BAB II KONSEP DASAR
A. Pengertian Efusi pleura adalah adanya cairan dalam rongga pleura yang disebabkan oleh beberapa macam penyakit (Murwani, 2009). Efusi pleura adalah terkumpulnya cairan abnormal dalam kavum pleura (Mansjoer, 2001). Efusi pleura, pengumpulan cairan dalam ruang pleura yang terletak diantara permukaan visceral dan parietal, biasanya merpakan penyakit sekunder terhadap penyakit lain (Suddarth, 2001). Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapat penumpukan cairan dalam pleura berupa transudat atau eksudat yang diakibatkan terjadinya ketidakseimbangan antara produksi dan absopsi di kapiler dari pleura viseralis (Muttaqin, 2008).
B. Anatomi dan fisiologi 1. Anatomi Permukaan rongga pleura berbatasan dengan paru sehingga cairan pleura mudah bergerak dari satu rongga ke rongga lainnya. Dalam keadaan normal seharusnya tidak ada rongga kosong di antara kedua pleura, karena biasanya hanya terdapat sekitar 10-20 cc cairan yang merupakan lapisan tipis serosa yang selalu bergerak secara teratur. Setiap saat, jumlah cairan dalam rongga pleura bisa menjadi lebih dari cukup untuk memisahkan kedua pleura. Jika terjadi, maka kelebihan tersebut akan dipompa keluar 1
oleh pembuluh limfatik (yang membuka secara langsung) dari rongga pleura ke mediastinum. Permukaan superior diafragma dan permukaan lateral pleura parietalis, memerlukan adanya keseimbangan antara produksi cairan pleura oleh pleura parietalis dan absorbsi oleh pleura viseralis. Oleh karena itu, rongga pleura disebut sebagai ruang potensial karena ruang ini normalnya begitu sempit sehingga bukan merupakan ruang fisik yang jelas (Guyton dan Hall, 1997) (Muttaqin, 2008).
Sumber : rhacting525.wordpress.com
2
2. Fisiologi Pleura merupakan membrane tipis yang terdiri atas dua lapisan yang berbeda, yaitu pleura viseralis dan pleura parietalis. Kedua lapisan pleura ini bersatu pada hillus paru. Dalam beberapa hal terdapat perbedaan antara kedua pleura ini, sebagai berikut : a. Pleura Viseralis Bagian permukaan luarnya terdiri atas selapis sel mesotelial yang tipis (tebalnya tidak lebih dari 30 μm), di antara celah-celah sel ini terdapat beberapa sel limfosit. Terdapat endopleura yang berisi fibrosit dan histiosit dibawah sel mesotelial. Struktur lapisan tengah memiliki jaringan kolagen dan serat-serat elastik, sedangkan lapisan terbawah tedapat jaringan interstisial subpleura yang sangat banyak mengandung pembuluh darah kapiler dari arteri pulmonalis dan brakialis serta kelenjar getah bening. Keseluruhan jarigan pleura viseralis ini menempel dengan kuat pada jaringan parenkim paru. b. Pleura Parietalis Lapisan pleura parietalis merupakan lapisan jaringan yang lebih tebal dan terdiri atas sel-sel mesotelial serta jaringan ikat (jaringan kolagen dan serat-serat elastik). Dalam jaringan ikat ini terdapat pembuluh kapiler dari arteri interkostalis dan mammaria interna, kelenjar getah bening, banyak reseptor saraf sensorik yang peka terhadap rasa nyeri. Di tempat ini juga terdapat perbedaan temperature. Sistem pernafasan berasal dari nervus interkostalis 3
