BAB II KONSEP DASAR A. Pengertian Batu ginjal adalah bentuk deposit mineral,paling umum oksalat dan fosfat;namun asam urat dan kristal lain juga pembentuk batu. Meskipun kalkus ginjal dapat terbentuk dimana saja dari saluran perkemihan, batu ini paling umum ditemukan pada pelvis dan kalik ginjal. (Marilynn, 2000; 686) Batu ginjal adalah batu (kalkuli) di dalam nefron dan keberadaanya dapat menghambat aliran urin, terjadinya obstruksi, secara perlahan dapat merusak unit fungsional (nefron) ginjal. Selain itu dapat menyebabkan nyeri yang luar biasa dan ketidaknyamanan. (Smeltzer, 1996 ; 1460) B. Anatomi dan Fisiologi Gambar 2.1 Potongan koronal melalui ginjal kanan
Keterangan: a. Papilla; b. Kaliks; c. Koluma renalis; d. Medulla; e. Piramid; f. Korteks; g. Arteri dan vena renalis; h. Pelvis; i. Ureter.
1
Fungsi ginjal terdiri dari: Memegang peranan penting dalam mengeluarkan zat-zat toksis atau racun, mempertahankan suasana keseimbangan cairan, mempertahankan keseimbangan kadar asam dan basa dari cairan tubuh,mempertahankan keeimbangan garam-garam dan zat-zat lain dalam tubuh, mengeluarkan sisasisa metabolisme hasil akhir dari protein, ureum, kretinin dan amonia. Proses pembentukan urine (air kemih). Glomerolus berfungsi dsebagai ultra filtrasi, pada simpai bowmen berfunfsi untuk menampung hasil filtrasi dari glomerolus. Pada tubulus ginjal akan terjadi penyerapan kembali dari zatzat yang sudah disaring pada glomerolus, sisa cairan akan dioteruskan piala ginjal terus berlanjut ke ureter. Urine berasal dari darah yang dibawa arteri renalis masuk ke dalam ginjal, darah ini terdiri dari bagian yang padat yaitu sel
darah
dan
bagian
plasma
darah.
Ada 3 tahap pembentukan urine: 1. Proses filtrasi. Terjadi di glomerolus, pross ni terjadi karena permukaan afferent lebih besar dari permukaan efferent maka terjadi penyerapan darah, sedangkan sebagian yang tersaring adalah bgaian darah kecuali protein, cairan yang tersaring ditampung oleh simpai bowmen yang terdiri dari glukosa, air, sodium, klorida, sulfat, bikarbonat dan lain-lain, diteruskan ke tubulus ginjal. 2. Proses reabsorbsi. Pda proses ini terjadi penyerapan kembali sebagian besar dari glukosa, sodium, klorida, phospat dan beberapa ion bikarbonat. Prosesnya terjadi skala pasif yang dikenal dengan obligator
2
reabsorbsi terjadi pada tubulus atas. Sedangkan pada tubulus ginjal bagian bawah terjadi kembali penyerapan dan sodium dan ion bikarbonat, bila diperlukan akan diserap kembali ke dalam tubulus bagian bawah, penyerapannya terjadi secara aktif dikenal dengan reabsorbsi fakultatif dan sisanya dialirakan papilla renalis. 3. Proses sekresi. Sisanya penyerapan kembali yang terjadi pada tubulus dan diteruskan ke piala ginjal selanjutnya diteruskan keluar. Gambar 2.2 Unit nefron dengan pembuluh darahnya
(Syaifuddin,1997) Keterangan: a. Korpuskel renalis: 1). Glomerolus, 2). Kapsula Bowmen; b. Arteriole aferen; c. vena dan arteri interlobular; d. Arteriole afferent; e. Apartus jukstaglomerular; f. Kapiler peritubular; g. Ansa Henle desending; h. Tubulus kontortus proksimal; i. Tubulus kontortus distal; j. Tubulus koligentes; k. Ansa Henle asending Peredaran darah. Ginjal mendapat dari aorta abdominalis yang mempunyai percabangan arteria renalis, arteA ini berpasangan kiri dan kanan,
3
arteria renalis bercabang menjadi arteria intelubaris dan kemudian menjadi arteria akuarta, arteria interlubaris yang berada di tepi ginjal yang bercabang menjadi kapiler membentuk gumpalan-gumpalan yang disebut glomerolus. Glomerolus ini dikelilingi alat yang disebut simpai bowmen, disini terjadi peyadangan pertama dan kapiler darah yang meninggalkan simpai bowmen kemudian menjadi vena renalis masuk ke vena kava inferior. Persarafan ginjal. ginjal mendapat persarafan dari fleksus renalis (vasomotor) saraf ini berfungsi untuk mengatur jumlah darah yang masuk ke ginjal, saraf ini berjalan bersaman dengan pembuluh darah yang masuk ke ginjal. Anak ginjal (kelenjar suprarenal). Diatas ginjal terdapat kelenjar suprarenalis, kelenjar ini merupakan sebuah kelenjar buntu yang menghasilkan dua macam hormon yaitu hormon adrenalin dan hormon kortison. Adrenalin dihasilkan illeh medulla.
