18
BAB II PEGERTIAN DAN PERLINDUNGAN HUKUMTERHADAP ANAK SEBAGAI KORBAN KEKERASAN
1.1 Pengertian Anak Berbicaran tentang anak dan perlindungan tidak akanpernah berhenti sepanjang sejarah kehidupan, karena anak adalah generasi penerus bangsa dan penerus pembangunan, yaitu generasi yang di persiapkan sebagai subjek pelaksana pembangunan yang berkelanjutan dan pemegang ke adilan masa depan suatu negara, tidak kecuali di Indonesia. Perlindungan anak di Indonesia berarti melindungi potensi sumber daya insani dan membangun manusia Indonesia seutuhnya, menuju masyarakat yang adil dan makmur, materil spiritual berdasarkan pancasila dan UUD 1945. Upaya-upaya perlindungan anak harus telah dimulai sedini mungkin, agar kelak dapat berpastisipasi secara optimal bagi pembangunan bangsa dan negara. Dalam Pasal 2 (3) dan (4) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak, di tentukan bahwa: “Anak berhak atas pemeliharaan dan perlindungan baik semasa kandungan maupun sesudah di lahirkan. Anak berhak atas perlindungan-perlindungan hidup yang dapat membahayakan atau menghambat pertumbuhan dan perkembangan dengan wajar”. Kedua ayat tersebut memberikan dasar pemikiran bahwa perlindungan anak dimaksudkan mengupayakan perlakuan yang benar dan adil, untuk mencapai kesejahteraan anak.
Perlu diketahui bahwa sebenarnya citra dan pengertian tentang manusia dan kemanusian merupakan faktor yang dominan dalam menghadapi dan penyelesaian permasalahan perlindungan terhadap anak yang merupakan permasalahan kehidupan manusia juga. Disini yang manjadi objek dan subjek pelayan dan kegiatan perlindungan anak sama-sama mempunyai hak-hak dan kewajiban ; motivasi sesorang untuk ikut serta secara tekun dan gigih dalam setiap kegiatan perlindungan anak; pandangan bahwa setiap anak itu wajar dan berhak mendapatkan perlindungan mental, fisik, dan sosial dari orang tua, anggota masyarakat dan Negara.1 Perlindungan terhadap anak pada suatu masyarakat bangsa,merupakan tolak ukur peradaban bangsa tersebut, kegiatan perlindungan hukum merupakan suatu tindakan hukum yang berkaitan dengan hukum oleh karena itu di perlukan adanya jaminan hukum bagi kegiatan tentang perlindungan anak.2 Kepastian hukum perlu diusahakan demi kegiatan kelangsungan perlindungan anak dan mencegah terjadinya penyelewengan yang membawa akibat negatip anak. Untuk itu kegiatan perlindungan anak setidaknya memiliki dua aspek. Aspek pertama berkaitan dengan kebijakan dan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai perlidungan hak-hak anak. Aspek kedua menyangkut pelaksanaan kebijakan dan peraturan tersebut. Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), anak adalah keturunan kedua. Dalam konsideran UU No. 23 Tahun 2002 sudah dirubah dengan UU No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, dikatakan bahwa 1
Nashriana, 2011, Perlindungan Hukum Pidana Bagi Anak Di Indonesia, Rajawali Peres, Jakarta,h. 2. 2 Ibid,h. 3.
anak adalah amanah dari karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Lebih lanjut dikatakan bahwa anak adalah tunas potensi, dan generasi muda penerus cita-cita perjuangan bangsa memiliki peran strategis dan mempunyai ciri dan sifat khusus yang menjamin kelangsungan eksistensi bangsa dan Negara pada masa depan. Oleh karena itu agar setiap anak kelak mampu memikul tanggung jawab tersebut, maka ia perlu mendapatkan kesempatan seluas-luasnya untuk tumbuh secara optimal, baik fisik ataupun mental maupun sosial, maupun perlu dilakukan upaya perlindungan serta untuk menunjukan kesejahteraan anak dengan memberikan jaminan terhadap pemenuhan hak-haknya serta adanya perlakuan tanpa diskriminasi. Dari penjelasan tersebut, dapat diketahui bahwa pembuat undang-undang (DPR dan Pemerintah) memiliki politik hukum yang responsif terhadap perlindungan anak. Anak ditempatkan pada posisi yang mulai sebagai amanah Tuhan Yang Maha Esa yang memiliki peran strategis dalam menjamin kelangsungan eksistensi Negara ini. Melalui UU No. 23 Tahun 2002 sudah dirubah menjadi UU No. 35 Tahun 2014 tersebut, jaminan hak anak dilindungi,bahkan dibentuk Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) yang memiliki tanggung jawab untuk meningkatkan efektivitas perlindungan anak. Betapa pentingnya posisi anak bagi bangsa ini, menjadikan kita harus bersikap responsif dan progresif dalam menata peraturan perundang-undangan yang berlaku. Apabila kita melihat difinisi anak sebagaimana diungkapkan di atas, kita dapat bernafas lega karena dipahami secara komprehensif. Namun, untuk
