BAB II KERANGKA TEORI 2.1
Loyalitas Konsumen 2.1.1 Pengertian Loyalitan Konsumen Banyak perusahaan telah melakukan investasi besar-besaran untuk mengerti siapa konsumen mereka sebenarnya dan langkah apa saja yang diterapkan untuk mempengaruhi konsumen atau pelanggannya sehingga mereka tetap setia dan bahkan kontribusi yang diberikan ke perusahaan semakin bertambah besar. Untuk meningkatkan loyalitas konsumen perusahaan perlu memperhatikan faktor-faktor seperti kepuasan serta kelakuan dan kebutuhan konsumen yang selalu berubah-ubah. Oliver (1996:392) mengungkapkan definisi loyalitas konsumen “Customer Loyality is deefly held commitment to rebuy or repatronize a preferred product or service consistenly in the future, despite situasional influences and marketing efforts having the potential to cause switching behavior”. Dari definisi tersebut terlihat bahwa loyalitas adalah komitmen konsumen bertahan secara mendalam untuk berlangganan kembali atau melakukan pembelian ulang produk/jasa terpilih secara konsisten dimasa yang akan datang, meskipun pengaruh situasi dan usaha-usaha pemasaran mempunyai potensi untuk menyebabkan perubahan perilaku. Menurut Griffin (2002:4) “Loyality is defined as non random purchase expressed over time by some decision making unit”. Berdasarkan
Universitas Sumatera Utara
definisi tersebut dapat dijelaskan bahwa loyalitas lebih mengacu pada wujud perilaku dari unit-unit pengambilan keputusan untuk melakukan pembelian secara terus menurus terhadap barang/jasa suatu perusahaan yang dipilih. Loyalitas
konsumen
memberikan
pengaruh
besar
untuk
perusahaan, loyalitas konsumen dapat diartikan sebagai kesetiaan seseorang atas suatu produk, baik barang maupun jasa tertentu. Loyalitas konsumen merupakan manifestasi dan kelanjutan dari kepuasan konsumen dalam menggunakan fasilitas maupun jasa pelayanan yang diberikan oleh pihak perusahaan, serta untuk tetap menjadi konsumen dari perusahaan tersebut. Loyalitas adalah bukti konsumen yang ingin selalu menjadi konsumen, yang memiliki kekuatan dan sikap positif atas perusahaan itu. Kesetian konsumen terhadap suatu barang atau jasa merek tertentu tergantung pada beberapa faktor: besarnya biaya untuk berpindah ke merek barang atau jasa pengganti, adanya resiko perubahan biaya akibat barang atau jasa pengganti dan berubahnya tingkat kepuasan yang didapat dari merek baru dibanding dengan pengalaman terhadap merek sebelumnnya yang pernah dipakai. Konsumen dalam memenuhi kebutuhan dan keinginannya akan membeli produk dengan merek tertentu. Apabila merek yang dipilih konsumen itu dapat memuaskan kebutuhan dan keinginannya, maka konsumen akan memiliki suatu ingatan yang dalam terhadap merek tersebut. Dalam keadaan semacam ini dapat disimpulkan bahwa,
Universitas Sumatera Utara
konsumen yang loyal akan melihat produk yang ditawarkan perusahan dari segi: a. Kualitas Kualitas
adalah
meliputi availability,
kesesuaian delivery,
dengan
kebutuhan
reliability,
yang
maintainably, dan cost
effectiveness. b. Kesesuaian produk Dimensi kualitas produk yang sejauh mana karakteristik operasi dasar dari sebuah produk memenuhi spesifikasi tertentu dari konsumen atau tidak ditemukannya cacat pada produk tersebut. c. Daya tahan produk Daya tahan (Durability), Dimensi kualitas produk yang menunjukkan berapa lama atau umur produk bersangkutan bertahan sebelum produk tersebut harus diganti. 2.1.2 Golongan Loyalitas Konsumen Menurut Kotler (1997), loyalitas konsumen berdasarkan pada pembeliannya dapat dibagi menjadi empat golongan: 1. Golongan fanatik Golongan fanatik adalah golongan yang selalu membeli satu merek sepanjang waktu, sehingga pola membelinya adalah X, X, X, X. 2. Golongan agak setia
Universitas Sumatera Utara
Golongan agak setia adalah konsumen yang setia pada dua atau tiga merek. Dimana kesetiaan yang terpecah antara dua pola (X dan Y) dapat ditulis dengan pola membeli X, X, Y, Y, X, Y. 3. Golongan berpindah kesetiaan Golongan berpindah kesetiaan adalah golongan konsumen yang bergeser dari satu merek ke merek lain, maka pada awalnya bila konsumen setia pada merek X tetapi kemudian pada saat berikutnya berpindah kemerek Y. Pola membelinya dapat dituliskan X, X, X, Y, Y 4. Golongan selalu berpindah-pindah Golongan selalu berpindah-pindah adalah kelompok konsumen yang sama sekali tidak setia pada merek apapun, maka pola membelinya dapat dituliskan X, Y, Z, S. Secara umum, ada tiga jenis kelakuan konsumen yang mendasar yaitu emotive, inertial, dan deliberative. Konsumen emotive biasanya dapat dikatakan fanatik terhadap suatu produk tertentu. Misalnya, penggemar coca-cocal, walaupun ada produk lain yang serupa tetapi mereka tetap memilih coca-cola. Konsumen inertial biasanya dapat berpindah ke produk lain karena ada faktor-faktor tertentu yang mempengaruhi misalnya kenaikan harga, pelayanan yang kurang baik atau perubahan gaya hidup. Contohnya, produk utilities dan asuransi jiwa. Sedangkan untuk jenis konsumen deliberators, mereka sering kali melakukan evaluasi ulang terhadap produk
