BAB II KONSEP DASAR A. Konsep Dasar Keluarga 1. Pengertian Keluarga Menurut Friedman (1998) keluarga adalah dua orang atau lebih yang disatukan oleh ikatan-ikatan kebersamaan dan ikatan emosional dan yang mengidentifikasikan diri mereka sebagai bagian dari keluarga. Menurut Bailon dan Maglaya (1978) yang dikutip oleh Murwani (2007) keluarga adalah dua atau lebih individu yang hidup dalam satu rumah tangga karena adanya hubungan darah, perkawinan atau adopsi. Mereka saling berinteraksi satu dengan yang lainnya, mempunyai peran masing - masing dan menciptakan serta mempertahankan suatu budaya. Berdasarkan kedua pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa keluarga adalah suatu unit terkecil yang terdiri dari dua orang atau lebih yang tinggal di satu tempat/rumah, saling berinteraksi satu sama lain, mempunyai peran masing-masing dan mempertahankan suatu kebudayaan. 2.
Struktur Keluarga Menurut Friedman (1998) yang dikutip dalam Murwani (2007) struktur keluarga terdiri atas : pola komunikasi keluarga, struktur peran, struktur kekuatan, dan nilai-nilai keluarga. Pola komunikasi keluarga, yang pertama yaitu pola interaksi keluarga yang berfungsi : bersifat terbuka dan jujur, selalu menyelesaikan
konflik keluarga, berfikiran positif dan tidak mengulang-ulang isu dan pendapat sendiri, yang kedua adalah karakteristik komunikasi keluarga berfungsi untuk : karakteristik pengirim (yakin dalam mengemukakan sesuatu atau pendapat, apa yang disampaikan jelas dan berkualitas, selalu meminta dan menerima umpan balik), karakteristik penerima (siap mendengarkan, memberi umpan balik, dan melakukan validasi). Struktur peran, dalam hal ini peran adalah serangkaian perilaku yang diharapkan sesuai dengan posisi sosial yang diberikan. Yang dimaksud dengan peran formal adalah posisi individu dalam masyarakat misalnya sebagai suami, istri, anak dan sebagainya. Sedangkan peran informal misalnya anak membantu tugas ibu di rumah, suami merangkap tugasnya sebagai ibu rumah tangga karena dia seorang single parent, dan sebagainya. Struktur kekuatan, dalam hal ini kekuatan merupakan kemampuan (potensial
dan
aktual)
dari
individu
untuk mengendalikan
atau
mempengaruhi untuk merubah perilaku orang lain kearah positif. Ada beberapa macam tipe kekuatan struktur kekuatan, yaitu : legitimate power (kekuasaan/hak untuk mengontrol), referent power (kekuasaan seseorang untuk ditiru), reward power (kekuasaan penghargaan karena kepatuhan seseorang), coercive power (kekuasan paksaan yang mampu untuk menghukum bila tidak taat), affective power (kekuasaan afektif). Nilai-nilai keluarga, nilai merupakan suatu sistem, sikap dan kepercayaan yang secara sadar atau tidak mempersatukan anggota
keluarga dalam satu budaya. Nilai keluarga juga merupakan suatu pedoman bagi perkembangan norma dan peraturan. Norma adalah perilaku yang baik, menurut masyarakat berdasarkan sistem nilai dalam keluarga. 3.
Tipe/Bentuk Keluarga Menurut Effendy ( 1998 ) tipe dan bentuk keluarga diantaranya adalah : a. Keluarga Inti (Nuclear family), adalah keluarga yang terdiri dari ayah, ibu dan anak-anak. b. Keluarga Besar (Extended Family), adalah keluarga inti ditambah dengan sanak saudara, misalnya, nenek, kakek, keponakan, sepupu, paman, bibi, dan sebagainya. c. Keluarga Berantai (Serial Family), adalah keluarga yang terdiri dari wanita dan pria yang menikah lebih dari 1 kali dan merupakan satu keluarga inti. d. Keluarga Duda/Janda (Single Family), adalah keluarga yang terjadi karena perceraian atau kematian. e. Keluarga
Berkomposisi
(Composite),
adalah
keluarga
yang
perkawinannya berpoligami dan hidup secara bersama. f. Keluarga Kabitas (Cahabitation), adalah dua orang yang menjadi satu tanpa pernikahan tetapi membentuk suatu keluarga 4.
Fungsi Keluarga Menurut Friedman (1986) yang dikutip oleh Murwani (2007) mengidentifikasi lima fungsi keluarga, yang terdiri dari fungsi afektif,
fungsi sosialisai dan penempatan sosial, fungsi reproduksi, fungsi ekonomi, dan fungsi perawatan kesehatan. Fungsi afektif, berhubungan erat dengan fungsi internal keluarga, yang merupakan basis kekuatan keluarga. Komponen yang perlu dipenuhi oleh keluarga dalam melaksanakan fungsi afektif adalah : saling mengasuh, misalnya : cinta kasih, kehangatan, saling menerima, saling mendukung antar anggota keluarga, mendapatkan kasih sayang dan dukungan dari anggota yang lain. Saling menghargai, misalnya : bila anggota keluarga saling menghargai dan mengakui keberadaan dan hak setiap anggota keluarga serta selalu mempertahankan iklim yang positif, maka fungsi afektif akan tercapai. Fungsi sosialisasi dan penempatan sosial, sosialisasi adalah proses perkembangan dan perubahan yang dilalui individu, yang menghasilkan interaksi sosial dan belajar berperan dalam lingkungan sosial. Sosialisasi dimulai sejak manusia lahir. Keluarga merupakan tempat individu untuk belajar bersosialisasi. misalnya anak yang baru lahir dia akan menatap ayah, ibu, dan orang – orang yang disekitarnya, kemudian beranjak balita dia mulai belajar bersosialisasi dengan lingkungan sekitar meskipun demikian keluarga tetap berperan penting dalam bersosialisasi. Fungsi reproduksi, keluarga berfungsi untuk meneruskan keturunan dan menambah sumber daya manusia. Maka dengan ikatan suatu perkawinan yang sah, selain untuk memenuhi kebutuhan biologis pada
pasangan tujuan untuk membentuk keluarga adalah untuk meneruskan keturunan. Fungsi ekonomi, merupakan fungsi keluarga untuk memenuhi kebutuhan seluruh anggota keluarga seperti memenuhi kebutuhan akan makanan, pakaian, dan tempat tinggal. Fungsi perawatan kesehatan, keluarga juga berperan atau berfungsi untuk melaksanakan praktek asuhan kesehatan, tugas kesehatan keluarga adalah sebagai berikut : mengenal masalah kesehatan, mengambil keputusan mengenai tindakan kesehatan yang tepat, memberikan perawatan pada anggota keluarga yang sakit, mempertahankan atau menciptakan suasana rumah yang sehat, mempertahankan hubungan dengan (menggunakan) fasilitas kesehatan masyarakat. (Friedmann 1998) Mengenal masalah kesehatan, yaitu keluarga mengetahui mengenai fakta-fakta dari masalah kesehatan yang meliputi pengertian, tanda dan gejala, faktor penyebab dan yang mempengaruhinya serta peresepsi keluarga terhadap masalah. Mengambil keputusan mengenai tindakan kesehatan yang tepat, yaitu keluarga mengerti mengenai sifat dan luasnya masalah kesehatan yang dirasakan keluarga, sehingga dapat mengambil keputusan yang terbaik untuk angota keluarga yang sakit.