C. Etiologi Batu kalsium (kalsium oksalat atau kalsium fosfat) menurut ( Balai Penerbit FKUI Jakarta, 2001 hal : 378-379 ) adalah sebagai berikut : 1. Hiperkalsiuria Hiperkalsiuria idiopatik (meliputi hiperkalsiuria disebabkan masukan tinggi natrium, kalsium dan protein), hiperparatiroidisme primer, sarkoidosis, kelebihan vitamin D atau kelebihan kalsium, asidosis tubulus ginjal tipe I.
4
2. Hiperoksaluria Hiperoksaluria enterik; hiperoksaluria idiopatik (hiperoksaluria dengan masukan tinggi oksalat, protein); hiperoksaluria herediter (tipe I dan II). 3. Hiperurikosuria Akibat masukan diet purin berlebih 4. Hipositraturia Idiopatik;asidosis tubulus ginjal tipe I (lengkap atau tidak lengkap), minum asetazolamid; diare, latihan jasmani dan masukan proein tinggi. 5. Ginjal spongiosa medular Volume air kemih sedikit, batu kalsium idiopatik (tidak dijumpai predisposisi metabolik). 6. Batu asam urat Tingkat keasaman (PH) air kemih rendah, hiperurikosuria (primer dan sekunder). 7. Batu stuvit Infeksi saluran kemih dengan organisme yang memproduksi urease 8. Batu sistin Sistinuria herediter; batu lain seperti matriks, xantin 2.8 dihidroksadenin, amonium urat, triamteren, silikat.
D. Pathofisiologi Adapun patofisiologi menurut Long (1996; 323) dan Suddarth (2002; 1460) adalah:
5
Batu dalam perkemihan berasal dari obstruksi saluran kemih. Obstruksi mungkin hanya parsial atau lengkap. Obstruksi yang lengkap bisa menjadi hidronefrosis yang disertai tanda-tanda dan gejala-gejalanya. Proses pathofisiologis dari batu perkemihan sifatnya mekanis. Urolithiasis merupakan kristalisasi dari mineral dari matrik seputar, seperti pus, darah, jaringan yang tidak vital, tumor atau urat. Komposisi mineral dari batu ginjal bervariasi kira-kira tiga perempat bagian dari batu adalah kalsium, fosfat, sam urin dan custine. Peningkatan konsentrasi larutan urin akibat dari intake cairan rendah dan juga peningkatan bahan-bahan organik akibat infeksi saluran kemih atau urin statis, mensajikan sarang untuk pembentukan batu. Ditambah adanya infeksi meingkatkan kebasaan urin (oleh produksi amonium) , yang berakibat presipitasi kalsium fosfat dan magnesium ammonium fosfat . Urolithiasis mengacu pada adanya batu (kalkuli) ditraktus urinarius. Batu terbentuk ditraktus urinarius ketika konsentrasi substansi tertentu seperti kalsiumoksalat, kalsium fosfat dan asam urat meningkat. Batu juga juga dapat terbentuk ketika terdapat defisiensi substansi tertentu, seperti sitrat yang secara normal mencegah kristalisasi dalam urin. Kondisi lain yang mempengaruhi laju pembentukan batu mencakup PH urin dan status cairan pasien (batu cenderung terjadi pada pasien dehidrasi). Batu dapat ditemukan di setiap bagian ginjal sampai ke kandung kemih dan ukurannya bervariasi dan deposit granuler yang kecil, yang disebut pasir atau krikil, sampai batu membesar kandung kemih berwarna
6
orange. Faktor tertentu yang mempengaruhi pembentukan batu, mencakup infeksi, statis urin, periode immobilisasi (drainase renal yang lambat dan perubahan metabolisme kalsium). Faktor-faktor ini mencetuskan peningkatan konsentrasi kalsium di dalam darah dan urin, menyebabkan pembentukan batu kalsium. Pembentukan batu urinarius juga dapat terjadi pada penyakit inflamasi usus dan pada individu dengan ileustomi atau reseksi usus, karena individu ini mengabsorbsi oksalat secara berlebihan.