Universitas Sumatera Utara
yang dibeli berdasarkan faktor harga produk atau kemudahan untuk melakukan transaksi dengan perusahaan yang bersangkutan. Walaupun profil loyalitas berbeda-beda untuk setiap perusahaan, tetapi pada umumnya setiap industri memiliki pola kelakuan yang serupa, yang dipengaruhi faktor-faktor struktural seperti seberapa sering pembelian dilakukan, frekuensi dari interaksi seperti service calls; pentingnya pembelian dilihat dari segi emosional atau finansial, tingkat perbadaan dengan kompetitor dan kemudahan perpindahan ke produk kompetitor. Profil loyalitas juga dapat digunakan untuk menganalisis berapa banyak konsumen yang kurang puas dengan pelayanan yang diberikan dan berapa besar budget yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhannya. Bagi perusahaan tertentu, masalah ketidak puasan konsumen perlu mendapatkan perhatian khusus. Oleh karena itu sekarang ini banyak perusahaan yang memutuskan untuk melakukan investasi secara strategis, yaitu ditujukan untuk konsumen tertentu yang dianggap menguntungkan bagi perusahaan. Griffin (1995) mengemukakan keuntungan-keuntungan yang dapat diperoleh perusahaan apabila memiliki konsumen yang loyal antara lain: 1. Mengurangi biaya pemasaran (karena biaya untuk menarik konsumen baru lebih mahal) 2. Mengurangi biaya transaksi ( seperti biaya negosiasi kontrak, pemrosesan pesanan, dll)
Universitas Sumatera Utara
3. Mengurangi biaya turn over
konsumen (karena penggantian
konsumen yang lebih sedikit) 4. Meningkatkan penjualan silang yang akan memperbesar pangsa pasar perusahaan 5. Word of Mouth yang lebih positif dengan asumsi bahwa konsumen yang loyal juga berarti mereka yang merasa puas 6. Mengurangi biaya kegagalan (seperti biaya penggantian dll) 2.1.3 Tingkat Loyalitas Konsumen Untuk menjadi konsumen maupun pelanggan yang loyal, seseorang konsumen harus melalui beberapa tahapan. Proses ini berlangsung lama, dengan penekana dan perhatian yang berbeda untuk masing-masing tahap, karena setiap tahap mempunyai kebutuhan yang berbeda-beda. Dengan memberikan masing-masing tahap dan memenuhi kebutuhan dalam setiap tahap tersebut, perusahaan memiliki peluang yang lebih besar untuk membentuk calon pembeli menjadi pelanggan yang loyal. Tahapan Loyalitas menurut Griffin (1995), menyatakan bahwa tahap-tahap tersebut adalah: 1. Suspect Meliputi semua orang yang mungkin membeli barang/jasa perusahaan. Kita menyebutnya sebagai suspects karena yaki mereka akan membeli tetapi belum tahu apapun mengenai perusahaan dan barang/jasa yang ditawarkan.
Universitas Sumatera Utara
2. Prospects Adalah orang-orang yang memiliki kebutuhan akan produk atau jasa tertentu, dan kemampuan untuk membelinya. Meskipun mereka belum melakukan
pembelian,
mereka
telah
mengetahui
keberadaan
perusahaan dan barang/jasa yang ditawarkan, karena seseorang telah merekomendasikan barang/jasa tersebut padanya. 3. Disqualified Prospects Yaitu prospects yang telah mengetahui keberadaan barang/jasa tertentu. Tetapi tidak mempunyai kebutuhan barang/jasa tersebut, atau tidak mempunyai kemampuan untuk membeli barang/jasa tersebut. 4. First Time Costumers Yaitu konsumen yang membeli untuk membeli pertama kalinya. Mereka masih menjadi konsumen yang baru dari barang/jasa pesaing. 5. Repeat Costumers Yaitu konsumen yang telah melakukan pembelian suatu produk sebanyak dua kali atau lebih. Mereka adalah yang melakuka pembelian atas produk yang sama sebanyak dua kali, atau membeli dua macam produk yang bebedar dalam dua kesempatan yang berbeda pula. 6. Clients Clients membeli semua barang/jasa yang ditawarkan yang mereka butuhkan. Mereka membeli secara teratur. Hubungan dengan jenis konsumen ini sudah kuat dan berlangsung lama, yang membuat mereka tidak terpengaruh oleh tarikan persaingan produk lain.