Memberikan perawatan pada anggota keluarga yang sakit, yaitu keluarga mengetahui keadaan penyakit (sifat, penyebaran, komplikasi, prognosa dan cara perawatannya), mengetahui tentang sikap dan perkembangan perawatan yang dibutuhkan, mengetahui keberadaan fasilitas yang diperlukan untuk perawatan, mengetahui sumber-sumber yang ada dalam keluarga (anggota keluarga yang bertanggung jawab, sumber keuangan/financial, fasilitas fisik, psikososial). Mempertahankan atau menciptakan suasana rumah yang sehat, yaitu keluarga mengetahui sumber-sumber keluarga yang dimiliki, keluarga
meluhat
keuntungan/
manfaat
pemeliharaan
lingkungan,
mengetahui upaya pencegahan penyakit, sikap/pandangan keluarga yang positif terhadap hygiene sanitasi, kekompakan antar anggota keluarga yang selalu terjaga. Mempertahankan hubungan dengan (menggunakan) fasilitas kesehatan masyarakat, yaitu keluarga mengetahui keberadaan fasilitas kesehatan, memahami keuntungan-keuntungan yang dapat diperoleh dari fasilitas kesehatan, dan mempercayai petugas dan fasilitas kesehatan akan memberikan yang terbaik. (Friedmann 1998 yang dikutip oleh Murwani 2007) 5.
Tugas Perkembangan Keluarga Pada tahap ini, keluarga Tn. S menduduki tahap VI, yaitu: keluarga yang melepaskan anak usia dewasa muda, permulaan dari fase
kehidupan keluarga ini ditandai oleh anak pertama meninggalkan rumah orang tua dan berakhir dengan “rumah kosong”, ketika anak terkhir meninggalkan rumah. Tahap ini dapat singkat atau agak panjang, tergantung pada berapa banyak anak yang ada dalam rumah atau berapa banyak anak yang belum menikah yang masih tinggal di rumah setelah tamat dari SMA dan perguruan tinggi. Tugas-tugas perkembangan pada tahap ini adalah: memperluas siklus keluarga dengan memasukkan anggota keluarga baru yang didapkan melalui perkawinan anak-anak, melanjutkan untuk memperbaharui dan menyesuaikan kembali hubungan perkawinan, membantu orang tua lanjut usia yang sakit-sakitan dari suami maupun istri.
6.
Alasan Keluarga Menjadi Fokus Asuhan Alasan mengapa keluarga menjadi fokus setra dari perawatan, yaitu : Dalam Sebuah unit keluarga, disfungsi apa saja (penyakit, cidera, perpisahan) yang mempengaruhi satu atau lebih anggota keluarga, dan dalam hal tertentu seringkali akan mempengaruhi anggota keluarga yang lain dan unit ini secara keseluruhan. Keluarga mempunyai hubungan erat dan
bersifat
mandiri,
dimana
maslah-masalah
seorang
individu
“menyusup” dan mempengaruhi anggota keluarga yang lain dan seluruh sistem.
Ada semacam hubungan yang kuat antara keluarga dan status kesehatan anggotanya, bahwa peran dari anggota keluarga sangat penting bagi setiap aspek perawatan kesehatan anggota keluarga secara individu, mulai dari strategi-strategi hingga fase rehabilitasi. Mengkaji atau menilai dan memberikan perawatan kesehatan merupakan hal yang penting dalam membantu setiap anggota keluarga untuk mencapai suatu keadaan sehat (wellness) hingga tingkat optimum. Melalui perawatan kesehatan yang berfokus pada peningkatan, perawatan diri (self-care), pendidikan kesehatan, dan konseling keluarga, serta upaya-upaya dari lingkungan. Tujuan utamanya adalah untuk mengangkat derjat kesehatan keluarga secara menyeluruh, yang mana secara tidak langsung mengangkat derajat kesehatan dari setiap anggota keluarga. Upaya menemukan kasus merupakan satu alasan bagus lainnya untuk memberikan perawatan kesehatan. Adanya masalah pada salah satu anggota keluarga dapat menyebabkan ditemukannya faktor-faktor resiko pada yang lain. Ini sering menjadi masalah ketika mengunjungi keluarga yang memiliki masalah-masalah kesehatan yang kronis atau penyakitpenyakit yang dapat menular. Perawat keluarga bekerja lewat keluarga agar dapat menyentuh seluruh anggota keluarga. Mengingat keluarga merupakan sistempendukung yang vital bagi individu-individu, sumber dari kebutuhan-kebutuhan ini perlu dinilai dan
disatukan
kedalam
perencanaan
tindakan
bagi
individu-individu.
