BAB II KEBIJAKAN KRIMINAL SAAT INI DALAM PENANGGULANGAN CYBER BULLYINGTERHADAP ANAK SEBAGAI KORBAN DI INDONESIA
A. Kebijakan Formulasi tindakan cyber bullying di dalam perundangundangan di indonesia Cyber bullying merupakan salah satu bentuk atau dimensi baru dari kejahatan masa kini yang mendapat perhatian luas di dunia internasional. Tindak kejahatan ini berawal dari perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang pesat namun tidak diikuti dengan pemahaman pemanfaatan teknologi yang baik dan benar. Selain itu tindak kejahatan ini juga disebabkan karena kurangnya kesadaran etika disaat menggunakan teknologi informasi dan komunikasi oleh penggunanya. Sebelum menjelaskan tentang cyber bullying maka akan dijelaskan terlebih dahulu tentang pengertian cyber dan bullying. Definisi Cyber Penggunaan kata cyber dalam cyberspace, cybercrime, dan cyberlaw, serta istilah lain yang menggunakan kata cyber berkembang dari penggunaan terminologi cybernetic oleh Nobert Wiener di tahun 1984 dalam bukunya yang berjudul Cybernetics or Control and Communication in the Animal and the Machine. 41
41
Josua Sitompul, Cyberspace, Cybercrime, Cyberlaw, : Tinjauan Aspek Hukum Pidana, (Jakarta: Tatanusa, 2012), hal. 3-4.
Universitas Sumatera Utara
Kata cyber merupakan singkatan dari cyberspace yang berasal dari kata cybernetics dan space. Istilah cyberspace muncul pertama kali pada tahun 1984 dalam novel William Gibson yang berjudul Neuromance. Pada karyanya tersebut, ia mendefinisikan cyberspace sebagai berikut : “ Cyberspace A consensual hallucination experienced daily by billions of legitimate operators, in every nations ... A graphic representation of data abstracted from banks of every compter in the human system. Unthinkable complexity. Lines of light ranged in the nonspace of the mind, clusters and constellations of data. Like city lights, receding.” Pada dasarnya Gibson menggambarkan cyberspace bukan ditujukan untuk menggambarkan interaksi yang terjadi melalui jaringan komputer, melainkan sebagai sebuah representasi grafis dari data yang diabstraksikan dari wadah penyimpan di setiap komputer dalam sistem manusia. Sebuah kompleksitas yang tidak
dapat
dipecahkan.
Kemudian
pada
tahun
1990
Jhon
Barlow
mengaplikasikan istilah cyberspace untuk dunia yang terhubung atau online ke internet. 42 1.
Definisi bullying menurut Ken Rigby :
“ Sebuah hasrat untuk menyakiti. Hasrat ini diperlihatkan ke dalam aksi, menyebabkan seseorang menderita. Aksi ini dilakukan secara langsung oleh seseorang atau kelompok yang lebih kuat, tidak bertanggung jawab, biasanya berulang, dan dilakukan dengan perasaan senang”. 43 2.
Definisi bullying menurut Diane E. Papalia :
“ Bullying sebagai perilaku agresif yang disengaja dan berulang untuk menyerang target atau korban, yang secara khusus adalah seseorang yang lemah, mudah di ejek dan tidak bisa membela diri”. 44
42
Barlow John Perry, Crime and Puzzlement, June 8, 1990. Diakses dari http://www.sjgames.com/SS/crimpuzz, pada tanggal 18 Maret 2016 43 Ponny Retno, Meredam Bullying (3 Cr Efektif Menanggulangi), (Yogyakarta: Grasindo, 2008), hal. 3. 44 Diakses dari http://psychoshare.com/psikologi-pedidikan pada tanggal 19 Maret 2016
Universitas Sumatera Utara
Definisibullying yang dijelaskan oleh Ken Rigby dan Diane E. Papalia saling berkaitan, sehingga untuk mendapatkan pengertian bullying secara utuh definisi dari kedua pakar tersebut dapat digunakan untuk memperjelas pengertian bullying. Pengertian bullying jika menarik dari definisi kedua pakar diatas maka dapat disimpulkan bullying adalah keinginan untuk menyakiti seseorang atau kelompok yang lemah secara sengaja dengan tindakan berulang kali yang menyebabkan korbannya menderita. Tindakan bullying tersebut seringkali menggunakan kekerasan, ancaman, pelecehan secara lisan, yang dilakukan berulang kali terhadap korban atas dasar ras, agama, gender, seksualitas, atau kemampuan. Tindakan bullying ini juga terbagi menjadi empat jenis yaitu secara fisik, verbal, emotional, dan cyber. 45 Setelah memahami pengertian cyber dan bullying secara harafia diatas maka ketika bullying itu dilakukan secara online di dunia maya dengan menggunakan teknologi informasi dan komunikasi seperti komputer, telepon seluler dan alat elektronik lainya yang bertujuan melakukan tindakan intimidasi seperti menghina, memfitna, mengancam, dan tindakan intimidasi lain bertujuan untuk menindas korbannya maka perbuatan tersebut dapat dikategorikan dengan cyber bullying. Cyber bullying di
dalam buku karangan Bruce Arrigo yang berjudul
“Encyclopedia of Criminal Justice Ethics” memberikan penjelasan sebagai berikut : “ Cyberbullying is variously defined depeding on state law and legal glossaries. Generally it involves the use of technology (including texting, social media, instant messaging) with the intention of harming or embarrassing another individual. Though age is generally not a 45
Diakses dari http://id.wikipedia.org/wiki/Bullying pada tanggal 19 Maret 2016
Universitas Sumatera Utara
significant factor, cyberbullying generally refers to children and youth. When the same bahiour occurs with adults, it is generally known as cyberstalking.” 46 Berdasarkan keterangan diatas disebutkan definisi cyber bullying didefinisikan secara luas berdasarkan hukum negara dan di dalam kosakata masalah legal. Namun secara umum cyber bullying dapat di artikan suatu tindakan yang meliputi penggunaan teknologi (termasuk pengiriman pesan, media sosial, maupun pengiriman pesan singkat) yang ditujukan untuk menyakiti atau mempermalukan individu lain. Walaupun faktor umur tidaklah penting, namun biasanya cyber bullying dikaitkan dengan usia dini (anak-anak). Jika hal yang sama terjadi pada orang dewasa, biasanya hal ini disebut sebagai cyber stalking (penguntitan dunia maya). Cyber bullying memiliki berbagai macam bentuk, sehingga memahami bentuk-bentuk cyber bullying ini merupakan hal yang sangat penting, untuk mengetahui perkembangan dari tindakan cyber bullying yang dilakukan oleh pelaku. Adapun jenis-jenis cyber bullying dijelaskan oleh Sharlene Chadwik dalam bukunya yang berjudul “Impacts of Cyberbullying , Building Social and Emotional Resilience” adalah sebagai berikut : 47 a.
b.
c.
Harassment : Repeatedly sending offensive, rude, and insulting messages often sent at all times of the day and night. Some may even post their messages to public forums, chat rooms or a bulletin board where others can view the threats. Denigration : Distributing information about another person which is derogatory and untrue through posting it on a Web page, sending it to others through email or instant messaging, or posting or sending digitally altered photos of someone. Flaming : Online “fighting” or an intense argument using electronic messages in chat rooms, over instant messages or via email with angry, 46
Bruce Arrigo, Encyclopedia of Criminal Justice Ethics, (California: SAGE Publication, 2014), hal. 220-221. 47 Sharlene Chadwick, Impacts of Cyberbullying, Building Social and Emotional Resilence, (North Ryde Australia : Springer, 2014), hal. 4-5.
Universitas Sumatera Utara
d.
e.
f.
g.
h.
vulgar language. The use of capital letter, images and symbols add emotion to their argument. Impersonation : Breaking into an email or social networking account and using that person’s online identity to send or post vicious or embarrassing material to or about others. Masquerading : Pretending to be someone else by creating fake email addresses or instant messaging names. They may also use someone else’s email or mobile phone so it would appear as if the threats have been sent by someone else. Pseudonyms : Using an alias or nickname online to keep their identity secret. Others online only know them by this pseudonym which may be harmless or derogatory. Outing and Trickery : Public display or forwarding of personal communications such as text messages, email or instant messaging. Sharing someone’s secrets or embarrassing information, or tricking someone intro revealing secrets or embarrassing information and forwarding it to others. Cyber Stalking : This is a form of harassment. Repeatedly sending messages which include threats of harm or are highly intimidating, or engaging in other online activities which make a person afraid for his or her safety. Usually messages are sent through personal communications such as emails or text messages. Depending on the content of the massage, it may also be illegal. Penjelasan pembagian jenis-jenis cyber bullying diatas terdiri dari
beberapa
bagian
yaitu
yang
pertama
adalah
harrasmentatau
penghinaan/gangguan yaitu mengirimkan pesan-pesan kasar dan mengganggu secara terus menerus tanpa henti. Beberapa bahkan mengirimkan pesan mereka ke forum publik atau papan pengumuman supaya bisa dilihat oleh orang lain. Selanjutnya yang kedua adalah denigration atau fitnah/pencemaran nama baik yaitu menyebarkan informasi tentang orang lain secara tidak benar di halaman website atau mengirimkannya kepada orang lain melalui email atau pesan singkat atau bisa juga berupa foto-foto yang telah diubah secara digital. Selanjutnya jenis yang ketiga adalah flaming atau pengiriman pesan secara berapi-api yaitu merupakan pertarungan online atau beradu pendapat secara ekstrim dengan menggunakan pesan elektronik di forum chat atau dengan mengirimkan email yang berisikan kata-kata vulgar. Penggunaan huruf besar dan simbol atau gambar
Universitas Sumatera Utara
biasanya menggambarkan emosi perdebatan mereka. Selanjutnya jenis yang keempat adalah impersonation atau peniruan yaitu masuk ke email atau jejaring sosial dan menggunakan identitas online seseorang untuk mengirimkan hal-hal kasar atau memalukan tentang orang lain. Selanjutnya jenis yang kelima adalah masquerading atau Kepura-puraan
yaitu berpura-pura menjadi orang lain
dengan membuat email palsu atau pesan singkat palsu. Terkadang pelaku menggunakan email atau nomor Hand Phone (HP) orang lain, sehingga seolaholah ancaman dikirimkan oleh orang tertentu. Selanjutnya jenis yang keenam adalah Pseudonyms atau bayangan/samaran yaitu menggunakan nama samaran atau nama alias untuk menutupi identitas asli. Orang dunia maya hanya mengenal pelaku dari nama samarannya yang mungkin berbahaya atau menghina. Selanjutnya jenis yang ketujuh adalah Outing and Trickeryatau tipu daya dan penyebaran rahasia yaitu tindakan menampilkan secara publik atau menyalin dan mengirimkan kembali pesan teks, email atau pesan instan yang berhubungan dengan rahasia seseorang dengan tujuan untuk mempermalukan. Tindakan lain yang dilakukan termasuk dengan cara menipu seseorang untuk mengungkapkan rahasia atau informasi yang memalukan dan meneruskannya ke orang lain. Selanjutnya jenis yang kedelapan adalah cyber stalking atau penguntitan dunia maya yaitu merupakan bentuk gangguan yang menggunakan dunia maya untuk mengancam keselamatan orang lain. Biasanya pesan yang dikirim melalui email atau pesan teks maupun alat komunikasi pribadi. Kebijakan penanggulangan cyber bullying dengan hukum pidana termasuk bidang penal policy yang merupakan bagian dari criminal policy (kebijakan penanggulangan
kejahatan).
