TESIS
KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK BAGI PERSEROAN TERBATAS NON BUMN DAN BUMD DALAM UNDANG-UNDANG PERSEROAN TERBATAS
NI PUTU ASIH YUDIASTRI NIM: 1090561047
PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI ILMU HUKUM PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2015
i
KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK BAGI PERSEROAN TERBATAS NON BUMN DAN BUMD DALAM UNDANGUNDANG PERSEROAN TERBATAS
Tesis Untuk Memperoleh Gelar Magister Pada Program Magister, Program Studi Ilmu Hukum Program Pascasarjana Universitas Udayana
NI PUTU ASIH YUDIASTRI NIM: 1090561047
PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI ILMU HUKUM PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2015
ii
Lembar Pengesahan
TESIS INI TELAH DISETUJUI PADA TANGGAL 2 APRIL 2015
Pembimbing I,
Pembimbing II,
Dr. Putu Tuni Cakabawa Landra, S.H., M.Hum. NIP. 195803211986021001
Dr. I Ketut Westra, S.H., M.H. NIP. 195809171986011002
Mengetahui,
Ketua Program Studi Magister Ilmu Hukum Program Pasca Sarjana Universitas Udayana
Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana
Dr. Ni Ketut Supasti Dharmawan, SH.,M.Hum.,LL.M NIP. 196111011986012001
Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp.S (K) NIP. 195902151985102001
iii
Tesis Ini Telah Diuji Pada Tanggal 2 April 2015
Panitia Penguji Tesis Berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana Nomor 864/UN14.4/HK/2015 Tanggal 1 April 2015
Ketua
:
Dr. Putu Tuni Cakabawa Landra, S.H., M.Hum.
Sekretaris
:
1. Dr. I Ketut Westra, S.H., M.H.
Anggota
:
2. Dr. I Wayan Wiryawan, S.H., M.H. 3. Dr. Desak Putu Dewi Kasih, S.H., M.Hum. 4. Dr. I Made Udiana, S.H., M.H.
iv
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT
Yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama
: Ni Putu Asih Yudiastri
Program Studi
: Ilmu Hukum
Judul Tesis
: Keterbukaan Informasi Publik Bagi Perseroan Terbatas Non BUMN dan BUMD dalam UndangUndang Perseroan Terbatas
Dengan ini menyatakan bahwa karya ilmiah Tesis ini bebas Plagiat. Apabila dikemudian hari terbukti plagiat dalam karya ilmiah ini, maka saya bersedia menerima sanksi Peraturan Mendiknas RI Nomor 17 Tahun 2010 dan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.
Denpasar, 15 Maret 2015 Yang Menyatakan
(Ni Putu Asih Yudiastri)
v
UCAPAN TERIMA KASIH Puji syukur penulis panjatkan kepada Ida Sang Hyang Widi (Tuhan Yang Maha Esa), karena berkat karunia dan tuntunan-Nya penulis dapat menyelesaikan tesis ini tepat pada waktunya. Penulisan tesis ini dengan judul ”Keterbukaan Informasi Publik Bagi Perseroan Terbatas Non BUMN dan BUMD dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas” ini disusun untuk memenuhi salah satu persyaratan guna memperoleh gelar magister pada Program Magister Ilmu Hukum Pascasarjana Universitas Udayana. Penulis menyadari bahwa tesis ini tidak akan selesai tanpa doa, motivasi dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu dalam kesempatan yan berbahagia ini penulis menyampaikan rasa hormat dan ucapan terima kasih yang tulus kepada: 1. Rektor Universitas Udayana, Prof. Dr. dr. Ketut Suastika, Sp. PD KEMD., beserta jajarannya atas kesempatan dan fasilitas yang diberkan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program Magister di Universitas Udayana. 2. Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana Prof. Dr. dr. A.A Raka Sudewi, Sp.S (K) beserta jajarannya atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk menjadi mahasiswi Program Magister pada Program Pascasarjana Universitas Udayana. 3. Ketua Program Studi Magister Ilmu Hukum Program Pascasarjana Universitas
Udayana,
SH.,M.Hum.,LL.M
Ibu
beserta
Dr.
Ni
jajarannya, vi
Ketut atas
Supasti berbagai
Dharmawan, dukungan
administratif dan moral yang diberikan kepada penulis untuk dapat menyelesaikan studi pada Program Magister Ilmu Hukum Universitas Udayana. 4. Bapak Dr. Putu Tuni Cakabawa Landra, S.H., M.Hum., sebagai dosen pembimbing pertama, yang dengan penuh perhatian dan kesabaran telah meluangkan waktu, memberi bimbingan, dorongan dan semangat serta saran kepada penulis dalam rangka penyelesaian tesis ini. 5. Bapak Dr. I Ketut Westra, S.H., M.H. sebagai dosen pembimbing kedua, yang dengan penuh perhatian dan kesabaran telah meluangkan waktu, memberikan bimbingan, dorongan dan semangat serta saran kepada penulis dalam penyusunan tesis ini. 6. Seluruh dosen penguji tesis ini, Bapak Dr. I Wayan Wiryawan, S.H., M.H., Ibu Dr. Desak Putu Dewi Kasih, S.H., M.Hum., dan Bapak Dr. I Made Udiana, S.H., M.H., yang telah dengan sabar meluangkan waktu, memberikan semangat, dan berkenan memberikan koreksi dan penilaian atas tesis ini. 7. Seluruh guru besar dan dosen mata kuliah Program Magister Ilmu Hukum Konsentrasi Hukum Bisnis yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, atas wawasan keilmuan yang telah diberikan selama penulis mengikuti masa studi pada Program Magister Ilmu Hukum Universitas Udayana. 8. Seluruh Staff Administrasi Program Studi Magister Ilmu Hukum Universitas Udayana yang telah memberikan pelayanan administrasi dan
vii
bantuan selama penulis mengikuti masa studi pada Program Magister Ilmu Hukum Universitas Udayana. 9. Ayah Dr. I Made Sukadana, S.H., M.H. dan Ibu Ni Putu Anom Sri Puspati, S.E., Adik-adik penulis Ni Made Suastia Widyati, S.Ak. dan I Nyoman Widayana Rahayu, serta Nenek Ni Luh Murti, yang telah dengan penuh sabar memberikan doa, curahan kasih sayang, bantuan materi semangat dan dukungannya, hingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini. 10. Rekan-rekan Mahasiswa Magister Ilmu Hukum Universitas Udayana angkatan 2010, sahabat-sahabat Hukum Bisnis, sahabat Trisoko Sugeng Sulistyo, S.H., M.Hum., pada PTUN Samarinda atas wawasan dan diskusi dimulainya tesis ini, Honbe atas motivasi dan segala hal dalam perjalanan ini, sahabat-sahabat seperjuangan Cakim PN Kabupaten Kediri (Anjar Kumboro, Komang Ari, Raysha, Made Kariana, Kak Ross, Iksandiaji Yuris) atas segala kebersamaaan, bantuan dan motivasi, rekan-rekan Hakim PN Dompu atas segala bantuan dan permakluman, serta rekanrekan lain yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang selalu memberikan bantuan dan motivasi dalam menyelesaikan tesis ini. Akhir kata, penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna. Namun harapan penulis semoga tulisan ini dapat bermanfaat. Semoga Ida Sang Hyang Widi elalu melimpahkan berkah dan rahmat-Nya kepada kita semua.
Hormat Penulis, Ni Putu Asih Yudiastri
viii
ABSTRAK Tesis ini mengambil judul ”Keterbukaan Informasi Publik Bagi Perseroan Terbatas Non BUMN dan BUMD dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas”. Permasalahan penelitian dari tesis ini, pertama: bagaimanakah urgensi pengaturan keterbukaan informasi publik bagi Perseroan Terbatas non BUMN dan BUMD. Kedua: bagaimanakah seharusnya pengaturan Keterbukaan Informasi Publik bagi Perseroan Terbatas non BUMN dan BUMD dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas. Metode yang digunakan adalah metode penelitian hukum normatif dengan jenis pendekatan perundang-undangan, pendekatan perbandingan, pendekatan analisis konsep hukum, serta pendektan fakta. Bahan hukum yang digunakan adalah bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tertier, dengan teknik analisa dilakukan dengan cara deskriptif, argumentatif, sistematif. Hasil penelitian menunjukkan, pertama: dengan semakin besarnya pengaruh perusahaan swasta (dalam hal ini PT Non BUMN dan BUMD) dalam menentukan hajat hidup orang banyak, maka informasi mengenai PT tersebut menjadi semakin penting untuk diketahui oleh seluruh stakeholder dalam rangka pemenuhan kebutuhan yang terkait dengan PT tersebut, seiring dengan hal itu ternyata terdapat kekosongan norma pengaturan keterbukaan informasi publik bagi PT Non BUMN dan BUMD dalam UU Perseroan Terbatas No. 40 Tahun 2007, sehingga demi transparansi dan perlindungan hak publik atas informasi, menjadi urgen agar PT non BUMN dan BUMD juga mendapatkan pengaturan mengenai keterbukaan informasi publik dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas, sebagaimana halnya pengaturan bagi PT BUMN dan BUMD dalam UU No. 14 tahun 2008. Kedua: diperlukan pengaturan keterbukaan informasi publik Bagi PT Non BUMN dan BUMD terkait jenis informasi, klasifikasi informasi, pengelola informasi, dan pengaturan mekanisme hak akses dari informasi tersebut, yang struktur dan substansinya dirumuskan dengan memperhatikan berbagai peraturan yaitu; UU No. 14 Tahun 2008, UU No. 40 Tahun 2007, UU No. 8 Tahun 1995 jo. Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan No: KEP-431/BL/2012, UU No. 12 Tahun 2011, ditambah dengan aspek-aspek pelaporan non finansial dalam Sustainability Reporting Guidelines. Kata Kunci : Keterbukaan Informasi Publik, Perseroan Terbatas non BUMN dan BUMD.
ix
ABSTRACT This thesis entitled "The Private Limited Liability Company Public Information Disclosure by Limited Liability Companies Act". The main researchs of this thesis are; First: how is the urgency of public information disclosure regulation of private Limited Liability Company by Limited Liability Companies Act. Second: how should the regulation of private Limited Liability Company public information disclosure by the Limited Liability Companies Act regulate. The method that is used is a normative legal research method to the type of Statute Approach, Comparative Approach, Conceptual Approach, and Factual Approach. The legal materials used are primary legal materials, secondary legal materials and tertiary legal materials.Tthe analysis technique is done by using descriptive technique, argumentative technique, sistematif technique. The research results showed that; First: the increasing of private companies (in this case: private Limited Liability Companies) influence to public life determination makes the information of that companies become more important to whole stakeholders. Meanwhile, there is vacant norm regard to the regulation of private Limited Liability Company public information disclosure by Limited Liability Companies Act No. 40 of 2007. So that, the regulation of private Limited Liability Company public information disclosure by Limited Liability Companies Act as it has been regulated for State Limited Liability Company by Act No. 14 of 2008 is urgently required to ensure the transparancy and the protection of public information right. Second: the public information disclosure regulation of private Limited Liability Company required regard to the type of information, classification of information, information management, and information acsess right mechanism. While its structure and substance are formulated by considering Act No. 14 of 2008, Act No. 40 of 2007, Act No. 8 of 1995 jo. the Decision of The Capital Market Supervisory Agency and Financial Institution Chairman No. KEP - 431 / BL / 2012, and also some aspects of non financial reporting by Sustainability Reporting Guidelines. Keywords: Public Information Disclosure, Private Limited Liability Company.
x
RINGKASAN Karya tulis tesis ini membahas tentang ”Keterbukaan Informasi Publik Bagi Perseroan Terbatas Non BUMN dan BUMD dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas”, yang pembahasannya terbagi dalam 5 (lima) bab. Bab I yang merupakan pendahuluan, diawali dengan penguraian latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, landasan teoritis dan metode penelitian. Pada latar belakang masalah menggambarkan fakta yang menyangkut fenomena pertumbuhan perusahaan swasta yang dalm hal ini berbentuk Perseroan Terbatas sebagai salah satu pilar ekonomi pembangunan dalam memperngaruhi kehidupan masyarakat dalam hal ini membawa pengaruh pada kepentingan publik. Pengaruh tersebut membawa kebutuhan akan informasi terhadap PT-PT tersebut menjadi hak publik yang harus dipenuhi. Seiring dengan era keterbukaan informasi, yang telah dilegitimasi di Indonesia dengan lahirnya UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, maka PT BUMN dan BUMD mendapatkan pengaturan keterbukaan informasi dalam undang-undang tersebut, sementara PT Non BUMN dan BUMD yang merupakan PT dalam hal ini dengan payung hukumnya UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas tidak mendapatkan pengaturan yang sama. Sehingga berdasarkan hal tersebut perlu dikaji mengenai urgensi pengaturan mengenai keterbukaan informasi publik bagi PT Non BUMN dan BUMD dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas. Bab II membahas tentang konsepsi keterbukaan informasi publik, baik keterbukaan informasi publik secara umum, maupun khusus keterbukaan informasi publik terhadap perusahaan. Konsepsi keterbukaan informasi publik meliputi pembahasan; pengertian informasi publik, kepentingan publik, badan publik, bagaimana perkembangan keterbukaan informasi publik itu sendiri baik di ranah internasional maupun di Indonesia, tujuan keterbukaan informasi publik, keterbukaan informasi publik bagi perusahaan di ranah internasioanl, dan keterbukaan informasi publik bagi perusahaan di Indonesia. Selanjutnya konsepsi Badan Usaha meliputi pembahasan; bentuk-bentuk badan usaha, BUMN, Perseroan Terbatas, serta PT Non BUMN dan BUMD yang semuanya terkait dalam penulisan ini. Bab III membahas tentang urgensi dari pengaturan keterbukaan informasi publik bagi PT non BUMN dan BUMD dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas sebagai jawaban dari rumusan permasalahan pertama dalam penulisan ini. Pembahasan ini meliputi pengaturan keterbukaan informasi publik dalam UU No. 14 Tahun 2008 bagi PT non BUMN dan BUMD, pengaturan keterbukaan informasi publik bagi PT non BUMN dan BUMD dalam UU No. 40 tahun 2007, serta membahas urgensi diperlukannya pengaturan keterbukaan informasi publik bagi PT non BUMN dan BUMD tersebut dalam undang-undang perseroan terbatas. Dari pembahasan tersebut didapati kekosongan pengaturan keterbukaan informasi publik bagi PT Non BUMN dan BUMD, khusus terkait jenis informasi, kaslifikasi informasi, pengelola informasi, dan hak akses terhadap informasi tersebut. Hal ini menjadi urgen untuk mendapatkan pengaturan guna kepastian hukum serta perlindungan bagi hak publik atas informasi tersebut.
xi
Bab IV membahas tentang bagaimana seharusnya pengaturan keterbukaan informasi publik bagi PT non BUMN dan BUMD dalam UU Perseroan Terbatas, sebagai jawaban dari rumusan permasalahan kedua dalam penulisan ini. Pembahasan ini meliputi dasar filosofis, yuridis, maupun sosiologis pengaturan keterbukaan informasi publik bagi PT Non BUMN dan BUMD, serta bagimanakah seharusnya bentuk pengaturan tersebut. Dari pembahasan tersebut didapatkan jawaban bahwa pengaturan tersebut tidak boleh bertentangan dengan asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik sebagaimana diatur dalam UU No. 12 Tahun 2011. Struktur pengaturan tersebut dirumuskan dengan membandingkan struktur pengaturan keterbukaan informasi publik bagi PT BUMN dan BUMD dalam UU No. 14 Tahun 2008, yaitu terkait jenis informasi, klasifikasi informasi, pengelola informasi, dan pengaturan mekanisme hak akses dari informasi tersebut. Untuk mengisi substansinya maka dibandingkanlah dengan substansi pengaturan keterbukaan informasi bagi PT BUMN dan BUMD dalam UU No. 14 Tahun 2008, juga dengan memperhatikan pengaturan yang telah ada pada UU No. 40 Tahun 2007, UU No. 8 tahun 1995 jo. Keputusan Ketua Bapepam LK No. KEP:-431/BL/2012, ditambahkan dengan substansi dari Non Financial Reporting (NFR). Semua pengaturan tersebut disesuaikan dengan karakter PT non BUMN dan BUMD tersebut sebagai perusahaan swasta. Bab V merupakan bagian penutup. Bagian penutup merupakan simpulan dari pembahasan atas permasalahan penelitian serta saran dan rekomendasi yang perlu diperhatikan oleh pihak terkait yaitu Pemerintah dalam hal ini Dirjen Komunikasi dan Informasi, Komisi Informasi, serta DPR, untuk melakukan suatu pembahasan terkait hal tersebut, guna menyusun suatu pengaturan berupa revisi dalam bentuk penambahan beberapa pasal terhadap Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 yang mengatur secara tegas tentang keterbukaan informasi publik perusahaan guna tercapainya kepastian hukum.
xii
DAFTAR ISI SAMPUL DALAM ........................................................................................
i
PERSYARATAN GELAR MAGISTER ......................................................
ii
LEMBAR PENGESAHAN .........................................................................
iii
PENETAPAN PANITIA PENGUJI .............................................................
iv
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN ........................................................
v
UCAPAN TERIMA KASIH .........................................................................
vi
ABSTRAK ....................................................................................................
ix
ABSTRACT ................................................................................................... x RINGKASAN ...............................................................................................
ix
DAFTAR ISI ...............................................................................................
xiii
DAFTAR TABEL .......................................................................................
xvi
BAB I PENDAHULUAN ...........................................................................
1
1.1. Latar Belakang Masalah .............................................................
1
1.2. Rumusan Masalah .....................................................................
14
1.3. Ruang Lingkup Masalah ...........................................................
14
1.4. Tujuan Penelitian ......................................................................
16
1.4.1 Tujuan Umum ...................................................................
16
1.4.2 Tujuan Khusus ..................................................................
17
1.5. Manfaat Penelitian ....................................................................
17
1.5.1 Manfaat Teoritis ................................................................
17
1.5.2 Manfaat Praktis .................................................................
17
1.6 Orisinalitas Penelitian ................................................................
18
xiii
1.7 Landasan Teoritis .......................................................................
22
1.8. Metode Penelitian.....................................................................
32
1.8.1 Jenis Penelitian ..................................................................
33
1.8.2 Jenis Pendekatan ...............................................................
33
1.8.3 Bahan Hukum ...................................................................
34
1.8.4 Teknik Pengumpulan Bahan Hukum ................................
36
1.8.5 Teknik Analisis .................................................................
36
BAB II. TINJAUAN UMUM KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK... 38 2.1 Keterbukaan Informasi Publik ............................................ ......
38
2.1.1 Perkembangan Keterbukaan Informasi Publik ................. 38 2.1.2 Keterbukaan Informasi Publik Bagi Perusahaan............... 52 2.2. Badan Usaha .............................................................................. 65 2.2.1 Bentuk-Bentuk Badan Usaha ........................................... 65 2.2.2 Badan Usaha Milik Negara (BUMN)................................ 68 2.2.3 Perseroan Terbatas (PT) .................................................... 75 2.2.4 Perseroan Terbatas Non BUMN dan BUMD .................... 80 BAB III URGENSI PENGATURAN KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK BAGI PERSEROAN TERBATAS NON BUMN DAN BUMD DALAM UNDANG-UNDANG PERSEROAN TERBATAS............................................................ 84 3.1. Pengaturan Keterbukaan Informasi Publik bagi PT BUMN dan BUMD dalam UU No. 14 Tahun 2008 ............................... .. 84 3.1.1 Jenis dan Klasifikasi Informasi ........................................ .. 93
xiv
3.1.2 Pengelola Informasi........................................................ .... 100 3.1.3 Hak akses publik terhadap informasi ............................ ..... 101 3.2. Pengaturan Keterbukaan Informasi Publik bagi PT Non BUMN dan BUMD dalam UU No. 40 Tahun 2007 ................................. .. 104 3.3. Urgensi Pengaturan Keterbukaan Informasi Publik Bagi PT Non BUMN dan BUMD dalam UU Perseroan Terbatas................110 BAB IV PENGATURAN KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK BAGI PERSEROAN TERBATAS NON BUMN DAN BUMD DALAM UNDANG-UNDANG PERSEROAN TERBATAS .................................................................................... 123 4.1. Pengaturan Keterbukaan Informasi Publik bagi PT Non BUMN dan BUMD dalam UU Perseroan Terbatas secara filosofis, yuridis, sosialogis ........................................................................... 123 4.2. Pengaturan Keterbukaan Informasi Publik Bagi PT Non BUMN dan BUMD dalam UU Perseroan Terbatas ................................... 128 4.2.1 Jenis Informasi .............................................................. ........ 132 4.2.2 Klasifikasi Informasi.. ................................................... .........142 4.2.3 Pengelola Informasi....................................................... ........ 149 4.2.3 Hak akses publik terhadap informasi ........................... ........ 151 BAB V PENUTUP .................................................................................. ........ 158 5.1. Simpulan ................................................................................ ........ 158 5.2. Saran ....................................................................................... ........ 159 DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... ........ 160
xv
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 1.
Substansi NFR .......................................................................... 108
Tabel 2.
Pengaturan KIP Bagi PT .......................................................... 109
Tabel 3.
Perbandingan Keterbukaan Informasi Publik Bagi PT .......
xvi
153
1
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Globalisasi dan perdagangan bebas yang didukung oleh kemajuan teknologi telekomunikasi dan informasi telah memperluas ruang gerak arus transaksi barang dan jasa melintasi batas-batas wilayah suatu Negara. Kehadiran dunia usaha dalam era globalisasi berperan sangat penting dalam menopang kegiatan perekonomian masyarakat dan bangsa. Dunia usaha akan mendorong menguatnya sektor riel masyarakat dan sekaligus akan menyerap tenaga kerja, serta mengurangi pengangguran. Perkembangan dunia usaha terutama di bidang perindustrian dan perdagangan nasional telah menghasilkan berbagai variasi barang dan
jasa. Seiring dengan era globalisasi tersebut kebutuhan akan
informasi menjadi salah satu isu penting yang harus diatur dan dipenuhi. Era keterbukaan informasi telah dimulai diberbagai belahan dunia sejak tahun 1990. Seiring dengan perjalanan waktu, konsep Good Governance diarahkan pada proses multi arah yang sebelumnya setelah tahun 1990-an pun masih pada konsep yang lama hanya terpaku pada pemerintah, namun saat ini konsep tersebut bersifat multiarah artinya tidak sebatas pada pemerintah namun juga diluar dari pemerintah itu sendiri (masyarakat dan swasta). Konsep good governance, yang memiliki tiga prinsip dasar yaitu; transparansi, partisipasi, dan
1
2
akuntabilitas, inilah yang merupakan awal berkembangnya keterbukaan informasi yang merupakan prinsip transparansi di dunia maupun Indonesia.1 Di Indonesia dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (selanjutnya disebut UU No. 14 Tahun 2008) maka era keterbukaan informasi publik pun dilegitimasi. Undangundang tersebut juga merupakan salah satu amanat dari Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya disebut UUD 1945) Pasal 28 F, yang diatur bahwa: “Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, dan menyimpan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia”. Salah satu tujuan dari dibentuknya UU No. 14 Tahun 2008 ini adalah untuk mengetahui alasan kebijakan publik yang mempengaruhi hajat hidup orang banyak, sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 3 huruf e UU No. 14 Tahun 2008. Dari definisi pengaturan tersebut, didapati salah satu unsur penting dari keterbukaan informasi ini adalah berkaitan dengan kepentingan publik maupun mempengaruhi hajat hidup orang banyak. Bahasan
mengenai kepentingan publik maupun mempengaruhi hajat
hidup orang banyak, akan terkait dengan bagaimana halnya bidang usaha/bisnis dalam hal ini perusahaan berskala besar yang juga berkaitan dengan kepentingan publik atau setidaknya kegiatannya memiliki dampak terhadap kepentingan publik maupun hajat hidup orang banyak. 1
Tim Corporate Governance BPKP, 2003, Modul 2 GCG – Organ Utama, BPKP, Jakarta,
h. 11.
3
Di Indonesia sebagian besar perusahaan terutama yang berskala besar berbentuk Perseroan Terbatas. Sebagaimana yang akan disebutkan dalam ruang lingkup permasalahan, bahwa pembatasan penulisan ini adalah mengenai perusahaan dalam bentuk Perseroan Terbatas (selanjutnya disebut PT), sehingga perusahaan yang dimaksud dalam pembahasan ini khususnya adalah dalam bentuk PT. Di Indonesia orang-orang berlomba mendirikan perusahaan perseroan terbatas (PT), baik perusahaan patungan (joint venture) maupun perusahaan nasional sejak diundangkannya Undang-Undang Penanaman Modal Asing pada tahun 1967.2 Alasan
badan usaha berbentuk perseroan terbatas (PT) ini banyak diminati oleh para pengusaha Indonesia maupun asing karena PT pada umumnya mempunyai kemampuan untuk mengembangkan diri, mampu mengadakan kapitalisasi modal dan sebagai wahana yang potensil untuk memperoleh keuntungan baik bagi instansinya sendiri maupun bagi para pendukungnya (pemegang saham).3 PT merupakan bentuk badan usaha yang paling sempurna diantara berbagai bentuk badan usaha lainnya seperti Firma maupun Persekutuan Komanditer
(CV).4
Pada
mulanya
PT
diatur
dalam
KUHD,
dalam
perkembangannya ketentuan tersebut tidak berlaku lagi dengan keluarnya UU No. 1 Tahun 1995 tentang PT. Selanjutnya sesuai dengan konsideran huruf b dan huruf c UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, (selanjutnya disebut UU No. 40 Tahun 2007) perkembangan di bidang ekonom , khususnya bidang 2
Agus Budiarto, 2002, Kedudukan Hukum & Tanggung Jawab Pendiri Perseroan Terbatas, Ghalia Indonesia, Jakarta, hal. 14. 3 Sri Redjeki Hartono, 2006, Permasalahan Seputar Hukum Bisnis, Genta Press, Yogyakarta, hal. 2. 4 Mulhadi, 2010, Hukum Perusahaan, Ghalia Indonesia, Bogor, h. 81.
4
usaha
yang
menghendaki
landasan
yang
kokoh
dalam
menghadapai
perkembangan jaman, maka PT sebagai salah satu pilar pembangunan ekonomi nasional memerlukan landasan hukum yang lebih memacu pembangunan nasional, sehingga lahirlah UU No. 40 Tahun 2007 menggantikan undang-undang sebelumnya tersebut. PT merupakan kendaraan bisnis yang memberikan kontribusi hampir di semua bidang kehidupan manusia, sebagai entitas bisnis dan sebagai subjek hukum
mandiri yang dapat menggugat, digugat, mengadakan kontrak,
mempunyai hak milik dan lain- lain,5 PT telah menciptakan lapangan kerja, meningkatkan kesejahteraan masyarakat, dan memberikan konstribusi yang tidak sedikit untuk pembangunan ekonomi dan sosial.6 Terdapat hubungan timbal balik antara peran
perusahaan dalam
perekonomian dan kondisi perekonomian sebagai faktor yang mempengaruhi perusahaan, dalam hal ini PT merupakan salah satu bentuk dari perusahaan tersebut. Kehidupan perekonomian suatu negara sangat dipengaruhi oleh kehidupan perusahaan, sebab perusahaanlah yang memberikan nilai tambah yang menjadi kekuatan ekonomi. Dalam kehidupan perekonomian, perusahaan berada di hampir semua bidang. Perusahaan memegang peran penting dalam meningkatkan kesejahteraan rakyat anatara lain melalui kegiatan menghasilkan dan memperdagangkan barang dan jasa kebutuhan masyarakat, pengembangan sumber daya manusia, pengembangan teknologi, dan pemupukan modal 5
Chatamarrasjid, 2004, Penerobosan Cadar Perseroan dan Soal-soal Aktual Hukum Perusahaan, PT. Citra aditya Bakti, Bandung, h. 2. 6 Indra Surya dan Ivan Yustiavanda, 2006, Penerapan Good Coorporate Governence, Kencana, Jakarta, h. 1.
5
pembangunan. Kemajuan di bidang perusahaan akan mempercepat kemajuan ekonomi nasional, yang pada gilirannya berarti pula kemajuan dalam upaya mencapai kemakmuran rakyat. Karena itulah perusahaan diterima dan diakui sebagai pilar pembangunan ekonomi, atau agen pembangunan dalam rangka mengupayakan kesejahteraan rakyat, demikian juga bahwa kehidupan perusahaan tidak bisa lepas dari pengaruh kehidupan perekonomian suatu negara.7 Perusahaan pertambangan adalah salah satu contoh bentuk perusahaan berskala besar yang memiliki peran yang signifikan dalam mempengaruhi hajat hidup orang banyak. Sebagaimana diketahui bahwa selain memberikan devisa yang besar untuk negara, perusahaan tersebut tentunya membawa pengaruh yang sangat besar bagi pendapatan pemerintah daerah tempat pertambangan itu berada, dan secara tidak langsung dapat mempengaruuhi kebijakan-kebijakan di daerah tersebut, selain itu perusahaan pertambangan tersebut akan selalu membawa dampak serius pada lingkungan, bahan kimia yang digunakan untuk ekstraksi bijih logam dan limbah pengelolahan mineral apabila masuk ke sungai dan laut terdekat, mengakibatkan masyarakat yang hidup di daerah tersebut tidak bisa lagi memakai air sungai itu untuk kebutuhan sehari-hari, ada juga dampak bagi binatang-binatang yang minum air itu ataupun bagi yang hidup di dalamnya. Titik berat politik pertambangan Indonesia adalah kawasan timur, dimana telah dikeluarkan puluhan izin baru. Akan tetapi, di samping prospek pertambahan penghasilan devisa, ada juga masalah sosial dan lingkungan akibat eksplorasi pertambangan tersebut. Proyek pertambangan sering direncanakan dalam kawasan 7
Heidjrachman Ranupandojo, 1990, Dasar-Dasar Ekonomi Perusahaan, Unit Penerbit dan Percetakan AMP YPN, Yogyakarta, h. 1.
6
hutan lindung dan di atas tanah adat. Karena pertambangan biasanya dilaksanakan dalam lubang terbuka, ada juga masalah erosi dan pembuangan limbah yang mengakibatkan tercemaran sungai dan laut.8 Hal tersebut merupakan contoh bagaimana kegiatan suatu perusahaan dapat memiliki pengaruh terhadap kepentingan publik maupun hajat hidup orang banyak. Contoh tersebut belum termasuk perusahaan lain yang bergerak dibidang non tambang, perusahaan besar di Indonesia seperti PT. Gudang Garam Tbk., PT. Unilever Indonesia Tbk., PT. BCA Tbk., dan perusahan sejenisnya memiliki total aset hingga Rp 40 triliun pada 20129. Di luar negeri perusahaan besar seperti Exxon Mobile dan Apple yang juga memiliki anak perusahaan di Indonesia memiliki kekayaan hingga Rp. 3000-40000 triliun10, jumlah yang besar jika dibandingkan pendapatan negara pada APBN Indonesia Tahun 2012 sebesar Rp. 1.311,4 triliun11. Dengan dana sebesar itu, perusahaan-perusahaan tersebut memiliki kemampuan pendanaan yang besar. Perusahaan-perusahaan besar dengan media iklannya yang terus-menerus mampu mempengaruhi opini publik, merubah selera dan nilai dalam masyarakat. Perusahaan-perusahaan yang menyediakan produk kebutuhan penting seperti air minum, susu, dan produk pangan lain yang sudah menjadi kebutuhan utama masyarakat pun memiliki pengaruh yang tidak sedikit, akan terjadi gejolak
8
Werner, Silvia, 2013, Prospek Menggiurkan Sektor Pertambangan di Indonesia, http://jaringnews.com/politik-peristiwa/opini/36273/silvia-werner-prospek-menggiurkan-sektor pertambangan-di-indonesia, diakses 17 Juli 2013. 9 http://finance.detik.com/read/2012/10/30/202633/2076803/6/meski-rokok-laris-labagudang-garam-turun-206, diakses 17 April 2013. 10 http://www.indonesia-update.com/lihat.php?id=753, diakses 17 April 2013. 11 http://www.lintas.me/bisnis/ekonomi/blogpajak.com/apbn-indonesia-tahun-2012-blogpajak, diakses 17 April 2013.