menentukan batas usia dalam hubungannya adalah difinisi anak, maka kita akan mendapatkan berbagai macam batasan usia anak misalnya : 1. Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Berdasarkan ketentuan Pasal 47 ayat (1) dan Pasal 50 ayat (1) UU No. 1Tahun 1974, maka batasan untuk tersebut anak adalah belum mencapai 18 (delapan belas) tahun atau belum pernah melangsungkan perkawinan. 2. Undang-undang No. 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak. Menurut ketentuan Pasal 1 ayat (2) UU No. 4 Tahun 1979, maka anak adalah seseorang yang belum mencapai 21 tahun dan belum pernah kawin. 3. Udang-undang No. 3 Tahun tentang Pengadilan Anak mendefinisikan anak adalah orang yang dalam perkara anak nakal telah berusia delapan tahun, tetapi belum mencapai 18 tahun dan belum pernah kawin. 4. Undang-undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Dalam Pasal 1 sub 5 menyebutkan bahwa anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun dan belum pernah menikah, termasuk anak yang masih dalam kandungan apabila hal tersebut demi kepentingannya. 5. Undang-undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan membolehkan usia bekerja 15 tahun. 6. Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasiolal memberlakukan Wajib belajar 9 Tahun, yang dikonotasikan menjadi anak berusia 7 sampai 15 tahun. Berbagai macam definisi tersebut, menunjukkan adanya disharmonisasi perundang-undangan yang ada. Sehingga, pada peraktiknya di lapangan akan bayak kendala yang terjadi akibat dari perbedaan tersebut. Sementara itu,
mengacu pada Konvensi PBB tentang Hak Anak (Convention no the Right of the Child), maka definisi “Anak berati setiap manusia di bawah umur 18 tahun,kecuali menurut undang-undang yang berlaku pada anak, kedewasaan di capai lebih awal”. Untuk itu, UU No. 23 Tahun 2002 sudah dirubah menjadi UU No. 35 Tahun 2014 tentang Perlidungan Anak memberikan definisi anak adalah seorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. Hadi Supeno mengungkapkan bahwa semestinya setelah lahir UU Perlindungan Anak yang dalam hukum dikatagorikan sebagai lek specialist, semua ketentuan lainnya tentang definisi anak harus disesuaikan, termasuk kebijakan yang dilahirkan serta berkaitan dengan pemenuhan hak anak. Hal tersebut, karena memang sudah seharusnya peraturan perundang-undangan yang ada memiliki satu definisi sehingga tidak akan menimbulkan tumpang tindih peraturan perundang-undang. Untuk itu, UU Perlindungan Anak memang menjadi penentuan kebijakan yang berhubungan dalam pemenuhan hak anak.3 Pengertian Anak menurut hukum secara umum dikatakan anak adalah seorang yang dilahirkan dari perkawinan antara seseorang perempuan dengan seorang laki-laki. Anak juga merupakan cikal bakal lahirnya suatu generasi baru yang merupakan penerus cita-cita perjuangan bangsa dan sumber daya manusia bagi pembangunan nasional. Anak adalah asset bangsa. Semakin baik keperibadian anak sekarang maka semakin baik pula kehidupan masa depan bangsa. Begitu pula sebaliknya, Apabila keperibadian anak tersebut buruk maka akan buruk pula kehidupan bangsa yang akan datang. Pada umumnya orang berpendapat bahwa masa kanak-kanak merupakan masa yang panjang dalam rentang kehidupan. Bagi kehidupan anak, masa kanak-kanak seringkali dianggap
3
Hadi Supeno, 2010, Kriminalisasi Anak Tawaran Gagasan Radikal Peradilan Anak Tanpa Pemidanaan, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, h. 41.
tidak ada akhirnya, sehingga mereka tidak sabar menunggu saat yang didambakan yaitu pengakuan dari masyarakat bahwa mereka bukan lagi anak-anak tapi orang dewasa.4 Dalam pemaknaan yang umum mendapat perhatian tidak saja dalam bidang ilmu pengetahuan (the body of knowledge) tetapi dari sisi pandang kehidupan. Misalnya agama, hukum dan sosiologi menjadikan pengertian anak semakin rasional dan aktual dalam lingkungan sosial. Untuk meletakan anak kedalam ruang lingkup untuk menggolongkan status anak tersebut. Unsur-unsur tersebut adalah sebagai berikut: Unsur internal pada diri anak. Subjek Hukum: sebagai manusia anak juga digolongkan sebagai yang terkait dalam ketentuan peraturan perundang-undangan. Ketentuan dimaksud diletakkan pada anak dalam golongan orang yang belum dewasa, seseorang yang berada dalam perwalian, orang yang tidak mampu melakukan perbuatan hukum. Ketentuan hukum atau persamaan kedudukan dalam hukum (equality before the low) dapat memberikan legalitas formal terhadap anak sebagai seorang yang tidak mampu untuk berbuat peristiwa hukum yang ditentukan oleh ketentuan peraturan-peraturan hukum itu sendiri, atau meletakan ketentuan hukum yang memuat perincian tentang klasifikasi kemampuan dan kewenangan berbuat. Hak-hak yang diberikan Negara atau pemerintah yang timbul dari UUD dan peraturan perundang-undangan. Untuk dapat memahami pengertian tentang anak itu sendiri sehingga mendekati makna yang benar, diperlukan suatu pengelompokan yang dapat dilihat dari berbagai aspek kehidupan, yaitu aspek agam, ekonomi, sosiologis dan hukum.
4
www. andibooks. wordpress. com. Definisi-anak. Selasa,15 Mei 2012. 08:23:01
1.2 Hak-Hak Anak Anak adalah generasi penerus yang akan datang. Baik buruknya masa depan bangsa tergantung pula padabaik buruknya kondisi anak pada sat ini. Berkaitan dengan hal tersebut, maka perlakuan terhadap anak dengan cara yang baik adalah kewajiban kita bersama, agar ia bisa tumbuh berkembang dengan baik dan dapat menjadi pengembang peradapan bangsa ini. Berkaitan dengan perlakuan terhadap anak tersebut, maka penting bagai kita mengetahui hak-hak anak. Anak tetaplah anak, dengan segala ketidak mandiriaan yang ada mereka sangat membutuhkan perlinsungan dan kasih sayang dari orang dewasa di sekitarnya. Anak mempuyai berbagai hak yang harus diimplementasaikan dalam kehidupan dan penghidupan mereka. Maka sebagaimana telah disebutkan, upaya perlindungan hak-hak anak di Indonesia telah diatur dalam UUD 1945 Pasal 28B ayat (2).
