BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Proses Bisnis Internal 2.1.1.1.Pengertian Beberapa para ahli mengatakan pengertian proses bisnis internal adalah sebagai berikut:
Hansen & Mowen yang dialihbahasakan oleh Dewi Fitriasari dan Deny Amos Kwary (2004:515) mengatakan bahwa “proses bisnis adalah sarana untuk menciptakan nilai pelanggan dan pemegang saham”.
Prawironegoro & Aripurwanti (2009:342) mengatakan bahwa “proses bisnis internal adalah aktivitas mengoptimalkan penggunaan harta perusahaan dalam mencipta produk atau jasa dan menemukan metode kerja baru yang efektif dan efisien”.
Norton & Kaplan yang dialihbahasakan oleh Peter R. Yosi Pasla (2005:99) mengatakan bahwa “dalam perspektif bisnis internal, para manajer mengidentifikasi berbagai proses penting yang harus dikuasai perusahaan dengan baik agar mampu memenuhi tujuan para pemegang saham dan segmen pelanggan sasaran”. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa proses bisnis internal adalah
segala upaya perusahaan untuk mengidentifikasi setiap proses internal dalam rangka menciptakan produk atau jasa secara efektif dan efisien sehingga mampu memberikan nilai tambah bagi pelanggan. Dengan demikan kepuasan pelanggan
10
11
dapat diwujudkan dan pada akhirnya keuntungan yang menjadi tujuan perusahaan dapat tercapai. 2.1.1.1 Nilai Rantai Proses Bisnis Internal Dalam Sistem Manajemen Strategik berbasis Balance Scorecard, proses bisnis internal memiliki rangkaian proses yang digunakan untuk menciptakan nilai bagi pelanggan dan akhirnya memberikan hasil finansial yang baik. Kaplan dan Norton yang dialihbahasakan oleh Peter R. Yosi Pasla (2005:84) menggambarkan rangkaian proses bisnis internal adalah sebagai berikut Model Rantai Generik
Kebutuhan Pelanggan diidentifikasi
KENALI PASAR
Proses Layanan Purna Jual
Proses Operasi
Proses Innovasi
Ciptakan produk/jasa
Bangun Produk/jasa
Luncurkan produk/jasa
Layani Pelanggan
Kebutuhan Pelanggan terpuaskan
Sumber : kaplan & Norton:2005: 84
Gambar 2.1 Rangkaian Proses Bisnis Internal Inovasi Dalam sistem manajeman strategik berbasis Balanced Scorecard, proses inovasi memiliki peranan penting. Proses ini adalah proses pengidentifikasian produk atau jasa yang akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan pelanggan. Proses inovasi ini dapat dilakukan dengan riset pasar untuk mengidentifikasi ukuran pasar, preferesi atau kebutuhan pelanggan secara spesifik, sehingga mampu menciptakan dan menawarkan produk/jasa sesuai dengan kebutuhan pasar. Wibisono (2011:113) mengatakan bahwa dalam mengelola proses inovasi ada 4 tahapan penting yaitu: 1. Melihat suatu peluang pasar untuk produk dan jasa baru. 2. Mengatur portofolio riset dan pengembangan di perusahaan.
12
3. Merancang dan mengembangkan produk dan jasa baru. 4. Memasarkan produk dan jasa ke pasar. Proses Operasi Pada tahap proses operasi dalam perspektif proses bisnis internal Balance Scorecard merupakan tahapan aksi di mana organisasi secara nyata berupaya untuk memberikan solusi kepada
para
konsumen dalam memenuhi keinginan dan
kebutuhan mereka. Proses ini berawal dari penerimaan permintaan produk/jasa hingga berakhir pada penyampaian produk/layanan jasa kepada konsumen. Dalam
sistem
manajemen
strategik
berbasis
balance
scorecard
menitikberatkan pada proses yang tidak hanya efisien tapi juga efektif. Wibisono (2009:118) mengatakan bahwa pengelolaan operasi yang baik meliputi 4 proses yaitu: 1. 2. 3. 4.
Mengembangkan dan menjaga kelangsungan hubungan dengan pemasok. Pengendalian produk dan jasa yang dihasilkan. Distribusi kepada pelanggan. Pengendaliaan proses yang berkaitan dengan regulasi dan sosial.
Layanan Purna Jual Layanan purna jual merupakan bagian terakhir dari nilai rantai generik proses bisnis internal dalam sistem manajeman strategik berbasis Balance Scorecard. Kaplan dan Norton yang dialihbahasakan oleh Peter R. Yosi Pasla (2005:91) mengatakan bahwa “layanan purna jual mencakup garansi dan berbagai aktivitas perbaikan, penggantian produk yang rusak dan yang dikembalikan serta proses pembayaran”. Menurut Wibisono (2009:127) mengatakan bahwa dalam aspek teknis, layanan purna jual membutuhkan rancangan yang menyangkut:
13
1. Sistem dan prosedur untuk menarik produk atau jasa. 2. Sistem dan prosedur untuk menjamin klaim. 3. Sistem dan prosedur untuk mengontrol semua dokumen yang berkaitan dengan produk atau jasa yang ditawarkan. 4. Layanan konsutasi. 5. Perbaikan produk yang tidak memenui spesifikasi. 6. Penugasan pada pegawai yang harus merespon komplain pelangggan. 7. Pengembangan system pengkajian pelayanan purna jual.
2.1.1.2
Pengaruh Proses Bisnis Internal Terhadap Organisasi
Keberhasilan sebuah inovasi produk atau jasa dapat diukur dari hasil atau dampak dari adanya proses inovasi yang dijalankan organisasi. Dampak dari proses ini dapat dilihat dari aspek keuangan maupun non keuangan. Secara lebih rinci Wibisono (2006:113) mengatakan bahwa dampak proses inovasi sebagai berikut Tabel 2.1 Dampak Proses Inovasi Inovasi danAspek finansial No Aspek Finansial 1
Pendapatan dari investasi dan pengembangan
2
Pendapatan dan pertumbuhan dari konsumen yang sudah ada
3 Pendapatan dari pelanggan baru Inovasi dan Aspek Nonfinansial No 1
2
Aspek non Finansial Pelanggan
Pasar
3
Departemen dalam perusahaan
4
Pegawai Sumber : Wibisono (2009:117)
Variabel Kinerja Pengembalian modal atau nilai tambah pada teknologi Perbandingan antara pengembalian aktual modal yang ditanam dengan perencanaan Pendapatan dari penjualan lisensi dan royalty Pendapatan dan margin dari konsumen yang sudah ada % Pertumbuhan penjualan untuk konsumen yang sudah ada Pendapatan dan margin dari pelanggan baru. Variabel Kinerja spesifikasi dari produk yang diinginkan pelanggan Waktu yang dipakai dari awal hingga peluncuran ke pasar dibandingkan dengan perusahaan lainnya Jumlah produk/jasa dalam kategori "yang menjadi pertama masuk pasar" Jumlah produk/jasa yang diluncurkan ke pasar sesuai dengan waktu yang direncanakan Jumlah aplikasi dan produk terusan keuntungan dari pasar yang baru dan segmentasinya % tim R &D lintas disiplin yang bekerja secara efektif % karyawan R &I dalam yang ahli dalam pembuatan mode suatu produk yang akan dibuat.