7
yang besar di masyarakat, bila perusahaan tersebut menaikkan harganya dengan tajam, mengurangi jumlah produksinya, menghasilkan produk yang tidak aman, dan sebagainya. Dari berbagai contoh tersebut dapat dikatakan perusahaan memiliki pengaruh terhadap kepentingan publik maupun hajat hidup orang banyak. Dengan adanya hubungan timbal balik antara peran perusahaan tersebut dengen perekonomian suatu negara, serta berdasarkan contoh-contoh tersebut jelas bahwa perusahaan tersebut mempengaruhi ekonomi suatu negara dan dapat dikatakan bidang usaha/bisnis dalam hal ini perusahaan khususnya berbentuk PT berkaitan dengan kepentingan publik ataupun dapat mempengaruhi kepentingan publik maupun hajat hidup hidup orang banyak atau setidaknya kegiatannya berdampak terhadap kepentingan publik maupun hajat hidup orang banyak. Karena adanya pengaruh perusahaan tersebut terhadap kepentingan publik maupun hajat hidup orang banyak maka diperlukan suatu keterbukaan informasi publik. Dalam UU No. 14 tahun 2008, telah diatur mengenai bidang bisnis/usaha atau perusahaan, adapun perusahaan yang termasuk dalam pengaturan mengenai Badan Publik yang wajib melaksanakan keterbukaan informasi berdasarkan UU tersebut tersebut adalah Badan Usaha Milik Negara (selanjutnya disebut BUMN) dan Badan Usaha Milik Daerah (selanjutnya disebut BUMD), karena BUMN dan BUMD masuk dalam pengertian Badan Publik, yakni badan lain yang fungsi dan tugas pokoknya berkaitan dengan penyelenggaraan negara, yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan/atau Anggaran Pendapatan dan
8
Belanja Daerah, sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 1 angka 3 UU No. 14 tahun 2008, serta dalam Peraturan Komisi Informasi No. 1 Tahun 2010 Pasal 3 huruf g, yang juga disebutkan bahwa Ruang lingkup Badan Publik sesuai dengan peraturan ini mencakup Badan Usaha Milik Negara atau Badan Usaha Milik Daerah. BUMN maupun BUMD dalam melaksanakan kegiatanya tentu terdiri dari berbagi bentuk perusahaan dan sebagain besar adalah berbentuk PT. Pada tahun 2014 saja, dari 119 daftar BUMN di Indonesia, BUMN yang berbentuk PT berjumlah 105 perusahaan.12 Sedangkan dari jumlah 426 BUMD yang ada di Indonesia13, BUMD yang berbentuk PT berjumlah 113 perusahaan.14 Pemgaturan mengenai keterbukaan informasi publik yang dibutuhkan tersebut tidak saja sebatas pada asas namun juga pada implementasi dari penyediaan terhadap jenis dan klasifikasi informasi tersebut, pengelolaan, serta terutama mengenai hak akses publik yang sebelumnya belum mendapatkan pengaturan. Berdasarkan hal tersebut telah jelas bahwa bidang usaha/bisnis yang mendapatkan pengaturan dalam UU No. 14 tahun 2008 adalah BUMN dan BUMD, sedangkan PT yang bukan merupakan BUMN dan BUMD tentunya tidak diwajibkan untuk melaksanakan keterbukaan informasi publik. PT
non BUMN dan BUMD tidak diwajibkan untuk melaksanakan
keterbukaan informasi publik dalam UU No. 14 Tahun 2008 12
karena jelas
http://bumn.go.id/halaman/situs, diakses pada 30 Desember 2014. http://keuda.kemendagri.go.id/asset/dataupload/data-informasi/datin_data/361.png, diakses pada 30 Desember 2014. 14 http://keuda.kemendagri.go.id/asset/dataupload/data-informasi/datin_data/365.png.. diakses pada 30 Desember 2014. 13
9
merupakan PT swasta atau non BUMN dan BUMD, sehingga ranah pengaturan berbagai ketentuan bagi PT adalah kembali pada pengaturan tentang Perseroan Terbatas yakni pada Undang-Undang No. 40 Tahun 2007. Dalam UU No. 40 Tahun 2007 ini tidak ditemukan pengaturan khusus mengenai keterbukaan informasi publik bagi PT
Non BUMN dan BUMD sebagaimana halnya
pengaturan keterbukaan informasi publik bagi PT yang merupakan BUMN dan BUMD dalam UU No. 14 tahun 2008, khusunya dalam hal jenis dan klasifikasi informasi, pengelolaan
informasi, terutama
sebagaimana yang telah diwajibkan bagi
terkait hak akses publik,
PT yang merupakan BUMN dan
BUMD. Dalam
berbagai peraturan perundang-undangan lainnya pun tidak
ditemukan penngaturan mengenai hal tersebut. Keterbukan informasi untuk PT hanya dikenal dalam asas-asas umum keterbukaan informasi yang ditemukan dalam pengaturan yang terbatas dan
tersebar dalam berbagai peraturan
perundang-undangan terkait seperti UU No. 8 Tahun 2008 tentang Pasar Modal (selanjutnya disebut UU No. 8 Tahun 2008), UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (selanjutnya disebut UU No. 40 tahun 2007) , UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (selanjutnya disebut UU No. 8 tahun 1999), Peraturan Pemerintah No. 64 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1998 tentang Informasi Keuangan Tahunan Perusahaan (selanjutnya disebut PP No. 64 Tahun 1999). Tidak diatur dan diwajibkannya keterbukaan informasi publik khusunya terkait penyediaan terhadap jenis dan klasifikasi informasi tersebut, pengelolaan,
10
serta hak akses publik bagi PT non BUMN dan BUMD dalam UU No. 40 Tahun 2007, merupakan kekosongan norma terkait pengaturan keterbukaan informasi publik bagi PT non BUMN dan BUMD tersebut. Kekosongan norma tersebut menyebabkan sulit diaksesnya informasi perusahaan tersebut yang berkaitan dengan kepentingan publik. Padahal sebagaimana telah disebutkan sebelumnya bahwa perusahaan berbentuk PT baik itu BUMN dan BUMD maupun non BUMN dan BUMD (PT swasta) adalah sektor yang memiliki kontribusi yang besar dalam perekonomian, bahkan kegiatannya tidak sedikit yang terkait dengan kepentingan publik bahkan mempengaruhi kepentingan atau hajat hidup orang banyak. Dalam kenyataanya banyak PT yang memiliki kemampuan finansial baik, namun tidak luput dari gejolak ketidakpuasan publik dalam hal ini adalah para stakeholder (pemangku kepentingan), sebagaimana dalam contoh-contoh berikut yang menggambarkan hal tersebut: a. PT Lion Mentari Airlines yang masih merupakan PT Tertutup, telah memesan 40 unit pesawat turboprop ATR buatan Italia dan Prancis senilai US$ 1 miliar (Rp 12 triliun). Ini merupakan pembelian tambahan dari 60 unit yang telah dipesan operator Lion Air itu pada tahun 2008 lalu. Pada November 2011 Lion Air telah menandatangani pembelian 230 pesawat tipe Boeing 737 MAX dan Boeing 737-900ER. Total dana untuk pembelian ini mencapai US$ 21,7 miliar. Lion juga telah memesan 234 unit pesawat Airbus senilai US$ 24 miliar. Dengan demikian, Lion Air dalam tiga tahun terakhir telah membelanjakan sekitar US$ 48 miliar (Rp
11
576 triliun) untuk belanja pesawat. Pembelian yang sangat fantasis bahkan pembelian Air Bus tersebut merupakan yang terbesar dalam sejarah Airbus, demikian juga pembelian Boeing juga merupakan pembelian yang terbesar.15 Disi lain, maskapai ini terkenal dengan pelayanan dan kinerja yang buruk di Indonesia. Sejak awal dibuka hingga tahun 2015 tercatat banyak
keluhan publik terhadap pelayanannya. Dari masalah delay,
bagasi, kecelakaan pesawat, kompensasi terhadap pelanggan, lama dan berbelitnya pengurusan sesuatu pada majaemen Lion Air, hingga masalah informasi yang tidak cepat dan akurat sampai pada pelanggan. Pendanaan yang besar namun tak seiring dengan pelayananan ini membuat publik ingin mengetahui keuangan dari Perusahaan tersebut.16 Masalah terakhir adalah adalah pada 18 Februari 2015 hingga keesokan harinya, dimana Lion Air terlambat menerbangakan lebih dari 6000 penumpang, sehingga menimbulkan keributan di bandara Soekarno Hatta dan Juanda.17 Meskipun perusahaanya merupakan PT tertutup namun kegiatan perusahaan tersebut mempengaruhi kepentingan publik, sehingga tetap dibutuhkan trnasparansi dan akuntabilitas terhadap perusahaan tersebut. b. Perusahaan pertambangan
PT Freeport Indonesia dalam
perannya
berinvestasi di Indonesia dan memberikan pemasukan bagi negara, tidak lepas dari gejolak ketidakpuasan masyarakat sekitar, masalah lingkungan,
15
http://finance.detik.com/read/2014/11/28/105458/2761861/4/, diakses pada 18 Januari
2015. 16
http://ekonomi.inilah.com/read/detail/2042033/karut-marut-lion-air, diakses pada 18 Januari 2014. 17 http://www.tempo.co/read/news/2015/02/19/083643752/Penyebab-Penerbangan-LionAir-di-Soekarno-Hatta-Kacau, diakses pada 25 Februari 2015.
12
konflik adat, pelanggaran HAM, hingga kesejahteraan masyarakat sekitar lokasi penambangannya dan banyak masalah lain.18 c. Burger King, Unilever, Nestle dan Kraft Foods di tahun 2010 memutuskan menghentikan pembelian minyak kelapa sawit yang diproduksi oleh PT Smart Tbk, anak perusahaan dari Grup Sinar Mas, alasan mereka adalah dugaan adanya perusakan hutan tropis yang membahayakan kehidupan satwa, mengurangi kemampuan penyerapan karbon dioksida yang merupakan salah satu penyebab utama perubahan iklim global yang lebih dikenal dengan global warming.19 d. Dalam kasus Weda Bay Minerals, pertambangannya direncanakan dalam tanah adat suku Tobelo dan juga dalam hutan lindung yang merupakan zona penyangga Taman Nasional Aketajawe-Lolobata. Pertambangan itu akan mencemari sungai dan laut dengan sedimen dan bahan kimia beracun. Limbah pengelolahan mineral (tailings) akan dibuang ke Teluk Weda yang dangkal itu. Sedimen erosi dari daerah pertambangan juga akan sampai di teluk tersebut. Padahal, teluk tersebut memiliki ekosistem batu karang dan merupakan sumber ikan untuk banyak komunitas di sekitarnya. Karena itu, aktivis lingkungan dari LSM Indonesia Jatam, WALHI, KIARA, dan KAU bersama-sama memprotes terhadap proyek
18
http://www.merdeka.com/uang/47-tahun-kuras-kekayaan-papua-freeport-taksejahterakan-warga.html/ diakses pada 15 Agustus 2014. 19 http://swa.co.id/my-article/triple-bottom-line-lebih-dari-sekadar-profit, diakses pada 15 Agustus 2012.
13
yang direncanakan itu serta terhadap bantuan Bank Dunia untuk study kelayakannya,20 masih banyak lagi persoalan pada PT lainnya yang menimbulkan ketidakpuasan stakeholder. Ditengah banyaknya persoalan yang terjadi mengenai perusahaanperusahaan tersebut, tidak membuat para stakeholder memiliki peluang yang lebih besar untuk menentukan dan memilih yang mana perusahaan yang baik, yang produk dan jasanya aman bagi konsumen, yang bertanggung jawab bagi pekerja, yang peduli lingkungan bagi pemerintah dan masyarakat sekitar, yang taat pajak bagi pemerintah, dan sebagainya, karena tidak adanya pengaturan kewajiban melaksanakan keterbukaan informasi publik terkait penyediaan terhadap jenis dan klasifikasi informasi tersebut, pengelolaan, serta hak akses publik dalam UU No. 40 Tahun 2007, sebagai jaminan akses terhadap informasi perusahaan-perusahaan tersebut terkait kepentingan para stakeholder. Berdasarkan hal tersebut dapat dikatakan bahwa bidang usaha/bisnis dalam
hal ini PT, memiliki peran yang besar dalam
kegiatannya terkait
kepentingan publik, baik itu mempengaruhi keadaan perekonomian dan kesejahteraan publik/masyarakat sekitar bahkan mempengaruhi perekonomian dan kebijakan politik dan ekonomi bangsa, sehingga diperlukan pengkajian mengenai pengaturan kewajiban pelaksanaan Keterbukaan Informasi Publik bagi PT non BUMN dan BUMD dalam kerangka Undang-Undang Perseroan Terbatas, sebagai jaminan terhadap hak atas informasi. Dengan jaminan tersebut diharapkan para 20
http://jaringnews.com/politik-peristiwa/opini/36273/silvia-werner-prospek-menggiurkan -sektor-pertambangan-di-indonesia, diakses pada 15 Agustus 2012.
14
stakeholder akan mendapat informasi yang memadai untuk memilih suatu perusahaan yang baik untuk memenuhi kebutuhan mereka. Tentunnya pengaturan tersebut perlu disesuaikan dengan
kriteria khusus yang bisa diterapkan bagi
perusahaan swasta yang tentunya berbeda dengan badan publik pada umumnya, sebagaiman halnya pengaturan yang telah diwajibkan bagi PT yang merupakan BUMN dan BUMD dalam UU No. 14 Tahun 2008. Untuk itulah diperlukan pembahasan lebih lanjut mengenai “Keterbukaan Informasi Publik Bagi Perseroan Terbatas Non BUMN dan BUMD dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas”.
1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut dapat dirumuskan masalah sebagai berikut: 1. Bagaimanakah urgensi pengaturan keterbukaan informasi publik bagi Perseroan Terbatas non BUMN dan BUMD dalam Undnag-Undang Perseroan Terbatas? 2. Bagaimanakah seharusnya pengaturan Keterbukaan Informasi Publik bagi Perseroan Terbatas non BUMN dan BUMD dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas?
1.3. Ruang Lingkup Masalah Suatu karya ilmiah perlu kiranya ditentukan secara tegas batasan materi yang akan diuraikan. Hal ini perlu dilakukan untuk mencegah agar materi atau isi uraian ini tidak menyimpang dari pokok permasalahan, sehingga permasalahan
15
yang dibahas dalam tulisan ini dapat diuraikan secara sistematis. Sebelum diuraikan lebih lanjut, maka terlebih dahulu perlu dibatasi materi yang akan dibahas dalam tesis ini tentang “Keterbukaan Informasi Publik Bagi Perseroan Terbatas Non BUMN dan BUMD dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas”. Permasalahan yang akan dibahas dalam tesis ini adalah mengenai kekosongan norma mengenai pengaturan keterbukaan informasi publik bagi PT non BUMN dan BUMD dalam UU No. 40 Tahun 2007 tentang Keterbukaan informasi Publik. Dimana perlunya diatur hal tersebut dibatasi pada implementasi dari penyediaan terhadap jenis dan klasifikasi informasi tersebut, pengelolaan informasi, serta terutama mengenai hak akses publik yang sebelumnya belum mendapatkan pengaturan. Dalam penulisan ini juga perlu ditegaskan bahwa perusahaan yang dimaksudkan adalah dibatasi dalam perusahaan berbentuk Perseroan Terbatas (PT), yang merupakan bentuk perusahaan yang paling banyak digunakan di Indonesia, sebagai representasi dari perusahaan pada umumnya, yang kegiatannya maupun dampak kegiatannya mempengaruhi maupun terkait erat dengan kepentingan publik maupun hajat hidup orang banyak. Adapun pengertian stakeholder dalam penulisan ini juga dibedakan dengan pengertian shareholder. Dimana stakeholder dalam hal ini pemangku kepentingan yang dimaksud adalah masyarakat luas termasuk di dalamnya adalah organisasi masyarakat seperti organisasi yang peduli lingkungan, pekerja, dan sebagainya, stakeholder juga termasuk pemerintah, serta pekerja, yang bukan merupakan shareholder atau
16
pemegang saham perusahaan, yang memiliki berbagai kepentingan akan keberadaan suatu PT. 1.4. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini dapat dikualifikasikan atas tujuan umum dan tujuan khusus sebagai berikut: 1.4.1 Tujuan Umum Secara umum penelitian atas kedua permasalahan di atas bertujuan untuk pengembangan ilmu hukum atau menambah khasanah pengetahuan dibidang ilmu hukum, khususnya Hukum Bisnis yang berkaitan dengan pelaksanaan keterbukaan informasi publik bagi Perseroan Terbatas (PT) non BUMN dan BUMD. Terkait isu hukum yang dipaparkan adalah bertujuan untuk; 1.
Mengkaji pengaturan keterbukaan informasi publik bagi perusahaan di Indonesia.
2.
Mengkaji pengaruh perusahaan terhadap kepentingan umum maupun hajat hidup orang banyak.
3.
Mengkaji perlunya diatur keterbukaan informasi publik bagi PT non BUMN dan BUMD.
4.
Mengkaji bagaimana seharusnya pengaturan keterbukaan informasi publik bagi PT non BUMN dan BUMD dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas.
17
1.4.2. Tujuan Khusus Sehubungan dengan tujuan umum, maka tujuan khusus yang ingin dicapai melalui penelitian ini adalah; 1.
Mengkaji urgensi pengaturan keterbukaan informasi publik bagi PT non BUMN dan BUMD.
2.
Mengkaji bagaimana seharusnya pengaturan keterbukaan informasi publik bagi PT non BUMN dan BUMD dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas.
1.5. Manfaat Penelitian Ada beberapa manfaat yang diharapkan dapat dicapai melalui penelitian terhadap kedua permasalahan di atas. Pada hakikatnya, manfaat yang dimaksudkan kedalam 2 (dua) hal yakni manfaat yang bersifat teoritis dan manfaat yang bersifat praktis. 1.5.1. Manfaat Teoritis Manfaat sumbangan
teoritis
pemikiran
yang maupun
diharapkan
adalah
konsep-konsep
dapat
dalam
memberi pengaturan
keterbukaan informasi publik bagi PT non BUMN dan BUMD. 1.5.2. Manfaat Praktis Bermanfaat untuk memecahkan masalah yang timbul berkaitan dengan keberadaan PT Non BUMN dan BUMD dalam hubungannya dengan kepentingan shareholder maupun stakeholder atas informasi
18
perusahaan, dengan pengaturan dan pelaksanaan Keterbukaan Informasi Publik bagi perusahaan tersebut dalam undang-undang Perseroan Terbatas.
1.6. Orisinalitas Penelitian Keterbukaan
informasi
perusahaan
dan
penyelenggaraan
kegiatan
perusahaaan yang berdasarkan pada prinsip GCG ataupun penelitian sejenis yang menekankan pada perusahaan yang mendasarkan pada prinsip tersebut pada umumnya
merupakan topik yang sangat menarik untuk dijadikan obyek
penelitian, walaupun secara khusus penulis tidak menemukan tesis dengan tema sejenis yang khusus. Terkait dengan penelitian penulis walau secara spesifik tema intinya berbeda, penulis menemukan penelitian sebagai berikut: 1. Penelitian untuk tesis di Universitas Indonesia, Program Magister Kenotariatan, atas nama Mochamad Rafiuddin, berjudul “Aspek Hukum Good Corporate Governance Menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas”. Rumusan masalah penelitian ini adalah; 1. Bagaimanakah aAspek hukum Good Corporate Governance Menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas?, 2. Bagaimanakah penerapan prinsip Good Corporate Governance dalam Perseroan? Penelitian ini merupakan penelitian normatif yang menekankan pada penerapan Good Corporate Governance (GCG) di Indonesia dimana dapat didorong dari dua sisi, yaitu etika dan peraturan, pada dasarnya dari
19
sisi peraturan, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas telah menerapkan prinsip-prinsip dasar GCG yaitu transparansi, kewajiban, pertanggungjawaban, kemandirian dan yang terakhir kewajaran dan kesetaraan. Akan tetapi karakteristik Perseroan di kawasan Asia Tenggara khususnya Indonesia adalah tingginya konsentrasi kepemilikan dan pengendalian pada sekelompok keluarga/grup usaha, dimana pemegang saham pengendali ikut dalam mencampuri urusan operasional Perseroan yaitu dengan mempengaruhi kebijakan manajemen Perseroan. Atas tindakan tersebut pemegang saham telah melanggar prinsip akuntabilitas yang berujung tidak independennya masing-masing Organ Perseroan. 2.
Penelitian untuk tesis di Universitas Diponegoro Semarang, atas nama Dhian Indah Astanti, berjudul “Implementasi Good Corporate Governance Bagi Perusahaan Asuransi”. Rumusan
masalah penelitian ini adalah; 1.
Bagaimanakah
Implementasi Good Corporate Governance Bagi Perusahaan Asuransi?, 2. Hambatan-hambatan apakah yang dihadapi dalam Implementasi Good Corporate Governance Bagi Perusahaan Asuransi? Penelitian ini merupakan penelitian empiris yang mendasarkan pada Temuan-temuan dalam penelitian menunjukkan bahwa Perusahaan Asuransi harus menerapkan prinsip-prinsip Good Corporate Governance untuk menciptakan Tatakelola Perusahaan yang Sehat antara lain untuk memaksimalkan corporate value, memberikan acuan mengenai prinsip-
20
prinsip Good Corporate Governance yang harus dipedomani pada tingkat kewenangannya masing-masing jajaran manajemen dan karyawan, serta upaya memberikan rasa kepercayaan kepada pemegang saham dan stakeholders lainnya. Tatakelola Perusahaan yang baik merupakan acuan bagi
pengelola
Perusahaan
untuk
bertindak
akuntabel
dan
bertanggungjawab. Dengan kata lain Manajemen Perusahaan lebih profesional dalam mengelola Perusahaan ini pada akhirnya akan meningkatkan kepercayaan seluruh karyawan, dan terbentuknya citra Perusahaan yang positif dikalangan seluruh pihak-pihak petaruhnya, sehingga dapat meningkatkan kepercayaan nasabah. Secara umum tidak ada hambatan di dalam menerapkan Good Corporate Governance hanya belum optimal, sehingga perlu dilakukan sosialisasi tidak hanya di tingkat pedoman Good Corporate Governance dari perusahaan asuransi yang bersangkutan saja tetapi sampai ke operasional perusahaan asuransi. 3.
Penelitian untuk tesis di Universitas Sebelas Maret, atas nama Hertu Apriyana,
berjudul
“Analisis
Yuridis
Terhadap
Prinsip-prinsip
Pengelolaan Perusahaan yang Baik (Good Corporate Governance) Dalam Undangundang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas. Rumusan masalah penelitian ini adalah; 1. Apakah terdapat normanorma yang mengatur prinsip-prinsip pengelolaan perusahaan yang baik (good corporate governance ) dalam Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas?, 2. Apakah prinsip-prinsip pengelolaan perusahaan yang baik (good corporate governance ) dalam Undang-
21
undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas sudah memberikan perlindungan hukum terhadap stakeholders? Penelitian ini merupakan penelitian normatif, yang menekankan bahwa secara normatif Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas sudah terdapat norma-norma yang mengatur prinsipprinsip pengelolaan perusahaan yang baik (good corporate governance), yaitu: prinsip keadilan, transparansi, tanggung jawab, dan prinsip akuntabilitas sesuai dengan menerapkan teori pendirian perseroan menurut contractual theory dan concession theories. Prinsip-prinsip tersebut secara keseluruhan diterapkan sehingga akan memberikan perlindungan hukum terhadap stakeholders, walaupun masih terdapat norma-norma yang masih sumir ketentuannya, sehingga diperlukan penjelasan yang lebih lengkap, misalnya melalui Peraturan Pemerintah (PP) atau ketentuan perundangundangan lainnya. Dibandingkan dengan penelitian yang penulis lakukan tampaklah perbedaan-perbedaan yang spesifik. Penekanan pada penelitian yang penulis lakukan ini terletak pada perlunya diwajibkan keterbukaan informasi publik yang dilakukan perusahaan berbentuk perseroan terbatas yang bukan merupakan PT BUMN maupun BUMD, dalam suatu payung hukum Undang-Undang tentang Perseroan Terbatas sebagai implementasi hak atas informasi bagi seluruh stakeholder, berdasarkan pada prinsip GCG. Dalam penelitian terdahulu, tema Keterbukaan Informasi Publik pada umumnya, dan
khususnya penekanan pada penelitian mengenai Keterbukaan
22
Informasi Publik bagi Perseroan Terbatas non BUMN dan BUMD dalam UndangUndang Perseroan Terbatas, sama sekali belum pernah memperoleh kajian. Oleh karena itu penelitian yang penulis lakukan dapat dikemukakan masih bersifat orisinal dan layak dijadikan sebagai obyek penulisan dalam bentuk tesis.
1.7. Landasan Teoritis Dalam landasan teoritis akan dipaparkan beberapa kajian teori dan konsep hukum, yang akan dipergunakan dalam kajian ini untuk memberikan jawaban terhadap rumusan masalah di atas. Dan juga akan dilengkapi dengan pandanganpandangan sarjana yang akan dipadukan dengan ketentuan peraturan perundangundangan. Sejumlah konsep yang akan digunakan sebagai landasan teoritis dalam pembahasan permasalahan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1.
Teori Pembentukan Peraturan Perundang-undangan
2.
Teori Good Coorporate Governance
3.
Konsep Fair and Full Disclosure
1.7.1 Teori Pembentukan Peraturan Perundang-undangan Teori ini dikemukakan oleh Lon I.Fuller. menurut Fuller, agar hukum (peraturan) berfungsi dengan baik, maka peraturan tersebut harus mematuhi atau mengikatkan diri secara ketat kepada 8 (delapan) syarat yang merupakan azas-azas dalam pembentukan peraturan perundang-undangan. “The criteria which Fuller argues must be satisfied in order for something which can truly be called a legal system to exist are generality, promulgation, non-retroactivity, clarity, non-contradiction,
23
not requiring the impossible, constancy through time and, finally, congruence between official action and the declared rule).” 21 (Kriteria yang Fuller kemukakan harus dipenuhi agar dapat disebut sistem hukum yang ada adalah umum, pengundangan, non-retroaktif, kejelasan, non-kontradiksi, tidak memerlukan yang tidak mungkin, keteguhan melalui waktu dan akhirnya, kesesuaian resmi tindakan dan aturan diumumkan). Adapun penjelasan mengenai kriteria yang dikemukakan oleh fuller tersebut yang diuraikan sebagai berikut22 : 1) …a failure to acliieve rule at all, so that every issue must de decided on an ad hoc basi (peraturan harus berlaku juga bagi penguasa, harus ada kecocokan atau konsistensi antara peraturan yang diundangkan dengan pelaksanaannya; dituangkan dalam aturan-aturan yang berlaku umum, artinya suatu system hukum harus mengandung peraturan-peraturan dan tidak boleh sekedar mengandung keputusan yang bersifat sementara atau ad hoc). 2) A failure to publicize, or at least, to make available to th affected party, the rules he is expected to observe (aturan-aturan yang telah dibuat harus diumumkan kepada mereka yang menjadi objek pengaturan aturan-aturan tersebut). 3) The abuse of retroactive legislation, which not only cannot it self guide action, but under it’s the integrity of rules prospective in effect, since it puts them under the threat of retrospective change (tidak boleh ada peraturan yang memilki daya laku surut atau harus nonretroaktif, karena dapat merusak integritas peraturan yang ditujukan untuk berlaku bagi waktu yang akan datang). 4) A failure to make rules understandable (dirumuskan secara jelas, artinya disusun dalam rumusan yang dapat dimengerti). 5) The enactment of contradictory rules (tidak boleh mengandung aturan-aturan yang bertentangan satu-sama lain). 6) Rules that require conduct beyond the powers of the affected party (tidak boleh mengandung beban atau persyaratan yang melebihi apa yang dapat dilakukan). 7) Introducing such frequent changes in the rules (memperkenalkan perubahan sering seperti dalam aturan, artinya ketentuan bahwa hukum harus konstan/konsisten di setiap waktu tidak mutlak, karena hukum harus merespon perubahan yang terjadi di setiap waktu).
21
Ian Mcleod, 2003, Legal Theory, Queen Mary Centre for Commercial Law Studies, University of London, p.105. 22 Made Diah Sekar Mayang Sari, 2010,”Perlindungan Hukum Terhadap Merek Terkenal Dalam Sistem Hukum Hak Kekayaan Intelektual”, (Tesis) Program Pascasarjana Universitas Udayana, Denpasar, h. 27-28.
24
8) administered in a way sufficiently congruent with their wording so that individuals can abide by them.( diberikan dalam cara yang cukup kongruen dengan kata-kata mereka sehingga individu dapat mematuhi mereka). Salah satu syarat yang merupakan azas dalam pembentukkan peraturan perundang-undangan menurut Lon I.Fuller sebagaimana telah disebutkan adalah: mengenai konsisten di setiap waktu, Menurut Fuller, ketentuan bahwa hukum harus konstan/konsisten di setiap waktu tidak mutlak, karena hukum harus merespon perubahan yang terjadi di setiap waktu (Introducing such frequent changes in the rules). Penegakan dan penerapan hukum khususnya di Indonesia seringkali menghadapi
kendala
berkaitan
dengan
perkembangan
masyarakat,
perkembangan masyarakat dalam hal ini membawa kepada perkembangan perusahaan lebih cepat dari perkembangan aturan perundang-undangan, sehingga perkembangan dalam masyarakat tersebut menjadi titik tolak dari keberadaan suatu peraturan. Dalam kehidupan bermasyarakat memang diperlukan suatu sistem hukum untuk menciptakan kehidupan masyarakat yang harmonis dan teratur. Kenyataannya hukum atau peraturan perundangundangan yang dibuat tidak mencakup seluruh perkara yang timbul dalam masyarakat sehingga menyulitkan penegak hukum untuk menyelesaikan perkara tersebut. Asas legalitas yang kerap dianggap sebagai asas yang memberikan suatu kepastian hukum dihadapkan oleh realita bahwa rasa keadilan masyarakat tidak dapat dipenuhi oleh asas ini karena masyarakat yang terus berkembang seiring kemajuan teknologi. Perubahan cepat yang terjadi tersebut
25
menjadi masalah berkaitan dengan hal yang tidak atau belum diatur dalam suatu peraturan perundang-undangan, karena tidak mungkin suatu peraturan perundang-undangan dapat mengatur segala kehidupan manusia secara tuntas sehingga adakalanya suatu peraturan perundang-undangan tidak jelas atau bahkan tidak lengkap yang berakibat adanya kekosongan hukum di masyarakat. Bila
dikaitkan
dengan
peraturan
perundang-undangan
tentang
Keterbukaan Informasi Publik, dimana terdapat kekosongan norma, kiranya menurut Fuller bahwa hukum harus dapat merespon perubahan yang terjadi di setiap waktu, artinya peraturan dalam bidang Keterbukaan Informasi Publik harus dapat mengakomodir segala macam kasus atau permasalahan yang timbul dari adanya perkembangan zaman, seiring dengan perkembangan perusahaan yang tumbuh dan berkembang persama seiring dengan kehidupan perekonomian masyarakat juga pembangunan bangsa. 1.7.2 Konsep Good Coorporate Governance Kehadiran dunia usaha sangat berperan penting dalam menopang kegiatan perekonomian masyarakat dan bangsa. Dunia usaha akan mendorong menguatnya bidang riel masyarakat dan sekaligus akan menyerap tenaga kerja serta mengurangi pengangguran. Perkembangan dunia usaha terutama di bidang perindustrian dan perdagangan nasional telah menghasilkan berbagai variasi barang atau jasa. Di samping itu, globalisasi dan perdagangan bebas yang didukung oleh kemajuan teknologi telekomunikasi dan informasi telah memperluas ruang gerak arus transaksi barang atau jasa melintasi batas-batas
26
wilayah suatu negara, sehingga barang dan jasa yang ditawarkan semakin bervariasi baik produksi luar negeri maupun produksi dalam negeri. Berdasarkan hal tersebut sudah semestinya dunia usaha juga harus memiliki tata kelola usaha yang baik dan tidak merugikan kepentingan masyarakat, khususnya para konsumen. Salah satu solusinya, perlu diberlakukannya
dan
ditegakkannya
prinsip-prinsip
Good
Corporate
Governance (serlanjutnya disebut GCG) bagi dunia usaha dan praktek bisnis pada umumnya, sebagai pedoman dan parameter kinerja dunia usaha dalam menjalankan aktifitasnya. Dalam hal ini kontrol dan pengawasan publik terhadap praktek bisnis dapat melibatkan baik dari unsur pemerintah, masyarakat dan kalangan dunia usaha sendiri. GCG menurut Centre for European Policy Studies (CEPS), merupakan seluruh sistem yang dibentuk mulai dari hak (right), proses, serta pengendalian, baik yang ada di dalam maupun di luar manajemen perusahaan, hak di sini adalah hak seluruh stakeholder, bukan terbatas kepada shareholder saja. Hak adalah berbagai kekuatan yang dimiliki stakeholder secara individual untuk mempengaruhi manajemen. Proses, maksudnya adalah mekanisme dari hakhak
tersebut.
Adapun
pengendalian
merupakan
mekanisme
yang
memungkinkan stakeholder menerima informasi yang diperlukan seputar kegiatan perusahaan.23 Sejumlah negara juga mempunyai definisi tersendiri tentang GCG. Beberapa negara mendefinisikannya dengan pengertian yang agak mirip 23
Mas Achmad Daniri, 2005, Good Corporate Governance Konsep dan Penerapannya dalam Konteks Indonesia, Ray Indonesia, Jakarta, h. 7.
27
walaupun ada sedikit perbedaaan istilah. Kelompok negara maju (OECD), misalnya mendefinisikan GCG sebagai cara-cara manajemen perusahaan bertanggungjawab kepada shareholder-nya. Para pengambil keputusan di perusahaan haruslah dapat dipertanggungjawabkan, dan keputusan tersebut mampu memberikan nilai tambah bagi shareholder lainnya. Karena itu fokus utama disini terkait dengan proses pengambilan keputusan dari perusahaan yang mengandung nilai-nilai transparency, responsibility, accountability, dan tentu saja fairness.24 Good governance menunjuk pada pengertian bahwa kekuasaan tidak lagi semata-mata dimiliki atau menjadi urusan pemerintah, tetapi menekankan pada pelaksanaan fungsi pemerintahan secara bersama-sama oleh pemerintah, masyarakat madani, dan pihak swasta. Good governance juga berarti implementasi kebijakan sosial-politik untuk kemaslahatan rakyat banyak, bukan hanya untuk kemakmuran orang-per-orang atau kelompok tertentu.25 Di Indonesia menurut Pedoman GCG Komite Nasional Kebijakan Governance, GCG diperlukan untuk mendorong terciptanya pasar yang efisien, transparan dan konsisten dengan peraturan perundang-undangan. Oleh karena itu penerapan GCG perlu didukung oleh tiga pilar yang saling berhubungan, yaitu negara dan perangkatnya sebagai regulator, dunia usaha sebagai pelaku pasar, dan masyarakat sebagai pengguna produk dan jasa dunia usaha. Prinsipprinsip dasar yang harus dilaksanakan oleh masing-masing pilar adalah:
24
Iman Sjahputra Tunggal dan Amin Widjaja Tunggal, 2002, Membangun Good Corporate Governance, Harvarindo, Jakarta, h. 1. 25 Krina, Lalolo, 2003, Indikator Dan Tolok Ukur Akuntabilitas, Traansparansi dan Partisipasi, BAPPENAS, Jakarta, h. 5.