5
Sebagaimana telah di sebutkan di atas, juga dalam UU No. 39 Tahun
1999 tentang HAM, dan UU No. 23 Tahun 2002 sudah dirubah menjadi UU No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak. Berdasarkan Konvensi hak-hak Anak, hak-hak anak secara umum dan dapat dikelompokan dalam 4 (empat) katagori hak-hak anak antara lain6: A. Hak untuk kelangsungan hidup (The Righ To Survival) yaitu hak untuk melestaraikan dan mempertahankan hidup (The Righ of live) dan hak untuk memperoleh setandar kesehatan tertinggi dan perawatan yang sebaik-baiknya. Hak ini antara lain : 5
Pasal 28B ayat (2) UUD 1945. Mohammad Joni dan Zulchaina Z Tanamas, 1999, Aspek Hukum Perlindungan Anak dalam Perspektif Konvensi Hak Anak, Bandung: Citra Aditya Bakti,op. cit. h. 35. 6
1. Hak anak untuk mendapat nama dan kewarganegaraan sejak dilahirkan. 2. Hak utuk hidup bersama orang tuanya, kecuali kalau hal ini dianggap tidak sesuai dengan kepentingan terbaiknya. 3. Kewajiban Negara untuk melindungi anak-anak dari segala bentuk salah perlakuan (absuse). 4. Hak anak-anak penyandang cacat (disabled) untuk memperoleh, pendidikan, dan latihan khusus. 5. Hak anak untuk menikmati standar kehidupan yang memadai, dan tanggung jawab utama orang tua, kewajiban Negara untuk memenuhinya. 6. Hak anak atas pendidikan dan kewajiban Negara untuk menjamin agar pendidikan dasar disejiakan secara cuma-cuma dan berlaku wajib. 7. Hak anak atas perlindungan dari peyalahgunaan obat-obatan bius dan narkotika. 8. Hak anak atas perlindungan eksplotasi dan penganiayaan seksual, termasuk prostitusi dan keterlibatan dalam pornogrfi. 9. Kewajiban Negara untuk upaya guna mencegah penjualan, penyelundupan, dan penculikan anak. 7 B. Hak terhadap perlindungan (Protection Rights) yaitu hak-hak dalam konvensi hak anak yang meliputi hak perlindungan dari diskriminasi, tidak kekerasan dan keterlantaran bagi anak yang tidak mempunyai keluarga bagi anak-anak pengungsi. Hak ini terdiri atas dua katagori, antara lain: 1. Adanya larangan diskriminasi anak, yaitu nondiskriminasi terhadap hakhak anak, hak mendapat nama dan kewarganegaraan, dan hak anak penyandang cacat. 2. Larangan eksploistasi anak, misalnya hak berkumpul dengan keluarganya, kewajiban Negara untuk melindungi anak dari segala bentuk salah pelaku oleh orangtua atau orang tua lain, Perlindungan anak yatim, kewajiban Negara untuk melindungi anak-anak dari keterlibatan dalam pekerjaan yang mengancam kesehatan, pendidikan dan untuk perkrmbangan anak, larangan penyiksaan, perlakuan atau hukuman yang kejam, pidana mati, seumur hidup,dan penahanan semena-mene. 8 C. Hak untuk tumbuh kembang (Development Rights) yaitu hak-hak anak dalam konvensi Hak-Hak Anak yang meliputi segala bentuk pendidikan (formal dan nonformal) dan hak untuk mencapai standar untuk kehidupan layak bagi
7
Ibid. h. 36 Ibid. h. 37
8
perkembangan fisik, mental, spiritual, normal dan sosial anak (the rights of standart of living). Beberapa hak-hak untuk tumbuh kembang ini yaitu : 1. 2. 3. 4.
Hak untuk memperoleh informasi (the rights to information) Hak memperoleh pendidikan (the rights to education) Hak bermain dan rekreasi (the rights to play and recreation) Hak berpastisipasai dalam kegiatan budaya (the rights to participation in cultural activities) 5. Hak untuk kebebasan berpikir (conscience), dan beragama (the rights to thought and religion) 6. Hak untuk pengembangan keperibadian (the rights to personality development). 7. Hak untuk memproleh ideentitas(the rights to identity) 8. Hak memproleh kesehatan dan fisik (the rights to health and physical development) 9. Hak untuk didengar pendapatnya (the rights to be heard) 10. Hak untuk/atas keluarga (the rights to family)9 D. Hak untuk berpartisipasi (Participation Rights), yaitu hak-hak nak yang meliputi hak untuk menyatakan pendapat dalam segala hal yanag mempengaruhi anak (the rights of a child to express her/his views freely in all matters affecting the child). Hak untuk berpastisipasi juga merupakan hak anak mengenai identitas budaya mendasar bagai anak, masa kanak-kanak dan pengembangan keterlibatan di dalam masyarakat luas. Hak ini memberi makna bahwa anak-anak ikut memberikan sumbanagan peran, antara lain: 1. Hak anak untuk berpendapat dan memperoleh pertimbangan atas pendapatnya. 2. Hak anak untuk mendapatkan dam mengetahui informasi serta untuk berekspresi. 3. Hak anak untuk berserikat dan menjalin hubungan untuk bergabung. 4. Hak anak untuk memperoleh akses informasi yang layak dan terlindung dari informasi yang tidak sehat. 10 Dalam hukum positif Indonessia, perlindungan hukum perhadap hak-hak anak dapat di temui di berbagai peraturan perundang-undangan seperti yang 9
Ibid. h. 38 Ibid. h. 39
10