14
Wibisono (2009:122) mengatakan bahwa sasaran dan ukuran finansial yang dapat dipengaruhi oleh keandalan proses operasi adalah sebagai berikut: Tabel 2.2 Dampak Perbaikan Operasi Dampak Perbaikan Operasi pada aspek finansial No
Sasaran
variabel kinerja Biaya per unit dibandingkan dengan competitor % penurunan biaya per unit output per tahun
1
Menjadi industry cost leader
% variasi anggaran biaya Biaya umum, penjualan dan administrasi per unit output per lokasi Rasio penjualan/aset
2
Memaksimalkan penggunaan aset yang ada
Rasio perputaran persediaan Efisiensi investasi % pembayaran faktur tepat waktu
3 4
Meningkatkan account share dengan pelanggan lama Meningkatkan pendapatan dari pelanggan baru
% perkembangan bisnis pelanggan lama Pendapatan Pelanggan baru
Sumber: Wibisono 2009:122
2.1.2 Return On Invesment (ROI) 2.1.2.1 Pengertian Return On Invesment (ROI) merupakan ukuran kinerja yang paling umum digunakan dalam evaluasi kinerja pusat investasi. Beberapa ahli mengatakan pengertian Return On Invesment (ROI) sebagai berikut:
Prawironegoro dan Ari Purwanti (2009:205) mengatakan bahwa “ROI adalah tingkat
kemampuan
mendapatkan laba”.
manajemen
dalam
mengoperasikan
harta
untuk
15
Samryn (2012:268) mengatakan bahwa “ROI merupakan salah satu ukuran kemampuan sebuah organisasi untuk memperoleh laba dari aktivitas investasi yang dilakukannya”.
Santoso, Ikhsan dan Lukman (2003;116) mengatakan bahwa “Return on invesment adalah salah satu analisa probalitas, dimana dapat berfungsi sebagai alat untuk mengukur kemampuan suatu perusahaan memperoleh laba dalam hubungannya dengan efektifitas penggunaan aktivanya maupun efesiensi operasional perusahaan. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa Return On Investment (ROI)
merupakan indikator yang digunakan untuk mengukur kinerja manajemen dalam usahanya mengelola aset guna mendapatkan keuntungan. Formula perhitungan ROI yang diungkapkan oleh Prawironegoro dan Ari Purwanti (2009:205) dan Samryn (2012:268) adalah sebagai berikut:
ROI = Dari formula di atas dapat diketahui bahwa komponen yang digunakan untuk mengetahui tingkat ROI adalah laba operasi dan nilai rata-rata aktiva Yang dikatakan dengan aktiva operasi rata-rata adalah nilai aktiva operasi pada awal periode ditambah nilai aktiva operasi di akhir periode, dibagi dua. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi rasio ROI ini maka semakin baik karena hal ini mengandung pengertian bahwa organisasi semakin efesien dalam menggunakan seluruh harta
16
2.1.2.2 Komponen ROI Seperti uraian di atas bahwa ROI merupakan perbandingan antara laba yang diperoleh dengan aktiva yang dimiliki, maka yang merupakan komponen dari ROI terdiri dari keuntungan yang diperoleh dan total aktiva. Data dan informasi mengenai besarnya nilai-nilai dapat dilihat dalam laporan keuangan. Penyusunan laporan keuangan untuk organisasi nirlaba diatur dalam SAK 45 yang dikeluarkan per 01 juni 2012. Keuntungan yang diperoleh organisasi nirlaba disajikan dalam laporan aktivitas. Keuntungan merupakan selisih dari pendapatan dan beban yang terjadi dalam periode tertentu. Dalam SAK 45, selisih pendapatan dan beban dinamakan perubahan aset neto. Gambaran penyajian laporan aktivitas organisasi nirlaba tergambar dalam tabel 2.3. Tabel 2.3 Laporan Aktivitas Organisasi Nirlaba ENTITAS NIRLABA Laporan aktivita untuk tahun yang berakhir pada 31 Desember 2xxx (dalam jutaan rupiah) Tidak Terikat terikat terikat Temporer permanen PENDAPATAN Sumbangan Jasa layanan Penghasilan Investasi Jangka Panjang Penghasilan Investasi lainnya. Penghasilan neto terealisasikan dan belum terealisasikan dari investasi jangka panjang Lain-lain ASET NETO YANG BERAKHIR PEMBATASANNYA. Pemenuhan program pembatasan Pemenuhan pembatasan perolehan peralatan Pemerolehan peralatan Berakhirnya pembatasan waktu
Jumlah
xx xx xx xx
xx xx xx xx
xx xx xx xx
xx xx xx xx
xx
xx
xx
xx
xx
xx
xx
xx
xx xx
xx xx
xx xx
xx xx
xx xx
xx xx
xx xx
xx xx
17
ENTITAS NIRLABA Laporan aktivita untuk tahun yang berakhir pada 31 Desember 2xxx (dalam jutaan rupiah) Jumlah Pendapatan xx BEBAN Program A xx Program B xx Program C xx Manajeman dan umum xx Pencarian Dana xx Jumlah Beban xx Kerugian-kerugian ` Jumlah Beban (jumlah beban +kerugian) xx Perubahan Aset Neto (Pendapatan - Beban) Aset Neto awal tahun Aset Akhir Tahun
xx xx xx
xx
xx
xx
xx xx xx xx xx xx
xx xx xx xx xx xx
xx xx xx xx xx xx
xx
xx
xx
xx xx xx
xx xx xx
xx xx xx
Sumber : SAK per 01 Juni 2012 SAK per 01 Juni 2012 yang dikeluarkan AIA mengatakan bahwa “ aset adalah sumber daya yang dikuasai oleh perusahaan sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dan dari mana manfaat ekonomi di masa depan diharapkan akan diperoleh perusahaan” (2012:09). Hal ini menegaskan
bahwa nilai
aset
mempunyai pengertian yang sama dengan nilai aktiva. Nilai Aset organiasi nirlaba disajikan dalam laporan posisi keuangan. Penyajian laporan posisi keuangan organisasi nirlaba dalam tabel 2.4 Tabel 2.4 Laporan Posisi Keuangan Organisasi Nirlaba ENTITAS NIRLABA Laporan Posisi Keuangan per 31 Desember 20x2 dan 20x1 (dalam Jutaan Rupiah) 20x2 ASET Aset Lancar Kas dan setara kas Piutang bunga Persediaan dan biaya dibayar dimuka Piutang lain-lain Investasi Jangka pendek
xx xx xx xx xx
20x1
Xx Xx Xx Xx Xx
18
ENTITAS NIRLABA Laporan Posisi Keuangan per 31 Desember 20x2 dan 20x1 (dalam Jutaan Rupiah) Aset tidak lancar Properti investasi Aset tetap Investasi Jangka Panjang
xx xx xx
xx xx xx
xx
xx
xx xx xx xx
xx xx xx xx
xx xx xx
xx xx xx
ASET NETO Tidak terikat Terikat temporer Terikat permanen Jumlah Aset Neto
xx xx xx xx
xx xx xx xx
Jumlah Liabilitas dan Aset Neto
xx
xx
ASET NETO Tidak terikat Terikat temporer Terikat permanen Jumlah Aset Neto
xx xx xx xx
xx xx xx xx
Jumlah Liabilitas dan Aset Neto
xx
xx
Jumlah Aset LIABILITAS Liabilitas Jangka Pendek Utang dagang Pendapatan diterima dimuka Utang lain-lain Utang Wesel Liabilitas Jangka Panjang Kewajiban tahunan Utang Jangka Panjang Jumlah Liabilitas
Sumber : SAK 45 per 01 Juni 2012 Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa komponen aset terdiri dari aset lancar dan aset tidak lancar. Aset lancar memiliki komponen kas dan setara kas, piutang usaha, persediaan dan investasi jangka pendek. Sedangkan komponen aset tidak lancar terdiri dari property investasi, aset tetap, dan investasi jangka panjang. Pengakuan nilai perolehan aset tidak lancar dan masa manfaat aset tidak lancar yang digunakan dalam aktivitas usaha diatur dalam kebijakan akuntansi. Hal ini ditegaskan dalam SAK 25 yang mengatakan bahwa “Kebijakan Akuntansi
19
adalah prinsip, dasar, konvensi, peraturan dan praktek tertentu yang diterapkan dalam entitas dalam penyusunan dan penyajian laporan keuangan”.