E. Manifestasi Klinis Manifestasi klinis adanya batu dalam traktus urinarius bergantung pada adanya obsrtuksi, infeksi, dan edema. Ketika batu menghambat aliran urin, terjadi obstruksi, menyebabkan peningkatan tekanan hidrostatik dan distensi piala ginjal serta ureter proksimal. Iritasi batu yang terus-menerus dapat mengakibatkan terjadinya infeksi (pielonefritis dan sistitis) yang sering disertai dengan keadaan demam, mengggil dan disuia. Beberapa batudapat menyebabkan ketidaknyamanan dan nyeri yang luar biasa (Brunner & Suddarth, 2001 hal 1461) 1. Batu di piala ginjal a. Menyebabkan rasa sakit yang dalam dan terus-menerus di aea kostovertebral
7
b. Nyeri yang berasal dari daerah renal menyebar secara anterior dan pada wanita mendekati kandung kemih sedangkan pada pria mendekati testis c. Dapat dijumpai hematuria dan piuria d. Kolik renal : bila nyeri mendadak menjadi akut, disertai nyeri tekan diseluruh area kostovertebral, dan muncul mual muntah. 2. Batu yang terjebak pada ureter a. Menyebabkan gelombang nyeri yang luar biasa, akut dan kolik yang menyebar ke paha dan genetalia. b. Sering merasa ingin berkemih, namun hanya sedikit urin yang keluar, dan biasanya mengandung darah akibat aksi abrasi batu. 3. Batu yang terjebak di kandung kemih a. Menyebabkan gejala iritasi dan berhubungan dengan infeksi traktus urinarius dan hematuri b. Batu menyebabkan obstruksi pada leher kandung kemih sehingga akan terjadi retensi urin c. Jika infeksi berhubungan dengan adanya batu, maka kondisi akan lebih serius disertai sepsis.
F. Penatalaksanaan Tujuan dasar penatalaksanaan adalah untuk menghilangkan batu, menentukan jenis batu, mencegah kerusakan neuron, mengendalikan infeksi, dan mengurangi destruksi yang terjadi (Suddarth, 2001 ; 1462-1465 ).
