28
BAB II KEBIJAKAN BANK MANDIRI DALAM PEMBERIAN KREDIT CORPORATE BAGI NASABAH DEBITOR PERSEROAN TERBATAS
A. Perjanjian Kedit Merupakan Perjanjian Pokok Perjanjian, adalah suatu hal yang sangat penting karena menyangkut kepentingan para pihak yang membuatnya. Oleh karena itu hendaknya setiap perjanjian dibuat secara tertulis agar diperoleh suatu kekuatan hukum, sehingga tujuan kepastian hukum dapat tercapai. Menurut Pasal 1313 KUH Perdata menyatakan bahwa: “Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikat dirinya terhadap satu orang atau lebih.” Pada prinsipnya perjanjian itu tidak terikat pada sesuatu bentuk. Perjanjian dapat dibuat secara lisan dengan azas konsensualisme. Artinya bahwa hukum perjanjian itu menganut suatu azas bahwa untuk melahirkan perjanjian cukup dengan kata sepakat saja perjanjian itu sudah dilahirkan pada saat atau detik tercapainya konsensus sebagaimana tersebut di atas, sehingga pada detik itu perjanjian sudah jadi dan mengikat. Menurut ketentuan undang-undang dalam perjanjian pinjam-meminjam atau perjanjian kredit "orang yang meminjamkan tidak boleh meminta kembali apa yang telah dipinjamkan, sebelum lewatnya waktu yang telah ditentukan, dalam perjanjian" (Pasal 1759 KUH Perdata). Begitu pula pihak si peminjam atau "orang yang
28
Universitas Sumatera Utara
29
menerima pinjaman sesuatu diwajibkan mengembalikannya dalam jumlah dan keadaan yang sama, dan pada waktu yang telah ditentukan" (Pasal 1763 KUH Perdata). Sementara itu istilah kredit berasal dari bahasa latin “credere”, yang artinya kepercayaan dapat dikatakan untuk mengadakan hubungan hukum, tiap-tiap pihak mempunyai hak dan kewajiban secara timbal balik. pihak yang satu mempunyai hak untuk menuntut sesuatu dari pihak yang lain dan pihak yang lain itu wajib memenuhi tuntutan itu dan sebaliknya. Bahwa kreditur (pemberi kredit), lazimnya disebut bank, mempunyai kepercayaan, bahwa debitur dalam waktu dan syarat-syarat yang telah disetujui bersama, dapat mengembalikan (membayar kembali) kredit yang bersangkutan. Menurut Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998 tentang Perbankan, terdapat perubahan, mengenai pengertian kredit sebagaimana tertuang dalam Pasal 1 angka 11, sebagai berikut : “Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.” Pada umumnya dalam perjanjian akan ditekankan kewajiban pihak peminjam uang untuk memenuhi kewajiban pihak peminjam uang untuk memenuhi kewajibannya melunasi, mengembalikan, atau mengangsur utang pokoknya beserta bunga, imbalan atau bagi hasil sesuai dengan waktu yang ditentukan.
Universitas Sumatera Utara
30
Menurut Rachmadi Usman adapun unsur-unsur yang terdapat dalam kreditor, yaitu : 42 a.) Kepercayaan yaitu adanya keyakinan dari pihak bank atas prestasi yang diberikan kepada nasabah peminjam dana yang akan dilunasinya sesuai dengan diperjanjinkan pada waktu tertentu; b.) Waktu yaitu adanya jangka waktu tertentu antara pemberian kredit dan pelunasannya, jangka waktu tersebut sebelumnya terlebih dahulu disetujui atau disepakati bersama antara pihak bank dan nasabah peminjam dana ; c.) Prestasi yaitu adanya obyek tertentu berupa prestasi dan kontrakprestasi pada saat tercapainya persetujuan atau kesepakatan perjanjian pemberian kredit antara pihak bank dan nasabah peminjam berupa uang dan bunga atau imbalan ; d.) Resiko yaitu adanya resiko yang mungkin akan terjadi selama jangka waktu antara pemberian dan pelunasan kredit tersebut, sehingga untuk mengamankan pemberian kredit dan menutup kemungkinan terjadinya wanprestasi dari nasabah peminjam dana, maka diadakanlah pengikatan jaminan dan agunan. 1. Pengertian Perjanjian Kredit Dalam pembuatan perjanjian, sekurang-kurangnya harus memperhatikan keabsahan dan persyaratan secara hukum, juga harus memuat secara jelas mengenai jumlah besarnya kredit, jangka waktu, tata cara pembayaran kredit serta persyaratan lainnya yang harus diperhatikan dalam perjanjian kredit. Perjanjian kredit menurut Hukum Perdata yang diatur dalam Buku Ketiga KUHPerdata Pasal 1754-1769 merupakan salah satu dari bentuk perjanjian pinjammeminjam (verbruiklening). Dalam pemberian kredit sebenarnya terjadi beberapa hubungan hukum, yaitu tidak saja berdasarkan perjanjian pinjam-meminjam akan
42
Rachmadi Usman, Aspek–Aspek Hukum Perbankan Di Indonesia, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2003, hal.238.
Universitas Sumatera Utara
31
tetapi terjadi juga hubungan hukum berdasarkan perjanjian pemberian kuasa, perjanjian pertanggungan (asuransi), dan lain-lain. Sehingga dapat disimpulkan bahwa
perjanjian
kredit
khususnya
perjanjian
kredit
perbankan
didalam
pelaksanaannya tidaklah sama (identik) sebagaimana diatur dalam perjanjian pinjammeminjam dalam KUHPerdata,43 namun bersumber dari sana untuk pengaturan umumnya. Perjanjian kredit menurut hukum perdata Indonesia merupakan salah satu dari bentuk perjanjian pinjam meminjam yang diatur dalam Buku Ketiga KUH Perdata yaitu pada Pasal 1754 sampai dengan Pasal 1769 KUH Perdata. Perjanjian kredit seperti diuraikan tersebut di atas, yang menunjukkan unsur pinjam meminjam didalamnya, yaitu pinjam-meminjam antara bank dengan pihak debitur. Menurut Pasal 1754 KUH Perdata menyatakan bahwa: “Pinjam-meminjam adalah persetujuan dengan mana pihak yang satu memberikan pada pihak yang lain suatu jumlah tertentu barang-barang yang habis karena pemakaian, dengan syarat bahwa pihak yang belakangan ini akan mengembalikan sejumlah yang sama dari macam dan keadaan yang sama pula”. Istilah perjanjian kredit berasal dari bahasa Inggris, yaitu contract credit. Dalam hukum Inggris, perjanjian kredit bank termasuk loan of money. Istilah perjanjian kredit tidak ditemukan dalam istruksi pemerintah dan berbagai surat edaran. Namun, dalam Pasal 1 angka 3 Rancangan Undang-Undang tentang Perkreditan Perbankan, telah ditentukan pengertian perjanjian kredit.
43
Muhamad Djumhana, Hukum Perbankan di Indonesia, Cet. Ke-3, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2003, hal.385-386.
Universitas Sumatera Utara
32
“Perjanjian kredit adalah persetujuan dan/atau kesepakatan yang dibuat bersama antara kreditur dan debitur atas sejumlah kredit dengan kondisi yang telah diperjanjikan, hal mana pihak debitur wajib untuk mengembalikan kredit yang telah diterima dalam jangka waktu tertentu disertai bunga dan biayabiaya yang disepakati”.44 Dalam memberikan kredit, bank harus menggunakan akad perjanjian sehingga memiliki ketentuan pembuktian, dan bank biasanya menggunakan kontrak/perjanjian kredit yang bentuknya sudah baku sehingga tidak perlu untuk selalu membuat perjanjian kredit setiap saat, karena apabila bank akan memberikan kredit kepada nasabah debiturnya perjanjiannya telah siap sehingga hanya diperlukan tanda tangan nasabah debitur. Dalam membuat perjanjian kredit terdapat beberapa judul dalam praktik perbankan tidak sama satu sama lain, ada yang menggunakan judul perjanjian kredit, akad kredit, persetujuan pinjam uang, persetujuan membuka kredit, dan lain sebagainya. Meskipun judul dari perjanjian tersebut berbeda-beda tetapi secara yuridis isi perjanjian pada hakekatnya sama yaitu memberikan pinjaman berbentuk uang. Mengenai pembakuan bentuk draft isi perjanjian kredit, antara bank sendiri belum terdapat kesepakatan. Namun mengenai isi perjanjian kredit pada pokoknya selalu memuat hal-hal berikut :45 a. Jumlah maksimum kredit yang diberikan oleh bank kepada debiturnya. b. Besarnya bunga kredit dan biaya-biaya lainnya. 44
Salim HS, Perkembangan Hukum Kontrak Di Luar KUHPerdata, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2006, hal. 77-78. 45 Hasanuddin Rahman, Aspek-Aspek Hukum Pemberian Kredit Perbankan di Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1995, hal.25.
