19
BAB II TINJAUAN UMUM TNTANG KORBAN DAN TINDAK PIDANA KEKERASAN ANAK 2.1 Pengertian Korban, Tindak Pidana dan Kekerasan Anak 2.1.1 Pengertian Korban Pentingnya pengertian korban diberikan dalam pembahasan ini adalah untuk sekadar membantu dalam menentukan secara jelas batas-batas yang dimkasud oleh pengertian tersebut sehingga diperoleh kesamaan cara pandang. Korban suatau kejahatan tidaklah selalu harus berupa individu atau orang perorangan, tetapi bisa juga kelompok orang, masyarakat, atau juga badan hukum. Bahkan pada kejahatan tertentu,korbannya bisa juga berasal dari bentuk kehidupan lainnya seperti tumbuhan,hewan,ataupun ekosistem. Korban semacam ini lazimnya kita temui dalam kejahatan terhadap lingkungan. Namun, dalam pembahasan ini, korban sebagaimana dimaksud terakhir tidak masuk didalamnya. Berbagai pengertian korban banyak dikemukakan baik oleh para ahli maupun bersumber dari konvensi-konvensi internasional yang membahas mengenai korban kejahatan, sebagian dari diantaranya adalah sebagai berikut. a. Arief Gosita, korban adalah mereka yang menderita jasmaniah dan rohaniah sebagai akibat tindakan orang lain yang mencari pemenuhan
20
kepentingan diri sendiri atau orang lain yang bertentangan dengan kepentingan hak asasi yang dirugikan.16 b. Muladi, korban (victim) adalah orang-orang yang baik secara individu maupun kolektif telah menderita kerugian, termasuk kerugian fisik atau mental, emosional, ekonomi, atau gangguan substansial terhadap hakhaknya yang fundamental melalui perbuatn atau komisi yang melanggar hukum pidana di masing-masing Negara, termasuk penyalahgunaan kekuasaan.17 c. Undang-undang nomor 23 tahun 2004 tentang penghapusan kekerasan dalam rumah tangga Korban adalah orang yang mengalami kekerasan dan/atau ancaman kekerasan dalam lingkup rumah tangga d. Undang-undang nomor 27 tahun 2004 tentang komisi kebenaran dan rekonsiliasi, Korban adalah perseorangan atau kelompok orang yang mengalami penderitaan, baik fisik, mental, maupun, emosional, kerugian ekonomi, atau mengalami pengabaian, pengurungan, atau perampasan hak-hak dasarnya sebagai akibat pelannggaran hak asasi manusia berat, termasuk korban ahli warisnya. e. Peraturan pemerintah nomor 2 tahun 2002 tentang tata cara perlindungan terhadap korban dan saksi dalam pelanggaran hak asasi manusia yang
16
17
Aditama h,108
Arief Gosita,1993,Masalah Korban Kejahatan,Jakarta,Akademika, Presindo.h. 63 Muladi, 2005,Ham dalam Persepektif Sistem Peradilan Pidana,Bandung,Refika
21
berat. Korban adalah perseorangan atau kelompok orang yang mengalami penderitaan sebagai akibat pelanggaran hak asasi manusia berat yang memerlukan perlindungan fisik dan mental dari ancaman, gangguan, terror, dan kekerasan pihak manapun. Mengacu pada pengertian-pengertian korban tersebut dapat dilihat bahwa korban di atas dapat dilihat bahwa korban pada dasarnya tidak hanya orag perorangan atau kelompok yang secara langsung menderita akibat perbuatan-perbuatan yang menimbulkan kerugian penderitaan bagi dirinya sendiri atau kelompoknya, bahkan, lebih luas lagi termasuk didalamnya keluarga dekat atau tanggungan la ngsung dari korban dan orang- orang yang mengalami kerugian ketika membantu korban mengatasi penderitaannya atau mencegah viktimisasi. Kerugian korban yang harus diperhitungkan tidak harus selalu berasal dari kerugian karena menjadi korban kejahatan, tetapi kerugian atas terjadinya pelanggaran atau kerugian yang ditimbulkan karena tidak dilakukannya suatu pekerjaan. Walaupun
yang disebut terakhir lebih banyak merupakan persoalan
perdata, pihak yang dirugikan tetap saja termasuk kategori korban karena dia mengalami kerugian baik secara materiil maupun mental. Perkembangan ilmu viktimologi selain mengajak masyarakat untuk lebih untuk lebih memperhatikan posisi korban juga memilah-milah jenis korban hingga kemudian mencullah berbagai jenis korban,yaitu sebagai berikut. a. Nonparticipating victims, yaitu mereka yang tidak peduli terhadap upaya penanggulangan kejahatan.