Universitas Sumatera Utara
7. Advocates Advocates membeli seluruh barang/jasa yang ditawarkan yang ia butuhkan, serta melakukan pembelian secara teratur. Sebagai tambahan, mereka mendorong teman-teman mereka yang lain agar membeli barang/jasa tersebut. Ia membicarakan barang/jasa tersebut dan membawa konsumen untuk perusahaan tersebut. 8. Partners Pertners merupakan bentuk hubungan yang paling kuat antara pelanggan dan perusahaan dan berlangsung secara terus menerus karena kedua pihak melihatnya sebagai hubungan yang saling menguntungkan. Tahapan loyalitas menurut Niegel Hill, menurut Hill (1996;60), loyalitas konsumen dibagi atas enam tahapan yaitu: 1. Suspect Meliputi semua orang yang diyakini akan membeli (membutuhkan) barang/jasa, tetapi belum memiliki informasi tentang barang/jasa perusahaan. 2. Prospect Adalah orang-orang yang memiliki kebutuhan akan jasa tertentu, dan mempunyai kemampuan untuk membelinya. Pada tahap ini, meskipun mereka belum melakukan pembelian tapi telah mengetahui keberadaan perusahaan dan jasa yang ditawarkan melalui rekomendasi pihak lain (word of mouth).
Universitas Sumatera Utara
3. Customer Pada tahap ini, pelanggan sudah melakukan hubungan transaksi dengan perusahaan, tetapi tidak mempunyai perasaan positif terhadap perusahaan, loyalitas pada tahap ini belum terlihat. 4. Clients Meliputi semua pelanggan yang telah membeli barang/jasa yang dibutuhkan dan ditawarkan perusahaan secara teratur, hubungan ini berlangsung lama, dan mereka telah memiliki sifat retention. 5. Advocates Pada tahap ini, clients secara aktif mendukung perusahaan dengan memberikan rekomendasi kepada orang lain agar mau membeli barang/jasa di perusahaan tersebut. 6. Partners Pada tahap ini telah terjadi hubungan yang kuat dan saling menguntungkan antara perusahaan dengan konsumen, pada tahap ini pula konsumen berani menolak produk/jasa dari perusahaan lain. 2.1.3.1
Tingkatan Konsumen Menuju Loyalitas Menurut
Syafruddin Chan Tingkatan Konsumen menuju loyalitas menurut Syafruddin Chan (2003:24) dibagi menjadi empat tahapan, yaitu: 1. Emas (Gold): merupakan kelompok konsumen yang memberikan keuntungan terbesar kepada perusahaan. Biasanya kelompok ini adalah heavy user yang telah membeli dalam jumlah yang besar
Universitas Sumatera Utara
dan frekuensi pembeliannya tinggi. Mereka tidak sensitif terhadap harga, tidak segan mengeluarkan uang untuk sesuatu yang hanya bisa dinikmati pada masa yang akan datang, mau mencoba sesuatu yang baru yang ditawarkan oleh perusahaan, dan yang paling penting memiliki komitmen untuk tidak berpaling kepesaing. Ciriciri pelanggan emas ini adalah: 1) Mereka masih memiliki potensi untuk terus memperbesar sumbangan profitnya bagi perusahaan 2) Mereka termasuk orang yang mapan, dan cenderung tidak punya masalah dengan keuangannya 3) Mereka cukup pintar, dan sadar bahwa berpindah kepesaing akan membawa resiko bagi kelangsungan suplai produk/jasa, maupun kenyamanan yang telah di dapat saat ini 4) Jumlah mereka tidak banyak, tetapi memiliki peran yang cukup besar dalam menentukan kesuksesan perusahaan 2. Perak (silver): kelompok ini masih memberikan keuntungan yang besar walaupun posisinya masih dibawah gold tier. Mereka mulai memperhatikan tawaran potongan harga hal ini dikarenakan mereka cenderung sensitive terhadap harga, merekapun tidak seloyal gold. Walaupun mereka sebenarnya heavy user, tetapi pemenuhan kebutuhannya diperoleh dari berbagai perusahaan, tergantung penawaran yang lebih baik. 3. Perunggu (Bronze): kelompok ini paling besar jumlahnya, mereka adalah kelompok yang spending levelnya relatif rendah. Driver
Universitas Sumatera Utara
terkuatnya untuk bertaransaksi semata-mata di dorong oleh potongan harga yang besar, sehingga mereka dikenal sebagai kelompok-kelompok pemburu diskon, dengan demikian margin yang diterima perusahaan relatif kecil. Akibatnya perusahaan tidak berfikir untuk memberikan pelayanan premium kepada mereka. Terlepas dari average spending level yang rendah kelompok ini masih dibutuhkan perusahaan untuk menggenapkan pemenuhan target penjualan tahunan. 4. Besi(iron):
adalah
kelompok
pelanggan
yang
bukannya