Universitas Sumatera Utara
33
c. Jangka waktu pembayaran kredit. d. Ada dua jangka waktu pembayaran yang digunakan, yaitu jangka waktu angsuran biasanya secara bulanan dan jangka waktu kredit. e. Cara pembayaran kredit. f. Klausula jatuh tempo g. Barang jaminan kredit dan kekuasaan yang menyertainya serta persyaratan penilaian jaminan, pembayaran pajak dan asuransi atas barang jaminan. h. Syarat-syarat lain yang harus dipenuhi oleh debitur, termasuk hak bank untuk melakukan pengawasan dan pembinaan kredit. i. Biaya akta dan biaya penagihan utang yang juga harus dibayar debitur Dalam praktik bank ada 2 (dua) bentuk perjanjian kredit yaitu :46 a.) Perjanjian kredit dibuat dibawah tangan dinamakan akta dibawah tangan47 artinya perjanjian yang disiapkan dan dibuat sendiri oleh bank kemudian ditawarkan kepada debitur untuk disepakati. Untuk mempermudah dan mempercepat kerja bank, biasanya bank sudah menyiapkan formulir perjanjian dalam bentuk standard (standaardform) yang isi, syarat-syarat dan ketentuannya disiapkan terlebih dahulu secara lengkap. Bentuk perjanjian kredit yang dibuat sendiri oleh bank tersebut termasuk jenis Akta Dibawah Tangan. b.) Perjanjian kredit yang dibuat oleh dan dihadapan Notaris yang dinamakan akta otentik48 atau akta notariil. Yang menyiapkan dan membuat perjanjian ini adalah seorang Notaris namun dalam praktik semua syarat dan ketentuan perjanjian kredit disiapkan oleh Bank kemudian diberikan kepada Notaris untuk dirumuskan dalam akta notariil. Memang Notaris dalam membuat perjanjian hanyalah merumuskan apa yang diinginkan para pihak dalam bentuk akta notariil atau akta otentik. Di Bank Mandiri, Akta Perjanjian kredit terdiri dari akta notarial dan akta di bawah tangan. Penetapan jenis akta apakah yang akan digunakan merupakan kewenangan Group Head Business Unit dan Group Head Credit Risk Management 46
Sutarno, Aspek-Aspek Hukum Perkreditan pada Bank, Cet.Ke-3, Alfabeta, Jakarta, 2005,, hal. 100-101. 47 Pasal 1874 KUHPerdata menyebutkan bahwa sebagai tulisan-tulisan dibawah tangan dianggap akta-akta yang ditandatangani dibawah tangan, surat-surat, register-register, surat-surat urusan rumah tangga dan lain-lain tulisan yang dibuat tanpa perantaraan seorang pegawai umum. 48 Pasal 1868 KUHPerdata menyebutkan bahwa suatu akta otentik ialah suatu akta yang didalam bentuk yang ditentukan oleh Undang-Undang, dibuat oleh atau dihadapan pegawai-pegawai umum yang berkuasa untuk itu ditempat dimana akta dibuatnya.
Universitas Sumatera Utara
34
Unit, yang didasarkan atas kompleksitas struktur fasilitas kredit. Dalam hal menggunakan jenis akta notarial, harus menggunakan notaris yang qualified. Pada prakteknya perjanjian kredit Bank Mandiri tidak berdiri sendiri, melainkan merupakan kesatuan dari Surat Penawaran Pemberian Kredit (SPPK), Syarat-Syarat Umum Perjanjian kredit (SUPK) dan Perjanjian Accesoir. Perjanjian kredit termasuk addendumnya harus dibuat secara tertulis dan ditandatangani oleh bank selaku kreditur dan nasabah sendiri atau sebagai wakil yang berwenang mewakili perusahaan sesuai dengan ketentuan dalam anggaran dasar. Perjanjian kredit ini merupakan perjanjian pokok yang akan diikuti dengan perjanjian lainnya yang bersifat accesoir (perjanjian ikutan/buntut). Dengan penandatanganan perjanjian kredit maka diperoleh : (1) Bukti tertulis bahwa bank telah memberikan pinjaman sejumlah yang tertera pada perjanjian kredit tersebut kepada debitur yang telah menandatangani akta perjanjian kredit, baik atas namanya sendiri ataupun yang mewakili perusahaan. (2) Ketentuan yang mengikat mengenai hak dan kewajiban kedua belah pihak. 2. Syarat-Syarat Sahnya Perjanjian Kredit Untuk mengetahui apakah kita berhadapan dengan perjanjian atau bukan, kita perlu mengenali unsur-unsur perjanjian. Unsur-unsur tersebut terdiri atas :49 a b c
Kata sepakat dari dua pihak atau lebih; Kata sepakat yang tercapai harus bergantung kepada para pihak; Keinginan atau tujuan para pihak untuk timbulnya akibat hukum;
49
Herlien Budiono, Ajaran Umum Hukum Perjanjian dan Penerapannya di Bidang Kenotariatan, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2009, hal.5
Universitas Sumatera Utara
35
d e
Akibat hukum untuk kepentingan pihak yang satu dan atas beban yang lain atau timbal balik; dan Dibuat dengan mengindahkan ketentuan perundang-undangan.
Untuk membuat suatu perjanjian harus memenuhi syarat-syarat supaya perjanjian diakui dan mengikat para pihak yang membuatnya. Pasal 1320 KUHPerdata menentukan syarat-syarat untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat yaitu: (1) Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya. (2) Cakap untuk membuat suatu perjanjian. (3) Mengenai hal atau obyek tertentu. (4) Suatu sebab ( causal) yang halal. Dua syarat yang pertama, dinamakan syarat-syarat subyektif, karena mengenai orang-orangnya atau subyeknya yang mengadakan perjanjian, sedangkan dua syarat terakhir dinamakan syarat obyektif karena mengenai perjanjianya sendiri atau obyek dari perbuatan hukum yang dilakukan itu.50 Jadi selain dari syarat-syarat sahnya suatu perjanjian tersebut diatas, juga harus diperhatikan ketentuan Pasal 1338 KUHPerdata, dimana perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya, tidak dapat ditarik kembali tanpa persetujuan kedua belah pihak atau karena alasan-alasan yang cukup menurut undang-undang dan harus dilaksanakan dengan itikad baik.
50
Subekti, Hukum Perjanjian, Intermasa, Jakarta, 2005, hal.17.
Universitas Sumatera Utara
36
3. Substansi dan Penyusunan Perjanjian Kredit Bank Mandiri Dalam pembuatan perjanjian, sekurang-kurangnya harus memperhatikan keabsahan dan persyaratan secara hukum, juga harus memuat secara jelas mengenai jumlah besarnya kredit, jangka waktu, tata cara pembayaran kredit serta persyaratan lainnya yang harus diperhatikan dalam perjanjian kredit. Meskipun perjanjian kredit tidak diatur secara khusus dalam KUH Perdata, tetapi dalam membuat perjanjian kredit tidak boleh bertentangan dengan asas atau ajaran umum yang terdapat dalam KUH Perdata seperti yang ditegaskan bahwa semua perjanjian baik yang mempunyai nama khusus maupun yang tidak dikenal dengan suatu nama khusus, tunduk pada peraturanperaturan umum yang termuat dalam KUH Perdata. Dalam membuat perjanjian kredit terdapat berbagai judul dalam praktek perbankan tidak sama satu sama lain, ada yang menggunakan judul perjanjian kredit, akad kredit, persetujuan pinjam uang, persetujuan membuka kredit, dan lain sebagainya. Meskipun judul dari perjanjian tersebut berbeda-beda, tetapi secara yuridis isi perjanjian pada hakekatnya sama yaitu memberikan pinjaman berbentuk uang.51
51
Sutarno, Aspek-Aspek Hukum Perkreditan pada Bank, Cet.Ke-3, Op. Cit., hal. 97.
Universitas Sumatera Utara
37
Mengenai pembakuan bentuk draft isi perjanjian kredit, antara bank sendiri belum terdapat kesepakatan. Namun mengenai isi perjanjian kredit seperti dikemukakan oleh Hasanuddin, pada pokoknya selalu memuat hal-hal berikut:52 a. b. c. d. e. f. g. h. i.
Jumlah maksimum kredit yang diberikan oleh bank kepada debiturnya; Besarnya bunga kredit dan biaya-biaya lainnya; Jangka waktu pembayaran kredit; Ada dua jangka waktu pembayaran yang digunakan, yaitu jangka waktu angsuran biasanya secara bulanan dan jangka waktu kredit; Cara pembayaran kredit; Klausula jatuh tempo (opeisbaar); Barang jaminan kredit dan kekuasaan yang menyertainya serta persyaratan penilaian jaminan, pembayaran pajak dan asuransi atas barang jaminan; Syarat-syarat lain yang harus dipenuhi oleh debitur, termasuk hak bank untuk melakukan pengawasan dan pembinaan kredit; Biaya akta dan biaya penagihan hutang yang juga harus dibayar debitur.
Pencantuman klausula-klausula atau substansi pada Perjanjian kredit Bank Mandiri tergantung kepada “ketentuan dan persyaratan (term & condition) tiap-tiap fasilitas kredit berdasarkan keputusan Komite Kredit sesuai dengan kewenangannya dan telah disepakati oleh nasabah Debitur. Sebagai pedoman untuk penyusunan Perjanjian kredit, dalam setiap perjanjian kredit minimal format perjanjiannya memuat materi sebagai berikut: a. Judul Perjanjian kredit Pada judul perjanjian kredit dicantumkan fasilitas kredit yang diberikan kepada debitur, misalnya “Perjanjian kredit Modal Kerja”. b. Nomor dan Tanggal Pada perjanjian kredit dicantumkan nomor dan tanggal dari perjanjian kredit yang ditandatangani. c. Pembukaan 52
Hasanuddin Rahman, Aspek-Aspek Hukum Pemberian Kredit Perbankan di Indonesia, Op. Cit., hal.60.