22
b. Latent victims, yaitu mereka yang mempunyai sifat karakter tertentu sehingga cenderung menjadi korban. c. Procative victims, yaitu mereka yang menimbulkan rangsangan terjadinya kejahatan. d. Participating victims, yaitu mereka yang dengan perilakunya memudahkan dirinya menjadi korban. e. False victims, yaitu mereka yang menjadi korban karena perbuatan yang dibuatnya sendiri18 Tipologi korban sebagaimana dikemukakan di atas, memiliki kemiripan dengan tipologi korban yang diidentifikasikan menurut keadaan serta status korban, yaitu sebagao berikut : a. Unrelated victims, yaitu korban yang tidak ada hubungannya sama sekali dengan pelaku, misalnya pada kasus kecelakaan pesawat. Dalam kasus ini tanggung jawab sepenuhnya terletak pada pelaku. b. Provocative victims, yaitu seseorang yang secara aktif mendorong dirinya menjadi korban, misalnya dalam kasus selingkuh, di mna korban juga sebagai pelaku. c. Parcticipating victims, yaitu seseorang yang tidak berbuat akan tetapi dengan sikapnya justru mendorong dirinya menjadi korban. d. Biologically week victims, yaitu mereka yang secara fisik memiliki kelemahan yang enyebabkan ia menjadi korban.
18
Didik M. arief Mansur & Elisatris Gultom,2007, Urgensi Perlindungan Korban Kejahatn Antara Norma Dan Realita, raja grafindo persada, Jakarta,h. 49
23
e. Socially week victims, yaitu mereka yang memeiliki kedudukan sosial yang lemah yang menyebabkan ia menjadi korban. f. Self victimizing victims, yaitu merka yang menjadi korban karena kejahatan karena kejahatan yang dilakukan sendiri, misalnya korban obat bius, judi, aborsi, prostitusi.19 Dilihat dari peranan korban dalam terjadinya tindak pidana, Stephen scafer mengatakan pada prinsipnya terdapat empat tipe korban, yaitu sebagai berikut. a. Orang yang tidak mempunyai kesalahan apa-apa, tetapi tetap mejadi korban (untuk tipe ini,kesalahan ada pada pelaku). b. Korban secra sadar
atau tidak sadar telah melakukan sesuatu yang
merangsang orang lain untul melakukan kejahatan (untuk tipe ini, korban dinyatakan turut mempunyai andil dalam terjadinya kejahatan sehingga kesalahan terletak pada pelaku dan korban). c. Mereka yang secra biologis dan sosial potensial menjadi korban,anakanak, orang tua, orang yang cacat fisik atau mental, orang miskin, golongan minoritas, dan sebagainya merupakan orang-orang yang mudah menjadi korban. Korban dalam hal ini
tidak dapat disalahkan,tetapi
masyarakatlah yang harus bertanggung jawab. d. Korban karena ia sendiri meripakan pelaku,inilah yang dikatakan sebagai kejahatan tanpa korban. Pelacuran, perjudian, zina, merupakan beberapa
19
C. maya indah S.,2014, Perlindungan korban suatu persepektif viktimologi dan kriminologi,Kencana,Jakarta,h.35
24
kejahtab yang tergolong kejahatan tanpa korban. Pihak yang bersalah adalah korban karena ia juga sebagai pelaku.20 Guna memberikan rasa aman dan nyaman bagi masyarakat dalam beraktivitas,tentunya kejahatan-kejahatan ini perlu di tanggulangi baik melalui pendekatan yang sifatnya preemptif,preventif maupun represif, dan semuanya harus ditangani secara profesional serta oleh suatu lembaga yang berkompeten. Bekaitan dengan korban kejahatan, perlu di bentuk suatu lembaga yang khusus menanganinya. Namun, pertama-tama perlu disampaikan terlebih dahulu suatu informasi yang memadai mengenai hak-hak apa saja yang dimiliki oleh korban dan keluarganya, apabila di kemudian hari mengalami kerugian atau penderitaan sebagai akibat dari kejahatan yang menimpa dirinya. Hak merupakan sesuatu yang bersifat pilihan (optional), artinya bisa diterima oleh pelaku bisa juga tidak, tergantung kondisi yang memengaruhi korban baik yang sifatnya internal maupun eksternal. Tidak jarang ditemukan seseorang yang mengalami penderitaan ( fisik, mental, atau materiil) akibat suatu tindak pidana yang menimpa dirinya, tidak mempergunakan hak-hak yang seharusnya dia terima karena berbagai alasan, misalnya perasaan takut kemudian hari masyarakat menjadi tahu kejadian yang menimpa dirinya ( karena kejadian ini merupakan aib bagi dirinya maupun keluarganya) sehingga lebih baik korban menyembunyikannya atau korban menolak untuk mengajukan ganti kerugian karena dikhawatirkan prosesnya akan menjadi semakin panjang dan berlarut-larut yang dapat berkibat pada timbulnya penderitaan yang berkepanjangan, namun tidak sedikit korban atau keluarganya 20