menghasilkan keuntungan justru membebani perusahaan, tipe pelanggan seperti ini memiliki kecenderungan untuk meminta perhatian lebih besar dan cenderung bermasalah, membuat perusahaan berfikir lebih baik menyingkirkan mereka dari daftar pelanggan. 2.1.4 Pengukuran Indeks Loyalitas Konsumen Ada lima faktor yang menyebabkan pelanggan loyal pada merek yang digunakannya, yaitu; 1. Nilai merek Secara sederhana pelanggan menilai merek secara relatif dibanding kompetitor dalam tiga hal, yakni harga (economic price), kualitas dan citra merek dibanding merek lain. Faktor itu sangat penting karena akan menghitung nilai ekonomi yang dikorbankan konsumen dalam
Universitas Sumatera Utara
mengakuisisi merek tertentu dibanding kualitas yang diterima, serta persepsi mereka terhadap citra merek itu dibanding merek lain. 2. Karakteristik pelanggan Yang digunakan sebagai gambaran konsep ini secara mudah adalah kesetian seorang konsumen terhadap suatu produk yang memiliki merek terkenal dimana produknya memiliki kualitas yang tidak diragukan lagi, tetapi konsumen tersebut tetap melirik merek lain. Banyak konsumen yang dalam menggunakan produk bertipe seperti ini sehingga dalam daur pemakaian tertentu dia menggunakan merek A, kemudian waktu berikut merek B, berikut laginya merek C. 3. Switching barrier Yakni berbicara mengenail hambatan yang muncul ketika konsumen akan pindah dari satu merek ke merek lain. Hambatan ini tidak selalu economic value, tetapi bisa juga berkaitan dengan fungsi, psikologis, sosial, bahkan ritual. 4. Pengalaman konsumen Ketika konsumen melakukan kontak merek dengan merek yang digunakannya. Disini peran kepuasan kepuasan dengan sekian banyak dimensinya, dengan harapan bahwa semakin puas konsumen, semakin tinggi kemungkinan mereka tidak pindah ke merek lain. Faktor ini sangat penting, tetapi dari sini pula disimpulkan bahwa kepuasan konsumen saja tidak cukup dapat menyebabkan seseorang tetap setia atau pindah ke merek lain. 5. Lingkungan yang kompetitif (competitive environment)
Universitas Sumatera Utara
Menyangkut sejauh mana kompetisi yang terjadi antar merek dalam satu kategori produk. 2.1.5 Karekteristik Loyalitas Konsumen Konsumen yang loyal merupakan aset penting bagi perusahaan, hal ini dapat dilihat dari karakteristik yang dimilikinya, sebagaimana diungkapkan
Griffin
(2002:31)
konsumen
yang
loyal
memiliki
karakteristik sebagai berikut: 1. Melakukan pembelian secara teratur (makes regular repwat purchase) 2. Membeli diluar lini produk/jasa (purchase across product and service lines) 3. Merekomendasikan produk lain (refers other) 4. Menunjukkan kekebalan dari daya tarik produk sejenis dari pesaing (demonstrates an immunity to the full of the commeption” 2.1.6 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Loyalitas Konsumen Loyalitas konsumen adalah manifestasi dan kelanjutan dari kepuasan konsumen dalam menggunakan fasilitas maupun jasa pelayanan yang diberikan oleh pihak perusahaan, serta untuk tetap menjadi konsumen dari perusahaan tersebut. Swasta dan Handoko (dalam Joko Riyadi 2004:83). Faktor-faktor yang mempengaruhi loyalitas konsumen ada 4 faktor yaitu; 1. Kualitas Produk, kualitas produk yang baik secara langsung akan mempengaruhi tingkat kepuasan konsumen, dan bila hal tersebut
Universitas Sumatera Utara
berlangsung secara terus-menerus akan mengakibatkan konsumen yang selalu setia membeli atau menggunakan produk tersebut dan disebut loyalitas konsumen. 2. Kualitas Pelayanan, selain kualitas produk ada hal lain yang mempengaruhi loyalitas konsumen yaitu kualitas pelayanan. 3. Emosional, emosional di sini lebih diartikan sebagai keyakinan penjual itu sendiri agar lebih maju dalam usahanya. Keyakinan tersebut nantinya akan mendatangkan ide-ide yang dapat meningkatkan usahanya. 4. Harga, sudah pasti orang menginginkan barang yang bagus dengan harga yang lebih murah atau bersaing. Jadi harga di sini lebih diartikan sebagai akibat,atau dengan kata lain harga yang tinggi adalah akibat dari kualitas produk tersebut yang bagus, atau harga yang tinggi sebagi akibat dari kualitas pelayanan yang bagus. Biaya, orang berpikir bahwa perusahaan yang berani mengeluarkan biaya yang banyak dalam sebuah promosi atau produksi pasti produk yang akan dihasilkan akan bagus dan berkualitas, sehingga konsumen lebih loyal terhadap produk tersebut. 2.2