Dilihat
dari
sudut
criminal
policy,
upaya
Universitas Sumatera Utara
penanggulangan tindakan cyber bullying tidak dapat dilakukan semata-mata secara parsial dengan hukum pidana (sarana penal), tetapi harus ditempuh pula dengan pendekatan integral/sistematik. Sebagai salah satu bentuk high tech crime 48yang
dapat
melampaui
batas-batas
negara
(bersifat
transnational/transborder), merupakan hal yang wajar jika upaya penanggulangan cyber bullying juga harus ditempuh dengan pendekatan teknologi (techno prevention). Di samping itu, diperlukan pula pendekatan budaya/kultural, pendekatan moral/edukatif, dan bahkan pendekatan global (kerja sama internasional). 49 Kebijakan kriminalisasi merupakan suatu kebijakan dalam menetapkan suatu perbuatan yang semula bukan tindak pidana (tidak dipidana) menjadi suatu tindak pidana (perbuatan yang dapat dipidana). Kebijakan hukum pidana yang ditekankan pada penanggulangan kejahatan/penegakan hukum pidana/politik hukum pidana mengenai masalah cyber bullying pada penulisan ini adalah terbatas pada aspek/tahap kebijakan formulasi dari segi materil, yaitu bagaimana formulasi perumusan suatu delik serta sanksi apa yang akan dikenakan terhadap pelanggarnya. Berikut akan dilakukan pembahasan permasalahan pertama dalam tesis ini, dengan melakukan pengkajian apakah perundang-undangan tersebut dapat digunakan untuk menjangkau tindak pidana cyber bullying dengan melihat aspek sistem perumusan tindak pidananya, sistem pertanggungjawaban pidananya dan sistem perumusan sanksi pidananya, serta jenis-jenis sanksi dan lamanya pidana.
48
Barda Nawawi Arief, Tindak Pidana Mayantara, Perkembangan Kajian Cyber Crime Di Indoneia, (Jakarta: PT. Raja Grafindo, 2002), hal. 90. 49 Barda Nawawi Arief, Sari Kuliah Perbandingan Hukum Pidana, (Jakarta: PT Raja Grafindo, 2002), hal. 253-256.
Universitas Sumatera Utara
Kebijakan formulasi hukum pidana yang berkaitan dengan masalah tindakan cyber bullying di bidang cyber crime dapat diidentifikasikan sebagai berikut : 1.
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Indonesia (KUHP) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Indonesia disingkat KUHP
merupakan sistem induk bagi peraturan-peraturan hukum pidana di Indonesia. Meskipun KUHP ini merupakan buatan penjajah Belanda namun untuk saat ini karena belum ada perubahan atau penerimaan atas pembaharuan KUHP yang telah dilakukan oleh para ahli hukum pidana Indonesia yang telah diupayakan sejah tahun 1963, maka KUHP yang ada ini harus tetap dipergunakan demi menjaga keberadaan hukum pidana itu sendiri dalam masyarakat Indonesia. Perumusan tindak pidana di dalam KUHP kebanyakan masih bersifat konvensional dan belum secara langsung dikaitkan dengan perkembangan cyber bullying yang merupakan bagian dari cyber crime. Di samping itu, mengandung berbagai kelemahan dan keterbatasan dalam menghadapi perkembangan teknologi dan high tech crime yang sangat bervariasi. Berdasarkan penjelasan sebelumnya terkait dengan jenis-jenis tindakan cyber bullying, maka tindakan cyber bullying jika dikaitkan dengan peraturan perundang-undangan yang ada di indonesia terkait dengan KUHP dapat dilihat beberapa pasal yang ada di dalam KUHP berhubungan dengan jenis-jenis cyber bullying adalah sebagai berikut : Pasal 310 ayat 1 : Barang siapa sengaja menyerang kehormatan atau nama baik seseorang dengan menuduhkan sesuatu hal, yang maksudnya terang supaya hal itu diketahui umum, diancam karena pencemaran dengan pidana penjara paling lama
Universitas Sumatera Utara
sembilan bulan. (Berkaitan dengan tindakan cyber bullying dengan bentuk Harrasment). Pasal 310 ayat 2 : Jika hal itu dilakukan dengan tulisan atau gambaran yang disiarkan, dipertunjukkan atau ditempelkan di muka umum, maka diancam karena pencemaran tertulis dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan. (Berkaitan dengan tindakan cyber bullying dengan bentuk Harrasment). Pasal 311 ayat 1 : jika yang melakukan kejahatan pencemaran atau pencemaran tertulis dibolehkan untuk membuktikan apa yang dituduhkan itu benar, tidak membuktikannya, dan tuduhan dilakukan bertentangan dengan apa yang diketahui, maka dia diancam melakukan fitnah dengan pidana penjara paling lama empat tahun. (Berkaitan dengan tindakan cyber bullying dengan bentuk Denigration). Pasal 315 : Tiap-tiap penghinaan dengan sengaja yang tidak bersifat pencemaran atau pencemaran tertulis yang dilakukan terhadap seseorang, baik di muka umum dengan lisan atau tulisan, maupun di muka orang itu sendiri dengan lisan atau perbuatan, atau dengan surat yang dikirim atau diterimakan kepadanya, diancam karena penghinaan ringan dengan pidana penjara paling lama empat bulan dua minggu.( Berkaitan dengan tindakan cyber bullying dengan bentuk Harrasment) Pasal 369 ayat 1 : Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan ancaman pencemaran baik dengan lisan maupun tulisan, atau dengan ancaman akan membuka rahasia, memaksa seorang supaya memberikan barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang itu atau orang lain, atau supaya membuat hutang atau
Universitas Sumatera Utara
penghapusan piutang, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun. (Berkaitan dengan tindakan cyber bullying dengan bentuk CyberStalking). Tindakan cyber bullying jika di interpretasikan di dalam KUHP masuk kedalam pasal penghinaan, fitna, pengancaman dan tindakan kesusilaan.Namun pasal-pasal tersebut mengalami kekurangan untuk di aplikasikan untuk ranah dunia maya, dikarenakan KUHP yang dibuat jauh sebelum perkembangan dunia maya. Kekurangannya ada di kata “diketahui umum” dan “di muka umum”. Menurut Putusan Mahkamah Konstitusi No. 50/PUU-VI/2008 menyatakan, penghinaan yang diatur dalam KUHP tidak menjangkau penghinaan dan pencemaran nama baik yang dilakukan di dunia cyber karena ada unsur “di muka umum”. Memasukkan pengertian “diketahui umum”, “di muka umum”, dan “disiarkan” tetap tidak mencukupi. Diperlukan sebuah rumusan yang bersifat ekstensif,
yaitu
“mendistribusikan”
dan/atau
“mentransmisikan”
dan/atau
“membuat dapat diakses”. KUHP jika dilihat dari pengaturan tentang penghinaan sebenarnya mengatur penghinaan di kehidupan nyata, sedangkan penghinaan yang terkait dengan tindakan cyber bullying sendiri dilakukan dalam dunia maya (cyber space). KUHP juga tidak memberikan penjelasan secara rinci tentang yang dimaksud dengan penghinaan , sehingga ini dapat menjadi kelemahan. Berkaitan dengan permasalah tersebut, berdasarkan keputusan Mahkama Konstitusi No. 50/PUU-VI/2008 telah memberikan uraian jelas bahwa KUHP memiliki kekurangan terkait dengan beberapa unsur-unsur tindak pidana jika ingin dikaitkan dengan kejahatan yang ada di dunia maya. sehingga seharusnya untuk menanggulangi kejahatan berkaitan dengan rana dunia maya, seperti tindakan
Universitas Sumatera Utara
cyber bullying harus di buat Undang- Undang khusus terkait dengan kejahatan komputer sehingga dapat mencakup kejahatan yang ada di dalam dunia maya. 2.
Undang-Undang di Luar Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Dalam perkembangannya, saat ini telah ada perundang-undangan di Luar
KUHP yang berkaitan dengan kejahatan teknologi canggih di bidang teknologi informasi dan komunikasi yaitu sebagai berikut :
1) Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Indonesia telah mengesahkan salah satu Rancangan Undang-Undang yang berkaitan dengan kejahatan dunia maya (cyber crime) yaitu Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang informasi dan Transaksi Elektronik. UndangUndang ini bertujuan untuk mengharmonisasikan antara instrument peraturan hukum nasional dengan instrument-instrument hukum internasional yang mengatur teknologi informasi diantaranya, yaitu : The United Nations Commissions on International Trade Law (UNCITRAL), World Trade Organization (WTO), Uni Eropa (EU), APEC, ASEAN, dan OECD. Masingmasing organisasi mengeluarkan peraturan yang mengisi satu sama lain. Dan juga instrument hukum internasional ini telah diikuti oleh beberapa negara seperti: Australia (The cyber crime act 2001), Malaysia (Computer Crime Act 1997), Amerika Serikat (Federal legislation: update April 2002 UNITED STATE CODE), Kongres PBB ke 8 di Havana, Kongres ke X di Wina, kongres XI 2005 di Bangkok, berbicara tentang The Prevention of Crime and the Treatment of Offender. Dalam Kongres PBB X tersebut dinyatakan bahwa negara-negara
Universitas Sumatera Utara
anggota harus berusaha melakukan harmonisasi ketentuan-ketentuan yang berhubungan dengan kriminalisasi, pembuktian dan prosedur (States should seek harmonization procedure) 50
of dan
relevan
provision
negara-negara
Uni
on
criminalization,
Eropa
yang
telah
evidence, secara
and serius
mengintegrasikan regulasi yang terkait dengan hukum positif (existing law) nasionalnya. 51 UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik merupakan undang-undang yang mengatur tentang kejahatan-kejahatan yang berbasis teknologi (cyber crime), sedangkan tindakancyber bullying merupakan bagian/jenis dari cyber crime, berikut identifikasi penulis : a.