Ibid. h. 37
25
mempergunakan hak-hak yang telah disediakan. Ada beberapa hak umum yang di sediakan bagi korban atau keluarga korban kejahatan, yang meliputi : a. Hak untuk memperoleh ganti kerugian atas penderitaan yang dialaminya. Pemberian ganti kerugian ini dapat diberikan oleh pelaku atau pihak lainnya, seperti Negara atau lembaga khusus yang di bentuk untuk menangani masalah gant kerugian korban kejahatan. b. Hak untuk memperoleh pembinaan dan rehabilitasi c. Hak untuk memperoleh perlindungan dari ancaman pelaku d. Hak untuk memperoleh bantuan hukum e. Hak untuk memperoleh kemBali hak ( harta) miliknya f. Hak untuk memperoleh akses atas pelayanan medis g. Hak untuk diberitahu bila pelaku kejahatan akan dikeluarkan sementara, atau,bila pelaku buron dari tahanan h. Hak untuk memperoleh informasi tentang penyidikan polisi berkaitan dengan kejahatan yang menimpa korban i. Hak atas kebebasan pribadi/kerahasiaan pribadi, seperti merahasiakan nomor telepon atau identitas korban lainnya. 21 Berdasarkan Pasal 10 dari undang-undang no 23 tahun 2004 tentang penghapusan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) , korban berhak mendapatkan: a. Perlindungan dari pihak keluarga, kepolisian, kejaksaan, pengadilan, advokat, lembaga sosial, atau pihak lainhya baik sementara maupun berdasarkan penetapan perintah perlindungan dari pengadilan 21
Ibid. h. 38
26
b. Pelayan kesehatan sesuai dengan kebutuhan medis c. Penanganan secara khusus dengan kerahasiaan korban d. Pendampingan oleh pekerja sosial dan bantuan hukum pada setiap tingkat proses pemeriksaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan e. Pelayanan bimbingan rohani Deklarasi perserikatan bangsa-bangsa no. 40/a/res/34/tahun 1985 juga telah menetapkan beberapa hak korban ( saksi ) agar lebih mudah memperoleh akses keadilan,khusunya dalam proses peradilan, yaitu: a. Compassion,respect and recognition b. Receive information and explaintion about the progress the case c. Provide information d. Providing proper assistance e. Protection of privacy and physical safety f. Restitution an compensation g. To accses ti the mechanism of justice system Sekalipun hak- hak korban kejahatan telah tersedia secra memadai, mulai dari hak atas bantuan keuangan ( financial) hingga hak atas pelayanan medis dan bantuan hukum, tidak berarti kewajiban dari korban kejahatan
diabaikan eksistitensinya
karena melalui peran korban dan keluarganya diharapkan penanggulangan kejahatan dapat dicapai secara signifikan. Untuk itu, ada beberapa kewajiban umum dari korban kejahatan, antara lain: a. Kewajiban untuk tidak melakukan upaya main hakim sendiri/balas dendam terhadap pelaku ( tindakan pembalasan)
27
b. Kewajiban untuk mengupayakan pencegahan dari kemungkinan terulangnya tindak pidana c. Kewajiban untuk memberikan informasi yang memadai mengenai terjadinya kejahatan kepada pihak yang berwenang d. Kewajiban untuk tidak mengajukan tuntutan yang terlalu berlebihan pada pelaku e. Kewajiban untuk menjadi saksi atas suatu kejahatan yang menimpa dirinya, sepanjang tidak membahayakan bagi korban dan keluarganya f. Kewjiban untuk membantu berbagai pihak yang berkepentingan dalam upaya penanggulan kejahatan g. Kewajiban untuk bersedia dibina atau membina diri sendiri untuk tidak menjadi korban lagi.22 Bab IX Pasal 89 KUHP menentukan bahwa orang pingsan atau membuat orang tidak berdaya disamakan dengan menggunakan kekerasan. Berdasarkan ketentuan Pasal 89 KUHP dapat diketahui bahwa kekerasan adalah suatu perbuatan dengan menggunakan tenaga atau kekuatan jasmani secara tidak sah, membuat orang tidak berdaya. Melakukan kekerasan artinya mempergunakan tenaga atau kekuatan jasmani secra tidak sah, misalnya memukul dengan tangan atau dengan segala macam senjata, menyepak, menendang, dan sebagainya. Yang disamakan dengan melakuakan kekerasan menurut Pasal ini ialah membuat orang pingsan atau tidak berdaya. Kekerasan sering terjadi terhadap anak, yang dapat merusak, berbahaya dan menakutkan anak. Anak yang menjadi korban kekerasan menderita kerugian, tidak 22