28
1. Negara dan perangkatnya menciptakan peraturan perundang-undangan yang menunjang iklim usaha yang sehat, efisien dan transparan, melaksanakan peraturan perundang-undangan dan penegakan hukum secara konsisten (consistent law enforcement). 2. Dunia usaha sebagai pelaku pasar menerapkan GCG sebagai pedoman dasar pelaksanaan usaha. 3. Masyarakat sebagai pengguna produk dan jasa dunia usaha serta pihak yang terkena dampak dari keberadaan perusahaan, menunjukkan kepedulian dan melakukan kontrol sosial (social control) secara obyektif dan bertanggung jawab.26 Asas GCG tersebut yaitu transparansi, akuntabilitas, responsibilitas, independensi serta kewajaran dan kesetaraan diperlukan untuk mencapai kesinambungan usaha (sustainability) perusahaan dengan memperhatikan pemangku kepentingan (stakeholders):27 1. Transparansi (Transparency) Prinsip dasarnya adalah untuk menjaga obyektivitas dalam menjalankan bisnis, perusahaan harus menyediakan informasi yang material dan relevan dengan cara yang mudah diakses dan dipahami oleh pemangku kepentingan. Perusahaan harus mengambil inisiatif untuk mengungkapkan tidak hanya masalah yang disyaratkan oleh peraturan perundangundangan, tetapi juga hal yang penting untuk pengambilan keputusan oleh pemegang saham, kreditur dan pemangku kepentingan lainnya. 26
Komite Nasional Kebijakan Governance, 2006, Pedoman Umum Good Corporate Government Indonesia, Komite Nasional Kebijakan Governance, Jakarta, h. 3. 27 Ibid.
29
2. Akuntabilitas (Accountability) Prinsip
dasarnya
adalah
perusahaan
harus
dapat
mempertanggungjawabkan kinerjanya secara transparan dan wajar. Untuk itu perusahaan harus dikelola secara benar, terukur dan sesuai denganb kepentingan perusahaan dengan tetap memperhitungkan kepentingan pemegang saham dan pemangku kepentingan lain. Akuntabilitas merupakan prasyarat yang diperlukan untuk mencapai kinerja yang berkesinambungan. 3. Responsibilitas (Responsibility) Prinsip dasarnya adalah perusahaan harus mematuhi peraturan perundangundangan serta melaksanakan tanggung jawab terhadap masyarakat dan lingkungan sehingga dapat terpelihara kesinambungan usaha dalam jangka panjang dan mendapat pengakuan sebagai good corporate citizen. 4. Independensi (Independency) Prinsip dasarnya adalah
untuk melancarkan pelaksanaan asas GCG,
perusahaan harus dikelola secara independen sehingga masing-masing organ perusahaan tidak saling mendominasi danntidak dapat diintervensi oleh pihak lain. 5. Kewajaran dan Kesetaraan (Fairness) Prinsip dasarnya adalah dalam melaksanakan kegiatannya, perusahaan harus senantiasa memperhatikan kepentingan pemegang saham dan pemangku kesetaraan.
kepentingan
lainnya
berdasarkan
asas
kewajaran
dan
30
Dalam
ide keterbukaan informasi publik oleh perusahaan, GCG
menjadi teori aplikasinya, ide keterbukaan tersebut harus berpijak pada asasasas GCG tersebut. 1.7.3 Konsep Full and Fair Disclosure Sejalan dengan konsep GCG yang dalam praktek salah satunya diterapkan dalam dunia pasar modal diseluruh dunia dikenal prinsip full and fair disclosure, sebagai prinsip dalam konsep keterbukaan atau transparansi yang merupakan syarata mutlak dan bersifat univerasal yang ditemukan di dalam dunia pasar modal.28 Dari segi substansial, transparansi memampukan publik untuk mendapatkan akses informasi penting yang berkaitan dengan perusahaan. Di Indonesia dengan berlakunya UU No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal menjamin diberlakukan dan ditegakkannya aturan mengenai transparansi tersebut. Full diclosure bermakna bahwa kewajiban emiten, perusahaan publik, atau siapa saja yang terkait untuk mengungkapkan informasi sejelas, seakurat, dan selengkap mungkin mengenai fakta material yang berkaitan dengan tindakan perusahaan atau efeknya yang berpotensi kuat memengaruhi keputusan pemegang saham atau calon investor terhadap saham, karena informasi itu berpengaruh pada efek atau harga efeknya. Bahkan pada masa penyampaian pendaftaran, sebelum efek ditawarkan kepada publik, emiten dan penjamin pelaksana emisi harus menerapkan prinsip keterbukaan.29
28
M. Irsan Nasarudin dan Indra Surya, 2004, Aspek Hukum Pasar Modal Indonesia, Prenada Media, Jakarta, h. 226. 29 Munir Fuady, Doktrin-doktrin Modern dalam Corporate Law dan Eksistensinya dalam Hukum Indonesia, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, (Selanjutnya disebut Munir Fuaday I), h. 53.
31
Pernyataan pendaftaran tersebut mencakup seluruh informasi yang harus dikemukakan pada publik. Pernyataan pendaftaran tersebut mencakup laporan keuangan yang telah diaudit, gambaran umum perusahaan, uraian tentang bisnis emiten, evaluasi tentang resiko usaha, keterangan tentang pennjaminan, legal opinion, sejarah umum perusahaan, dan keterangan lain yang penting dan relevan. Dokumen-dokumen yang disertakan dalam pernyataan pendaftaran merupakan dokumen publik yang disimpan di Pusat Referensi Pasar Modal (selanjutnya disebut PRFM) Bursa Efek Jakarta dan Badan Pengawas Pasar Modal (selanjutnya disebut Bapepam). Dari kedua tempat itu masyarakat dan investor bisa mengakses informasi mengenai emiten. Dalam penyampaian pernyataan pendaftaran emiten harus membuat prospektus yang beerisikan tentang latar belakang, kondisi keuangan, status hukum, kekayaan, rsiko, dan rencana-rencana untuk masa yang akan datang yang dimiliki oleh perusahaan.30 Kealpaan, kesalahan, atau ketidakcukupan full disclosure dalam penyampaian informasi dapat dikenakan sanksi pidana, perdata, atau administratif yang berupa denda dan peringatan tertulis kepada direksi, kommisaris, pemegang saham utamaperusahaan, akuntan, atau konsultan hukum yang terlibat dalam penawaran umum. Fair disclosure bermakna bahwa suatu pasar modal dikatakan fair dan efisien bila semua pemodal memperoleh informasi dalam waktu yang bersamaan disertai kualitas informasi yang sama (equal treatment dalam akses
30
M. Irsan Nasarudin dan Indra Surya, Op.Cit., h. 230.
32
informasi). Dari sisi yuridis, transparansi merupakan jaminan bagi hak publik untuk terus mendapatkan akses penting dengan sanksi untuk hambatan atau kelalaian yang dilakukan perusahaan. Pengenaan sanksi yang termuat dalam UU No.8 Tahun 1995 serta penegakan hukum atas setiap pelanggaran terhadap ketentuan mengenai keterbukaan atau transparansi ini menjadikan pemegang saham atau investor terlindungi secara hukum, perlindungan tersbut diperlukan untuk pasar modal yang fair teratur dan efisien.31 Terkait erat dengan penulisan ini, prinsip disclosure yang merupakan penerpan dari konsep GCG sendiri merupakan teori yang sangat tepat mengenai keterbukaan informasi perusahaan, walaupun prinsip ini pada umunya hanya dirasakan manfaatnya oleh para shareholder (pemegang saham dan publik yang akan membeli saham/calon pemegang saham) saja pada perusahaan perseroan terbatas terbuka. Namun berlandaskan pada prinsip ini dapat dikonsepkan dan dilaksanakan keterbukaan informasi publik bagi seluruh stakeholder dalam satu payung hukum berupa pengaturan keterbukaan informasi publik dalam Undang-Undang tentang Perseroan Terbatas.
1.8. Metode Penelitian Dalam rangka membuktikan kebenaran ilmiah dalam penelitian ini, maka digunakan metodologi penelitian sebagai berikut:
31
M. Irsan Nasarudin dan Indra Surya, Loc. Cit.
33
1.8.1. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif, penelitian yuridis normatif yaitu penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder.32 Mengacu kepada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan, konvensi internasional, perjanjian
internasional, doktrin-doktrin hukum, maupun putusan-putusan
Pengadilan. 1.8.2. Jenis Pendekatan Penelitian
ini
menggunakan
pendekatan
perundang-undangan,
pendekatan perbandingan, pendekatan analisis konsep hukum, serta pendekatan fakta. Pendekatan perundang-undangan digunakan untuk
menganalisis
undang-undang No. 40 tahun 2007, UU No. 14 tahun 2008, dan undangundang lain yang terkait. Dengan pendekatan perbandingan membandingakn konsep-konsep dan asas pada UU No. 14 Tahun 2008 yang digunakan untuk memenuhi kekosongan norma pada pengaturan keterbukaan informasi publik bagi PT non BUMN dan BUMD dalam undang-undang dalam UU No. 40 Tahun 2007. Pendekatan analisis konsep hukum tersebut mencari pembenaran atas suatu teori hukum atau azas-azas yang dapat dipergunakan di dalam penelitian ini. Teori-teori hukum yang digunakan dalam penelitian ini yaitu; Teori Negara Kesejahteraan (Welfare State), Teori Pembentukan Peraturan Perundang32
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, 2009, Penelitian Hukum Nornatif Suatu Tinjauan Singkat, Raja Grafindo Persada, Jakarta, h. 13.
34
undangan, Teori Good Coorporate Governance, Konsep Fair and Full Disclosure. Pendekatan
fakta
menganalisis
fakta-fakta
yang
mengungkap
pentingnya untuk dilaksanakan keterbukaani nformasi bagi perusahaan non BUMN dan BUMD. 1.8.3. Bahan Hukum Pada penelitian hukum normatif, bahan pustaka merupakan data dasar yang dalam (ilmu) penelitian digolongkan sebagai data sekunder. Bahan Hukum dapat diklasifikasikan ke dalam 3 golongan33: 1)
Bahan hukum primer (primary law material) Yaitu bahan hukum yang mempunyai kekuatan mengikat secara umum (perundang-undangan) atau mempunyai kekuatan mengikat bagi pihak-pihak berkepentingan (kontrak, konvensi, dokumen, hukum dan putusan hakim)
2)
Bahan hukum sekunder (secondary law material) Yaitu bahan hukum yang memberi penjelasan terhadap bahan hukum primer34 (buku ilmu hukum, jurnal hukum, laporan hukum, media cetak atau elektronik.
3)
33
Bahan hukum tertier (tertiary law material)
Abdulkadir Muhammad, 2004, Hukum dan Penelitian Hukum, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, h. 82. 34 Ronny Hannintijo Soemitro, 1990, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri, Ghalia Indonesia, Jakarta, hal. 25.
35
Yaitu bahan hukum yang memberi penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder (rancangan undang-undang, kamus hukum dan ensiklopedia). Bahan-bahan hukum sebagai kajian normatif sebagian besar dapat diperoleh melalui penelusuran terhadap berbagai dokumen hukum35. Bahan hukum primer yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat,36 dalam penulisan ini bahn hukum primer yang digunakan adalah: 1. Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 2. Kitab Undang–Undang Hukum Perdata 3. Kitab Undang-Undang Hukum Dagang 4. Undang-undang No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik 5. Undang-undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas 6. Undang-Undang No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal 7. Undang-undang No.19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN) 8. Undang-Undang No. 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan 9. Undang-Undang No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan 10. Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan No: KEP-431/BL/2012 tentang Penyampaian Laporan Tahunan Emiten Atau Perusahaan Publik. 35
Bahder Johan Nasution, 2008, Metode Penelitian Ilmu Hukum, CV. Mandar Maju, Bandung, h. 98. 36 Zainuddin Ali, 2010, Metode Penelitian Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, h. 23.
36
Bahan hukum sekunder, yang digunakan dalam penulisan ini yaitu buku-buku ataupun literatur-literatur yang memuat teori dan pandangan dari para ahli yang relevan dengan keterbukaan informasi publik bagi perusahaan. Bahan hukum tertier yang memberi petunjuk maupun penjelasan dalam penulisan ini adalah kamus hukum, kamus bahasa, ensiklopedia dan internet yang diuraikan pada halaman akhir penulisan ini. 1.8.4. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum Teknik pengumpulan bahan hukum yang dipergunakan dalam penulisan ini adalah studi kepustakaan. Studi kepustakaan merupakan segala usaha yang dilakukan oleh peneliti untuk menghimpun informasi yang relevan dengan topik atau masalah yang akan atau sedang diteliti. Informasi itu dapat diperoleh dari buku-buku ilmiah, laporan penelitian, karangan-karangan
ilmiah, dan
peraturan-peraturan, ketetapan-ketetapan, buku tahunan, ensiklopedia, dan sumber-sumber tertulis baik tercetak maupun elektronik lain. Teknik pengumpulan bahan hukum sesuai dengan jenis pendekatan yang digunakan, Karena penelitian ini menggunakan jenis pendekatan undang-undang, maka dikumpulkannlah peraturan perundang-undangan yang terkait dengan isu penelitian ini.37 Setelah dilakukan studi kepustakaan, kemudian dilanjutkan dengan kualifikasi fakta dan kualifikasi hukum. 1.8.5. Teknik Analisis Bahan hukum yang telah terkumpul dan dilakukan analisis, setelah mendapatkan suatu informasi atau pemikiran terhadap permasalahan yang 37
Peter Mahmud Marzuki, 2006, Penelitian Hukum, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, h. 194.
37
diajukan maka bahan hukum tersebut disajikan dengan teknik deskriptif. Dalam hal ini diuraikan apa adanya terhadap suatu kondisi atau posisi dari proposisi-proposisi hukum atau non hukum. Teknik argumentatif juga digunakan dalam penelitian ini, pembahasan dilakukan dengan memberikan argumen-argumen hukum, dan dilakukan teknik sistematif, dalam upaya mencari kaitan rumusan suatu konsep hukum atau proposisi hukum antara peraturan perundang-undagan yang sederajat maupun yang tidak. 38
38
Program Studi Magister Ilmu Hukum Universitas Udayana, 2013, Pedoman Penulisan Usulan Penelitian dan Penulisan Tesis Program Studi Magister (S2) Ilmu Hukum, Universitas Udayana, Denpasar, h. 36.
38
BAB II TINJAUAN UMUM KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK
2.1. Keterbukaan Informasi Publik 2.1.1. Perkembangan Keterbukaan Informasi Publik Bahasan mengenai Keterbukaan Informasi Publik dalam Penulisan ini tidak dapat terlepas dari pengertian atau definisi dari informasi publik itu sendiri, bagaimana latar belakang dari munculnya keterbukaan informasi publik ini di Indonesia maupun internasional, serta tujuan dari diberlakukaannya pengaturan mengenai keterbukaan informasi publik tersebut. 2.1.1.1. Pengertian informasi publik, kepentingan publik, badan publik Pengertian informasi dapat dilihat dalam beberapa perundang-undangan antara lain; dalam Pasal 1 Angka 1 Undang-Undang No. 14 Tahun 2008 disebutkan: “Informasi adalah keterangan, pernyataan, gagasan, dan tanda-tanda yang
mengandung nilai, makna, dan pesan, baik data, fakta maupun
penjelasannya yang dapat dilihat, didengar, dan dibaca yang disajikan dalam berbagai kemasan dan format sesuai dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi secara elektronik ataupun nonelektronik.” Pengertian informasi sebagaimana dalam Pasal 1 angka 1 Surat Keputusan Ketua Mahkamah Agung No. 144/KMA/SK/VIII/2007 (SK 144) disebutkan: “Informasi adalah segala sesuatu yang dapat dikomunikasikan atau yang dapat menerangkan sesuatu dalam bentuk atau format apapun.”
38
39
Pengertian informasi terkait Badan Usaha Milik Negara, dalam Penjelasan Pasal 85 ayat (1) Undang-Undang No. 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara disebutkan: “Informasi adalah fakta material dan relevan mengenai peristiwa, kejadian, atau fakta yang dapat mempengaruhi harga dan/atau keputusan pemodal, calon pemodal, atau pihak lain yang berkepentingan atas informasi atau fakta tersebut.” Pengertian informasi terkait pasar modal, dalam Pasal 1 angka 7 UndangUndang No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal disebutkan: “Informasi atau Fakta Material adalah informasi atau fakta penting dan relevan mengenai peristiwa, kejadian, atau fakta yang dapat mempengaruhi harga Efek pada Bursa Efek dan atau keputusan pemodal, calon pemodal, atau Pihak lain yang berkepentingan atas informasi atau fakta tersebut.” Selanjutnya pengertian Informasi Publik disebutkan dalam Pasal 1 Angka 2 UU No. 14 Tahun 2008 disebutkan: “Informasi Publik adalah informasi yang dihasilkan, disimpan, dikelola, dikirim, dan/atau diterima oleh suatu badan publik yang berkaitan dengan penyelenggara dan penyelenggaraan negara dan/atau penyelenggara dan penyelenggaraan badan publik lainnya yang sesuai dengan UndangUndang ini serta informasi lain yang berkaitan dengan kepentingan publik.” Pasal ini menjelaskan bahwa informasi publik adalah seluruh informasi yang dihasilkan, disimpan, dikelola, dikirim, dan/atau diterima oleh suatu badan publik yang berkaitan dengan badan publiknya (penyelenggara) maupun informasi yang muncul karena penyelenggaraan fungsi badan publik. Yang dimaksud informasi terkait penyelenggara negara adalah informasi terkait dengan organ dalam arti statis misalnya keberadaan, pengurus, maksud dan tujuan, ruang
40
lingkup kegiatan sebagaimana disebutkan dalam Pasal 9 ayat (2) huruf a UU No. 14 Tahun 2008 dan penjelasannya. Sedangkan yang dimaksud dengan informasi yang terkait dengan penyelenggaraan negara adalah informasi publik yang merupakan hasil dari pelaksanaan fungsinya (penyelenggaraan negara atau penyelenggaraan badan publik lainnya), misalnya laporan kegiatan dan kinerja badan publik, laporan keuangan, kebijakan-kebijakan yang dihasilkan, dan sebagainya.39 Dalam pasal ini juga yang dimaksud dengan informasi publik adalah informasi lain yang terkait dengan kepentingan publik. Jadi sepanjang suatu informasi menyangkut kepentingan publik, maka termasuk informasi publik.40 Definisi kepentingan menurut Prof. Sudikno Mertokusumo adalah mengenai kepentingan sebagai tuntutan perorangan atau kelompok yang diharapkan untuk dipenuhi dan pada hakekatnya mengandung kekuasaan yang dijamin dan dilindungi oleh hukum dalam melaksanakannya. Namun di dalam masyarakat terdapat banyak sekali kepentingan, baik perorangan maupun kelompok. Kepentingan-kepentingan yang banyak dan beragam tersebut tidak mungkin dipenuhi semuanya sekaligus, terlebih lagi jika antar kepentingan tersebut saling bertentangan satu sama lain. Untuk itu diperlukan metode dalam menilai kepentingan umum tersebut.41 Banyak dan beragamnya kepentingan tersebut harus dipilih dan dipastikan kepentingan-kepentingan mana yang harus didahulukan atau diutamakan. 39
Komisi Informasi Pusat RI, 2009, Anotasi UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, Komisi Informasi, Jakarta, h. 30. 40 Ibid. 41 Sudikno Mertokusumo, 2005, Mengenal Hukum (Suatu Pengantar), Liberty, Yogyakarta, h. 19.
41
Kepentingan-kepentingan tersebut harus dipertimbangkan, ditimbang-timbang bobotnya
secara
proporsional
(seimbang)
dengan
memperhatikan:
a)
penghormatan terhadap kepentingan lainnya; b) berdasarkan hukum; c) berdasarkan sasaran atau manfaatnya. Jadi, secara teoretis dapat dikatakan bahwa kepentingan umum merupakan hasil dari menimbang-nimbang sekian banyak kepentingan-kepentingan yang beragam dalam masyarakat dengan tetap menerapkan kepentingan utama menjadi kepentingan umum.42 Pengertian Badan Publik adalah
sebagaimana yang disebutkan dalam
Pasal 1 Angka 3 UU No.14 Tahun 2008 sebagai berikut: “Badan Publik adalah lembaga eksekutif, legislatif, yudikatif, dan badan lain yang fungsi dan tugas pokoknya berkaitan dengan penyelenggaraan negara, yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, atau organisasi nonpemerintah sepanjang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, sumbangan masyarakat, dan/atau luar negeri” Ruang lingkup Badan Publik dalam Pasal 3 Peraturan Komisi Informasi No. 1 Tahun 2010 disebutkan; “Ruang lingkup Badan Publik sesuai dengan peraturan ini mencakup: a. lembaga eksekutif; b. lembaga legislatif; c. lembaga yudikatif; d. badan lain yang fungsi dan tugas pokoknya berkaitan dengan penyelenggaraan negara, yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara dan/atau anggaran pendapatan dan belanja daerah; e. organisasi non pemerintah sepanjang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara dan/atau anggaran pendapatan dan belanja daerah, sumbangan masyarakat, dan/atau luar negeri; f. partai politik; dan g. Badan Usaha Milik Negara atau Badan Usaha Milik Daerah.” 42
Sudikno Mertokusumo, Loc. Cit.
42
Menurut Dian Puji Simatupang dalam merumuskan pengertian badan publik perlu ditekankan tentang kriteria publik itu sendiri. Menurutnya, publik dalam UU No. 14 Tahun 2008 diartikan sebagai kepentingan publik.43 Dalam pengaturan ruang lingkup badan publik tersebut, terdapat badan publik negara dan badan publik selain negara, BUMN dan BUMD termasuk didalamnya, dimana BUMN dan BUMD termasuk di dalam kategori badan publik selain negara, adalah organisasi nonpemerintah sepanjang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara dan/atau anggaran pendapatan dan belanja daerah, sumbangan masyarakat, dan/atau luar negeri.44 Berdasarkan pengertian tersebut jelas bahwa sektor usaha dalam hal ini adalah BUMN dan BUMN mendapatkan pengaturan dalam undang-undang keterbukaan informasi publik, karena sumber pendanaanya berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan sehingga berkewajiban untuk melakukan keterbukaan sebagai bentuk pertanggungjwaban terhadap publik atas dana tersebut. 2.1.1.2. Latar belakang keterbukaan informasi publik A. Keterbukaan informasi publik di ranah internasional Membahas mengenai keterbukaan informasi publik terkait erat dengan prinsip keterbukaan yang lebih dikenal dengan prinsip transparansi dalam GCG, tidak bisa terlepas dari bagaimana perkembangan GCG di dunia maupun di Indonesia.
43
Komisi Informasi Pusat RI, Op.Cit., h. 38. Agus Sudibyo, dkk., 2009, Panduan Sederhana Penerapan Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik, Yayasan SET bersama USAID dan DRSP, Jakarta, h. 21. 44
43
Kata governance sering
dirancukan
dengan government.
Akibatnya,
Negara dan pemerintah menjadi korban utama, bahwa pemerintah adalah sasaran nomor satu untuk melakukan perbaikan-perbaikan. Badan-badan keuangan internasional mengambil prioritas untuk memperbaiki birokrasi pemerintahan di Dunia Ketiga dalam skema good governance mereka.45 Di satu sisi istilah good governance dapat dimaknai secara berlainan, sedangkan sisi yang lain dapat diartikan sebagai kinerja suatu lembaga, misalnya kinerja pemerintahan, perusahaan atau organisasi kemasyarakatan, Apabila istilah ini dirujuk pada asli kata dalam bahasa Inggris yaitu governing, maka artinya adalah mengarahkan atau mengendalikan, Karena itu good governance dapat diartikan
sebagai
tindakan
untuk
mengarahkan,
mengendalikan,
atau
mempengaruhi masalah publik.46 Oleh karena itu ranah good governance tidak terbatas pada negara atau birokrasi pemerintahan, tetapi juga pada ranah masyarakat sipil yang dipresentasikan oleh organisasi non pemerintah dan sektor swasta. Singkatnya, tuntutan terhadap good governance tidak hanya ditujukkan kepada penyelenggara negara atau pemerintah, melainkan juga pada masyarakat di luar struktur birokrasi pemerintahan.47 Munculnya
governence
menggeser
kata
government
dalam
kajian
administrasi publik memiliki sejarah yang panjang. Transformasi government sendiri sepanjang abad ke-20 secara kronologis berlangsung melalui beberapa tahap. Tahap 45
Meuthia Ganie-Rochman, 2000, Good governance: Prinsip, Komponen dan Penerapannya, Dalam: Penyelenggaraan Negara Yang Baik dan Masyarakat Warga, Komnas HAM, Jakarta, h. 18. 46 Ibid. 47 Ibid.
44
I adalah era abad ke-20 yang ditandai dengan konsolidasi pemerintahan demokratis (democratic government) di dunia Barat. Tahap II berlangsung pada pasca Perang Dunia I, yang ditandai dengan semakin menguatnya peran pemerintah. Pemerintah mulai tampil dominan, yang melancarkan regulasi politik, redistribusi ekonomi dan kontrol yang kuat terhadap ruang-ruang politik dalam masyarakat.48 Tahap III, era tahun 1960-an sampai 1970-an, yang menggeser perhatian ke pemerintah di negara-negara Dunia Ketiga. Era itu adalah perluasan proyek developmentalisme (modernisasi) yang dilakukan oleh dunia Barat di Dunia Ketiga, yang mulai melancarkan pendalaman kapitalisme. Pada saat yang sama pendalaman kapitalisme itu diikuti oleh kuatnya negara dan hadirnya rezim otoritarian di kawasan Asia, Amerika Latin dan Afrika.49 Tahap IV, memasuki dekade 1980-an, yang ditandai dengan krisis ekonomi dan finansial negara yang melanda dunia. Di Amerika ketika Reagan naik menjadi presiden maupun di Inggris ketika diperintah Margaret Tatcher, kedua negara tersebut menghadapi problem serius tersebut. Di Indonesia juga menghadapi krisis ekonomi yang dimulai dengan anjloknya harga minyak. Karena itu pada masa ini berkembang pesat “penyesuaian struktural”, yang lahir dalam bentuk deregulasi, debirokratisasi, privatisasi, pelayanan publik berorientasi pasar. Berkembangnya isu-isu baru ini menandai kemenangan pandangan neoliberal yang sejak lama menghendaki peran negara secara minimal, dan sekaligus kemenangan pasar dan swasta.50
48
Meuthia Ganie-Rochman, Op.Cit., h. 19. Ibid. 50 Ibid. 49
45
Tahap V, adalah era 1990-an, dimana proyek demokratisasi (yang sudah dimulai dekade 1980-an) berkembang luas di seluruh dunia. Pada era ini muncul cara pandang baru terhadap pemerintahan, yang ditandai munculnya governance dan good governance. Perspektif yang berpusat pada government bergeser ke perspektif governance.51 Konsep ini pertama diusulkan oleh Bank Dunia (World Bank), United Nations Development Program (UNDP), Asian Development Bank (ADB), dan kemudian banyak pakar di negara-negara berkembang bekerja keras untuk mewujudkan gagasan-gagasan baik menyangkut tata-pemerintahan tersebut berdasarkan kondisi lokal dengan mengutamakan unsur-unsur kearifan lokal.52 Menurut Lancester (1990), program governance itu memusatkan perhatian pada reduksi besaran organisasi birokrasi pemerintah; privatisasi badan-badan milik negara; dan perbaikan administrasi bantuan keuangan.53 Konsep governance dan good governance dari IMF (International Monetary Fund) dan World Bank awalnya hanya dimaknai sebagai kinerja pemerintahan yang efektif mengingat pengalaman masa lalu bagi pemerintahan yang buruk yang tentunya juga punya sejarah panjang saat Asia dan Afrika merdeka sekitar 1960-an world bank banyak memberikan bantuan untuk membangun asistensi badan pemerintahan dan pelatihan pejabat publik yang diberi nama institution building. Baru pada tahun 1990-an konsep ini mengalami revitalisasi menjadi institutional capacity building dibawah rubric Governance for development. Gagasan governance yang di promosikan oleh badan internasional ini dalam rangka mendorong reformasi 51
Meuthia Ganie-Rochman, Loc. Cit. Dwiyanto, Agus, 2006, Mewujudkan Good Geovernance Melalui Pelayanan Publik, UGM Press, Yogyakarta, h. 78. 53 Rudi Martiawan, 2012, Arah Pembangunan dan Mengkritisi Good Governance di era Globalisasi, Jurnal Westphalia FISIP UNPAS, Vol. 11, No. 1, , Bandung, h. 156. 52
46
ekonomi dan demokratisasi politik yang diarahkan pada pemerintahan yang baik.54 Seiring dengan perjalanan waktu, konsep Good Governance diarahkan pada proses multi arah yang sebelumnya setelah tahun 1990-an pun masih pada konsep yang lama hanya terpaku pada pemerintah, namun saat ini konsep tersebut bersifat multiarah artinya tidak sebatas pada pemerintah namun juga diluar dari pemerintah itu sendiri (masyarakat dan swasta). Konsep good governance, yang memiliki tiga prinsip dasar yaitu; transparansi, partisipasi, dan akuntabilitas, inilah yang merupakan awal berkembangnya keterbukaan informasi yang merupakan prinsip transparansi di dunia maupun Indonesia.55 Tata
kelola
pemerintahan
yang
baik
(good
governance),
yang
mensyaratkan pemerintahan yang terbuka sebagai salah satu fondasinya, dan kebebasan memperoleh informasi (public access to information) merupakan salah satu prasyarat untuk menciptakan pemerintahan terbuka (open government). Pemerintahan terbuka adalah penyelenggaraan pemerintahan yang transparan, terbuka, dan partisipatoris. Semakin terbuka penyelenggaraan negara untuk diawasi
publik,
maka
penyelenggaraan
negara
tersebut
makin
dapat
dipertanggungjawabkan. Pada tataran badan usaha yang merupakan salah satu pilar penting dari good governance, juga memerlukan konsep pengelolaan yang baik, maka dikenallah good corporate governance dalam bidang usaha, yang juga sudah dianggap sebagai suatu kebutuhan. Tata kelola perusahaan yang baik memiliki 54
Arief Irwanto, 2010, Good Corporate Governance, dalam http://www.inkindojateng.web.id/, diakses 23 Pebruari 2013. 55 Ibid.
47
sejumlah indikator antara lain keterbukaan, partisipasi, akuntabilitas, efektivitas, dan koherensi. Kemudian dengan adanya prinsip keterbukaan dalam good goverance yang kemudian menjadi good corporate governance ini lah yang menjadi dasar pengaturan keterbukaan informasi di dunia. Sebagian negara mengatur akses terhadap informasi itu ke dalam konstitusinya. Sebagian lagi mengatur dalam undang-undang khusus dengan beragam sebutan. Hak atas informasi di berbagai negara dianggap sebagai bagian dari kebebasan berekspresi dan kebebasan pers. Negara yang sudah memiliki undang-undang khusus mengenai akses informasi antara lain Amerika Serikat, Denmark, Norwegia, Belanda, Prancis, Australia, Selandia Baru, Kanada, India, Hungaria, Korea Selatan, Irlandia, Israel, Jepang, Afrika Selatan, dan Thailand. Pada hakekatnya, jaminan dan perlindungan akses terhadap informasi di negaranegara tersebut dilandasi upaya mengembangkan tata kelola pemerintahan yang baik.56 B. Keterbukaan informasi publik di Indonesia Sebagai bagian dari masyarakat dunia, Indonesia pun tidak lepas dari kebutuhan akan keterbukaan informasi. Era reformasi telah menjadi pendorong yang kuat untuk membuka kesadaran penyelenggara pemerintahan bahwa keterbukaan informasi publik merupakan suatu keniscayaan. Reformasi telah berjasa mengubah paradigma pelayanan publik, dari aparatur yang dilayani menjadi aparatur yang melayani masyarakat. Meskipun ada perubahan paradigma, pada tataran empiris sistem pelayanan masyarakat masih amburadul, korupsi
56
Komisi Informasi Pusat RI, Op.Cit., h. 5.