Sistem perumusan tindak pidana dalam UU ITE No.11 Tahun 2008 Ketentuan pidana dalam UU ITE terdapat dalam Bab XI Pasal 45 sampai
dengan Pasal 52. Berikut perumusan beberapa pasal dalam Bab XI mengenai ketentuan pidana : Pasal 45 UU No.11 Tahun 2008 (1) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1), ayat (2), ayat (3), atau ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). (2) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) atau ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). (3) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).
50
Barda Nawawi Arif, Tindak Pidana Mayantara, Perkembangan Kajian Cyber Crime di Indonesia, (Jakarta: PT. Raja Grafindo, 2002), hal. 5. 51 http://google.co.id/Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang tentang informasi dan transaksi elektronik
Universitas Sumatera Utara
Pasal 52 UU No. 11 Tahun 2008 (1) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1) menyangkut kesusilaan atau eksploitasi seksual terhadap anak dikenakan pemberatan sepertiga dari pidana pokok. (2) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 sampai dengan Pasal 37 ditujukan terhadap Komputer dan/atau Sistem Elektronik serta informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik milik Pemerintah dan/atau yang digunakan untuk layanan publik dipidana dengan pidana pokok ditambah sepertiga. (3) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 sampai dengan Pasal 37 ditujukan terhadap Komputer dan/atau Sistem Elektronik serta informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik milik Pemerintah dan/atau badan strategis termasuk dan tidak terbatas pada lembaga pertahanan,bank sentral, perbankan, keuangan, lembaga internasional, otoritas penerbangan diancam dengan pidana maksimal ancaman pidana pokok masing-masing Pasal ditambah dua pertiga. (4) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 sampai dengan Pasal 37 dilakukan oleh korporasi dipidana dengan pidana pokok ditambah dua pertiga. Kualifikasi delik yang diatur dalam Undang-Undang ITE tersebut diatur dalam Pasal 52 yang dikualifikasikan sebagai kejahatan. Berdasarkan ketentuan pasal-pasal dalam Bab XI mengenai ketentuan pidana dalam UU ITE, maka dapat diidentifikasikan beberapa perbuatan yang dilarang (unsur tindak pidana) yang erat kaitannya dengan tindakan cyber bullying pada tiap-tiap pasalnya sebagai berikut : Pasal 27 ayat 3 dengan unsur tindak pidana : mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.(Terkait dengan aksi cyber bullying yang berbentuk cyber harrasment). Pasal 27 ayat 4 dengan unsur tindak pidana :mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan pemerasan dan/atau
Universitas Sumatera Utara
pengancaman. (Terkait dengan aksi cyber bullying yang berbentuk cyber stalking). Pasal 28 ayat 2 dengan unsur tindak pidana : menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).( Terkait dengan aksi cyber bullying yang berbentuk cyber harrasment). Pasal 29 dengan unsur tindak pidana : mengirimkan informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang berisi ancaman kekerasan atau menakut-nakuti yang ditujukan secara pribadi. (Terkait dengan aksi cyber bullying yang berbentuk cyber stalking). Pasal 30 ayat 1 dengan unsur tindak pidana : mengakses Komputer dan/atau Sistem Elektronik milik Orang lain dengan cara apa pun. (Terkait dengan aksi cyber bullying yang berbentuk impersonation). Pasal 32 ayat 2 dengan unsur tindak pidana : memindahkan atau mentransfer Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik kepada sistem Elektronik Orang lain yang tidak berhak. (Terkait dengan aksi cyber bullying yang berbentuk outing and trickery) Mengenai unsur sifat ‘melawan hukum’, dalam undang-undang ITE tersebut disebutkan secara tegas, unsur ‘sifat melawan hukum tersebut dapat dilihat pada perumusan “... setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum sebagaimana dalam pasal..” seperti dirumuskan dalam Pasal 27 sampai dengan Pasal 32 tersebut di atas, sehingga dapat disimpulkan bahwa dengan disebutkannya secara tegas unsur ‘sifat melawan hukum’ terlihat ada
Universitas Sumatera Utara
kesamaan ide dasar antara UU ITE dengan KUHP yang masih menyebutkan unsur sifat melawan hukumnya suatu perbuatan. Berbeda dengan Konsep KUHP baru yang sekarang tengah disusun yang menentukan bahwa meskipun unsur ‘sifat melawan hukum’ tidak dicantumkan secara tegas, tetapi suatu delik harus tetap dianggap bertentangan dengan hukum. Melihat berbagai ketentuan yang telah dikriminalisasikan dalam UndangUndang ITE tersebut, nampak adanya kriminalisasi terhadap perbuatan-perbuatan yang berhubungan dengan penyalahgunaan penggunaan di bidang teknologi informasi dan Transaksi Elektronik, yang berbentuk tindakancyber bullying. Oleh karena itu, nampak bahwa perspektif Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik adalah menekankan pada aspek penggunaan/keamanan Sistem Informasi Elektronik atau Dokumen Elektronik, dan penyalahgunaan di bidang teknologi dan transaksi elektronik yang dilakukan oleh para pelaku cyber bullying. b. Sistem Perumusan Pertanggungjawaban pidana dalam Undang-Undang ITE Dalam hukum pidana dikenal asas yang paling fundamental, yakni Asas “Tiada Pidana Tanpa Kesalahan” yang dikenal dengan “ keine strafe ohne schuld” atau “geen straf zonder schuld” atau “nulla poena sine culpa”. Dari asas tersebut dapat dipahami bahwa kesalahan menjadi salah satu unsur pertanggungjawaban pidana dari suatu subjek hukum pidana. Artinya, seseorang yang diakui sebagai subjek hukum harus mempunyai kesalahan untuk dapat dipidana.Kesalahan adalah dasar untuk pertanggungjawaban. Kesalahan merupakan keadaan jiwa dari sipembuat dan hubungan batin antara si pembuat dan perbuatannya. Mengenai
Universitas Sumatera Utara
keadaan jiwa dari seseorang yang melakukan perbuatan, lazim disebut sebagai kemampuan bertanggung jawab, sedangkan hubungan batin antara si pembuat dan perbuatannya itu merupakan kesengajaan, kealpaan, serta alasan pemaaf. 52 Dengan demikian, untuk menentukan adanya kesalahan, dalam pidana subjek hukum harus memenuhi beberapa unsur, antara lain : 1) Adanya kemampuan bertanggung jawab pada si pelaku, 2) perbuatannya tersebut berupa kesengajaan (dolus) atau kealpaan (culpa), 3) Tidak adanya alasan penghapus kesalahan atau tidak adanya alasan pemaaf. Ketiga unsur ini merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan antara satu dengan yang lain, dimana unsur yang satu bergantung pada unsur yang lain. 53 Dalam perkembangan hukum pidana kedudukan korporasi sebagai pembuat tindak pidana dan dapat dipertanggungjawabkan terdiri dari beberapa bentuk yaitu:54
1. Pengurus korporasi sebagai pembuat dan pengurus yang bertanggung jawab secara pidana; 2. Korporasi sebagai pembuat tindak pidana dan pengurus korporasi yang bertanggung jawab secara pidana; 3. Korporasi sebagai pembuat tindak pidana dan juga sebagai yang bertanggung jawab secara pidana; 4. Pengurus korporasi sebagai pembuat tindak pidana dan pengurus dan korporasi lah yang bertanggung jawab secara pidana. Melihat perumusan ketentuan pidana dalam Undang-Undang ITE sebagai mana diatur dalam Pasal 45 sampai dengan Pasal 52 maka dapat diidentifikasikan bahwa pelaku tindak pidana atau yang dapat dimintakan pertanggungjawaban pidana dalam undang-undang ITE adalah meliputi individu/orang per orang dan
52
Sudarto, Hukum dan Perkembangan Masyarakat, (Bandung: Sinar Baru,1983), hal. 22. Ibid, hal. 24. 54 Mohammad Topan, Tindak Pidana Korporasi di Bidang Lingkungan hidup: Perspektif Viktimologi Dalam Pembaharuan Hukum Pidana di Indonesia, (Bandung: Nusa Media, 2009), hal. 45. 53
Universitas Sumatera Utara
korporasi. Ini terbukti dari ketentuan pasal-pasal tersebut yang diawali dengan kata “ Setiap orang..” dan “ korporasi..”. Masalah pertanggungjawaban pidana berkaitan erat dengan pelaku tindak pidana. Pelaku yang dapat dipidana adalah orang dan korporasi, yang dijelaskan dalam Pasal 1 sub 21 dan dalam ketentuan pidana UU ITE tersebut. UU ITE mengatur secara lanjut dan terperinci tentang ketentuan pertanggungjawaban pidana terhadap korporasi, karena UU ITE tersebut membedakan pertanggungjawaban pidana terhadap individu dan korporasi, sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 52 UU ITE. c.
Sistem perumusan sanksi pidana, jenis-jenis sanksi dan lamanya pidana dalam UU ITE Sistem perumusan sanksi pidana dalam Undang-undang ITE adalah
alternatif kumulatif. Hal ini bisa dilihat dalam perumusannya yang menggunakan kata “.. dan/atau. Jenis-jenis sanksi (strafsoort) pidana dalam Undang-undang ITE ini ada dua jenis yaitu pidana penjara dan denda. Sistem Perumusan lamanya pidana (strafmaat) dalam Undang-undang ITE ini adalah : -
Maximum khusus, pidana penjara dalam UU ITE paling lama 12 tahun.
-
Maximum
khusus
300.000.000,00
pidana
(tiga
ratus
dendanya, juta
paling
rupiah),
dan
sedikit paling
sebanyak
Rp
banyak
Rp
12.000.000.000,00 (dua belas milyar rupiah). Berdasarkan pembahasan di atas maka dapat diketahui bahwa Undangundang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dapat digunakan untuk menanggulangi jenis tindakancyber bullying, sebagai suatu fenomena/bentuk baru cyber crime secara umum. Undang-undang ini menekankan
Universitas Sumatera Utara
pada pengaturan keamanan penggunaan Sistem Informasi Elektronik atau Dokumen Elektronik, dan mengara pada menyalahgunakan Informasi Elektronik untuk tujuan perbuatan-perbuatan tindakan cyber bullying.