8
1. Pengurangan nyeri Morfin atau meperiden untuk mencegah syok dan sinkop akibat nyeri yang luar biasa, mandi air panas atau hangat di area panggul, pemberian cairan kecuali untuk pasien muntah atau menderita gagal jantung kongestif. Pemberian cairan dibutuhkan mengurangi konsentrasi kristaloid urin, mengencerkan
urin,
dan
menjamin
haluaran
yang
besar
serta
meningkatkan tekanan hidrostatik pada ruaang dibelakang batu sehingga mendorong masase batu kebawah. 2. Pengangkatan batu Pemeriksaan sitoskopik dan pasase ureter kecil untuk menghilangkan batu yang obstruktif. Jika batu tersnggkat, dapat dilakukan analisa kimiawi untuk menentukan kandungan batu. 3. Terapi nutrisi dan medikasi Tujuan terapi adalah membuat pengenceran dimana batu sering terbentuk dan membatasi makanan yang memberikan kontribusi pada pembentukan batu serta anjurkan klien untuk bergerak agar mengurangi pelepasan kalsium dari tulang. Tujuan dari pemberian terapi diit rendah protein, rendah garam adalah pembantu memperlambat pertumbuhan batu ginjal atau membantu mencegah pembentukan batu ginjal. 4. Lithotripsi gelombang kejut eksternal ESWL ( Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy ) merupakan prosedur non invasif yang digunakan untuk menghancurkan batu dikaliks ginjal. Setelah batu pecah menjadi bagian kecil seperti pasir, sisa batu akan
9
dikeluarkan secara sepontan. Kebutuhan anestesi bergantung pada tipe lithotripsy yang digunakan, ditentukan oleh jemlah dan intensitas gelombang kejut yang disalurkan. 5. Metode endourologi pengangkatan batu Endourologi menggabungkan ketrapilan ahli radiologi dan urologi untuk mengangkat batu renal tanpa pembedahan mayor. Nefrostomi perkutan (nefrolitotomi perkutan) dilakukan dengan nefroskop dimasukkan ke traktus perkutan yang sudah dilebarkan ke dalam parenkim renal. Batu dapat diangkat dengan forseps atau jaring, tergantung dari ukuran. Alat ultrasound
dapat
dimasukkan
melalui
selang
nefrostomi
disertai
pemakaian gelombang ultrasound untuk menghancurkan batu. 6. Uretroskopi Mencakup visualisasi dan akses ureter dengan memasukkan suatu alat ureteroskop
melalui
sistoskop.
Batu
dapat
dihancurkan
dengan
menggunakan laser. 7. Pelarutan batu Infus cairan kemolitik, misal : agens pembuat basa (alkylating) dan pembuat asam (acidifying) untuk melarutkan batu dapat dilakukan sebagai alternatif penanganan untuk pasien kurang beresiko terhadap terapi lain dan menolak metode lain atau mereka yang memiliki batu yang mudah larut (struvit). 8. Pengangkatan bedah
10
Dilakukan pada 1%-2% pasien dengan indikasi batu tersebut tidak berespon terhadap bentuk penanganan lain atau mengkoreksi setiap abnormalitas anatomik dalam ginjal untuk memperbaiki drainase urin.
G. Komplikasi Komplikasi batu ginjal dapat terjadi menurut Guyton 1990 : 1. Gagal ginjal Terjadinya kerusakan neuron yang lebih lanjut dan pembuluh darah yang disebut kompresi batu pada membran ginjal oleh karena suplai oksigen terhambat. Hal ini menyebabkan iskemik ginjal dan jika dibiarkan menyebabkan gagal ginjal. 2. Infeksi Dalam aliran urin yang statis merupakan tempat yang baik untuk perkembangbiakan mikroorganisme. Sehingga akan menyebabkan infeksi pada peritoneal. 3. Hidronefrosis Oleh karena aliran urin terhambat menyebabkan urin tertahan dan menumpuk di ginjal dan lama-kelamaan ginjal akan membesar karena penumpukan urin. 4. Avaskuler iskemia Terjadi karena aliran darah ke dalam jaringan berkurang sehingga terjadi kematian jaringan.