Ibid. hlm 40
28
saja bersifat material tetapi juga bersifat immaterial seperti goncangan emosional dan psikologis, yang dapat mempengaruhi kehidupan masaa depan anak. Pelaku tindak kekerasan terhadap anak bisa saja orang tua ( ayah dan atau ibu korban), anggota keluarga,masyarakat, dan bahkan pemerintah sendiri(aparat penegak hukum dan lainlain). Kekerasan sering terjadi terhadap anak rawan. Disebut rawan adalah karena kedudukan anak yang kurang menguntungkan. Anak rawan (children at risk) merupakan anak yang mempunyai resiko besar untuk mengalami gangguan atau masalah dalam perkembangannya,baik secara psikologis 9 mental), sosial maupun fisik. Anak rawan dipengaruhi oleh kondisi internal maupun kondisi eksternalnya diantaranya ialah anak dari keluarga misakin; anak dari daerah terpencil; anak cacat dan anak dari keluarga retak ( broken home). Bentuk kekerasan yang dialami anak dapat berupa tindakan-tindakan kekerasan, baik secara fisik, psikis maupun seksual. 2.1.2 Tindak pidana kekerasan Kerugian yang dialami anak sebagai korban tindak pidana kekerasan belum secra konkret diatur dalam hukum pidana. Artinya hukum pidana memberikan perlindungan kepada anak sebagai korban, lebih banyak merupakan perlindungan abstrak atau perlindungan tidak langsung, adanya berbagai perumusan tindak pidana dalam perundang-undangan. Sistem sanksi dan pertanggugjawaban pidana tidak tertuju pada perlindungan korban secara langsung dan konkret, tetapi hanya perlindungan korban secara tidak langsung dan abstrak. Phisycal abuse (kekerasan fisik), menunjukkan pada cedera yang ditemukan pada anak, bukan karena suatu kecelakaan tetapi cedera tersebut adalah hasil dari pemukulan dengan benda atau beberapa penyerangan yang diulang-ulang. Physical
29
neglet (pengabaian fisik), kategori kekerasan ini dapat diidentifikasi secara umum dari kelesuan seorag anak, kepucatan, dan dalam keadaan kekurangan gizi. Bentukbentuk kekerasan fisik dapat berupa : dicekoki, dijewer, dicubit, dijambak, diseret, ditempeleng, dipukul, disabet, digebuk, ditendang, diinjak, dibanting, dibentur, disilet, ditusuk, dibacok, dibusur/dipanah, disundut, disetrika, diestrum, ditembak, berkelahi, dikeroyok, disuruh push up, di suruh lari, disuruh jalan dengan lutut. Kekerasan fisik dalam KUHP dapat dilihat pada Pasal 351-355 KUHP, Pasal 338-341 KUHP, Pasal 229 KUHP, Pasal 347 KUHP, Pasal 269 KUHP, Pasal 297 KUHP, Pasal 330-332 KUHP dan Pasal 301 KUHP. Emotional abuse (kekerasan emosional), menunjuk pada keadaan yang orang tua/wali gagal menyediakan lingkungan yang penuh cinta kasih kepada seorang anak untuk bisa bertumbuh dan berkembang. Perbuatan yang dapat menimbulkan kekerasan emosional ini, seperti : tidak memperdulikan, mendiskriminasikan, meneror, mengancam atau secara terang-terangan bentuk
menolak anak tersebut. Bentuk-
tindak kekerasan mental : dipelototi, digoda, diomeli, dicaci, diludahi,
digunduli, diancam, diusir, disetrap, dijemur, disekap, dipkasa tulis dan hafal, dipaksa bersihkan wc/kerja, dipaksa cabut rumput/kerja. Kekerasan mental ( psikologis) KUHP dapat dilihat pada Pasal 310 KUHP, Pasal 311 KUHP, Pasal 335 KUHP. Seksual abuse (kekerasan seksual), menunjuk kepada setiap aktivitas seksual,bentuknya dapat berupa penyerangan atau tanpa penyerangan. Kategori penyerangan, meimbulkan penderitaan berupa cedera fisik ,kategori kekerasan seksual tanpa penyerangan menderita trauma emosional. Bentuk-bentuk kekerasan seksual : dirayu, dicolek, dipeluk dengan paksa, diremas, dipaksa onani, oral seks,
30