3.
Aspek Juridiksi Dilihat dari aspek/persyaratan objektif untuk pertanggungjawaban
tindakan cyber bullying merupakan masalah juridiksi, khususnya yang berkaitan dengan masalah ruang berlakunya hukum pidana menurut tempat. Dalam sistem hukum pidana yang berlaku saat ini, Hukum pidana pada umumnya hanya berlaku di wilayah negaranya sendiri (asas teritorial) dan untuk warga negaranya sendiri (asas personal/nasional aktif). Hanya untuk delik-delik tertentu dapat digunakan asas nasional pasif dan asas universal. Asas-asas ruang berlakunya hukum pidana menurut tempat yang konvensional/tradisional (juridiksi fisik) itu pun tentunya menghadapi tantangan sehubungan dengan masalah pertanggung jawaban tindakan cyber bullying. Masalah juridiksi tindakan cyber bullying yang merupakan bagian dari jenis cyber crime tersebut termasuk yang sangat serius. Barbara Etter, didalam tulisannya berjudul Critical Issues in High Tech Crime 55 mengidentifikasi beberapa masalah kunci yang terkait atau yang menyebabkan timbulnya masalah juridiksi ini dalam konteks internasional antara lain: 1. Tidak adanya consensus global mengenai jenis-jenis CRC (Computer Related Crime), dan tindak pidana pada umumnya; 2. Kurangnya keahlian aparat penegak hukum dan ketidakcukupan hukum untuk melakukan investigasi dan mengakses sistem komputer; 3. Adanya sifat transnasional dan computer crime; 4. Ketidakharmonisan hukum acara/procedural di berbagai Negara; 55
Barda Nawawie Arief, Tindak Pidana Mayantara, Perkembangan Cyber Crime di Indonesia, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2005), hal.107-108.
Universitas Sumatera Utara
5. Kurang singkronisasi mekanisme penegakan hukum, bantuan hukum, ektradisi, dan kerja sama internasional dalam melakukan investigasi cyber crime. Sehubungan dengan masalah juridiksi, UU di australia memberi kewenangan untuk menuntut seseorang di mana pun berada yang menyerang komputer di wilayah Australia. Bahkan di USA, tidak hanya dapat menuntut setiap orang asing yang menyerang komputer-komputer di USA, tetapi juga orang Amerika yang menyerang komputer di Negara-negara lain. 56 Dari ketentuan demikian terlihat bahwa komputer dipandang sebagai kepentingan nasional dan sekaligus kepentingan internasional yang sepatutnya dilindungi sehingga terkesan dianut asas ubikuitas (the principle of ubiquity) 57 atau asas omnipresence (ada dimana-mana). Dianutnya asas ini tentunya harus didukung oleh kemampuan suatu negara dan kerjasama internasional. Sehubungan dengan masalah juridiksi tersebut, dalam Konsep RUU KUHP 2015 akan ada ketentuan mengenai perluasan asas berlakunya hukum pidana dan tempat terjadinya tindak pidana yang berorientasi pada “perbuatan” dan “akibat”, sehingga diharapkan dapat menjaring tindakan cyber bullying di luar teritorial Indonesia yang akibatnya terjadi di Indonesia. Dalam Konsep RUU KUHP 2015 antara lain ada perumusan sebagai berikut: Asas Wilayah atau Teritorial Pasal 4 Ketentuan pidana dalam peraturan perundang-undangan Indonesia berlaku bagi setiap orang yang melakukan: a. Tindak pidana di wilayah Negara Republik Indonesia; b. Tindak pidana dalam kapal atau pesawat udara Indonesia; atau 56
Ibid Prinsip “ubikuitas” adalah prinsip yang menyatakan bahwa delik-delik yang dilakukan/terjadi sebagian diwilayah territorial negara dan sebagian di luar territorial suatu negara, tetapi harus dapat di bawa ke dalam juridiksi setiap negara yang terkait. 57
Universitas Sumatera Utara
c.
Tindak pidana di bidang teknologi informasi yang akibatnya dirasakan atau terjadi di wilayah Indonesia dan dalam kapal atau pesawat udara Indonesia. Konsep RUU KUHP pada pasal 4 diatas berkaitan dengan Asas Wilayah
atau Teritorial memberikan konsep baru. Hal tersebut dapat dilihat pada huruf c menjelaskan ketentuan pidana dalam peraturan perundang-undangan indonesia berlaku bagi setiap orang yang melakukan
tindak pidana terkait di bidang
teknologi informasi yang akibatnya dirasakan atau terjadi di wilayah Indonesia dan dalam kapal atau pesawat udara Indonesia. pelaku tindakan cyber bullying bisa melakukan perbuatannya baik didalam negeri maupun diluar luar negeri. Sehingga pasal terkait dengan asas wilayah atau teritorial diatas memberikan peluang untuk dapat mengejar pelaku tindakan cyber bullying walaupun pelakunya melakukan perbuatannya diluar negeri. Asas Nasional Pasif Pasal 5 Ketentuan pidana dalam peraturan perundang-undangan Indonesia berlaku bagi setiap orang di luar wilayah Negara Republik Indonesia yang melakukan tindak pidana terhadap: a. Warga negara Indonesia; atau b. Kepentingan negara Indonesia yang berhubungan dengan: 1. Keamanan negara atau proses kehidupan ketatanegaraan; 2. Martabat President dan/atau Wakil Presiden dan pejabat Indonesia di luar negeri; 3. Pemalsuan dan peniruan segel, cap negara, materai, uang atau mata uang, kartu kredit, perekonomian, perdagangan, dan perbankan Indonesia; 4. Keselematan atau keamanan pelayaran dan penerbangan; 5. Keselamatan atau keamanan bangunan, peralatan dan aset nasional atau negara Indonesia; 6. Keselamatan atau keamanan peralatan komunikasi elektronik; 7. Tindak pidana jabatan atau korupsi; dan/atau 8. Tindak pidana pencucian uang.
Universitas Sumatera Utara
Konsep RUU KUHP 2015 pada pasal 5 huruf a diatas berkaitan dengan Asas Nasional Pasif menjelaskan bahwa ketentuan pidana dalam peraturan perundang-undangan Indonesia berlaku bagi setiap orang di luar wilayah negara Republik Indonesia yang melakukan tindak pidana terhadap warga negara Indonesia. pasal diatas memberikan perlindungan bagi warga negara indonesia yang menjadi korban tindakan cyber bullying. Sehingga jika warga negara yang berada diluar negara indonesia melakukan tindakan cyber bullying dapat dilakukan tindakan secara tegas atas perbuatan yang telah dilakukan oleh pelaku.
B. Kebijakan Non Penal Saat ini dalam Penanggulangan Tindakan Cyber Bullying Terhadap Anak Sebagai Korban di Indonesia Konggres PBB ke- tahun 1980 di Caracas, Venezuela mengenai “Crime Trends and crime prevention Strategis” terlihat bahwa upaya non penal mempunyai kedudukan strategis, yang antara lain dinyatakan: 58 a.
b.
c.
Bahwa masalah kejahatan merintangi kemajuan untuk pencapaian kualitas hidup yang pantas bagi semua orang; (The problem impedes progress towards the attainment of an acceptable quality of life for all people); Bahwa strategi pencegahan kejahatan harus didasarkan pada penghapusan sebab-sebab dan kondisi-kondisi yang menimbulkan kejahatan; (Crime prevention strategis should be based upon the elimination of causes and conditions giving rise to crime); Bahwa penyebab utama kejahatan dibanyak negara ialah ketimpangan sosial, diskriminasi rasial dan diskriminasi nasional, standar hidup yang rendah, pengangguran dan kebuta hurufan (kebodohan) diantara golongan besar penduduk; (The main causes of crime in many countries are social inequality, racial and national discrimination, low strandar of living, unemployment and illiteracy among broad section of the population)
58
Sixth UN Congress Report, 1981, hal. 5, dalam Barda Nawawi Arief, 2002, Bunga
Rampai
Universitas Sumatera Utara
Cyber bullying sebagai bagian dari tindak pidana cyber crime atau perbuatan yang menyalahgunakan teknologi informasi dan komunikasi akibatnya dapat berdampak buruk kepada anak secara khusus. Didalam buku yang berjudul “Ethical Impact of Technological Advancement and Applications in Society” karangan Rocci Luppicini dijelaskan beberapa dampak emosional yang diderita oleh korban cyber bullying berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Beran dan Li (2005) dan Patchin dan Hinduja (2006). 59 Adapun dampak emosional yang diderita oleh korban cyber bullying adalah sebagai berikut : a. b. c. d. e. f. g. h. i.
Anger Frustation Upset Felt Hurt Humiliated Distressed Sadness Depression Experienced suicidal thought
Dampak cyber bullying bagi anak sebagai korban diatas menjelaskan bahwa anak dapat menjadi marah, frustasi, kecewa, terasa sakit, dipermalukan, tertekan, sedih, depresi, dan yang paling berbahaya dapat menimbulkan keinginan untuk bunuh diri. Namun penelitian yang dilakukan oleh para peneliti dilakukan pada tahun 2005 dan 2006, sehingga jika melihat dampak cyber bullying di masa yang sekarang dapat dilihat dampak bagi anak mengalami perkembangan yang dapat dilihat dari kasus-kasus cyber bullying yang baru terjadi. Di tahun 2012 seorang remaja perempuan bernama Amanda Todd, dari Kanada yang berusia 15 tahun dengan nekat menghilangkan nyawanya dengan bunuh diri karena telah 59
Rocci Luppicini, Ethical Impact of Technological Advancements and Applications in Society, (United States : IGI Global, 2012), hal. 122.
Universitas Sumatera Utara
menjadi korban cyber bullying. Amanda sendiri merekam dirinya di dalam sebuah video dengan durasi kurang lebih 8 menit 54 detik dan memasukan video tersebut kedalam situs berbagi video youtube, dengan tujuan menjelaskan kronologis sampai dirinya menjadi korban cyber bullying dengan menuliskan setiap kata dalam lembaran kartu berwarna putih. Video tersebut menjelaskan bahwa setelah menjadi korban cyber bullying amanda mulai terperangkap kedalam minuman keras berupa alkohol dan obat-obatan terlarang. Setelah itu amanda semakin depresi dan mulai memotong/menyayat tangannya. Dan tidak lama kemudian amanda memutuskan untuk bunuh diri pada tahun 2012. 60 Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dan kasus Amanda Todd pada tahun 2012, maka penulis mengambil kesimpulan berikut adalah dampakcyber bullying terhadap anak yang harus di waspadai bagi anak : a.