tertuang dalam. Undang-undang No. 23 tahun 2002 sudah dirubah dengan UU No. 35 Tahun 2014 tentang perlindungan anak dalam Pasal 4 – Pasal 18. Secara rincian dapat dilihat pada yang berikut ini: 1. Setiap anak berhak untuk tumbuh dan berkembang dan berpasti sepasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. 2. Setiap anak berhak atas suatu nama sebagai indentitas diri dan setatus kewarganegaraan. 3. Setiap anak berhak untuk beribadah menurut agamanya, berpikir dan berekspresi sesuai dengan tingkat kecerdasan dan usianya,dalam bimbingan orang tua. 4. Setiap anak berhak untuk mengetahui orang tuanya,di besarkan, dan diasuh oleh orang tuanya sendiri. 5. Dalam hal karena suatu sebab orang tuanya tidak dapat menjamin tumbuh kembang anak, atau anak dalam keadaan terlantar, maka anak tersebut berhak diasuh atau diangkat sebagai anak asuh atau anak angkat oleh orang tua lain sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku. 6. Setiap anak berhak memperoleh pelayanan kesehatan dan jaminan sosial sesuai dengan kebutuhan fisik, mental, spiritual, dan sosial. 7. Setiap anak berhak untuk mendapatkan pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai minat dan bakat. 8. Khususnya bagai anak menyadang cacat, juga berhak mendapatkan pendidikan luar biasa sedangkan anak yang memiliki keunggulan juga berhak mendapatkan pendidikan khusus. 9. Setiap anak berhak menyatakan dan didengar pendapatnya, menerima, mencari, dan memberi informasi sesusi dengan kecerdasan dan usianya demi pengembangan dirinya sendiri dengan nilai-nilai kesusilaan dan kepatutan. 10. Setiap anak berhak untuk beristirahat dan memanfaatkan waktuluang bergaul dengan anak yang sebab, bermain, berekereasi, dan berekereasi sesuai dengan minat, bakat, dan tingkat kecerdasannya demi pengembangan diri. 11. Setiap anak yang menyandang cacat berhak memperolah rehabilitas, bantuan sosial, dan pemelihara taraf kesejahteraan sosial. 12. Setiap anak selama dalam pengasuhan orang tua, wali,atau pihak lain mana puan yang bertanggung jawab atas pengasuhan, berhak mendapat perlindungan dariperlakuan diskriminsi; eksploitasi, baik ekonomi maupun seksul; penelantaran ; kekejaman, kekerasan, dan penganiayaan, ketidak adilan dan perlakuan salah lainnya. 13. Setiap anak berhak untuk diasuh oleh orang tuanya sendiri ke cuali ada alasan dan/atau aturan hukum yang sah menunjukan bahwa pemisahan
itu adalah demi kepentingan terbaik bagi anak-anaknya dan merupakan pertimbangan terakrir. 14. Setiap anak berhak untuk memperoleh perlindungan dari penyalahgunaan dalam kegiatan polotik pelibatan dalam sengketa bersenjata; pelibatan dalam kerusuhan sosial; pelibatan dalam peristiwa yang mengandung unsur kekerasan; dan pelibatan dalam peperangan. 15. Setiap anak berhak memperoleh perlindungan dari sesuai penganiayaan, penyiksaan, atau penjatuhan hukum yang tidak manusiawi. 16. Setiap anak berhak untuk memperoleh kebebasan sesuai dengan hukum. 17. Penangkapan, penahanan, atau tindak pidana penjara anak hanya dilakukan apabila sesuai dengan hukum yang berlaku dan hanya di lakukan sebagai upaya terakhir. 18. Setiap anak yang dirampas kebebasannya berhak; mendapatkan perlakuan secara manusiawi dan penempatanny dipisahkan dari orang dewasa; memproleh bantuan hukum atau bantuan lainnya secara efektif dalam setiap tahapan upaya hukum yang berlaku dan membela diri dan memperoleh keadilan di depan pengadilan anak yang objektif dan tidak memihak dalam sidang tertutup untuk umum.
2.3 Pengertian Kekerasan Kekerasan merupakan tindakan agresif dan pelanggaran (penyiksaan, pemukulan, pemerkosaandan lain-lain) yang menyebabkan atau dimaksudkan untuk menyebabkan penderitaan atau menyakiti orang lain,hingga batas tertentu tindakan menyakiti binatang dapat dianggap sebagai kekerasan, tergantung pada situasi dan nilai-nilai sosial. Istilah “kekerasan” juga mengandung kecenderungan agresif untuk melakukan perilaku yang merusak. Kerusakan harta benda biasanya dianggap masalah kecil dibandingkan dengan kekerasan terhadap orang. Kekerasan pada dasarnya tergolong ke dalam dua bentuk kekerasan sembarang, yang mencakup kekerasan dalam skala kecil atau yang tidak terencanakan. Perilaku kekerasan semakin hari semakin nampak, sungguh sangat mengganggu ketentraman hidup kita. Jika hal ini dibiarkan, tidak ada upaya
sistematik untuk mencegahnya, tidak mustahil kita sebagai bangsa akan menderita rugi oleh karena kekerasan tersebut. Kita akan menuai akibat buruk dari maraknya perilaku kekerasan di masyarakat baik dilihat dari kacamata nasional maupun internasional. Tindakan kekerasan terhadap anak tidaklah asing lagai untuk kita dengar, banyak kita lihat dalam media masa maupu televisi tindakan kekerasan ini sangat meningkat kuhususnya kekerasan taerhadap anak-anak, dimana anak sebagai mahluk yang masih lemah, sebagai generasi penerus bangsa hendaknnya mendapatkan perlindung hukum secara kuhusus. Dilihat dari kamus besar bahasa Indonesia “kekerasan diartikan dengan yang bersifat, keras perbuatan seseorang yang menyebabkan atau matinya orang lain sehingga meyebabkan kerusakan fisik atau barang orang lain atau paksaan.11 Menurut penjelasan ini, kekerasan merupakan wujud perilaku yang tidak menyenangkan terhadap orang lain atau anak, atau perbuatan lebih bersifat fisik yang mengakibatkan orang lain luka-luka, cacat, atau penderitaan berkepanjanggan pada orang lain. Yaitu salah satu unsur yang perlu di perhatikan adalah perbuatan paksa atau ketidak relaan adanya persetujuan pihak lain yang di lukai12 (istilah) kekerasan memiliki ciri-ciri tertentu antara lain: 1. Dikehendaki atau diniati oleh pelaku. 2. Dapat berupa fisik maupun non fisik 3. Ada akibat atau kemungkinan akibat yang merugikan para korban atau yang tidak di kehendaki oleh korban. 4. Dapat dilakukan dengan cara aktif maupun pasif (Tidak berbuat)13 11
