BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Prosedur Beberapa pengertian prosedur menurut para ahli adalah : 1) Menurut Mulyadi (2001:5), prosedur adalah suatu urutan kegiatan klerikal, biasanya melibatkan beberapa orang dalam suatu departemen atau lebih yang dibuat untuk menjamin penanganan secara seragam transaksi perusahaan yang terjadi berulang-ulang. Didalam suatu sistem, biasanya terdiri dari beberapa prosedur dimana prosedur-prosedur itu saling terkait dan saling mempengaruhi. Akibatnya jika terjadi perubahan maka salah satu prosedur, maka akan mempengaruhi prosedur-prosedur yang lain. 2) Menurut Zaki Baridwan (1990:3), prosedur merupakan urutan pekerjaan klerikal yang melibatkan beberapa orang dalam suatu bagian atau lebih, disusun untuk menjamin adanya perlakuan yang seragam terhadap transaksi yang sering terjadi.Menurut M. Ali, prosedur adalah tata cara dalam menjalankan suatu pekerjaan.
3) Menurut Richard F. Neuschel (1971) yang dikutip oleh Yogiyanto (1996:4), prosedur adalah suatu urut-urutan kegiatan klerikal
(tulis menulis) biasanya melibatkan
beberapa orang di dalam satu atau lebih departemen, yang diterapkan untuk menjamin penanganan yang seragam dari transaksi-transaksi bisnis yang terjadi. 4) Menurut Jerry Fitz Gerald dkk (1981) yang dikutip oleh Yogiyanto (1996:5), prosedur adalah suatu susunan teratur sebuah kegiatan yang berhubungan satu dengan lainnya dan prosedur-prosedur
yang
berkaitan
memudahkan
dan
melaksanakan kegiatan utama dari suatu organisasi. Berdasarkan pengertian prosedur menurut para ahli di atas dan juga aturan formal prosedur tertulis, dapat disimpulkan bahwa prosedur adalah suatu sistem terdiri dari jaringan prosedur artinya bahwa suatu sistem terdiri dari beberapa prosedur yang menjadi satu kesatuan yang memiliki kertkaitan satu dengan lainnya.
2.2.2
Pengertian Impor Menurut alfred Hutauruk (Amir MS,2013:139), Impor adalah
membawa barang dari luar Indonesia dan dalam kapal ke darat atau dari dalam kapal terbang, kecuali perbuatan itu berhubungan dengan pengangkutan lanjutan atau impor adalah memasukan barang-barang dari
luar negeri sesuai denga peraturan pemerintah ke dalam peredaran dalam masyarakat yang dibayar dengan valas. Jadi yang dimaksud impor adalah kegiatan memasukan barang ke dalam daerah pabean. Adapun prosedur dalam melakukan kegiatan impor hampir sama dengan melakukan kegiatan ekspor. Dalam prakteknya, kegiatan impor melibatkan banyak pihak, yaitu : a)
Bank
b)
Freight Forwader, EMKI, PPJK
c)
Shipping Company/Perusahaan Pelayanan
d)
Asuransi
e)
Bea cukai
f)
Surveyor (Badan Pemeriksa)
g)
Kedutaaan/Konsultan
Berdasarkan kriteria tertentu, Dirjen Bea Cukai mentukan jalur pengeluaran barang impor sebagai berikut : 1)
Jalur Merah Kritria jalur merah : a)
Importir baru
b)
Importir yang termasuk dalam kategori resiko tinggi (high risk impoter)
c)
Barang impor sementara
d)
Barang Operasional Peminyakan (BOP) golongan II
e)
Barang re-impor
f)
Terkena pemeriksaan acak
g)
Barang impor tertentu yang ditetapkan oleh pemerintah
h)
Barang impor yang termasuk dalam komoditi beresiko tinggi dan/atau berasal dari negara yang beresiko tinggi. Untuk
jalur
merah
dilakukan
penelitian
dokumen
dan
pemeriksaan fisik barang. Dalam jalur merah, dilakukan pemeriksaan fisik apabila ada Nota Hasil Itelijen (NHI)/Nota Informasi (NI), dan/atau terkena pemeriksaan acak. 2)
Jalur Hijau Kriteria jalur hijau adalah importir yang tidak termasuk dalam kriteria sebagaimana dalam kriteria jalur merah, dan untuk jalur hijau hanya dilakukan penelitian dokumen saja. Dalam jalur hijau, tidak tidak dilakukan pemeriksaan fisik apabila Tidak ada Nota Hasil Intelijen (NHI)/Nota Informasi (NI), dan tidak terkena pemeriksaan acak.