Cyber bullying dapat membuat anak menjadi depresi
b.
Cyber bullying dapat membuat anak melakukan tindak kriminal lain
c.
Cyber bullying dapat membuat anak melukai dirinya sendiri
d.
Cyber bullying dapat membuat anak melakukan tindakan bunuh diri Maka dari pada itu penanggulangan tindakan cyber bullying untuk
melindungi anak merupakan hal yang penting untuk dilakukan. Hal yang dapat dilakukan untuk melakukan penanggulangan salah satunya dengan menggunakan sarana non penal. Kedudukan strategis non penal dalam upaya penanggulangan kejahatan dapat juga dilihat dalam Resolusi Kongres PBB VII/1990 mengenai “Computer
60
Vincent F. Hendricks, Infostorms How to Take Information Punches And Save Democracy, (Switzerland : Springer International, 2014), hal. 17.
Universitas Sumatera Utara
relate crimes” yang mengajukan beberapa kebijakan dalam rangka upaya menanggulangi cyber crime antara lain sebagai berikut : 61 a.
Menghimbau negara anggota untuk mengintensifkan upaya-upaya penanggulangan penyalahgunaan komputer yang lebih efektif dengan mempertimbangkan langkah-langkah sebagai berikut : 1. Melakukan modernisasi hukum pidana materiil dan hukum acara pidana; 2. Mengembangkan tindakan-tindakan pencegahan dan pengamanan komputer; 3. Melakukan langkah-langkah untuk membuat peka (sensitif) warga masyarakat, aparat pengadilan, dan penegak hukum terhadap pentingnya pencegahan kejahatan yang berhubungan dengan komputer; 4. Melakukan upaya-upaya pelatihan (training) bagi para hakim, pejabat, dan aparatur penegak hukum mengenai kejahatan ekonomi dan cyber crime; 5. Memperluas “rules of ethics” dalam penggunaan komputer dan mengajarkannya melalui kurikulum informatika; 6. mengadopsi kebijakan perlindungan korban cyber crime sesuai Deklarasi PBB mengenai korban, dan mengambil langkah-langkah untuk mendorong korban melaporkan adanya cyber crime; b. mengimbau negara anggota meningkatkan kegiatan internasional dalam upaya penanggulangan cyber crime; c. merekomendasikan kepada Komite Pengendalian dan Pencegahan Kejahatan (Committee on Crime Prevention and Control) PBB untuk : 1. menyebarluaskan pedoman dan standar untuk membantu negara anggota menghadapi cyber crime di tingkat nasional, regional dan internasional; 2. mengembangkan penelitian dan analisis lebih lanjut guna menemukan cara-cara baru menghadapi problem cyber crime di masa yang akan datang; 3. mempertimbangkan cyber crime sewaktu meninjau pengimplementasian perjanjian ekstradisi dan bantuan kerja sama di bidang penanggulangan kejahatan Resolusi Kongres PBB VII/1990 mengenai Computer related crime dalam
upaya menanggulangi cyber crime di atas pada beberapa poin menegaskan bahwa dalam menanggulangi cyber crime lebih mengedepankan upaya non penal dengan cara melakukan penanggulangan. Resolusi Kongres PBB VII/1990 diatas berlaku juga untuk menanggulangi tindakan cyber bullying yang dilakukan terhadap anak 61
Barda Nawawi Arief, Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Hukum Pidana dalam Penanggulangan Kejahatan, (Jakarta: Prenada Media Group, 2008), hal 238-239.
Universitas Sumatera Utara
sebagai korban, karena cyber bullying merupakan salah satu bentuk daricyber crime yang terjadi karena perkembangan teknologi yang pesat dan tidak diikuti dengan kesadaran penggunaan teknologi yang baik. Cyber bullying sebagai bagian dari tindak pidana cyber crime atau perbuatan yang menyalahgunakan teknologi internet dengan cara menghina, memfitna serta memeras di dalam dunia maya (cyber space) yang akibatnya dapat mengakibatkan anak-anak menjadi stres, melukai diri sendiri (self injury), melakukan tindak kriminal, dan melakukan komitmen untuk bunuh diri (commit suicide), untuk penanggulangannya pun harus diorientasikan pada pengaturan penggunaan teknologi internet itu sendiri dan menanamkan etika kepada setiap pengguna teknologi yang berkembang pesat terkait dengan teknologi informasi dan komunikasi. Hukum pidana memiliki kemampuan yang terbatas dalam upaya penanggulangan kejahatan yang begitu beragam dan kompleks khususnya terhadap tindakan cyber bullying. Oleh karena itu diperlukan adanya pendekatan non penal. Dilihat dari sudut politik kriminal, kebijakan paling strategis adalah melalui sarana “non penal” karena lebih bersifat preventif. Pendekatan integral antara penal policy dan non penal policy dalam penanggulangan kejahatan harus dilakukan karena pendekatan penerapan hukum pidana semata mempunyai berbagai keterbatasan. Terdapat dua sisi yang menjadi keterbatasan hukum pidana. Pertama, dari sisi hakikat terjadinya suatu kejahatan. Kejahatan sebagai suatu masalah yang berdimensi sosial dan kemanusian disebabkan oleh berbagai faktor yang kompleks dan berada di luar jangkauan hukum pidana. Jadi, hukum pidana tidak akan mampu melihat secara mendalam
Universitas Sumatera Utara
tentang akar persoalan kejahatan bila tidak dibantu oleh disiplin lain. Untuk itulah hukum pidana harus terpadu dengan pendekatan sosial.Kedua, keterbatasan hukum pidana dapat dilihat dari hakikat berfungsinya hukum pidana itu sendiri. Penggunaan hukum pidana pada hakikatnya hanya obat sesaat sebagai penanggulangan gejala semata (kurieren am symptom) dan bukan alat penyelesaian yang tuntas dengan menghilangkan sumber penyebab penyakitnya. Dalam konteks ini, hukum pidana berfungsi setelah kejahatan terjadi. Artinya hukum pidana tidak memberikan efek pencegahan sebelum kejahatan itu terjadi sehingga hukum pidana tidak mampu menjangkau akar kejahatan itu sendiri yang berdiam di tengah kehidupan masyarakat. 62 Keterbatasan pendekatan penal dalam upaya penanggulangan kejahatan seperti dikemukakan di atas, harus diikuti dengan pendekatan non penal, yang dapat berupa pencegahan tanpa menggunakan hukum pidana (prevention without punishment) dan upaya mempengaruhi pandangan masyarakat terhadap kejahatan dan pemidanaan melalui media massa (influencing views of society on crime and punishment/mass media).Kebijakan penanggulangan kejahatan lewat jalur non penal lebih bersifat tindakan pencegahan untuk terjadinya suatu kejahatan. Oleh karena itu, sasaran utamanya adalah menangani faktor-faktor kondusif penyebab terjadinya kejahatan yang berpusat pada masalah-masalah atau kondisi-kondisi sosial yang secara langsung atau tidak langsung dapat menimbulkan atau menumbuh suburkan kejahatan. Dengan demikian dilihat dari kebijakan penanggulangan kejahatan, maka usaha-usaha non penal ini mempunyai
62
Mahmud Mulyadi, Criminal Policy : Pendekatan Integral Penal Policy dan Non-Penal Policy dalam Penanggulangan Kejahatan Kekerasan, (Medan: Pustaka Bangsa Press, 2008), hal. 19.
Universitas Sumatera Utara
kedudukan yang strategis dan memegang peranan kunci yang harus diintensifkan dan diefektifkan. 63 Menurut Barda Nawawi Arief upaya penanggulangan cyber crime juga harus ditempuh dengan pendekatan teknologi (techno prevention), pendekatan budaya (cultural), pendekatan edukatif/moral/religious, bahkan pendekatan global (kerja
sama
internasional)
karena
melampaui
batas-batas
Negara
atau
transnational/transborder. 64 Terdapat beberapa upaya dalam penanggulangan tindakan cyber bullying yaitu sebagai berikut :
1.
Pendekatan Budaya (Kultural) Upaya penanggulangan non penal melalui pendekatan budaya dan kultural
dengan cara mengetahui etika dan cara menggunakan teknologi internet secara benar sehingga dapat menghindari dampat negatif dalam penggunaan internet. Pendekatan ini merupakan salah satu kebijakan non penal dalam Resolusi Kongres PBB VII/1990 mengenai computer related crimes, yang menyatakan perlunya membangun/membangkitkan kepekaan warga masyarakat dan aparatur penegak hukum terhadap masalah cyber crime dan menyebarluaskan/mengajarkan etika penggunaan komputer melalui media pendidikan budaya masyarakat. Pemahaman dan kepatuhan terhadap etika berinternet sangatlah efektif dalam pencegahan tindakan cyber bullying yang dilakukan dalam upaya perlindungan terhadap anak di dunia maya. Oleh karena itu setiap pengguna internet seharusnya mengetahui setiap etika dalam menggunakan internet (cyber ethics). Cyber ethics adalah suatu aturan tidak tertulis yang dikenal di dunia maya. 63
Ibid Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, (Jakarta: Kencana Media Group, 2008), hal. 40. 64
Universitas Sumatera Utara
Suatu nilai-nilai yang disepakati bersama untuk dipatuhi dalam interaksi antar pengguna teknologi khususnya teknologi informasi. Cyber ethics berbeda dengan cyberlaw atau hukum tertulis. Hukum formal tertulis petunjuk yang berlaku untuk semua orang, ditafsirkan oleh sistem peradilan, dan ditegakkan oleh polisi. Cyber ethics memunculkan peluang baru dalam bidang pendidikan, bisnis, layanan pemerintahan dengan adanya kehadiran internet. Sehingga memunculkan netiket/nettiquette yaitu salah satu etika yang menjadi acuan dalam berkomunikasi menggunakan internet. Cyber ethics yang merupakan hukum tidak tertulis dalam tata cara berinternet dapat menjadi tindakan preventif untuk menanggulangi cyber bullying. Berikut ini cyber ethics atau etika internet/etika dunia maya : 65 1.
2. 3. 4. 5. 6.
7.