(Friedmann 1998 yang dikutip oleh Murwani 2007)
B. Konsep Dasar Diabetes Melitus (DM) 1. Pengertian Diabetes mellitus merupakan sekolompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemi. Glokusa secara normal bersirkulasi dalam jumlah tertentu dalam darah. Glukosa dibentuk dihati dari makanan yang dikonsumsi (Brunner dan Suddarth, 2002). Diabetes mellitus adalah suatu sindroma yang ditandai dengan peningkatan kadar glukosa darah disebabkan oleh karena adanya kelainan pada sel beta pada pulau Langerhans kelenjar pankreas (Soegondo, 2005). Diabetes mellitus pada lansia merupakan patofisiologis akibat proses menua, sehingga gambaran klinisnya bervariasi dari kasus tanpa gejala sampai kasus dengan komplikasi yang luas. Keluhan yang sering
muncul adalah adanya gangguan penglihatan karena katarak, rasa kesemutan pada tungkai serta kelemahan otot (neuropati perifer) dan luka pada tungkai yang sukar sembuh (http://www.IlmuKeperawatan. Com/online 23 juli 2011). Dari kedua definisi diatas tentang DM diatas dapat diambil kesimpulan bahwa DM adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh gangguan hormonal (dalam hal ini adalah hormon insulin yang dihasilkan oleh pankreas) dan melibatkan kelainan metabolisme karbohidrat dimana seseorang tidak dapat memproduksi cukup insulin atau tidak dapat menggunakan insulin yang diproduksi dengan baik, karena proses autoimmune. Tipe Diabetes : Menurut (Smeltzer&Bare, 2002) ada beberapa tipe diabetes mellitus. Klasifikasi diabetes yang utama adalah : a. Tipe I : Diabetes melitus tergantung insulin (insulin dependent diabetes mellitus) (IDDM). b. Tipe 2 : Diabetes melitus tidak tergantung insulin (non insulin dependent diabetes mellitus) (NIDDM). c. Diabetes melitus yang berhubungan dengan keadaan atau sindrom lainnya. d. Diabetes melitus gestasional (gestational diabetes mellitus) (GDM). 2. Anatomi dan Fisiologi
Gambar 2.1 Anatomi Pankreas Sumber : http://upload.wikimedia.org
Pankreas merupakan sekumpulan kelenjar yang panjangnya kirakira 15 cm, lebar 5 cm, mulai dari duodenum sampai ke limpa dan beratnya rata-rata 60-90 gram. Terbentang pada vertebrata lumbalis 1 dan 2 di belakang lumbung. Pankreas terdiri dari dua jaringan utama, yaitu : (1). Asini sekresi getah pencemaran kedalam duodenum. (2). pulau langerhans yang tidak mengeluarkan skretnya keluar, tetapi menyekresi insulin dan glukagon langsung ke darah. Pulau-pulau langerhans yang menjadi system endokrinologis dari pankreas terbesar dari seluruh pankreas dengan berat hanya 1-3 % dari berat total pankreas. pulau langerhans berbentuk ovoid dengan besar masing-masing pulau berbeda. besar plau langerhans yang terkecil aalah 50μ, sedangkan yang terbesar 300μ, terbanyak adalah yang besarnya 100-
225μ. jumlah semua pulau langerhans di pankreas diperkirakan antara 12 juta. Pulau langerhans manusia, mengandung tiga jenis sel utama, yaitu: a. Sel-sel A (alpha), jumlahnya sekitar 20-40 % ; memproduksi glikagon yang menjadi faktor hiperglikemik, suatu hormone yang mempunyai “anti insulin like activity”. b. Sel-sel B (betha), jumlahnya sekitar 60-80 %, membuat insulin. c. Sel-sel D (delta), jumlanya sekitar 5-15 %, membuat samatostatin. Masing-masing sel tersebut, dapat dibedakan berdasarkan struktur dan sifat pewarnaan. di bawah mikroskop pulau-pulau langerhans ini nampak berwarna pucat dan banyak mengandung pembuluh darah kapiler. pada penderita DM, sel beta sering ada tetapi berbeda dengan sel beta yang normal dimana sel beta tidak menunjukan reaksi pewarnaan untuk insulin sehingga dianggap tidak berfungsi. Insulin merupakan protein kecil dengan berat molekul 5808 untuk insulin manusia. molekul insulin terdiri dari dua rantai polipeptida yang tidak sama, yaitu rantai A dan B. kedua rantai ini dihubungkan oleh dua jembatan (perangkai), yang terdiri dari disulfida. rantai A terdiri dari 21 asam amino dan rantai B terdiri dari 30 asam amino. insulin dapat larut pada pH 4-7 dengan titik isoelektrik pada 5,3. sebelum insulin dapat
berfungsi, ia harus berikatan dengan protein reseptor yang besar didalam membrane sel. Insulin di sintesis sel beta pankreas dari proinsulin dan di simpan dalam butiran berselaput yang berasal dari kompleks Golgi. Pengaturan sekresi insulin dipengaruhi efek umpan balik kadar glukosa darah pada pankreas. Bila kadar glukosa darah meningkat diatas 100mg/100ml darah, sekresi insulin meningkat cepat. Bila kadar glukosa normal atau rendah, produksi insulin akan menurun. Selain kadar glukosa darah, faktor lain selain asam amino, asam lemak, dan hormon gastrointestinal merangsang sekresi insulin dalam derajat berbeda-beda. Fungsi metabolisme utama insulin untuk meningkatkan kecepatan transport glukosa melalui membrane sel ke jaringan terutama sel-sel otot, fibroblas dan sel lemak. (Hidayat 2, 2009).
3. Etiologi dan Presdiposisi Menurut (Brunner & Suddarth, 2002) etiologi diabetes mellitus adalah : Penghancuran sel-sel beta pancreas, faktor-faktor genetik, faktor-faktor imunologi, faktor-faktor lingkungan, usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia diatas 60 tahun), obesitas dan riwayat keluarga.