dinding dada dan alirannya sesuai dengan dermatom dada. Keseluruhan jaringan pleura parietalis ini menempel dengan mudah, tetapi juga mudah dilepaskan dari dinding dada di atasnya. Cairan peura diproduksi oleh pleura paritalis dan di absorbsi oleh pleura viseralis. Cairan terbentuk dari filtrasi plasma melalui endotel kapiler dan di reabsorbsi oleh pembuluh limfe dan venula pleura. Dalam keadaan normal seharusnya tidak ada rongga kosong antara kedua pleura tersebut, karena biasanya di tempat ini hanya terdapat sedikit (10-20 cc) cairan yang merupakan lapisan tipis serosa dan selalu bergerak secara teratur. Cairan yang sedikit ini merupakan pelumas antara kedua pleura, sehingga memudahkan kedua pleura tersebut bergeser satu sama lain. Dalam keadaan patologis rongga antara kedua pleura ini dapat terisi dengan beberapa liter cairan atau udara. Diketahui bahwa cairan masuk ke dalam rongga melalui pleura parietalis dan selanjutnya keluar lagi dalam jumlah yang sama melalui membrane pleura viseralis melalui sistem limfatik dan vascular. Pergerakan cairan dari pleura parietal ke pleura viseralis dapat terjadi karena adanya perbedaan tekanan hidrostatik dan tekanan osmotic koloid plasma. Cairan terbanyak di reabsorbsi oleh sistem limfatik dan hanya sebagian kecil yang di reabsorbsi oleh sistem kapiler pulmonal. Hal yang memudahkan penyerapan cairan pada pleura viseralis adalah terdapatnya banyak mikrofili di sekitar sel-sel mesotelial. (somantri, 2009) 4
C. Etiologi Berdasarkan jenis cairan yang terbentuk cairan pleura dibagi menjadi : (somantri, 2009) 1. Transudat dapat disebabkan oleh kegagalan jantung congestif (gagal jantung kiri), sindrom nefrotik, asites (oleh karena sirosis hepatik), sindrom vena kava superior, tumor dan sindrom meigs. 2. Eksudat disebabkan oleh infeksi, TB, pneumonia, tumor, infark paru, radiasi dan penyakit kolagen. 3. Efusi hemoragi dapat disebabkan oleh adanya tumor, trauma, infark paru dan tuberculosis. Perbedaan cairan transudat dan eksudat No
Jenis
Transudat
Eksudat
1.
Warna
Kuning pucat, jernih
Jernih, keruh, purulen, hemoragik
2.
Bekuan
-
-/+
3.
Berat jenis
< 1018
> 1018
4.
Leukosit
< 1000/ uL
Bervariasi, > 1000/ uL
5.
Eritrosit
Sedikit
Biasanya banyak
6.
Hitung jenis
MN ( limfosit/ mesotel )
Terutama polimorfonuklear ( PMN )
7.
Protein total
< 50 % serum
> 50 % serum
8.
LDH
< 60 % serum
> 60 % serum
9.
Glukosa
= plasma
= / < plasma
10. Fibrinogen
0,3-4 %
4-6 % atau lebih
11. Amilase
-
> 50 % serum
12. Bakteri
-
-/+ 5
D. Patofisiologi Normalnya hanya terdapat 10-20 ml cairan dalam rongga pleura. Jumlah cairan di rongga pleura tetap, karena adanya tekanan hidrostatis pleura parietalis sebesar 9 mmH2O. Akumulasi cairan pleura dapat terjadi apabila tekanan osmotik koloid menurun (misalya pada penderita hipoalbuminemia dan bertambahnya permeabilitas kapiler akibat ada proses peradangan atau neoplasma, bertambahnya tekanan hidrostatis akibat gagal jantung) dan tekanan negatif intrapleura apabila terjadi atelektasis paru. (Muttaqin, 2008) Efusi pleura berarti terjadi penumpukan sejumlah besar cairan bebas cairan bebas dalam kavum pleura. Kemungkinan proses akumulasi cairan di rongga pleura terjadi akibat beberapa proses yang meliputi : 1. Adanya hambatan drainase limfatik dari rongga pleura. 2. Gagal jantung yang menyebabkan tekanan kapiler paru dan tekanan perifer menjadi sangat tinggi sehingga menimbulkan transudasi cairan yang berlebihan ke dalam rongga pleura. 3. Menurunnya tekanan osmotik koloid plasma
juga memungkinkan
terjadinya transudasi cairan yang berlebihan. 4. Adanya proses infeksi akan setiap penyebab peradangan apapun pada permukaan pleura dari rongga pleura dapat menyebabkan pecahnya membran kapiler dan memungkinkan pengaliran protein plasma dan cairan ke dalam rongga secara cepat. Infeksi pada tuberculosis paru disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis yang masuk melalui saluran pernapasan menuju alveoli, sehingga terjadilah infeksi primer. Dari infeksi primer ini, akan timbul peradangan 6