Have your own passwords. These should neither be borrowed nor shared. When a person logs in with a password, it leaves a specific fingerprint, and if someone is using your password, then whatever they do while on your computer, could reflect on you. Do not break into someone else’s computer. This should be common sense, but it can also be a crime in the right situation. When downloading material from the internet including movies, music, games, or software, adhere to the copyright restrictions. Do not sabotage someone else’s computer. Do not copy information that you take from the internet and claim it as yours. This is plagiarism, theft of another’s words. Do not call the other people names, curse them, lie about them or doing anything else that can be construed as trying to hurt or bully them. Bullying can be criminal in some locales and can be subject to Federal civil rights laws as well. When downloading software, be sure adhere to the copyright restrictions.
Cyber ethics atau etika dalam dunia maya diatas menjelaskan 7 (tujuh) aturan yang menjadi ketentuan umum bagi pengguna internet untuk menjaga
65
Di akses dari nobullying.com/cyber-ethics/ “Cyber Ethics in the 21st Century” pada tanggal 22 Maret 2016
Universitas Sumatera Utara
keamanan dan kenyamanan di dunia maya. Adapun penjelasan 7 (tujuh) cyber ethics diatas adalah sebagai berikut : Pertama sebaiknyamemiliki password sendiri. Tidak seharusnya seseorang meminjamkan atau berbagi password, karena ketika seseorang log in (masuk) dengan menggunakan password maka orang yang menguasai password tersebut dapat menggunakannya untuk hal yang tidak baik. Kedua jangan masuk ke komputer orang lain dengan tujuan untuk menguasai karena hal ini dapat termasuk pada tindakan kriminal. Ketiga ketika mendownload (mengunduh/mengambil) materi dari internet termasuk film, musik, permainan atau perangkat lunak (software), harus mematuhi pembatasan hak cipta yang dimiliki. Keempat jangan sabotase komputer orang lain. Kelima jangan menyalin informasi yang di ambil dari internet dan mengklaim itu sebagai milik pribadi. Tindakan ini termasuk kedalam plagiarisme (plagiarism) atau pencurian kata-kata milik orang lain. Keenam jangan memanggil nama orang lain dengan tujuan untuk mengatakan kata-kata secara kasar, berbohong tentang mereka atau melakukan perbuatan yang dapat ditafsirkan mencoba untuk menyakiti atau mengintimidasi mereka. Ketujuh yang terakhir ketika mendownload software pastikan mematuhi pembatasan hak cipta. Etika dalam dunia maya (cyber ethics) yang diuraikan diatas menjelaskan beberapa tahapan yang seharusnya diikuti oleh pengguna internet yang menggunakan media teknologi informasi dan komunikasi untuk terhubung kedalam dunia maya. Cyber ethics ini sendiri dibuat untuk memberikan gambaran kepada pengguna internet ketentuan apa saja yang harus dijaga dan diterapkan untuk menciptakan kenyamanan dan keamanan bagi pengguna internet diseluruh
Universitas Sumatera Utara
dunia. Ketentuan keenam menjelaskan dengan tegas tentang etika untuk menjalin hubungan baik dengan sesama pengguna internet di dunia maya dengan tidak mengatakan kata-kata kasar, berbohong tentang orang lain atau membuat tindakan yang mengintimidasi. Hal ini menegaskan bahwa dalam salah satu ketentuan cyber ethics melarang tindakan cyber bullying agar menciptakan dunia internet yang aman dan tentram sehingga dapat memperoleh manfaat dari teknologi itu sendiri. ICT Watch atau Kemitraan Teknologi Informasi dan Komunikasi Indonesia merupakan institusi kemasyarakatan dalam bentuk organisasi yang didirikan secara legal pada tahun 2002 di jakarta. ICT Watch berawal dari sekelompok anak muda yang berbagi kepedulian dalam bidang Informasi dan Teknologi Komunikasi (ITK), pemberdayaan manusia dan implementasi di Indonesia. 66Information andCommunication Technology Watch (ICT Watch) sebagai salah satu lembaga teknologi informasi juga telah mengeluarkan tata cara browsing atau cyber ethicinternet yang baik dalam 7 (tujuh) Tips Internet Sehat, yaitu : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
66
Berhati-hatilah menggunakan e-banking di tempat umum, seperti warnet. Mintalah jaminan keamanan PC kepada petugas warnet; Tidak memberikan password apapun kepada siapapun di Internet; Jika membuat situs pribadi atau melakukan chatting, janganlah memberikan data pribadi (alamat rumah, nomor telepon, dll.); Buatlah minimal 2 alamat e-mail. Satu untuk keperluan pribadi dan satu lagi untuk keperluan berlangganan milis atau layanan internet; Jangan buka file kiriman (attachment) dari seseorang yang tidak kita kenal benar. Jadi langsung di delete saja; Tetaplah ingat untuk memperpanjang sewa nama domain yang anda miliki; Peran orang tua/guru dalam membimbing dan mengarahkan anak/murid tidak dapat digantikan dengan software apapun;
Diakses dari Internetsehat/id pada tanggal 7 April 2016
Universitas Sumatera Utara
Internet Sehat dan Aman (INSAN) adalah suatu program dari pemerintah Indonesia yang dicanangkan oleh Kementrian Komunikasi dan Informasi Indonesia (Kemkominfo) dengan tujuan untuk mensosialisasikan penggunaan internet secara sehat dan aman melalui pembelajaran etika berinternet secara sehat dengan melibatkan seluruh komponen masyarakat. Peranan pemerintah dalam upaya perlindungan anak diatur jelas pada pasal 20 UU No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak yang berbunyi “Negara, Pemerintah Daerah, Masyarakat, Keluarga, dan Orang Tua atau Wali berkewajiban dan bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan Perlindungan Anak”. 67 Dengan membuat program Internet Sehat dan Aman (INSAN), pemerintah melalui Kemenkoinfo berupaya menyelenggarakan Perlindungan terhadap anak. Kemenkoinfo sendiri memberikan 8 (delapan) ketentuan
yang harus diperhatikan setiap pengguna
internet terutama bagi anak yang berkaitan dengan cyber ethics melalui program Internet Sehat dan Aman (INSAN). Adapun 8 (delapan) cyber ethics dalam program Kemenkoinfo tersebut adalah sebagai berikut : 68 1. 2. 3. 4. 5.
6. 7. 8.
67 68
Tempatkan internet di tempat terbuka. Jangan menanggapi email dari orang yang tidak dikenal. Segera tinggalkan atau keluar dari situs liar yang tidak pantas untuk anak-anak. Jangan menanggapi ajakan pertemuan langsung. Jangan memberikan data pribadi dan keluarga, alamat rumah, kantor, sekolah, nomor telepon, tanggal lahir atau password dan data diri kepada orang lain ataupun saat mengisi data diri pada situs personal. Manfaatkan internet untuk keperluan belajar. Gunakan software proteksi ( Firewall, Antivirus, dan lain-lain) dan filter (K9 Protection). Gunakan browser khusus anak-anak.
Pasal 20 UU No.35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak Di akses dari https://id/wikipedia.org/wiki/Internet_Sehat_dan_Aman pada tanggal 7
April 2016
Universitas Sumatera Utara
Sosialisasi etika internet serta akibat negatif dari tindakan cyber bullying menjadi upaya penanggulangan non penal dalam srategi preventif. Sosialisasi etika internet ini sangat diperlukan agar masyarakat tahu bahwa di dunia maya juga ada norma-norma yang harus dipatuhi. Sehingga dapat mencegah terjadinya tindakan cyber bullying yang berakibat terhadap anak. 2.
Pendekatan Pendidikan Moral (Edukatif) Cassare Beccaria menyatakan metode yang paling tepat untuk mencegah
kejahatan adalah dengan menyempurnakan sistem pendidikan. 69 Pendekatan pendidikan moral dan agama merupakan pendekatan yang sangat dibutuhkan dalam penanggulangan tindakan cyber bullying. Pendekatan moral dan agama adalah pendekatan yang strategis karena dapat semaksimal mungkin mengurangi potensi untuk melakukan tindak intimidasi di duna maya, serta akan lebih dapat menumbuhkan kesadaran dari setiap orang untuk menghindari tindakan cyber bullying dengan media elektronik dengan jenis apapun. Pendidikan moral dan agama diharapkan menjadi upaya preventif yang strategis dalam menanggulangi tindakan cyber bullying. Orang tua yang memahami bentuk pengawasan terhadap anak akan menekan tindakan cyber bullying yang dilakukan anak terhadap anak-anak lainnya. Tindakan tersebut sangatlah penting mengingat banyaknya anak-anak usia dini seringkali melakukan penghinaan dan menyebarkan berita-berita yang tidak benar di dunia maya. Pendidikan moral dan agama dalam meningkatkan kesadaran masyarakat juga dinyatakan oleh Barda Nawawi Arief, dimana penanggulangan cyber crime harus juga ditempuh dengan pendekatan moral/edukatif/religious. Pernyataan 69
Wahmuji, Perihal Kejahatan dan Hukuman, (Yogyakarta: Genta Publishing, 2011),
hal. 149.
Universitas Sumatera Utara
Barda Nawawi Arief dapat dibenarkan yaitu dengan tingginya kesadaran masyarakat, maka masyarakat akan mengetahui dampak buruk dari tindakan cyber bullying dan akan lebih memperhatikan anak agar tidak menjadi korban cyber bullying maupun pelaku cyber bullying. Sehingga dunia maya akan menjadi tempat yang positif untuk memenuhi kebutuhan disegala aspek. Pendidikan moral dan agama dalam upaya penanggulangan tindak kejahatan sendiri sebenarnya harus ditanamkan kepada anak melalui keluarga. Karena pendidkan moral dan agama dari keluarga merupakan upaya pencegahan terjadinya kejahatan. Dalam pasal 26 UU No.35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak juga dijelaskan peranan keluarga sebagai berikut : 70
Kewajiban dan Tanggung Jawab Orang Tua dan Keluarga Pasal 26 (1) Orang tua berkewajiban dan bertanggung jawab untuk : a. Mengasuh, memelihara, mendidik, dan melindungi Anak; b. Menumbuh kembangkan Anak sesuai dengan kemampuan, bakat, dan minatnya; c. Mencegah terjadinya perkawinan pada usia Anak; dan d. Memberikan pendidikan karakter dan penanaman nilai budi pekerti pada anak.
Pada pasal 26 huruf d UU Perlindungan Anak diatas merupakan bagian penting upaya penanggulangan cyber bullying. Dengan memberikan pendidikan karakter dan penanaman nilai budi pekerti kepada anak, diharapkan anak dapat saling menghormati dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini akan membuat anak dapat berkomunikasi dengan baik bersama teman seusianya baik di dunia nyata maupun di dunia maya (cyber space).