2.1.2.3 Kelemahan dan kelebihan ROI Penggunaan ROI sebagai cara yang digunakan dalam mengevaluasi kinerja investasi memiliki keunggulan dan kelemahan tersendiri (Prawironegoro & Ari Purwanti.2009:208) yaitu :
Kelebihan
mendorong manajer cabang, anak perusahaan, dan manajer
divisi untuk lebih efektif dan efisien mengoperasikan harta untuk memperoleh pendapatan, atau mendorong manajer untuk mempertinggi perputaran harta atau assets turn over dan mempertinggi net profit margin.
Kelemahan
mempersempit pola pikir manajer yang hanya mengejar laba
jangka pendek, tanpa bersedia menambah investasi untuk memperoleh laba jangka panjang.
2.1.2.4 ROI dan Siklus Hidup Organiasi Siklus hidup organisasi menentukan indikator pencapaian ROI sebagai tolak ukur perspektif keuangan (Kaplan & Norton yang dialihbahasakan oleh Peter R. Yosi Pasla, 2005:45). Dalam system manajemen strategik Balance Scorecard, tolak ukur pencapai perspektif keuangan ditentukan sebagai berikut: 1. Tahap Pertumbuhan Pada tahap pertumbuhan,tujuan strategik dalam perspektif keuangan akan menekankan pada pertumbuhan pejualan, penggunaan biaya yang berkaitan dengan pengembangan produk dan proses, sistem, kapabilitas pekerja, penetapan saluran pemasaran, penjualan dan distribusi baru.
20
2. Tahap Bertahan Pada tahap bertahan, tujuan strategik dalam perspektif keuangan akan bertumpu pada ukuran finansial tradisional, seperti ROCE (Return on Common Stockolders’equity), laba Operasi, dan margin kotor. 3. Tahap Menuai Pada tahap menuai, tujuan strategik dalam perspektif keuangan akan menekankan pada arus kas. Secara ringkas Norton & Kapplan yang dialihbahasakan oleh Peter R. Yosi Pasla menyajikan tabel 2.5 untuk mengukur tema keuangan strategis yang berkaitan sengan siklus hidup organisasi usaha. Dari tabel tersebut dapat diketahui posisi siklus bisnis organisasi sehingga strategi yang diputuskan menjadi lebih tetap sasaran. Tabel 2.5 Mengukur Tema keuangan Strategis
Pertumbuhan
Bauran dan pendapatan
pertumbuhan
Persentasi pendapatan produk, jasa dan pelanggan baru
Penjualan silang (cross-selling) % pendapatan dari aplikasii baru
Menuai
Profitabilitas lini pelanggan dan produk Profitabilitas lini pelanggan dan produk % Pelanggan yang tidak menguntung. Sumber : Kaplan & Norton: 2005: 45
2.1.3
Penghematan Biaya / Peningkatan Produktivitas
Tingkat Pertumbuhan penjualan segmen.
Pangsa Pelanggan dan sasaran Bertahan
Strategi Unit bisnis
Siklus bisnis
Pemanfaat Aktiva
Pendapatan/Pekerja
Investasi (% penjualan),Riset dan pengembangan (%penjualan
Biaya perusahaan sendiri VS Kompetitor
Rasio Modal kerja (siklus kas ke kas ROCE Berdasarkan kategori aktiva kunci
Tingkat Penghematan biaya tidak langsung
Tingkat pemanfaatan aktiva
Biaya unit (per unit output, per transaksi)
Pengembalian (Payback throughtput)
Hubungan Proses Bisnis Internal dengan Return On Invesment Hubungan proses bisnis internal dengan ROI diuraikan secara jelas dan
sistem manajemen strategik berbasis Balance Scorecard. Sistem manajemen ini
21
diperkenalkan tahun 1992 oleh Robert S Kaplan dan David P Norton yang dialihbahasakan oleh Peter R. Yosi Pasla. Beberapa ahli manajeman mengatakan bahwa pengertian sistem manejemen berbasis Balance Score adalah sebagai berikut : 1. Kaplan dan Norton yang dialihbahasakan oleh Peter R. Yosi Pasla (2005:22) mengatakan
manajemen
bahwa“Sistem
strategik
berbasis
Balance
Scorecarmed menterjemahan misi dan strategi dalam berbagai tujuan dan ukuran, yang tersusun dalam empat perspektif: finansial, pelanggan, proses bisnis internal, serta pembelajaran dan pertumbuhan” 2. Hansen & Mowen yang dialihbahasakan oleh Dewi Fitriasari dan Deny Amos Kwary (2006:509) mengatakan bahwa “Balance Scorecard adalah sistem manajeman strategis yang mendefinisikan sistem akuntansi pertanggungjawaban berdasarkan strategi. Balance scorecard menterjemahkan misi dan strategi organisasi ke dalam tujuan operasional dan ukuran kinerja dalam empat perspektif yaitu perspektif keuangan, perspektif pelanggan, perspektif bisnis internal dan perspektif pembelajaran dan pertumbuhan”. Perspektif : Keuangan
Tujuan
Perspektif : Pelanggan
Tujuan
Ukuran
Sasaran
Ukuran
Sasaran
inisiatif
Perspektif : Proses Bisnis Internal
VISI DAN STRATEG
inisiatif
Tujuan
Ukuran
Sasaran
inisiatif
Perspektif : Pembelajaran dan Pertumbuhan
Tujuan
Ukuran
Sasaran
inisiatif
Sumber : Kaplan & Norton, 2005:8
Gambar 2.2 Kerangka Kerja Balance Score Card Dari uraian di atas maka dapat ditarik satu kesimpulan bahwa sistem manajemen strategik berbasis Balance Scorecard memiliki 4 perspektif yang
22
saling terkait satu terhadap yang lain. Di mana semua kegiatan dilakukan untuk menterjemahkan visi dan misi yang telah ditetapkan. Kaplan & Norton yang dialihbahasakan oleh Peter R. Yosi Pasla (2005:129) mengatakan bahwa prinsip dalam menerapkan Sistem manajemen strategik berbasis Balance Scorecard adalah sebagai berikut: 1. Hubungan sebab akibat. Setiap ukuran yang dipilih untuk Balance Scorecard harus menjadi unsur suatu mata rantai hubungan sebab-akibat yang mengkomunikasikan arti strategi unit bisnis kepada seluruh perusahaan. 2. Hasil Faktor Pendorong kinerja Sebuah Balance scorecard yang baik seharusnya memiliki bauran dari yang tepat dari hasil dan faktor pendorong kerja yang telah disesuaikan dengan strategi unit bisnis 3. Keterkaitan dengan masalah finansial Yang paling penting, hubungan sebab-akibat semua ukuran dalam scorecard harus terkait dengan setiap tujuan finansial perusahaan.