anal seks, diperkosa. kekerasan seksual dapat dilihat dalam KUHP: Pasal 281-287 KUHP, Pasal 289 KUHP, Pasal 290 KUHP, Pasal 294 KUHP, Pasal 295 KUHP. Pasal 1 angka 2 UU No. 23 tahun 2002 menentukan bahwa perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan nelindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Perlindungan anak dapat juga diartikan sebagai segala upaya yang ditujukan untuk mencegah,rehabilitasi dan memberdayakan anak yang megalami tindak perlakuan salah ( child abused), ekspolitasi dan penelantaran,agar dapat menjamin kelangsungan hidup dan tumbuh kembang anak secara wajar, baik fisik, mental, maupun sosialnya. Pasal 13 UU No. 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak, menentukan bahwa : (1). Setiap anak selama dalam pengasuhan orang tua, wali atau pihak lain manapun yang bertanggungjawab atas pengasuhan, berhak mendapatkan perlindungan dari perlakuan : a. diskriminasi, b. eksploitasi, baik ekonomi maupun seksual, c. penelantaran, d. kekejaman,kekerasan dan penganiayaan, e. ketidakadilan, dan f. perlakuan salah lainnya. (2). Dalam halo rang tua, wali atau pengasuh anak melakukan segala bentuk perlakuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), maka pelaku dikenakan pemberatan hukuman. Meletakkan anak sebagai korban kejahatan dalam pembahasan perlindungan hukum terhadap anak dapat ditemukan dalam ketentuan KUHP yang mengatur beberapa jenis kejahatan yang dapat dialami anak yautu : a. Masalah pesetubuhan 1). Pasal 287 KUHP menentukan : (1) Barangsiapa bersetubuh dengan perempuan yang bukan istrinya, sedang diketahuinya atau harus patut disangkanya, bahwa umur perempuan itu belum cukup umurnya, bahwa perempuanitu belum masanya untuk kawin, di hukum penjara selama-lamanya 9 (Sembilan) tahun. (2) Penututan hanya dilakukan kalau ada pengaduan ,kecuali umur perempuan itu belum 12 (dua belas) tahun atau jika ada salah satu hal yang tersebut pada Pasal 291 dan 294. 2). Pasal 288 KUHP menentukan : (1)
Barangsiapa bersetubuh dengan yang bukan istrinya yang diketahuinya atau patut disangkanya, bahwa perempuan itu belum masanya untuk
31
(2)
(3)
dikawinkan, dihukum penjara selama-lamanya 4 (empat) tahun, kalau perbuatan itu berakibat badan perempuan itu mendapat luka. Kalau perbuatan itu menyebabkan itu menyebabkan perempuan mendapat luka berat, dijatuhkan hukuman penjara selama- lamanya 8 (delapan) tahun. jika perbuatan itu mangakibatkan kematian perempuan itu dijatuhkan hukuman penjara selama-lamanya 12 ( dua belas) tahun.
3). Pasal 291 KUHP menentukan: (1)
(2)
kalau salah satu kejahatan yang diterangkan dalam Pasal 286,287,289, dan 290 itu menyebabkan luka berat pada tubuh,dijatuhkan hukuman penjara selama-lamanya 12 (dua belas) tahun. kalau salah satu kejahatan yang diterangkan dalam Pasal 285,386,287,289, dan 290 itu menyebabkan orang mati, dijtuhkan hukuman penjara selama-lamanya 15( lima belas) tahun.
b. Perbuatan Cabul 1). Pasal 289 KUHP menentukan: Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seorang untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul, diancam karena melakukan perbuatan yang menyerang kehormatan kesusilaan, dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun. 2). Pasal 292 KUHP menentukan : Orang dewasa yang melakukan perbuatan cabul dengan orang lain sesama kelamin, yang diketahuinya atau sepatutnya harus diduganya belum dewasa, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun. 3). Pasal 293 KUHP Menentukan (1)
Barangsiapa dengan memberi atau menjanjikan uang atau barang, menyalahgunakan pembawa yang timbul dari hubungan keadaan, atau dengan penyesatan sengaja menggerakkan seorang belum dewasa dan baik tingkahlakunya untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul dengan dia, padahal tentang belum kedewasaannya, diketahui atau selayaknya harus diduganya, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun. (2) Penuntutan hanya dilakukan atas pengaduan orang yang terhadap dirinya dilakukan kejahatan itu. (3) Tenggang waktu tersebut dalam Pasal 74 bagi pengaduan ini adalah masingmasing sembilan bulan dan dua belas bulan.