70
Pasal 26 UU No.35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak
Universitas Sumatera Utara
Upaya pelaksanaan pendidikan moral dapat dilakukan keluarga dengan memberikan pengajaran. Michele Borba
Dalam buku berjudul “Membangun
Kecerdasan Moral” menjelaskan bahwa keluarga dapat memberikan 7 pengajaran Moral kepada anak sebagai berikut: 71 1) Empati Merupakan inti emosi moral yang membantu anak memahami perasaan orang lain. 2) Hati Nurani Suara hati yang membantu anak memilih jalan yang benar, serta tetap berada di jalur yang bermoral, membuat dirinya merasa bersalah ketika menyimpang dari jalur yang semestinya. 3) Kontrol diri Membantu anak menahan dorongan dari dalam dirinya dan berpikir sebelum bertindak, sehingga dapat melakukan hal yang benar dan kecil kemungkinan mengambil tindakan yang akan menimbulkan akibat buruk. 4) Menghormati Orang lain Kebaikan ini mengarahkan anak memperlakukan orang lain sebagaimana ia ingin orang lain memperlakukan dirinya, sehingga mencegah anak bertindak kasar, tidak adil, dan bersikap memusuhi. 5) Kebaikan Hati Membantu anak untuk mampu menunjukkan kepeduliannya terhadap kesejahteraan dan perasaan orang lain. 6) Toleransi Membuat anak mampu menghargai perbedaan kualitas dalam diri orang lain, membuka diri terhadap pandangan dan keyakinan baru, serta menghargai orang lain tanpa membedakan suku, gender, penampilan, budaya, kepercayaan, kemampuan, atau orientasi seksual. 7) Keadilan Menuntun anak agar memperlakukan orang lain dengan baik, tidak memihak, adil, mematuhi aturan, mau bergiliran dan berbagi, serta mendengar semua pihak secara terbuka sebelum memberi penilaian apapun. Pendidikan moral seperti yang dijelaskan Michele Borba merupakan upaya yang harus dilakukan orang tua untuk mendidik anak. Jika anak mendapatkan pendidikan moral maka tindakan cyber bullying yang ada di dunia maya dapat dihindari. Dikarenakan anak-anak dapat saling menghargai antara satu dengan yang lain dan tercipta ruang lingkup dunia maya yang aman dan nyaman. 71
Michele Borba, Membangun Kecerdasan Moral (Tujuh Kebajikan Utama Agar Anak Bermoral Tinggi),(Jakarta: Gramedia Pustaka Utama,2008), hal.7-8.
Universitas Sumatera Utara
Pendidikan moral dan peranan keluarga juga didukung oleh Mahmud Mulyadi Pakar Hukum Pidana
dalam upaya penanggulangan kejahatan yang
dapat dilihat dalam bukunya berjudul “Criminal Policy : Pendekatan Integral Penal Policy dan Non-Penal Policy dalam Penanggulangan Kejahatan Kekerasan”, dijelaskan bahwa kehangatan sebuah keluarga akan melahirkan motivasi yang positif para anggotanya dalam menghadapi kehidupan. Sebaliknya, kondisi keluarga yang berantakan, menjadikan anggota-anggotanya (terutama anak-anak) cenderung melakukan perbuatan yang menyimpang sehingga dapat mengarah terjadinya kejahatan. 72 Seperti kebanyakan kasus cyber bullying yang terjadi mereka yang menjadi pelaku cyber bullying beberapa dari mereka adalah anak-anak yang kurang mendapatkan perhatian dari orang tuanya baik itu karena kesibukan akan rutinitas kerja maupun karena orang tua memiliki masalah dalam rumah tangga. Anak-anak mempunyai lebih banyak waktu untuk berkomunikasi dengan anggota keluarga dibanding dengan orang lain. Komunikasi dalam keluarga ini adalah elemen yang utama untuk menciptakan kedekatan emosional. 73 3.
Pendekatan Ilmiah Marc Ancel mendefinisikan kebijakan hukum pidana (penal policy)
sebagai suatu ilmu sekaligus seni yang bertujuan untuk memungkinkan peraturan positif dirumuskan secara lebih baik. Dalam menentukan kebijakan kriminal Marc Ancel menyatakan bahwa kebijakan kriminal (criminal policy) merupakan usaha
72
Mahmud Mulyadi, Criminal Policy : Pendekatan Integral Penal Policy dan Non-Penal Policy dalam Penanggulangan Kejahatan Kekerasan, (Medan: Pustaka Bangsa Press, 2008), hal. 15. 73 Op.Cit
Universitas Sumatera Utara
yang rasional masyarakat dalam menanggulangi kejahatan (the rational organization of the control of crime by society). Kebijakan yang rasional dalam menanggulangi tindakan cyber bullying tidak terlepas dari pendekatan ilmiah. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Marc Acel bahwa di perlukan usaha yang rasional dalam menanggulangi kejahatan. Usaha yang rasional dapat dalam bentuk pendekatan ilmiah dalam mengkaji suatu tindakan cyber bullying. Pendekatan ilmiah menuntut perguruan tinggi dan akademisi melakukan penelitian, sosialisasi dan seminar terhadap kejahatan yang menggunakan teknologi seperti cyber bullying, baik melalui Basic Research (penelitian
dasar
yang
mempunyai
alasan
intelektual,
dalam
rangka
pengembangan ilmu pengetahuan) ataupun Applied Research (penelitian terapan yang mempunyai alasan praktis, keinginan untuk mengetahui dan bertujuan agar dapat melakukan sesuatu yang lebih baik, efektif, efisien). Pendekatan ilmiah sangat penting untuk menanggulangi maraknya tindakan cyber bullying dan dampak negatifnya. 4.
Pendekatan Teknologi (Techno Prevention) Pelaku cyber bullying memanfaatkan sarana teknologi untuk melakukan
tindakan intimidasi terhadap anak. Oleh karena itu penggunaan sarana non penal harus melibatkan pendekatan teknologi juga sebagai langkah strategis dalam pencegahan tindakan cyber bullying. Penanggulangan tindakan cyber bullying menggunakan teknologi dapat dilihat dari upaya pemerintah dan lembagalembaga terkait lainya dalam menciptakan dan mengembangkan teknologi yang memberikan keamanan dan akses cepat dalam menanggulangi tindakan cyber bullying.
Universitas Sumatera Utara
Dalam penanggulangan cyber bullying dan kejahatan lainnya yang berhubungan dengan teknologi banyak perangkat lunak (software) yang digunakan untuk memberikan perlindungan bagi anak ketika menggunakan internet dan terhubung di dalam dunia maya. Aplikasi parentalcontrol dan penapis dapat digunakan untuk membantu melindungi keamanan anak di internet dan dipasang di berbagai jenis gadget yang digunakan. Beberapa aplikasi parental control yang dapat di pasang di antaranya adalah Qustodio, K9 Web Protection, Kakatu dan DNS Nawala. Software seperti Kakatu dan DNS Nawala adalah teknologi buatan Indonesia yang handal melindungi anak, sehingga seringkali kemenkoinfo dan komunitas yang peduli terhadap internet sehat dan menciptakan dunia maya yang aman, menganjurkan agar orang tua menggunakan software diatas untuk memberikan perlindungan terhadap anak. 74Software yang telah dijelaskan diatas dapat digunakan untuk mengetahui aktifitas anak di dunia maya saat terhubung dengan internet, situs-situs apa yang mereka sering masuki, memberikan peringatan jika situs yang dikunjungi memiliki konten berbahaya, dan pengguna software sendiri dapat melaporkan jika mengalami tindakan seperti cyber bullying maupun tindakan lain yang dianggap membahayakan dirinya. Selain software yang bersifat melindungi pengguna internet yang dijelaskan diatas, diperlukan juga sistem keamanan yang menggunakan teknologi untuk melindungi komputer dan jaringannya agar tetap aman. Jika jaringan komputer dapat di kuasai oleh orang lain, maka akan muncul kemungkinan diambilnya data-data yang bersifat pribadi dan penting. Sehingga hal ini akan memunculkan kemungkinan terjadinya tindakan cyber bullying. Data-data pribadi
74
Diakses dari Internetsehat/id pada tanggal 7 April 2016
Universitas Sumatera Utara
tersebut dapat di sebarkan ke dalam dunia maya oleh orang yang tidak bertanggung jawab. Keamanan komputer (computer security) atau dikenal juga dengan sebutan cyber security (IT security) adalah keamanan informasi yang diaplikasikan kepada komputer dan jaringannya. Sasaran keamanan komputer antara lain adalah sebagai perlindungan informasi terhadap pencurian atau korupsi, atau pemeliharaan ketersediaan, seperti dijabarkan dalam kebijakan keamanan. Penerapan computer security dalam kehidupan sehari-hari berguna sebagai penjaga sumber daya sistem agar tidak digunakan, modifikasi, interupsi, dan diganggu oleh orang yang tidak berwenang. Computer security akan membahas 2 hal penting yaitu ancaman (threat) dan kelemahan sistem (vulnerability). 75Diperlukan sistem keamanan komputer yang baik untuk menjaga agar orang lain tidak dapat memasuki atau menerobos secara paksa sistem komputer dan jaringan komputer yang dimiliki orang lain. Jika suatu sistem komputer telah di terobos dan dikuasai maka akan mengakibatkan data-data pribadi yang ada di komputer dapat dikuasai dan dipublikasikan kedalam dunia maya. 76 Hal ini akan menimbulkan tindakan cyber bullying, karena beberapa kasus tindakan cyber bullying yang ada diluar negeri diawali dari seorang hacker yang menguasai dan mencuri data pribadi milik orang lain dan untuk selanjutnya menyebarkan informasi baik dalam bentuk teks, gambar , maupun video di dunia maya dengan tujuan mempermalukan korbannya. Sebagai contoh kasus dapat dilihat yang terjadi di pada anak dari pegulat terkenal Hulk Hogan yaitu Nick Hogan. Dalam kasus yang terjadi pada Nick Hogan dapat dilihat seseorang mencoba menerobos sistem keamanan perangkat elektronik 75
Deris Stiawan, Sistem Keamanan Komputer, (Jakarta: PT Elex Media Komputindo, 2006), hal. 25. 76 Ibid, hal. 30.