Kepuasan Konsumen Kotler dan Keller (2008) mendefinisikan kepuasan pelanggan/konsumen
sebagai tingkat perasaan seseorang sebagai hasil dari perbandingan antara kenyataan dan harapan dari sebuah produk, baik barang dan jasa. Jika jasa yang dipersepsikan kinerjanya lebih rendah dari yang diharapkan, maka konsumen akan merasa kecewa. Jika persepsi jasa melebihi atau memenuhi harapan konsumen,
Universitas Sumatera Utara
maka konsumen akan merasa puas dan ada kecenderungan konsumen akan mempergunakan penyedia jasa tersebut. Menurut Kotler (2004;42), kepuasan adalah perasaan senang atau kecewa yang berasal dari perbandingan antara kesan terhadap kinerja (hasil) suatu produk dengan harapan yang dimiliki. Menurut para ahli lain, konsumen memiliki istilah yang diartikan sebagai dua(2) jenis konsumen yaitu; konsumen individu dan konsumen organisasi, dimana konsumen individu yaitu membeli barang dan jasa untuk digunakan sendiri dimana konsumen individu ini mempengaruhi kemajuan dan kemunduran sebuah perusahaan. Konsumen organisasi yaitu meliputi organisasi bisnis, yayasan lembaga sosial, kantor pemerintah dan lembaga lainnya. Menurut Tjiptono konsep kepuasan konsumen (pelanggan) dapat dilihat pada gambar dibawah ini. Gambar 2.1 Kepuasan Konsumen Harapan
Kinerja yang dirasakan
Kepuasan Konsumen
Kepuasan Pelanggan
Rintangan Pengalihan
Keluhan Konsumen
Universitas Sumatera Utara
2.2.1 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kepuasan Konsumen Menurut Lupiyoadi (2001) menyebutkan faktor-faktor utama yang mempengaruhi kepuasan konsumen, yaitu: a. Kualitas Produk b. Kualitas Pelayanan c. Emosional d. Harga e. Biaya 2.3
Merek 2.3.1 Pengertian Merek Menurut American Marketing Association dalam Kotler (2002), merek adalah nama, istilah, tanda, simbol, atau rancangan, atau kombinasi dari hal-hal tersebut, yang dimaksudkan untuk mengidentifikasi barang atau
jasa
dari
seorang
atau
sekelompok
penjual
dan
untuk
membedakannya dari produk pesaing. Aaker dalam Rangkuti (2004), menambahkan sebuah merek sebagai logo, cap atau kemasan yang diberikan untuk memberi nama atau simbol, dengan tujuan menunjukkan adanya suatu perbedaan. Jadi suatu merek yang melekat pada suatu produk adalah suatu upaya untuk membuat produk tersebut berbeda dan lebih mudah dikenali oleh konsumen.
Universitas Sumatera Utara
Kotler dan Amstrong (1999:244) juga Keller (2001) berpendapat bahwa merek adalah nama, istilah, tanda, simbol, desain atau kombinasi keseluruhannya yang ditujukan untuk mengidentifikasikan barang atau jasa yang ditawarkan perusahaan sekaligus sebagai diferensiasi produk. Sementara Keegan et al. (1995:318) berpendapat bahwa merek adalah sejumlah
citra
dan
pengalaman
dalam
benak
konsumen
yang
mengkomunikasikan manfaat yang dijanjikan produk yang di produksi oleh perusahaan tertentu. Definisi Keegan et al. lebih bersifat psikologis. Durianto, dkk (2004), menyatakan bahwa merek merupakan nama, istilah,
tanda,
simbol
disain,
ataupun
kombinasinya
yang
mengidentifikasikan suatu produk/jasa yang dihasilkan oleh suatu perusahaan. Identifikasi tersebut berfungsi untuk membedakannya dengan produk yang ditawarkan oleh perusahaan pesaing. Lebih jauh, sebenarnya merek merupakan nilai tangible dan intangible yang terwakili oleh sebuah trademark (merek dagang) yang mampu menciptakan nilai dan pengaruh tersendiri di pasar bila diatur dengan tepat. Saat ini, merek sudah menjadi konsep kompleks dengan sejumlah ratifikasi teknis dan psikologis. Selain itu, Durianto,dkk (2004) juga menambahkan bahwa merek memegang peranan sangat penting, salah satunya adalah menjembatani harapan konsumen pada saat perusahaan menjanjikan sesuatu kepada konsumen. Dengan demikian, dapat diketahui adanya ikatan emosional yang tercipta antara konsumen dengan perusahaan penghasil produk melalui merek. Dalam hal ini pesaing dapat menawarkan produk yang mirip, tetapi tidak mungkin menawarkan janji emosional yang sama.