11
H. Pengkajian fokus Didalam fokus pengkajian ditemukan data dasar pengkajian menurut (marillyn, 2000 hal : 686-687) sebagai berikut : 1. Aktivitas atau istirahat Pekerjaan monoton, pekerjaan dimana pasien terpajan pada lingkungan bersuhu tinggi, keterbatasan aktivitas atau mobilisasi sehubungan dengan kondisi sebelumnya (penyakit tidak sembuh, cedera medula spinalis). 2. Sirkulasi Adanya peningkatan tekanan darah atau nadi (nyeri, ansietas, gagal ginjal), kulit hangat, kemerahan dan pucat 3. Eliminasi Riwayat adanya ISK (Infeksi Saluran Kemih) kronis, obstruksi sebelumnya (kalkulus), penurunan haluaranurin, kandung kemih penuh, rasa terbakar, dorongan berkemih dan diare. Ditandai adanya oliguria, hematuria, piuria, perubahan pola berkemih. 4. Makanan atau cairan Adanya gejala mual muntah, nyeri tekan abdomen, diet tinggi purin, kalsium oksalat atau fosfat, ketidakcukupan pemasukan cairan, tidak minum air dengan cukup. Ditandai dengan distensi abnominal, penurunan atau tidak adanya bising usus dan muntah. 5. Nyeri atau keamanan
12
Gejalanya episode akut nyeri berat, nyeri kolik, lokasinya tergantung pada lokasi batu. Dengan tanda melindungi, perilaku distraksi, nyeri tekan pada area ginjal pada palpasi. 6. Keamanan Penggunaan alkohol, demam, dan menggigil 7. Penyuluhan atau pembelajaran Gejala riwayat kalkunus dalam keluarga, penyakit ginjal, hipertensi, ISK (Infeksi Saluran Kencing) kronis, riwayat penyakit usus halus, bedah abdomen sebelumnya. a. Adapun pemeriksaan penunjang yang mendukung antara lain : 1) Urinalisis Warna mungkin kuning, coklat gelap, berdarah, secara umum menunjukkan SDM ( Sel Darah Merah ), SDP (Sel Darah Putih ), kristal (sistin, asam urat, kalsium oksalat), serpihan,
mineral,
bakteri, pus, PH mungkin asam(meningkatkan sistin dan batu asam urat) atau alkalin (meningkatkan magnesium, fosfat ammonium, atau batu kalsium fosfat) 2) Urin (24 jam) Kreatinin, asam urat, kalsium, fosfat, oksalat atau sistin munkin meningkat. 3) Kultur urin Mungkin menunjukkan ISK (staphylococcus aureus, proteus, klebsiela, pseudomonas).
13
4) Survei biokimia Peningkatan kadar magnesium, kalsium, asam urat, fosfat, protein, elektrolit. 5) Kreatinin serum dan urin Abnormal (tinggi pada serum atau rendah pada urin) sekunder terhadap tingginya batu obstruktif pada ginjal menyebabkan iskemia atau nekrosis. 6) Kadar klorida dan bikarbonat serum Peninggian kadar klorida dan penurunan kadar bikarbonat menunjukkan terjadinya asidosisi tubulus ginjal. 7) Hitung darah lengkap SDP ( Sel Darah Putih ) mungkin meningkat menunjukkan infeksi atau septicemia. 8) Hemoglobin dan hematokrit Abnormal bila pasien dehidrasi berat atau polisitemia terjadi (mendorong presipitasi pemadatan) atau anemia (perdarahan, disfungsi atau gagal ginjal). 9) Hormon paratiroid Mungkin meningkat bila ada gagal ginjal, (PTH merangsang reabsorpsi kalsium dari tulang meningkatkan sirkulasi serum dan kalsium urin). 10) Foto rontgen
14
Menunjukkan adanya kalkuli dan perubahan pada area ginjal dan sepanjang saluran kemih. 11) IVP ( Intravenous Pyelography ) Memberikan konfirmasi cepat urolitiasis seperti penyebab nyeri abdominal pada struktur anatomi (distensi ureter) dan garis bentuk kalkuli. 12) Sistoureteroskopi Visualisasi
langsung
kandung
kemih
dan
ureter
dapat
menunjukkan batu atau obstruksi. 13) CT scan Mengidentifikasi atau menggambarkan kalkuli dan massa lain : ginjal, ureter, dan distensi kandung kemih. 14) Ultrasound ginjal Untuk menentukan perubahan obstruksi, lokasi batu. (Doenges, 2000 hal : 687) I. Pathways keperawatan Di halaman berikutnya
15
Pathways keperawatan Infeksi saluran kemih kronis,Gg metabolisme (Hiperparatiroidisme, hiperuresemia, hiperkalsiuria),Dehidrasi,Benda asing,Jaringan mati,Inflamasi usus,Masukkan vitamin D yang berlebihan
Pengendapan garam mineral,Infeksi ,Mengubah PH urin dari asam menjadi alkalis
Pembentukan batu
Obstrusi saluran kemih
Peningkatan distensi abdomen Obstruksi di ureter Kalkulus berada di ureter Gesekan pada dinding ureter
Anoreksia
Kurang pengetahuan
Mual/ muntah
Cemas
Out put berlebihan
Gg rasa nyaman, nyeri
Gg pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
Intoleransi aktivitas
16
J. Fokus intervensi dan rasional a. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan Tujuan
: Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan nyeri akan berkurang sampai hilang.