4. Patofisiologi Insulin dan glukagon diproduksi dalam pankreas, yang merupakan kelenjar eksokrin yang lebih dari sejuta kumpulan pulau-pulau sel terletak alpha yang memproduksi glukagon ; sel beta, yang mensekresi insulin, sel delta yang mensekresi gastrin dan sumatostatin pankreas. Mekanisme kerja insulin adalah hipoglikemik dan anabolitik. Dalam keadaan normal jika terdapat insulin, asupan glukosa yang melebihi kebutuhan kalori akan disimpan sebagai glikogen dalam sel-sel hati dan otot yang disebut proses glikogenesis. Proses ini mencegah terjadinya hiperglikemik. Jika terjadi kekurangan insulin maka menyebabkan perubahan metabolisme yang menyebabkan hiperglikemi, antara lain: Transpor gula yang melewati membran sel berkurang, glukogenesis berkurang, dan tetap terdapat kelebihan glukosa dalam darah, glikogenesis meningkat sehingga cadangan glikogen berkurang dan glukosa hati akan dicurahkan secara terus-menerus, glukogenesis meningkat sehingga glukosa dalam darah meningkat dari hasil pemecahan asam amino dan lemak. Ketosis menyebabkan asidosis dan terjadi koma. Hiperglikemia meningkatkan osmolaritas darah, jika konsentrasi kerja dalam darah meningkat dan melebihi ambang ginjal, maka pada penyaringan di glomerulus dan reabsorpsi glukosa pada tubulus pun berkurang sehingga terjadi glukosurya. Karena glukosa dalam larutan, maka pengeluaran
urinepun banyak sebanding dengan pengeluaran glukosa. hal ini dinamakan poliuri. Banyak garam mineral tubuhpun ikut keluar bersama urine sehingga menyebabkan kekurangan kadar garam dan terjadi penarikan cairan dari intra seluler dan extra seluler dan merangsang rasa haus berkepanjangan (polidipsi), starvasi seluler dan kehilangan kalori akan merangsang rasa lapar yang berkepanjangan (polifagi). (Price dan Wilson, 2006) 5. Manifestasi Klinis Gejala klasik pada DM (Brunner & Suddarth, 2002) adalah : Poliuri (banyak buang air kecil/frekuensi buang air kecil meningkat termasuk pada malam hari), Polidipsi (banyak minum/rasa haus meningkat), dan Polifagi(banyak makan/rasa makan meningkat). Gejala lain yang dirasakan penderita, antara lain : kelemahan atau rasa lemah sepanjang hari, keletihan, penglihatan/pandangan kabur, pada keadaan ketoasidosis akan menyebabkan mual, muntah, dan penurunan kesadaran Tanda yang bisa diamati pada penderita DM adalah : kehilangan berat badan, luka dan goresan lama sembuh, kaki kesemutan/mati rasa, infeksi kulit. 6. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan untuk diabetes mellitus terdiri dari penatalaksanaan medis dan penatalaksanaan keperawatan. Penatalaksanaan medis, terdiri dari obat hipoglikemik oral dan penambah sensitivitas terhadap insulin. Obat hipoglikemik oral yang gunanya sebagai pemicu sekresi Insulin, yaitu : Golongan sulfonilurea / sulfonyl Ureas, obat ini paling banyak digunakan dan dapat dikombinasikan obat golongan lain, yaitu biguanid, inhibitor alfa glukosidase atau insulin.Obat golongan ini mempunyai efek utama meningkatkan produksi insulin oleh sel-sel beta pankreas, karena itu menjadi pilihan utama para penderita DM type 2 dengan berat badan yang berlebihan. Obat-obat yang beredar dari kelompok ini adalah : Glibenklomida (5mg/tablet),
Glibenklomida
micronized
(5mg/tablet),
Glukoidon
(30mg/tablet). Glinid, merupakan obat generasi baru yang cara kerjanya sama dengan sulfonylurea, dengan meningkatkan sekresi insulin fase pertama. Golongan ini terdiri dari 2 macam obat yaitu : Repaglinid (derivate asam benzoat) dan Nateglinid (derifat fenilalanin). Obat ini diabsorbsi dengan cepat setelah pemberian secara oral dan diekskresi secara cepat melalui hati. Sedangkan obat penambah sensitivitas terhadap insulin terdiri dari : Biguanid, Saat ini dari golongan ini yang masih dipakai adalah metamorfin. Metamorfin meningkatkan pemakaian glukosa oleh sel usus sehingga menurunkan glukosa darah dan juga disangka menghambat absorbsi glukosa
dari usus pada keadaan sesudah makan selain itu dapat menurunkan produksi glukosa hati. Tiazolidindion, adalah golongan obat baru yang mempunyai efek farmakologis meningkatkan sensitivitas insulin. Dapat diberikan secara oral. Golongan obat ini bekerja meningkatkan glukosa disponsal pada sel dan mengurangi produksi glukosa di hati. Penghambat glukosidase alfa, obat ini bekerja secara kompetitif menghambat kerja enzim glukosidase alfa di dalam saluran cerna sehingga dapat menurunkan penyerapan glukosa dan menurunkan hiperglikemia postprandial. Obat ini bekerja di lumen usus dan tidak menyebabkan hipoglikemia dan juga tidak berpengaruh pada kadar insulin. (Soegondo, 2005) Insulin, hormon insulin disekresikan oleh sel-sel beta pulau Langerhans. Hormon ini bekerja untuk menurunkan kadar glukosa darah postprandial dengan mempermudah pengambilan serta penggunaan lukosa oleh sel-sel otot, lemak dan hati. Penyuntikan insulin sering dilakukan 2 kali per hari (atau bahkan lebih sering lagi) untuk mengendalikan kenaikan kadar glukosa darah sesudah makan dan pada malam hari. (Smeltzer&Bare, 2002) Penatalaksanaan secara keperawatan, terdiri dari diet, olah raga dan penyuluhan. Diet, merupakan salah satu pilar utama pengelolaan DM adalah perencanaan makan. Penderita DM sebaiknya mempertahankan menu diet seimbang, dengan komposisi idealnya sekitar 68% karbohidrat, 20% lemak