Universitas Sumatera Utara
Merek adalah nama, tanda, simbol, desain, atau kombinasi hal-hal tersebut, yang ditujukan untuk mengidentifikasi dan mendiferensiasi (membedakan) barang atau layanan suatu penjual dari barang dan layanan penjual lain (Kotler, 2000). Atau bisa juga berarti entitas pengidentifikasi yang memberi janji nilai tertentu (Nicolino, 2001:4; Davis, 2001: 3). Berdasarkan definisi di atas,
fungsi merek
hanya untuk
mengidentifikasi serta membedakan suatu produk dari produk lain. Keberadaan merek bermanfaat bagi pembeli, perantara, produsen maupun publik
(Kotler,
2000).
Bagi
pembeli,
merek
bermanfaat
untuk
menceritakan mutu dan membantu memberi perhatian terhadap produkproduk baru yang mungkin bermanfaat bagi mereka. Bagi masyarakat, merek bermanfaat dalam tiga hal. Pertama pemberian merek memungkinkan mutu produk lebih terjamin dan lebih konsisten, kedua meningkatkan efisiensi pembeli karena merek dapat menyediakan informasi tentang produk dan tempat membelinya. Ketiga meningkatkan inovasi-inovasi produk baru, karena produsen terdorong untuk menciptakan keunikan-keunikan baru guna mencegah peniruan dari pesaing. Bagi penjual, merek bermanfaat dalam empat hal. Pertama, memudahkan penjual mengolah pesanan dan menelusuri masalah-masalah yang timbul. Kedua, memberikan perlindungan hukum atas keistimewaan atau ciri khas produk. Ketiga memungkikan untuk menarik sekelompok
Universitas Sumatera Utara
pembeli yang setia dan menguntungkan. Keempat, membantu penjual melakukan segmentasi pasar. Menurut Kartajaya (1999), cara perusahaan memandang merek berbeda-beda dari satu perusahaan ke perusahaan lain, tergantung perkembangan pemasaran perusahaan. Apapun bentuknya, pemasaran yang dilakukan perusahaan-perusahaan dapat digolongkan ke dalam lima tipe. Mulai dari tingkatan yang paling rendah, tipe-tipe tersebut adalah: 1. No Marketing Tipe-tipe yang terkait dengan situasi persaingan yang dihadapi perusahaan. Pada saat pesaing tidak ada, alias perusahaan (no marketing). Konsumen pasti mencari produk karena tidak ada pilihan. Bagi perusahaan demikian, merek cukuplah sekedar nama (just name). 2. Mass Marketing Jika perusahaan sudah memiliki pesaing, tetapi pesaing yang lebih lemah. Karena dominan, perusahaan masih menguasai sebagian besar pasar dengan melakukan pemasaran massal (massal marketing). Memang ada kebutuhan agar produk dikenali konsumen, apalagi perusahaan selalu mendominan mengklaim produknya paling baik (the better one). Oleh karena itu, merek diperlukan, namun perannya tidak lebih dari sekedar mengenalkan produk (brand awareness). 3. Segmented Marketing Pada saat persaingan sudah ketat, bukan saatnya lagi bagi perusahaan untuk menggunakan pemasaran massal. Pasar harus disegmentasi, lalu dipilihlah segmen tertentu sebagai sasaran. Pemasaran demikian
Universitas Sumatera Utara
disebut
segmented
marketing.
Dalam segmented
marketing,
perusahaan perlu menancapkan image yang baik tentang mereknya. Oleh karena itu, merek diperlukan sebagai jangkar asosiasi (brand association). Tanpa mereka tidak mungkin membentuk asosiasi. 4. Niche Marketing Kalau persaingan bertambah ketat lagi, perusahaan tidak bisa lagi mengandalkan segmen, melainkan ceruk pasar (niche marketing). Ceruk pasar adalah bagian pasar yang ukurannya lebih kecil, tetapi memiliki perilaku yang khas. Mereka adalah sekelompok kecil pembeli yang kebutuhannya tidak mau dipenuhi oleh produk umum. Oleh karena itu, perusahaan perlu menciptakan kesan bahwa mereknya berkualitas. Jadi, bagi perusahaan demikian, merek adalah persepsi kualita. 5. Individualized Marketing Pada puncak persaingan, bagi perusahaan, bicara merek adalah bicara loyalitas (brand loyality). Karena pesaing sangat banyak dan mempunyai taktik pemasaran yang hebat, ditambah konsumen juga tidak mau dipandang sebagai pembeli saja, maka kunci keberhasilan bisnis adalah kemitraan dengan konsumen. Itu bisa diperoleh kalau ada hubungan timbal balik yang setia antara perusahaan dan konsumen, dan hal itu bisa dicapai melalui individualized marketing.