48
masih menjadi penyakit yang sulit disembuhkan, dan egoisme sektoral tetap terpelihara hingga kini. Minimnya tingkat kepercayaan masyarakat terhadap lembaga-lembaga pemerintahan juga terkait dengan minimnya informasi yang diperoleh masyarakat mengenai lembaga-lembaga tersebut. Spirit keterbukaan penyelenggaraan pemerintahan berjalan beriringan dan memiliki hubungan kausal dengan semangat reformasi yang digulirkan sejak 1998. Terutama dalam upaya memberantas penyakit kolusi, korupsi, dan nepotisme. Orang yang memberikan informasi tentang adanya perbuatan kolusi, korupsi, dan nepotisme bukan saja harus dilindungi hukum, tetapi juga berhak mendapat penghargaan. Prinsip ini sebenarnya menunjukkan pentingnya sebuah keterbukaan informasi. Dorongan masyarakat terhadap badan-badan pemerintahan semakin kuat, semangat keterbukaan itu dapat dilihat dalam peraturan-peraturan perundangundangan nasional, misalnya; Undang-Undang No. 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi, Undang-Undang No. 40 Tahun 1999 tentang Pers, UndangUndang No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran, dan Peraturan Pemerintah No. 68 Tahun 1999 tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat dalam Penyelenggaraan Negara. Dalam kaitan informasi sebagai bagian dari hak asasi manusia, juga sesuai dengan semnagat Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Tetapi peraturan-peraturan perundang-undangan tersebut belum mengatur secara rinci apa saja informasi yang bersifat terbuka dan informasi yang dikecualikan. Belum jelas juga bagaimana mekanisme penyelesaian sengketa informasi. Sebagian besar peraturan perundang-undangan
49
tersebut hanya memuat prinsip-prinsip dasar perlunya keterbukaan informasi, saluran-saluran komunikasi, dan partisipasi masyarakat. Pada praktiknya, kebutuhan atas informasi membawa implikasi yang jauh lebih luas dan kompleks. Badan-badan publik harus menyediakan informasi yang karena sifatnya harus dibuka ke publik. Sebaliknya, lembaga-lembaga negara dan profesi tertentu harus menjaga kerahasiaan informasi karena diharuskan oleh undang-undang. Misalnya, rahasia dokter dengan pasien, rahasia advokat dengan klien, bahkan rahasia Ombudsman dengan warga yang melaporkan pelayanan publik. Upaya mendorong lahirnya suatu Undang-Undang tentang Kebebasan Memperoleh Informasi Publik (selnajutnya disebut UU KMIP) terus dilakukan masyarakat sipil, terutama oleh Koalisi untuk Kebebasan Informasi, yang terbentuk pada Desember 2000. Koalisi beranggotakan sejumlah lembaga swadaya masyarakat dan perseorangan ini secara aktif dan konsisten melakukan advokasi tentang urgensi suatu Undang-Undang yang menjamin akses terhadap informasi publik ke DPR. Usaha ini tidak sia-sia. Pada bulan November 2001, draft disepakati sebagai usul inisiatif anggota Dewan. Sebulan kemudian, RUU KMIP disampaikan kepada Pimpinan DPR. Sejak saat itulah tahap demi tahap pembahasan RUU KMIP dilakukan. Melalui pembahasan yang panjang selama beberapa tahun, termasuk perubahan judul, Pemerintah dan DPR setuju untuk mengesahkan RUU Keterbukaan Informasi Publik (KIP) menjadi UndangUndang. Akhirnya 30 April 2008, Undang-Undang No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik disahkan oleh Presiden Susilo Bambang
50
Yudhoyono, dan mulai berlaku dua tahun setelah pengundangan, yakni tanggal 30 April 2010.57 Dengan diberlakukannya UU No. 14 Tahun 2008 inilah secara resmi dan tegas keterbukaan informasi publik dimulai secara legal, dan undang-undang ini menjadi payug hukum tidak hanya hak secara normatif tapi juga teknis bagaimana publik bisa mengakses informasi sebagi haknya yang dijamin dalam UUD. 2.1.1.3. Tujuan keterbukaan informasi publik Keterbukaan
informasi
sesungguhnya
bertujuan
untuk
menjamin
kemaslahatan masyarakat. Pemenuhan hak atas informasi, yang merupakan hak asasi manusia, harus dilakukan untuk memuliakan manusia. Maka, ketika pembuat Undang-Undang No. 14 Tahun 2008 ini merumuskan tujuan sebagaimana tercantum dalah huruf a sampai dengan g, tak lain bertujuan untuk memuliakan manusia dan mewujudkan kemaslahatan masyarakat. Dalam konteks kehidupan bernegara, kemaslahatan akan terwujud apabila setiap warga negara dijamin haknya untuk terlibat secara aktif dalam pengelolaan negara karena warga negaralah yang paling tahu apa yang mereka inginkan dan negara wajib memfasilitasi. Maka, dengan adanya jaminan mendapatkan informasi dalam setiap tahapan proses pengambilan keputusan kebijakan publik, mulai dari perencanaan, penetapan, dan pelaksanaan beserta alasan dari kebijakan publik akan dapat mendorong masyarakat berpartisipasi dan berperan aktif dalam proses pengambilan kebijakan, terutama bagi kebijakan yang berpengaruh terhadap hajat hidup orang banyak.
57
Komisi Informasi Pusat RI, Op.Cit., h. 8.
51
Partisipasi
publik
yang
aktif
akan
mendorong
terwujudnya
penyelenggaraan negara yang baik, transparan, efektif dan efisien, partisipatif, dan akuntabel. Agar hal tersebut terjadi, maka badan publik harus meningkatkan pengelolaan dan pelayanan informasi di lingkungan Badan Publik untuk menghasilkan layanan informasi yang berkualitas. UU No. 14 Tahun 2008 ini memegang peran penting untuk memberikan mandat hukum kepada badan publik untuk menjalankan peran tersebut. Undang-Undang No. 14 tahun 2008 sendiri menyebutkan mengenai tujuan dari dibentuknya Undang-Undang ini, dalam Pasal 3disebutkan: “
a. menjamin hak warga negara untuk mengetahui rencana pembuatan kebijakan publik, program kebijakan publik, dan proses pengambilan keputusan publik, serta alasan pengambilan suatu keputusan publik; b. mendorong partisipasi masyarakat dalam proses pengambilan kebijakan publik; c. meningkatkan peran aktif masyarakat dalam pengambilan kebijakan publik dan pengelolaan Badan Publik yang baik; d. mewujudkan penyelenggaraan negara yang baik, yaitu yang transparan, efektif dan efisien, akuntabel serta dapat dipertanggungjawabkan. e. mengetahui alasan kebijakan publik yang mempengaruhi hajat hidup orang banyak. f. mengembangkan ilmu pengetahuan dan mencerdaskan kehidupan bangsa; dan/atau
52
g. meningkatkan pengelolaan dan pelayanan informasi di lingkungan Badan Publik untuk menghasilkan layanan informasi yang berkualitas. 2.1.2. Keterbukaan Informasi Publik Bagi Perusahaan Penerapan good governance akan berjalan baik jika didukung oleh tiga pilar yang saling berhubungan, yaitu Negara/Pemerintah dan perangkatnya sebagai regulator, dunia usaha sebagai pelaku pasar, dan masyarakat sebagai pengguna produk dan dunia usaha. Sehingga menjalankan good governance seyogyanya dilakukan bersama-sama pada tiga pilar/elemen. Bila pelaksanaan hanya dibebankan pada Pemerintah saja maka keberhasilannya kurang optimal dan bahkan memerlukan waktu yang panjang, krena itulah peran perusahaan sebagai salah satu pilar dari good governance adalah sangat penting. Pelaksanaan prinsip-prinsip good governance bagi dunia usaha dikenal dengan prinsip Good Corporate Governance. 2.1.2.1. Keterbukaan informasi publik bagi perusahaan di ranah internasional Ditingkat internasional sebagaimana telah
disebutkan sebelumnya
keterbukaann informasi yang merupakan prinsip transparansi dari GCG ini berkembang sesuai perkembangan GCG tersebut, dalam hal ini khusus mengenai konsep keterbukaan informasi bagi perusahaan di dunia
terkait erat dengan
badan-badan internasional seperti United Nations (UN), dan khususnya Organization for Economic Cooperation & Development (OECD). OECD adalah organisasi untuk kerjasama ekonomi dan pembangunan, didirikan pada tahun 1948 setelah Perang Dunia II. OECD adalah sebuah organisasi tingkat negara-negara yang beranggotakan negara “kaya” dan dipimpin oleh
53
Amerika Serikat dan Eropa. OECD menyatakan diri bahwa mereka adalah sebuah organisasi internasional yang ditujukan bagi negara-negara berkembang yang menerima prinsip-prinsip demokrasi perwakilan dan pasar ekonomi bebas. Saat ini Indonesia belum menjadi anggota OECD namun melakukan berbagai kerjasama dengan OECD dan negara-negara anggotanya.58 OECD mengeluarkan pedoman yang mana pedoman ini adalah bagian dari Deklarasi OECD tentang Investasi Internasional dan Perusahaan Multinasional yang merupakan elemen lain terkait dengan upaya nasional, keinginan perusahaan yang saling ber-tolak belakang, dan untung rugi nya investasi internasional.59 Dalam salah satu prinsip di dalam Pedoman OECD untuk Perusahaan Multinasional (OECD Principles of Corporate Governance), yakni prinsip ketiga yang dijelaskan dalam bab III, disebutkan mengenai keterbukaaan informasi yang salah satunya disebutkan bahwa perusahaan harus menjamin dari waktu ke waktu, mengenai informasi yang relevan dan terpercaya yang dilaporkan secara teratur kepada publik mengenai kegiatan, struktur, situasi keuangan dan performa perusahaan. Informasi ini harus dibuka secara keseluruhan, bila perlu, sepanjang wilayah bisnis atau area geografi. Secara lebih khusus dalam hal implementasi keterbukaan informasi perusahaan, di dunia Internasional keterbukaan informasi dalam bentuk yang lebih dibutuhkan stakeholder yaitu pelaporan non finansial yang lebih dikenal dengan Non Financial Report (selanjutnya disebut NFR) juga telah banyak digunakan. Laporan ini memuat dampak sosial dan lingkungan yang ditimbulkan oleh 58
CEM Asia MNCs dan Social Dialogue, 2012, Pedoman OECD bagi Perusahaan Multinasional, CEM Asia MNCs dan Social Dialogue, Jakarta, h. 3. 59 Ibid.
54
korporasi, sehingga laporan ini mampu menunjukkan apa yang telah dicapai korporasi dalam pelaksanaan tanggung jawab sosialnya.60 Di sebagian besar dunia, NFR masih berupa praktek sukarela. Pada tahun 2006 Prancis yang pertama kali membuatnya sebagai suatu perundangan yang spesifik dan mewajibkan Perusahaan untuk membuat NFR yang meliputi laporan financial, sosial, dan tentunya lingkungan. Sedangkan berbagai Negara lain memerintahkan agar memperinci pelaporan untuk persektor Industri. Beberapa Stock Exchange sekarang menjadikan NFR sebagai persyaratan untuk listed company, seperti New York Stock Exchange
yang memiliki Dow Jones
Sustainability Index (DJSI) dan Afrika Selatan Stock Exchange.61 Sedangkan untuk Tren NFR sendiri, dari tahun-ketahun mengalami perkembangan, sejak tahun 1992 dari banyaknya NFR yang dihasilkan secara global mengalami peningkatan, berawal kurang dari 50 NFR di tahun 1992 menjadi 1,906 di tahun 2005.
Pertumbuhan sangat pesat terjadi di Inggris,
Canada dan Jepang. Sedangkan dari data yang sama menunjukkan bahwa telah ada permulaan NFR di Negara berkembang khususnya Brazil dan Afrika Selatan.62 Di level internasional dikenal Global Reporting Initiative (selanjutnya disebut GRI). GRI adalah sebuah organisasi non profit yang dimulai sejak tahun 1997 sebagi bentuk kerjasama anatara (Coalition for Enviromentally Responsible Economies (CERES) di Boston dan United Nation Environment Program 60
Markus Palenberg, et. al., 2006, Trends in non-financial reporting November 2006, 2006, Paper prepared for the United Nations Environment Programme, Division of Technology Industry and Economics (DTIE), Global Public Policy Institute, Berlin, p. 9. 61 Markus Palenberg, et. al., Op.Cit. p. 10. 62 Ibid.
55
(UNEP). GRI adalah sebuah kerangka yang mengkomunikasikan pelaksanaan aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan dalam rangka mengukur, membuka, dan melaksanakan pertanggungjawaban (akuntabilitas). Misinya adalah untuk menciptakan kondisi yang transparan dan terpercaya dalam memberi informasi berkelanjutan melalui penyusunan dan perbaikan terus-menerus kerangka laporan berkelanjutan. GRI mengeluarkan pedoman pertamanya pada Agustus 2002 yang selanjutnya disebut Sustainability Reporting Guideline (selanjutnya disebut SRG) sebagai pedoman penyusunan laporan perusahaan yang terus diperbaharui.63 Selain GRI beberapa organisasi di dunia juga mengeluarkan pedoman sustainabilty reporting yang juga dikenal luas, antara lain; AA 1000 Account Ability Principles Standard Guidelines oleh (Institute of Social and Ethical Accountability (ISEA) pada tahun 2008, Annual Report Guideline 400 oleh Dutch Council for Annual Reporting pada tahun 2003. Namun yang paling banyak digunakan adalah pedoman dari GRI.64 GRI menjadi pioner yang pedoman sustainability reportingnya digunakan secara luas di dunia. Pedoman tersebut disusun dari proses konsensus pertemuan multi stakeholder di dunia.65 SRG menjadi standar global NFR yang didukung oleh bisnis, pemerintah, dan komunitas masyarakat di tingkat Internasional (lebih dari 1000 organisasi pemerintah, profit maupun non profit menggunakan pedoman SRG dalam laporan keberlanjutannya)
SRG
memberi
petunjuk
pembuatan
laporan
dengan
memperhatikan aspek ekonomi, sosial, lingkungan. SRG memuat Pelaporan
63
Rupert Taylor, 2010, Third Sector Research, Springer, New York, p. 175. Ralf H. Y. Wieriks, 2013, The Landscape of Sustainabilty Assurance, Eburon Academic Publisher, The Netherland, p. 48. 65 Denise Wallace, 2015, Human Rights and Business, Koninklijke Brill, Leiden, p. 291. 64
56
menyangkut economic performance, environment performance dan social performance yang dibuat sedemikian rupa, sehingga dalam SRG terdapat 6 fokus penting, yaitu: pelaporan menyangkut aspek ekonomi, lingkungan alam, Tenaga kerja, Hak Asasi Manusia, produk dan, aspek sosial. Dari ke enam fokus tersebut masih di dibagi-bagi lagi sehingga pelaporan yang didasarkan atas SRG menjadi pelaporan yang sistematis dan spesifik.66 Saat ini pembaruan pedoman SRG dari GRI sudah yang ke empat kalinya Padabulan Maret 2013 dikeluarkan pedoman laporan keberlanjutan yang ke empat,
67
disebut juga G4 Pedoman Laporan Keberlanjutan. Dalam G4-SRG ini
masih dalam tiga kategori besar yakni ekonomi, lingkungan, dan sosial. Kategori sosial di bagi lagi menjadi beberapa sub kategori yakni; praktek ketenagakerjaan dan kenyamanan bersama, Hak Asasi Manusia, Masyarakat, Tanggung Jawab atas Produk. Semua kategori maupun sub kategori tersebut masih dibagi-bagi lag sehingga menjadi pelaporan yang sistematis dan spesifik.68 Laporan tersebut diantaranya secara garis besar dalam aspek Lingkungan menyangkut: jumlah limbah, tumpahan limbah yang signifikan, limbah berbahaya dan pelanggaran terhadap Undang-Undang Lingkungan. Aspek Tenaga Kerja menyangkut tingkat kematian dan kecelakaan. Aspek Hak Asasi Manusia menyangkut Insiden diskriminasi, Pelanggaran atas hak-hak Warga Pribumi. Aspek Sosial menyangkut: Kebijakan Publik dan lobbying, Kontribusi Politik dan Denda atas ketidak patuhan pada hukum, sedangkan Aspek Tanggung jawab
66
Rupert Taylor, Loc. Cit. https://www.globalreporting.org/reporting/g4/g4-developments/Pages/default.aspx 68 Global Reporting Initiative, 2013, G4 Pedoman Laporan Keberlanjutan Bagian I, Global Reporting Initiative, Amsterdam, h. 9. 67
57
Produk yaitu menyangkut ketidakpatuhan terhadap Kesehatan dan Keselamatan Produk.69 Tiga hal yang dititik beratkan menjadi acuan GRI ini sejalan dengan konsep tripple bottom line yang diperkenalkan John Elkington pada tahun 1988. Menurut Elkington, dunia usaha perlu mengukur sukses (kinerja) tak hanya dengan kinerja keuangan (berapa besar deviden atau bottom line yang dihasilkan), namun juga dengan pengaruh terhadap perekonomian secara luas, lingkungan dan masyarakat di mana mereka beroperasi. Disebut triple sebab teori ini memasukkan tiga ukuran kinerja sekaligus: Economic, Environmental, Social (EES) atau istilah umumnya 3P: Profit-Planet-People.70 Walaupun sampai saat ini GRI belum mempunyai kemampuan untuk mewajibkan korporasi membuat laporan dan masih memberi fleksibilitas bagi penggunaannya. SRG menjadi standar NFR yang paling banyak dijadikan rujukan. Pengaruhnya cukup besar bagi perkembangan NFR sebagaimana telah disbeutkan sebelumnya. Di level antar Negara GRI dijadikan refensi penting dari pelaksanaan persetujuan oleh anggota Negara PBB di World Summit on Sustainable Development (WSSD).71 Penulisan dalam penelitian ini akan menggunakan pedoman SRG dari GRI ini untuk pembuatan NFR sebagai salah satu substansi dalam pengaturan keterbukaan informasi publik bagi PT dalam bentuk laporan. 2.1.2.2. Keterbukaan informasi publik bagi perusahaan di Indonesia
69
Markus Palenberg, et. al.,Op.Cit. p. 12. John Elkington, 1998, Cannibals with Forks: The Triple Bottom Line of 21st Century Business, New Society Publisher, BC, p.2. 71 http://www.hohnen.net/gri.html, diakses pada 18 Januari 2015. 70
58
Cita-cita reformasi dengan diterapkannya Good Corporate Governance (GCG), serta semakin tingginya kebutuhan akan informasi, terutama yang terkait dengan pelayanan publik, agenda pemberantasan korupsi yang akhir-akhir ini terus didengungkan
masyarakat, mendorong Pemerintah Indonesia untuk
mengeluarkan Undang-Undang
No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan
Informasi Publik (UU KIP) yang disahkan pada 30 April 2008 dan mulai diberlakukan sejak 1 Mei 2010, UU KIP ini diharapkan dapat mendorong percepatan terwujudnya tata kelola Pemerintahan yang baik (GCG) menuju tercapainya masyarakat yang sejahtera. Pada dasarnya, UU KIP mempunyai tiga sumbu utama yaitu transparansi, partisipasi, dan akuntabilitas publik. Ketiga sumbu utama tersebut telah secara komprehensif mengatur kewajiban badan/pejabat publik untuk memberikan akses informasi yang terbuka dan efisien kepada publik. Badan-badan publik diwajibkan untuk semakin transparan dan informasi harus dibuka sebesar-besarnya dengan pengecualian hal-hal yang menyangkut keamanan negara, hak privat, dan yang diatur oleh undang-undang. Khusus dalam penulisan ini, Di Indonesia terkait erat dengan perekonomian, maka GCG diperlukan untuk mendorong terciptanya pasar yang efisien, transparan dan konsisten dengan peraturan perundang-undangan. Oleh karena itu penerapan GCG perlu didukung oleh tiga pilar yang saling berhubungan, yaitu negara dan perangkatnya sebagai regulator, dunia usaha
59
sebagai pelaku pasar, dan masyarakat sebagai pengguna produk dan jasa dunia usaha.72 Keterbukaan informasi publik di Indonesia dalam penulisan ini terkait erat dengan keterbukaan informasi bagi dunia usaha yang dikatakan sebagai pilar ketiga yaitu sebagai pelaku pasar. Di dalam UU No. 14 Tahun 2008 tersebut mengatur mengenai dunia usaha yaitu BUMN dan BUMD sebagai salah satu dari Badan Publik, yang disebutkan dengan jelas dalam Pasal 3 Peraturan Komisi Informasi No 1. Tahun 2010 bahwa BUMN dan BUMD adalah sebgai bagian dari ruang lingkup Badan Publik, sehingga wajib melaksanakan keterbukaan informasi sebagaimana diatur dalam UU No. 14 Tahun 2008 tersebut. Secara umum di dalam UU No. 14 Tahun 2008 tersebut tidak terdapat pengaturan bagi perusahaan dalam hal ini PT swasta, non BUMN maupun BUMD, namun secara khusus terbatas terdapat pengaturan yang merupakan bagian dari implementasi keterbukaan informasi yang tersebar dalam undangundang lain bagi PT swasta tersbeut, misalnya; Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1998 tentang Informasi Keuangan Tahunan Perusahaan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah No. 64 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1998 tentang Informasi Keuangan Tahunan Perusahaan (selanjutnya disebut PP No. 64 Tahun 1999), UU No. 40 Tahun 2007, UU No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal (selanjutnya disebut UU No. 8 Tahun 1995), UU No. 19 Tahun 2003 tentang BUMN (selanjutnya disebut UU No. 19
72
Komite Nasional Kebijakan Governance, Op. Cit., h. 3.
60
Tahun 2003), Kep. Ketua Bapepam dan Lembaga Keuangan Nomor: KEP431/BL/2012 tentang Penyampaian Laporan Tahunan Emiten Atau Perusahaan Publik (selanjutnya disebut Kep. Ketua Bapepam LK Nomor: KEP-431/BL/2012). Demikianlah pengaturan keterbukaan informasi perusahaan secara khusus terbatas mengenai laporan finansial yang sudah ada di Indonesia. Adapun mengenai pelaporan non finansial perusahaan yang lebih dibutuhkan stakeholder, jika diteliti sbelumnya telah terdaapt beberapa acuan mengenai NFR. Dalam Pernyataan Standar Akuntan Keuangan (PSAK) dan Pedoman Umum Good Corporate Governence (GCG) dari Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG). Pernyataan Standar akuntan Keuangan (PSAK) No. 1 Paragraf ke sembilan menyatakan: “Perusahaan dapat pula menyajikan laporan tambahan seperti laporan mengenai lingkungan hidup dan laporan nilai tambah (value added statement), khususnya bagi industri di mana faktor-faktor lingkungan hidup memegang peranan penting dan bagi industri yang menganggap pegawai sebagai kelompok pengguna laporan yang memegang peranan penting”. Sedangkan dalam Pedoman Umum GCG menyatakan perusahaan harus bersikap transparan: menyediakan informasi yang relevan dengan cara yang mudah diakses dan dipahami oleh stakeholder. Perusahaan harus mengambil inisiatif untuk mengungkapkan tidak hanya masalah yang disyaratkan oleh peraturan perundang-undangan, tetapi juga hal yang penting untuk pengambilan keputusan oleh pemegang saham, kreditur dan pemangku kepentingan lainnya. Dalam pelaksanaannya perusahaan harus menyediakan informasi secara tepat
61
waktu, memadai, jelas, akurat dan dapat diperbandingkan serta mudah diakses oleh pemangku kepentingan sesuai dengan haknya.73 Lebih lanjut dalam Pedoman GCG tersebut, dalam Bab IV nya diatur mengenai stakeholders yakni pemangku kepentingan selain pemegang saham, adalah mereka yang memiliki kepentingan terhadap perusahaan dan mereka yang terpengaruh secara langsung oleh keputusan strategis dan operasional perusahaan, yang antara lain terdiri dari karyawan, mitra bisnis, dan masyarakat terutama sekitar tempat usaha perusahaan. Antara perusahaan dengan pemangku kepentingan harus terjalin hubungan yang sesuai dengan asas kewajaran dan kesetaraan (fairness) berdasarkan ketentuan yang berlaku bagi masing-masing pihak. Dalam pedoman pokok pelaksanaan tersebut terdapat beberapa hal yang merupakan bagian dari asas keterbukaan bagi stakeholders, diantaranya adalah sebagi berikut:74 a. Perusahaan harus memiliki peraturan tertulis yang mengatur dengan jelas pola rekrutmen serta hak dan kewajiban karyawan. b. Perusahaan harus memastikan tersedianya informasi yang perlu diketahui oleh
karyawan melalui sistem komunikasi yang berjalan baik dan tepat
waktu. c. Mitra bisnis (pemasok, distributor, kreditur, debitur, dan pihak lainnya yang melakukan transaksi usaha dengan perusahaan) berhak memperoleh informasi yang relevan sesuai hubungan bisnis dengan perusahaan sehingga masing-
73
Komite Nasional Kebijakan Governance, Op. Cit., h. 5. Komite Nasional Kebijakan Governance, Op. Cit., h. 24.
74
62
masing pihak dapat membuat keputusan atas dasar pertimbangan yang adil dan wajar. d. Perusahaan harus memiliki peraturan yang dapat menjamin terjaganya keselarasan
hubungan antara perusahaan dengan masyarakat sekitar,
termasuk penerapan program kemitraan dan bina lingkungan. e. Perusahaan bertanggungjawab atas kualitas produk dan jasa yang dihasilkan serta dampak negatif terhadap dan keselamatan pengguna. f. Perusahaan bertanggungjawab atas dampak negatif yang ditimbulkan oleh kegiatan usaha perusahaan terhadap masyarakat dan lingkungan dimana perusahaan beroperasi. Oleh karena itu, perusahaan harus menyampaikan informasi kepada masyarakat yang dapat terkena dampak kegiatan perusahaan. Dari kedua acuan tersebut Perusahaan di Indonesia sebenarnya telah mengenal NFR yang bermanfaat untuk para stakeholder, tapi acuan tersebut hanya bersifat sukarela. Sehingga tidak mengherankan apabila tanggapan atas NFR masih berbeda. NFR yang dikenal sebatas Corporate Social Responsibility (selanjutnya disebut CSR) Report, Laporan Tanggung Jawab Sosial dan lingkungan). Apabila dikomparasikan dengan NFR dalam laporan keuangan yang telah dikeluarkan oleh beberapa perusahaan Listing Company di Indonesia, apabila di komparasikan dengan SRG masih ada kesenjangan karena banyak aspek dari SRG yang belum dipenuhi. Selain itu NFR maupun informasi yang disampaikan oleh perusahaan terkait tanggung jawab sosialnya masih idientik dengan “kepedulian
63
Sosial dan kepedulian lingkungan ataupun kegitan karikatif dan community development”. Karena itu tidak diwajibkan dampak buruk perusahaan yang ditulis didalam space website maupun laporan tahunan. Sejumlah upaya pernah dilakukan, seperti diadakannya Indonesia Sustainability
Reporting
Award
(ISRA)
dengan
memberikan
beberapa
penghargaan pada perusahaan yang membuat laporan terbaik mengenai aktivitas CSR. Diantaranya seperti Best Social and Environmental Report Award, Best Social Reporting Award, Best Website.75 Kondisi
tersebut
mendapatkan
titik
terang
setelah
pemerintah
mengeluarkan Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal Dan Lembaga Keuangan Nomor: Kep -134/BL /2006 Tentang Kewajiban Penyampaian Laporan tahunan Bagi emiten atau Perusahaan Publik (yang terbaru digunakan Kep. Ketua Bapepam dan LK Nomor: KEP-431/BL/2012), yang juga disinggung mengenai uraian aktivitas dan biaya yang dikeluarkan berkaitan dengan tanggung jawab sosial terhadap masyarakat dan lingkungan. Setelah itu adanya “revolusi” CSR di Indonesia dengan diaturnya CSR dalam Undang-Undang Penanaman Modal dan Undang-Undang Perseroan terbatas membawa babak baru bagi NFR di Indonesia. Pasal 66 ayat 2c Undang-Undang Perseoan Terbatas mengatur bahwa diwajibkan pada direksi
untuk membuat laporan Tahunan yang didalammya
terdapat laporan tanggung jawab sosial perusahaan (CSR). Hal ini membawa konsekuensi NFR yang dahulunya sukarela kini menjadi wajib. Dalam prespektif
75
Yusuf Wibisono, 2000, Membedah Konsep dan Aplikasi CSR, Fascho Publising, Gresik,
h. 6.
64
ini, walaupun pengaturan tersebut belum ditindaki lebih jauh, Indonesia menjadi salah satu leader dalam Pengaturan NFR. Walaupun CSR belum NFR yang sepuhnya, setidaknya CSR menggeser Dominasi Bottom line menjadi Triple Bottom Line (3P). Dalam hal ini suatu perusahaan
tidak
hanya
fokus
dengan
keuntungan
(Profit)
melainkan
memperhatikan pula masyarakat ( People) dan lingkungan ( Profit ), sehingga dalam melakukan kerja usahanya, Perseroan Terbatas (PT) melalui organ-organ didalammya, digerakkan oleh rangsangan-rangsangan ekonomi, sosial, dan yang paling penting adalah moral.76 Dengan CSR Perusahaan melaksanakan apa yang disebut oleh Keith Davis sebagai “Iron Law of Responsibility”. Konsep ini menyatakan bahwa bahwa tanggung jawab sosial pengusaha sama dengan kedudukan sosial yang mereka miliki (social responsibilities of businessmen need to be commensurate with their social power). Sehingga, dalam jangka panjang, pengusaha yang tidak menggunakan kekuasaan dengan bertanggungjawab sesuai dengan anggapan masyarakat akan kehilangan kekuasaan yang mereka miliki sekarang.77 Dengan pondasi CSR ini berarti Perusahaan terlibat dalam mewujudkan keadilan sosial sebagai langkah yang menentukan pelaksanaan Indonesia Adil dan makmur.78
76
Mubyarto, 1987, Ekonomi Pancasila Gagasan dan Kemungkinan , LP3ES, Jakarta, h.
39. 77
Lawrence, Anne T, et. al., 2005. Business and society: Stakeholders, Ethics,Public Policy, Mc Graw-Hill Companies, Inc., New York, p. 47. 78 Muhamad Hatta, dkk., 1997, Pancasila, Mutiara, Jakarta, h. 57.
65
2.2. Badan Usaha Penulisan sub bab. ini menggunakan kata “Badan Usaha: sebagai bentuk yang lebih umum yang mengacu pada perusahaan, dimana bentuk-bentuk perusahaan atau badan usaha (business organization) yang dapat dijumpai di Indonesia sekarang ini demikian beragam jumlahnya. Sebagian besar dari bentukbentuk badan usaha tersebut merupakan peninggalan masa lalu (pemerintah Belanda), diantaranya ada yang telah diganti dengan sebutan dalam bahasa Indonesia, tetapi masih ada juga yang tetap menggunakan nama aslinya. Beberapa sarjana yang menggunakan kata Perseroan dalam arti luas, yaitu sebagai sebuah perusahaan pada umumnya.79 Perseroan berasal dari kata “sero” yang artinya saham atau andil, sehingga perussahaan yang mengeluarkan saham atau sero disebut perseroan, sedangkan yang memiliki sero dinamakan “persero” atau pemegang saham. Kemudian perusahaan yang tidak megeluarkan “sero” atau saham juga tetap disebut perseroan.80 Walaupun yang paling tepat untutk penyebutan perseroan adalah PT (Perseroan Terbatas) karena dalam kenyataanya PT itu memang mengeluarkan saham/sero. Hingga saat ini, tidak dapat dipungkiri Perseroan sebagai pelaku pembangunan makin memegang peranan penting dalam modernisasi dan pembangunan ekonomi masyarakat.81 2.2.1. Bentuk-bentuk badan usaha Berdasarkan definisi-definis tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa bentuk-bentuk usaha itu bermacam-macam, diantaranya adalah sebagai berikut:
79
I.G.Rai Widjaya, 2005, Hukum Perusahaan, Kesaint Blanc, Jakarta, hal. 1. Ibid. 81 Namzah Hatrik, 1996, Asas Pertanggungjawaban Korporasi dalam Hukum Pidana Indonesia, Rajawali Pers, Jakarta, h. 7. 80
66
1. Berdasar jumlah pemilik modal: a.
Usaha perseorangan
b.
Usaha dalam bentuk institusi atau badan (persekutuan)
2. Ditinjau dari segi himpunan: a.
Himpunan orang, dengan karakter pengaruh asosiasi terhadap anggota sangat besar, anggota terbatas dan tertutup, misalnya; IKADIN (Ikatan Advokat Indonesia), IWAPI (Ikatan Wanita Pengusaha Indonesia), dan sebagainya.
b.
Himpunan modal. Misalnya; Firma, CV, PT.
3. Secara teoritis maupun dari status hukumnya: a.
Bentuk usaha atau perusahaan bukan badan hukum
b.
Bentuk usaha atau perusahaan badan hukum
Pembagian badan usaha dari satus hukumnya tersebut terkait erat dengan penulisan ini. Perbedaan dari bentuk badan usaha ber badan hukum dan bukan badan hukum adalah terletak pada tanggung jawabnya. Berdasarkan materinya, badan hukum dibagi atas badan hukum publik yang mengatur hubungan antara negara dengan warga negara yang menyangkut kepentingan umum, dan badan hukum privat yang merupakan perkumpulan orang yang mengadakan kerjasama sebagaimana sarat-sarat yang ditentukan oleh undang-undang untuk memperoleh keuntungan.82 Perusahaan yang bukan badan hukum meliputi bentuk-bentuk perusahaan sebagai berikut: 82
C.S.T. Kansil, 1986, Pengantar Ilmu Hukum dan Tatat Hukum Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta (Selanjutnya disebut C.S.T. Kansil I), hal. 118.
67
1. Perusahaan perseorang, yang wujudnya berbentuk Perusahaan Dagang (PD) atau Usaha Dagang (UD). 2. Persekutuan.
Yang
wujudnya
terdiri
dari
bentuk-bentuk
(Perdata/Maatschap), Persekutun Firma (Fa), Persekutuan Komanditer (CV). Perusahaan berbadan hukum meliputi bentuk-bentuk perusahaan sebagai berikut: 1. Maskapai Andil Indonesia (IMA) 2. Perseroan Terbatas (PT) 3. Koperasi 4. Badan Usaha Milik Negara (BUMN), terdiri dari Perusahaan Perseroan (Persero) dan Perusahaan Umum (Perum) Menurut E. Utrecht, badan hukum adalah pendukung hak yang tidak berjiwa atau bukan manusia. Menurut R. Rochmat Soemitro, badan hukum merupakan suatu badan yang dapat mempunyai harta, hak serta kewajiban seperti orang pribadi.83 Menurut Prof. Subekti, badan hukum pada pokoknya merupakan suatu badan atau perkumpulan yang dapat memiliki hak, mampu melakukan perbuatan sebagaimana layaknya seorang manusia, memiliki kekayaan sendiri, serta dapat menggugat dan digugat di depan hakim.84 Disamping pengertian tersebut, sesuatu dapat diaktakan badan hukum apabila memenuhi kriteria formal yaitu; dinyatakan secara tegas dalam peraturan atau undang-undang, dinyatakan secara tegas dalam akta pendiriannya, apabila dalam pendiriannya diperlukan 83
Chidir Ali, 1991, Badan Hukum, Alumni, Bandung, h. 18. Subekti, 2010, Pokok-Pokok Hukum Perdata, PT. Intermasa, Jakarta, h. 21.