dan 12% protein. Diet disesuaikan dengan keadaan penderita. Prinsip umum : diet dan pengendalian berat badan merupakan dasar dari penatalaksanaan diabetes dengan cara kurangi kalori, kurangi lemak, konsumsi karbohidrat komplek, hindari makanan yang manis, dan perbanyak konsumsi serat. Penatalaksanaan nutrisi pada penderita diabetes diarahkan untuk mencapai tujuan berikut ini: memberikan semua unsur makanan esensial ( misal : vitamin dan mineral), mencapai dan mempertahankan berat badan yang sesuai, memenuhi kebutuhan energy, mencegah fluktuasi kadar glukosa darah setiap harinya dengan mengupanyakan kadar glukosa darah mendekati normal melalui cara – cara yang aman dan praktis, menurunkan makan pada penderita DM. (Smeltzer&Bare, 2002) Olah raga, selain dapat mengontrol kadar gula darah karena membuat insulin bekerja lebih efektif juga dapat membantu menurunkan berat badan, memperkuat jantung, dan mengurangi stres. Penderita diabetes sebaiknya berolahraga dengan berjalan,joging, berenang dan bersepeda. Olah raga sebaiknya dilakukan secara teratur 3-5 kali perminggu dan dengan waktu sekitar 30-60 menit. Penyuluhan tentang diabetes, adalah pendidikan dan pelatihan mengenai pengetahuan dan ketrampilan bagi pasien diabetes yang bertujuan menunjang perubahan perilaku untuk meningkatkan pemahaman pasien akan penyakitnya, yang diperlukan untuk mencapai keadaan sehat optimal, dan penyesuaian keadaan psikologik serta kualitas hidup yang lebih baik. (Soegondo, 2005)
7. Komplikasi Komplikasi diabetes mellitus terbagi menjadi 2 yaitu komplikasi akut dan komplikasi kronik jangka panjang (Price&Wilson, 2006). Menurut (Smeltzer&Bare, 2002) komplikasi akut, ada 3 meliputi : hypoglikemia, diabetes ketoasedosis (DKA) dan sindrom KHHN (juga disebut koma hiperglikemik hiperosmoler non ketotik) atau HONK (hiperosmoler non ketotik). Hypoglikemia (kadar gula darah abnormal yang rendah), terjadi kalau kadar glukosa dalam darah turun dibawah 50 hingga 60 mg/DL. Keadaan ini dapat terjadi akibat pemberian preparat insulin atau pereparat oral yang berlebihan, konsumsi makanan yang terlalu sedikit atau karena aktivitas fisik yang berat. Diabetes ketoasedosis (DKA), merupakan defisiensi insulin berat dan akut dari suatu perjalanan penyakit diabetes mellitus. Diabetes ketoasidosis disebabkan oleh tidak adanya insulin atau tidak cukupnya jumlah insulin yang nyata. Keadaan ini mengakibatkan gangguan pada metabolisme karbohidrat, protein dan lemak. Ada 3 gambaran klinis yang penting pada diabetes ketoasidosis : dehidrasi, kehilangan elektrolit, dan asidosis. Sindrom KHHN (juga disebut koma hiperglikemik hiperosmoler non ketotik) atau HONK (hiperosmoler non ketotik), merupakan keadaan
yang didominasi oleh hiperosmolaritas dan hiperglikemia dan disertai perubahan tingkat kesadaran. Gambaran klinis HHNK : hipotensi, dehidrasi berat (membran mukosa kering, turgor kulit jelek), takikardi dan tanda-tanda neurologis yang bervariasi (perubahan sensori, kejangkejang, hemiparesis) Menurut (Smeltzer&Bare, 2002) komplikasi kronik jangka panjang diabetes mellitus
dikategorikan menjadi 2, yaitu : komplikasi
makrovaskuler dan mikrovaskuler Komplikasi Makrovaskuler meliputi : penyakit arteri koroner (jantung koroner), penyakit serebrovaskuler (pembuluh darah otak), penyakit vaskuler perifer (pembuluh darah kaki) Penyakit arteri koroner (jantung koroner), merupakan perubahan aterosklerotik dalam pembuluh arteri koroner menyebabkan peningkatan insidens infark miokard pada penderita diabetes (dua kali lebih sering pada laki-laki dan tiga kali lebih sering pada wanita). Penyakit serebrovaskuler (pembuluh darah otak), merupakan perubahan
aterosklerotik
dalam
pembuluh
darah
serebral
atau
pembentukan embolus di tempat lain dalam system pembuluh darah yang kemudian terbawa aliran darah sehingga terjepit dalam pembuluh darah serebral dapat menimbulkan serangan iskemia sepintas dan stroke. Gejalanya mencakup keluhan pusing atau vertigo, gangguan penglihatan, bicara pelo, dan kelemahan.