Universitas Sumatera Utara
2.3.2 Peranan Merek Merek memegang perana yang sangat penting, salah satu peranan merek adalah menjembatani harapan konsumen pada saat produsen menjanjikan sesuatu kepada konsumen. Dengan demikian, dapat diketahui adanya ikatan emosional yang tercipta
antara konsumen dengan
perusahaan penghasil produk melalui merek. Menurut Stobart (1994: 9-12) peranan merek bagi pemilik merek, meliputi: a. Merek berfungsi sebagai sebuah fokus bagi kesetian konsumen dan karenanya
dapat
dikembangkan
menjadi
aset
yang
mampu
menghasilkan aliran kas. b. Merek berfungsi untuk merebut peluang investasi kedalam bisnis tersebut. c. Merek merupakan hal strategis bagi pemiliknya. Artinya, dengan merek pembuat produk dapat berkomunikasi secara langsung dengan konsumen tanpa memperhatikan peran perantara. Adapun bagi konsumen, merek memiliki peranan seperti sebuah merek mewakili sebuah fakta antara pemilik merek dan konsumen. Pemberian merek (Branding) oleh perusahaan bukan merupakan suatu kegiatan untuk menjatuhkan konsumen yang tidak menaruh curiga terhadap apa yang diinginkan. Karena itulah merek memiliki keberadaan yang sangat penting dibenak konsumen. Konsumen melihat merek melalui beberapa hal yaitu: a. Kesadaran merek
Universitas Sumatera Utara
menunjukkan suatu tingkat kesanggupan dari seorang konsumen untuk mengenali atau mengingat kembali bahwa suatu merek merupakan bagian dari kategori produk tertentu. b. Asosiasi merek mencerminkan pencitraan dari suatu merek terhadap berbagai kesan tertentu dalam kaitannya dengan kebiasaan, gaya hidup, manfaat, atribut produk, geografis, harga, pesaing, selebritis, dan lain-lain. c. Persepsi Kualitas merek mencerminkan suatu persepsi dari konsumen terhadap keseluruhan kualitas atau keunggulan dari suatu produk dan jasa layanan yang berkenaan dengan maksud yang diharapkan. Menurut Durianto (2001:2) merek menjadi sangat penting, hal ini disebabkan oleh beberapa faktor berikut, yaitu: a. Emosi konsumen yang terkadang naik turun. Merek mampu membuat janji kepada konsumen yang akan
menyebabkan emosi menjadi
konsistan dan stabil. b. Merek mampu menembus setiap pagar budaya dan pasar. Bisa dilihat bahwa suatu merek yang kuat mampu diterima diseluruh dunia dengan budaya yang berbeda. Contoh; yang fenomenal adalah Coca-Cola yang berhasil menjadi global brand dimana saja dan kapan saja. c. Merek mampu menciptakan komunikasi interaktif dengan konsumen. Semakin kuat suatu merek, maka semakin kuat pula interaksinya, artinya semakin banyak pula barand association yang terbentuk dalam merek tersebut.
Universitas Sumatera Utara
d. Merek sangat berpengaruh dalam membentuk perilaku konsumen. Merek yang kuat akan sanggup mengubah perilaku konsumen. e. Merek memudahkan proses pengambilan keputusan pembelian oleh konsumen. Dengan adanya merek, konsumen dengan mudah membedakan produk yang akan dibelinya dengan produk yang lain sehubungan dengan kualitas, kepuasan, kebanggaan ataupun yang melekat pada merek tersebut. f. Merek berkembang menjadi sumber aset terbesar bagi perusahaan. 2.3.3 Ekuitas Merek Menurut Durianto, dkk (2004), ekuitas merek adalah seperangkat aset dan liabilitas merek yang terkait dengan suatu merek nama dan simbol mampu menambah atau mengurangi nilai yang diberikan oleh sebuah produk atau jasa, baik pada perusahaan maupun pada pelanggan. Suatu produk dengan ekuitas merek yang kuat dapat membentuk brand platform (landasan merek) yang kuat dan mampu mengembangkan keberadaan suatu merek dalam persaingan apapun dalam jangka waktu lama. Jumlah pemain yang semakin banyak di pasar, maka meningkat pula ketajaman persaingan di antara merek-merek yang beroperasi. Produk dengan ekuitas merek kuat saja yang akan tetap mampu bersaing, merebut, dan menguasai pasar. Merek adalah nilai tambah yang diberikan merek pada produk (Hana dan Wozniak(2001)). Srinivasan dan Park (1994) membuat konsepsi yang memungkinkan ekuitas merek negatif, nol, ataupun positif. Menurut mereka, pada produk-produk bermerek terdapat dua jenis nilai.