Universitas Sumatera Utara
38
Merupakan awal dari suatu akta sebelum komparisi, dimana untuk perjanjian kredit di bawah tangan memberikan penjelasan tentang tempat dan tanggal ditandatangani perjanjian tersebut. d. Komparisi Komparisi adalah bagian dari perjanjian yang berisi keterangan mengenai identitas dan kewenangan bertindak dari para pihak yang menandatangani perjanjian. e. Premise Merupakan pengantar perjanjian kredit yang menunjukkan maksud utama dari para pihak dan mengapa perjanjian kredit tersebut dibuat. f. Isi Perjanjian Mencakup Ketentuan dan Persyaratan (term & condition) yang merupakan kehendak para pihak mengenai hak dan kewajibannya. Dalam suatu perjanjian kredit, disamping harus memenuhi syarat sahnya perjanjian/perikatan, perlu kiranya diperhatikan hal-hal yang penting (Essensialia) yang harus tercantum di dalam perjanjian kredit tersebut dengan maksud untuk menjamin adanya suatu kepastian hukum, yaitu : 1. Kredit Tunai a. Tujuan penggunaan kredit. b. Pencantuman besarnya jumlah kredit yang diberikan oleh bank. c. Besarnya bunga, provisi/commitmen fee, denda dan biaya-biaya lain harus disebutkan dengan jelas. d. Syarat-syarat penarikan. e. Jangka waktu pemberian kredit. f. Tempat pembayaran kembali hutang. g. Hal-hal yang menyebabkan kredit yang diterima debitur harus dibayar sekaligus walaupun jangka waktu kredit belum berakhir. h. Agunan 2. Kredit Non Tunai (Non Cash Loan) a. Tujuan penerbitan Non Cash Loan (BG/SBLC/LCDN/LC). b. Pencantuman besarnya jumlah fasilitas penerbitan Non Cash Loan yang diberikan oleh bank. c. Besarnya provisi dan biaya-biaya lain harus disebutkan dengan jelas. d. Syarat-syarat penerbitan Non Cash Loan. e. Jangka waktu pemberian fasilitas penerbitan Non Cash Loan. f. Agunan Dalam isi Perjanjian kredit juga perlu dicantumkan klausula apabila dalam jangka waktu 180 (seratus delapan puluh) hari sejak ditanda tanganinya PK debitur belum menarik fasilitas kreditnya, maka bank berhak membatalkan pemberian kredit dan mengakhiri Perjanjian kredit. Apab1ila debitur akan melanjutkan
Universitas Sumatera Utara
39
fasilitas kreditnya maka yang bersangkutan harus mengajukan permohonan kredit dan terhadap permohonan tersebut harus dilakukan analisa kembali oleh bank. Selain isi perjanjian terkait jenis kredit sebagaimana tersebut di atas, maka isi dari suatu perjanjian kredit atau pemberian fasilitas pada umumnya memuat pula halhal sebagai berikut : 1. Pernyataan-pernyataan dan jaminan-jaminan (Representations and Warranties) dari debitur. 2. Covenant. 3. Kelalaian/pelanggaran/wanprestasi (Events of defaults) 4. Force majeure. 5. Choice of Law. g. Penutup Pada penutup dicantumkan perihal jumlah atau rangkap perjanjian kredit yang dibuat yang masing-masing mengikat dan mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan bermaterai cukup dan ditandatangani oleh para pihak atau yang mewakili. h. Lampiran Merupakan lampiran dari perjanjian yang berisi detail pelaksanaan / penjelasan atas klausul perjanjian (misalnya jadual pembayaran) dan dinyatakan sebagai suatu kesatuan dan bagian yang tidak terpisahkan dari perjanjian. Bilamana dalam proses pemberian kredit terdapat hal-hal yang belum diatur atau pelaksanaannya tidak sesuai dengan materi ini, namun tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan dan peraturan Bank Indonesia, maka secara kasus perkasus dengan sangat selektif hal tersebut dapat disetujui oleh Komite Kredit Kategori A53 dan apabila dipandang perlu dapat didelegasikan serendah-rendahnya kepada Direktur Risk Management dan Direktur Business Unit. Dalam hal ini, Direktur Risk Management dan Direktur Business Unit memiliki kewenangan untuk menentukan/mengembalikan kewenangan pemutusan kepada Komita Kredit Kategori A yang lebih tinggi.
53
Komite Kredit Kategori A adalah komite kredit yang berwenang dan bertanggung jawab atas kredit yang diputus sesuai limit kewenangannya melalui mekanisme Rapat Komite Kredit (RKK).
Universitas Sumatera Utara
40
Dalam penyusunan perjanjian kredit, harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut : 1). Memuat syarat dan ketentuan/covenant yang ditetapkan dalam Nota Analisa Kredit. 2). Syarat-syarat lain/umum Perjanjian kredit Standar Bank Mandiri. 3). Untuk penghapusan beberapa klausula pada Perjanjian kredit Standar, harus disetujui oleh Group Head Business dan Group Head Credit Risk Management Unit setelah mendapat rekomendasi dari Legal Group. Pembuatan draf perjanjian kredit di bawah tangan dilakukan oleh Bank Mandiri, sedangkan pembuatan draf Perjanjian kredit notarial dilakukan oleh Notaris. Perjanjian kredit tersebut harus dibuat dengan memperhatikan kondisi tersebut di atas. Tatacara pelaksanaan penyusunan perjanjian kredit dan Addendum Perjanjian kredit adalah sebagai berikut : 1. Perjanjian kredit. a. Credit Operations Unit atas permintaan Business Unit/Credit Recovery Unit menyiapkan draft perjanjian kredit atau meminta bantuan Notaris untuk menyiapkan akta perjanjian kredit (notarial) dan bertanggung jawab pada formalitas perjanjian kredit dimaksud, antara lain : 1). Memastikan seluruh persyaratan kredit di dalam SPPK telah dituangkan dengan benar ke dalam perjanjian kredit dan telah sesuai dengan syaratsyarat dalam Nota Analisa Kredit. 2). Meneliti aspek yuridis atas pelaksanaan penandatangan perjanjian kredit, antara lain : a.) Kewenangan para pihak. b.) Persyaratan agunan. c.) Pemenuhan persyaratan dalam rangka penandatanganan perjanjian kredit. b. Sebelum penandatanganan perjanjian kredit, Business Unit atau Credit Recovery Unit berkewajiban meneliti kembali oleh karenanya bertanggung jawab terhadap isi/materi dari perjanjian kredit yang dibuat dan membubuhkan paraf pada setiap coretan perjanjian kredit (addendum).
Universitas Sumatera Utara
41
2. Addendum Perjanjian Kredit Setiap perubahan Perjanjian kredit, harus dibuat Addendum perjanjian kredit. Tatacara pembuatan Addendum perjanjian kredit sama dengan tatacara pembuatan Perjanjian kredit. B. Perjanjian Pengikatan Jaminan Merupakan Perjanjian Accesoir. Jaminan dalam kredit merupakan salah satu syarat untuk dapat dikabulkannya permohonan kredit. Apabila debitur oleh karena suatu sebab tidak dapat memenuhi kewajibannya membayar utang. maka bank (kreditur) dengan bebas dapat menjual jaminan dan menutup utang itu dari hasil penjualan. Dengan demikian fungsi jaminan adalah guna memberikan hak dan kekuasaan dari barang-barang jaminan bila debitur cidera janji membayar kembali utangnya pada waktu yang telah ditentukan dalam perjanjian. Kata “jaminan” dalam peraturan perundang-undangan dapat dijumpai pada Pasal 1131 KUH Perdata dan Penjelasan Pasal 8 Undang-Undang Perbankan, namun dalam kedua peraturan tersebut tidak menjelaskan apa yang dimaksud dengan jaminan. Meskipun demikian dari kedua ketentuan diatas dapat diketahui, bahwa jaminan erat hubungannya dengan masalah utang. Biasanya dalam perjanjian pinjammeminjam uang, pihak kreditur meminta kepada debitur agar menyediakan jaminan berupa sejumlah harta kekayaannya untuk kepentingan pelunasan utang apabila setelah jangka waktu yang diperjanjikan ternyata debitur tidak melunasinya. Jadi, jaminan merupakan kebutuhan kreditur untuk memperkecil risiko apabila debitur tidak mampu menyelesaikan segala kewajiban yang berkenaan dengan kredit yang telah dikucurkan. Dengan adanya jaminan apabila debitur tidak mampu
Universitas Sumatera Utara
42
membayar maka debitur dapat memaksakan pembayaran atas kredit yang telah diberikannya.54 Sesuai dengan tujuannya, barang jaminan bukan untuk dimiliki kreditur karena perjanjian utang piutang bukan perjanjian jual beli yang mengakibatkan perpindahan hak milik atas barang. Barang jaminan dipergunakan untuk melunasi utang, dengan cara yang ditetapkan oleh peraturan yang berlaku, yaitu barang dijual secara lelang. Hasilnya dipergunakan untuk melunasi utang debitur, dan apabila masih ada sisanya dikembalikan kepada debitur. Barang jaminan pada prinsipnya harus dimiliki debitur, tetapi undang-undang juga memperbolehkan barang milik pihak ketiga dipergunakan sebagai jaminan, asalkan pihak yang bersangkutan merelakan barangnya dipergunakan sebagai jaminan utang debitur. Dari uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa jaminan adalah suatu perjanjian antara kreditur dan debitur, dimana debitur memperjanjikan sejumlah hartanya untuk kepentingan pelunasan utang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang belaku, apabila dalam waktu yang ditentukan terjadi kemacetan pembayaran utang debitur.55 Jadi jaminan atau istilah perbankan sering disebut juga dengan agunan adalah hak dan kekuasaan atas benda berwujud dan/atau benda tidak berwujud yang
54
Badriyah Harun, Penyelesaian Sengketa Kredit Bermasalah, Pustaka Yustisia, Yogyakarta, 2010, hal. 67. 55 Gatot Supramono, Perbankan dan Masalah Kredit (Suatu Tinjauan di Bidang Yuridis), PT. Rineka Cipta, Jakarta, 2009, hal. 196.