Persepktif Financial
ROCE
Pespektif Pelanggan Loyalitas Pelanggan
Penyerahan Tepat Waktu
Pespektif Prose Internal
Proses Waktu
Prose Waktu Siklus
Pespektif Pertumbuhan dan Pembelajaran
Keahlian Pekerja
Sumber : Kaplan & Norton: 2005:28
Gambar 2.3 Hubungan Sebab Akibat Perspektif-Perspektif dalam Balance Score Card Dari gambar di atas dapat diketahui bahwa setiap sasaran perspektifperspektif dalam sistem manajemen strategik berbasis Balance Scorecard
23
merupakan hal yang diperlukan satu terhadap yang lain. Sasaran-sasaran strategik setiap perspektif diuraikan sebagai berikut 1. Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan Dalam perspektif ini perusahaan mengidentifikasi infrastruktur yang harus dibangun untuk mencipatakan pertumbuhan dan peningkatan kinerja jangka panjang. Kapplan & Norton yang oleh Peter R. Yosi Pasla mengatakan bahwa ”3 ketegori utama dalam perspektif ini adalah kapabilitas pekerja, kapabilitas
sistem
informasi,
dan
motivasi,
pemberdayaan
dan
keselarasan”. Dalam mengukur kapabilitas pekerja indikator yang digunakan terdiri dari kepuasan pekerja, retensi pekerja dan produktifitas. Namun ukuran yang baik dalam kapabilitas pekerja tidak akan mendorong perspektif proses bisnis internal dan perspektif pelanggan menjadi lebih baik jika tidak ada disertai sistem informasi yang memadai.
Kapabilitas pekerja dsn sistem
informasi harus disertai dengan iklim yang mendorong timbulnya motivasi dan inisiatif pekerja. 2. Perspektif Proses Bisnis Internal. Adanya kapabilitas pekerja dan kapabitas sistem informasi yang digerakan secara bersinergi mendorong keberhasilan dalam perspektif proses bisnis internal. Hansen & Mowen dialihbahasakan oleh Dewi Fitriasari dan Deny Amos Kwary (2006:515) mengatakan bahwa “proses adalah sarana untuk menciptakan nilai pelanggan dan pemegang saham”. Secara lebih terinci Kaplan & Norton yang dialihbahasakan oleh Peter R. Yosi Pasla (2005:24)
24
mengatakan bahwa dalam perspektif bisnis internal perusahaan melakukan proses identifikasi yang memungkinan bisnis untuk: a. Memberikan proporsi nilai yang akan menarik perhatian dan mempertahankan pelanggan dalam segmen pasar sasaran b. Memenuhi harapan keuntungan finansial yang tinggi para pemegang saham. Dari ungkapan di atas disimpulkan bahwa dalam perspektif bisnis internal akan ditemukan proses-proses yang efektif dan efesien dalam menciptakan produk atau jasa yang dibutukan bagi pelanggan sasaran dan diharapkan hal ini berpengaruh pada perolehan keuntungan bagi perusahan.
Proses
identifikasi yang dilakukan dalam perspektif ini mencakup dalam proses inovasi, proses operasi dan proses layanan purna jual. Indikator keberhasilan dari perspektif proses bisnis internal ini diukur dari waktu proses, mutu proses dan biaya proses 3. Perspektif Pelanggan. Kaplan & Norton yang dialihbahasakan oleh Peter R. Yosi Pasla (2005:74) mengatakan bahwa perspektif pelanggan memiliki tiga atribut penting dalam menentukan tujuan dan ukuran dalam segmen sasaran dan memilih proporsi nilai yang akan diberikan. Atribut-atribut tersebut terdiri dari: Atribut produk dan jasa: fungsionalitas mutu harga. Hubungan pelanggan: mutu dari pengalaman membeli dan hubungan pribadi. Citra dan reputasi Atribut-atribut ini digunakan oleh perusahaan untuk mencapai tujuan utama. Hansen & Mowenang dialihbahasakan oleh Dewi Fitriasari dan Deny Amos Kwary (2006:514) mengatakan bahwa perusahan memiliki tujuan utama yang terdiri dari:
25
1. 2. 3. 4. 5.
Peningkatan pangsa pasar Peningkatan retensi pelanggan Peningkatan pembelian pelanggan Peningkatan kepuasan pelanggan Peningkatan profitabilitas pelanggan
Mencermati tujuan perusahaan dalam perspektif pelanggan maka Hansen & Mowen ang dialihbahasakan oleh Dewi Fitriasari dan Deny Amos Kwary (2006:514) mengatakan bahwa “ukuran utama yang dapat digunakan sebagai indikator tercapainya tujuan perspektif pelanggan adalah persentase pasar, persentasi pertumbuhan bisnis dari pelanggan yang ada dan persentasi pelanggan yang kembali, jumlah pelanggan baru, tingkat dari survey kepuasan pelanggan dan profitabilitas pelanggan” 4. Perspektif finansial Perspektif keuangan menetapkan tujuan kinerja keuangan jangka pendek dan jangka panjang. Hansen & Mowen ang dialihbahasakan oleh Dewi Fitriasari dan Deny Amos Kwary (2006:512) mengatakan bahwa “perspektif keuangan memiliki tema strategis yaitu pertumbuhan pendapatan, penurunan biaya dan pemanfaatan aset”. Dan Kaplan & Norton yang dialihbahasakan oleh Peter R. Yosi Pasla (2005:53) mengatakan bahwa “tujuan finansal menggambarkan tujuan jangka panjang perusahaan… dengan scorecard maka para manajer memungkinkan untuk mengukur keberhasilan jangka panjang perusahaan dan menemukan berbagai variabel yang dianggap penting untuk menciptakan dan mendorong tercapainya tujuan jangka panjang”.