Universitas Sumatera Utara
Pertama, nilai objektif, yaitu nilai berdasarkan realitas. Ini merupkan nilai yang tidak terkontaminasi oleh segala hal yang terkait dengan merek. Memang dapat diterima bahwa setiap produk memiliki nilai objektif, Kunde (2000) menyebutnya sebagai produk generik, tetapi cara mengukurnya sulit. Jenis nilai kedua yaitu, nilai total produk dengan merek. Ekuitas merek adalah selisih antara nilai total produk dikurangi nilai objektifnya. Dengan hubungan demikian, dimungkinkan nilai ekuitas merek yang positif, nol dan negatif. Menurut Srinivasan dan Park, ekuitas merek dapat dilihat pada ruang lingkup individu, segmen maupun pasar secara total. Pada ruang lingkup individu, dimungkinkan perbedaan ekuitas merek pada individu yang berbeda. Perusahaan menjaga ekuitas merek mereka dengan penuh perhatian. Dan karena seringkali sulit untuk memisahkan persepsi konsumen atas merek dari kemasannya, elemen-elemen yang membangun identitas merek menjadi tak ternilai harganya. Ketika suatu merek memberikan komitmen pada atribut dan jaminan kualitas dan nilai, maka terbentuklah ekuitas merek. Nilai ekuitas merek bisa berpengaruh kepada konsumen maupun perusahaan. Ekuitas merek dapat menambah atau mengurangi nilai produk bagi konsumen. Konsumen dibantu dalam menafsirkan, memproses dan menyimpan informasi mengenai produk dan merek. Ekuitas merek juga mempengaruhi rasa percaya diri konsumen dalam mengambil keputusan pembelian (baik karena pengalaman masa lalu dalam menggunakannya maupun kedekatan dengan merek dan karakteristiknya). Yang lebih penting adalah kenyataan bahwa persepsi
Universitas Sumatera Utara
kualitas dan asosiasi merek bisa meningkatkan kepuasan konsumen dalam menggunakan produk. Merek menjadi pemimpin kategori yang solid oleh karena kekuatan ekuitas merek melalui penyaluran jaminan merek yang konsisten-kualitas produk yang dapat dipercaya, dan dapat diandalkan. Konsumen memilih merek-merek dengan reputasi yang kuat, yang memfasilitasi dan menyederhanakan pilihan produk. Konsumen akan membeli apa yang mereka percayai. Bagi perusahaan, ekuitas merek memiliki potensi untuk menambah nilai dengan lima cara, yaitu: 1. Ekuitas merek dapat memperkuat program memikat para konsumen baru, atau merangkul kembali konsumen lama. 2. Empat dimensi ekuitas merek yang terakhir dapat menguatkan loyalitas merek. Persepsi kualitas, asosiasi merek, dan nama yang terkenal dapat memberikan alasan untuk membeli dan mempengaruhi kepuasan konsumen. 3. Ekuitas merek memungkinkan margin yang lebih tinggi dengan menjual produk pada harga optimum dan mengurangi ketergantungan pada promosi. 4. Ekuitas merek dapat memberikan landasan pada pertumbuhan dengan melakukan perluasan merek. 5. Ekuitas merek dapat memberikan dorongan bagi saluran distribusi.
Universitas Sumatera Utara
Untuk merek yang sudah ada, tipogragi, simbol, ikon, karater, warna, dan struktur termasuk di antara elemen visual desain kemasan yang dapat mengandung ekuitas merek suatu perusahaan. Untuk merek baru yang mempunyai sejarah singkat di pasaran, ia tidak memiliki ekuitas. Desain kemasan membangun citra baru dimata konsumen. Menurut Aaker dalam Durianto, dkk (2004), ekuitas merek adalah seperangkat aset dan liabilitas merek yang terkait dengan suatu merek, nama, simbol, yang mampu menambah atau mengurangi nilai yang diberikan oleh sebuah produk atau jasa baik pada perusahaan maupun pada pelanggan. Agar aset dan liabilitas mendasari ekuitas merek, maka aset dan liabilitas merek harus berhubungan dengan nama atau sebuah simbol, sehingga jika dilakukan perubahan terhadap nama dan simbol merek, beberapa atau semua aset dan liabilitas menjadi dasar ekuitas merek akan berubah pula. Ekuitas merek dapat dikelompokkan ke dalam lima kategori, yaitu kesadaran merek, asosiasi merek, persepsi mutu merek, loyalitas merek dan aset merek lainnya.
Universitas Sumatera Utara