Universitas Sumatera Utara
43
diserahkan oleh debitur dan atau pihak ketiga sebagai pemilik agunan kepada bank sebagai second way-out guna menjamin pelunasan utang debitur, apabila kredit yang diterimanya tidak dapat dilunasi sesuai waktu yang diperjanjikan dalam perjanjian kredit atau addendumnya. Menurut Jaya Satria56, suatu barang yang dapat dijadikan sebagai agunan kredit harus memenuhi kriteria sebagai berikut : 1. Mempunyai nilai ekonomis dalam arti dapat dinilai dengan uang dan dapat dijadikan uang; 2. Dapat dipindahtangankan kepemilikannya dari pemilik semula kepada pihak lain. 3. Mempunyai nilai yuridis dalam arti dapat diikat secara sempurna berdasarkan ketentuan dari perundang-undangan yang berlaku sehingga kreditur memiliki hak yang didahulukan (preferen) terhadap hasil likuidasi barang tersebut Sedangkan maksud dan tujuan penguasaan agunan adalah :57 a. Guna memberikan hak dan kekuasaan kepada bank untuk menjamin pelunasan dengan barang-barang agunan tersebut apabila debitur cidera janji, yaitu tidak bisa membayar kembali hutangnya pada waktu yang telah ditetapkan dalam perjanjian kredit. b. Menjamin agar debitur berperan dan atau turut serta dalam transaksi yang dibiayai, sehingga dengan demikian kemungkinan debitur untuk meninggalkan usahanya/proyek dengan merugikan diri sendiri atau perusahaannya dapat dicegah, atau diminum kemungkinan untuk berbuat demikian diperkecil. c. Memberi dorongan kepada debitur untuk memenuhi perjanjian kredit, khususnya mengenai pembayaran kembali (pelunasan) sesuai dengan syarat-syarat yang telah disetujui, agar debitur tidak kehilangan kekayaan yang telah dijaminkan kepada Bank. d. Agunan yang harus diserahkan memperhatikan struktur kredit, rating, kompetisi, jenis (kebendaan/non kebendaan), historical payment dan sebagainya.
56
Hasil Wawancara dengan Jaya Satria, Team Leader Business Banking Centre Bank Mandiri Medan, tanggal 21 Nopember 2011. 57 Ibid.
Universitas Sumatera Utara
44
Eksistensi adanya perjanjian penjaminan tergantung pada perjanjian pokok. Perjanjian pokok biasanya berupa perjanjian kredit. Perjanjian penjaminan tidak mungkin ada tanpa perjanjian kredit. Apabila perjanjian pokoknya berakhir, maka perjanjian penjaminan akan berakhir pula. Dengan kata lain bahwa perjanjian penjaminan ini merupakan perjanjian accessoir. Menurut M. Bahsan58, perjanjian accessoir adalah perjanjian yang dibuat berdasarkan atau berkaitan dengan perjanjian pokok. Perjanjian accessoir timbul (terjadi) karena adanya perjanjian pokok yang mendasarinya. Salah satu contoh perjanjian accessoir adalah berupa perjanjian pengikatan objek jaminan kredit yagn dibuat bank bersama debitur atau pemilik objek jaminan. Dasar hukum jaminan dalam pemberian kredit adalah Pasal 8 ayat (1) UU Perbankan yang menyatakan bahwa : “Dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah, Bank Umum wajib mempunyai keyakinan berdasarkan analisis yang mendalam atas itikad dan kemampuan serta kesanggupan Nasabah Debitur untuk melunasi utangnya atau mengembalikan pembiayaan dimaksud sesuai dengan yang diperjanjikan.” 1. Jenis Agunan Kredit Agunan adalah objek yang dibiayai, berupa barang-barang bergerak maupun tidak bergerak yang dibiayai dengan kredit. Fungsi agunan berupa objek yang dibiayai
tersebut
tidak
hanya
sebagai
bukti
penggunaan
kredit,
58
M. Bahsan, Hukum Jaminan dan Jaminan Kredit Perbankan Indonesia, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2010, hal. 133.
Universitas Sumatera Utara
45
keseriusan/kesungguhan debitur/calon debitur, tetapi juga sebagai factor pengurang risiko kredit di kemudian hari jika fasilitas kredit yang diberikan tersebut mengalami macet/unpaid. Untuk meminimalkan risiko, bank mengutamakan untuk memperoleh fixed asset sebagai agunan. Adapun jenis agunan yang diterima Bank Mandiri antara lain : a. Benda bergerak 1). Agunan tunai berupa : a.) Deposito berjangka bank mandiri. b.) Tabungan bank mandiri (akan diatur dalam ketentuan produk). c.) Giro bank mandiri (akan diatur dalam ketentuan produk). d.) Sertifikat Bank Indonesia (SBI). e.) Surat Utang Negara (SUN). f.) Jaminan Pemerintah Indonesia sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku. g.) Standby L/C dan garansi dari prime bank yang diterbitkan sesuai dengan uniform customs and practice for documentary credit (UCP) atau international standby practices (ISP) yang berlaku. Agunan tunai sebagaimana butir 1 a, b, c, d, dan e , wajib memenuhi persyaratan : (1).Agunan diblokir dan dilengkapi dengan surat kuasa pencairan dari pemilik agunan untuk keuntungan bank penerima agunan, termasuk pencairan sebagian untuk membayar tunggakan angsuran pokok atau bunga. (2).Bersifat tanpa syarat (unconditional) dan tidak dapat dibatalkan (irrevocable). (3).Jangka waktu pemblokiran paling kurang sama dengan jangka waktu penyediaan dana. (4).Memiliki pengikatan hukum yang kuat (legally enforceable) sebagai agunan, bebas dari segala bentuk perikatan lain, bebas dari sengketa, tidak sedang dijaminkan kepada pihak lain termasuk tujuan penjaminan yang jelas, dan (5).Untuk agunan tunai berupa deposito atau tabungan, disimpan pada Bank. Dalam hal SUN diterima sebagai agunan agar memperhatikan risiko pasar (market risk). Agunan tunai menjadi pengurang atas kebutuhan agunan fixed asset yang disyaratkan kepada debitur. 2). Piutang dagang atau hak tagih dan hak atas pendapata yang akan diterima.
Universitas Sumatera Utara
46
3). 4). 5). 6). 7). 8).
Persediaan barang (stock). Mesin-mesin pabrik yang tidak ditanam dan inventaris kantor. Hak sewa atas toko termasuk ruko (rumah took). Kendaraan bermotor. Kapal laut dengan bobot kurang dari 20 m3. Saham yang terdaftar di Bursa Efek atau saham yang tidak terdaftar di bursa efek (dalam rangka ekspansi atau akuisisi) sesuai Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No.26/68/KEP/DIR/1993 tanggal 7 September 1993 tentang Saham Sebagai Agunan Tambahan Kredit, berikut perubahannya. 9). Emas (sementara ini pelaksanaannya ditangguhkan). 10).Resi Gudang (sementara ini pelaksanaannya ditangguhkan). b. Benda tak bergerak 1). Tanah (hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, hak pakai, serta jenisjenis hak atas tanah lainnya yang dapat diikat hak tanggungan atau diikat secara fiducia serta bangunan yang didirikan di atas tanah tersebut). 2). Bangunan yang diikat secara fidusia, karena tidak dapat diikat hak tanggungan. 3). Mesin-mesin yang ditanam. 4). Kapal dengan ukuran paling sedikit 20 m3 atau yang dinilai sama dengan itu, dan telah terdaftar/tercatat dalam buku daftar kapal Indonesia. 5). Pesawat terbang/udara. 6). Hak milik atas satuan rumah susun. c. Guarantee 1). Personal guarantee. 2). Corporate guarantee. Dasar-dasar penilaian agunan secara umum mengacu pada ketentuan tersendiri mengenai penilaian agunan yang dikeluarkan oleh Credit Operations Unit dan perubahan-perubahannya yang berlaku. Credit Operations Unit harus berhati-hati dalam menilai harga barang-barang tersebut karena harga yang dicantumkan oleh debitur tidak selalu menunjukkan harga yang sesungguhnya (harga pasar pada saat itu).