Dari uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa karakteristik perspektif dalam sistem manajeman strategik berbasis Scorecard memiliki hubungan yang saling terkait. Di mana semua tujuan dan ukuran dalam perspektif pertumbuhan dan pembelajaran, perspektif proses bisnis internal dan perspektif
26
pelanggan harus saling terkait dengan pencapaian berbagai tujuan dalam perspektif finansial
2.1.4 Rumah Sakit 2.1.4.1
Pengertian Berdasarkan Undang-Undang No 44 Tahun 2006 “Rumah sakit adalah
institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan dan gawat darurat ” (Dep.Kes RI, 2009 diakses tanggal 04 Desember 2012 melalui www.depdagri.go.id ). Sedangkan menurut WHO “rumah sakit adalah bagian integral dari satu organisasi sosial dan kesehatan dengan fungsi menyediakan pelayanan kesehatan paripurna, kuratif, dan preventif masyarakat serta pelayanan rawat jalan yang diberikan guna menjangkau keluarga di rumah. Rumah sakit juga merupakan pusat pendidikan dan latihan tenaga kesehatan serta pusat penelitian bio-medik”. Dari penjabaran di atas dapat dikatakan bahwa rumah sakit merupakan lembaga yang memuat misi sosial dalam memberikan pelayanan kesehatan. Namun hal ini terus berkembang seiring kemajuan teknologi kedokteran. Dikatakan oleh Indra Bastian (2012:27) bahwa “rumah sakit merupakan suatu lembaga yang padat modal, padat karya, dan padat ilmu serta teknologi, di mana untuk mencapai efisiensi dan efektivitas yang tinggi diperlukan profesionalisme yang andal dalam hal pengelolaan lembaga bisnis modern”. Bertolak dari uraian di atas maka dapat ditarik sebuah pemahaman bahwa rumah sakit merupakan institusi yang memberikan layanan kesehatan kepada setiap anggota masyarakat secara lengkap dan menyeluruh baik untuk layanan
27
rawat jalan, rawat inap dan layanan gawat darurat. Terselenggaranya layanan kesehatan ini memerlukan investasi yang besar untuk penyediaan teknologi teknologi kedokteran dan peningkatan kemampuan para medis. Langkah investasi akan perlu untuk dipertimbangkan dalam rangka meningkatkan kualitas layanan kesehatan bagi masyarakat. Hal inilah yang menyebabkan betapa pentingnya pengelolaan rumah sakit
secara professional sehingga penyelenggaraan layanan
kesehatan dilakukan secara efektif dan efisien termasuk untuk rumah sakit yang berorientasi nirlaba (non profit oriented).
2.1.4.2
Tugas dan Fungsi Rumah Sakit Seperti yang terkandung dalam pengertian rumah sakit di atas maka
dikatakan bahwa rumah sakit mempunyai tugas yaitu memberikan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna. Berdasarkan Undang-Undang no 44 tahun 2009 dikatakan bahwa untuk menjalankan tugasnya, rumah sakit mempunyai fungsi-fungsi sebagai berikut : 1. Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai dengan pelayanan rumah sakit. 2. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai dengan kebutuhan medis.Yang dimaksud dengan pelayanan kesehatan paripurna tingkat kedua adalah upaya kesehatan perorangan tingkat lanjut dengan mendayagunakan pengetahuan dan teknologi kesehatan spesialistik. Sedangkan pelayanan kesehatan paripurna tingkat ketiga adalah upaya kesehatanan perorangan
28
tingkat lanjut dengan mendayagunakan pengetahuan dan teknologi kesehatan spesialistik. 3. Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam rangka meningkatkan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan. 4. Penyelengaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi dalam bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang kesehatan. Penapisan teknologi yang dimaksud untuk perlindungan terhadap keamanan dan keselamatan pasien.
2.1.4.3 Standar Pelayanan Rumah sakit Rumah sakit sebagai sarana kesehatan yang menyelenggarakan layanan kesehatan memiliki standar pelayanan minimal yang harus dipenuhi. Jenis layanan rumah sakit yang menjadi standar minimal berdasarkan SK Menkes No. 129/Menkes/SK/2008 dengan indikator yang ditentukan di antaranya adalah sebagai berikut
Tabel 2.7 Pelayanan, Indikator dan Standar NO
Jenis layanan
1
Gawat Darurat
Indikator 1. Kemampuan menangani life saving anak dan dewasa 2. Jam Buka pelayanan Gawat Darurat
Standar 100% 24 jam
29
3. Pemberian Pelayanan gawat darurat yang bersertifkat yang masih berlaku 4. Ketersedian tim penanggulangan bencana 5. Waktu tanggap pelayanan dokter di Gawat Darurat
100%
6. Kepuasan pelanggan
≥ 70% ≤ 2/1000 pindah ke pelayanan rawat inap
7. Kematian pasien < 24 jam 1.Dokter pemberi layanan di Poliklinik spesialis 2. Ketersediaan pelayanan 2
Rawat jalan 3. Jam buka pelayanan
≤ lima menit terlayani setelah pasien datang
100 % dokter spesialis Klinik anak, kinik penyakit dalam, klinik kebidanan, klinik bedah 08.00 s.d 13.00 setiap hari kerja, kecuali Jumat 08.00 s.d 11.00
4. Waktu tunggu di rawat jalan
≤ 60 menit.