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembang Bahasa, h. 425. Abdul Wahid, Muhammad Irfan, 2010, Perlindungan Terhadap Korban Kekerasan seksual, Refika Aditama, ha. 30 13 Tapi Omas Ihromi etal, 2000,Penghapusan Diskriminasi Terhadap Wanita, Alumni, Bandung, h. 267 12
Dapat di rumuskan bahwa kekerasan adalah tindakan atau sikap dilakukan dengan tujuan tertentu sengingga dapat merugikan korban psikis maupun fisik. Sedangkan dalam KUHP Pasal 89, yang berbunyi : “Yang dimaksud dengan kekerasan, yaitu membuat orang lain pinsan atau tidak berdaya lagi. Di lihat dari perngertian tersebut kekerasan di atas dimaksudkan dengan membuat orang lain menjadi pinsan atau tidak berdaya. pinsan berati hilang ingatan atau tidak sadar akan dirinya. Sedangkan tidak berdaya berate tidak mempunyai kekuatan atau tidak mempunyai kekuatan sama sekali, sehingga tidak mampu mengadakan perlawanan sedikitpun, meskipun dia tidak berdaya tetapi orang tersebut masih dapat mengetahui apa yang terjadi atas dirinya tersebut.14 Masalah kekerasan terhadap anak-anak, sebgai berikut yaitu: Sebagai pelaku pisik, mental atau seksual. Kekerasan ini umumnya dilakukan oleh orangorang yang mempunyai tanggung jawab besar terhadap kesejahteraan anak yang mana itu diindikasikan dengan kerugian dan ancaman terhadap kesejahteraan anak. 15 Contoh jelas dari tindak kekerasan yang dialami anak-anak tersebut seperti penyerangan atau pemukulan secara fisik berkali-kali sampik terjadi luka-luka atau bentakan yang dapat mempengaruhi perkembangan jiwa dan mental seorang anak. Dalam UU No. 23 tahun 2002 sudah dirubah dengan UU No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, pengertian tentang kekerasan tidak disebutkan dengan jelas, hanya dikemukaan secara contohnya saja. Mengenai perlakuan 14
R Sugandi, 1980, KUHP dan Penjelasannya, Usaha Nasional, Surabaya,h. 107. Bagong Suyanto dan Sri Sanituti Hariadi, 2002, Krisis dan Child Abuse,Kajian Sosiologis Tentang Kasus Pelanggaran Hak Anak dan Anak-anak Yang Membutuhkan Perlindungan Khusus(Cildren in Need Special Protection), Airlangga University Press,Surabaya,h. 115. 15
kekerasan dan penganiayaan seperti yang dituangan kedalam Pasal 13 huruf d yang menyetakan” perlakuan kekerasan dan penganiayaan misalnya perbuatan melukai atau mencederai anak yang tidak semata-mata fisik tetapi juga mentaldan sosial. DidalamBAbIII Pasal5 dan pengertiannya dijelaskan pada Pasal 6,7 dan 8 yang menyebutkan bahwa : setiap orang dilarang melakukan kekerasan terhadap orang dalam lingkungan rumah tangga, dengan cara : a. Kekerasan psikis yaitu perbuatan yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya, atau penderitaan psikis berat terhadap seseorang b. Kekerasan fisik yaitu perbuatan yang mengakibatkn rasa sakit,jatuh sakit,atau luka berat c. Kekerasan seksual yang meliputi : -
Pemaksa hubungan seksual yang dilakukan terhadap orang yang menetap dalam lingkup rumah tangga tersebut
-
Pemaksaan hubungan seksual terhadap salah seorang dalam lingkup rumah tangganya dengan orang lain untuk tujuan kormesial dan atau tujuan tertentu Jadi bahwa pengertian dari tindakan kekerasan terhadap anak tersebut dan
dapat dilihat dari kekerasan tidak haya menyebaban terjadinya luka-luka maupun fisik saja tetapi dapat terjadinya luka secara psikologis yang sangat sulit dan akan terlihat ketika sudah terjadi tekenan terhadap anak tersebut sehingga berdampak pada kehidupan si anak tersebut. Sangatlah penting kita mengetahui pengertian tentang seorang anak. Pengertian anak sangat beragam sehingga terdapat kreteria
tentang anak hal ini di sebabkan tiap-tiap peraturan perundang-undangan yang mengatur secara tersendiri mengenai keteria tentang anak. Berdasarkan Konvensi Hak Anak yanag kemudian diadopsi dalam UU No. 23 Tahun 2002 sudah dirubah dengan UU No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindunga
Anak,
ada
empat
macam
perinsip-prinsip
umum
tentang
perlindungan anak yang menjadi dasar setiap Negara dalam meyeleng garakan perlindungan anak, antara lain ; 1. Prinsip Nondiskeriminasi Artinya semua hak ysng diakui dan terkandung dalam KHA harus diberlakukan kepada setiap anak tanpa pembedaan apapun, Prinsip ini ada dalam Pasal 2 KHA ayat (1), yang berbuyi : “Negara-negara pihak menghormati dan menjamin hak-hak yang ditepatkan dalam konvensi ini bagi setiap anak yang berbeda di wilayah hukum mereka tanpa diskriminasi dalam bentuk apapun, tanpa memandang ras, warna kulit,jenis kelamin, bahasa,agama, panadagan politik atau pandangan-pandangan lain, asal usul kebangsaan, etnik atau sosial, status kepemilikan, cacat atau tidak, kehilangan atau status lainnya baik dari sianak sendiri atau dari orang tua wilanyah yang sah. Ayat (2): “Negara-Negara