentuk aktifnya. 8) Degradasi insulin. 9) Menghasilkan prostalglandin. b. Fisiologi berkemih dimulai dari proses pembentukan urin (air kemih) yang terdiri dari : 1) Proses filtrasi Terjadi di glomerulus, proses ini terjadi karena permukaan afferent lebih besar dari permukaan efferent maka terjadi penyerapan
darah. Sedangkan sebagian yang tersaring adalah bagian cairan darah kecuali protein. Cairan yang disaring ditampung oleh kapsula bowman yang terdiri dari glukosa, air, sodium, sulfat, bikarbonat, dan diteruskan ke tubulus ginjal. 1) Proses reabsorbsi Pada proses ini terjadi penyerapan kembali sebagian dari glukosa, sodium, klorida, fosfat dan beberapa ion bikarbonat. Prosesnya terjadi secara pasif yang dikenal dengan obligator reabsorbsi terjadi pada tubulus atas. Sedangkan pada tubulus ginjal bagian bawah terjadi kembali penyerapan dari sodium dan ion bikarbonat, bila diperlukan akan diserap kembali ke dalam tubulus bagian bawah. Penyerapannya terjadi secara aktif dikenal dengan reabsorbsi fakultatif dan sisanya dialirkan pada papilla renalis. 2) Proses sekresi Proses ini disebut proses penyerapan. Sisanya penyerapan kembali yang terjadi pada tubulus dan diteruskan ke piala ginjal selanjutnya diteruskan keluar.
A. Etiologi/predisposisi 1.
Etiologi Etiologi dari nefrolithiasis menurut Smeltzer (2001) adalah : a. Hiperkalsuria (kalium urin tinggi) dan hiperkalsemia ( kalsium serum tinggi) yang dapat disebabkan oleh :
1) Hiperparatiroidisme 2) Asidosis tubulus renal 3) Penyakit
granulomatosa
(tuberculosis)
yang
menyebabkan
peningkatan produksi vitamin D oleh jaringan granulomatosa. 4) Masukan vitamin D yang berlebihan 5) Masukan susu dan alkali berlebihan 6) Penyakit mieloproliferatik (leukemia, polisetemia, mieloma multiple) yang menyebabkan proliferasi abnormal sel darah merah dari sumsum tulang. a. Hiperoksaluria yang disebabkan oleh : 1) Hiperoksaluria enterik 2) Hiperoksaluria idiopatik (dengan masukan tinggi oksalat) b. Hiperurikosuria akibat masukan diit berlebih c. Penyebab lain termasuk asidosis tubular ginjal, infeksi oleh bakteri yang menghasilkan urease (Proteus sp) 1.
Predisposisi Predisposisi dari nefrolithiosis menurut Ovedaff (1995) adalah : a.
Immobilisasi yang lama merupakan faktor predisposisi
b.
Riwayat adanya batu dalam keluarga
c.
Sering menunda buang air kecil (BAK)
d.
Kurang minum, diet tinggi kalium dan tinggi purin
D. Patofisiologis Pembahasan tentang patofisiologis menurut Tessy (1999) diawali dengan pembentukan batu yaitu : 1. Teori inti matriks Terbentuknya batu saluran kencing memerlukan adanya substansial organik sebagai inti. Substansial organik ini terutama terdiri dari mukopoli sakarida dan mukoprotein yang akan mempermudah kristalisasi dan agregasi substansi pembentuk batu. 2. Teori supernaturasi Terjadinya kejenuhan substansi pembentuk batu dalam urin seperti sistin,santin, asam urat, kalsium oksalat akan mempermudah terbentuknya batu. 3. Teori presipitasi uriskalisasi Perubahan pH urin akan mempengaruhi substansi dalam urin. Pada urin yang bersifat asam akan mengendap sistin, asam dan garam urat. Sedangkan pada urin yang bersifat alkali akan mengendap garam-garam fosfat. 4. Teori berkurangnya faktor penghambat Berkurangnya faktor penghambat seperti peptid, fosfat, piroforfak, polipospat, sitrat, magnesium, asam mukopolisakarida. Akan mempermudah terbentuknya batu saluran kencing. Pada akhirnya semua teori tersebut akan berakhir dengan timbulnya batu dalam saluran kemih. Timbulnya batu dalam ginjal dan saluran kemih akan menimbulkan berbagai masalah bagi klien.