Penyakit vaskuler perifer (pembuluh darah kaki), gejalanya dapat mencakup berkurangnya denyut nadi perifer dan klaudikasio intermiten (nyeri pada pantat atau betis ketika berjalan), neuropati dan gangguan kesembuhan luka. Bentuk penyakit oklusif arteri yang parah pada ekstremitas bawah ini merupakan penyebab utama meningkatnya insidens gangren dan amputasi pada pasien-pasien diabetes. Penyakit Mikrovaskuler, terdiri dari : retinopati diabetik (penyakit mata/katarak), nefropati (penyakit ginjal) , neuropati diabetes. Retinopati diabetik (penyakit mata/katarak,
disebabkan oleh
perubahan dalam pembuluh-pembuluh darah kecil pada retina mata. Katarak : Opasitas lensa mata; katarak terjadi pada usia yang lebih muda diantara pasien-pasien diabetes. Nefropati (penyakit ginjal), merupakan salah satu akibat utama dari perubahan-perubahan mikrovaskuler adalah perubahan struktural dan fungsi ginjal. Bila kadar glukosa darah meningkat maka mekanisme filtrasi ginjal akan mengalami stress yang menyebabkan kebocoran protein darah dalam urine. Sebagai akibatnya, tekanan dalam pembuluh darah ginjal meningkat. Kenaikan tekanan tersebut diperkirakan berperan sebagai stimulus untuk terjadinya nefropati. Neuropati diabetes, mengacu kepada sekelompok penyakit yang menyerang semua tipe saraf, termasuk saraf perifer (sensorimotor), otonom dan spinal. Neuropati sensorik menyebabkan hilangnya perasaan
nyeri
dan
sensibilitas
tekanan,
sedangkan
neuropati
otonom
menimbulkan peningkatan kekeringan dan pembentuka fisura pada kulit (yang terjadi akibat penurunan respirasi). C. Proses Asuhan Keperawatan Keluarga Asuhan keperawatan keluarga menurut (Mubarak, 2006) merupakan proses yang kompleks dengan menggunakan pendekatan sistematik untuk bekerjasama dengan keluarga dan individu sebagai anggota keluarga. Tahapan dari proses keperawatan keluarga adalah sebagai berikut: (1) pengkajian keluarga dan individu didalam keluarga, (2) perumusan diagnosa keperawatan, (3) penyusunan perencanaan, (4) pelaksanaan asuhan keperawatan, (5) evaluasi. Tujuan perawatan kesehatan keluarga adalah memungkinkan keluarga untuk mengelola masalah kesehatan dan mempertahankan fungsi keluarga dan melindungi serta memperkuat pelayanan masyarakat tentang perawatan kesehatan. 1. Pengkajian Keluarga (Friedman, 1998) membagi proses pengkajian keperawatan keluarga kedalam tahap - tahap meliputi mengidetifikasi data, tahap dan riwayat perkembangan , data lingkungan, struktur keluarga, fungsi keluarga dan koping keluarga. a. Mengidentifikasi data Data-data dasar yang digunakan oleh perawat untuk mengukur keadaan pasien dengan memakai norma kesehatan keluarga maupun
sosial yang merupakan system integritas dan kesanggupan untuk mengatasinya Pengumpulan data dengan diabetes mellitus difokuskan pada komponen-komponen yang berkaitan dengan diabetes mellitus. b. Data Identifikasi 1) Umur Umumnya manusia mengalami perubahan fisiologis yang secara drastis menurun dengan cepat setelah usia 40 tahun. Diabetes sering muncul setelah seseorang memasuki usia rawan tersebut, terutama mereka yang berat badannya berlebih karena tubuh tidak peka terhadap insulin, semakin bertambah usia semakin tinggi resiko diabetes (Setiono, 2005). 2) Jenis Kelamin Wanita pada umumnya cenderung mudah terserang diabetes Mellitus bila dibandingkan dengan pria, hal ini dikarenakan wanita lebih banyak mempunyai faktor yang mendorong terjadinya DM seperti obesitas saat kehamilan, stees, kelelahan, serta makanan yaag tidak terkontrol. 3) Pekerjaan Penghasilan yang tidak seimbang mempengaruhi keluarga dalam melakukan perawatan dan pengobatan pada anggota kluarga yang
menderita
Diabetes
Mellitus.
Salah
satu
penyebab
ketidakmampuan keluarga dalam melaksanakan tugas kesehatan
dan perawatan adalah tidak seimbangnya sumber-sumber yang ada dalan keluarga, misalnya keuangan (Effendy, 1998). 4) Pendidikan Tingkat pendidikan mempengaruhi fungsai kognitif karena dengan pendidikan yang rendah, daya ingat klien, afektif dan psikomotorik dalam pengelolaan penderita Diabetes Mellitus dan akibatnya
serta
pentingnya
fasilitas
pelayanan
kesehatan
(Friedmann, 1998). 5) Hubungan (genogram) Dengan adanya genogram dapat diketahui faktor genetik atau faktor bawaan yang sudah ada pada diri manusia untuk timbulnya diabetes melitus. Dan diketahui bahwa diabetes melitus adalah penyakit autoimun yang ditentukan secara genetik. (Price, 2006) 6) Tipe atau Bentuk Keluarga Bentuk keluarga extendedfamily yang mempunyai riwayat penyakit DM lebih cenderung menderita DM dari pada keluarga yang ukurannya lebih kecil dan tidak mempunayai riwayat DM (Friedmann,1998). 7) Latar Belakang atau Kebiasaan Keluarga a) Kebiasan Makan
Pola makan keluarga telah tergeser dari pola makan tradisional yang mengandung banyak karbohidrat dan serat dari sayuran ke pola makan dengan komposisi makan yang terlalu banyak
mengndung
protein,
gula,
lemak,
garam,
dan
mengandung sedikit serat. Pola makan seperti inilah yang beresiko terjadinya penyakit diabetes mellitus (Noer, 1998). b) Pemanfaatan Fasilitas Kesehatan Fasilitas
kesehatan
yang
terjangkau
memberikan
pengaruh yang besar terhadap perawatan dan pengobatan pada keluarga
yang
anggota
keluarganya
menderita
diabetes
Mellitus. Pada keluarga yang kurang mampu memanfaatkan pelayanan
fasilitas
kesehatan,
maka
keluarga
hanya
memeriksakan kesehatan apabila sakit saja, termasuk ketika merasakan adanya gejala-gejala yang terkait dengan diabetes mellitus (Effendy, 1998). c) Pengobatan Tradisional Cara-cara yang lazim digunakan adalah meminum jamu tradisional. Pengobatan tradisional dapat dilakukan dengan menggunakan: Daun salam 10 lembar, daun sambiloto 1 genggam, Air 2 gelas. Cara pembuatan & pemakaiannya: Campur seluruh bahan dan rebus sampai tersisa 1 gelas kemudian ramuan tersebut diminum pagi dan sore masing-
masing 1 gelas. Cara yang kedua menggunakan bawang merah (dirajang) 4 gram,buncis (dirajang) 15 gram, daun salam (dirajang) 10 helai dan air 120 ml. Bahan-bahan tersebut direbus kemudian diminum sekali minum 100 ml. Diminum selama 2 minggu (http://www.kedaiobat.co.cc/2010/10/5-obattradisional-asli-indonesia-untuk.html). 8) Status Sosial Ekonomi Diabetes
Militus
sering terjadi
pada keluarga
yang
mempunyai status ekonomi menengah keatas. Karena faktor lingkungan dan gaya hidup yang sehat, seperti makan berlebihan, berlemak, kurang aktivitas fisik, dan strees berperan penting sebagai pemicu diabetes (Friedmann, 1998) c. Riwayat dan Tahapan Perkembangan Keluarga Riwayat dan tahapan perkembangan keluarga menurut (Friedman, 1998) 1) Tahap Perkembangan Keluarga Tahap perkembangan keluarga yang beresiko mengalami masalah Diabetes Millitus adalah tahap perkembangan keluarga dengan usia pertengahan dan lansia. Karena pada tahap ini terjadi proses degenerative yaitu suatu kemunduran fungsi system organ tubuh, termasuk penurunan fungsi dari sel beta pankreas.