84
68
campur tangan pemerintah, diakui dalam praktek kebiasaan, ditegaskan dalam yurisprudensi.85 Undang-undang tidak menjabarkan definisi badan hukum, Selama ini istilah badan hukum diadopsi dari istilah Belanda (rechtpersoon), atau istilah Inggris (legal persons). Badan hukum merupakan subyek hukum, sama halnya dengan manusia pribadi. Karena itu para ahli hukum mencoba membuat kriteria badan usaha atau perusahaan yang dapat dikelompokkan sebagai badan hukum jika memiliki unsur-sebagai berikut:86 a. Adanya pemisahan harta kekayaan anatara perusahaan dan harta pribadi (pemilik). b. Mempunyai tujuan tertetntu. c. Mempunyai kepentingan sendiri. d. Adanya organisasi yang teratur. e. Adanya pengakuan oleh peraturan perundang-undangan. f. Adanya pengesahan dari pemerintah. Dalam penulisan ini akan membahas mengenai badan usaha berupa BUMN dan Perseroan Terbatas yang merupakan badan hukum, terkait dengan tanggung jawabnya dalam melakuakn keterbukaan informasi publik perusahaan. 2.2.2. Badan Usaha Milik Negara (BUMN) BUMN disebut juga dengan perusahaan negara yang dipahami sebagai perusahaan yang didirikan oleh negara dan modalnya milik negara. Karena itu sering disebut dengan BUMN. Pasal 1 angka 1 UU No. 19 Tahun 2003 tentang 85
R. Mujriyanto, 2002, Pengantar Hukum dagang: Aspek-aspek Hukum Perusahaan dan Larangan Praktek Monopoli, Liberty, Yogyakarta, h. 14. 86 Mulhadi, 2010, Op.Cit., hal. 25.
69
BUMN disebutkan bahwa: “BUMN adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan modal secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan.” Konspe sejenis BUMN ini dapat di lihat di Eropa. Di Eropa pada awalnya perusahaan merupakan organisasi nirlaba dengan hak-hak tertentu yang dibentuk untuk melayani kepentingan umum, seperti: pembangunan kanal, fasilitas saluran air, rel kereta api, rumah sakit dan universitas.87 Di Indonesia perusahaan negara telah ada jauh sebelum Indonesia merdeka, yitu perusahaan-perusahaan yang dimiliki oleh pemerintah Hindia Belanda yang tersebar di Jawa dan Sumatera. Berdasar sejarah pengusaha (perusahaan) yang datang menjajah pertama kali ke Indonesia mengorganisasikan diri ke dalam VOC, yang kemudian disusul oleh pemerintah Belanda untuk menjadikan Indonesia (Hindia Belanda waktu itu) untuk menjadi daerah jajahan. Perusahaan-perusahaan Hindia Belanda itulah yang menjadi embrio perusahaan negara di masa Indonesia merdeka, melalui kebijakan nasionalisasi. 19 Tahun 1960
88
Perpu No.
tentang Perusahaan Negara menjadi undang-undang yang
mengatur sekaligus menjadi landasan yuridis yang kuat tentang eksistensi perusahaan negara Indonesia, undang-undang ini didasarkan pada ketentuan Pasal 33 UUD 1945. Kemudian dalam perkembangannya pada tahun 2003 dengan UU No. 19 Tahun 2003 tentang BUMN (selanjutnya disebut UU BUMN), BUMN
87
Anton Waspo, 2004, Partisipasi Publik dalam Tata Kelola Sektor Korporasi, Widya Sari Press, Surakarta, h. 5. 88 Kanumoyoso, Bondan. 2001. Nasionalisasi Perusahaan Belanda di Indonesia, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, h. 21.
70
disederhanakan lagi menjadi dua bentuk yaitu Perusahaan Perseroan (Persero) dan Perusahaan Umum (Perum). Setelah kemerdekaan, keterlibatan negara di bidang ekonomi dengan mendirikan serta menjalankan usaha dilegalisir oleh Pasal 33 UUD 1945, yang menetapkan peran negara dalam pembangunan nasional khususnya di bidang pembangunan ekonomi, sebagimana dimaksud dalam ayat (1), yang memberi porsi kepada negara untuk menguasai dan mengusahai bidang-bidang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak, sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), serta penetapan hak menguasai dari negara atas bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnnya, sebagaimana dimaksud dalam ayat(3). Hingga sebelum terbitnya UU No. 19 Tahun 2003, pengaturan BUMN terus mengalami penyesuaian. Pada mas aorde baru, pemerintah memberikan proteksi dan hak monopoli kepad BUMN serta memberikan subsidi yang cukup besar bagi BUMN yang merugi. Kondisi ini menciptakan ketergantungan pada pemerintah,
BUMN
tidak
dapat
beroperasi
secara
efisien.
Hingga
disempurnakanlah UU BUMN dengan UU No. 19 Tahun 2003 yang berlaku hingga kini, diharapkan dapat memperbaiki kinerja BUMN.89 Dalam menjalankan kegiatan usahanya BUMN mendapatkan modal yang berasal dari kekayaan Negara yang dipisahkan, sebagaimana disebutkan dalam Pasal 4 ayat (1) UU No 19 Tahun 2003. Yang dimaksud dengan dipisahkan adalah pemisahan kekayaan negara dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara untuk
89
Sastra Widjaja, 2005, Bunga Rampai Hukum Dagang, Alumni, Bandung, h. 203.
71
dijadikan penyertaan modal negara pada BUMN untuk selanjutnya pembinaan dan pengelolaannya tidak lagi didasarkan pada prinsip-prinsip perusahaan yang sehat. Pemisahaan itu sesuai dengan kedudukannya sebagai badan hukum, yang harus mempunyaiu kekayaan sendiri terlepas dari pada kekayaan umum Negara dan dengan demikian, dapat dikelola terlepas dari Pengaruh Anggaran Pendapatan dan belanja Negara.90 Penyertaan modal Negara dalam rangka pendirian atau penyertaan pada BUMN sebagaimana disebut dalam Pasal 4 ayat (2) UU No. 19 tahun 2003 bersumber dari
APBN, termasuk dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara yaitu meliputi pula proyek-proyek Anggaran Pendapatan dan belanja Negara yang dikelola oelh BUMN atau piutang Negara pada BUMN yang dijadikan sebgai penyertaan modal negara. Kemudian penyertaan modal dapat berupa kapitalisasi cadangan, yaitu penambahan modal disetor yang berasal dari cadangan. Dan dapat pula berasal dari sumber lainnya seperti keuntungan revaluasi aset. Setiap penyertaan modal Negara dalam rangka pendirian BUMN atau Perseroan Terbatas yang dananya berasal dari APBN ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. Pemisahan kekayaan Negra untuk dijadikan penyertaan modal negara ke dalam modal BUMN hanya dapat dilakukan dengan cara penyertaan langsung Negara ke dalam modal BUMN tersebut, sehingga setiap penyertaan modal tersebut perlu dilakukan dengan Peraturan Pemerintah. Dmeikian juga setiap dilakukan perubahan penyertaan modal Negara, baik berupa penambahan maupun
90
Mulhadi, Op.Cit., hal. 164.
72
pengurangan, termasuk perubahan struktur kepemilikan Negara atas saham Persero atau Persroan Terbatas ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. Hal ini dilakukan dengan tujuan mempermudah memonitor dan penatausahaan kekayaan negara yang tertanam pada BUMN dan Perseroan terbatas.
Namun bagi
penambahan penyertaan modal Negara yang berasal dari kapitalisassi cadangan dan sumber lainnya tidak perlu ditetapkan dengan Peraturan pemerintah, melainkan cukup melalui Keputusan RUPS bagi Perusahaan Perseroan (PERSERO) atau Menteri bagi Perum dan dilaporkan kepada Menteri Keuangan. Karena pad prinsipnya kekayaan Negara tersebut telah terpisah dari Anggaran Pendapatan dan belanja Negara.91 Dalam UU No. 19 Tahun 2003, bentuk BUMN kemudian dibagi menjadi bentuk Perusahaan Perseroan (Persero) dan Perusahaan Umum (Perum) a.
Perusahaan Perseroan (Persero) Menurut pasal 1 angka 2 UU No. 19 Tahun 2003 disebutkan
“Perusahaan Perseoran (Persero) adalah BUMN yang berbentuk perseroan terbatas, yang modalnya terbagi dalam saham yang seluruh atau paling sedikit 51% (lima puluh satu persen) sahamnya dimiliki oleh Negara Republik Indonesia yang tujuan utamanya mengejar keuntungan”. BUMN Persero didirikan oleh pemerintah melalui peraturan perundangundangan, berbeda dengan badan usaha swasta yang didirikan melalui perjanjian. Perusahaan Perseroan (Persero) berstatus badan hukum sejak pendiriannya. Berbeda dengan Perseroan Terbatas milik swasta yang
91
Mulhadi, Loc. Cit.
73
memperoleh status badan hukum setelah mendapat pengesahan dari pemerintah, persero tidak memerlukan pengesahan. Persero sebagai sebuah perusahaan yang berbadan hukum juga tunduk pada perundang-undangan tentang perseroan terbatas dan mempunyai organ yang terdiri dari Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), Direksi, dan Komisaris. Jika seluruh modal Persero milik pemerintah, otomatis yang bertindak sebagai RUPS adalah menteri yang ditunjuk dan atau diberi kuasa untuk mewakili pemerintah selaku pemegang saham., RUPS berwenang mengambil keputusan mengenai; perubahan jumlah modal, perubahan anggaran dasar, rencana penggunaan laba, penggabungan, peleburan, pengambilalihan, pemisahan, serta pembubaran persero, investasi dan pembiayaan jangka panjang, kerja sama persero, pembentukan anak perusahaan atau penyertaan, pengalihan aktiva, dan mengangkat dan memberhentikan direksi dan komisaris. Untuk perseroan terbatas (selanjutnya disebut PT) dapat berupa PT Terbuka (selanjutnya disebut PT Tbk.) maupun PT Tertutup, memiliki modal tersendiri (terpisah) yang seluruhnya terbagi atas saham, didirikan untuk tujuan mencari keuntungan dan atau laba. Modal persero dapat dikuasasi seluruhnya oleh negara, dan dalam keadaan seperti ini persero sebagai persero tertutup, sebaliknya bila pemerintah hanya menguasai sebagian sahamnya maka jenisnya adalah persero terbuka.
74
b.
Perusahaan Umum (Perum) Pendirian Perusahaan Umum (selanjutnya disebut Perum) dilakukan
secara sepihak oleh pemerintah melalui perundang-undangan dan otomatis memperoleh status sebagai badan hukum sejak pendiriannya. Sama seperti persero, Perum tidak memerlukan pengesahan anggaran dasarnya sebagaimana perusahaan berbadan hukum swasta lainnya. Salah satu maksud dan tujuan Perum menurut pasal 36 UU No. 19 Tahun 2003 tentang BUMN adalah menyelenggarakan usaha yang bertujuan untuk kemanfaatan umum berupa penyediaan barang dan atau jasa yang berkualitas dan harga terjangkau oleh masyarakat. Jadi tujuan utamanya adalah meningkatkan pelayanan umum tetapi boleh mencari keuntungan atau laba untuk menunjang tugas pelayanan itu. Perum juga dapat melakukan penyertaan modal dalam badan usaha lain. Sebagai badan hukum, Perum mempunyai organ atau alat perlengkapan yang terdiri dari Menteri, Direksi, dan Dewan Pengawas. Karena modal Perum bukan dalam bentuk saham, maka pada Perum tidak dikenal pemegang saham, dan karena itu pula tidak dikenal RUPS. Pemilik modal yaitu pemerintah diwakili oleh menteri yang diangkat atau diberi kuasa untuk itu. Menurut UU BUMN, pada Perum, menteri mempunyai kewenangan untuk; memberi persetujuan atas kebijakan pengembangan usaha Perum yang diusulkan oleh Direksi, menentukan penggunaan laba dan dana cadangan, mengangkat dan memberhentikan direksi dan dewan pengawas, mengesahkan rencana jangka panjang perusahaan, mengesahkan rencana kerja dan anggaran perusahaan,
75
memberi persetujuan atas permohonan pailit yang diajukan direksi, dan mengangkat dan memberhentikan Dewan Pengawas. 2.2.3. Perseroan Terbatas Perseroan Terbatas istilah aslinya adalah Naamloze Venootschaap (NV) dimana NV lahir dari hukum dagang Belanda (WvK) akan tetapi ada diantara pakar hukum lainnya menyebutkan bahwa NV lahir dari Veregining Oost Indische Compaigne (VOC) yang tujuannya adalah menghimpun modal dari masyarakat dalam jumlah yang sangat besar. NV secara harfiah dapat diartikan “Perseroan tanpa nama”. Maksudnya adalah PT itu tidak boleh mempunyai nama yang diambil dari nama pesero atau beberapa pesero, melainkan memperoleh namanya dari tujuan Perseroan.92 Pengertian Perseroan Terbatas dalam Pasal 1 ayat (1) UU No. 40 Tahun 2007 adalah: “Perseroan Terbatas, yang selanjutnya disebut Perseroan, adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian. Melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam UndangUndang ini serta peraturan pelaksana lainnya”. Pemenuhan syarat modal minimum bertujuan agar pada waktu Perseroan didirikan setidak-tidaknya sudah mempunyai modal, yaitu sebesar modal dasar, modal ditempatlan, dan mmodal disetor sebagai jaminan bagi pihak ketiga terhadap Perseroan.93 Modal dasar perseroan diatur dalam Pasal 32 Ayat (1) UU No. 40 Tahun 2007, yaitu paling sedikit Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta 92
Janus Sidabalok, 2012, Hukum Perusahaan, Nuansa Aulia, Bandung, h.111. Prasetya, Rudhi, 1996, Kedudukan Mandiri Perseroan Terbatas, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, h. 185. 93
76
rupiah). Untuk Perseroan dengan kegiatan usaha tertentu mengikuti undangundang yang mengaturnya tersendiri sebagiaman diatur dalam Ayat (2). Dengan demikian dapatlah dilihat dan disimpulkan bahwa pada dasarnya suatu Perseroan terbatas mempunyai ciri-ciri sekurang-kurangnya sebagai berikut:94 1.
Memiliki status hukum tersendiri, yaitu sebagai suatu badan hukum, yaitu subjek hukum artificial, yang sengaja diciptakan oleh hukum untuk membentuk kegiatan perekonomian, yang dipersamakan dengan individu manusia, orang perorangan;
2.
M emiliki harta kekayaan tersendiri yang dicatatkan atas namanya sendiri, dan pertanggungjawaban sendiri atas setiap tindakan, perbuatan, termasuk perjanjian yang dibuat. Ini berarti Perseroan dapat mengikatkan dirinya dalam satu atau lebih perikatan, yang berarti menjadikan Perseroan sebagai subjek hukum mandiri (persona standi in judicio) yang memiliki kapasitas dan kewenangan untuk dapat menggugat dan digugat di hadapan pengadilan;
3.
Kepemilikannya tidak digantungkan pada orang perorangan tertentu, yang merupakan pendiri atau pemegang sahamnya. Setiap saat saham Perseroan dapat dialihkan kepada siapapun juga menurut ketentuan yang diatur dalam Anggaran Dasar dan undang-undang yang berlaku pada suatu waktu tertentu.
94
Gunawan Widjaja, Resiko Hukum sebagai Direksi, Komisaris & Pemilik PT (Jakarta: Forum Sahabat, 2008), hlm 11.
77
4.
Keberadaannya tidak dibatasi jangka waktunya dan tidak lagi dihubungkan dengan eksistensinya dari pemegang sahamnya;
5.
Pertanggungjawaban yang mutlak terbatas, selama dan sepanjang para pengurus (direksi), dewan komisaris dan atau pemegang saham tidak melakukan pelanggaran terhadap hal-hal yang tidak boleh dilakukan. Perseroan Terbatas sebagai suatu badan usaha mempunyai ciri-ciri antara
lain harus mempunyai kekayaan sendiri, ada pemegang saham sebagai pemasok modal yang tanggung jawabnya tidak melebihi dari nilai saham yang diambilnya (modal yang disetor) dan harus ada pengurus yang terorganisir guna mewakili Perseroan dalam menjalankan aktifitasnya baik di dalam maupun di luar pengadilan dan tidak bertanggungjawab secara pribadi terhadap perikatanperikatan yang dibuat oleh Perseroan. Ini berarti Perseroan terbatas harus menjadikan dirinya sebagai badan hukum, sebagai subjek hukum berdiri sendiri yang mampu mendukung hak dan kewajibannya sebagaimana halnya dengan orang yang mempunyai harta kekayaan para pendirinya, pemegang saham dan para pengurusnya. Untuk dapat diakui keberadaan suatu badan hukum sebagai subjek hukum mandiri, Perseroan Terbatas harus memenuhi formalitas dari suatu peraturan perundangan-undangan yang mengaturnya, yaitu Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, sebagai berikut : 1.
Akta pendirian dibuat dalam bentuk akta notaris (Pasal 7 ayat (1));
2.
Akta pendirian dibuat dalam bahasa Indonesia (Pasal 7 ayat (1));
78
3.
Harus sekurang-kurangnya didirikan oleh dua orang/badan hukum yang cakap dan berwenang untuk bertindak dalam hukum sebagai pendiri (Pasal 7 ayat (1));
4.
Nama Perseroan harus mengikuti aturan yang telah ditentukan (Pasal 16);
5.
Penyetoran modal harus sesuai dengan aturan yang ditetapkan (Pasal 34 ayat (1));
6.
Harus disampaikan kepada Menteri Hukum dan HAM dalam jangka waktu 60 hari terhitung sejak penandatanganan akta pendiriannya untuk memperoleh pengesahan (Pasal 10 ayat (1)).
Perseroan Terbatas dapat berupa PT tertutup maupun PT terbuka. Yang dimaksud dengan perusahaan tertutup adalah suatu perseroan terbatas yang saham-sahamnnya masih dipegang oleh beberapa orang/perusahaan saja, sehingga jual beli saham dilakukan dengan cara yang ditentukan ditentukan oleh anggran dasar perseroan, yang pada umumnya diserahkan kepada kebijaksanaan pemegang saham yang bersangkutan. Sedangkan yang dimaksud dengan perseroan terbuka adalah suatu perseroan terbatas yang modal dan sahamnya telah memenuhi syaratsyarat tertentu, dimana saham-sahamnya dipegang oleh banyak orang/perusahaan, yang jual beli sahamnya dilakukan melalui pasar modal.95 Anggaran dasar tidak didefiniskan dalm undang-undang hanya disebutkan dalam Pasal 8 Ayat (1) UU No. 40 tahun 2007 sebagai bagian penting dari akta pendirian perusahaan. Anggran dasar adalah bagian dari akta pendirian perseroan 95
Munir Fuady, 2008, Pengantar Hukum Bisnis: Menata Bisnis Modern di Era Global, PT Citra Aditya Bakti, Bandung (selanjutnya disebut Munir Fuady II), h. 51.
79
yang memuat aturan main dalam perseroan yang menentukan setiap hak dan kewajiban dari pihak-pihak, baik perseroan itu sendiri, pemegang saham, pengurus (Direksi) maupun Komisaris serta pihak Ketiga (terhitung sejak perseroan resmi menjadi badan hukum).96 Sebagai subjek hukum, Perseroan terbatas adalah artificialperson, dimana Perseroan tidak memiliki kehendak seperti manusia dan tidak dapat melakukan tindakannya sendiri. Oleh karena itu untuk membantu Perseroan terbatas menjalankan tugasnya dibentuklah organ-organ, yang secara teoritis disebut dengan organ theory. Untuk itu di dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dikenal adanya 3 (tiga) organ PerseroanTerbatas sebagaimana diatur dalam Pasal 1 Angka 2 UU No. 40 Tahun 2007 yang masingmasing dalam menjalankan fungsi dan tugasnya adalah sejajar, yaitu;97 1.
Direksi
2.
Dewan Komisaris
3.
Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) Dari pembagian organ tersebut struktur pengurusan Perseroan Terbatas
dalam UU No. 40 Tahun 2007 ini, menerapkan two board system, yang terdiri dari organ-organ tersebut, dimana masing-masing
mempunyai tugas, fungsi dan
wewenang pengelolaan secara terpisah.98 Dimana pada forum Rapat Umum Pemegang Saham (selanjutnya disebut RUPS) memiliki tugas dan wewenang untuk memilih, mengangkat, mengawasi dan memberhentikan anggota Dewan
96
Ahmad Yani dan Gunawan Widjaja, 1999, Perseroan Terbatas, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, h. 29. 97 Gunawan Widjaja, Op.Cit., hal. 35. 98 Ibid.
80
Komisaris dan Direksi. RUPS sebagai badan tertinggi dari suatu Perseroan, memiliki wewenang untuk menyetujui atau menolak antara lain konsolidasai, merger, akuisisi, kepailitan, dan pembubaran.99 Selanjutnya para anggota Dewan Komisaris terpilih ini memiliki tugas dan wewenang untuk mengawasi dan memberikan nasehat kepada Direksi yang akan memimpin jalannya roda Perseroan sehari-hari.100 Keberhasilan atau kegagalan suatu PT sangat tergantung pada kepengurusan Direksi yang merupakan pengurus Perseroan tersebut.101 2.2.4. Perseroan Terbatas Non BUMN dan BUMD Membahas isu keterbukaan informasi publik perusahaan dalam penulisan ini, akan lebih diarahkan kepada badan usaha berbentuk Perseroan Terbatas swasta yakni perseroan Terbatas yang bukan termasuk (non) BUMN maupun BUMD, dengan kriteria batasan tertentu. Pembahasan dalam penulisan ini mengambil bentuk Perseroan Terbatas karena, bentuk badan usaha ini adalah yang paling umum dan paling banyak digunakan saat ini untuk perusahaan terutama yang berskala besar. Pada tahun 2014 saja, dari 119 daftar BUMN di Indonesia, BUMN yang berbentuk PT berjumlah 105 perusahaan.102 Sedangkan dari jumlah 426 BUMD yang ada di Indonesia103, BUMD yang berbentuk PT berjumlah 113 perusahaan.104 Perseroan terbatas merupakan bagian dari kekuatan ekonomi, yang memilik akses dan 99
Forum for Corporate Governance in Indonesia dan YPPMI Institute, 2002, The Essence of Good Corporate Governance, Yayaysan Pendidikan pasara Modal&Sinergy Communication, Jakarta, h. 24. 100 Gunawan Widjaja, Loc. Cit. 101 Try Widiyono, 2005, Direksi Perseroan Terbatas, Ghalia Indonesia, Bogor, h. 63. 102 http://bumn.go.id/halaman/situs, diakses pada 30 Desember 2014. 103 http://keuda.kemendagri.go.id/asset/dataupload/data-informasi/datin_data/361.png, diakses pada 30 Desember 2014. 104 http://keuda.kemendagri.go.id/asset/dataupload/data-informasi/datin_data/365.png.. diakses pada 30 Desember 2014.
81
berkepentingan terhadap informasi, tentunya dengan kekuatan perusahaan mereka baik produk yang dihasilkan maupun sumber daya yang digunakan mampu mempengaruhi hajat hidup orang banyak. Sebagaimana dalam penjelasan sebelumnya, bahwa Perseroan Terbatas yang selanjutnya disebut Perseroan, adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian. Melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini serta peraturan pelaksana lainnya”. Berdasarkan UU No. 19 Tahun 2003 bentuk perusahaan BUMN dibagi menjadi dua bentuk perusahaan yaitu Perseroan (Persero) dan Perusahaan Umum (Perum), yang tentunya perseroan tersebut adalah milik negara, sedangkan badan usaha berbentuk Perseroan Terbatas yang non BUMN adalah perseroan swasta, yang akan mendapat kajian lebih lanjut terkait dengan eksistensinya dalam pengaturan keterbukaan informasi publik. Beberapa perbedaan antara Perseroan Terbatas yang merupakan BUMN dan non BUMN. Berdasarkan pemaparan sebelumnya telah jelas bahwa BUMN Persero didirikan oleh pemerintah melalui peraturan perundang-undangan, berbeda dengan badan usaha swasta yang didirikan melalui perjanjian. Perusahaan Perseroan (Persero) berstatus badan hukum sejak pendiriannya. Berbeda dengan Perseroan Terbatas milik swasta yang memperoleh status badan hukum setelah mendapat pengesahan dari pemerintah, persero tidak memerlukan pengesahan.
82
Perseroan Tterbatas (selanjutnya disebut PT) dapat berupa PT Terbuka (selanjutnya disebut PT Tbk.) maupun PT Tertutup memiliki modal tersendiri (terpisah) yang seluruhnya terbagi atas saham, didirikan untuk tujuan mencari keuntungan dan atau laba. Dalam perseroan BUMN, modal persero dapat dikuasasi seluruhnya oleh negara, dan dalam keadaan seperti ini persero sebagai persero tertutup, sebaliknya bila pemerintah hanya menguasai sebagian besar sahamnya maka jenisnya adalah persero terbuka, sedangkan perseroan yang sahamnya tidak dimiliki oleh pemerintah adalah Perseroan Terbatas swasta. Perseroan Terbatas BUMN tunduk pada pengaturan Undang-Undang BUMN, selain tunduk pada pengaturan UU Perseroan Terbatas, sedangkan Perseroan Terbatas non BUMN tentunya tidak tunduk terhadap pengaturan UU BUMN. Dalam Perseroan Terbatas BUMN organnya sama dengan Perseroan Terbatas swasta, namun yang berperan sebagai organ RUPS pada Perseroan Terbatas BUMN adalah Menteri yang ditunjuk atau diberi kuasa untuk mewakili pemerintah selaku pemegang saham. Subyek pelaksana UU No. 14 Tahun 2008 adalah badan publik, dalam pengaturan mengenai Badan Publik dalam UU No. 14 tahun 2008 badan publik disebutkan sebagai lembaga eksekutif, legislatif, yudikatif, dan badan lain yang fungsi dan tugas pokoknya berkaitan dengan penyelenggaraan negara, yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, atau organisasi non pemerintah sepanjang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari Anggaran
83
Pendapatan dan Belanja Negara dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, sumbangan masyarakat, dan/atau luar negeri. Dalam hal ini badan publik yang merupakan badan usaha atau perusahaan adalah BUMN dan BUMD, sementara perusahaan di luar itu tidak disebutkan. Perseroan Terbatas sebagai bentuk badan usaha yang paling banyak digunakan terutama oleh perusahaan-perusahaan berskala besar baik BUMN dan BUMD maupun non BUMN maupun BUMD, memiliki peranan yang signifikan dalam pembangunan nasional dan terutama dalam pembahsan mengenai keterbukaan informasi publik. Perbedaan Perseoran Terbatas BUMN dan Perseroan Terbatas non BUMN maupun BUMD dalam pembahasan mengenai keterbukaan iformasi publik bagi perusaahaan adalah terkait erat dengan sumber modal atau dana dari perseroan tersebut. Sehingga berbeda dengan Perseroan Terbatas non BUMN maupun BUMD, sebagian atau seluruh dana dari Perseroan Terbatas BUMN maupun BUMD sebagian atau seluruh dananya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara maupun Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah untuk BUMD.
84
BAB III URGENSI PENGATURAN KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK BAGI PERSEROAN TERBATAS NON BUMN DAN BUMD DALAM UNDANGUNDANG PERSEROAN TERBATAS
3.1. Pengaturan Keterbukaan Informasi Publik Bagi PT BUMN dan BUMD dalam UU No. 14 Tahun 2008 Lahirnya UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP) telah memperkuat mandat bagi pelaksanaan keterbukaan informasi dalam penyelenggaraan negara dan pengelolaan sumber daya publik di Indonesia. Pelaksanaan UU KIP diharapkan dapat mendorong upaya perwujudan tata kelola pemerintahan yang baik, pelayanan publik, dan penguatan peran serta masyarakat dalam setiap bidang pembangunan nasional. Sebagaimana dalam pembahasan sebelumnya bahwa lingkup atau batasan dalam penulisan ini adalah mengenai perusahaan berbentuk Perseroan Terbatas, dimana perusahaan berbentuk Perseroan Terbatas yang paling banyak dan umum digunakan di Indonesia terutama bagi Perusahaan berskala besar, apabila diteliti ternyata mendapatkan pengaturan mengenai Keterbukaan Informasi Publik dalam UU No. 14 Tahun 2008, sepanjang Perseroan Terbatas itu merupakan BUMN
84
85
maupun BUMD, sehingga PT tersebut wajib melaksanakan keterbukaan sebagaimana diatur dalam UU No. 14 Tahun 2008 tersebut. Sebagaimana telah disebutkan dalam pendahuluan bahwa berdasarkan UU No. 14 Tahun 2008, yang wajib melaksanakan keterbukaan informasi publik adalah Badan Publik, dalam Pasal 1 angka 3 nya disebutkan; “Badan Publik adalah lembaga eksekutif, legislatif, yudikatif, dan badan lain yang fungsi dan tugas pokoknya berkaitan dengan penyelenggaraan negara, yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, atau organisasi non pemerintah sepanjang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, sumbangan masyarakat, dan/atau luar negeri.” Dan Dalam Peraturan Komisi Informasi No. 1 Tahun 2010 Pasal 3 disebutkan; “Ruang lingkup Badan Publik sesuai dengan peraturan ini mencakup: a. lembaga eksekutif; b. lembaga legislatif; c. lembaga yudikatif; d. badan lain yang fungsi dan tugas pokoknya berkaitan dengan penyelenggaraan negara, yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara dan/atau anggaran pendapatan dan belanja daerah; e. organisasi non pemerintah sepanjang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara dan/atau anggaran pendapatan dan belanja daerah, sumbangan masyarakat, dan/atau luar negeri; f. partai politik; dan g. Badan Usaha Milik Negara atau Badan Usaha Milik Daerah.” Dari pengaturan tersebut jelaslah bahwa dalam hal ini hanya PT yang merupakan BUMN dan BUMD saja yang mendapatkan pengaturan mengenai keterbukaan informasi publik dalam UU No. 14 Tahun 2008 tersebut. Selain dalam UU No. 14 Tahun 2008, Bentuk dari keterbukaan informasi publik itu sendiri terkait erat dengan prinsip akuntabilitas dan transparansi
86
sebagaimana diatur dalam good corporate governance. Adapun dalam impelmentasinya adalah berupa keterbukaan suatu perseroan terbatas terhadap publik, misalnya akses terhadap bentuk dan jenis usahanya serta hal-hal terkait kegiatan perusahaan tersebut, begitu juga terutama dalam hal laporan-laporan yang nyata bagi masyarakat/publik sebagai wujud dari keterbukaan informasi publik. Setelah adanya klasifikasi jenis informasi bagi publik, kemudian adanya pengelola informasi tersebut, dan yang tak kalah pentingnya tentu bagaimana hak akses publik itu sendiri terhadap informasi tersebut. Penerapan dari Keterbukaan Informasi Publik sebagaimana telah disebutkan sebelumnya adalah berupa pemberian atau penyediaan informasi itu sendiri bagi publik. Dalam UU No. 14 Tahun 2008 telah diatur secara tegas mengenai informasi Publik yang wajib disediakan oleh Badan usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, dan/atau badan usaha lainnya yang dimiliki oleh negara. Pasal 14 UU No. 14 Tahun 2008 menyebutkan: “Informasi Publik yang wajib disediakan oleh Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah dan/atau badan usaha lainnya yang dimiliki oleh negara dalam Undang-Undang ini adalah: a. nama dan tempat kedudukan, maksud dan tujuan serta jenis kegiatan usaha, jangka waktu pendirian, dan permodalan, sebagaimana tercantum dalam anggaran dasar; b. nama lengkap pemegang saham, anggota direksi, dan anggota dewan komisaris perseroan; c. laporan tahunan, laporan keuangan, neraca laporan laba rugi, dan laporan tanggung jawab sosial perusahaan yang telah diaudit; d. hasil penilaian oleh auditor eksternal, lembaga pemeringkat kredit dan lembaga pemeringkat lainnya; e. sistem dan alokasi dana remunerasi anggota komisaris/dewan pengawas dan direksi; f. mekanisme penetapan direksi dan komisaris/dewan pengawas;
87
g. kasus hukum yang berdasarkan Undang-Undang terbuka sebagai Informasi Publik; h. pedoman pelaksanaan tata kelola perusahaan yang baik berdasarkan prinsip-prinsip transparansi, akuntabilitas, pertanggungjawaban, kemandirian, dan kewajaran; i. pengumuman penerbitan efek yang bersifat utang; j. penggantian akuntan yang mengaudit perusahaan; k. perubahan tahun fiskal perusahaan; l. kegiatan penugasan pemerintah dan/atau kewajiban pelayanan umum atau subsidi; m. mekanisme pengadaan barang dan jasa; dan/atau n. informasi lain yang ditentukan oleh Undang-Undang yang berkaitan dengan Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah.’ Sebagai undang-undang yang tidak hanya sekedar mengatur hak atas informasi, melainkan juga mengatur tentang hak akses terhadap informasi tersebut, UU No. 14 Tahun 2008 mengandung beberapa pokok pikiran,105 tentunya perusahaan BUMN dan BUMD sebagai salah satu Badan Publik yang mendapat pengaturan di dalam undang-undang tersebut harus melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan pokok-pokok pikiran tersebut. Adapun pokokpokok pikiran tersebut adalah sebagai berikut;106 1. Setiap Badan Publik wajib menjamin keterbukaan informasi publik. UU No. 14 Tahun 2008 ini sebagai jaminan hukum diharapkan dapat mempertegas kewajiban badan publik dalam pemenuhan hak atas informasi sebagai implikasi dari jaminan pengakuan hak masyarakat terhadap informasi. UU KIP mengatur tentang siapa yang diberi kewajiban untuk memenuhi hak masyarakat atas informasi, yang selanjutnya disebut badan publik. 2. Setiap informasi publik bersifat terbuka dan dapat diakses oleh publik.