Ketika batu menghambat aliran urin terjadi obstruksi, menyebabkan peningkatan tekanan hidrostatik dan distensi piala ginjal serta ureter proksimal infeksi (pielonefritis dan sistitis yang disertai menggigil, demam dan disuria) dapat terjadi dari iritasi batu yang terus menerus. Beberapa batu, jika ada, menyebabkan sedikit gejala namun secara perlahan merusak unit fungsional (nefron) ginjal, sedangkan yang lain menyebabkan nyeri yang luar biasa dan ketidaknyamanan. Nyeri yang berasal dari area renal menyebar secara anterior dan pada wanita ke bawah mendekati kandung kemih. Sedangkan pada pria mendekati testis. Bila nyeri mendadak menjadi akut, disertai nyeri tekan di seluruh area kostovertebral dan muncul mual dan muntah, maka pasien sedang mengalami episode kolik renal. Diare dan ketidaknyamanan abdominal dapat terjadi. Gejala gastrointestinal ini akibat dari refleks renointestinal dan proksimitas anatomic ginjal ke lambung, pankreas dan usus besar.
E. Manifestasi Klinis Manifestasi klinis adanya batu dalam traktus urinarius menurut Smeltzer (2001) bergantung pada adanya obstruksi, infeksi, dan edema, antara lain : 1. Ketika batu menghambat aliran urin, terjadi obstruksi menyebabkan peningkatan hidrostatik dan distensi piala ginjal serta ureter proksimal. 2. Infeksi (pielonetritis dan sistinis yang disertai menggigil, demam dan disuria) 3. Batu di piala ginjal mungkin berkaitan dengan sakit yang dalam dan terus menerus di area koskovertebral.
1. Nyeri bertahap, biasanya pada pinggang 2. Nyeri yang berpindah ke bawah (panggul, testis/vulva) 3. Hematuria 4. Mual, dan muntah sebagai akibat dari adanya gejala gastrointestinal.
F. Penatalaksanaan Menurut Smeltzer (2001) penatalaksanaan nefrolithiasis (batu ginjal) melalui beberapa cara yaitu : 1. Medika mentosa Ditujukan untuk batu yang ukurannya kurang dari 5 mm, karena diharapkan batu dapat keluar spontan, terapi yang diberikan bertujuan untuk mengurangi nyeri. Memperlancar aliran urine dengan pemberian diuretik dan minum yang banyak supaya dapat mendorong batu keluar dari saluran kemih. Terapi lain untuk mengeluarkan batu dan membantu menurunkan pembentukan batu disesuaikan dari jenis batu yaitu : a. Batu kalsium : pengurangan kandungan kalsium dan fosfor dalam diit. b. Batu fosfat : diit rendah fosfor. c. Batu urat : pasien diharuskan diit rendah purine untuk mengurangi ekskresi asa urat dalam urine. d. Batu oksalat : untuk batu oksalat, urine dipertahankan dengan pembakaran masuk oksalat. e. Batu sturvik : pemberian metenamin-mandelak, pemberian NH4Cl, anti mikroba.
2. ESWL (Extracorporeal Shockwave Lithotrispy) Alat ini dapat memecah batu ginjal, batu ureter proximal/batu buli-buli tanpa melalui tindakan invasive dan tanpa pembiusan. Batu dipecah menjadi fragment, sehingga mudah dikeluarkan melalui saluran kemih. 3. Endourologi. Tindakan endaurologi
adalah tindakan
infasif minimal
untuk
mengeluarkan batu saluran kemih yang terdiri dari alat pemecah batu dan kemudian mengeluarkannya dari saluran kemih melalui alat yang dimasukkan langsung kedalam saluran kemih. Beberapa tindakan endourologi adalah : a. PNL (Percutaneus nefro Litholapaxy) Yaitu mengeluarkan batu yang berada di dalam saluran ginjal dengan cara memasukan alat endoskopi ke sistem kallises melalui insisi pada kulit. Batu kemudian dikeluarkan / dipecah terlebih dahulu menjadi fragmen-fragmen kecil. b. Lithotrispy Yaitu memecah batu buli-buli / batu uretra dengan memasukan alat pemecah batu (lithotripur) ke dalam buli-buli. Pecahan batu dikeluarkan dengan evaltor. c. Uretroskopi/uretra-renoskopi Yaitu memasukkan alat uretroskopi peruretram guna melihat keadaan ureter sistem pielo-kaliks ginjal dengan memakai energi tertentu. Batu yang berada di ureter maupun sistem pelvikalikus dapat dipecah melalui tuntunan uretriarenoskopi.