saluran getah bening menuju hilus (limfangitis lokal) dan juga diikuti dengan pembesaran kelenjar getah bening hilus (limfangitis regional). Peradangan pada saluran getah bening akan mempengaruhi permeabilitas membran. Permeabilitas membran akan meningkat dan akhirnya menimbulkan akumulasi cairan dalam rongga pleura. Kebanyakan terjadinya efusi pleura akibat dari tuberculosis paru melalui fokus subpleura yang robek atau melalui aliran getah bening, sebab lain dapat juga diakibatkan dari robeknya ke arah saluran getah bening yang menuju rongga pleura, iga, atau kolumna vertebralis. Adapun bentuk cairan akibat efusi akibat tuberculosis paru adalah eksudat yang berisi protein dan terdapat pada cairan pleura akibat kegagalan aliran protein getah bening. Cairan ini biasanya serosa, namun kadang-kadang bisa juga hemoragi. (Muttaqin, 2008)
E. Manifestasi klinik Beberapa gejala disebabkan oleh penyakit yang mendasari. Pneumonia akan menyebabkan demam, menggigil, dan nyeri dada pleuritik. Efusi malignan dapat mengakibatkan dispnea dan batuk. Ukuran efusi akan menentukan keparahan gejala. 1. Efusi luas : sesak napas, bunyi pekak atau datar pada saat perkusi diatas area yang terisi cairan, bunyi napas minimal atau tak terdengar dan pergeseran trakeal menjauhi tempat yang sakit. 2. Efusi ringan sampai sedang : dispnea bisa tidak terjadi. (Suddarth, 2001)
7
F. Penatalaksanaan Tujuan pengobatan adalah untuk menemukan penyebab yang mendasari untuk mencegah penumpukan kembali cairan, dan untuk menghilangkan rasa tidak nyaman serta dispnea. Pengobatan spesifik diarahkan pada penyebab yang mendasari. 1. Torasentesis dilakukan untuk membuang cairan, mengumpulkan spesimen untuk analisis dan menghilangkan dispnea. 2. Selang dada dan drainase water seal mungkin diperlukan untuk pacu motoraks (kadang merupakan akibat torasentesis berulang). WSD merupakan tindakan invasif yang dilakukan untuk mengeluarkan udara, cairan (darah, pus) dari rongga pleura, rongga thoraks, dan mediastinum
dengan
menggunakan
pipa
penghubung.
Tujuan
pemasangan WSD : a. Memungkinkan cairan ( darah, pus ) keluar dari rongga pleura. b. Memungkinkan udara keluar dari rongga pleura. c. Mencegah udara masuk kembali ke rongga pleura yang dapat menyebabkan pneumotoraks. d. Mempertahankan agar paru tetap mengembang dengan jalan mempertahankan tekanan negatif pada intra pleura. 3. Obat dimasukkan ke dalam ruang pleural untuk mengobliterasi ruang pleura dan mencegah penumpukkan cairan lebih lanjut. 4. Modalitas pengobatan lainnya : radiasi dinding dada, operasi pleurektomi dan terapi diuretik. (Suddarth, 2001) 8
Penatalaksanaan pada efusi pleura ini adalah (Mansjoer, 2001) 1. Thorakosentasis Drainase cairan jika efusi pleura menimbulkan gejala subjektif seperti nyeri, dispnea dan lain-lain. Cairan efusi sebanyak 1 – 1,5 liter perlu dikeluarkan segera untuk mencegah meningkatnya edema paru. Jika jumlah cairan efusi lebih banyak maka pengeluaran cairan berikutnya baru dapat dilakukan 1 jam kemudian. 2. Pemberian anti biotik, jika terdapat empiema. 3. Pleurodesis Pada efusi karena keganasan dan efusi rekuren lain, diberikan obat (tetrasiklin, kalk dan bieomisin) melalui selang interkostalis untuk melekatkan kedua lapisan pleura dan mencegah cairan terakumulasi kembali. 4. Tirah baring Tirah baring ini bertujuan untuk menurunkan kebutuhan oksigen karena peningkatan aktivitas akan meningkatkan kebutuhan oksigen sehingga dyspnea akan semakin meningkat pula. 5. Biopsi pleura, untuk mengetahui adanya keganasan. 6. Selang WSD merupakan tindakan invasive yang dilakukan untuk mengeluarkan udara, cairan (darah,pus) dari rongga pleura, rongga thorax dan
mediastinum
dengan
menggunakan
pipa
penghubung.