pihak akan mengambil semua langkah yang perlu untuk menjamin agar anak dilindungi dari semua diskriminasi atau hukuman yang didasarkan pada status, kegiatan, pendapat yang di kemukakan atau keyakinan dari orang tua anak, walinya yang sah atau anggota keluarganya.16 2. Prinsip Kepentingan Terbaik bagi Anak (Best Interests of The Child) Prinsip ini tercantum dalam Pasal 3 ayat (1) KHA : “Dalam semua tindakan yang menyangkut anak dilakukan lembaga-leambaga kesejahteraan sosial pemerintah maupun swasta,lembaga peradilan, lembaga pemerintah atau badan legislatif maka kepentingan yang terbaik bagi anak harus mejadi pertimbangan utama ”. Prinsip ini mengingatkan kepada semua penyelenggaran perlindungan anak bahwa pertimbangan-pertimbangan dalam pengambilan keputusan menyangkutan masa depan anak, bukan dengan ukuran orang dewasa, apalagi berpusat kepada kepentingan orang dewasa. Apa yang menurut ukuran orang dewasa baik, belum tentu baik pula menurut ukuran kepentingan anak. Boleh jadi maksud orang dewasa memberikan bantuan dan menolong, tetapi yang sesungguhnya terjadi adalah penghancuran masa depan anak. 3. Prinsip Hak Hidup,Kelangsungan Hidup, dan Perkembangan (The Right to life, Suvival and Development) 16
M. Nasir Djamil, Anak bukanlah Untuk Dihukum, Catatan Pembahasan UU Sistem Peradilan Pidana Anak(UU-SPPA), Jakarta Timur, 2013,h. 29
Prinsip ini tercantum dalam Pasal 6 KHA ayat (1) : “Negara-negara pihak mengakui bahwa setiap anak memiliki hak yang melekat atas kehidupan. Ayat (2):” Negara-negara pihak akan menjamin sampai batas maksimal kelangsungan hidup dan perkembangan anak. Pesan dari prinsip ini sangat jelas bahwa Negara harus memastikan setiap anak akan terjamin kelangsungan hidupnya karena hak hidup adalah sesuatu yang melekat dalam dirinya, bukan pemberian dari Negara atau per orang. Untuk menjamin hak hidup tersebut berate Negara harus menyediakan lingkungan yang kondusif, sarana dan prasana hidup yang memadai, serta akses setiap anak untuk memperoleh kebutuhan kebutuhan dasar. Berkaitan dengan prinsip ini, telah juga dijabarkan dalam pembahasan sebelumnya berkaitan dengan hak-hak anak. 4. Prinsip Penghargaan terhadap Pendapat Anak (Respect for the views of the child) Prinsip ini ada dalam Pasal 12 ayat (1) KHA : “Negara-negara pihak akan menjamin anak-anak yang mempunyai pandangan sendiri memperoleh hak menyatakan pandangan-pandangan secara bebas dalam semua hal yang memengaruhi anak, dan pandangan tersebut akan dihargai sesuai dengan tingkat usia dan kematangan anak. Prinsip ini menegaskan bahwa anak memiliki otonomi kpribadian. Oleh sebab itu, dia tidak bisa hanya dipandang dalam posisi yang lemah, menerima, dan pasif, tetapi sesungguhnya pribadi yang memiliki pengalaman, keinginan, imajinasi obsessi, dan apirasi yang belum tentu sama dengan orang dewasa. Dapat ditarik suatu simpulan pengertian bahwa perspetif Perlindungan anak adalah cara pandang terhadap semua persoalan dengan menempatkan posisi anak sebagai yang pertama dan utama. Impelementasi cara pandang demikian adalah ketika kita selalu menempatkan urusan anak sebagai hal yang utama.17 2.4 Pengertian Perlindungan Hukum Terhadap Anak Yang dimaksud perlindugan terhadap anak, iyalah tempat berlindung atau melindungi jika dikaitkan dengan hukum, maka perlindungan hukum adalah jaminan perlindungan pemerintah kepada warga negaranya dalam melaksanakan fungsi, hak, kewajiban, perannya didalam penyelenggaraannya berjalan proses hukum yang berlaku di dalam masyarakat atau Negara dengan kata lain suatu perbuatan dalam rangka perlindungan bagi setiap orang yang dimama peraturan undang-undang yang berlaku diwilayahnya. Sedangkan dalam Pasal 1 angka 6 17
Ibid,h. 30
UU No. 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban menyebutkan Perlindungan adalah : Segala upaya pemenuhan hak dan pemberian bantuan untuk memberikan rasa aman kepada saksi dan korban yang wajib dilaksanakan oleh LPSK (Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban) atau lembaga lainnya sesuai dengan ketentuan undang-undang ini. Dalam hal ini, Undang-undang bahwa suatu perlindungan telah di berikan kepada setiap orang baik anakanak maupun orang dewasa. Yang menjadi saksi atau korban dalam tidak pidana. Setiap perlindungan hukum yang di berikan kepada warganegara tanpa terkecuali sesuai dengan ketentuan peraturan undang-undang yang berlaku. sehingga dalam peroses pemberian perlindungan hukum, Negara atau pemerintah tidak membeda-bedakan antara warganegara yang satu dengan warganegara lainnya. Jadi setiap perlindungan yang di berikan kepada pemerintah atau Negara kepada warganegaranya adalah Anak sebagai generasi muda meneruskan cita-cita bangsa dimasa datang dan sebagai sumber harapan bagai generasi terdahulu, untuk dapat kesempatan seluas-luasnya. Perlindungan hukum terhadap anak usaha atau kegiatan seluruh lapisan masyarakat dalam berbagai kedudukan yang menyadarai bertul pentingnya anak bagi bangsa dan negar dikemudian hari 18. Dilihat dari Perlidungan hukum terhadap anak adalah segala usaha yang dilakunan untuk mencapai agar setiap anak mendapatkan hak dan kewajibannya di hadapan hukum demi pertumbuhan anak secara wajar baik fisik, mental dan sosial. Perlindungan hukum terhadap anak merupakan adanya keadilan dalam suatu masyarakat dengan suatu perlindungan hukum terhadap anak diusahakan dalam berbagai kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Setiap perlindungan