32
4). Pasal 294 KUHP menentukan (1) Barangsiapa melakukan perbuatan cabul dengm anaknya, tirinya, anak angkatnya, anak di bawah pengawasannya yang belum dewasa, atau dengan orang yang belum dewasa yang pemeliharaannya, pendidikan atau penjagaannya diserahkan kepadanya ataupun dengan bujangnya atau bawahannya yang belum dewasa, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun. (2) Diancam dengan pidana yang sama: Pejabat yang melakukan perbuatan cabul dengan orang yang karena jabatan adalah bawahannya, atau dengan orang yang penjagaannya dipercayakan atau diserahkan kepadanya, 2e pengurus, dokter, guru, pegawai, pengawas atau pesuruh dalam penjara, tempat pekerjaan negara, tempat pendidikan, rumah piatu, rumah sakit, rumah sakit jiwa atau lembaga sosial, yang melakukan perbuatan cabul dengan orang yang dimasukkan ke dalamnya. 5). Pasal 295 KUHP menentukan (1) Diancam: 1. dengan pidana penjara paling lama lima tahun barangsiapa dengan sengaja menyebabkan atau memudahkan dilakukannya perbuatan cabul oleh anaknya, anak tirinya, anak angkatnya, atau anak di bawah pengawasannya yang belum dewasa, atau oleh orang yang belum dewasa yang pemeliharaannya, pendidikan atau penjagaannya diserahkan kepadanya, ataupun oleh bujangnya atau bawahannya yang belum cukup umur, dengan orang lain; 2. dengan pidana penjara paling lama empat tahun barang siapa dengan sengaja menghubungkan atau memudahkan perbuatan cabul, kecuali yang tersebut dalam butir 1 di atas, yang dilakukan oleh orang yang diketahuinya belum dewasa atau yang sepatutnya harus diduganya demikian, dengan orang lain. (2) Jika yang bersalah melakukan kejahatan itu sebagai pencarian atau kebiasaan, maka pidana dapat ditambah sepertiga. 6). Pasal 298 KUHP menentukan: (1) Dalam hal pemidanaan berdasarkan salah satu kejahatan dalam Pasal 281, 284 - 290 dan 292 - 297, pencabutan hakhak berdasarkan Pasal 35 No. 1 - 5 dapat dinyatakan.
33
(2) Jika yang bersalah melakukan salah satu kejahatan berdasarkan Pasal 292 297 dalam melakukan pencariannya, maka hak untuk melakukan pencarian itu dapat dicabut. C. Menghilangkan jiwa anak 1). Pasal 341 KUHP menentukan : Seorang ibu yang karena takut akan ketahuan melahirkan anak pada saat anak dilahirkan atau tidak lama kemudian, dengan sengaja merampas nyawa anaknya, diancam karena membunuh anak sendiri, dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun. 2). Pasal 342 KUHP menentukan : Seorang ibu yang untuk melaksanakan niat yang ditentukan karena takut akan ketahuan bahwa ia akan melahirkan anak pada saat anak dilahirkan atau tidak lama kemudian merampas nyawa anaknya, diancam karena melakukan pembunuhan anak sendiri dengan rencana, dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun. 3). Pasal 346 KUHP menentukan Seorang wanita yang sengaja menggugurkan atau mematikan kandungannya atau menyuruh orang lain untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun. 4). Pasal 347 KUHP menentukan (1) Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang wanita tanpa persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun. (2) Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut diancam dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun. 5). Pasal 348 KUHP menentukan (1) Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang wanita dengan persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan. (2) Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
34
6). Pasal 349 KUHP menentukan Jika seorang dokter, bidan atau juru obat membantu melakukan kejahatan berdasarkan Pasal 346, ataupun melakukan atau membantu melakukan salah satu kejahatan yang diterangkan dalam Pasal 347 dan 348, maka pidana yang ditentukan dalam Pasal itu dapat ditambah dengan sepertiga dan dapat dicabut hak untuk menjalankan pencarian dalam mana kejahatan dilakukan. D. Penganiayaan 1). Pasal 351 KUHP menentukan (1) Penganiayaan diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah, (2) Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat, yang bersalah diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun. (3) Jika mengakibatkan mati, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun. (4) Dengan penganiayaan disamakan sengaja merusak kesehatan. (5) Percobaan untuk melakukan kejahatan ini tidak dipidana. 2). Pasal 353 Menentukan (1) Penganiayaan dengan rencana lebih dahulu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun. (2) Jika perbuatan itu mengakibatka luka-luka berat, yang bersalah dikenakan pidana penjara paling lama tujuh tahun. (3) Jika perbuatan itu mengkibatkan kematian yang bersalah diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun 3).Pasal 354 KUHP menentukan (1) Barang siapa sengaja melukai berat orang lain, diancam karena melakukan penganiayaan berat dengan pidana penjara paling lama delapan tahun. (2) Jika perbuatan itu mengakibatkan kematian, yang bersalah diancam dengan pidana penjara paling lama sepuluh tahun.
35
5). Pasal 355 menentukan (1) Penganiayaan berat yang dilakukan dengan rencana terlebih dahulu, diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun. (2) Jika perbuatan itu mengakibatkan kematian, yang bersalah diancam dengan pidana penjara paling lams lima belas tahun. 6). Pasal 356 ayat (1e) menentukan 1e. juga si tersalah melakukan kejahatan itu kepada ibunya ,bapaknyanya yang sah,istrinya (suaminya) atau anaknya . Perlindungan anak sebagai korban tindak kekerasan yang dilakukan oleh keluarga hanyalah beupa pemberatan sanksi. Hal ini dapat dilihat dalam Pasal 356 ayat (1) KUHP yang menentukan: “hukuman yang ditentukan dalam Pasal 351, 353, 354, dan 355 dapat ditambah dengan sepertiganya 1e. juga si tersalah melakukan kejahatan itu kepada ibunya ,bapaknya yang sah, istrinya (suaminya) atau anaknya.”