5. Kepuasan pelanggan
≥ 90 % dokter spesialis, perawat minimal pendidikan D3
1. Pemberi pelayanan di rawat inap 2. Dokter Penanggung jawab rawat inap 3. Ketersediaan pelayanan rawat inap 4. Jam visite dokter spesialis 3
1 tim
Rawat Inap 5. kejadian infeksi pasca operasi
100% Anak, penyakit dalam, Kebidanan, Bedah 08.00 s.d 14.oo setiap hari kerja ≤ 1.5 %
6. Kejadian infeksi nosocomial 7. Tidak ada kejadian pasien jatuh yang berakibat kecacatan/kematian
≤ 1.5 %
8. Kematian pasien> 48 Jam
≤ 0.24 %
9. Kejadian pulang paksa
≤ 5%
10. Kepuasan Pelanggan
≥ 90 %
100%
30
NO
4
5
Jenis layanan
Penunjang Medis/Radiologi
Penunjang Medis/Lab Patologi klinik
Indikator 1. Waktu tunggu hasil Pelayanan Thorax foto
≤ 3 jam
2. Pelaksanaan ekspertisi 3. Kejadian kegagalan pelayanan rontgen
dokter Sp. Rad
4. Kepuasan pelanggan 1. Waktu tunggu hasil Pelayanan laboratorium
≥ 80 % ≤ 140 menit, kimia darah & darah rutin Dokter Sp. PK
2. Pelaksanaan ekspertisi 3. Tidak adanya kesalahan pemberian hasil pemeriksa laboratorium 4. Kepuasan pelanggan
2.1.4.4
Standar
Kerusakan foto≤ 2 %
100% ≥ 80 %
Efektivitas Proses Bisnis Internal Rumah Sakit
Seperti uraian di atas bahwa proses bisnis internal merupakan segala upaya perusahaan untuk menciptakan produk atau jasa yang dapat memberikan nilai tambah bagi pelanggan maupun pemilik perusahaan dengan cara kerja yang efektif dan efisien. (2005:117) Laksono Trisnantoro mengatakan bahwa “Perspektif kedua dalam balance scorecard menekankan mengenai proses pelayanan. Hal yang perlu mendapat perhatian dalam proses pelayanan ini yaitu mutu proses pelayanan. Proses pelayanan rumah sakit dapat berupa proses medis klinis dan keperawatan, nonklinis seperti pelayanan kamar hotel hingga soal pelayanan pada saat mengantri. Pelayanan rumah sakit bersifat rumit dan membutuhkan integrasi berbagai layanan.
Memperhatikan tabel 2.1 tentang standar minimal pelayanan rumah sakit berdasarkan SK Menkes No. 129/Menkes/SK/2008 dapat disimpulkan bahwa layanan rumah sakit terdiri: 1. 2. 3. 4.
Instalasi rawat jalan Instalasi rawat inap Instalasi gawat darurat Instalasi penunjang medis di antaranya laboratium, radiologi, dan farmasi.
31
Dengan adanya berbagai jenis pelayanan rumah sakit, (2005:121) Laksono Trisnantoro mengatakan bahwa “kelompok utama indikator kinerja operasional terdiri atas volume kegiatan dan rasio pada pelayanan rawat jalan, rawat inap, rawat darurat dan pelayanan penunjang medis, pertumbuhan produktivitas, pertumbuhan daya saing, pertumbuhan efisiensi, pertumbuhan sumber daya manusia , inovasi produk layanan dan bisnis serta penelitian dan pengembangan. Kelompok utama indikator kinerja mutu layanan dan manfaat bagi masyarakat terdiri atas pelayanan ibu dan anak, pelayanan bedah, pelayanan nonbedah, kepedulian terhadap masyarakat, kepuasan pelanggan internal dan eksternal, kepedulian terhadap lingkungan dan pelayanan terhadap kelompok miskin”. Dari uraian di atas dapat ditarik satu kesimpulan bahwa rumah sakit memiliki berbagai indikator yang berbeda untuk setiap layanan rumah sakit. Halini menandakan bahwa pengelolaan rumah sakit memerlukan sistem manajemen yang baik. Terkait dengan rencana strategik pada tingkat rumah maka Laksono Trisnantoro mengatakan perlu dipertimbangan “apakah mengukur rumah sakit secara keseluruhan ataukah mengukur sebuah instalasi tertentu dari rumah sakit” (2005:121). Berkaitan dengan kinerja operasional dalam proses bisnis internal rumah sakit, Departemen kesehatan mengeluarkan indikator pelayanan rumah sakit melalui
Peraturan Menteri Kesehatan RI No.1171/Menkes/Per/VI/2011 yang
berlaku sejak 01 Juni 2011. Indikator yang harus diisi pada Formulir RL1.2 terdiri dari : 1. BOR (Bed Occupancy Rate) yaitu pemakaian tempat tidur pada satu satuan waktu tertentu. Indikator ini memberikan gambaran tinggi rendahnya tingkat pemanfaatan tempat tidur rumah sakit.
32
BOR
:
Nilai Parameter BOR yang ideal adalah 60% sampai dengan 85%. 2. ALOS (Average Length of Stay) yaitu rata-rata lama rawat seorang pasien. Indikator ini disamping memberikan gambaran tingkat efisiensi, juga dapat memberikan gambaran mutu pelayanan, apabila diterapkan pada diagnosis tertentu dapat dijadikan hal yang perlu pengamatan lebih lanjut. ALOS = Secara umum nilai ALOS yang ideal antara 6 sampai dengan 9 hari. 3.
BTO (Bed Turn Over) yaitu frekuensi pemakaian tidur pada satu periode, berapa kali tempat tidur dalam satu satuan waktu (biasanya dalam periode 1 tahun). Indikator ini memberikan tingkat efisiensi pada pemakaian tempat tidur. BTO = Idealnya dalam satu tahun, satu tempat tidur rata-rata dipakai 40 sampai dengan 50 kali.
4. TOI (Turn Over Interval) yaitu rata-rata hari dimana tempat tidur tidak ditempati dari telah diisi ke saat terisi berikutnya. Indikator ini juga memberikan gambaran tingkat efisiensi penggunaan tempat tidur. TOI = Idealnya tempat tidur kosong/tidak terisi pada kaisar 1 sampai dengan 3 hari.
33
5. NDR (Net Death Rate) yaitu angka kematian 48 jama setelah dirawat untuk tiap-tiap 1000 penderita keluar. Indikator ini memberikan mutu layanan di rumah sakit. NDR = Nilai NDR yang dianggap masih dapat ditolerir adalah kurang dari 25 per 1000 6.
GDR (Gross Death rate) yaitu angka kematian umum untuk setiap 1000 penderita keluar dari rumah sakit. GDR = Nilai GDR seyogyanya lebih dari 45 per 1000 penderita keluar.
7. Rata-rata kunjungan poliklinik per hari, indikator ini diperlukan untuk menilai tingkat pemanfaatan poliklinik rumah sakit. Angka rata-rata ini apabila dibandingkan dengan jumlah penduduk wilayahnya akan memberikan gambaran cakupan pelayanan dari suatu rumah sakit
2.1.4.5 Kinerja keuangan Rumah Sakit NonProfit Rumah sakit nonprofit yang memiliki kinerja keuangan yang baik memungkinkan untuk berbuat lebih banyak dalam melaksanakan misinya. (2005:118) Laksono Trisnantoro mengatakan bahwa “secara berkesinambungan rumah sakit dengan aspek keuangan yang mantap akan senantiasa meningkatkan mutu proses pelayanan dengan perbaikan fasilitas medik dan fisik rumah sakit serta pengembangan sumber daya masyarakat”.