2) Riwayat Kesehatan Keluarga Yang perlu dikaji mengenai riwayat kesehatan masing-masing anggota keluarga dan apakah dari anggota keluarga tersebut ada yang mempunyai penyakit keturunan. Karena sebagaimana telah diketahui bahwa diabetes melitus juga merupakan salah satu dari penyakit keturunan, disamping itu juga perlu dikaji tentang perhatian
keluarga
terhadap
pencegahan
penyakit,
sumber
pelayanan kesehatan yang biasa digunakan keluarga serta pengalaman-pengalaman terhadap pelayanan kesehatan. d. Data Lingkup 1) Karakteristik Rumah Yang pelu dikaji dari karakteristik lingkungan adalah karakteristik rumah, tetangga dan komunitas, geografis keluarga, sistem pendukung keluarga dimana karakteristik rumah dan penataan lingkungan yang kurang pas dapat menimbulkan suatu cidera, karena pada penderita diabetes melitus bila mengalami suatu cidera atau luka biasanya sulit sembuh. 2) Karakteristik tetangga dan komunitasnya, menjelaskan tentang karakteristik dari tetangga dan komunitas setempat a) Perkumpulan keluarga dan interaksi dengan masyarakat menjelaskan mengenai waktu yang digunakan keluarga untuk
berkumpul serta perkumpulan keluarga yang ada dan sejauh mana keluarga berinteraksi dengan masyarakat setempat. b) Fasilitas pelayanan kesehatan Adanya pelayanan kesehatan sangat menentukan pemulihan kesehatan, pencegahan penyakit serta pengobatan. Tapi jalan yang rusak,lokasi tempat pelayanan kesehatan yang jauh dari rumah dan tidak adanya alat transfortasi menuju tempat pelayanan kesehatan akan menghambat keluarga menuju tempat pelayanan kesehatan. c) Fasilitas transportasi Trasportasi yang memadai sangat berpengaruh terhadap kemampuan keluarga untuk menjangkau fasilitas pelayanan kesehatan. Bila pada anggota keluarga yang menderita DM merasakan lemas-lemas bisa memanfaatkan fasilitas kesehatan terdekat dengan memanfaatkan sarana transportasi yang ada. d) System pendukung Pengelolaan pasien yang menderita Diabetes Millitus di keluarga sangat membutuhkan peran aktif seluruh anggota keluarga, petugas dari pelayanan kesehatan yang ada di masyarakat. Semuanya berperan dalam pemberian edukasi,
motivasi dan monitor atau mengontrol perkembangan kesehatan anggota keluarga yang menderita Diabetes Millitus. e. Struktur keluarga Struktur keluarga menurut Friedmann (1998) meliputi : 1) Pola komunikasi Interaksi antar anggota keluarga yang positif akan menimbulkan saling
pengertian
satu
sama
lain
dalam
menumbuhkan
keharmonisan dalam keluarga dan merupakan tugas anggota keluarga yang dapat menurunkan tingkat stress yang menjadi pemicu terjadinya suatu masalah kesehatan 2) Struktur kekuasaan Pada masyarakat Indonesia kebanyakan pemegang kekuasaan yang lebih dominant adalah patrikal yaitu pemegang kekuasaan yang tertinggi di pihak ayah 3) Struktur peran Peran atau status seseorang dalam keluarga dan masyarakat mempengaruhi gaya hidupnya, peran dalam keluarga terbagi dalam peran sebagai suami, ayah, istri, ibu, anak, kaka, adik, cucu, dan lain-lain 4) Nilai – nilai dalam keluarga
Kebiasaan dan nilai-nilai yang berlaku dalam keluarga adalah yang bertentangan dengan masalah DM seperti halnya pergi ke dukun dan bukan pada petugas fasilitas kesehatan f.Fungsi keluarga 1) Fungsi Afektif Bagaimana keluarga, merasakan hal-hal yang dibutuhkan oleh individu lain dalam keluarga tersebut. Keluarga yang kurang memparhatikan keluarga yang menderita DM akan menimbulkan komplikasi lebih lanjut ( Noer, 1996 ) 2) Fungsi sosialisasi Keluarga yang memberikan kebebasan kepada anggota keluarga yang menderita DM untuk berinteraksi dengan lingkungan akan mengurangi tingkat stress keluarga. Biasanya penderita DM akan kehilangan semangat oleh karena merasa jenuh dengan pengobatan yang berlaku seumur hidup (Friedmann, 1998). 3) Fungsi perawatan kesehatan Pengetahuan keluarga tentang penyakit dan penanganan masalah Diabetes Millitus menurut (Friedman, 1998) : a) Mengenal masalah kesehatan keluarga, sejauh mana keluarga mengetahui fakta-fakta dari masalah kesehatan yang meliputi
pengertian, faktor penyebab, tanda dan gejala serta yang mempengaruhi keluarga terhadap masalah, diabetes melitus memerlukan perawatan yang khusus yaitu mengenai pengaturan makannya. Jadi disini keluarga perlu tahu bagaimana cara pengaturan makan yang benar pada diabetes melitus. b) Mengambil keputusan yang tepat bagi keluarga yang sakit. Yang perlu dikaji adalah bagaimana keluarga mengambil keputusan apabila anggota keluarga terserang diabetes melitus. Kemampuan keluarga mengambil keputusan yang tepat akan mendukung kesembuhan. c) Merawat anggota keluarga yang sakit. Yang perlu dikaji sejauhmana keluarga mengetahui keadaan penyakitnya dan cara merawat anggota keluarga yang sakit diabetes melitus. d) Memelihara lingkungan rumah yang sehat. Yang perlu dikaji bagaimana
keluarga
pemeliharaan
mengetahui
lingkungan
keuntungan
kemampuan
atau
manfaat
keluarga
untuk
memodifikasi lingkungan akan dapat mencegah kekambuhan dari pasien diabetes mellitus. e) Menggunakan fasilitas kesehatan yang mana akan mendukung terhadap kesehatan seseorang. g. Koping keluarga Apabila terdapat stressor yang muncul dalam anggota keluarga, sedangkan koping keluarga tidak efektif, maka ini akan menjadi stress
pada anggota keluarga yang menderita diabetes, karena salah satu cara mengatasi kekambuhan yaitu dengan menjaga diit yang teratur, dan mengurangi stress (Friedmann, 1998).