Universitas Sumatera Utara
47
2. Prosedur Penilaian dan Penilaian Kembali Agunan Prosedur penilaian dan penilaian kembali atas agunan mengacu pada petunjuk penilaian agunan yang diterbitkan oleh Credit Operations Unit dan perubahanperubahannya yang berlaku. Ketentuan mengenai penilaian agunan yang dilakukan secara internal oleh bank dilakukan sesuai ketentuan penilaian agunan yang diterbitkan oleh Credit Operations Unit dan perubahan-perubahannya yang berlaku. Dalam hal penilaian agunan dilakukan oleh penilaian independen maka penilai internal wajib melakukan review dan hasil review tersebut bersifat final. Penggunaan Konsultasi Penilai harus memenuhi kriteria yang ditetapkan bank. Prosedur penerimaan perusahaan penilai independen menjadi rekanan bank diatur dalam ketentuan tersendiri. Penilaian agunan oleh perusahaan penilai independen bukan rekanan bank dapat diterima, dengan ketentuan sebagai berikut : a. Perusahaan penilai independen tersebut memiliki ijin usaha dan bonafiditasnya cukup terjamin. b. Perusahaan penilai independen telah terdaftar sebagai anggota asosiasi. c. Tidak termasuk perusahaan penilai independen yang bermasalah (informasi dimintakan oleh Business Unit kepada asosiasi). d. Apabila permohonan kredit disetujui, perusahaan penilai independen tersebut agar mengajukan permohonan menjadi rekanan bank. Kewenangan memutus penggunaan perusahan penilai independen bukan rekanan bank dilakukan oleh Group Head Business Unit. Nilai kecukupan agunan (collateral coverage) dihitung atas dasar : 1). Nilai pasar wajar (fair market value) dari penilai independen setelah direview oleh Credit Operations Unit untuk nasabah yang dipersyaratkan menggunakan penilai independen dalam penilaian agunan, atau;
Universitas Sumatera Utara
48
2). Nilai pasar wajar (fair market value) dari Credit Operation Unit untuk nasabah yang tidak dipersyaratkan menggunakan penilai independen dalam penilaian agunan. Dalam Nota analisa kredit selain mencantumkan nilai pasar wajar, juga wajib mencantumkan nilai likuidasi untuk memprediksi Loos Given Default (LGD). Apabila nilai agunan setelah penilaian kembali menjadi kurang dari ketentuan yang telah ditetapkan, maka bank harus meminta lagi tambahan agunan kepada debitur untuk menutupi kekurangan tersebut, atau meminta debitur membayar sebagian kewajibannya, sehingga minimum nilai agunan kembali mencukupi kecuali diputuskan lain oleh pemegang kewenangan. alam penilaian kembali agunan harus dibuatkan Berita Acara Pemeriksaan dan Penaksiran Nilai Agunan.
C. Pemberian Kredit Corporate Bagi Perseroan Terbatas di Bank Mandiri Setiap perusahaan pasti memiliki kebutuhan. Kebutuhan ada yang bersifat mendesak dan ada yang tidak. Kebutuhan yang mendesak menuntut untuk segera dipenuhi. Namun pemenuhan tersebut tidak terlepas dari masalah biaya atau dana. Kebanyakan perusahaan dalam menghadapi kekurangan dana mencari jalan keluar dengan berutang kepada pihak lain (kreditur). Dan biasanya perbankanlah sarana yang tepat bagi para calon debitur untuk memperoleh dana tersebut. Bank pun dalam menyalurkan pinjaman/kredit tersebut mempunyai berbagai penilaian terhadap debitur termasuk masalah kepercayaan pengembalian utang.
Universitas Sumatera Utara
49
Perbankan
(banking)
pada umumnya ialah
kegiatan-kegiatan
dalam
menjual/belikan mata uang, surat efek dan instrument-instrumen yang dapat diperdagangkan. Penerimaan deposito, untuk memudahkan penyimpanannya atau untuk mendapatkan bunga, dan atau pembuatan, pemberian pinjaman-pinjaman dengan atau tanpa barang-barang tanggungan, penggunaan uang yang ditempatkan atau diserahkan untuk disimpan.59 Peranan penting dan strategis dari lembaga perbankan yang diuraikan di atas merupakan
bukti
bahwa
lembaga
perekonomian
menunjang
pelaksanaan
pembangunan nasional. Dalam peranannya yang demikian itu, jelaslah bahwa lembaga perbankan nasional dituntut dan berkewajiban untuk mewujudkan tujuan perbankan nasional yang diatur dalam Pasal 4 Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan sebagaimana telah dikemukakan di atas. Bahwa berdasarkan jangka waktu dan penggunaannya kredit dapat digolongkan menjadi 3 (tiga) jenis, yaitu :60 a. Kredit Investasi, yaitu kredit jangka menengah atau panjang yang diberikan kepada debitor untuk membiayai barang-barang modal dalam rangka rehabilitasi, modernisasi, perluasan ataupun pendirian proyek baru, misalnya pembelian tanah dan bangunan untuk perluasan pabrik, yang pelunasannya dari hasil usaha dengan barang-barang modal yang dibiayai tersebut. Jadi, kredit investasi adalah kredit jangka menengah atau panjang yang tujuannya untuk pembelian barang modal dan jasa yang diperlukan untuk rehabilitasi, modernisasi, perluasan, proyek penempatan kembali dan/atau pembuatan proyek baru. b. Kredit Modal Kerja, yaitu kredit modal kerja yang diberikan baik dalam rupiahb maupun valuta asing untuk memenuhi modal kerja yang habis dalam satu siklus usaha dengan jangka waktu maksimal 1 (satu) tahun dan dapat diperpanjang 59
Sentosa Sembiring, Hukum Perbankan, CV. Mandar Maju, Bandung, 2008, hal. 1. Chatamarrasjid Ais, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2011, hal. 60. 60
Universitas Sumatera Utara
50
sesuai kesepakatan antara para pihak yang bersangkutan. Dapat juga dikatakan bahwa kredit ini diberikan untuk membiayai modal kerja, dan modal kerja adalah jenis pembiayaan yang diperlukan oleh perusahaan untuk operasi perusahaan sehari-hari. c. Kredit Konsumsi, yaitu kredit jangka pendek atau panjang yang diberikan kepada debitor untuk membiayai barang-barang kebutuhan atau konsumsi dalam skala kebutuhan rumah tangga yang pelunasannya dari penghasilan bulanan nasabah debitor yang bersangkutan. Dengan perkataan lain, kredit konsumsi merupakan kredit perorangan untuk tujuan nonbisnis, termasuk kredit pemilikan rumah. Kredit konsumsi biasanya digunakan untuk membiayai pembelian mobil atau barang konsumsi barang tahan lama lainnya. Dalam perkreditan yang diberikan khusus untuk kredit usaha bagi kalangan perseroan terbatas, kredit yang dikucurkan oleh Bank Mandiri adalah kredit investasi dan juga kredit modal kerja yang memiliki jangka waktu yang panjang. Dalam hal ini unit kerja pengelolanya adalah Corporate Banking Group. Standar prosedur kredit untuk segmen corporate diatur secara khusus, dipisahkan dengan segmen commercial, small, micro dan consumer, mengingat segmen corporate mempunyai karakteristik yang tidak dimiliki segmen lainnya. Disamping memiliki karakteristik khusus, pengelolaan kredit segmen corporate juga dipengaruhi oleh kondisi makro (faktor ekonomi, regulasi eksternal dan pesaingan) serta faktor internal, seperti : strategi bisnis, sistem, kompensasi pengelola, kedisiplinan dan faktor internal lainnya. 1. Dasar-Dasar Kebijakan Pemberian Kredit di Bank Mandiri Prosedur kredit mencakup tentang ketentuan, syarat-syarat atau petunjuk tindakan-tindakan yang harus dilakukan sejak diajukan permohonan nasabah sampai dengan lunasnya suatu kredit yang diberikan oleh bank. Penyajian konteksnya dalam
Universitas Sumatera Utara
51
bentuk urutan langkah-langkah yang lazim dalam prosedur perkreditan yang harus ditangani oleh Bank yaitu :61 1). Permohonan Kredit Pengertian permohonan fasilitas kredit mencakup : a. Permohonan baru untuk mendapatkan suatu jenis fasilitas kredit. b. Permohonan tambahan suatu kredit yang sedang berjalan. c. Permohonan perpanjangan/pembaruan masa laku kredit yang telah berakhir jangka waktunya. d. Permohonan-permohonan lainnya untuk perubahan syarat-syarat fasilitas kredit yang sedang berjalan, antara lain penukaran jaminan, perubahan/pengunduran jadwal angsuran dan lain sebagainya. 2). Penyidikan dan Analisa Kredit; 3). Keputusan Atas Permohonan Kredit; 4). Pencairan Fasilitas Kredit; 5). Pelunasan Fasilitas Kredit. Didalam permohonan pengajuan kredit corporate bagi debitur perseroan terbatas di Bank Mandiri, adapun langkah-langkah umum proses kredit tersebut meliputi : 1). 2). 3). 4). 5). 6). 7). 8). 9). 10).
Penentuan target market. Permohonan kredit secara tertulis. Pengumpulan data dan informasi (calon) debitur dan analisa awal. Investigasi kredit dan pengurus/pemilik melalui bank checking, trade checking, serta verifikasi dan penilaian agunan. Risk Assesment melalui analisa kredit. Persetujuan kredit secara four eye, dalam komite kredit atau antara Business Unit dengan Scoring System. Pemeberitahuan keputusan kredit kepada debitur. Penandatanganan perjanjian kredit, pengikatan agunan dan penutupan asuransi agunan. Dokumentasi dan administrasi kredit. Pencairan kredit.
61
Thomas Suyatno, et.al., Dasar-Dasar Perkreditan, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2003, hal 69.