105
Komisi Informasi Pusat RI, Op. Cit. hal. 13. Ibid.
106
88
Informasi publik mencakup segala informasi yang dihasilkan, dikelola, atau dihimpun dari kegiatan yang didanai oleh badan publik dalam berbagai bentuk (hutang, sumber daya alam, pajak, dan lain-lain). Dengan demikian prinsip bahwa setiap informasi publik bersifat terbuka dan
dapat
diakses
merupakan
prinsip
utama.
Sedangkan
kerahasiaan/informasi yang dirahasaikan adalah merupakan pembatasan atau pengecualian dari prinsip tersebut yang harus dilakukan secara ketat dan terbatas. Dalam Pasal 14 undang-undang ini disbeutkan mengenai informasi publik yang wajib disediakan oleh BUMN dan BUMD sebagai prinsip utama, dan sebagai pengecualian dari prinsip tersebut terdapat pula informasi yang dikecualikan berdasarkan Pasal 17, Pasal 18, Pasal 19, dan BUMN dan BUMD pun berhak menolak memberikan informasi apabila memenuhi kriteria Pasal 17, Pasal 18, Pasal 19 tersebut. 3. Informasi publik yang dikecualikan bersifat ketat, terbatas, dan tidak mutlak /tidak permanen. Pengecualian informasi bersifat ketat mengindikasikan bahwa UU KIP menghendaki adanya dasar keputusan yang obyektif dalam melakukan pembatasan melalui pengecualian informasi. Sifat ketat juga menghendaki pengecualian informasi harus dilakukan secara teliti dan cermat. Untuk itu, UU ini memperkenalkan uji konsekuensi bahaya (consequential harm test) dan uji kepentingan publik (balancing public interest test). Uji konsekuensi bahaya mewajibkan agar badan publik
89
dalam menetapkan informasi yang dikecualikan mendasarkan pada pertimbangan bahwa apabila informasi tersebut dibuka, maka akan menimbulkan kerugian atau bahaya bagi kepentingan publik maupun kepentingan yang dilindungi oleh hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 17 sampai dengan Pasal 19. Sedangkan uji kepentingan publik mewajibkan agar badan publik membuka informasi yang dikecualikan jika kepentingan publik yang lebih besar menghendaki atau sebaliknya sebagaimana diatur dalam Pasal 2 Ayat (4). Pengecualian informasi bersifat tidak mutlak/permanen artinya bahwa tidak ada pengecualian informasi berlaku selama-lamanya. Pengecualian informasi harus dapat dibuka apabila dikehendaki oleh kepentingan publik yang lebih besar sebagaimana dijelaskan di atas. Selain itu, pengecualian informasi juga harus memiliki masa retensi. Ketentuan masa retensi ini diatur dalam Pasal 20 UU ini dan diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah, demikan bahwa BUMN dan BUMD pun berkweajiban melaksanakan prinsip ini. Prinsip pada pokok pikiran nomor 2 dan nomor 3 umumnya disebut maximum access limited exemption principle yang menghendaki bahwa Informasi Publik harus dapat diakses seluas-luasnya oleh setiap orang dan pengecualian informasi yang bersifat ketat dan terbatas. Sedangkan pengecualian informasi yang bersifat ketat dan terbatas berarti pengecualian informasi harus sesuai dengan undang-undang, kepatutan, dan kepentingan umum melalui pertimbangan konsekuensi yang timbul
90
apabila suatu informasi diberikan kepada publik dan pertimbangan bahwa dengan menutup informasi dapat melindungi kepentingan publik yang lebih besar daripada membukanya dan sebaliknya.107 4. Setiap informasi publik harus dapat diperoleh dengan cepat, tepat waktu, biaya ringan, dan cara sederhana. Selama ini telah banyak undang-undang
yang memberikan
jaminan hak atas informasi, namun belum ada yang mengatur tentang bagaimana akses terhadap hak tersebut. Asas ini merupakan dasar pengaturan bagi pemberiann akses terhadap informasi oleh badan publik. Badan publik harus menjamin akses setiap orang terhadap informasi publik sedemikian rupa secara cepat, tepat waktu, biaya ringan, dan dengan cara sederhana. Penjabaran dari prinsip ini kemudian diatur lebih lanjut pada kewajiban badan publik untuk menunjuk Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi serta pengembangan sistem penyediaan layanan informasi (Pasal 13) sesuai dengan asas tersebut, juga
bagi
pengembangan aturan tentang mekanisme memperoleh informasi maupun tata cara penyelesaian sengketa informasi baik ditingkat internal badan publik, komisi informasi, maupun pengadilan. 5. Informasi publik bersifat proaktif Prinsip bahwa informasi bersifat proaktif menunjukkan bahwa badan publiklah yang seharusnya secara proaktif menyampaikan informasi, khususnya mengenai informasi dasar yang dibutuhkan oleh 107
Komisi Informasi Pusat RI dan ICEL, 2010, Tanya Jawab Standar Layanan Informasi Publik, Komisi informasi, Jakarta., h. 1.
91
masyarakat pada umumnya. UU ini mengatur tentang informasi aktif dimana informasi publik tertentu harus disampaikan kepada publik tanpa menunggu adanya permintaan. Informasi seperti ini diklasifikasikan pada Pasal 9 mengenai informasi dasar yang wajib diumumkan secara berkala, misalnya informasi tentang kegiatan badan publik dan Pasal 10 mengenai informasi yang harus disampaikan serta-merta tanpa adanya penundaan karena menyangkut hajat hidup orang banyak dan ketertiban umum, misalnya informasi tentang bencana. Sedangkan Pasal 11 mengatur mengenai informasi yang wajib disediakan apabila ada permintaan, misalnya dokumen pendukung pengambilan kebijakan dan perjanjian badan publik dengan pihak ketiga. 6. Informasi publik harus bersifat utuh, akurat, dan dapat dipercaya Melekat dalam hak atas informasi tentunya adalah informasi yang utuh, akurat dan dapat dipercaya (reliable). UU 14 Tahun 2008 menerjemahkan prinsip ini ke dalam ketentuan tentang: a) Kewajiban membuat sistem pengelolaan informasi dan dokumentasi (Pasal 13), b) Kewajiban
membuat
sistem
layanan
informasi
dan
mekanisme
memperoleh informasi (Pasal 13, Pasal 21, dan Pasal 22), c) Mekanisme keberatan dan penyelesaian sengketa baik ditingkat badan publik, komisi informasi maupun pengadilan. Mekanisme keberatan ditingkat badan publik diatur pada Pasal 35 dan Pasal 36. Penyelesaian sengketa di tingkat komisi informasi diatur pada Pasal 37 sampai dengan Pasal 46. Sedangkan penyelesaian sengketa melalui gugatan ke pengadilan diatur dalam Pasal
92
47 sampai dengan Pasal 50,
d) Ancaman sanksi bagi penghancuran
informasi maupun pembuatan informasi yang tidak benar (untrue/false information) atau menyesatkan (misleading). Ketentuan ini dapat ditemukan dalam Pasal 53 dan Pasal 55. 7. Penyelesaian sengketa secara cepat, murah, kompeten, dan independen Undang-undang ini membagi penyelesaian sengketa dalam tingkat badan publik melalui pengajuan keberatan, di tingkat komisi informasi melalui mediasi dan ajudikasi, serta di tingkat pengadilan melalui pengadilan negeri dan pengadilan tata usaha negara. Mahkamah Agung RI tetap dipilih oleh perumus undang-undang ini sebagai lembaga terakhir bagi seluruh penyelesaian sengekta informasi tersebut. Pengaturan tentang pengajuan keberatan, jangka waktu, dan pemberian tanggapan atas keberatan oleh badan publik diatur dalam Pasal 35 dan Pasal 36. Hukum acara penyelesaian sengketa di tingkat komisi informasi diatur pada Pasal 37 sampai dengan Pasal 46. Sedangkan penyelesaian sengketa melalui gugatan ke pengadilan dan kasasi ke Mahlamah Agung diatur dalam Pasal 47 sampai dengan Pasal 50. 8. Ancaman pidana bagi penghambat informasi Sanksi pidana merupakan salah satu perangkat untuk menimbulkan efek jera (deterrent effect) bagi pelanggar ketentuan UU KIP. Namun demikian penggunaan sanksi pidana harus dilakukan secara selektif mengingat efektifitas suatu aturan tidak dapat hanya mengandalkan
93
pendekatan ancaman pidana semata yang berimplikasi pada pengurangan kemerdekaan seseorang. Pengaturan mengenai keterbukaan informasi publik bagi PT yang berbentuk BUMN dan
BUMD dalam UU No. 14 Tahun 2008
tersebut
merupakan contoh pembanding yang tepat untuk memberikan gambaran bagaimana seharusnya pengaturan keterbukaan informasi tersebut juga di terapkan bagi PT Non BUMN dan BUMD dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2007. Adapun hal-hal esensial yang terkait dengan pengaturan keterbukaan informasi publik ini pada pokoknya terdiri dari; jenis dan klasifikasi informasi, pengelola informasi, dan hak akses atas informasi tersebut. 3.1.1. Jenis dan Klasifikasi informasi Informasi adalah hal terpenting dalam keterbukaan informasi, pengaturan jenis informasi yang harus disediakan oleh PT BUMN maupun BUMD sebagai perusahan atau badan usaha tentu berbeda dengan jenis informasi yang harus disediakan Badan Publik lainnya. Mengenai jenis dan klasifikasi dari informasi di dalam undang-undang No. 14 Tahun 2008 dibagi menjadi dua garis besar yakni informasi yang wajib disediakan dan diumumkan terdiri dari informasi yang; diatur dalam Pasal
9 hingga Pasal 11, yaitu meliputi; informasi yang wajib
disediakan dan diumumkan secara berkala, informasi yang wajib diumumkan secara serta merta, serta informasi yang wajib tersedia setiap saat. Serta ada informasi yang dikecualikan, sebagaimana diatur dalam Pasal 17. Berdasarkan Pasal 9, jenis informasi yang wajib disediakan dan diumumkan secara berkala meliputi informasi yang berkaitan dengan badan
94
publik, informasi mengenai kinerja dan kegiatan badan publik terkait, informasi mengenai laporan keuangan, dan/atau informasi lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan. Penyedian informasi tersebut secara berkala paling singkat dilakukan setiap 6 (enam) bulan sekali. Demikian pula lebih lanjut diatur dalam Peraturan Komisi Informasi No. 1 Tahun 2010 tentang Standar Layanan Informasi Publik (selanjutnya disebut Peraturan KI No. 1 Tahun 2010). Pasal 10 diatur mengenai informasi yang wajib diumumkan secara serta merta yaitu terdiri dari informasi yang dapat mengancam hajat hidup orang banyak dan ketertiban umum. Informasi yang wajib tersedia setiap saat diatur dalam Passal 11. Informasi yang wajib tersedia setiap saat tersebut meliputi; a. daftar seluruh Informasi Publik yang berada di bawah penguasaannya, tidak termasuk informasi yang dikecualikan b. hasil keputusan Badan Publik dan pertimbangannya c. seluruh kebijakan yang ada berikut dokumen pendukungnya d. rencana kerja proyek termasuk di dalamnya perkiraan pengeluaran tahunan Badan Publik e. perjanjian Badan Publik dengan pihak ketiga f. informasi dan kebijakan yang disampaikan Pejabat Publik dalam pertemuan yang terbuka untuk umum g. prosedur kerja pegawai Badan Publik yang berkaitan dengan pelayanan masyarakat; dan/atau
95
h. laporan mengenai pelayanan akses Informasi Publik sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini. Sebagai tambahan, dalam Pasal 12 diatur bahwa badan publik setiap tahunnya wajib mengumumkan layanan informasi yang meliputi jumlah permintaan informasi yang diterima, waktu yang diperlukan untuk memenuhi setiap permintaan informasi, jumlah pemberian dan penolakan informasi, serta alasan penolakan informasi. Selain prinsip umum
informasi yang wajib disediakan juga terdapat
pengecualiannya, yaitu terdapat informasi yang dikecualikan sebagaimanan diatur dalam Pasal 17, yaitu terdiri dari: a. Informasi Publik yang apabila dibuka dan diberikan kepada Pemohon Informasi Publik dapat menghambat proses penegakan hukum, yaitu informasi yang dapat: 1. menghambat proses penyelidikan dan penyidikan suatu tindak pidana 2. mengungkapkan identitas informan, pelapor, saksi, dan/atau korban yang mengetahui adanya tindak pidana 3. mengungkapkan data intelijen kriminal dan rencana-rencana yang berhubungan dengan pencegahan dan penanganan segala bentuk kejahatan transnasional 4. membahayakan keselamatan dan kehidupan penegak hukum dan/atau keluarganya dan/atau 5. membahayakan keamanan peralatan, sarana, dan/atau prasarana penegak hukum.
96
b. Informasi Publik yang apabila dibuka dan diberikan kepada Pemohon Informasi Publik dapat mengganggu kepentingan perlindungan hak atas kekayaan intelektual dan perlindungan dari persaingan usaha tidak sehat c. Informasi Publik yang apabila dibuka dan diberikan kepada Pemohon Informasi Publik dapat membahayakan pertahanan dan keamanan negara, yaitu: 1. informasi tentang strategi, intelijen, operasi, taktik dan teknik yang berkaitan dengan penyelenggaraan sistem pertahanan dan keamanan negara, meliputi tahap perencanaan, pelaksanaan dan pengakhiran atau evaluasi dalam kaitan dengan ancaman dari dalam dan luar negeri 2. dokumen yang memuat tentang strategi, intelijen, operasi, teknik dan taktik yang berkaitan dengan penyelenggaraan sistem pertahanan dan keamanan negara yang meliputi tahap perencanaan, pelaksanaan dan pengakhiran atau evaluasi 3. jumlah, komposisi, disposisi, atau dislokasi kekuatan dan kemampuan dalam penyelenggaraan sistem pertahanan dan keamanan negara serta rencana pengembangannya 4. gambar dan data tentang situasi dan keadaan pangkalan dan/atau instalasi militer 5. data perkiraan kemampuan militer dan pertahanan negara lain terbatas pada segala tindakan dan/atau indikasi negara tersebut yang dapat membahayakan kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan/atau data terkait kerjasama militer dengan negara lain yang
97
disepakati dalam perjanjian tersebut sebagai rahasia atau sangat rahasia 6. sistem persandian negara dan/atau 7. sistem intelijen negara. d. Informasi Publik yang apabila dibuka dan diberikan kepada Pemohon Informasi Publik dapat mengungkapkan kekayaan alam Indonesia e. Informasi Publik yang apabila dibuka dan diberikan kepada Pemohon Informasi Publik, dapat merugikan ketahanan ekonomi nasional: 1.
rencana awal pembelian dan penjualan mata uang nasional atau asing, saham dan aset vital milik negara
2.
rencana awal perubahan nilai tukar, suku bunga, dan model operasi institusi keuangan
3. rencana awal perubahan suku bunga bank, pinjaman pemerintah, perubahan pajak, tarif, atau pendapatan negara/daerah lainnya 4. rencana awal penjualan atau pembelian tanah atau properti 5.
rencana awal investasi asing
6.
proses dan hasil pengawasan perbankan, asuransi, atau lembaga keuangan lainnya; dan/atau
7. hal-hal yang berkaitan dengan proses pencetakan uang. f. Informasi Publik yang apabila dibuka dan diberikankepada Pemohon Informasi Publik, dapat merugikan kepentingan hubungan luar negeri: 1.
posisi, daya tawar dan strategi yang akan dan telah diambil oleh negara dalam hubungannya dengan negosiasi internasional
98
2.
korespondensi diplomatik antarnegara
3.
sistem komunikasi dan persandian yang dipergunakan dalam menjalankan hubungan internasional
4.
dan/atau perlindungan dan pengamanan infrastruktur strategis Indonesia di luar negeri.
g. Informasi Publik yang apabila dibuka dapat mengungkapkan isi akta otentik yang bersifat pribadi dan kemauan terakhir ataupun wasiat seseorang h. Informasi Publik yang apabila dibuka dan diberikan kepada Pemohon Informasi Publik dapat mengungkap rahasia pribadi, yaitu: 1.
riwayat dan kondisi anggota keluarga
2.
riwayat, kondisi dan perawatan, pengobatan kesehatan fisik, dan psikis seseorang
3.
kondisi keuangan, aset, pendapatan, dan rekening bank seseorang
4.
hasil-hasil evaluasi sehubungan dengan kapabilitas, intelektualitas, dan rekomendasi kemampuan seseorang dan/atau
5.
catatan yang menyangkut pribadi seseorang yang berkaitan dengan kegiatan satuan pendidikan formal dan satuan pendidikan nonforma
i. memorandum atau surat-surat antar Badan Publik atau intra Badan Publik, yang menurut sifatnya dirahasiakan kecuali atas putusan Komisi Informasi atau pengadilan j. informasi yang tidak boleh diungkapkan berdasarkan Undang-Undang.
99
Bagi BUMN dan BUMD yang merupakan perusahaan, sebagai badan publik yang dalam hal ini berkecimpung di sektor ekonomi, secara khusus diwajibkan untuk menyediakan informasi publik sebgaimanana yang diatur dalam Pasal 14. Adapun informasi yang wajib disediakan oleh Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah dan/atau badan usaha lainnya yang dimiliki oleh negara dalam undang-undang ini adalah: a. nama dan tempat kedudukan, maksud dan tujuan serta jenis kegiatan usaha, jangka waktu pendirian, dan permodalan, sebagaimana tercantum dalam anggaran dasar b. nama lengkap pemegang saham, anggota direksi, dan anggota dewan komisaris perseroan c. laporan tahunan, laporan keuangan, neraca laporan laba rugi, dan laporan tanggung jawab sosial perusahaan yang telah diaudit d. hasil penilaian oleh auditor eksternal, lembaga pemeringkat kredit dan lembaga pemeringkat lainnya e. sistem dan alokasi dana remunerasi anggota komisaris/dewan pengawas dan direksi f.
mekanisme penetapan direksi dan komisaris/dewan pengawas
g. kasus hukum yang berdasarkan Undang-Undang terbuka sebagai Informasi Publik h. pedoman pelaksanaan tata kelola perusahaan yang baik berdasarkan prinsip-prinsip
transparansi,
kemandirian, dan kewajaran
akuntabilitas,
pertanggungjawaban,
100
i.
pengumuman penerbitan efek yang bersifat utang
j. penggantian akuntan yang mengaudit perusahaan k. perubahan tahun fiskal perusahaan l.
kegiatan penugasan pemerintah dan/atau kewajiban pelayanan umum atau subsidi
m. mekanisme pengadaan barang dan jasa; n. dan/atau informasi lain yang ditentukan oleh Undang-Undang yang berkaitan dengan Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah. 3.1.2. Pengelola informasi Untuk mewujudkan pelayanan cepat, tepat, dan sederhana sebagaimana yang diamanatkan di dalam Pasal 13 undang-undang ini, setiap Badan Publik menunjuk Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (selanjutnya disbeut PPID) yang dibantu oleh pejabat fungsional, serta membuat dan mengembangkan sistem penyediaan layanan informasi secara cepat, mudah, dan wajar sesuai dengan petunjuk teknis standar layanan Informasi Publik yang berlaku secara nasional. Pasal 1 angka 9, disebutkan bahwa
PPID adalah pejabat yang
bertanggung jawab di bidang penyimpanan, pendokumentasian, penyediaan, dan atau pelayanan informasi di badan publik. Berdasarkan Pasal 19, PPID juga wajib melakukan pengujian tentang konsekuensi atas informasi yang dikecualikan (sebagaimana dimaksud di dalm Pasal 17) dengan seksama dan
101
penuh ketelitian sebelum menyatakan Informasi Publik tertentu dikecualikan untuk diakses oleh setiap orang. Berdasarkan pedoman tanya jawab PPID online yang dikeluarkan kementrian informasi dan komunikasi, Bagi BUMN dan BUMD yang menjadi PPID adalah direktur komunikasi, PPID adalah pejabat ex-officio (yang karena jabatannya) yang tugas dan tanggungjawabnya di bidang Komunikasi, Informasi dan Kehumasan. Tugas dan tanggung jawab PPID tersebut, meliputi pengelolaan informasi, dokumentasi dan arsip, pelayanan informasi, pengaduan dan penyelesaian sengketa. PPID bertanggung jawab langsung terhadap direktur utama, sebagai atasan langsung PPID, dimana direktur utama juga merupakan pimpinan dari Badan Publik, kemudian direktur tiap bidang menjadi tim pertimbangan pelayanan informasi.108 PPID tersebut merupakan pejabat yang diangkat oleh pimpinan tertinggi badan publik melalui Surat Keputusan (SK). PPID bertanggung jawab kepada atasan langsung PPID. Atasan PPID merupakan penentu pengambilan kebijakan apabila muncul masalah dalam pengelolaan dan pelaksanaan layanan informasi termasuk dalam menentukan informasi yang dikecualikan atau tidak. Dalam melaksanakan wewenangnya, atasan PPID berkoordinasi dan meminta masukan dari Tim Pertimbangan Pelayanan Informasi.109 3.1.3. Hak akses publik terhadap informasi Dalam UU No. 14 Tahun 2008 ini juga sudah diatur mengenai hak akses publik terhadap informasi, terkait bagaimana mekanisme untuk 108
http://www.jdih.ristek.go.id/?q=system/files/dokumentasi, diunduh pada tanggal 2 April 2014. 109 Ibid.
102
memperoleh informasi tersebut. Hak akses menjadi sangat penting karena dengan telah diatur dan tersedianya informasi tersebut, maka pada akhirnya akses atau bagaimana cara mendapatkan informasi tersebut menjadi bagian penting yang tidak terpisahkan. Mekanisme memperoleh Informasi Publik dalam UU No. 14 Tahun 2008, didasarkan pada prinsip cepat, tepat waktu, dan biaya ringan, sebagaimana yang disebutkan secara tegas dalam Pasal 21. Selanjutnya berdasarkan Pasal 22, maka mekanisme memperoleh informasi adalah sebagai berikut: 1. Setiap Pemohon Informasi Publik dapat mengajukan permintaan untuk memperoleh Informasi Publik
kepada Badan Publik terkait secara
tertulis atau tidak tertulis. 2. Badan Publik wajib mencatat nama dan alamat Pemohon Informasi Publik, subjek dan format informasi serta cara penyampaian informasi yang diminta oleh Pemohon Informasi Publik. 3. Badan Publik yang bersangkutan wajib mencatat permintaan Informasi Publik yang diajukan secara tidak tertulis. 4. Badan Publik terkait wajib memberikan tanda bukti penerimaan permintaan Informasi Publik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) berupa nomor pendaftaran pada saat permintaan diterima. 5. Dalam hal permintaan disampaikan secara langsung atau melalui surat elektronik, nomor pendaftaran diberikan saat penerimaan permintaan.
103
6. Dalam hal permintaan disampaikan melalui surat, pengiriman nomor pendaftaran dapat diberikan bersamaan dengan pengiriman informasi. 7. Paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja sejak diterimanya permintaan, Badan Publik yang bersangkutan wajib menyampaikan pemberitahuan tertulis yang berisikan : a. informasi yang diminta berada di bawah penguasaannya ataupun tidak. b.
Badan Publik wajib memberitahukan Badan Publik yang menguasai informasi yang diminta apabila informasi yang diminta tidak berada di bawah penguasaannya dan Badan Publik yang menerima permintaan mengetahui keberadaan informasi yang diminta.
c. penerimaan atau penolakan permintaan dengan alasan yang tercantum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17. d.
dalam hal permintaan diterima seluruhnya atau sebagian dicantumkan materi informasi yang akan diberikan.
e.
dalam hal suatu dokumen mengandung materi yang dikecualikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17, maka informasi yang dikecualikan tersebut dapat dihitamkan dengan disertai alasan dan materinya.
f. alat penyampai dan format informasi yang akan diberikan; dan/atau g.
biaya serta cara pembayaran untuk memperoleh informasi yang diminta.
104
8. Badan Publik yang bersangkutan dapat memperpanjang waktu untuk mengirimkan pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (7), paling lambat 7 (tujuh) hari kerja berikutnya dengan memberikan alasan secara tertulis. 9. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara permintaan informasi kepada Badan Publik diatur oleh Komisi Informasi.
3.2. Pengaturan KIP Bagi PT Non BUMN dan BUMD dalam UU No. 40 Tahun 2007 Pengaturan keterbukaan informasi publik bagi PT Non BUMN dan BUMD, dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana perusahan perseroan terbatas yang bukan merupakan BUMN maupun BUMD atau perseroan terbatas swasta mendapatkan pengaturan terkait keterbukaan informasi publik dalam UndangUndang No. 40 Tahun 2007. Prinsip-prinsip dari keterbukaan informasi publik itu sendiri terkait erat dengan prinsip akuntabilitas dan transparansi sebagaimana diatur dalam good corporate
governance.
Keterbukaan
informasi
publik
tersebut
dalam
implementasinya yang paling penting adalah bagaimana pemberian atau penyediaan informasi itu sendiri bagi publik, diperlukan adanya klasifikasi jenis informasi bagi publik, kemudian pengelola informasi, dan yang tak kalah pentingnya tentu bagaimana hak akses publik itu sendiri terhadap informasi yang tersebut.
105
Dalam UU No. 40 Tahun 2007 (UU PT), terdapat kewajiban Perseroan untuk mendaftakan diri, dan pendaftaran tersebut kemudian diumumkan dalam Daftar Perseroan yang diselenggarakan oleh Menteri. Dimana daftar tersebut memuat identitas yang komperhensif mengenai perusahaan perseroan tersebut, serta daftar tersebut adalah terbuka untuk umum, hal ini berarti terbuka bagi publik atau masyarakat umum yang membutuhkannya. Daftar tersebut, sebagaimana disebutkan dalam Pasal 29 Ayat 2 UU No. 40 Tahun 2007: “Daftar Perseroan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat data tentang Perseroan yang meliputi: a. nama dan tempat kedudukan, maksud dan tujuan serta kegiatan usaha, jangka waktu pendirian, dan permodalan; b. alamat lengkap Perseroan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5; c. nomor dan tanggal akta pendirian dan keputusan menteri mengenai pengesahan badan hukum Perseroan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (4); d. nomor dan tangga l akta perubahan anggaran dasar dan persetujuan Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1); e. nomor dan tanggal akta perubahan anggaran dasar dan tanggal penerimaan pemberitahuan oleh Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2); f. nama dan tempat kedudukan notaris yang membuat akta pendirian dan akta perubahan anggaran dasar; g. nama lengkap dan alamat pemegang saham, anggota Direksi, dan anggota Dewan Komisaris Perseroan; h. nomor dan tanggal akta pembubaran atau nomor dan tanggal penetapan pengadilan tentang pembubaran Perseroan yang telah diberitahukan kepada Menteri; i. berakhirnya status badan hukum Perseroan; j. neraca dan laporan laba rugi dari tahun buku yang bersangkutan bagi Perseroan yang wajib diaudit” Pengaturan mengenai bentuk laporan juga diatur dalam UU No. 40 Tahun 2007 ini, sebagiamana disebutkan dalam Pasal 66 Ayat (2): “Laporan tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memuat sekurang-kurangnya:
106
a. laporan keuangan yang terdiri atas sekurang-kurangnya neraca akhir tahun buku yang baru lampau dalam perbandingan dengan tahun buku sebelumnya, laporan laba rugi dari tahun buku yang bersangkutan, laporan arus kas, dan laporan perubahan ekuitas, serta catatan atas laporan keuangan tersebut; b. laporan mengenai kegiatan Perseroan; c. laporan pelaksanaan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan; d. rincian masalah yang timbul selama tahun buku yang mempengaruhi kegiatan usaha Perseroan; e. laporan mengenai tugas pengawasan yang telah dilaksanakan oleh Dewan Komisaris selama tahun buku yang baru lampau; f. nama anggota Direksi dan anggota Dewan Komisaris; g. gaji dan tunjangan bagi anggota Direksi dan gaji atau honorarium dan tunjangan bagi anggota Dewan Komisaris Perseroan untuk tahun yang baru lampau. Dari ketentuan tersebut dapat disimpulkan bahwa semua perusahaan Perseroan Terbatas baik tertutup maupun yang terbuka, baik yang berbentuk BUMN dan BUMD maupun yang Non BUMN dan BUMD wajib melakukan pelaporan sebagaimana yang ditentukan dalam undang-undang No. 40 Tahun 2007. Bentuk-bentuk pengaturan yang telah disebutkan diatas dalam UU No. 40 tahun 2007, adalah sepanjang keterbukaan informasi berupa laporan yang berbentuk laporan keuangan (financial report). Sedangkan terkait dengan hak-hak seluruh stakeholder atas informasi , dalam hal ini keterbukaan informasi yang pada hakikatnya adalah hak konsumen, hak pekerja, hak pemerintah, hak masyarakat sekitar, perlindungan lingkungan, dan sebagainya dengan produk utamanya adalah laporan, maka diperlukan juga laporan non keuangan yang lebih dikenal dengan non financial reorting (NFR). Pengaturan NFR yang diatur dalam UU No. 40 Tahun 2007, hanya sebatas pengaturan laporan pelaksanaan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan pada
107
UU Perseroan Terbatas. Sebagaimana disebutkan Pasal 66 Ayat (2) huruf c. Sedangkan kewajiban pelaksanaan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan sendiri diatur dalam Pasal 74 UU tersebut. Dalam prakteknya pengaturan ini menekankan pada kegiatan CSR. Namun untuk jenis NFR yang lebih komperhensif seperti
laporan tentang mekanisme komplain yang pernah
dilakukan konsumen, laporan tentang jumlah PHK, laporan jumlah korban di waktu kerja di tahun sebelumnya, kemungkinan downsizing dan divestasi, serta laporan pencemaran dan penanggulangannya yang dilakukan perusahaan dari tahun-ketahun, dan laporan sejenisnya terkait laporan lingkungan dan sosial, tidak diatur dalam UU No 40 tahun 2007 ini. Dari pemaparan tersebut dapat dilihat bahwa ada prinsip-prinsip keterbukaan informasi yang terkandung di dalam UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas tersebut. Namun tak bisa dipungkiri keterbukaan informasi publik yang hakiki terkait bagaimana publik dapat mengakses langsung informasi penting mengenai suatu perusahan tersebut, yang secara garis besar bagaimana mengenai jenis dan klasifikasi informasi, pengelola informasi dan hak akses publik terhadap informasi sebgaimana merupakan bentuk keterbukaan informasi yang telah diatur dalam UU No. 14 Tahun 20008 tentang Keterbukaan Informasi Publik yang tentunya merupakan pengaturan bagi PT BUMN dan BUMD juga, ternyata tidak ditemukan dalam UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.
108
Pengaturan keterbukaan informasi bagi PT dalam UU No. 14 Tahun 2008 serta UU No. 40 tahun 2007 dalam bentuk substansi NFR dalam laporan-laporan PT dapat dijelaskan dalam tabel sebagai berikut: Tabel 1.
NFR GRI)
Substansi NFR (mengacu pada pedoman SRG-GRI) pada Laporan-Laporan Perseroan Terbatas dalam Pengaturan Keterbukaan Informasi bagi Perseroan Terbatas (SRG-pedoman UU 14/2008 (Bagi PT UU 40/2007 (Bagi PT BUMN dan BUMD) Non BUMN dan BUMD)
Aspek Lingkungan
---
Aspek tenaga Kerja Aspek HAM Aspek Sosial
-
-
Aspek Produk
Tanggungjawab
-
----kasus hukum yang berdasarkan UndangUndang terbuka sebagai Informasi Publik laporan tanggung jawab sosial perusahaan ---
laporan pelaksanaan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan ----laporan pelaksanaan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan
---
Pengaturan keterbukaan informasi publik bagi PT di Indonesia dalam beberapa peraturan
perundang-undangan dan pedoman (walau
masih sebats
pedoman belum diwajibkan) terkait dapat dijelaskan dalam tabel sebagai berikut:
109
Tabel 2.
Pengaturan Keterbukaan Informasi Publik Bagi Perseroan Terbatas dalam beberapa peraturan dan pedoman terkait PT BUMN dan BUMD
PT Non BUMD
BUMN
dan
UU 14/2008
- Diatur tegas jenis, klasifikasi, pengelola, dan mekanisme hak akses informasi. - Substansi FR dan sedikit NFR - Tujuan keterbukaan seluruh stakeholder.