Hal yang samadiatur dalam Pasal 13 undang-undang no 23 tahun 2002 tetang perlindungan anak, menentukan: (1). Setiap anak selamadalam pengasuhan orrang tua,wali atau pihak lain manapun yang bertanggungjawab atas pengasuhan, berhak mendapatkan perlindungan dari perlakuan: a. Diskriminasi b. Eksploitasi, baik ekonomi maupun seksual, c. Penelantaran, d. Kekejaman, kekerasan, penganiayaan,
36
e. Ketidakadilan, dan f. Perlakuan salah lainnya.
(2). Dalam hal orang tua,wali atau pengasuh anak melakukan segala bentuk perlakuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), maka pelaku dikenakan pemberatan hukuman. Pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku, bukanlah pertanggung jawaban terhadap kerugian/ penseritaan korban secara langsung dan konkret, tetapi lebih tertuju pada pertanggungjawaban yang bersifat pribadi/individual. Di sisi lain dalam Pasal 51 ayat (2) rancangan KUHP, salah satu yang wajib di pertimbangkan hakim pemidanaan adalah pandangan masyarakat terhadap tindak pidana yang dilakukan dan pengaruh tindak pidana terhadap korban atau keluarga korban. Uraian dalam rancangan KUHP tersebut, telah lebih luas memberikan perlindungan terhadap korban disbanding dengan Pasal perundang-undangan yang tersebut diatas, akan tetapi masih berupa perlindungan secara tidak langsuung.
2.2 Jenis-jenis tindak pidana
Jenis-jenis Tindak Pidana Tindak pidana terdiri dari berbagi jenis yang antara yang satu dengan yang lainnya mempunyai perbedaan tertentu. Dalam bukunya Pelajaran Hukum Pidana bagian I, Adami Chazawi membedakan tindak pidana menjadi beberapa jenis yaitu:
1) Kejahatan dan Pelanggaran Kejahatan atau rechtdelicten adalah perbuatan yang bertentangan dengan keadilan, terlepas apakah perbuatan itu diancam pidana dalam suatu
37
undang-undang atau tidak. Jadi yang merasakan itu adalah tindak pidana atau bukan adalah masyarakat. Pelanggaran atau westdelict ialah perbuatan yang oleh umum baru disadari sebagai suatu tindak pidana, setelah perbuatan tersebut dirumuskan oleh undang-undang sebagai tindak pidana. 2) Tindak Pidana Formil dan Tindak Pidana Materiil. Tindak pidana formil adalah tindak pidana yang dirumuskan sedemikian rupa, sehingga inti dari rumusan undangundang tersebut adalah larangan yang untuk melakukan suatu perbuatan tertentu. Perumusannya tidak memperhatikan dan atau tidak memerlukan timbulnya akibat tertentu dari perbuatan sebagai syarat penyelesaian tindak pidana, melainkan semata-mata pada perbuatannya. Sedangkan dalam rumusan tindak pidana materiil, inti larangan adalah pada menimbulkan akibat yang dilarang, karena itu siapa yang
menimbulkan
akibat
yang
dilarang
itulah
yang
harus
mempertanggungjawabkan dan dipidana. 3) Tindak Pidana Sengaja dan Tindak Pidana Kelalaian. Tindak pidana sengaja atau doleus delicten adalah tindak pidana yang dalam rumusannnya dilakukan dengan kesengajaan atau mengandung unsur kesengajaan. Tindak Pidana kelalaian atau colpuse delicten adalah tindak pidana yang mengandung unsur kealpaan atau ketidak sengajaan si pelaku saat melakukan perbuatan tersebut. 4) Tindak Pidana Aktif dan Tindak Pidana Pasif Tindak pidana aktif (delicta commisionis) adalah tindak pidana yang perbuatannya aktif, positif, materiil, yang untuk mewujudkannya disyaratkan
38
adanya gerakan dari anggota tubuh yang berbuat. Tindak pidana pasif (delicta omisionis) memiliki suatu kondisi tertentu yang mewajibkan seseorang dibebani kewajiban hukum untuk berbuat tertentu, yang apabila seseorang tersebut tidak melakukan perbuatan itu secara aktif maka seseorang itu telah melanggar kewajibannya tadi. Delik ini juga disebut sebagai tindak pidana pengabaian suatu kewajiban hukum. 5) Tindak Pidana Terjadi Seketika dan Tindak Pidana yang Berlangsung Terus. Tindak pidana yang dirumuskan sedemikian rupa sehingga untuk terwujudnya dalam waktu seketika atau waktu singkat saja disebut dengan aflopende delicten. Contoh dalam perbuatan pembunuhan, apabila korban telah meninggal maka tindak pidana tersebut telah selesai secara sempurna. Sebaliknya ada tindak pidana yang dirumuskan sedemikian rupa sehingga terjadinya tindak pidana itu berlangsung lama, yakni setelah perbuatan itu dilakukan tindak pidananya masih berlangsung terus dalam waktu yang lama. Tindak pidana ini dalam bahasa aslinya yaitu Bahasa Belanda, disebut sebagai voortdurende delicten. 6) Tindak Pidana Umum dan Tindak Pidana Khusus. Pembedaan ini didasarkan pada sumbernya.Tindak pidana umum adalah semua tindak pidana yang dimuat dalam KUHP sebagai kodifikasi hukum pidana materiil. Sedangkan tindak pidana khusus adalah semua tindak pidana yang terdapat di luar kodifikasi tersebut. Misalnya Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang tindak pidana perbankan.