Universitas Sumatera Utara
52
11). Monitoring kredit. 12). Pelaporan kredit. 13). Updating data/informasi kedalam sistem. Pelaksanaan proses kredit tersebut diatas dilakukan secara fleksibel, namun setiap langkah tersebut harus dilakukan dengan penuh rasa tanggung jawab dan dapat dikontrol dengan baik. Target market merupakan identifikasi awal terhadap bidang usaha/calon debitur yang potensial sekaligus merupakan arah dan prioritas usaha yang akan dibiayai oleh Business Unit. Didalam penentuan atau penetapan target market ini, Business Unit perlu mempertimbangkan dan melakukan pengkajian terhadap hal-hal sebagai berikut : a. Memilih sektor industri yang potensial; Didalam memilih sector industri yang potensial ini, aspek-aspek yang harus diperhatikan antara lain : 1). Pengalaman, pengetahuan dan personil yang ada dapat mendukung analisa risiko, mengelola dan monitoring atas sektor industri yang dipilih; 2). Sektor industri mempunyai prospek yang baik; 3). Potensi wilayah setempat memungkinkan berkembangnya sektor industri tersebut; 4). Produknya mempunyai nilai tambah yang tinggi dan pasar yang jelas; 5). Pemerintah mendukung pengembangan industri tersebut; 6). Konsentrasi dalam portfolio berdasarkan sektor industri masih dapat ditingkatkan; 7). Past Performance sektor industri tersebut di Bank Mandiri cukup baik (NPL rendah). b. Membatasi sektor industri yang memerlukan perhatian khusus; c. Membatasi dan mengurangi konsentrasi yang terlalu besar pada satu jenis sektor industri tertentu; d. Menghindari political risk business;
Universitas Sumatera Utara
53
e. Menghindari kredit untuk proyek atau usaha yang secara nyata membahayakan lingkungan. Selain kebijakan tentang target market tersebut, yang juga harus diperhatikan oleh Bank Mandiri adalah mengenai data dan informasi debitur. Data dan informasi ini adalah semua data dan informasi nasabah yang diperlukan untuk bahan analisa sehubungan dengan permohonan kredit yang diajukan oleh nasabah, baik itu legalitas perseroannya maupun data dan informasi mengenai keuanganya. Data dan informasi yang dibutuhkan, disesuaikan dengan kebutuhan analisa, antara lain meliputi : 1. Surat permohonan kredit dari nasabah/surat mandat dari nasabah kepada arranger (kredit sindikasi); 2. Akta Pendirian (berikut perubahannya) dan data berupa dokumen pengesahan PT sebagai badan hukum sesuai dengan ketentuan UUPT yang berlaku; 3. Ijin Usaha dan Tanda Daftar Perusahaan (TDP) dari instansi yang berwenang; 4. Ijin Usaha Industri (IUI) dan Tanda Daftar Industri (TDI) dari instansi yang berwenang; 5. Ijin Undang-Undang Gangguan sesuai ketentuan Pemda setempat (HO/Hinder Ordonantie) untuk industri yang diwajibkan dan AMDAL untuk proyek-proyek yang diwajibkan. 6. Izin Usaha yang bersifat khusus, antara lain : Izin BKPM, SPK, Sales Contract, HPH, IPK, Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan, Profit Sharing Contract, Technical Assistance Contract. 7. Data dan informasi keuangan, yang meliputi : a. Neraca dan perhitungan laba/rugi beserta penjelasannya 3 (tiga) periode terakhir termasuk tahun berjalan atau neraca pembukaan bagi perusahaan yang baru berdiri; b. Realisasi aktivitas usaha minimal 6 (enam) bulan terakhir (pembelian, produksi, dan penjualan dalam kuantum dan nilai) untuk debitur existing. c. Aktivitas rekening minimal 6 (enam) bulan terakhir di Bank Mandiri (debitur existing) atau di bank lain (debitur baru); d. Rencana biaya dan pendapatan (proyek L/R) minimal selama jangka waktu kredit yang diminta;
Universitas Sumatera Utara
54
e. Cash Budget (cash flow projection) untuk periode selama jangka waktu kredit yang diminta disertai rencana penarikan dan pelunasan kredit. 8. Copy KTP dan NPWP (disesuaikan dengan aslinya) pengurus dan pemegang saham. 9. Curriculum vitae dari para pengurus. 10. Susunan pengurus dan pemegang saham berikut keterangan mengenai hubungan dan atau jabatan masing-masing anggota pengurus dengan perusahaan lain (jika ada). 11. Hasil penilaian PROPER (Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup) yang dikeluarkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup; (untuk perusahaan tertentu) 12. Daftar jaminan. 13. Hasil IDI Bank Indonesia terbaru (minimal 2 bulan sebelum tanggal nota analisa) 14. Data-data yang diperoleh dari sumber lainnya seperti supplier, pelanggan, distributor, asosiasi terkait, dan pihak lain yang dipandang perlu oleh bank. 15. Laporan Hasil inspeksi On The Spot (OTS) ke perusahaan nasabah. 2. Pelaksanaan Penandatanganan Perjanjian Kredit dan Pengikatan Jaminan Tatacara pelaksanaan penandatanganan perjanjian kredit di Bank Mandiri adalah sebagai berikut : a. Penandatanganan Perjanjian kredit dilakukan bank dan nasabah, dengan penjelasan sebagai berikut : 1). Bank Penandatanganan dokumen kredit pada dasarnya merupakan salah satu dari tindakan-tindakan mewakili untuk dan atas nama Bank Mandiri dalam berhubungan dengan pihak ke III (tiga). Yang menandatangani perjanjian kredit dari pihak bank adalah pejabat yang mempunyai surat kuasa untuk melakukan tindakan hukum mewakili bank. Sehubungan dengan hal tersebut Direksi Bank Mandiri mengeluarkan Surat Kuasa dengan hak substitusi kepada pejabat-pejabat di Kantor Pusat, Kantor Wilayah dan Kantor Cabang dalam melakukan tindakan mewakili untuk dan atas nama Bank Mandiri. Atas dasar Surat Kuasa tersebut di atas, dalam kaitannya dengan upaya memperlancar pelaksanaan proses kredit, pejabat-pejabat di Kantor Pusat,
Universitas Sumatera Utara
55
Kantor Wilayah, dan Kantor Cabang dapat menandatangani dokumendokumen kredit seperti SPPK, PK dan perjanjian accesoirnya. 2). Nasabah Nasabah yang melakukan penandatanganan perjanjian kredit adalah : a. Apabila bertindak untuk diri pribadi, harus orang yang cakap untuk bertindak menurut hukum. b. Apabila bertindak untuk dan atas nama perusahaan, harus orang yang secara sah dapat bertindak mewakili perusahaan yang bersangkutan (dapat dilihat pada Anggaran Dasar perusahaan tersebut). Khusus untuk perusahaan yang masih dalam status PT dalam pendirian, maka seluruh pengurus bertanggung jawab secara tanggung renteng sampai dengan harta pribadi. b. Penandatanganan perjanjian kredit antara pihak bank dan nasabah harus dilakukan pada waktu dan tempat yang sama. c. Perjanjian kredit dapat dilaksanakan setelah nasabah membayar provisi kredit/commitment fee. d. Perjanjian kredit harus dibuat secara lengkap dan jelas (termasuk mengenai event of default) serta dipahami oleh nasabah sebelum dilakukan penandatanganan perjanjian kredit oleh nasabah dan bank. e. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penandatanganan perjanjian kredit adalah sebagai berikut : (1).Akta-akta otentik (baik akta perjanjian kredit maupun akta pengikatan agunan) harus ditandatangani oleh nasabah dan bank di hadapan pejabat pembuat akta atau notaris rekanan bank pada saat tanggal dibuatnya akta. Untuk project/struktur kredit yang bersifat kompleks, penggunaan notaris rekanan bank minimal kategori A atau ditentukan oleh Group Head Business Unit dan Group Head Credit Risk Management Unit. Penggunaan notaris bukan rekanan bank dapat diterima, dengan ketentuan sebagai berikut : (a). Notaris tersebut memiliki ijin usaha dan bonafiditasnya cukup terjamin. (b).Notaris telah terdaftar sebagai anggota asosiasi. (c). Tidak termasuk notaris yang bermasalah (informasi dimintakan oleh Business Unit kepada asosiasi). Apabila permohonan kredit disetujui, notaris tersebut agar mengajukan permohonan menjadi rekanan bank. Kewenangan memutus penggunaan notaris bukan rekanan bank dilakukan oleh Group Head Business Unit. Prosedur penerimaan notaris menjadi rekanan bank diatur dalam ketentuan tersendiri.