9
Indikasi pemasangan selang dada : a. Pneumothoraks b. Hemothoraks c. Fistula bronkopleural d. Efusi pleura Indikasi pengangkatan selang dada : a. Satu hari setelah berhentinya kebocoran udara b. Drainase < 50-100 cc cairan per hari c. 1-3 hari pascaoperasi jantung d. 2-6 hari pascaoperasi torak e. Obliterasi rongga empiema f. Drainase serosanguinosa (keluarnya cairan serous) dari sekitar sisi pemasangan selang dada
Komplikasi pemasangan WSD : a. Komplikasi
primer
:
perdarahan,
edema
paru,
tension
pneumothoraks, atrial aritmia b. Komplikasi sekunder : infeksi, emfiema
10
Gambar Pemasangan WSD
a. Selang Dada Kebanyakan selang dada adalah multipenetrasi, selang transparan dengan petunjuk tanda radiopaque dan jarak/panjang selang. Ini memungkinkan dokter untuk melihat posisi selang dada pada foto rontgent. Selang dada dikategorikan sebagai pleural atau mediastinal bergantung pada lokasi ujung selang. Klien dapat dipasang lebih dari satu selang pada lokasi yang berbeda bergantung pada tujuan selang. Selang yang lebih besar (20-36 French) digunakan untuk mengalirkan darah atau drainase pleural yang kental. Selang yang lebih kecil (16-20 French) digunakan untuk membuang udara.
11
b. Sistem Drainase Selang dada bekerja sebagai drain untuk udara dan cairan. Agar tekanan intrapleural menjadi negatif, sebuah segel diperlukan pada selang dada untuk mencegah udara luar masuk ke sistem. Cara paling sederhana untuk melakukan ini yaitu dengan menggunakan drainase dalam air. 1. Sistem satu botol Merupakan sistem drainase dada yang paling sederhana. Sistem ini terdiri atas satu botol dengan penutup segel. Penutup mempunyai dua lubang. Satu untuk ventilasi udara dan lainnya memungkinkan selang masuk sampai hampir dasar botol. Air steril dimasukkan kedalam botol sampai ujung selang yang kaku terendam 2 cm. Ini membuat segel air dengan menutup sistem bagian luar terhadap udara. Permukaan cairan lebih tinggi dari 2 cm akan membuat kesulitan bernapas karena klien mempunyai kolom cairan lebih panjang untuk bergerak saat bernapas. Tekanan lebih positif kemudian diperlukan untuk mengendalikan drainase keluar melalui segel air. Bagian atas selang dihubungkan pada kira-kira 6 kaki karet yang dilekatkan pada lubang akhir dari selang dada klien. Ventilasi dalam botol dibiarkan terbuka untuk memungkinkan udara dari pleural keluar. Ini mencegah tekanan yang terbentuk pada area pleural. Kecuali pada ventilasi tertutup, masuknya sistem drainase dari pemasukan selang dada ke botol harus rapat. Tinggi cairan pada segel cairan meningkat selama pernapasan. Selama inspirasi, tekanan pleural menjadi lebih negatif menyebabkan 12
permukaan cairan pada selang meningkat. Selama ekspirasi, tekanan pleural menjadi lebih positif menyebabkan permukaan cairan turun. Bila klien bernapas dengan ventilasi mekanik yang terjadi adalah sebaliknya. Gelembung udara harus terlihat hanya dalam ruang segel di bawah air selama ekspirasi dimana udara dan cairan mengalir dari rongga pleural. Gelembung yang konstan menunjukkan kebocoran udara pada sistem atau fistula bronkopleural. 2. Sistem dua botol Pada sistem dua botol, botol pertama adalah sebagai wadah penampung, dan yang kedua bekerja sebagai water seal. Pada sistem dua botol, penghisapan dapat dilakukan pada segel botol dalam air dengan menghubungkan ke ventilasi udara. 3. Sistem tiga botol Pada sistem tiga botol, botol kontrol penghisap ditambahkan dua botol. Cara ini merupakan yang paling aman untuk mengatur jumlah penghisapan. Botol ketiga disusun mirip dengan botol segel dalam air. Pada sistem ini yang penting kedalaman selang dibawah air pada botol ketiga dan bukan jumlah penghisap di dinding yang diberikan pada selang dada. Jumlah penghisap di dinding yang diberikan pada botol ketiga harus cukup untuk menciptakan putaran lembut gelembung dalam botol. Gelembung kasar menyebabkan kehilangan air, mengubah tekanan penghisap, dan meningkatkan tingkat kebisingan dalam unit klien. Untuk memeriksa kepatenan selang dada dan fluktuasi siklus pernapasan, penghisap harus dilepaskan pada saat itu juga. 13
Perbandingan sistem selang pada WSD Sistem Satu Botol
Keuntungan a. Penyusunan sederhana. b. Mudah untuk klien yang dapat berjalan.