Universitas Sumatera Utara
milik Nick, dan mengambil gambar telanjang saat Nick bersama dengan pacarnya yang masih duduk di sekolah menegah atas (High School). Pelaku yang berhasil mengambil gambar tersebut dengan cepat menyebarkannya di dunia maya sehingga menjadi konsumsi bagi pengguna internet. 77 Berdasarkan penjelasan keamanan komputer (computer security) maka pengamanan terhadap komputer dan jaringannya agar tidak dapat dimasuki secara paksa oleh orang lain merupakan hal yang sangat penting dilakukan, untuk menghindari kemungkinan diterobosnya sistem keamanan komputer milik orang lain. Pentingnya keamanan komputer sebagai penanggulangan tindakan cyber bullying diungkapkan oleh Volodymyr Golubev, bahwa banyak aspek dari kasus cyber crime yang dalam hal ini cyber bullying merupakan salah satunya, akibat lemahnya perlindungan informasi daripada yang diakibatkan oleh perbuatan pelaku kejahatan. Oleh karena itu perlu diberikan lebih banyak informasi mengenai kelemahan dari sistem komputer dan sarana perlindungan yang efektif. 78Jika sistem keamanan komputer terjaga dengan baik, maka tindakan cyber bullying yang memanfaatkan data-data pribadi seperti teks, gambar video dan data lainnya yang ada di komputer milik orang lain dapat dihindari. Pengamanan yang dilakukan juga tidak hanya terbatas kepada komputer dan jaringannya, melainkan pada alat elektronik komunikasi yang lainnya, karena tindakan cyber bullying dilakukan bukan hanya dengan komputer melainkan dengan alat elektronik lain seperti telepon seluler, notebook , dan alat elektronik komunikasi yang sejenis. 77
Selena Hill, Celebrity Nude Photo Scandal : Hackers Leak Intimate Photos of Nick Hogan and His High School Girlfriends, diakses dari http://www.latinpost.com pada tanggal 8 April 2016 78 Barda Nawawi Arief, Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Hukum Pidana dalam Penanggulangan Kejahatan, (Jakarta: Prenada Media Group, 2008), hal. 240.
Universitas Sumatera Utara
Kementrian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) melaksanakan sosialisasi
keamanan
informasi
khususnya
mengenai
proteksi
terhadap
infrastruktur internet. Melalui Indonesia Security Incident Responses Team on Internet Infrastructure (ID-SIRTII), pemerintah melakukan peran aktif dalam pengamanan pemanfaat jaringan internet, untuk mendukung proses penegakan hukum
dan
Berhubungan
menciptakan
pemanfaatan
dengan
diterbitkannya
26/PER/M.KOMINFO/5/2007
tentang
jaringan
internet
Peraturan
Pengamanan
yang
aman. 79
Menteri
Nomor
Pemanfaatan
Jaringan
Telekomunikasi Berbasis Protokol Internet. Menteri Komunikasi dan Informatika menunjuk Indonesia Security Incident Response Team on Internet and Infrastructure/Coordination Center (id-SIRTII/CC) untuk bertugas melakukan pengawasan keamanan jaringan telekomunikasi berbasis protokol internet. Gagasan untuk mendirikan id-SIRTII/CC
sendiri disampaikan oleh beberapa
kalangan khususnya praktisi, industri, akademisi, komunitas teknologi informasi dan Pemerintah sejak tahun 2005. 80 Selain beberapa pendekatan diatas yang digunakan untuk tindakan non penal dalam upaya menanggulangi tindakan yang mengarah kepada cyber bullying, terdapat sosialisasi yang dengan dikeluarkannya Surat Edaran Kapolri Nomor : SE/6/X2015 (“SE Hate Speech”). Surat edaran ini sendiri terdiri dari empat butir yang mengatur antara lain lingkup perbuatan yang dapat dikategorikan sebagai hate speech dan tindak pidana yang berkaitan. Tujuan Kapolri mengeluarkan SE Hate Speech pada dasarnya untuk memberitahukan
79
Diakses dari http://www.siwalimanews.com pada tanggal 8 April 2016 Kemkoinfo Sosialisasikan Keamanan Informasi 80 Diakses dari http://www.idsirtii.or.id/halaman/tentang/sejarah-id-sirtii-cc.html pada tanggal 8 April 2016
Universitas Sumatera Utara
anggota kepolisian agar memahami langka-langkah penanganan perbuatan ujaran kebencian atau hate speech baik itu di pergaulan sehari-hari di sosial media maupun saat berdemo. Perbuatan ujaran kebencian jika tidak ditangani dengan efektif, efisien, dan sesuai ketentuan perundang-undangan berpotensi memunculkan konflik sosial yang meluas dan menimbulkan tindak diskriminasi baik di kehidupan nyata maupun di dalam dunia maya (cyber space). Untuk menangani perbuatan ujaran kebencian agar tidak memunculkan diskriminasi dan intimidasi berdasarkan penjelasan butir 3 didalam Surat Edaran Hate Speech dijelaskan upaya preventif yang harus dilakukan Polri dalam penangananya, yaitu sebagai berikut : 81 1.
Melakukan tindakan preventif a. Setiap anggota polri agar memiliki pengetahuan dan pemahaman mengenai bentuk-bentuk ujaran kebencian yang timbul di masyarakat. b. Setiap anggota polri agar lebih responsif atau peka terhadap gejala-gejala yang timbul di masyarakat yang berpotensi menimbulkan tindak pidana ujaran kebencian. c. Setiap anggota Polri agar melakukan kegiatan analisis atau kajian terhadap situasi dan kondisi di lingkungan masing-masing terutama yang berkaitan dengan perbuatan ujaran kebencian. d. Setiap anggota Polri agar melaporkan kepada pimpinannya masingmasing atas situasi dan kondisi di lingkungannya terutama yang berkaitan dengan perbuatan ujaran kebencian. e. Dan kepada Kasatwil agar untuk melakukan kegiatan : i. Mengefektifkan dan mengedepankan fungsi intelijen untuk mengetahui kondisi riil di wilayah-wilayah yang rawan konflik terutama akibat hasutan-hasutan atau provokasi, untuk selanjutnya dilakukan pemetaan sebagai bagian dari early warning dan early detection; ii. Mengedepankan fungsi Binmas dan Polmas untuk melakukan penyuluhan atau sosialisasi kepada masyarakat mengenai ujaran kebencian dan dampak-dampak negatif yang akan terjadi; iii. Mengedepankan fungsi Binmas untuk melakukan kerja sama yang konstruktif dengan tokoh agama, tokoh masyarakat, tokoh pemuda dan akademisi untuk optimalisasi tindakan represif atas ujaran kebencian;
81
Butir 3 SE Hate Speech
Universitas Sumatera Utara
iv.
2.
apabila ditemukan perbuatan yang berpotensi mengarah pada tindak pidana ujaran kebencian maka setiap anggota Polri wajib melakukan tindakan : (1) memonitor dan mendeteksi sedini mungkin timbulnya benih pertikaian di masyarakat; (2) melakukan pendekatan pada pihak yang diduga melakukan ujaran kebencian; (3) mempertemukan pihak yang diduga melakukan ujaran kebencian dengan korban ujaran kebencian; (4) mencari solusi perdamaian antara pihak-pihak yang bertikai; dan (5) memberikan pemahaman mengenai dampak yang akan timbul dari ujaran kebencian di masyarakat.
Apabila tindakan preventif telah dilakukan namun tidak menyelesaikan masalah yang timbul akibat dari tindakan ujaran kebencian tersebut, maka penyelesaian dapat dilakukan melalui ; a. Penegakan hukum mengacu pada ketentuan KUHP, UU ITE, dan UU 40/2008. b. Jika telah terjadi konflik sosial yang dilatarbelakangi ujaran kebencian, penanganannya tetap berpedoman pada UU 7/2012 dan Perkapolri 8/2013. Penanggulangan tindakan cyber bullying telah dilakukan dengan upaya
represif setelah dibuatnya UU ITE No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, yang mengatur tindak kejahatan yang ada dirana dunia maya (cyber space). Untuk melaksanakan ketentuan Pasal-pasal yang ada didalam UU ITE tersebut maka ditetapkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 82 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Sistem Transaksi dan Elektronik. PP No. 82 Tahun 2012 merupakan salah satu ketentuan yang digunakan dalam upaya non penal untuk penanggulangan tindakan cyber bullying. Hal ini dapat dilihat dalam PP tersebut diatur tentang hubungan antara Penyelenggara Sistem Elektronik dan Pengguna Sistem Elektronik, serta ketentuan yang harus dilaksanakan oleh Penyelenggara Sistem Elektronik untuk menciptakan Penyelenggaraan Sistem Elektronik yang baik.
Universitas Sumatera Utara
Ketentuan dalam PP No 82 Tahun 2012 berkaitan dengan penanggulangan cyber bullying dalam upaya non penal yang dimaksud adalah adanya kewajiban bagi Penyelenggara Sistem Elektronik untuk melaksanakan ketentuan sehingga menciptakan Penyelenggaran Sitem Elektronik yang baik dan aman bagi Pengguna Sistem Elektronik. Seperti yang dijelaskan sebelumnya terkait dengan penanggulangan cyber bullying dengan saran non penal disebutkan bahwa keamanan komputer (computer security) sangat penting untuk diperhatikan, dikarenakan banyak tindakan cyber bullying diawali dari dikuasainya komputer seseorang untuk mendapatkan data-data pribadi pemilik komputer terkait teks, gambar , video maupun data elektronik lainnya. Hal ini telah diatur dalam PP No 82 Tahun 2012 bagian ketujuh tentang Pengamanan Penyelenggaraan Sistem Elektronik pada Pasal 20 yaitu sebagai berikut : Pasal 20 (1) Penyelenggara Sistem Elektronik wajib memiliki dan menjalankan prosedur dan sarana untuk pengamanan Sistem Elektronik dalam menghindari gangguan, kegagalan, dan kerugian. (2) Penyelenggara Sistem Elektronik wajib menyediakan sistem pengamanan yang mencakup prosedur dan sistem pencegahan dan penanggulangan terhadap ancaman dan serangan yang menimbulkan gangguan, kegagalan, dan kerugian. (3) Dalam hal terjadinya kegagalan atau gangguan sistem yang berdampak serius sebagai akibat perbuatan dari pihak lain terhadap Sistem Elektronik, Penyelenggara Sistem Elektronik wajib mengamankan data dan segera melaporkan dalam kesempatan pertama kepada aparat penegak hukum atau Instansi Pengawas dan Pengatur Sektor terkait. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai sistem pengamanan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dalam Peraturan Menteri.
Universitas Sumatera Utara