d. Ekstraksi dormia Yaitu mengeluarkan batu ureter dengan menjaringnya melalui alat keranjang dormia. 5. Bedah laparoskopi Pembedahan laparoskopi untuk mengambil batu saluran kemih saat ini sedang berkembang. Cara ini banyak disukai untuk mengambil batu ureter. 6. Bedah terbuka Di klinik-klinik yang belum mempunyai fasilitas yang memadai untuk tindakan-tindakan endourologi. Laparoskopi merupakan ESWL. Pengambilan batu masih dilakukan melalui pembedahan terbuka. Pembedahan terbuka itu antara lain, prekokomi/nefrolitokomi untuk mengambil batu pada saluran ginjal dan uteroliktomi untuk batu di ureter. 7. Penatalaksanaan diit dari semua jenis batu yaitu:rendah protein, rendah oksalat, rendah garam, rendah purin.
G. Komplikasi Komplikasi dari penyakit nefrolithiasis menurut Rahardjo (1998) antara lain :infeksi saluran kemih, hidronefrosis, hipertensi dan gagal ginjal.
H. Pengkajian Fokus Pengkajian fokus klien dengan nefrolithiosis yang perlu diperhatikan menurut Doengoes (1999) adalah : 1. Demografi Fokus pengkajiannya meliputi: a. Jenis kelamin : dapat terjadi pada pria dan wanita b. Pekerjaan : pekerjaan yang monoton, pekerjaan dimana klien terpajan c. Pada lingkungan bersuhu tinggi. 2. Riwayat kesehatan a. Riwayat kesehatan dahulu 1) Adanya riwayat penyakit infeksi saluran kemih 2) Adanya infeksi bakteri yang mempunyai enzim urease 3) Adanya riwayat batu sebelumnya. b. Riwayat kesehatan keluarga Riwayat adanya batu dalam keluarga, kanker atau gangguan pada sumsum tulang 3. Perubahan pola fungsional a. Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan Kebiasaan minum yang kurang, minuman bersoda yang berlebih, diit tinggi purin, kalsium oksalat dan fosfat, dan minum air dengan cukup. b. Pola eliminasi Penurunan keluaran urine.
c. Pola nutrisi dan metabolik Mual/muntah, nyeri tekan, abdomen, ketidakcukupan pemasukan cairan, demam. d. Pola aktivitas Keterbatasan aktivitas / immobilitas karena adanya nyeri. e. Persepsi sensori Episode akut nyeri berat, nyeri kolik. Lokasi tergantung pada lokasi batu, contoh pada panggul di region sudut kostovertebral; dapat menyebar ke punggung, abdomen, dan turun ke lipat paha/ genetalia. Nyeri dangkal konstan menunjukkan kalkulus ada di pelvis atau kalkulus ginjal. f. Persepsi diri dan konsep diri Klien dapat melaporkan adanya keresahan gugup atau kecemasan yang dirasakan sebagai akibat kurangnya pengetahuan tentang kondisi, diagnosa dan tindakan operasi. 4.
Pemeriksaan fisik a. Peningkatan TD/nadi, suhu meningkat b. Kulit hangat dan kemerahan, pucat c. Nyeri tekan pada area ginjal bila dipalpasi. d. Klien tampak kesakitan
5.