Kerugian a. Saat
drainase dada mengisi
botol, lebih banyak kekuatan diperlukan
untuk
memungkinkan
udara
dan
cairan pleura keluar dari dada masuk ke botol. b.Campuran darah drainase dan udara menimbulkan campuran busa
dalam
membatasi
garis
botol
yang
pengukuran
drainase. c. Agar terjadi aliran, tekanan pleura harus lebih tinggi dari tekanan botol. Dua Botol
d. Mempertahankan water seal a. Menambah dead space pada dalam tingkat konstan. e. Memungkinkan dan
observasi
pengukuran drainase
yang lebih baik.
sistem drainase yang berpotensi untuk masuk ke dalam area pleura. b. Untuk terjadinya aliran, tekanan pleura harus lebih tinggi dari tekanan botol.
14
c. Mempunyai
batas
kelebihan
kapasitas aliran udara pada adanya kebocoran pleura. Tiga Botol
Sistem
yang
paling
aman Lebih kompleks, lebih banyak
untuk mengatur penghisapan.
kesempatan
untuk
terjadi
kesalahan dalam perakitan dan pemeliharaan.
G. Komplikasi 1. Infeksi 2. Fibrosis paru (Mansjoer, 2001)
H. Pengkajian fokus 1. Biodata Nama, Umur, Jenis kelamin, Agama, Suku bangsa, Alamat, Status Perkawinan, Pendidikan, Pekerjaan, dan Asuransi Kesehatan. 2. Riwayat kesehatan a. Keluhan utama Sesak napas, rasa berat pada dada, nyeri pleuritis akibat iritasi pleura yang bersifat tajam dan terlokalisasi terutama pada saat batuk dan bernapas serta batuk nonproduktif
15
b. Riwayat penyakit sekarang Klien dengan efusi pleura biasanya akan diawali dengan adanya keluhan seperti batuk, sesak napas, nyeri pleuritis, rasa berat pada dada dan berat badan menurun. Perlu juga ditanyakan sejak kapan keluhan itu muncul. Apa tindakan yang telah dilakukan untuk menurunkan atau menghilangkan keluhan-keluhan tersebut. c. Riwayat penyakit dahulu Perlu ditanyakan pula, apakah klien pernah menderita penyakit seperti TB paru, pneumonia, gagal jantung, trauma, asites, dan sebagainya. Hal ini perlu diketahui untuk melihat ada tidaknya kemungkinan faktor predisposisi. d. Riwayat penyakit keluarga pleura Perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit-penyakit yang mungkin dapat menyebabkan efusi pleura seperti kanker paru, asma,TB paru dan sebagainya. 3. Pola fungsional Gordon yang terkait a. Pola nutrisi dan metabolik Karena ada penimbunan cairan dalam rongga pleura terjadi penekanan lambung maka akan menimbulkan rasa penuh pada lambung sehingga terjadi nausea (mual dan muntah). b. Pola persepsi sensori dan kognitif Akibat dari efusi pleura adalah penekanan pada paru oleh cairan sehingga menimbulkan rasa nyeri.
16
c. Pola aktivitas dan latihan Karena terjadi penurunan fungsi alveoli maka pertukaran O 2 dan CO2 terganggu sehingga suplai O2 menurun yang menyebabkan hipoksia dan pasien akan kelelahan dan terjadi gangguan aktivitas. d. Pola Istirahat dan tidur Karena sesak nafas dan nyeri dada maka dapat mempengaruhi istirahat tidur. 4. Pemeriksaan fisik a. Keadaan umum
: Pasien tampak sesak nafas
b. Tingkat kesadaran
: Composmentis
c. TTV -
RR
: Takhipneu (≥ 24 x /menit)
-
N
: Takhikardia (≥ 100 x/ menit)
-
S
: Jika ada infeksi bisa hipertermia (suhu tubuh dapat mencapai ≥ 38 ºC)
-
TD : Bisa hipotensia (sistol ≤ 120 mmHg dan diastol ≤ 80 mmHg)
d. Kepala
: Mesochepal
e. Rambut
: Kurang bersih
f. Mata
: Conjungtiva anemis
g. Hidung
: Sesak nafas, cuping hidung
h. Mulut
: Mukosa bibir kering, kebersihan gigi kurang
i.