Universitas Sumatera Utara
56
(2).Perjanjian kredit adalah perjanjian pokok/induk, sedangkan Perjanjian Pengikatan Agunan (Akta Hak Tanggungan, Gadai, Fidusia, Hipotik, Cessie Piutang) adalah perjanjian accessoir atau perjanjian buntut/pelengkap dari perjanjian kredit. Dengan demikian, akta pengikatan aguna pembuatannya tidak boleh mendahului perjanjian kreditnya. (3).Apabila pengikatan agunan dibuat mendahului perjanjian kreditnya atau akta otentik tidak ditandatangani dihadapan pejabat pembuat akta/notaris atau ditandatangani pada tanggal yang berbeda dengan tanggal dibuatnya akta otentik tersebut, maka akan mengakibatkan akta pengikatan agunan atau akta otentik tersebut cacat yuridis dan batal demi hukum atau setidak-tidaknya dapat dibatalkan. Hal ini bagi bank sama saja dengan tidak melakukan pengikatan agunan sehingga tidak mempunyai hak preferensi (hak untuk didahulukan) dan pada akhirnya bank akan mengalami kesulitan apabila nasabah wan prestasi. 3
Peranan Notaris Dalam Pembuatan Akta Perjanjian Kredit dan Akta Pengikatan Jaminan Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta autentik
dan kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris62. Pemberian kualifikasi sebagai pejabat umum tidak hanya kepada notaris saja tapi juga diberikan kepada Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT)63, Pejabat Lelang, dengan demikian notaris sudah pasti pejabat umum, tapi tidak setiap pejabat umum pasti notaris, karena pejabat umum bisa juga PPAT atau Pejabat Lelang. Undang-Undang Jabatan Notaris (UUJN) merupakan unifikasi dibidang pengaturan jabatan notaris, artinya satu-satunya aturan hukum dalam bentuk undang-
62
Pasal 1 angka 1 dan Pasal 15 ayat (1) UUJN Pasal 1 angka (4) UUHT, dan Pasal 1 ayat (1) PP Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah. 63
Universitas Sumatera Utara
57
undang yang mengatur jabatan notaris di Indonesia, sehingga segala hal yang berkaitan dengan notaris di Indonesia harus mengacu kepada UUJN.64 Jabatan Notaris merupakan suatu lembaga yang diciptakan oleh negara. Menempatkan notaris sebagai jabatan merupakan suatu bidang pekerjaan atau tugas yang sengaja dibuat oleh aturan hukum untuk keperluan dan fungsi tertentu (kewenangan tertentu) serta bersifat berkesinambungan sebagai suatu lingkungan pekerjaan tetap.65 Sebagaimana disebutkan didalam Pasal 15 ayat (1) UUJN, batasan mengenai wewenang notaris itu antara lain adalah : 66 1. 2. 3. 4.
Sepanjang menyangkut akta yang harus dibuat; Sepanjang mengenai subjek hukum (orang atau badan hukum); Sepanjang berwenang mengenai tempat dimana akta itu dibuat; Sepanjang mengenai waktu pembuatan akta itu.
Selain membuat akta otentik, salah satu fungsi lain yang sedemikian penting adalah sebagai penasihat hukum dan pemberi informasi dalam rangka pembuatan akta otentik tersebut, sebagaimana diatur didalam Pasal 15 ayat (2) huruf e UUJN.67 Jadi didalam membuat akta tertulis yang berupa akta otentik, seperti misalnya akta perjanjian kredit berikut akta pengikatan jaminan yang mengikutinya, yang dilakukan oleh notaris adalah mengakomodir kehendak dari para pihak/penghadap untuk 64
Habib Adjie, Undang-Undang Jabatan Notaris (UUJN) Sebagai Unifikasi Hukum Pengaturan Notaris, Renvoi, Nomor 28. Th.III, 3 September 2005, hal. 38. 65 Habib Adjie, Sekilas Dunia Notaris & PPAT Indonesia, Mandar Maju, Bandung, 2009, hal. 23. 66
Habib Adjie, Meneropong Khazanah Notaris dan PPAT Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2009, hal. 14 67 A.A. Andi Prajitno, Pengetahuan Praktis Tentang Apa dan Siapa Notaris di Indonesia, CV. Putra Media Nusantara, Surabaya, 2010, hal. 3.
Universitas Sumatera Utara
58
dinyatakan dalam akta yang dibuat oleh dan dihadapannya, agar tidak melanggar ketentuan undang-undang, sekaligus agar kehendak dari para pihak terlaksana secara baik dan benar. Ketika penghadap datang ke notaris agar tindakan atau perbuatannya diformulasikan ke dalam akata otentik sesuai dengan kewenangan notaris, dan kemudian Notaris membuatkan akta atas permintaan atau keinginan para penghadap tersebut, maka dalam hal ini memberikan landasan kepada Notaris dan para penghadap telah terjadi hubungan hukum. Oleh karena itu Notaris harus menjamin bahwa akta yang dibuat tersebut telah sesuai menurut aturan hukum yang sudah ditentukan, sehingga kepentingan yang bersangkutan terlindungi dengan akta yang tersebut.68 Pada Pasal 16 ayat (1) huruf l dapat diketahui bahwa sebelum akta ditandatangani oleh para penghadap, saksi-saksi dan notaris harus dibacakan terlebih dahulu. Pembacaan ini dilakukan baik terhadap akta para pihak (partij acte) ataupun akta pejabat (amtelijke acte). Dalam Pasal 16 ayat (1) huruf l Undang Undang Jabatan Notaris menyebutkan : “Dalam menjalankan jabatannya, Notaris berkewajibanmemembacakan akta dihadapan penghadap dengan dihadiri oleh paling sedikit 2 (dua) orang saksi dan ditandatangani pada saat itu juga oleh penghadap, saksi dan Notaris.”
68
Habib Adjie, Hukum Notaris Indonesia, PT. Refika Aditama, Bandung, 2008, hal. 16.
Universitas Sumatera Utara
59
Kalimat pertama pada Pasal 16 ayat (1) Undang Undang Jabatan Notaris menunjukan secara tegas siapa yang membacakan akta bagi para pihak dan saksisaksi. Notaris mempunyai kewajiban untuk membacakan akta. Pembacaan akta itu sendiri merupakan salah satu kewajiban bagi notaris yang harus dijalankannya dalam membuat akta otentik. Tanpa dilakukannya pembacaan akta di hadapan para pihak dan saksi-saksi maka akta itu akan kehilangan keotentikannya. Pembacaan merupakan bagian dari verlijden. Pembacaan akta oleh notaris memberikan jaminan bagi para penghadap bahwa akta yang mereka tanda tangani adalah akta yang samasama mereka dengar. Dengan demikian notaris dan para penghadap keyakinan bahwa isi akta tersebut betul-betul sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh para pihak. Pembacaan itu sebagai bentuk pemenuhan formalitas yang ditentukan undangundang,
tidak tidak boleh ditiadakan, sedang pembacaan itusendiri masih tetap
mempunyai arti terhadap para penghadap.69 Selama pembacaan akta dilangsungkan oleh notaris kepada para penghadap dan saksi-saksi, para penghadap di beri kesempatan untuk melakukan perubahan ataupun penambahan isi akta itu. Keinginan atau kehendak dari para penghadap itu dapat langsung disampaikan kepada notaris. Perubahan atau penambahan isi akta (renvooi) dilakukan atas kehendak dari para penghadap. Setiap renvooi yang ada dalam akta harus diberi parap, oleh para penghadap yang menandatangani akta tersebut. Pemberian parap ini dimaksudkan
69
G.H.S. Lumban Tobing, Peraturan Jabatan Notaris, Penerbit Erlangga, Jakarta,1992,
hal.202.
Universitas Sumatera Utara
60
sebagai pengesahan dari adanya perubahan atau penambahan yang dikehendaki oleh para penghadap. Renvooi berarti penunjukan kepada catatan di sisi akta tentang tambahan, coretan dan penggantian yang disahkan.70 Pembacaan akta dilakukan dengan menggunakan bahasa yang dapat di mengerti oleh para penghadap. Apabila penghadap tidak dapat mengerti bahasa yang digunakan oleh notaris maka pembacaan akta dapat dilaksanakan pada bagian penutupan akta. Sementara itu pelaksanana penandatanganan akta harus didahului pembacaan akta. Hal ini berarti penandatanganan akta dilaksanakan setelah pembacaan akta oleh notaris. Apabila penghadap menandatangani akta tanpa kepadanya dilakukan pembacaan maka akta itu menjadi kehilangan sifat keotentikannya. Penandatanganan akta merupakan bukti bahwa akta itu mengikat bagi para pihak sehingga penandatanganan merupakan syarat mutlak bagi mengikatnya akta tersebut. Pembumbuhan tanda tangan merupakan salah satu rangkaian dari peresmian akta (verlijden). Pemberian tanda tangan dilakukan pada bagian bawah akta, pada bagian kertas yang masih kosong. Pembumbuhan tanda tangan pada akta harus dinyatakan secara tegas pada bagian akta, pernyataan ini diberikan pada bagian akhir akta sebagaimana ditentukan oleh 44 ayat (1) Undang Undang Jabatan Notaris. Kepastian akan isi akta notaris berarti memang demikian yang dikehendaki oleh para pihak, dan juga isi akta itu telah diperiksa kembali oleh notaris, tidak
70
R. Soegondo Notodisoerjo, Hukum Notariat di Indonesia Suatu Penjelasan, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1993, hal. 55-56.