Pemeriksaan penunjang Diagnostik penunjang nefrolithiasis menurut Doengoes (1999) adalah : a. Urinalisa : warna mungkin kuning, coklat gelap, berdarah. Secara umum menunjukkan sel darah merah,sel darah putih,kristal (sistin, asam, kalsium
oksalat),
serpihan mineral,
bakteri, PVS
: pH mungkin
asam
(meningkatkan sistin dan batu asam urat) atau alkaline ( meningkatkan magnesium, fosfat ammonium atau batu kalsium fosfat) b. Urine (24 jam) : kreatinin, asam urat, kalsium, fosfat, oksalat atau sistn mungkin meningkat. c. Kultur urine mungkin menunjukkan infeksi saluran kemih (Stapilococus aureus, proteus, klebsiela, pseudomonas) d. Survei biokimia : peningkatan kadar magnesium, kalsium, asam urat, fosfat, protein, elektrolit. e. BUN (Blood Ureum Nitrogen)/ keratin, serum dan urine : abnormal (tinggi pada serum/rendah pada urine) sekunder terhadap tingginya batu obstruksi pada ginjal menyebabkan iskemia /nekrosis f. Kadar klorida dan bikarbonat serum : peninggian kadar klorida dan penurunan kadar bikarbonat menunjukkan terjadinya asidosis tubulus ginjal. g. Hitung darah lengkap : Sel darah putih mungkin meningkat menunjukkan infeksi / septicemia. Sel darah merah : biasanya normal h. Hb/Ht : abnormal bila pasien dehidrasi berat atau polisistemia terjadi (mendorong
presitipasi
disfungsi/gagal ginjal)
pemadatan)
atau
anemia
(perdarahan,
i. Hormon paratiroid : mungkin meningkat bila ada gagal ginjal. (PTH merangsang reabsorbsi kalsium dari tulang meningkatkan sirkulasi serum dan kalsium urine) j. Foto ronsen KUB : menunjukkan adanya kalkuli dan atau perubahan anatomic pada area ginjal dan sepanjang ureter. k. IVP : memberikan konfirmasi cepat urolitiasis seperti penyebab nyeri abdominal atau panggul. Menunjukkan abnormalitas pada struktur anatomic (distensi ureter) dan garis bentuk alkuli. l. Sistoureterokopi : visualisasi langsung kandung kemih dan ureter dapat menunjukkan batu dan atau efek obstruksi. m. Scan CT : mengidentifikasi / menggambarkan kalkuli dan massa lain : ginjal, ureter dan distensi kandung kemih. n. Ultrasound ginjal : untuk menentukan perubahan obstruksi, lokasi batu.
I. PATHWAY KEPERAWATAN Hiperkalsuria, hiperkalsemia, hiperparatiroidisme, asidosis tubulus renal masukan Vit D >>, masaukan susu dan alkali
Immobilisasi yang lama, riwayat adanya batu, sering menunda buang air kecil (BAK), kurang minum, diet tinggi kalium dan tinggi purin
Teori terbentuknya baku
Teori inti matriks
Teori supernaturasi
Teori presipitasi uriskalisasi
Teori berkurangnya faktor penghambat
Pembentukan batu
Nefrolithiosis
Kalkulus di ginjal / nefron
Spasme Pelvis Renalis
Stimulus reseptor nyeri
Kerusakan mukosa
Pertahanan fisik Resiko infeksi
Nyeri
Intoleransi aktivitas
Gangguan rasa nyaman nyeri
Kerusakan nefron
Spasme pelvis renalis
Mempengarui status psikologi
Fungsi nefron
Rangsangan pada gastrointestinal
Krisis situasi
Fungsi ginjal
Ureum
Mual muntah
Cemas Demam
Kemampuan ekskresi urine Oliguria gg. eliminasi urine
Sumber : Smeltzer (2001), Wilson (1995)
Resiko < cairan
J. DIAGNOSA KEPERAWATAN Diagnosa keperawatan secara teori menurut Doengoes (1999) adalah : 1.
Perubahan eliminasi urin : oliguri berhubungan dengan penurunan fungsi ginjal untuk mensekresi cairan
2.
Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan denagn adanya batu ginjal, spasme pelvis renalis.
3.
Resiko infeksi berhubungan dengan menurunnya pertahanan tubuh karena trauma jaringan akibat obstruksi ginjal
4.
Resiko kurang cairan berhubungan dengan mual muntah
5.
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan nyeri
6.