34
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Maskur pada tahun 2004 kinerja keuangan RS Kariadi diukur dari tingkat ROI (return on investment), cash ratia, Rasio Operasi, dan Sales Growt.
Hal ini menandakan tolak ukur kinerja
keuangan rumah sakit nonprofit tidak berbeda badan usaha lainnya. (2012:171) Indra Bastian mengatakan bahwa sasaran kinerja dari aspek keuangan dari organisasi kesehatan memiliki tiga tahap yaitu: 1. Perkembangan (Growth) Merupakan tahap pertama dari siklus kehidupan bisnis Pada tahap ini organisasi kesehatan mungkin secara aktual beroperasi dengan cash flow negatif dan tingkat pengembalian modal yang rendah. Oleh karena itu diperlukan pengembangan produk atau jasa. 2. Bertahan (Sustain Stage) Pada tahap ini organisasi kesehatan masih melakukan investasi dan reinvestasi dengan mensyaratkan tingkat pengembalian yang terbaik 3. Panen (Harvest). Tahap ini merupakan tahap kematangan, di mana organisasi kesehatan melakukan panen terhadap investasinya. Tujuan utama dalam tahap ini adalah memaksimumkan arus kas yang masuk ke dalam organisasi kesehatan 2.1.5 Penelitian Terdahulu Beberapa penelitian tentang proses bisnis internal yang terhubung dalam sistem strategik manajemen berbasis Balance Scorecard oleh beberapa peneliti, di antaranya sebagai berikut : 1. Penelitian oleh Maskur tahun 2004 Penelitian ini merupakan penelitian deskritif yang disajikan berupa tesis berjudul “Pengukuran Kinerja dengan Balance Score Card (studi kasus di RS dr Kariadi Semarang)“
yang diuji
tanggal 22 Desember 2004 di Universitas
Diponegoro. Dalam tesis ini membahas tentang kinerja RS Kardiadi yang diukur dengan metode Balance Score Card.
35
Metode Balance Score Card mengukur kinerja dalam empat perspektif yaitu perspektif keuangan, perspektif konsumen, perspektif proses bisnis internal dan perspektif pembelajaran dan pertumbuhan. Di mana masing-masing perspektif mempunyai bobot yang sama besar yaitu 25%. Tolok ukur yang digunakan dalam masing-masing perspektif adalah sebagai berikut :
Perspektif keuangan menggunakan analisa ROI (return on invesment), cash ratia, Rasio Operasi, dan Sales Growth.
Perspektif Konsumen menggunakan tolok ukur kepuasan pelanggan dan customer retention.
Perspektif proses bisnis internal menggunakan rasio rawat jalan dengan jumlah dokter dan perawat, rasio rawat darurat dengan jumah perawat dan dokter sedangkan untuk proses layanan rawat inap menggunakan BOR, ALOS dan BTO.
Perspektif pembelajaran dan pertumbuhan menggunakan tolok ukur kesetiaan karyawan, Absensi karyawan, kepuasan karyawan dan kemampuan sistem operasi. Kesimpulan dari penelitian ini dikatakan bahwa Kinerja RS Kariadi
berdasarkan metode balance score card KURANG BAGUS karena masingmasing perspektif tidak memenuhi bobot yang telah ditentukan yaitu perspektif keuangan mencapai total skor 16.6%, perspektif konsumen dengan total 20.4%, perspektif proses bisnis internal mencapai total 15.5% dan perspektif proses pembelajaran dan pertumbuhan mencapai 18.9%. Berdasarkan penelitian disarankan agar RS Kariadi menetapkan langkah-langkah strategis untuk
36
melakukkan perbaikan dalam berbagai perspektif terlebih dalam perspektif konsumen dalam hal kepuasan pelanggan yang hanya mencapai skor 2.66 % 2. Penelitian oleh Viktor Hasiholan. Viktor Hasiholan melakukan penelitian
dalam bentuk
tesis berjudul
“Analisis Pengaruh Proses Bisnis Internal terhadap Return on Invesment Pada hotel Berbintang di Medan “pada tahun 2004 sebagai syarat meraih gelar Magister Sains di oleh Viktor Hasiholan Siburian di Universitas Sumatera Utara. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kuantitatif dengan rumusan masalah “bagaimana pengaruh proses bisnis internal terhadap kinerja keuangan yang diukur dalam analisa ROI (Return On invesment)”. Proses bisnis internal yang dimaksud dalam penelitian ini adalah proses innovasi, proses operasi dan proses layanan pasca jual.
Dalam bisnis perhotelan
yang dikatakan dengan
proses bisnis internal terdiri dari : Proses Inovasi terkait dengan penyediaan fasilitas karaoke dan live music, penyediaan convention hall, dan penyediaan fasilitas kolam renang dan fitnest center. Proses operasi adalah
proses pelayanan kamar dan fasilitasi kamar yang
disediakan. Proses layanan purna jual terkait dengan pemberian reward kepada agen travel dan kepada beberapa booker perusahaan. Penelitian ini tertujuan untuk mengetahui pengaruh proses bisnis internal terhadap ROI (return on invesment) pada bisnis perhotelan.