2. Pathways Keperawatan
Resiko terjadinya komplikasi lebih lanjut
1. 2. 3. 4. 5.
Ketidakmampuan keluarga mengenal masalah tentang penyakit diabetes melitus Ketidakmampuan keluarga mengambil keputusan dan tindakan yang tepat diabetes melitus Ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga yang menderita diabetes melitus Ketidakmampuan memodifikasi lingkungan untuk mengatasi masalah diabetes melitus Ketidakmampuan keluarga memanfaatkan pelayanan kesehatan untuk memelihara diabetes melitus
Gambar 2.2 Pathways Diabetes Mellitus (Price dan Wilson, 2006)
1.
Diagnosa Keperawatan Keluarga a.
Resiko tinggi gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga memodifikasi diet usia lanjut pada anggota keluarga yang mengalami diabetes mellitus.
b.
Resiko injury berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga yang mengalami penurunan fungsi penglihatan.
2.
Rencana Keperawatan a. Penyusunan tujuan
Perencanaan meliputi perumusan tujuan yang berorientasi pada klien, penyusunan tujuan bersama tersebut terdiri atas kemungkinan sumbersumber, menggambarkan pendekatan alternative untuk memenuhi tujuan, menyeleksi intervensi keperawatan yang spesifik dan mengoprasionalkan perencanaan ( menyusun prioritas dan menulis bagaimana rencana tersebut dilaksanakan dalam fasenya ). 1) Tujuan umum
Setelah diberikan informasi kepada keluarga mengenai diabetes mellitus, maka keluarga mampu mengenal masalah diabetes
mellitus, mampu mengambil keputusan tindakan yang tepat bagi anggota keluarga yang mengalami diabetes mellitus. 2) Tujuan khusus Masalah tentang diabetes mellitus dalam keluarga dapat teratasi atau tidak tambah buruk keadaanya. 3) Menentukan kriteria evaluasi kriteria yang akan dicapai adalah : a) Respon verbal kognitif, keluarga dapat menyebutkan tentang masalah kesehatan diabetes mellitus, yaitu pengertian penyebab, tipe, tanda dan gejala, dan perawatan diabetes mellitus. b) Respon afektif dari keluarga, mampu mengungkapkan secara verbal akan mengmbil tindakan yang tepat bagi anggota keluarga yang menderita diabetes mellitus. c) Respon motorik keluarga dan evaluasi prilaku yaitu keluarga mampu melakukan perawatan diabetes mellitus dan mencegah terjadinya komplikasi diabetes mellitus. 4) Menentukan standart evaluasi: Pengertian tipe-tipe, penyebab, tanda dan gejala, perawatan diabetes mellitus. b. Fokus Intervensi
1) Resiko tinggi gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga memodifikasi diet usia lanjut pada anggota keluarga yang mengalami diabetes mellitus a) Afektif / pengetahuan (1) Berikan pendidikan kesehatan kepada keluarga klien tentang pengertian pentingnya gizi bagi penderita Diabetes Mellitus. (2) Berikan pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara diit yang benar bagi penderita Diabetes Mellitus. b) Kognitif / sikap (1) Berikan informasi pada klien dan keluarga tentang adanya resiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh pda penderita Diabetes Mellitus. (2) Demonstrasikan cara diit yang benar bagi klien dan kelurga. c) Psikomotor / ketrampilan (1) Motivasi keluarga untuk mendemonstrasikan kembali cara diit yang benar bagi penderita Diabetes Mellitus. (2) Motivasi klien untuk melakukan cara diit yang benar bagi penderita Diabetes Mellitus.
2) Resiko injury berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga yang mengalami penurunan fungsi penglihatan. a) Afektif / pengetahuan (1) Berikan pendididkan kesehatan pada klien dan keluarga tentang faktor-faktor penyebab injuri bagi penderita Diabetes Mellitus. (2) Berikan penjelasan pada keluarga akibat dari injuri (cedera) bagi penderita Diabetes Mellitus. b) Kognitif / sikap (1) Ajarkan pada klien dan keluarga cara untuk menghindari injuri (cedera) (2) Motivasi klien dan keluarga cara menghindari injuri pada penderita Diabetes Mellitus. c) Psikomotor / ketrampilan (1) Anjurkan keluarga untuk lebih merawat lingkungan rumahnya baik di dalam maupun di luar rumah agar tidak terjadi injuri (cedera). Motivasi klien untuk lebih berhati-hati agar tidak terjadi injuri (cedera). (Effendy, 1998)