3)
Jalur Prioritas Kriteria jalur prioritas adalah importir yang ditetapkan sebagai Importir Jalur Prioritas, dan untuk jalur prioritas tidak dilakukan pemeriksaan pabean sebagaimana yang dilakukan terhadap jalur merah atau hijau.
2.2.4 Pengertian Kawasan Berikat Sesuai PP No. 33 tahun 1996 tentang TPB jo. No. 43 tahun 1997, maka Enterport Produksi untuk tujuan Ekspor (EPTE) dinyatakan sebagai kawasan berikat. Beberapa pengertian kawasan berikat diantaranya : 1)
Kawasan Berikat adalah bagian dari wilayah pabean dengan peraturan pemerintah diberikan perlakuan khusus seperti berada diluar wilayah pebean, tetapi tetap dibawah pengawasan bea cukai dan dikelola oleh suatu badan berbentuk perusahaan untuk melakukan kegiatan pergudangan, processing dan manufacturing yang bertujuan untuk ekspor maupun impor (Bonded Warehouse Indonesia). (Amir MS,2003:187)
2)
Kawasan Berikat adalah suatu bangunan, tempat, kawasan dengan batas-batas tertentu yang didalamnya dilakukan kegiatan usaha industry pengolahan barang dan bahan, kegiatan rancang bangun, perekayasaan, penyortiran, pemeriksaan awal, pemeriksaan akhir, dan pengepakan atas barang dan bahan asal impor atau barang dan bahan dari dalam Daerah Pabean Indonesia lainnya, yang hasilnya terutama untuk tujuan ekspor. (Bisnis Indonesia,4 april 2005)
Pembentukan kawasan berikat dimulai dengan penerbitan Peraturan Pemerintah Noor 22/1986, yang berlaku mulai 6 Mei 1986. Peraturan Pemerintah ini kemudian diubah dengan PP No. 14/1990. Tujuan utama pembentukan kawasan berikat adalah untuk mendorong
peningkatan ekspor sehingga perlu diberikan insentif diantaranya berupa kasilitas dibidang perpajakan termasuk Pajak Pertamnahan Nilai (PPN). Daya rangka upaya untuk meningkatkan daya saing produk ekspor dipasaran global, dipandang perlu pemberian kemudahan dibidang kepabeanan, cukai, dan perpajakan. Atas dasar kebijakan tersebut, pada 5 Januari 1996 dikeluarkan PP No. 3/1996 yang mengatur bahwa atas impor barang modal, barang dan/atau bahan dari luar daerah pabean ke dalam Kawasan Berikat diberikan penangguhan PPN. Pada tahun yang sama, dikeluarkan juga PP No. 33/1996 tentang Tempat Penimbunan Berikat (TPB) yang mencabut PP No. 14/1990. (Bisnis Indonesia, 9 Februari 2004) Bab II dari PP tersebut mengatur tentang kawasan berikat, yang meliputi juga perlakuan perpajakan berupa pemberian fasilitas PPN, dan PPnBM tidak dipungut atas impor barang modal atau peralatan untuk pembangunan/konstruksi/perluasan kawasan berikat dan perkantoran yang semata-mata dipakai oleh Penyelenggara Kawasan Berikat selain PKB, dikenal juga adanya Pengusaha di Kawasab Berikat (PDKB). Aturan pelaksanaan dari PP No. 33/1996 ini diatur dalam Keputusan Mentri Keuangan No. 291/KMK/.05/1997 yang mulai berlaku 1 April 1997, yang hingga saat ini telah mengalami beberapa kali perubahan. Pasal 14 dari keputusan ini memperinci lebih lanjut
pemberian fasilitas PPN/PPnBM tidak dipungut atas ytransaksi yang dilakukan oleh PKB dan PDKB berupa : 1)
Impor barang modal atau peralatan perkantoran yang sematamata dipakai PKB yang merangkap sebagai PDKB.
2)
Impor barang modal dan peralatan pabrik yang berhubungan langsung dengan kegiatan produksi PDKB yang semat-mata dipakai di PDKB.