Universitas Sumatera Utara
61
melanggar hukum sebab notaris sesuai dengan sumpahnya, akan menepati dengan seteliti-telitinya semua atau segala peraturan bagi jabatan notaris yang sedang berlaku atau kepastian orang, memang orangnya, bukan orang lain dan ditandatangani oleh orang lain. Sebab setiap orang yang membuat akta harus terlebih dahulu dikenal oleh notaris. Apabila notaris tidak mengenal orang tersebut, maka orang itu tidak dapat membuat akta notaris. Tidak dikenal oleh notaris, bisa membuat akta tetapi harus diperkenalkan oleh dua orang saksi yang dikenal oleh notaris.71 Jadi suatu akta dapat dikatakan otentik menurut A. Kohar72,
apabila
memenuhi syarat-syarat sebagai berikut : 1). Akta notaris adalah akta yang dibuat oleh dihadapan yang berwenang untuk itu; 2). Ada kepastian tanggalnya. Ada kepastian siapa yang menandatangani, ditandatangani oleh yang bersangkutan sendiri; 3). Notaris telah menasehatkan sebelum akta dibuat, mana yang dilarang dan mana yang tidak; 4). Kalau ada yang menyangkal kebenaran akta itu, maka yang menyangkal tersebut yang harus membuktikan, yang disangkal tidak usah membuktikan apa-apa 5). Akta notaris harus dirahasiakan oleh notaris. D. Prinsip Kehati-hatian Bank dalam Pemberian Kredit Menurut UU Perbankan Prinsip kehati-hatian (prudent banking principle) adalah suatu asas atau prinsip yang menyatakan bahwa bank dalam menjalankan fungsi dan kegiatan usahanya wajib bersikap hati-hati (prudent) dalam rangka melindungi dana
71
Victor M. Situmorang dan Cormentyna Sitanggang, Grosse Akta Dalam Pembuktian Dan Eksekusi, Rineka Cipta, Jakarta, 1993, hal. 24. 72 A.Kohar, Notaris Dalam Praktek Hukum, Alumni, Bandung, 1983, hal.31.
Universitas Sumatera Utara
62
masyarakat yang dipercayakan kepadanya.73 Hal ini disebutkan dalam Pasal 2 UU Nomor 10 Tahun 1998 sebagai perubahan atas UU Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, bahwa perbankan Indonesia dalam melakukan usahanya berasaskan demokrasi ekonomi dengan menggunakan prinsip kehati-hatian. UU Perbankan telah mengamanatkan agar bank senantiasa berpegang pada prinsip kehati-hatian dalam melaksanakan kegiatan usahanya, termasuk dalam memberikan kredit. Selain itu, Bank Indonesia sebagai otoritas perbankan juga menetapkan peraturan-peraturan dalam pemberian kredit oleh perbankan. Beberapa regulasi dimaksud antara lain regulasi mengenai Kewajiban Penyusunan dan Pelaksanaan Kebijakan Perkreditan Bank bagi Bank Umum, Batas Maksimal Pemberian Kredit, Penilaian Kualitas Aktiva, Sistem Informasi Debitur, dan pembatasan lainnya dalam pemberian kredit.74 Agar pemberian kredit dapat dilaksanakan secara konsisten dan berdasarkan asas-asas perkreditan yang sehat, maka diperlukan suatu kebijakan perkreditan yang tertulis. Berkenaan dengan hal tersebut, Bank Indonesia telah menetapkan ketentuan mengenai kewajiban bank umum untuk memiliki dan melaksanakan kebijakan perkreditan bank berdasarkan pedoman penyusunan kebijakan perkreditan bank dalam SK Dir BI Nomor 27/162/KEP/ DIR tanggal 31 Maret 1995.
73
Rachmadi Usman, Aspek-Aspek Hukum Perbankan di Indonesia, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2001, hal. 18. 74 R. Ginting, Pengaturan Pemberian Kredit Bank Umum. Diskusi Hukum Aspek Hukum Perbankan, Perdata, dan Pidana terhadap Pemberian Fasilitas Kredit dalam Praktek Perbankan di Indonesia. Bandung, 6 Agustus 2005.
Universitas Sumatera Utara
63
Berdasarkan SK Dir BI tersebut, Bank Umum wajib memiliki kebijakan perkreditan bank secara tertulis yang disetujui oleh dewan komisaris bank dengan sekurang-kurangnya memuat dan mengatur hal-hal pokok sebagai berikut : prinsip kehati-hatian dalam perkreditan, organisasi dan manajemen perkreditan, kebijakan persetujuan kredit, dokumentasi dan administrasi kredit, pengawasan kredit, dan penyelesaian kredit bermasalah. Kebijakan perkreditan bank dimaksud wajib disampaikan kepada Bank Indonesia. Dalam pelaksanaan pemberian kredit dan pengelolaan perkreditan bank wajib mematuhi kebijakan perkreditan bank yang telah disusun secara konsekuen dan konsisten. Apa yang dimaksud dengan prinsip kehati-hatian, oleh UU Perbankan sama sekali tidak dijelaskan, baik pada bagian ketentuan maupun dalam penjelasannya. Ada satu pasal dalam UU Perbankan yang secara eksplisit mengandung subtansi prinsip kehati-hatian, yakni Pasal 29 ayat (2), (3) dan (4) UU Nomor 10 Tahun 1998. Pasal 29 ayat (2) : Bank wajib memelihara tingkat kesehatan bank sesuai dengan ketentuan kecukupan modal, kualitas aset, kualitas manajemen, likuiditas, rentabilitas, solvabilitas, dan aspek lain yang berhubungan dengan usaha bank dan wajib melakukan kegiatan usaha sesuai dengan prinsip kehati-hatian. Pasal 29 ayat (3) : Dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah dan melakukan kegiatan usaha lainnya, bank wajib menempuh cara-cara yang tidak merugikan bank dan kepentingan nasabah yang mempercayakan dananya kepada bank. Pasal 29 ayat (4) :
Universitas Sumatera Utara
64
Untuk kepentingan nasabah, bank wajib menyediakan informasi mengenai kemungkinan timbulnya risiko kerugian sehubungan dengan transaksi nasabah yang dilakukan melalui bank. Selain itu juga pengaturan prinsip kehati-hatian ini termaktub didalam Pasal 8, 10, dan 11 UU Perbankan. Pasal 8 Dalam memberikan kredit, Bank Umum wajib mempunyai keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan debitur untuk melunasi utangnya sesuai dengan yang dijanjikan. Pasal 10 Bank Umum dilarang : a. melakukan penyertaan modal, kecuali sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf b dan huruf c ; b. melakukan usaha perasuransian ; c. melakukan usaha lain di luar kegiatan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dan Pasal 7. Pasal 11 (1).Bank Indonesia menetapkan ketentuan mengenai batas maksimum pemberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah, pemberian jaminan, penempatan investasi surat berharga, atau hal lain yang serupa, yang dapat dilakukan oleh bank kepada peminjam atau sekelompok peminjam yang terkait, termasuk kepada perusahaanperusahaan dalam kelompok yang sama dengan bank yang bersangkutan. (2).Batas maksimum sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak boleh melebihi 30 % (tiga puluh persen) dari modal bank yang sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. (3).Bank Indonesia menetapkan ketentuan mengenai batas maksimum pemberian kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah, pemberian jaminan, penempatan investasi Surat Berharga atau hal lain yang serupa, yang dapat dilakukan oleh bank kepada : a. Pemegang saham yang memiliki 10 % (sepuluh per seratus) atau lebih dari modal disetor bank ; b. Anggota dewan komisaris; c. Keluarga dari pihak sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c ;
Universitas Sumatera Utara
65
d. Pejabat bank lainnya; dan e. Perusahaan-perusahaan yang didalamnya terdapat kepentingan dari pihak-pihak sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e. (5).Batas maksimum sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) tidak boleh melebihi 10 % (sepuluh perseratus) dari modal bank yang sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh BI. Didalam pelaksanaan prinsip kehati-hatian ini, selain hal-hal yang disebutkan diatas, menurut Muhamad Djumhana75, bank dalam pemberian kredit juga diatur mengenai administrasinya, misalnya bahwa : 1. Bank tidak diperkenankan mempertimbangkan permohonan kredit yang tidak memenuhi persyaratan kewajiban penyampaian NPWP dan Laporan Keuangan sebagaimana ditetapkan dalam Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 27/121/KEP/DIR tanggal 25 Januari 1995 tentang Penyampaian NPWP dan Laporang Keuangan Dalam Permohonan Kredit. 2. Bank tidak diperkenankan memberikan kredit untuk pembelian saham dan modal kerja dalam rangka kegiatan jual beli saham sebagaimana ditetapkan dalam Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 23/70/KEP/DIR tanggal 28 Februari 1991 tentang Pembatasan Pemberian Kredit Untuk Pembelian Saham dan Pemilikan Saham Oleh Bank. 3. Bank perlu membatasi pemberian kredit untuk pengadaan dan atau pengolahan tanah sebagaimana ditetapkan dalam Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 30/46/KEP/DIR tanggal 7 Juli 1997 tentang
75
Muhamad Djumhana, Hukum Perbankan di Indonesia,Op.Cit., hal. 547.
Universitas Sumatera Utara
66
Pembatasan Pemberian Kredit Untuk Pembiayaan Pengadaan dan atau Pengolahan Tanah. Jadi, dikarenakan pemberian kredit ini merupakan salah satu usaha bank yang mengandung resiko dan untuk dapat menghindari timbulnya resiko tersebut, maka harus lah diantisipasi dan dapat dikontrol dengan parameter-parameter yang telah ditetapkan, baik itu dari intern Bank Mandiri maupun dari ketentuan Bank Indonesia. Selain itu juga pedoman akan prinsip kehati-hatian ini adalah salah satu bentuk nyata dari prinsip kepercayaan dalam suatu pemberian kredit dan juga sebagai suatu perwujudan dari prinsip prudent banking dari seluruh kegiatan perbankan.
Universitas Sumatera Utara