-
UU 40/2007
- Tidak diatur jenis, klasifikasi, pengelola, dan mekanisme hak akses informasi. - Ada prinsip keterbukaan sebatas daftar perseroan (Pasal 29) - Ada prinsip keterbukaan sebatas kewajiban laporan tahunan (Pasal 66) - Substansi FR dan sedikit NFR (terutama kewajiban laporan tanggung jawab sosial dan lingkungan)
- Tidak diatur jenis, klasifikasi, pengelola, dan mekanisme hak akses informasi. - Ada prinsip keterbukaan sebatas daftar perseroan (Pasal 29) - Ada prinsip keterbukaan sebatas kewajiban laporan tahunan (Pasal 66) - Substansi FR dan sedikit NFR (terutama kewajiban laporan tanggung jawab sosial dan lingkungan)
Tidak diatur
UU 8/1995 jo. - Keterbukaan Informasi diatur - Keterbukaan Informasi secara tegas khusus bagi PT diatur secara tegas Kep.Ketua Tbk. (Tidak mengatur PT khusus bagi PT Tbk. Bapepam LK Tertutup) (Tidak mengatur PT No:KEP- Tujuan keterbukaan untuk tertutup) 431/BL/2012 shareholder terkait - Tujuan keterbukaan kepentingan investasi. untuk shareholder terkait - Substansi FR dan sedikit NFR kepentingan investasi. - Substansi FR dan sedikit NFR Pedoman GCG-KNKG (Khusus Subtsansi ketebukaan terkait NFR)
- Perusahaan harus mengambil inisiatif untuk mengungkapkan tidak hanya masalah yang disyaratkan oleh peraturan perundangundangan, tetapi juga hal
- Perusahaan harus mengambil inisiatif untuk mengungkapkan tidak hanya masalah yang disyaratkan oleh peraturan perundang-
110
yang penting untuk pengambilan keputusan oleh pemegang saham, kreditur dan pemangku kepentingan lainnya. - Dalam pelaksanaannya perusahaan harus menyediakan informasi secara tepat waktu, memadai, jelas, akurat dan dapat diperbandingkan serta mudah diakses oleh pemangku kepentingan sesuai dengan haknya. - Adapun untuk subtansinya diatur beberapa hal keterbukaan dalam bentuk NFR terkait kepentingan pemangku kepentingan (pekerja, mitra bisnis, masyarakat, lingkungan)
undangan, tetapi juga hal yang penting untuk pengambilan keputusan oleh pemegang saham, kreditur dan pemangku kepentingan lainnya. - Dalam pelaksanaannya perusahaan harus menyediakan informasi secara tepat waktu, memadai, jelas, akurat dan dapat diperbandingkan serta mudah diakses oleh pemangku kepentingan sesuai dengan haknya. - Adapun untuk subtansinya diatur beberapa hal keterbukaan dalam bentuk NFR terkait kepentingan pemangku kepentingan (pekerja, mitra bisnis, masyarakat, lingkungan)
3.3. Urgensi Pengaturan KIP Bagi PT Non BUMN dan BUMD dalam UU Perseroan Terbatas Pada masyarakat modern, kebutuhan atas informasi semakin banyak dan semakin urgen. Informasi menjadi kebutuhan dasar dalam pengambilan keputusan-keputusan personal dan sosial. Setiap detik, informasi terus menyebar dari satu tempat ke tempat lain dengan cepat akibat perkembangan teknologi komunikasi. Setiap hari kita disuguhi informasi dari belahan dunia yang berbeda nyaris pada saat bersamaan. Batas-batas antar negara seolah menjadi hilang (borderless world) akibat pesatnya perkembangan informasi. Tidak ada satu pun negara yang bisa secara mutlak menghambat pesatnya laju arus informasi.
111
Dalam era persaingan global, entitas yang bisa bertahan dan mengambil keuntungan dari persaingan itu adalah entitas yang menguasai sebanyak mungkin informasi. Entitas dimaksud bisa berupa individu, badan hukum, atau juga negara. Informasi dibutuhkan dalam setiap aspek kehidupan. Urgensinya semakin nyata dalam relasi-relasi bisnis internasional, dimana informasi dipergunakan untuk banyak tujuan. Informasi pada dasarnya dipakai sebagai dasar dalam pengambilan keputusan, menerima dan menggunakan informasi itu untuk memastikan pemahaman umum kita, dan menggunakannya sebagai sarana menambah pengetahuan.110 Di negara-negara demokratis, pengakuan terhadap hak atas informasi sekaligus merupakan sarana untuk memantau dan mengawasi penyelenggaraan pemerintahan. Pemerintahan yang demokratis akan berusaha semaksimal mungkin membuka ruang informasi yang dibutuhkan publik. Itu sebabnya, di negara demokratis konstitusional, keterbukaan informasi publik merupakan sarana untuk mengoptimalkan penyelenggaraan negara secara umum, mengoptimalkan peran dan kinerja badan-badan publik, serta segala sesuatu yang berakibat pada kepentingan publik.111 Pemerintahan yang terbuka berisi badan-badan publik yang terbuka kepada masyarakat dalam rangka pelayanan. Dengan membuka akses publik terhadap informasi diharapkan semua badan publik termotivasi untuk bertanggung jawab dan berorientasi pada pelayanan rakyat dengan sebaik-baiknya. Keterbukaan informasi bukan hanya menguntungkan bagi masyarakat tetapi juga 110
Roger Cartwright., 2005, Key Concept in Information and Communication Technology, Palgrave Macmillan, australia, p. 109. 111 Komisi Informasi Pusat RI, Op.Cit., hal. 4.
112
penyelenggara pemerintahan, baik eksekutif dan legislatif, maupun yudikatif. Jika informasi publik tersedia dengan cukup, maka pimpinan lembaga penyelenggara pemerintahan dalam arti luas bisa memanfaatkan pengawasan oleh masyarakat untuk meningkatkan kinerja dan gerak organisasi hingga ke daerah-daerah. Tata kelola pemerintahan yang baik (good governance) mensyaratkan pemerintahan yang terbuka sebagai salah satu fondasinya, dan kebebasan memperoleh informasi (public access to information) merupakan salah satu prasyarat
untuk
menciptakan pemerintahan
terbuka (open government).
Pemerintahan terbuka adalah penyelenggaraan pemerintahan yang transparan, terbuka, dan partisipatoris. Semakin terbuka penyelenggaraan negara untuk diawasi
publik,
maka
penyelenggaraan
negara
tersebut
makin
dapat
dipertanggungjawabkan. Pada tataran badan usaha, juga membutuhkan konsep pengelolaan yang baik yang dikenal dengan good corporate governance, yang juga sudah dianggap sebagai suatu kebutuhan. Sebagaimana telah disebutkan bahwa di Indonesia, akses terhadap informasi merupakan bagian dari hak asasi manusia yang dijamin dan dilindungi konstitusi. Dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 28 F diatur bahwa setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, dan menyimpan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia. Untuk memberikan jaminan terhadap semua orang dalam memperoleh informasi, maka ditetapkanlah
Undang-Undang No. 14 Tahun 2008 tentang
113
Keterbukaan Informasi Publik
yang mengatur tentang keterbukaan informasi
publik. Fungsi maksimal ini diperlukan, mengingat hak memperoleh informasi merupakan hak asasi manusia sebagai salah satu wujud dari kehidupan berbangsa dan bernegara yang demokratis. Informasi publik sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 1 Angka 2 UU No. 14 Tahun 2008, adalah informasi yang dihasilkan, disimpan, dikelola, dikirim, dan/atau diterima oleh suatu badan publik yang berkaitan dengan penyelenggara dan penyelenggaraan negara dan/atau penyelenggara dan penyelenggaraan badan publik lainnya yang sesuai dengan Undang-Undang ini serta informasi lain yang berkaitan dengan kepentingan publik. Adapun salah satu tujuan dari dibentuknya UU No. 14 Tahun 2008 ini adalah untuk mengetahui alasan kebijakn publik yang mempengaruhi hajat hidup orang banyak, sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 3 Butir e UU No. 14 Tahun 2008. Dari pengaturan tersebut didapati salah satu unsur penting dari keterbukaan informasi ini adalah berkaitan dengan kepentingan publik maupun mempengaruhi hajat hidup orang banyak. Terkait dengan hal itu, Perseroan Terbatas sebagai bentuk perusahaan yang paling banyak digunakan oleh perusahaan terutama perusahaan berskala besar di Indonesia, tentu kegiatannya berkaitan dengan kepentingan publik atau setidaknya kegiatannya memiliki dampak terhadap kepentingan publik maupun hajat hidup orang banyak. Di Indonesia sebagian besar perusahaan berskala besar berbentuk Perseroan Terbatas sebagaimana telah disebutkan sebelumnya. Perseroan Terbatas (PT) merupakan kendaraan bisnis yang memberikan kontribusi hampir di semua
114
bidang kehidupan manusia, sebagai entitas bisnis112 dan sebagai subjek hukum mandiri yang dapat menggugat, digugat, mengadakan kontrak, mempunyai hak milik dan lain- lain,113 PT telah menciptakan lapangan kerja, meningkatkan kesejahteraan masyarakat, dan memberikan konstribusi yang tidak sedikit untuk pembangunan ekonomi dan sosial.114 Berbeda halnya dengan Perseoran terbatas berupa BUMN dan BUMD yang merupakan perusahan yang modalnya berasal dari kekayaan negara yang terpisah sehingga jelas diatur dalam UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, sedangkan bagi Perseroan Terbatas non BUMN dan BUMD tentunya tidak diatur dalam UU keterbukaan informasi publik namun seharusnya diatur tersendiri dalam hal ini pengaturannya dalam UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Sebagaimana yang telah dipaparkan sebelumnya bahwa prinsip-prinsip mengenai keterbukaan telah dikenal secara terbatas dalam UU No. 40 Tahun 2007 tersebut, namun terkait lebih khusus kepada klasifikasi informasi bagi publik, pengelola informasi dan hak akses informasi terhadap perusahaan tidak diatur dalam undang-undang tersebut sebagaimana halnya dalam UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, sehingga hal ini menjadi urgen untuk mendapatkan pengaturannya di dalam UU No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas tersebut. Hal ini menjadi urgen karena peran perusahaan dalam perekonomian dan kondisi
perekonomian
112
sangat
penting,
perannya
Indra Surya dan Ivan Yustiavanda, Op.Cit., hal. 1. Chatamarrasjid, Op.Cit., hal. 2. 114 Indra Surya dan Ivan Yustiavanda, Loc.Cit. 113
sebagai
faktor
yang
115
mempengaruhi perekonomian merupakan hubungan yang bertimbal balik. Kehidupan perekonomian suatu
negara sangat dipengaruhi oleh kehidupan
perusahaan, sebab perusahaanlah yang memberikan nilai tambah yang menjadi kekuatan ekonomi. Dalam kehidupan perekonomian, perusahaan berada di hampir semua sektor. Perusahaan memegang peran penting dalam meningkatkan kesejahteraan
rakyat antara lain melalui kegiatan
menghasilakan dan
memperdagangkan barang dan jasa kebutuhan masyarakat, pengembangan sumber daya manusia, pengembangan teknologi, dan pemupukan modal pembangunan. Kemajuan di bidang perusahaan akan mempercepat kemajuan ekonomi nasional, yang pada gilirannya berarti pula kemajuan dalam upaya mencapai kemakmuran rakyat. Karena itulah perusahaan diterima dan diakui sebagai pilar pembangunan ekonomi, atau agen pembangunan dalam rangka mengupayakan kesejahteraan rakyat , demikian juga bahwa kehidupan perusahaan tidak bisa lepas dari pengaruh kehidupan perekonomian suatu negara.115 Perusahaan
sebagai
sebuah
sistem
dalam
keberlanjutan
dan
keseimbangannya tidak dapat berdiri sendiri. Keberadaan perusahaan dalam lingkungan masyarakat membawa pengaruh bagi kehidupan sosial, ekonomi, serta budaya.
Perusahaan
memiliki
potensi
mengembangkan
wilayah
karena
beroperasinya perusahaan di suatu wilayah masyarakat dapat mengundang aktivitas-aktivitas masyarakat lokal. Seperti halnya, penyerapan tenaga kerja lokal oleh perusahaan, termasuk fenomena menjamurnya masyarakat lokal yang
115
Heidjrachman Ranupandojo, Op.Cit., hal. 1.
116
membuka usaha baru untuk pemenuhan kebutuhan karyawan dan juga seluruh pihak yang berkaitan dengan adanya aktivitas perusahaan. Dalam perjalanannya, aktivitas yang dilakukan oleh perusahaan bersinggungan, baik secara langsung maupun tidak langsung dengan masyarakat dan lingkungan. Oleh karena itu, perusahaan perlu mengingat dan memperhatikan aspek sosial budaya dan lingkungan. Salah satunya adalah dengan membina hubungan baik yang bersifat reciprocal (timbal balik) dengan stakeholderstakeholder lain, baik pemerintah, swasta, maupun dari berbagai tingkatan elemen masyarakat. Tujuan perseroan dalam meraih profit haruslah memperlihatkan keseimbangan, kepentingan, dan hak para pihak yang berkepentingan atas perseroan secara luas. Tujuan perseroan lebih luas lagi adalah mendorong kerja sama antara perusahaan dan publik (stakeholders) dalam menciptakan kemakmuran, kesempatan kerja, pendukung perusahaan bersifat finansial.116
Karena perusahaan tersebut mempengaruhi ekonomi suatu negara maka dapat dikatakan perusahaan dalam hal ini khususunya PT berkaitan dengan kepentingan publik ataupun dapat mempengaruhi hajat hidup orang banyak atau setidaknya kegiatannya berdampak terhadap kepentingan publik maupun hajat hidup orang banyak. Kegiatan perusahaan yang mencakup hampir semua bidang kehidupan membawa dampak yang luas pula baik negatif maupun positif. Sebagai contoh perusahaan pertambangan selain memberikan devisa yang besar untuk negara, perusahaan tersebut tentunya membawa pengaruh yang sangat besar bagi
116
I Nyoman Tjager, dkk., 2003, Corporate Governance, Tantangan dan Kesempatan bagi Komunitas Bisnis Indonesia, Prenhallindo, Jakarta, h. 49.
117
pendapatan pemerintah daerah tempat tambang itu berada, dan secara
tidak
langsung dapat mempengaruuhi kebijakan-kebijakan daerah tersebut, selain itu perusahaan
pertambangan tersebut selalu membawa dampak serius pada
lingkungan, bahan kimia yang digunakan untuk ekstraksi bijih logam dan limbah pengelolahan mineral bila tidak ditangani dengan benar masuk ke sungai dan laut terdekat. Akibatnya, masyarakat yang hidup di daerah tersebut tidak bisa lagi memakai air sungai itu untuk kebutuhan sehari-hari. Ada juga dampak bagi binatang-binatang yang minum air itu ataupun bagi yang hidup di dalamnya. Perusahaan-perusahaan besar penyedia produk maupun jasa memiliki aset yang besar, dengan terus berkembangnya masyarakat semakin banyak dan beragam
pula barang dan jasa yang dibutuhkannya, perusahaan-perusahaan
tersebut mampu membayar biaya iklan yang mahal untuk menjual produknya, tanpa diketahui pasti kebenaran akan iklan tersebut, dan iklan-iklan yang ditayangkan berulang-ulang pun mampu memberi pengaruh pada masyarakat, mempengaruhi opini publik, merubah selera dan nilai dalam masyarakat. Perusahaan-perusahaan yang menyediakan produk kebutuhan penting seperti air minum, susu, dan produk pangan lain yang sudah menjadi kebutuhan utama masyarakat pun memiliki pengaruh yang tidak sedikit, akan terjadi gejolak yang besar di masyarakat, bila perusahaan tersebut menaikkan harganya dengan tajam, mengurangi jumlah produksinya, menghasilkan produk yang tidak aman, dan sebagainya. Dari contoh tersebut dapat dilihat jelas bahwa perusahaan memiliki pengaruh terhadap kepentingan publik maupun hajat hidup orang banyak.
118
Ditengah banyaknya persoalan yang terjadi mengenai perusahaan karena posisi antara perusahaan besar dan masyarakat yang tidak seimbang, tidak membuat stakeholder memiliki peluang yang lebih besar untuk menentukan dan memilih yang mana perusahaan yang baik, yang produk dan jasanya aman bagi konsumen, yang bertanggung jawab bagi pekerja, yang peduli lingkungan bagi pemerintah dan masyarakat sekitar, yang taat pajak bagi pemerintah, dan sebagainya, karena kurangnya informasi atas perusahaan tersebut. Karena
perusahaan
berkaitan
dengan
kepentingan
publik
dan
mempengaruhi hajat hidup orang banyak tentu akses informasi terkait perusahaan tersebut menjadi sangat penting, informasi sebagai salah satu hak asasi yang telah dijamin dalam konstitusi, maka masyarakat maupun pemerintah, sebagai para stakeholder dari perusahaan tersebut memiliki hak atas informasi tersebut. Para stakeholder perusahaan dikatakan memiliki hak karena para stake holderlah yang secara tidak langsung merupakan investor utama dari sebuah perusahaan tidak hanya para shareholder (pemegang saham). Para stakeholder seperti para pekerja, pelanggan, pemasok, komunitas sekitar, dan semua masyarakat luas telah berinvestasi terhadap suatu perusahaan dan berpotensi mengalami kerugian yang lebih besar dibandingkan para shareholder yang dalam hal ini adalah para investor finansial.117 Berbagai investasi tersebut dapat dilihat sebagai berikut, bahwa para pekerja
baik
buruh
maupun
tenaga
terpelajar
secara
tidak
langsung
menyumbangkan pendidikan, keahlian, dan pengalaman mereka yakni sesuatu
117
Ralph Estes, Op.Cit., hal. 5.
119
yang telah mereka peroleh dengan biaya pribadi yang besar untuk pekerjaan dalam perusahaan tersebut juga telah memberikan waktu tenaga dan bahkan kesehatannya yang sering kali tidak sebanding dengan gaji atau upah yang mereka terima. Konsumen
berinvestasi
dalam
bentuk
kepercayaan
untuk
terus
menggunakan produknya dan merekomendasikan produk tersebut kepada calon konsumen lainnya, konsumen juga berinvestasi pada harga yang mereka bayar untuk suatu produk maupun jasa. Investasi konsumen tersebut menajdi besar bila harga mahal yang telah dibayar untuk suatu prosuk ternyata produk yang dibelinya tersebut mengalami cacat, tidak sesuai dengan harga, maupun berkualitas buruk. Komunitas baik di lingkungan rumah tangga, di kota kecil maupun besar, dan di berbagai negara melakukan investasi dalam perusahaan, dalm hal ini warga negara membayar pajak untuk mendapatkan manfaat hidup bermasyarakat dari pajak tersebut dibangunlah oleh pemerintah prasarana fisik seperti jalan dan jembatan, sistem pengairan, saluran pembuangan, satuan pengamanan dan sebagainya. Pemerintah dan segenap rakyat ikut pula berinvestasi, menyediakan modal dan struktur sosial, memberikan ijin pendirian perusahaan, perlindungan terhadap perusahaan dan jaminan kemanan berinvestasi bagi perusahaan, berbagai intensif perlindungan tarif, subsidi, dan sebagainya. Semua hal tersebut adalah bentuk-bentuk dari investasi para stakeholder terhadap perusahaan, sehingga dengan logika tersebut, para stakeholder dalam hal ini adalah setiap orang berhak atas keterbukaan informasi terkait perusahaan
120
tersebut, karena mereka turut berinvestasi terhdap perushaan tersebut dan perusahaan tersebut mempengaruhi hajat hidup orang banyak dalam arti luas. Hal ini sejalan dengan salah satu tujuan dari dibentuknya UU No. 14 Tahun 2008 ini yaitu untuk mengetahui alasan kebijakn publik yang mempengaruhi hajat hidup orang banyak, sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 3 Butir e UU No. 14 Tahun 2008. Selain dari hal tersebut, urgensi diaturnya Perseroan Terbatas non BUMN dan BUMD adalah untuk kesetaraan dan juga melindungi perusahaanperusahaan negara dari persaingan tidak sehat, karena bagi perusahaan negara secara tegas dalam UU No. 14 tahun 2008 diwajibkan melakukan keterbukaan sedangkan bagi perushaan yang bukan tidak diwajibakn dalam undang-undang tersebut. Sebagai contoh
jika BUMD/BUMD harus terbuka akan mengulang
kembali praktek yang terjadi pada Bank Negara Indonesia (BNI). Pada saat BNI melakukan keterbukaan, justru nasabahnya hengkang ke bank-bank lain, terutama ke bank-bank asing.118 Kemudian apabila BUMN/BUMD terbuka, maka Perseroan Terbatas seperti PT. Newmont, PT. Freeport dapat mengetahui semua tentang PT. Aneka Tambang, PT. Petronas dapat mengetahui tentang Pertamina, sedangkan perusahaan negara tidak bisa mengetahui mereka. Lebih dari itu, pengaturan keterbukaan informasi publik PT non BUMN dan BUMD ke dalam undang-undang keterbukaan informasi publik yang sama dengan PT BUMN maupun BUMD menghindari terjadinya diskriminasi antara BUMN/BUMD dengan perusahaan swasta. Semua BUMN/BUMD harus terbuka, sedangkan
118
Komisi Informasi Pusat RI, Op. Cit. hal. 46.
121
swasta tidak harus terbuka. Ini dianggap sebagai wujud ketidakadilan informasi yang justru akan membawa dampak kerugian bagi perusahaan negara tersebut. Tidak diaturnya keterbukaan informasi publik bagi PT non BUMN dan BUMD di dalam Undang-undang No. 40 tahun 2007 menyebabkan tidak adanya kewajiban bagi perusahaan PT non BUMN dan BUMD atau PT swasta untuk meyediakan
informasi-informasi yang memang sangat dibutuhkan oleh
masyarakat dalam hal in seluruh stakeholder yng berkaitan dengan perusahanan tersebut, sehingga tidak ada kepastian hukum atau jaminan bagi masyarakat apabila tidak mendapatkan informasi, kalaupun informasi ada apabila permintaan informasi dari masyarakat ditolak, mereka tidak memiliki jaminan hukum untuk mempertahankan haknya. Dengan tidak diaturnya
di dalam undang-undang
perseroan terbatas tersebut tentu ketentuan hukum yang mengatur batasan informasi yang bersifat rahasia maupun wajib dibuka bagi PT non BUMN dan BUMD tidak ada, demikian pula tidak adanya mekanisme mendapatkan informasi yang jelas . Berdasarkan hal-hal yang telah dipaparkan tersebut, maka pengaturan keterbukaan informasi publik bagi perusahaaan dalm hal ini Perseroan Terbatas baik itu BUMN dan BUMD maupun non BUMN dan BUMD menjadi urgen untuk mendapatkan pengaturan dalam undang-undang tentang Perseroan Terbatas sebagai wadahnya, agar memiliki kewajiban yang sama dengan perusahaan BUMN dan BUMD, semuanya adalah demi tercapainya transparansi dan untuk memberikan kepastian hukum atas jaminan terhadap keterbukaan informasi
122
tersebut yang dalam hal ini bertujuan untuk melindungi hak-hal publik (seluruh stakeholder) terhadap informasi perusahaan tersebut.
123
BAB IV PENGATURAN KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK BAGI PERSEROAN TERBATAS NON BUMN DAN BUMD DALAM UNDANGUNDANG PERSEROAN TERBATAS
4.1
Pengaturan Keterbukaan Informasi Publik Bagi PT Non BUMN dan BUMD dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas Secara Filosofis, Yuridis, dan Soiologis Untuk pembahasan permasalahan ini adalah perlu dipahami rasionalitas
dari urgensi atau pentingnya pengaturan keterbukaan informasi publik bagi PT non BUMN dan BUMD ini di dalam undang-undang tentang PT guna melengkapi kekurangan pengaturan yang ada. A. Dasar Filosofis Secara filosofis, Tujuan bangsa Indonesia diantaranya adalah melindungi segenap bagsa Indonesia dan tumpah darah Indonesia, serta memajukan kesejahteraan Umum, sebagaimana disebutkan dalam alinea IV pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, sedangkan dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945 tentang sistem Pemerintah Negara, dinyatakan
bahwa Indonesia ialah
berdasarkan atas hukum (Rechtsstat) tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (machsstaat), hal tersebut menunjukan bahwa Indonesia adalah negara hukum yang bertujuan mewujudkan kesejahteraan umum, dan membentuk masyarakat
123
124
yang adil dan makmur.119 Sebagai negara hukum tentunya segala sesuatunya harus berlandasakn pada hukum untuk menjamin tercapainya tujuan kesejahteraan tersebut. Bagi bangsa dan negara Indonesia dengan dasar filsafat Pancasila,120 cita hukum negara Indonesia berisi dan didasari oleh nilai-nilai Pancasila, yang terdiri dari 5 (lima) sila yaitu, nilai-nilai ketuhanan, nilai-nilai kemanusiaan, nilai-nilai nasioalisme/persatuan, nilai-nilai musyawarah mufakat dan nilai-nilai keadilan sosial. Nilai-nilai yang terdapat dalam kelima sila Pancasila inilah yang menjadi tolak ukur dan bintang pemandu untuk mengarahkan hukum kepada cita-cita yang diinginkan masyarakat dalam kehidupan bernegara. Hal yang demikian telah ditegaskan oleh para pendiri Negara Republik Indonesia, bahwa kedudukan Pancasila adalah cita hukum (rechtsidee) negara Indonesia yang menguasai hukum dasar negara, baik hukum tertulis maupun hukum yang tidak tertulis.121 Dengan demikian cita hukum yang berfungsi sebagai penguji dan sebagai pemandu sebagai tolak ukur yang bersifat konsitutif telah tertuang ke dalam UUD, untuk selanjutnya dijabarkan dalam pelaksanaannya. Melalui pengaturan keterbukaan informasi publik yang melindungi dan menjamin hak setiap orang untuk memperoleh dan menggunakan informasi merupakan pengejawantahan dari nilai-nilai pancasila terutama sila kelima yakni nilai keadilan sosial. Dan pengaturannya di dalam sebuah undang-undang
119
C.S.T Kansil, 1984, Hukum Tata Pemerintahan Indonesia, Ghalia Indonesia, Jakarta (selanjutnya disebut C.S.T. Kansil II), hal.82. 120 M. Dimyati Hartono, 1983, Kebebasan Hakim Indonesia, Medan, Kanwil Departemen Kehakiman Sumatera Utara, hal. 18. 121 A. Hamid Attammi, 1990, “Peranan Keputusan Presiden Republik Indonesia Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Negara”, (Disertasi) Universitas Indonesia, Jakarta, h. 307.
125
keterbukaan informasi publik menunjukan bahwa negara Indonesai adalah negara hukum. Demikian pula bahwa perusahaan dalam hal ini yang berbentuk Perseroan Terbatas non BUMN dan BUMN merupakan juga bagian dari roda perekonomian nasional yang kegiatannya membawa dampak baik langsung maupun tidak langsung bagi kehidupan masyarakat luas, maka diperlukannya sebuah pengaturan keterbukaan informasi publik bagi perusahaan tersebut sama halnya dengan Perseroan Terbatas yang merupakan BUMN maupun BUMD lainnya di dalam undang-undang yakni Undnag-Undang Perseroan Terbatas tersebut, agar dapat dijamin hak masyarakat untuk memperoleh informasi terkait dengan perusahaanperusahaan tersebut, sebagai bagian dari kesejaheraan dan keadilan sosial. B. Dasar Yuridis Secara yuridis akses terhadap informasi merupakan bagian dari hak asasi manusia yang dijamin dan dilindungi konstitusi. Pada perubahan kedua UUD 1945 Pasal 28 F dinyatakan bahwa: “Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia”. Karena itu jaminan hak asasi dalam UUD merupakan mandat kepada Pemerintah dan DPR untuk menjabarkannya lebih lanjut dalam berbagai perundang-undangan pelaksanaan agar menjadi operatif. Selanjutnya dikatakan bahwa tujuan pengaturan lebih lanjut adalah agar rumusan konstitusi dalam Pasal
126
28 F UUD 1945 tidak menjadi sekedar moral rights dan possession of a right, tetapi juga sebagai positive rights dan exercise of a right.122 Majelis Permusyawaratan Rakyat mengangkat norma Pasal 28 F UUD 1945 dari rumusan Pasal 14 Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (HAM). Rumusan tersebut dimuat dalam dua ayat, yaitu: “(1) Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan untuk memperoleh informasi yang diperlukan untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya. (2) Setiap orang berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis sarana yang tersedia.” Pengundangan UU No.14/2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP) merupakan momentum penting dalam mendorong keterbukaan di Republik Indonesia. Berbagai peraturan perundang-undangan di Indonesia telah banyak mengatur tentang hak atas informasi. Namun pengaturan hak atas informasi tersebut masih bersifat umum, belum menyentuh masalah khusus terutama tentang pengaturan jenis dan klasifikasi informasi, pengelola informasi, dan hak akses atas informasi tersebut. Sebagaimana dalam pembahasan sebelumnya bahwa beberapa undangundang memang sudah mengatur mengenai keterbukaan informasi publik perusahaan, namun peraturan perundang-undangan tersebut belum mengatur secara rinci apa saja informasi yang bersifat terbuka dan informasi yang dikecualikan. Belum jelas juga bagaimana mekanisme mendaptkan informasi, siapakah yang bertanggung jawab terhadap pengelolaan
122
informasi. Sebagian
Muhammad Yasin, 2007, “Akses Terhadap Informasi dan Dokumentasi Hukum: Studi tentang Prinsip Transparansi dan Akuntabilitas dalam Peraturan Perundang-Undangan Indonesia 1998-2006”, (Tesis) Universitas Indonesia, Jakarta, h. 142.
127
besar peraturan perundang-undangan tersebut hanya memuat prinsip-prinsip dasar perlunya keterbukaan informasi, dan beberapa bentuk keterbukaan dalam bentuk laporan. Pada praktiknya, kebutuhan atas informasi membawa implikasi yang jauh lebih luas dan kompleks sehingga diperlukan untuk menyatukan pengaturan mengenai keterbukaan informasi publik bagi peusahaan agar lebih komperhensif di dalam payung hukum Undang-Undang Perseroan Terbatas. C. Dasar Sosiologis Secara sosiologis, terdapat hubungan timbal balik antara eksistensi perusahaan dan perkembangannya dengan perkembangan kehidupan masyarakat, dengan melihat hubungan tersebut dapat dipahami bahwa perusahaan berkembang semakin pesat seiring dengan perkembangan kebutuhan masyarakat yang semakin meningkat
baik
jenis
kualitas
maupun
kuantitasnya.
Seiring
dengan
perkembangan tersebut, pola hidup maupun cara hidup masyarakat pun berubah, arus transaksi jual beli, ketenaga kerjaan, masalah lingkungan semua hal yang terjadi karena interaksi perusahaan dan masyarakat yang perkembangannya begitu cepat, demikian juga dengan kebutuhan informasi atas hal tersebut, menimbulkan masalah-masalah baru yang tentunya harus diiringi dengan sistem hukum yang memadai, dimana hukum juga jangan sampai tertinggal jauh dengan perkembangan masyarakat. Sebagaiamana yang telah dipaparkan sebelumnya, dalam interaksi antara perusahaan dan masyarakat tersebut masayakarakat (seluruh stakeholder) turut melakukan bentuk-bentuk investasi terhadap perusahaan, sehingga dengan logika tersebut, para stakeholder dalam
hal ini adalah setiap orang berhak atas
128
keterbukaan informasi terkait perusahaan tersebut, karena mereka turut berinvestasi terhdap perushaan tersebut dan perusahaan tersebut mempengaruhi hajat hidup orang banyak dalam arti luas. Undang-undang keterbukaan informasi publik dengan UU No. 14 Tahun 2008 sebagai payung hukum yang mengatur mengenai kebebasan memperoleh dan menggunakan informasi merupakan suatu
momentum yang baik untuk
memulai era keterbukaan informasi, di dalam undang-undang tersebut telah diatur mengenai perusahaan yaitu pada bagian pengaturan BUMN dan BUMD, sehingga perusahaan dalam hal ini Perseroan Terbatas yang bukan merupakan BUMN dan BUMD juga perlu mendapat pengaturan, sama halnya dnegan perusahaan BUMN dan BUMD, karena perusahaan apapun baik BUMN maupun bukan memegang peranan yang penting dalam perkembangan ekonomi dan pemenuhan kebutuhan masyarakat. Berdasarkan dasar-dasar pertimbangan tersebut maka layak dan berdasar untuk dibentuk suatu pengaturan mengenai keterbukaan nformasin publik bagi Perseroan Terbatas non BUMN dan BUMD di dalam suatu undang-undang yang komperhensif yakni di dalam Undang-undang Perseroan Terbatas, sehingga penaturan ini begitu penting atau urgen untuk dilakukan.
4.2. Pengaturan Keterbukaan Informasi Publik Bagi PT Non BUMN dan BUMD dalam UU PerseroanTerbatas Pengaturan ini diperlukan sejalan dengan Konsep GCG yang dijadikan sebagai landasaan teoritis, dimana konsep ini menginginkan adanya sebuah
129
keterbukaan (transparansi sebagai salah satu asasnya) untuk suatu pengelolaan perusahaan yang baik dan bermanfaat bagi seluruh stakeholder. Sebagai aplikasi dari asas transparansi GCG tersebut maka digunakalah NFR yang dalam hal ini mengacu pada SRG yang disusun oleh GRI sebagai pedoman NFR yang paling banyak digunakan di dunia untuk menyusun sebuah laporan perushaan sebagai wujud dari asas keterbukaan perusahaan tersebut. Pembahasan mengenai pengaturan keterbukaan informasi publik bagi PT non BUMN dan BUMD di dalam Uundang-Undang Perseroan Terbatas akan sangat terkait dengan pengaturan bagi PT BUMN dan BUMD yang lebih dahulu sudah diatur di dalam UU No. 14 Tahun 2008, karena bentuknya baik BUMN dan BUMD maupun bukan adalah sama-sama perusahaan, sehingga pembahasan pengaturan bagi PT BUMN dan BUMD dalam UU No.14 tahun 2008 diperlukan sebagai perbandingan bagi pengaturan keterbukaan informasi publik PT non BUMN dan BUMD dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas, disamping itu juga digunakan UU No. 8 Tahun 19995 serta Keputusan Ketua Bapepam LK terkait dengan pelaksanaan keterbukaan informasi bagi PT Tbk, serta memperhatikan ketentuan UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (selanjutnya disebut UU No. 12 Tahun 2011). Merujuk
pada
pengaturan
pembentukan
perundang-undangan
sebagaimana yang diatur dalam UU No. 12 Tahun 2014 maka rekomendasi mengenai pengaturan keterbukaan informasi publik bagi PT Non BUMN dan BUMD dalam UU Keterbukaan Informasi Publik pengaturannya tidak boleh bertentangan dengan asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan
130
tersebut, yaitu harus memuat hal-hal sebagai mana dimuat dalam Pasal 6 dan Penjelasan Pasal 6 UU No. 12 Tahun 2011 sebagi berikut; a. Asas pengayoman, adalah bahwa setiap Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan harus berfungsi memberikan pelindungan untuk menciptakan ketentraman masyarakat. b. Asas kemanusian, adalah bahwa setiap Materi Muatan Peraturan Perundangundangan harus mencerminkan pelindungan dan penghormatan hak asasi manusia serta harkat dan martabat setiap warga negara dan penduduk Indonesia secara proporsional. c. Asas kebangsaan, adalah bahwa setiap Materi Muatan Peraturan Perundangundangan harus mencerminkan sifat dan watak bangsa Indonesia yang majemuk dengan tetap menjaga prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia. d. Asas kekeluargaan, adalah bahwa setiap Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan harus mencerminkan musyawarah untuk mencapai mufakat dalam setiap pengambilan keputusan. e. Asas kenusantaraan, adalah bahwa setiap Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan
senantiasa
memperhatikan
kepentingan
seluruh
wilayah Indonesia dan Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan yang dibuat di daerah merupakan bagian dari sistem hukum nasional yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
131
f. Asas bhinneka tunggal ika, adalah bahwa Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan harus memperhatikan keragaman penduduk, agama, suku dan golongan, kondisi khusus daerah serta budaya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. g. Asas keadilan, adalah bahwa setiap Materi Muatan Peraturan Perundangundangan harus mencerminkan keadilan secara proporsional bagi setiap warga negara. h. Asas kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan, adalah bahwa setiap Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan tidak boleh memuat hal yang bersifat membedakan berdasarkan latar belakang, antara lain, agama, suku, ras, golongan, gender, atau status sosial. i. Asas ketertiban dan kepastian hukum, adalah bahwa setiap Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan harus dapat mewujudkan ketertiban dalam masyarakat melalui jaminan kepastian hukum. j. Asas keseimbangan, keserasian, dan keselarasan” adalah bahwa setiap Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan harus mencerminkan keseimbangan, keserasian, dan keselarasan, antara kepentingan individu, masyarakat dan kepentingan bangsa dan negara. Pembahasan mengenai rekomendasi pengaturan keterbukaan informasi publik bagi PT non BUMN dan BUMD dalam
undang-undang keterbukaan
informasi publik, sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya akan dibandingkan dengan pengaturan bagi BUMN dan BUMD dalam UU No. 14 Tahun 2008 yang telah dipaparkan sebelumnya, karena sama-sama sebagai sebuah perusahaan.