18
Maidin Gulton, 2008, Perlindungan Hukum Terhadap Anak Dalam Sistem Pengadilan Anak Di Indonesia,Cet I, PT Refika Aditama, Bandung, ha. 33
anak membawa akibat hukum,baik dalam kaitannya dengan hukum yang tertulis maupun tidak tertulis. Perlindungan hukum terhadap anak sangat bermanfaat bagi anak dan orang tuanyan, maka dalam kerjasama perlindungan hukum terhadap anak perlu diadakan dalam rangka mencegah ketidak keseimbangan kegiatan perlindungan anak secara keseluruhan. Abdul Hakim Garuda Nusantara Mengatakan “Masalah perlindungan hukum bagai anak-anak merupakan suatu sisi pendekatan untuk melindungi anak-anak Indonesia. Masalahnya tidak sematamata didekati secara yuridis, tetapi perlu pendekatkan lebih luas, yaitu : sosial, budaya dan ekonomi.19 Menurut ketentuan Pasal 1 angka 2 UU No. 23 Tahun 2002 sudah dirubah dengan UU No. 35 Tahun 2014 tentang perlinduungan anak menyebutkan perlindungan hukum terhadap anak adalah “Segala kegiatan untuk menjamin serta melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh,kembang dan berpastisipasi secara optimal sesuai dengn hak-hak dan martabat serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Ketentuan tersebut dipertegas dengan pendapat Arief Gosita: Perlindungn anak merupakan upaya-upaya yang mendukung terlaksananya hak dan kewajiban seorang anak yang memproleh dan mempertahankan hak untuk tumbuh dan berkembang dalam hidup secara berimbang dan positif berarti mendapatkan perlakuan secara adil dan terhindar dari ancaman yang merugikan usaha-usaha perlindungan anak dapat merupakan suatu tindakan hukum yang mempunyai akibat hukum, sehingga menghindarkan anak dari tindakan orang tua yang sewenangwenang.20 Perlindungan sangat diperlukan anak sebagai suatu peroses anak yang menjadi korban kejahatan atau pun yang melakukan tindak pidana. Pada dasarnya 19
Ibid,h. 34 Moh Fasial Salam,2005, Hukum Acara Peradilan Anak,Mandar Maju,Bandung. h. 1
20
anak korban atau sebagai pelaku tindak pidana adalah orang baik secara individu, kelompok ataupun masyarakat yang telah menderita kerugian yang secara tidak langsung telah terganggu jiwa, fisik maupun mentalnya akibat sebagai sasaran kejahatan tersebut. Mengenai perlindungan anak sebagai korban kekerasan orang tua kandungnya sen diri ada tiga perlindungan yaitu : a) Petugas sosial (peksah) adalah bidang keahlian yang memiliki kewenagan untuk melaksanakan berbagai upaya guna meningkatkan kemampuan orang dalam melaksanakan fungsi-fungsi sosialnya melalui interaksi, agar orang dapat menyesuaikan diri dengan situasi kehidupannya secara memuaskan b) P2TP2A adalah pusat kegiatan terpadu yang menyediakan pelayanan bagi perempuan dan anak korban kekerasan di Kabupaten Bandung yang meliputi Pelayanan Informasi, Konsultasi Psikologis dan Hukum, serta Pendampingan sebagai salah satu bentuk wahana pelayanan bagi perempuan dan anak dalam upaya pemenuhan informasi dan kebutuhan dibidang pendidikan, kesehatan, ekonomi, politik, hokum, perlindungan dan penanggulangan tindak kekerasan serta perdagangan terhadap perempuan dan anak. a) Peran P2TP2A : 1. Sebagai pusat pelayanan bagi perempuan dan anak korban kekerasan 2. Sebagai pusat data dan informasi tentang kekerasan terhadap perempuan dan anak 3. Sebagai pusat koordinasi lintas sector terkait pemberian layanan bagi perempuan dan anak korban kekerasan
b) Pembimbing kemasyarakatan (bapas) adalah merupakan satu sistem yang saling relevan untuk terlaksananya dan di lindunginya hak-hak anak dalam proses peradilan anak. Nama Balai Pemasyarakatan (BAPAS) sebelumnya adalah Balai Bimbingan Pemasyarakatan dan Pengentasan Anak (BISPA) yang berdasarkan keputusan Menteri Kehakiman.
2.5 Pengertian Pertanggunganjawaban Pidana Masalah pertanggungjawaban, khususnya pertanggungjawaban pidana, maka sangat penting kita mengetahui tentang adanya suatu kesalahan atau tidak pada si pelaku. Seseorang tidak dapat dikatakan salah atau tidak, menurut hukum tergantung dari tiga faktor atau yang disebut juga sebagai unsur-unsur dari keslahan, yaitu: a. Kemampuan bertanggung jawab si pelaku b. hubungan bathin si pelaku dengan perbuatan yang dilakukan, yang berupa (kesengajaan) dan (kelalaian) c. tidak adanya alasan pemaaf Jika salah satu dari ketiga faktor diatas atau unsur tersebut tidak ada, pelaku tidak dapat dipidana, karena tidak ada kesalahan. Kesalahan merupakan perbuatan yang bertentangan dengan hukum seharunya dapat dihindari dan dicela.21 Tiada pidana tanpa adanya suatu kesalahan dalam hukum pidana lazimnya dipakai dalam arti tiada pidana tanpa ada kesalahan subyektif atau kesalahan tanpa dapat dicela. Kesalahan merupakan unsur pertanggungjawaban pidana, juga merupakan hal yang sangat penting dan rumit didalam mempelajari hukum pidana.