Cemas berhubungan dengan tindakan pembedahan (insisi)
K. FOKUS INTERVENSI DAN RASIONAL Fokus intervensi untuk mengatasi masalah yang terjadi pada klien nefrolithiasis menurut Doengoes (1999) adalah: 1. Gangguan rasa nyaman nyeri b/d adanya batu di ginjal, spasme pelvis renalis a. Tujuan
: Setelah dilakukan tindakan keperawatan nyeri terkontrol / hilang dan rasa nyaman terpenuhi.
b. Kriteria hasil : 1) Klien tidak gelisah 2) Skala nyeri menurun 3) Klien dapat beristirahat dan tidur nyenyak.
c. Intervensi : 1) Kaji tingkat nyeri klien. Rasional : mengetahui seberapa nyeri yang dirasakan klien 2) Kaji lokasi nyeri Rasional : membantu mengevaluasi tempat obstruksi dan kemajuan gerakan kalkulus 3) Ciptakan lingkungan yang kondusif Rasional : meminimalkan rasa nyeri klien 4) Ajarkan tehnik relaksasi Rasional : mengurangi nyeri 5) Kolaborasi pemberian obat analgetik Rasional : menurunkan kolik uretral 2. Perubahan eliminasi urin : oliguria berhubungan dengan penurunan fungsi ginjal untuk mensekresi carian. a. Tujuan
: Setelah dilakukan tindakan keperawatan jam pola berkemih seperti biasanya.
b. Kriteria hasil
: 1) Urine ± 250 cc/BAK 6-7 x/hari 2) Tak mengalami tanda inflamasi 3) Warna urine bening kekuningan
c. Intervensi : 1) Awasi pemasukan dan pengeluaran : karakteristik urine Rasional : memberikan informasi tentang fungsi ginjal dan adanya komplikasi, contoh infeksi dan perdarahan
2) Tentukan pola berkemih klien Rasional : kalkulus dapat menyebabkan eksikabilitas saraf yang menyebabkan sensai kebutuhan berkemih segera. 3) Dorong meningkatkan masukan cairan Rasional
:peningkatan hidrasi membilas bakteri,darah dan debris dan
dapat membantu lewatnya batu. 4) Awasi pemekrisaan laboratorium : elektrolit, BUN (Blood Ureum Nitrogen), kreatinin. Rasional : peninggian BUN (Blood Ureum Nitrogen) kreatinin dan elektrolit mengindikasikan disfungsi ginjal. 3. Resti infeksi berhubungan dengan penurunan tubuh karena trauma jaringan akibat obstruksi ginjal. a. Tujuan
: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 infeksi tidak terjadi.
b. Kriteria hasil
: Suhu normal dan warna urine tidak keruh (bening kekuningan), urine tidak bau, leukosit menurun.
c. Intervensi
:
1) Kaji intensitas dan warna urine Rasional : seberapa klien terkena infeksi 2) Kaji tanda-tanda vital klien Rasional : mengetahui penurunan / peningkatan suhu 3) Motivasi klien makan tinggi protein Rasional : infeksi tidak bertambah
4) Kolaborasi pemberian antibiotik Rasional : mengurangi infeksi menyebar 5) Berikan cukup cairan minimal 2500 cc Rasional : dapat melarutkan batu 4. Resiko Kekurangan Volume Cairan Berhubungan Dengan Mual Muntah a. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan tidak terjadi kekurangan volume cairan b. Kriteria Hasil : 1) Keseimbangan cairan adekuat 2) Tanda-tanda vital stabil (Tekanan darah : 120/80140/90 mmHg, suhu : 36,5-37,5 0C ) 3) Berat badan dalam batas normal 4) Nadi perifer normal 5) Membran mukosa lembab 6) Turgor kulit baik c. Intervensi : 1) Awasi pemasukan dan pengeluaran Rasional : Membandingkan keluaran aktual dan yang diantisipasi membantu dalam evaluasi adanya atau derajat stasis atau kerusakan ginjal. 2) Catat insiden muntah, diare. Rasional : Mual-mual atau muntah dan diare secara umum berhubungan dengan kolik ginjal karena syaraf gangleon seliaka pada kedua ginjal dan lambung.
3) Tingkatkan pemasukan cairan 3-4 liter per hari dalam toleransi jantung Rasional : Mempertahankan keseimbangan cairan untuk homeostasis juga tindakan mencuci yang dapat membilas batu keluar 4) Awasi tanda vital Rasional : Indikator hidrasi atau volume sirkulasi dan kebutuhan intervensi. 5)
Awasi HB atau HT, elektrolit Rasional : Mengkaji Hidrasi dan kefektivan atau kebutuhan intervensi
6)
Berikan cairan IV Rasional : mempertahankan volume sirkulasi ( bila pemasukan oral tidak cukup ) meningkatkan fungsi ginjal.