: Gerakan pernafasan berkurang
Dada
17
j.
Pulmo (paru-paru ) Inspeksi
: Terlihat ekspansi dada simetris, tampak sesak nafas tampak penggunaan otot bantu nafas
Palpasi
: Vokal Fremitus menurun
Perkusi
: Pekak, redup
Auskultasi
: Bunyi nafas menghilang atau tidak terdengar diatas bagian yang terkena
k. Jantung
l.
Inspeksi
: Simetris, Ictus cordis tidak tampak
Palpasi
: Ictus teraba pada intercosta V2
Perkusi
: Konfigurasi jantung dengan bunyi normal, redup
Auskultasi
: Suara jantung dengan I-II murni
Abdomen Inspeksi
: Terlihat datar
Palpasi
: Adanya nyeri tekan
Auskultasi
: Bising usus normal (5-35x/menit)
Perkusi
: Bunyi tympani
m. Kulit
: Lembab, turgor kulit menurun
n. Ekstremitas atas dan bawah Mengalami kelemahan untuk melakukan aktivitas (malaise) 5. Pemeriksaan penunjang a. Pemeriksaan torak sinar menunjukkan adanya ”Kesan adanya cairan” b. Pungsi pleura Dilakukan pada iga ke 8 untuk pemeriksaan cairan yang ada di pleura 18
Hasil : cairan eksudat (hasil dari pembendungan), cairan eksudat (hasil dari peradangan) c. Torasentesis Mengambil cairan efusi dan untuk melihat jenis cairannya serta adakah bakteri dalam cairan d. Biopsi pleura Jika penyebab efusi adalah Ca untuk menunjukkan adanya keganasan e. GDA Variabel tergantung dari derajat fungsi paru yang dipengaruhi gangguan mekanik pernafasan. dan kemampuan mengkompensasi PaCO2 kadang-kadang meningkat PaO2 mungkin normal atau menurun, saturasi O2 biasanya menurun
19
I. Pathways Keperawatan Infeksi
Peradangan permukaan pleura
Pe Permeabilitas
Penghambatan
Tekanan osmotik
drainase
koloid plasma
Tekanan kapiler
Transudasi cairan
meningkat
intravakuler
Tekanan hidrostatik
Edema
sumbatan Cavum pleura Adanya transudat
Penekanan Abdomen EFUSI PLEURA
Pola napas tidak efektif
Gangguan pertukaran gas Penumpukan cairan dalam rongga pleura Pertukaran O2 dan CO2 Di alvioli Ekspansi paru
Sesak napas
Nyeri dada
Gangguan rasa nyaman
Perfusi O2 ke jaringan
Nafsu makan
Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi
Keletihan
Intoleransi aktivitas 20
I. Diagnosa Keperawatan 1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan menurunnya ekspansi paru sekunder terhadap penumpukan cairan dalam rongga pleura 2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan oksigen pada alveoli 3. Gangguan rasa nyaman nyeri dada berhubungan dengan penekanan rongga pleura oleh penimbunan cairan yang berlebih 4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan penurunan perfusi O 2 ke jaringan 5. Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake tidak adekuat, anoreksia, mual muntah
J. Intervensi dan Rasional 1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan menurunnya ekspansi paru sekunder terhadap penumpukan cairan dalam rongga pleura Tujuan : Pola nafas kembali efektif KH
: a. Tidak ada penggunaan otot bantu nafas b.