3)
Impor barang dan/atau bahan untuk diolah di PDKB dan pemasukan BKP dari Daerah Pabean Indonesia Lainnya (DPIL) ke PDKB untuk diolah lebih lanjut.
4)
Pengiriman barang hasil produksi PDKB lainnya untuk diolah lebih lanjut.
5)
Pengeluaran barang dan/atau bahan dari PDKB ke perusahan industry di Daerah Pabean (DPIL) atau PDKB lainnya dalam rangka sunkontrak, dan penyerahan kembali BKP hasil pekerjaan subkontrak kepada PDKB asal.
6)
Peminjaman mesin dan/atau peralatan pabrik dalam rangka subkontar dari PDKB kepada perusahaan industry di DPIL atau PDKB lainnya, dan pengembaliannya ke PDKB asal.
7)
Pengeluaran barang dari Kawasan Berikat yang ditunjuk kepada pihak yang memperoleh fasilitas pembebasan atau penangguhan pajak dalam rangka impor.
Keputusan Mentri Keuangan ini telah beberapa kali mengalami perubahan, terkhir dengan Keputusan Mentri Keuangan N0. 37/KMK.04/2002, namun perubahan yang terjadi tidak berkenaan dengan fasilitas perpajakn. Jadi, penetapan suatu kawasan atau tempat sebagai Kawasan Berikat serta pemberian izin PKB dilakukan dengan Keputusan Mentri Keuangan untuk mendapatkan izin sebagai KABER dan pemberian izin PKB, pihak yang akan menjadi PKB harus memenuhi syarat sebagai berikut : 1)
Memiliki bukti kepemilikan atau pengusahaan suatu banguan, tempat atau kawasan yang mempunyai batas-batas yang jelas (pagar pemisah).
2)
Memiliki Surat Izin Usaha Industri, Analisis Mengenai Dampal Lingkungan Hidup dan izin lainnya yang diperlukan dari instansi teknis terikat.
3)
Memiliki penetapan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP) dan melampirkan Surat Pemberitahuan Tahuanan (SPT) PPh tahun terkahir bagi perusahaan yang sudah wajib menyerahkan SPPT.
4)
Rencana Tata Letak KABER
5)
Keterangan tertulis dari pemilik industry bahwa perusahaan tersebut berlokasi di kawasan industry serta peta lokasi dan peta letak bangunan.
Kawasan berikat yang penyelenggaraannya dilakukan oleh penyelenggara kawasan berikat yang telah mendapat izin dapat diperuntukan bagi melakukan
satu atau beberapa perusahaan
kegiatan
usaha
industry
yang
pengolahan.
(http://cybernews.cbn.net.id) Penyelenggara kawasan berikat adalah Perseroan Terbatas (PT), koperasi yang berbentuk badab hokum, atau yayasan yang memiliki, menguasai, mengelola, menyediakan sarana guna keperluan pihak lain yang melakukan kegiatan usaha di TPB yang diselenggarakan berdasarkan izin untuk menyelenggarakan TPB. Barang dari Kawasan Berikat dapat berasal dari : a) Luar Negeri b) Kawasan Berikat Lainnya c) Daerah Pabean Lainnya d) Gudang Berikat e) Tempat Penimbunan Berikat Barang yang dikeluarkan dari Kawasan Berikat untuk : a) Diekspor b) Direekspor c) Diimpor untuk dipakai d) Kawasan Berikat Lainnya
e) Tempat Penimbunan Sementara f) Tempat Penimbunan Pabean g) Dalam rangka subkontrak h) Dalam rangka peminjaman mesin/reparasi i) Musnah tanpa sengaja
2.2.3 Dasar Hukum Berdasarkan undang-undang dan peraturan pemerintah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai di bidang kepabeanan dan cukai yang beberapa kali telah diubah dengan undang-undang dan peraturan pemerintah adalah: 1) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006. 2) Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2009 tentang Tempat Penimbunan Berikat. 3) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 147/PMK.04/2011 tentang Kawasan Berikat sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 120/PMK.04/2013. 4) Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor PER-57/BC/2011 tentang Kawasan Berikat sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor PER-35/BC/2013.