Di mana
ROI
37
dikatakan sebagai rasio yang mengukur kemampuan dari modal yang diinvestasikan dalam keseluruhan aktiva utntuk menghasilkan keuntungan neto. Kesimpulan dari penelitian
dikatakan bahwa terdapat hubungan yang erat
antara inovasi, proses operasi dan purna jual dengan kinerja keuangan (ROI) sebesar 0,719, 0,789, dan 0,708. Dan seluruh variabel besas (proses bisnis internal) mempunyai pengaruh yang signifikasn terhadap ROI dengan koefisien determinasi sebasar 0.68. Berdasarkan penelitian ini disarankan agar manajemen dalam bisnis perhotelan lebih meningkatkan kinerja proses bisnis internalnya karena hal ini akan meningkatkan kinerja keuangannya. 3. Penelitian oleh Yeni Absah Penyajian penelitian yang dilakukan olehYeni Absah pada tahun 2000 berupa tesis berjudul “Analisis Pengaruh Proses Bisnis Internal terhadap Kinerja Keuangan pada Stasiun Radio Siaran Swasta FM di Surabaya dan Sekitarnya” Penelitian ini merupakan salah syarat untuk meraih gelar Masters of Sains di Universitas Airlangga Surabaya. Rumusan masalah yang menjadi topik penelitian ini adalah “bagaimana pengaruh proses bisnis internal terhadap
ROI
pada siaran radio swasta di
Surabaya dan sekitarnya?”. Dalam penelitian ini yang dikatakan dengan proses bisnis internal dalam industri penyiaran radio adalah sebagai berikut :
Pengembangan Program (Result and Development)
Ketertarikan (respon) terhadap program interaktif
Kualitas Penyiaran
Teknologi dan Peralatan
38
Hubungan dengan konsumen
Tanggung Jawab kepada publik. Sedangkan pengukuran kinerja keuangan yang ada dalam penelitian
ini menggunakan rasio ROI. Di mana dengan ROI ini akan terukur kemampuan perusahaan untuk menghasilkan keuntungan netto dari modal yang diinvestasikan dalam keseluruhan aktiva Kesimpulan dari penelitian ini dikatakan bahwa terdapat hubungan yang erat yaitu sebesar 95.9% antara seluruh variabel bebas (faktor-faktor proses bisnis internal) dengan variabel terikat (ROI) dan terdapat pengaruh signifikan faktorfaktor proses bisnis internal
yang terurai diatas terhadap
ROI (Return On
Investment) yaitu sebesar 92%. Berdasarkan hasil penelitian ini disarankan agar manajemen
stasion
radio
dapat
meningkatkan
profesionalisme
dalam
pengelolaanya melalui segmentasi pasar yang semakin jelas, strategi diferensi produk dan pengelolaan manajemen keuangan yang professional sehingga dapat tetap bertahan pada situasi persaingan yang semakin ketat. Secara lebih ringkas hasil penelitian terdahulu mengenai penerapan sistem manajeman strategik berbasis Balanca Score Card dan pengaruh proses bisnis internal terhadap kinerja keuangan yang diukur dalam tingkat ROI (Return On Investmen) disajikan dalam tabel 2.7
39
Tabel 2.8 Ringkasan penelitian terdahulu No
1
2
Penelitian
Maskur
Victor Hasiholan
Tahun
2004
2004
Obyek dan sampel RS Kariadi , Semarang
12 Hotel Berbintang di Medan
Topik Penelitian Pengukuran kinerja dengan pendekatan Balance Score card
Pengaruh proses bisnis internal terhadap Return On Invesment
Variabel perspektif keuangan Perspektif Konsumen Perspektif Proses Bisnis Internal Perspektif Pembelajaran & pertumbuhan Proses Inovasi : fasilitas Karoeke, live music, convention hall, fasilitas kolam renang, SPA dan fitnes center Proses Operasi terkait dengan layanan dan fasilitas kamar Proses layanan Purna Jual terkait dengan pemberikan reward kepada agen travel & booker hotel ROI
3
Yeni Absah
2000
18 Stasion Radio Siaran Swasta FM Surabaya dan sekitarnya
Pengaruh proses bisnis internal terhadap kinerja keuangan
Pengembangan progam (R &D) Ketertarikan (respon) terhadap program interaktif Kualitas penyiaran Hubungan dengan konsumenn Tanggung Jawab kepada Publik ROI
Hasil Kinerja RS Kariadi kurang baik karena tidak dapat memenuhi bobot yang telah ditentukan terdapat hubungan yang erat antara Proses bisnis internal dengan ROI Proses bisnis internal berpengaruh signifikan terhadap ROI sebesar 68 % terdapat hubungan yang erat antara Proses bisnis internal dengan ROI Proses bisnis internal berpengaruh signifikan terhadap ROI sebesar 92%
2.2 Kerangka Pemikiran Tuntutan masyakarat dalam hal kualitas layanan kesehatan menjadi sebuah tantangan yang besar bagi rumah sakit. Semakin mahalnya
investasi
yang
dikeluarkan untuk menyelenggarakan layanan kesehatan yang berkualitas memacu rumah sakit untuk dikelola secara efektif dan efisien
agar dapat tumbuh,
berkembang dan tangguh dalam menghadapi persaingan. Pengukuran kinerja yang efektif dan efisien tergambar dalam keuntungan yang diperoleh.
Analisa ROI merupakan salah satu analisa yang digunakan
40
untuk mengukur kemampuan organisasi dalam mengelola aktiva yang dimilikinya untuk mendapatkan laba. Pencapaian ROI yang baik dipengaruhi oleh proses bisnis internal yang efektif. Menurut Prawironegoro dan Ari P (2009:342) “Proses Bisnis internal adalah akivitas mengoptimalkan penggunaan harta perusahaan dalam menciptakan produk atau jasa dan menemukan metode kerja baru yang efektif dan efisien’. Produk rumah sakit berupa layanan kesehatan dalam bentuk layanan rawat inap, rawat jalan, rawat gawat dan layanan penunjang medis. Berkaitan dengan efektifitas proses bisnis internal rumah sakit, Departemen kesehatan mengeluarkan indikator pelayanan
rumah sakit
melalui Peraturan
Menteri Kesehatan RI No.1171/Menkes/Per/VI/2011 yang berlaku sejak 01 Juni 2011, di antarnya terdiri dari pencapaian tingkat: 1. BOR (Bed Occupancy Rate) yaitu Indikator ini memberikan gambaran tinggi rendahnya tingkat pemanfaatan tempat tidur rumah sakit. Nilai Parameter BOR yang ideal adalah 60% s.d 85% 2. ALOS (Average Length of Stay) yaitu rata-rata lama rawat seorang pasien. Indikator ini disamping memberikan gambaran tingkat efisiensi, juga dapat memberikan gambaran mutu pelayanan, apabila diterapkan pada diagnosis tertentu dapat dijadikan hal yang perlu pengamatan lebih lanjut. Secara umum nilai ALOS yang ideal antara 6 s.d 9 hari. 3. BTO (Bed Turn Over) yaitu indikator yang memberikan tingkat tingkat efisiensi pada pemakaian tempat tidur. Idealnya dalam satu tahun, satu tempat tidur rata-rata dipakai 40 s.d 50 kali.
41
4. TOI (Turn Over Interval)
yaitu rata-rata hari dimana tempat tidur tidak
ditempati dari telah diisi ke saat terisi berikutnya. Indikator ini juga memberikan gambaran tingkat efisiensi penggunaan tempat tidur.Idealnya tempat tidur kosong/tidak terisi pada kaisar 1 sd 3 hari. Dari uraian di atas maka penulis menggambarkan kerangka pemikiran penelitian dalam gambar 2.4 EFEKTIFITAS PROSES BISNIS INTENAL BOR (Bed Occupacy Rate)
ALOS (Average Length of Stay) ROI (Return on Invesment) BTO ( Bed Turn Over)
TOI (Turn Over interval
Keterangan : 1. BOR,ALOS, BTO, TOI merupakan variabel Independen 2. ROI merupakan variabel dependen
Gambar 2.4 Kerangka Pemikiran Penelitian 2.3 Hipotesis Penelitian Berdasarkan
peumusan masalah dan kajian
pustaka yang
diuraikan di atas maka hipotesis penelitian yang diajukan adalah sebagai berikut : “ Efektifitas Proses Bisnis Internal Rumah Sakit yang terukur dalam tingkat BOR, ALOS, BTO dan TOI berpengaruh signifikan terhadap kinerja keuangan yang diukur dalam tingkat ROI (Return On Invesment)