Kriteria hasil: Melaporkan nyeri berkurang sampai hilang; tampak rileks, mampu tidur atau istirahat dengan tepat. Intervensi dan rasional 1) Monitor dan mendokumentasi lokasi nyeri, lamanya intensitas (skala 010) dan penyebaran Rasional : nyeri tiba-tiba dan hebat dapat mencetuskan ketakutan, gelisah dan ansietas berat. 2) Jelaskan penyebab nyeri dan pentingnya melaporkan karakteristik nyeri Rasional : membantu dalam meningkatkan kemampuan koping pasien dan dapat menurunkan ansietas. 3) Berikan tindakan nyaman, pijatan punggung Rasional
: meningkatkan relaksasi, menurukan ketegangan otot dan meningkatkan koping
4) Bantu atau dorong teknik nafas dalam Rasional : mengarahkan kembali perhatian dan membantu dalam relaksasi otot. 5) Kolaborasi pemberian kompres hangat area nyeri Rasional : menghilangkan tegangan otot dan dapat menurunkan reflek spasme 6) Kolaborasi pemberian obat analgetik Rasional : menurunkan reflek spasme dapat menurunkan kolik dan nyeri.
17
b. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak adekuat Tujuan
: Setelah dilakukan tindakan keperawatan kebutuhan nutrisi terpenuhi
Kriteria hasil : Mempertahankan berat badan, tidak terdapat tanda-tanda malnutrisi Intervensi dan rasional 1) Awasi konsumsi makanan/ cairan per hari Rasional : membantu dalam mengindentifikasi defisiensi dan kebutuhan diet. 2) Anjurkan klien mempertahankan masukan makanan harian Rasional : mempertahankan berat badan secara optimal 3) Perhatikan adanya mual atau muntah Rasional :
membantu
mengidentifikasi
kekurangan
nutrisi
dan
mengetahui gejala yang menyertai akumulasi toksin endogen yang dapat mengubah pemasukan. 4) Berikan makanan sedikit dan frekuensi sering Rasional : meminimalkan anoreksia dan mual sehubungan dengan status uremik atau menurunnya peristaltik 5) Kolabolasi pemberian antiemetik Rasional : diberikan untuk menghilangkan mual mutah dan dapat meningkatkan pemasukan oral c. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan nyeri Tujuan
: Setelah dilakukan tindakan keprawatan diharapkan klien mampu beraktivitas secara mandiri.
18
Kriteria hasil: Mempertahankan mobilitas/ fungsi optimal Intervensi dan rasional 1) Kaji keterbatasan aktivitas Rasional : untuk mengetahui tingkat toleransi klien terhadap aktivitas yang dilakukan 2) Ubah posisi secara sering Rasional : menurunkan ketidaknyamanan dan dapat mengurangi rasa nyeri 3) Pertahankan kebersihan dan kekeringan kulit Rasional : mencegah iritasi kulit 4) Tinggikan kepala tempat tidur sesuai indikasi Rasional : menurunkan resiko komplikasi d. Cemas berhubungan dengan kurang pengetahuan Tujuan
: Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan
Kriteria hasil : Klien menyatakan paham kondisi dan hubungan tanda gejala dengan proses penyakit Intervensi dan rasional 1) Kaji tingkat ansietas klien Rasional : untuk mengetahui tanda- tanda yang menyebabkan cemas bertambah 2) Beri penjelasan setiap melakukan tindakan Rasional : menjalin kepercayaan antara klien dengan tenaga kesehatan 3) Berikan penkes tentang penyakitnya Rasional : menambah pengetahuan klien ( Doenges,2000 hal :677 )
19
20