2.2.4 Dokumen-Dokumen Yang Diperlukan Dalam Kegiatan Impor Pada Kawasan Berikat Dokumen-dokumen Impor adalah : a) DO (Delivery Order) DO adalah dokumen yang dikeluarkan oleh perusahaan pelayaran kepada importir yang berisi bahwa barang impor sudah sampai di pelabuhan. b) Dokumen BC 2.3, yaitu pemberitahuan pengangkutan barang impor dari suatu tempat ke tempat lain dalam pengawasan pabean. c) B/L (Biling of Lading) B/L adalah suatu tanda terima penyerahan barang yag dikeluarkan oleh perusahaan pelayanan sebagai tanda bukti pemilikan atas barang yang telah dimuat di atas kapal laut oleh eksportir untuk diserahkan kepada importir. d) Invoice Invoive dalah dokumen yang isinya mengenai nilai atau harga barang komoditi. e) Packing List Packing List adalah dokumen yang isinya memuat daftar informasi mengenai rincian fisik barang komoditi yang akan diimpor.
f) Berita acara penyegelan, yaitu sebagai bukti bahwa container telah diperiksa dan disegel oleh petugas pelabuhan. g) Berita acara pembukaan segel, yaitu surat pengantar untuk membuka muatan yang ada didalam container.
2.2.6 Fasilitas Kepabeanan dan Perpajakan
Penangguhan Bea Masuk, pembebasan Cukai, dan tidak dipungut PDRI diberikan terhadap barang yang dimasukkan ke Kawasan Berikat berupa:
a) Bahan Baku dan Bahan Penolong asal luar daerah pabean untuk diolah lebih lanjut. b) Barang Modal asal luar daerah pabean dan Barang Modal dari Kawasan Berikat lain yang dipergunakan di Kawasan Berikat. c) Peralatan perkantoran asal luar daerah pabean yang dipergunakan oleh Pengusaha Kawasan Berikat dan/atau PDKB. d) Barang Hasil Produksi Kawasan Berikat lain untuk diolah lebih lanjut atau dijadikan Barang Modal untuk proses produksi. e) Barang Hasil Produksi Kawasan Berikat yang dimasukkan kembali dari luar daerah pabean ke Kawasan Berikat. f) Barang Hasil Produksi Kawasan Berikat yang dimasukkan kembali dari Tempat Penyelenggaraan Pameran Berikat (TPPB) ke Kawasan Berikat.
g) Barang jadi asal luar daerah pabean yang dimasukkan ke Kawasan Berikat untuk digabungkan dengan barang Hasil Produksi Kawasan Berikat yang semata-mata untuk diekspor; dan/atau h) Pengemas dan alat bantu pengemas asal luar daerah pabean dan/atau Kawasan Berikat lainnya yang dimasukkan ke Kawasan Berikat untuk menjadi satu kesatuan dengan barang Hasil Produksi Kawasan Berikat.
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) tidak dipungut atas :
a) Pemasukan barang dari tempat lain dalam daerah pabean ke Kawasan Berikat untuk diolah lebih lanjut. b) Pemasukan kembali barang dan Hasil Produksi Kawasan Berikat dalam rangka subkontrak dari Kawasan Berikat lain atau perusahaan industri di tempat lain dalam daerah pabean ke Kawasan Berikat. c) Pemasukan kembali mesin dan/atau cetakan (moulding) dalam rangka peminjaman dari Kawasan Berikat lain atau perusahaan di tempat lain dalam daerah pabean ke Kawasan Berikat. d) Pemasukan Hasil Produksi Kawasan Berikat lain, atau perusahaan di tempat lain dalam daerah pabean yang Bahan Baku untuk menghasilkan hasil produksi berasal dari tempat lain dalam daerah pabean, untuk diolah lebih lanjut oleh Kawasan Berikat.
e) Pemasukan hasil produksi yang berasal dari Kawasan Berikat lain, atau perusahaan di tempat lain dalam daerah pabean yang Bahan Baku untuk menghasilkan hasil produksi tersebut berasal dari tempat lain dalam daerah pabean, yang semata-mata akan digabungkan dengan barang Hasil Produksi Kawasan Berikat untuk diekspor. f) Pemasukan pengemas dan alat bantu pengemas dari tempat lain dalam daerah pabean ke Kawasan Berikat untuk menjadi satu kesatuan dengan Hasil Produksi Kawasan Berikat.