39
7) Tindak Pidana yang Dapat Dilakukan Semua Orang dan Tindak Pidana yang Hanya Dapat Dilakukan Orang Tertentu. Delicta communia adalah tindak pidana yang dapat dilakukan oleh semua orang. Pada umumnya peraturan yang
dirumuskan dalam undang-undang maksudnya
mencegah dilakukannya suatu perbuatan yang dapat berlaku bagi masyarakat umum, jika aturan yang bersifat umum tersebut dilanggar, maka terjadilah apa yang disebut dengan delicta comunia tersebut. Peraturan perundangan terdapat beberapa ketentuan yang hanya berlaku bagi masayarakat dengan kualitas tertentu, dalam hal ini bisa berkaitan dengan pekerjaan atau tugas yang diembannya, maupun berkenaan dengan hubungan pelaku dengan hal yang dilakukannya, misalnya pada Pasal 342 KUHP tentang pembunuhan bayi oleh ibunya sendiri. 8) Tindak Pidana Biasa dan Tindak Pidana Aduan. Tindak pidana biasa adalah tindak pidana yang untuk dilakukan penuntutan pidana terhadap pelakunya tidak disyaratkan adanya pengaduan dari orang yang berhak. Tindak pidana aduan atau yang lebih populer di masyarakat dengan delik aduan adalah tindak pidana yang untuk dapat diadakan penuntutan terhadap peritiwa tersebut disyaratkan adanya pengaduan dari pihak yang berhak, dalam hal ini bisa oleh korban maupun orang yang mempunyai hubungan tertentu dengan peristiwa tersebut, misalnya keluarga atau orang yang diberi kuasa khusus untuk melakukan pengaduan oleh pihak yang berhak tersebut.
40
9) Tindak Pidana Dalam Bentuk Pokok, yang diperberat dan yang diperingan. Tindak pidana dalam bentuk pokok atau eenvoudige delicten, dirumuskan secara lengkap,artinya semua unsurunsurnya dicantumkan dalam rumusan suatu tindak pidana pada perundang-undangan. Tindak pidana pada bentuk yang diperberat atau yang diperingan tidak mengulang kembali unsurunsur bentuk pokok tersebut, melainkan sekedar menyebut kualifikasi bentuk pokoknya atau pasal bentuk pokoknya, kemudian disebutkan atau ditambahkan unsur yang bersifat memberatkan atau meringankan secara tegas dalam rumusannya yang biasanya berimbas pada ancaman pidana yang akan dikenakan. 10) Jenis Tindak Pidana Berdasarkan Kepentingan Hukum yang Dilindungi. Tindak pidana yang didasarkan pada kepentingan hukum yang dilindungi diatur dalam KUHP. Berdasarkan pengaturan tersebut sesuai dengan hukum yang dilindungi, maka jumlah tindak pidana yang ada tidaklah terbatas, yang akan terus berkembang sesuai dengan perkembangan jaman. Peranan hukum pidana khusus sangatlah penting, untuk menjadi semacam wadah pengaturan tindak pidana di luar kodifikasi. 11) Tindak Pidana Tunggal dan Tindak Pidana Berangkai Tindak pidana tunggal atau yang dalam bahasa belanda disebut dengan enkelvoudige delicten adalah tindak pidana yang dirumuskan sedemikian rupa, sehingga untuk dipandang selesai dan dapat dipidananya pelaku hanya perlu dilakukan sekali saja. Pada tindak pidana berangkai selesainya perbuatan dan
41
dapat dipidananya pelaku harus menunggu perbuatan tersebut dilakukan secara berulang-ulang. Misalnya pada Pasal 296 KUHP tentang kesengajaan seseorang untuk memudahkan perbuatan cabul oleh orang lain, kemudian menjadikannya sebagai pencarian atau kebiasaan. Hal yang digaris bawahi disini adalah mengenai kebiasaan yang menjadikan perbuatan tersebut menjadi berulang.