21
D. Schaffameister, N. Keijzer, E. Ph. Sutorius, Hukum Pidana, Liberty, Yokgyakarta, 2004, h. 82
Pengertian kesalahan sangat penting, karena dalam penentuan ada atau tidaknya dan macam kesalahan yang akan menuntun pada umumnya dapat untuk tidaknya pelaku dipidana. Dalam pengertian maupun kesalahan hal ini erat kaitannya dengan asas yang berbunyi” tiada pidana tanpa kesalahan”. Menurut pendapat dari Van Hamel yang mengatakan bahwa kesalahan dalam suatu delik merupakan pengertian psycologis, berhubungan dengan keadaan jiwa si pembuat dan perwujudan dari unsur-unsur delik sehingga perbuatannya dapat dibilang suatu kesalahan adalah suatu pertanggungjawaban dalam hukum. Sedangkan menurut Mr. R. Sitorus mengatakan bahwa kesalahan adalah dasar yang mensahkan pidana. Maka untuk dapat dipidana kejahatan harus ada kesengajaan atau sekurang-kurangnya kealpaan mutlak yang disyaratan. Jadi kesengajaan atau kealpaan merupakan suatu keseharusan untuk menyimpulkan adanya kesalahan. Dari penjelasan tersebut diatas, maka dapat kita simpulkan dan dapat dikemukakan unsur-unsur dari kesalahan yaitu: a. Unsur pertama dari kesalahan adalah kemampuan bertanggugjawab. Menurut hukum pidana barat seseorang yang dapat dipertanngungjawabkan melakukan perbuatan salah adalah orang yang berfikiran waras, sehingga terdapat orang gila yang melakukan perbuatan salah tidak dapat dihukum.22 Kemampuan bertanggungjawab dimiliki oleh orrang yang jiwanya normal dan sehat, didasarkan pada keadaan dan kemampuan jiwanya, bukan keadaan dan kemampuan berfikir. Karenanya yang mampu bertanggungjawab adalah orang dapat dipertanggung jawb secara hukum pidana atas perbutannya. Namun
22
Halman Hadikusuma, Hukum Pidana Adat, Alumni, Bandung, 1984, h. 33
didalam KUHP tidak adanya rumusan tegas mengenai kemampuan bertagungjawab pidana. Pasal 44 (1) KUHP justru merumuskan tentang keadaan mengenai bilamana seseorang tidak mampu bertanggungjawab agar tidak dipidana, artinya merumuskan perihal kebalikan (secara negatif) dari kemampuan bertanggungjawab. Sedangkan menurut D. Simons bahwa mengenai ciri-ciri psikis yang dimiliki oleh orang yang mampu bertanggungjawab pada umumnya adalah cirri-ciri yang dimiliki oleh orang yang sehat rohaninya, yang mempunyai pandangan normal, yang dapat diterima secara moral pandangan-pandangan yang dihadapi yang dibawah pengaruh pandangan tersebut ia dapat menentukan kehendaknya dengan cara yang normal pula.23 Pendapat para sarjana umumnya bahwa yang tidak umum bertanggung jawab adalah mereka yang : 1. Jiwanya cacat dalam pertumbuhannya 2. Jiwanya dalam keadaan tidak sadar 3. Jiwanya terganggu oleh penyakit Keadaan-keadaan seperti ini adalah yang menyebabkan tidak adanya atau dihapuskan kesalahan dari pelaku, yang merupakan kesimpulan dari Pasal 44 KUHP. b. Unsur kedua dari kesalahan terdiri dari kesengajaan atau kelalaian. Kesengajaan adalah kehendak untuk melakukan atau tidak melakukan perbuatan-perbuatan
atau
diharuskan
oleh
Undang-undang.
Dalam
kesengajaan pelaku mempunyai hubungan kejiwaan yang lebih erat terhadap suatu tindakan dibandingkan dengan kelalaian. Meutur penjelasan yang dimasudkan dengan kesengajaan adalah menghendaki terjadinya suatu
23
D. Simons, Kitab Pelajaran Hukum Pidana (titiel asli: Leerbokek van Het Nederlandse Strafrecht), Diterjemahkan oleh P. A. F Lamintang, Pioner Jaya, Bandung, 1992, h. 203
tindakan beserta akibatnya. Untuk itu didalam kesengajaan bentuk-bentuk kesengajaan yaitu : a. Kesengajaan sebagai maksud yang artinya maksud untuk menimbulkan akibat tertentu. b. Kesengajaan dengan kesadaran pasti atau keharusan yang berati akibat yang (secara primer) tindak dikehendaki pasti terjadi. c. Kesengajaan dengan menghindari kemungkinan yang artinya akibat yang (secara primer) tidak dikehendaki hanpir pasti terjadi (sadar kemungkinaan besar) atau dipandang sebagai kemungkinan yang tidak dapat diabaikan (sadar kemungkinan) tetapi dapat diterima.24 Sedangkan dalam kelalaian atau kealpaan dalam sudut kesadaran dikenal dalam bentuk-bentuk yaitu : a. Kelalaian yang tidak disadari dalam artinya orang yang tidak berfikir mekipun dia seharusnya berfikir. b. Kelalaian yang disadari yang diartikan akibat yang tidak dikehendaki dianggap semberono tidak akan terjadi. Perbedaan antara kelalaian atau kealpaan yang disadari dan tidak disadari adalah penting sebagai sarana bantu untuk menentukan sifat perbuatannya yang dikualifikasikan sebagai alpa. Perbedaan ini penting untuk merumuskan perbuatan dalam dakwaan c. Unsur ketiga yaitu alasan pemaaf Alasan pemaaf artinya alasan untuk menghapus kesalahan. Menyangkut pribadi pembuat dalam artian orang ini tidak dapat dicela. (menurut hukum), dengan dengan kata lain diatidak bersalah atau tidak dapat dipertanggung jawabkan meskipun perbuatannya bersifat melawan hukum. Ada alasan yang menghapuskan kesalahan si pembuat sehingga tidak mungkin ada pemidanaan.
24
D. Schaffmeister, N. Keijzer, E. Ph. Sutorius, op. cit. , h. 86
24