Irama, frekuensi dan kedalaman pernapasan berada dalam batas normal, RR
normal (16 - 20 x/menit)
Intervensi : a. Identifikasi faktor penyebab Rasional : Dapat menentukan jenis efusi pleura sehingga dapat mengambil tindakan yang tepat
21
b. Kaji kualitas, frekuensi dan kedalaman pernapasan serta melaporkan setiap perubahan yang terjadi Rasional : Untuk mengetahui sejauh mana perubahan kondisi klien c. Observasi tanda-tanda vital (nadi dan pernapasan) Rasional : Merupakan indikasi adanya penurunan fungsi paru d. Lakukan auskultasi suara napas 2-4 jam Rasional : Dapat menentukan kelainan suara napas pada bagian paru e. Bantu dan ajarkan klien untuk batuk dan napas dalam yang efektif Rasional : Menekan daerah yang nyeri ketika batuk atau napas dalam, penekanan otot-otot dada serta abdomen membuat batuk lebih efekif f. Baringkan klien dalam posisi duduk dengan kepala di tempat tidur ditinggikan 60-90 atau miringkan kearah sisi yang sakit Rasional : Penurunan diafragma dapat memperluas daerah dada sehingga ekspansi paru bisa maksimal, miring kearah sisi yang sakit dapat menghindari efek penekanan gravitasi cairan sehingga ekspansi paru dapat maksimal g. Kolaborasi dengan tim medis lain untuk pemberian O2 dan obat-obatan serta foto thorax Rasional : Dapat menurunkan beban pernapasan dan mencegah terjadinya sianosis akibat hipoksia
22
h. Kolaborasi untuk tindakan thorakosentesis Rasional : Untuk menghilangkan sesak napas yang disebabkan oleh akumulasi cairan dalam rongga pleura 2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan oksigen pada alveoli Tujuan : tidak ada gangguan pertukaran gas KH
: - PO2
: 85 - 100 mmHg.
- PCO2
: 35 - 45 mmHg
- Tidak ada dyspnea - Tidak takipneu Intervensi : a. Observasi pernafasan Rasional
: Peningkatan pernafasan mengarah pada peningkatan kebutuhan oksigen
b. Posisikan kepala klien lebih tinggi Rasional
: Membantu pengembangan ekspansi paru
c. Anjurkan klien untuk tidak banyak beraktivitas Rasional
: Peningkatan aktivitas akan meningkat kebutuhan O2
d. Kolaborasi pemeriksaan GDA Rasional
: Untuk mengetahui seberapa berat gangguan dalam pertukaran gas
23
3. Gangguan rasa nyaman nyeri dada berhubungan dengan penekanan pada rongga pleura oleh penimbunan cairan yang berlebih Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan nyeri berkurang atau hilang KH
: Ekspresi wajah rileks, keluhan nyeri berkurang atau hilang, TTV normal
Intervensi: a. Kaji perkembangan nyeri Rasional : Untuk mengetahui terjadinya komplikasi b. Ajarkan pasien teknik relaksasi nafas dalam Rasional : Untuk meringankan nyeri c. Beri posisi yang nyaman Rasional: Untuk memberikan rasa nyaman d. Ciptakan lingkungan yang tenang Rasional: Untuk meringankan nyeri e. Kolaborasi pemberian analgesik Rasional : Untuk meringankan nyeri 4. Intoleransi aktivitas
berhubungan dengan penurunan perfusi O 2 ke
jaringan. Tujuan : Klien toleran terhadap aktivitas KH
: Klien tidak tampak kelelahan, mampu beraktivitas, tidak ada dyspnea saat aktivitas
24
Intervensi : a. Observasi pernafasan klien Rasional : Peningkatan pernafasan mengarah pada peningkatan kebutuhan oksigen b. Posisikan klien pada semi fowler Rasional
: Meningkatkan pengembangan paru
c. Anjurkan klien untuk banyak tirah baring Rasional : Untuk mengurangi sesak nafas d. Kolaborasi pemberian oksigen nasal atau masker Rasional : Memenuhi kebutuhan oksigen paru dan jaringan 5. Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, mual muntah, intake tidak adekuat Tujuan : Tidak terjadi nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh KH
: Nafsu makan meningkat, porsi habis, BB tidak turun drastis
Intervensi : a. Observasi nafsu makan klien Rasional : Porsi makan yang tidak habis menunjukkan nafsu makan belum baik b. Beri makan klien sedikit tapi sering Rasional : Meningkatkan masukan secara perlahan c. Beritahu klien pentingnya nutrisi Rasional : Klien dapat memahami dan mau meningkatkan masukan nutrisi d. Pemberian diit TKTP Rasional : Peningkatan energi dan protein pada tubuh sebagai pembangun 25