132
Karena pembahasan ini didasarkan pada perbandingan dengan UU No. 14 Tahun 2008, maka secara garis besarnya hal-hal penting mengenai pengaturan keterbukaan informasi publik bagi PT BUMN dan BUMD yang pada hakikatnya adalah pelaksanaan dari keterbukaan itu sendiri yang terdiri dari klasifikasi dan jenis informasi publik, pengelola informasi, hak akses atas informasi, dapat digunakan untuk pengaturan keterbukaan informasi publik bagi perusahaan PT Non BUMN dan BUMD dalam UU No. 14 Tahun 2008 serta dalam peraturan lainnya, yang tetunya pengaturannya akan disesuaikan dengan karakteristik suatu Perseroan Terbatas yang merupakan perushaaan swasta. 4.2.1. Jenis Informasi Publik Mengacu pada Pasal 14 UU No. 14 Tahun 2008, bagi BUMN dan BUMD dan/atau badan usaha lainnya yang dimiliki oleh negara yang merupakan perusahaan, sebagai badan publik yang dalam hal ini berkecimpung di sektor ekonomi mendapatkan pengaturan khusus mengenai informasi yang wajib disediakan dibandingkan dengan Badan Publik lainnya. Secara khusus BUMN dan BUMD dan/atau badan usaha lainnya yang dimiliki oleh negara diwajibkan untuk menyediakan
informasi sebagai
berikut: a) nama dan tempat kedudukan, maksud dan tujuanserta jenis kegiatan usaha, angka waktu pendirian, dan permodalan, sebagaimana tercantum dalam anggaran dasar b) nama lengkap pemegang saham, anggota direksi, dan anggota dewan komisaris perseroan
133
c) laporan tahunan, laporan keuangan, neraca laporan laba rugi, dan laporan tanggung jawab sosial perusahaan yang telah diaudit d) hasil penilaian oleh auditor eksternal, lembaga pemeringkat kredit dan lembaga pemeringkat lainnya e) sistem dan alokasi dana remunerasi anggota komisaris/dewan pengawas dan direksi f) mekanisme penetapan direksi dan komisaris/dewan pengawas g) kasus hukum yang berdasarkan Undang-Undang terbuka sebagai Informasi Publik h) pedoman pelaksanaan tata kelola perusahaan yang baik berdasarkan prinsip-prinsip
transparansi,
akuntabilitas,
pertanggungjawaban,
kemandirian, dan kewajaran i) pengumuman penerbitan efek yang bersifat utang j) penggantian akuntan yang mengaudit perusahaan k) perubahan tahun fiskal perusahaan l) kegiatan penugasan pemerintah dan/atau kewajiban pelayanan umum atau subsidi m) mekanisme pengadaan barang dan jasa; n) dan/atau informasi lain yang
ditentukan oleh Undang-Undang yang
berkaitan dengan Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah. Pengaturan tersebut dapat menjadi pembanding untuk rekomendasi bagi jenis informasi yang wajib disediakan oleh PT non BUMN dan BUMD dalam UU Perseroan Terbatas kedepannya.
134
Informasi sebagaimana dimaksud dalam butir a dan butir b tersebut sesuai pula bila diterapkan bagi PT non BUMN dan BUMD, karena sebenarnya informasi ini juga sudah umum disediakan oleh PT Non BUMN dan BUMD dalam laporan tahunannya maupun dalam website perusahaan di dunia maya. Lebih lanjut, dalam UU No. 40 Tahun 2007 (UU PT) terdapat kewajiban Perseroan untuk mendaftakan diri, dan pendaftaran tersebut kemudian diumumkan dalam Daftar Perseroan yang diselenggarakan oleh Menteri. Dimana Daftar tersebut memuat identitas yng komperhensif mengenai perusahaan perseroan tersebut sebagiaman yang diatur dalam pasal 29 ayat (2), serta daftar tersebut adalah terbuka untuk umum, hal ini berarti terbuka bagi publik atau masyarakat umum yang membutuhkannya. Informasi sebagaimana dimaksud butir c, butir d, butir e, dan butir f , butir h, butir i, butir j, butir k, tersebut juga sesuai bila diterapkan bagi PT non BUMN dan BUMD, karena sebenarnya informasi ini juga sudah disediakan oleh perusahaan di dalam laporan tahunanya, dimana kewajiban menyediakan laporan tahunan sebelumnya telah diatur dalam Pasal 66 ayat (2) UU No. 40 Tahun 2007. Bagi perusahaan berbentuk PT Tbk. juga diwajibakan untuk menyampaikan laporan tahunan, sebagaimana diatur dalam Bab X UU No. 8 tahun 1995 tentang Pelaporan dan Keterbukaan Informasi. Dalam penjelasan Pasal 85 UU No. 8 Tahun 1995 disebutkan bahwa Laporan yang dimaksud adalah laporan berkala dan laporan insidental lainnya, adapun ketetntuan
135
lebih lanjut tentang laporan ini diatur oleh Bapepam sebagaiaman ditegaskan dalam Pasal 88 UU No. 8 Tahun 1995 tersebut. Selanjutnya mengenai laporan tahunanan diatur berdasar Keputusan Ketua Bapepam LK No. KEP134/BL/2006, dimana substansi dari laporan tahunan tersebut juga meliputi hal-hal sebagaimana yang disebutkan dalam butir a, butir, b, butir c, butir d, butir e, butir f, butir h, butir i, butir j, dan butir k, dalam UU No. 14 Tahun 2008 tersebut. Berdasarakn hal tersebut, maka ketentuan Pasal 14 butir a, butir b, butir c, butir d, butir e, butir f , butir h, butir i, butir j, butir k, dalam UU No. 14 Tahun 2008 tersebut sesuai dan patut diterapkan pula bagi PT Non BUMN dan BUMD dalam usulan jenis informasi yang wajib disediakan dalam UU Perseroan Terbatas kedepannya. Terhadap Informasi butir g mengenai kasus hukum, dalam UU No. 40 tahun 2007 belum yang mewajibkan PT non BUMN dan BUMD untuk mencantumkan kasus hukumnya dalam laporan tahunan, sedangkan bagi PT Tbk. pengaturan tersebut ditemukan dalam Keputusan Ketua Bapepam LK No. KEP-134/BL/2006, mengenai bentuk dan isi laporan tahunan dalam butir g mengenai tata kelola perusahaan (corporate governance), yang salah satunya adalah terkait
perkara penting yang dihadapi oleh Emiten atau
Perusahaan Publik, entitas anak, anggota Dewan Komisaris dan Direksi yang sedang menjabat, serta terkait uraian mengenai sistem pelaporan pelanggaran (whistleblowing system) di Emiten atau Perusahaan Publik yang dapat merugikan perusahaan maupun pemangku kepentingan (jika ada) .
136
Apabila dicermati, keterbukaan mengenai hal ini menjadi penting, karena merupakan hak dari shareholders mengetahui sebenar-benarnya mengenai perusahaan tersebut dan dapat membuat perusahaan terpacu untuk bertanggung jawab dalam melaksanakan kegiatannya. Sehingga ketentuan Pasal 14 butir g UU No. 14 Tahun 2008 tersebut, yang juga sesuai dengan keterbukaan berupa laporan bagi perusahaan di pasar modal, maka patut diterapkan pula bagi PT Non BUMN dan BUMD dalam usulan jenis informasi yang wajib disediakan dalam UU Perseroan Terbatas kedepannya. Sedangkan untuk butir l mengenai kegiatan penugasan pemerintah dan/atau kewajiban pelayanan umum atau subsidi, dan butir m mengenai mekanisme pengadaan barang dan jasa tidak cocok untuk pengaturan PT swasta tersebut sehingga tidak perlu digunakan. Terhadap butir n disesuaikan menjadi “dan/atau informasi lain yang ditentukan oleh Undang-Undang yang berkaitan dengan Perseroan Terbatas”. Untuk butir Lebih lanjut, maka jika dianalisa informasi-informasi yang dibutuhkan tersebut sebagain besarnya adalah sama dengan atau sudah terkandung dalam substansi laporan tahunan yang wajib disediakan PT secara umum maupun PT Tbk secara khusus. Adapun substansi dari laporan tahunan tersebut dapat ditemukan dalam berbagai peraturan sebelumnya. Pasal 3 ayat (1) PP 64/1999 tentang Informasi Keuangan Tahunan Perusahaan mengatur bahwa Laporan Keuangan Tahunan tersebut meliputi: a) Neraca; b) Laporan laba-rugi;
137
c) Laporan perubahan ekuitas; d) Laporan arus kas, dan e) Catatan atas laporan keuangan yang mengungkapkan utang piutang termasuk kredit bank dan daftar penyertaan modal.” Dalam UU No. 40 Tahun 2007 juga ditemukan pengaturan mengenai kewajiban Perseroan untuk membuat laporan tahunan, sebagiamana diatur dalam Pasal 66 Ayat (2), bahwa Laporan tahunan harus memuat sekurangkurangnya: a) laporan keuangan yang terdiri atas sekurang-kurangnya neraca akhir tahun buku yang baru lampau dalam perbandingan dengan tahun buku sebelumnya, laporan laba rugi dari tahun buku yang bersangkutan, laporan arus kas, dan laporan perubahan ekuitas, serta catatan atas laporan keuangan tersebut; b) laporan mengenai kegiatan Perseroan; c) laporan pelaksanaan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan; d) rincian masalah yang timbul selama tahun buku yang mempengaruhi kegiatan usaha Perseroan; e) laporan mengenai tugas pengawasan yang telah dilaksanakan oleh Dewan Komisaris selama tahun buku yang baru lampau; f) nama anggota Direksi dan anggota Dewan Komisaris; g) gaji dan tunjangan bagi anggota Direksi dan gaji atau honorarium dan tunjangan bagi anggota Dewan Komisaris Perseroan untuk tahun yang baru lampau.
138
Pengaturan laporan tahunan tersebut jika dianalisa maka bentuknya merupakan laporan keuangan tahunan yan tentunya lebih dibutuhkan dan dimengerti oleh para share holder, serta sedikit mengenai laporan non keuangan dari perusahaan tersebut. Informasi sebagaimana telah dipaparkan sebelumnya yang sebagian besar berupa laporan keuangan, hanyalah informasi yang berkaitan langsung dengan para pemegang saham perusahaan yang bersangkutan (shareholder) secara garis besarnya merupakan laporan finansial, dengan kata lain keterbukaan informasi dalam bentuk laporan yang berisi informasi tertentu tersebut adalah informasi yang dibutuhkan oleh shareholder, sedangkan publik non shareholder dalam hal ini stakeholeder lain tidak membutuhkan informasi tersebut secara langsung. Terkait dengan laporan
tahunan tersebut, sebagaimana pembahasan
sebelumnya telah disebutkan bahwa
perusahaan berkaitan dengan
kepentingan publik dan mempengaruhi hajat hidup orang banyak tentu akses informasi terkait perusahaan tersebut menjadi sangat penting, informasi sebagai salah satu hak asasi yang telah dijamin dalam konstitusi, maka masyarakat maupun pemerintah, sebagai para stakeholder dari perusahaan tersebut memiliki hak atas informasi tersebut. Diperlukan informasi yang benar-benar dibutuhkan oleh para stakeholder selain shareholder dari perusahaan tersebut, stakeholder yang dalam pembahasan sebelumnya telah disebutkan juga turut sebagai investor dalam suatu perusahaan memilki kepentingan akan keterbukaan yang tidak cukup hanya dalam bentuk laporan
139
keuangan tersebut, melainkan lebih kepada laporan non financial
(NFR)
untuk memenuhi hak atas informasi tersebut. Membahas mengenai NFR, dalam laporan tahunan yang diwajibkan dalam UU No. 40 Tahun 2007 tersebut, nampak bahwa NFR telah dikenal dan diwajibkan, berupa laporan mengenai kegiatan Perseroan, laporan pelaksanaan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan, rincian masalah yang timbul selama tahun buku yang mempengaruhi kegiatan usaha Perseroan, laporan mengenai tugas pengawasan yang telah dilaksanakan oleh Dewan Komisaris selama tahun buku yang baru lampau, nama anggota Direksi dan anggota Dewan Komisaris, gaji dan tunjangan bagi anggota Direksi dan gaji atau honorarium dan tunjangan bagi anggota Dewan Komisaris Perseroan untuk tahun yang baru lampau. Serupa dalam UU No. 40 tahun 2007, NFR yang secara khusus bagi PT Tbk. dalam Keputusan Ketua Bapepam LK No. KEP-134/BL/2006, meliputi laporan Dewan Komisaris, laporan Direksi, profil perusahaan, tata kelola perusahaan, dan tanggung jawab sosial perusahaan. Dari bentuk dan isi laporan tersebut nampak bahwa NFR yang dibutuhkan oleh stake holder hanya sedikit, belum memenuhi substansi dari sebuah laporan yang benar-benar dibutuhkan sebagai hak dari stakeholder. Untuk memenuhi hal tersebut maka
dapat dan tepat digunakan
substansi SRG yang dikeluarkan oleh GRI begitu juga dengan substansi keterbukaan terkait NFR dalam Pedoman GCG dari KNKG sebagaimana yang telah dibahas dalam Bab II sebelumnya, tersebut sebagai acuan dalam
140
pelaksanaan NFR yang patut untuk direkomendasikan untuk ditambahkan di dalam substansi laporan perusahaan tersebut. Adapun substansi SRG tersebut menyangkut: a) Aspek Lingkungan menyangkut: jumlah limbah, tumpahan limbah yang signifikan, limbah berbahaya dan pelanggaran terhadap Undang-Undang Lingkungan. b) Aspek Tenaga Kerja menyangkut tingkat kematian dan kecelakaan. c) Aspek Hak Asasi Manusia menyangkut Insiden diskriminasi, Pelanggaran atas hak-hak Warga Pribumi. d) Aspek Sosial menyangkut: Kebijakan Publik dan lobbying, Kontribusi Politik dan Denda atas ketidak patuhan pada hukum, e) Aspek Tanggung jawab Produk yaitu menyangkut ketidakpatuhan terhadap Kesehatan dan Keselamatan Produk.123 Sedangkan substansi dalam Pedoman GCG tersebut yang juga sesuai dengan SRG tersebut, meliputi keterbukaan yang terkait kepentingan para stakeholder diluar dari shareholder, seperti terkait tenaga kerjanya, mitra bisnis, masyarakat disekitar lingkungan perusahaan, produk yang dihasilkan, serta lingkungan.124 Dengan demikian, maka informasi yang ideal dalam hal ini laporan yang perlu ditambahkan untuk perusahaan agar wajib disediakan adalah perpaduan dari kedua bentuk pelaporan tersebut, yakni pelaporan keuangan (financial reporting) dan pelaporan non keuangan (non financial reporting). 123
Markus Palenberg, et. al.,Op.Cit. p. 12. Komite Nasional Kebijakan Governance, Loc. Cit.
124
141
Berdasarkan pemaparan sebelumnya, maka dapat disimpulkan jenis informasi yang ideal yang wajib disediakan bagi PT non BUMN dan BUMD terdiri dari jenis informasi sebagaimana yang diwajibkan bagi BUMN dan BUMD dalam Pasal 14 UU No. 14 Tahun 2008 yang sudah disesuaikan bagi PT swasta tadi, dimana sebagian sudah terkandung juga dalam laporan tahunan perusahaan yang di dalamnya juga telah terkandung laporan keuangan dan laporan tanggung jawab sosial sebagaimana yang diamanatkan dalam UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, juga sebagian sudah terkandung dalam pengaturan laporan tahunan bagi perusahaan di Pasar Modal sesuai dengan Keputusan Ketua Bapepam LK No. KEP-134/BL/2006, ditambah dengan informasi sebagai berikut: - Laporan
mengenai
pencemaran
lingkungan
dan
upaya
penanggulangannya, upaya-upaya pelestarian dan perbaikan lingkungan (bagi perusahaan yang menghasilkan limbah atau memanfaatkan alam maupun SDA) (aspek lingkungan). - Laporan mengenai perekrutan baru dan pensiun, jumlah kecelakaan kerja dan kematian, dan jumlah pemutusan hubungan kerja (aspek tenaga kerja). - Laporan mengenai konflik dengan masyarakat setempat atau masyarakat adat (aspek HAM). - Laporan mengenai pajak dan denda yang dibayar perusahaan, kegiatankegiatan CSR (aspek sosial).
142
- Laporan mengenai jumlah produk yang dihasilkan, jumlah produk gagal atau cacat, penarikan produk gagal atau cacat, kompensasi bagi kerugian konsumen atas produk gagal atau cacat (aspek tanggung jawab produk) serta laporan-laporan lain terkait aspek-aspek tersebut. Dari pembahasan tersebut, maka ketentuan–ketentuan dan acuan-acuan tersebut patut bila diadopsi untuk menjadi rekomendasi dalam UU Perseroan Terbatas
kedepannya, terkait
mengenai jenis informasi yang wajib
disediakan oleh perusahaan dalam hal ini PT Non BUMN dan BUMD. 4.2.2. Klasifikasi Informasi Jenis informasi yang wajib disediakan telah dipaparkan sebelumnya. Tidak kalah pentingnya adalah mengenai klasifikasi informasi itu sendiri. Mengenai klasifikasi informasi tersebut juga dapat dilihat klasifikasi informasi dalam UU No. 14 Tahun 2008 yang tentunya berlaku bagi PT BUMN dan BUMD. Klasifikasi informasi diperlukan mengingat bahwa Perseroan Terbatas merupakan perusahaan swasta,sehingga tentu ada beberapa hal yang tidak bisa disamakan dengan pengaturan jenis informasi bagi perusahaan PT BUMN dan BUMD, sehingga ada informasi yang harus dijaga dan tidak diwajibkan keterbukaannya, maupun pengaturan lain yang disesuaikan dengan karakteristik tersebut. Dalam UU No. 14 Tahun 2008 informasi diklasifikasikan dalam beberapa jenis yaitu; informasi yang wajib disediakan dan diumumkan secara berkala dimana penyedian informasi tersebut secara berkala paling singkat
143
dilakukan setiap 6 (enam) bulan sekali (Pasal 9 UU No. 14 Tahun 2008), informasi yang wajib diumumkan secara serta merta (Pasal 10 UU No. 14 Tahun 2008), informasi yang wajib tersedia setiap saat (Pasal 11 UU No. 14 Tahun 2008), informasi yang dikecualikan (Pasal 17 UU No. 14 Tahun 2008). Dalam UU Perseroan Terbatas pun perlu diatur mengenai klasifikasi dari infromasi seperti ini, terutama nanti erat kepentingannya dengan hak akses terhadap informasi tersebut. A. Informasi yang wajib disediakan dan diumumkan secara berkala Bagi PT BUMN dan BUMD tentu informasi yang wajib disediakan dan diumumkan secara berkala diatur dalam Pasal 9 UU No. 14 Tahun 2008, penyediaan informasi tersebut secara berkala dilakukan paling singkat setiap 6 (enam) bulan sekali, dan lebih lanjit diatur dalam Peraturan KI No. 1 Tahun 2010 sebagaiman yang telah disebutkan sebelumnya. Mengacu pada pengaturan tersebut makan dalam usulan UU Perseroan Terbatas kedepannya perlu dimasukan mengenai informasi yang wajib diumumkan secara serta merta sebgaimana yang telah diatur Bagi PT BUMN dan BUMD diatas dengan beberapa penyesuain yang sesuai dengan PT swasta sehingga informasi tersebut menjadi sebagai berikut: a) informasi tentang profil perusahaan PT meliputi: -
informasi tentang kedudukan atau domisili beserta alamat lengkap, ruang lingkup kegiatan, maksud dan tujuan, tugas dan fungsi Perseroan Terbatas beserta kantor unit-unit di bawahnya
144
-
struktur organisasi, gambaran umum setiap satuan kerja, profil singkat pejabat perusahaan
b) ringkasan informasi tentang program dan/atau kegiatan yang sedang dijalankan dalam lingkup badan publik: -
informasi khusus lainnya yang berkaitan langsung dengan hak-hak masyarakat (misalnya program bantuan, beasiswa, kegiatan sosial bagi masyrakat, dan sebagainya)
-
informasi tentang penerimaan calon pekerja pada perusahaan
c) rinkasan laporan keuangan yang terdiri atas: -
neraca
-
laporan arus kas dan catatan atas laporan keuangan yang disusun sesuai dengan standar akuntansi yang berlaku
-
daftar aset dan investasi;
d) ringkasan laporan akses Informasi Publik: -
jumlah permohonan Informasi perusahaan yang diterima
-
alasan penolakan permohonan informasi
e) informasi tentang hak dan tata cara memperoleh Informasi f) informasi tentang tata cara pengaduan (terhadap produk atau jasa maupun pengaduan lain terkait kegiatan perusahaan) g) informasi tentang prosedur peringatan dini dan prosedur evakuasi keadaan darurat di setiap kantor perusahaan B. Informasi yang wajib diumumkan secara serta merta
145
Bagi PT BUMN dan BUMD tentu informasi yang wajib diumumkan secara serta merta, diatur dalam Pasal 10 UU No. 14 Tahun 2008, dan dalam Peraturan KI No 1 Tahun 2010 nya disebutkan bahwa setiap Badan Publik yang memiliki kewenangan atas suatu informasi yang dapat mengancam hajat hidup orang banyak dan ketertiban umum dan/atau Badan Publik yang berwenang memberikan izin dan/atau melakukan perjanjian kerja dengan pihak lain yang kegiatannya berpotensi mengancam hajat hidup orang banyak dan ketertiban umum wajib memiliki standar pengumuman informasi serta merta. Mengacu pada pengaturan tersebut makan dalam usulan UU Perseroan Terbatas kedepannya perlu dimasukan mengani informasi yang wajib diumumkan secara serta merta sebgaimana yang telah diatur Bagi PT BUMN dan BUMD diatas, tentunya apabila perusahaan tersebut memiliki suatu informasi sebgaimana yang dimaksud berikut dengan beberapa penyesuain yang sesuai dengan PT swasta sehingga informasi tersebut menjadi sebagi berikut: a) Informasi yang dapat mengancam hajat hidup orang banyak dan ketertiban umum: informasi tentang keadaan bencana non-alam seperti kegagalan industri atau teknologi, dampak industri, ledakan nuklir, pencemaran lingkungan, produk tercemar, produk gagal. b) Standar pengumuman informasi: -
potensi bahaya dan/atau besaran dampak yang dapat ditimbulkan;
-
pihak-pihak yang berpotensi terkena dampak
146
-
Upaya penganggulangan yang telah dilakukan perusahaan
C. Informasi yang wajib tersedia setiap saat Bagi PT BUMN dan BUMD tentu informasi yang wajib tersedia setiap saat diatur dalam Pasal 11 UU No. 14 Tahun 2008, yang lebih rincinya diatur dalam Peraturan KI No. 1 Tahun 2010 terdiri dari informasi yang wajib diumumkan dan disediakan secara berkala dalam Pasal ( UU No. 14 tahun 2008 ditambah dengan beberapa item. Mengacu pada pengaturan tersebut maka dalam usulan UU Perseroean Terbatas kedepannya perlu diatur mengenai informasi yang wajib tersedia setiap saat sebagaimana yang telah diatur Bagi PT BUMN dan BUMD diatas dengan memeprhatikan peraturan-peraturan lainnya dengan beberapa penyesuain yang sesuai dengan PT swasta sehingga informasi tersebut dihilangakn poin-poin lainnya dan menjadi sama dengan kriterian informasi yang wajib disediakan dan diumumkan secara berkala sebagaimana yang telah dipaparkan sebelumnya dalam poin rekomendasi jenis informasi. Jenis-jenis informasi yang wajib disediakan setiap saat berdasarkan kesimpulan pembahasan sebelumnya adalah sebagai berikut: a) nama dan tempat kedudukan, maksud dan tujuanserta jenis kegiatan usaha, angka waktu pendirian, dan permodalan, sebagaimana tercantum dalam anggaran dasar b) nama lengkap pemegang saham, anggota direksi, dan anggota dewan komisaris perseroan
147
c) laporan tahunan, laporan keuangan, neraca laporan laba rugi, dan laporan tanggung jawab sosial perusahaan yang telah diaudit d) hasil penilaian oleh auditor eksternal, lembaga pemeringkat kredit dan lembaga pemeringkat lainnya e) sistem dan alokasi dana remunerasi anggota komisaris/dewan pengawas dan direksi f) mekanisme penetapan direksi dan komisaris/dewan pengawas g) kasus hukum yang berdasarkan Undang-Undang terbuka sebagai Informasi Publik h) pedoman pelaksanaan tata kelola perusahaan yang baik berdasarkan prinsip-prinsip
transparansi,
akuntabilitas,
pertanggungjawaban,
kemandirian, dan kewajaran i) pengumuman penerbitan efek yang bersifat utang j) penggantian akuntan yang mengaudit perusahaan k) perubahan tahun fiskal perusahaan l) dan/atau informasi lain yang ditentukan oleh Undang-Undang ditambah dengan aspek NFR sebagi berikut: m) Laporan
mengenai
pencemaran
lingkungan
dan
upaya
penanggulangannya, upaya-upaya pelestarian dan perbaikan lingkungan (bagi perusahaan yang menghasilkan limbah atau memanfaatkan alam maupun SDA) (aspek lingkungan). n) Laporan mengenai perekrutan baru dan pensiun, jumlah kecelakaan kerja dan kematian, dan jumlah pemutusan hubungan kerja (aspek tenaga kerja).
148
o) Laporan mengenai konflik dengan masyarakat setempat atau masyarakat adat (aspek HAM). p) Laporan mengenai pajak dan denda yang dibayar perusahaan, kegiatankegiatan CSR (aspek sosial). q) Laporan mengenai jumlah produk yang dihasilkan, jumlah produk gagal atau cacat, penarikan produk gagal atau cacat, kompensasi bagi kerugian konsumen atas produk gagal atau cacat (aspek tanggung jawab produk) D. Informasi yang dikecualikan Selain prinsip umum informasi yang wajib disediakan sama halnya dengan UU No. 14 Tahun 2008, dalam UU Perseroan Terbtas pun tentu perlu dikenal pengecualiannya, yaitu terdapat informasi yang dikecualikan. Terkait informasi tersebut maka jika melihat karakter dari PT non BUMN dan BUMD yang merupakan sebuah perusahaan tentunya berbeda dengan badan publik lainnya maka informasi yang dikecualikan bagi PT non BUMN dan BUMD yang sesuai adalah Informasi yang apabila dibuka dan diberikan kepada Pemohon
Informasi
Publik dapat mengganggu kepentingan
perlindungan hak atas kekayaan intelektual dan perlindungan dari persaingan usaha tidak sehat. Sebagi contoh adalah dalam perusahaan yang menjual produk makanan, tentu resep dari makanan tersebut tidak boleh dipublikasikan atao disediakan sebagi informasi bagi publik karena terkait dengan rahasia dagang, begitu juga apabila resep tersebut dipublikasikan tentu akan dapat ditiru oleh perusahaan lain sehingga dapat menyebabkan persaingan usaha tidak sehat.
149
4.2.3. Pengelola Informasi Pengelola informasi dimaksudkan untuk mewujudkan pelayanan cepat, tepat, dan sederhana bagi Badan Publik termasuk dalam hal ini PT BUMN dan BUMD sebagaimana yang diamanatkan di dalam Pasal 13 UU No. 14 Tahun 2008,
menunjuk Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi
(selanjutnya disbeut PPID) yang dibantu oleh pejabat fungsional, serta membuat dan mengembangkan sistem penyediaan layanan informasi secara cepat, mudah, dan wajar sesuai dengan petunjuk teknis standar layanan Informasi Publik yang berlaku secara nasional. Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, maka usulan mengenai pengelola iformasi bagi bagi PT non BUMN dan BUMD dalam undangundang keterbukaan informasi publik pun, akan
dibandingkan dengan
pengaturan bagi BUMN dan BUMD dalam UU No. 14 Tahun 2008 yang telah dipaparkan sebelumnya, karena terdapat persamaan pada badan publiknya yaitu sama-sama perusahaan. Mengacu pada Pasal 1 angka 9 UU No. 14 Tahun 2008, disebutkan bahwa PPID adalah pejabat yang bertanggung jawab di bidang penyimpanan, pendokumentasian, penyediaan, dan atau
pelayanan informasi di badan
publik. Berdasarkan Pasal 19, PPID juga wajib melakukan pengujian tentang konsekuensi atas informasi yang dikecualikan (sebagaimana dimaksud di dalm Pasal 17) dengan seksama dan penuh ketelitian sebelum menyatakan Informasi Publik tertentu dikecualikan untuk diakses oleh setiap orang.
150
Ketentuan ini juga diperlukan bagi pengaturan PT non BUMN dan BUMD, sehingga patut bila diterapkan juga bagi PT Non BUMN dan BUMD. Berdasarkan pemaparan sebelumnya, maka Bagi BUMN dan BUMD yang menjadi PPID adalah direktur komunikasi, PPID adalah pejabat exofficio (yang karena jabatannya) yang tugas dan tanggungjawabnya di bidang Komunikasi, Informasi dan Kehumasan. Tugas dan tanggung jawab PPID tersebut, meliputi pengelolaan informasi, dokumentasi dan arsip, pelayanan informasi, pengaduan dan penyelesaian sengketa. PPID bertanggung jawab langsung terhadap direktur utama, sebagai atasan langsung PPID, dimana direktur utama juga merupakan pimpinan dari Perusahaan, kemudian direktur tiap bidang menjadi tim pertimbangan pelayanan informasi.125 PPID tersebut merupakan pejabat yang diangkat oleh pimpinan tertinggi badan publik. PPID bertanggung jawab kepada atasan langsung PPID. Atasan PPID merupakan penentu pengambilan kebijakan apabila muncul masalah dalam pengelolaan dan pelaksanaan layanan informasi termasuk dalam menentukan informasi yang dikecualikan atau tidak. Dalam melaksanakan wewenangnya, atasan PPID berkoordinasi dan meminta masukan dari Tim Pertimbangan Pelayanan Informasi.126 Karena struktur perusahannya sama, maka bagi PT non BUMN dan BUMD juga sangat sesuai bila pengaturan mengani pengelola informasi disamakan juga dengan struktur pengelola informasi pada BUMND.
125
http://www.dih.ristek.go.id/?q=system/files/dokumentasi, diunduh pada tanggal 2 April
2014. 126
http://www.dih.ristek.go.id/?q=system/files/dokumentasi, diunduh pada tanggal 2 April
2014.
151
4.2.4. Hak akses publik terhadap informasi perusahaan Sebagaimana telah dipaparkan sebelumnya dalam UU No. 14 Tahun 2008 ini juga sudah diatur mengenai hak akses publik terhadap informasi, terkait bagaimana mekanisme untuk memperoleh informasi tersebut. Hak akses menjadi sangat penting karena dengan telah diatur dan tersedianya informasi tersebut, maka pada akhirnya akses atau bagaimana cara mendapatkan informasi tersebut menjadi bagian yang tidak terpisahkan. Demikian halnya bagi keterbukaan informasi perusahaan bagi PT non BUMN dan BUMD. Mekanisme memperoleh Informasi Publik dalam UU No. 14 Tahun 2008, didasarkan pada prinsip cepat, tepat waktu, dan biaya ringan, juga perlu diterapkan bagi PT Non BUMN dan BUMD. Selanjutnya mengacu pada ketentuan Pasal 22 UU No. 14 tahun 2008, mengenai mekanisme memperoleh informasi bagi Badan Publik termasuk PT BUMN dan BUMD sebagaimana yang telah dipaparkan sebelumnya, maka mekanisme tersebut adalah sesuai bila diterapkan juga bagi PT Non BUMN dan BUMD dalam pengaturan di dalam
usulan Undang-Undang
Perseroan Terbatas kedepannya. Mekanisme memperoleh informasi ini adalah yang bersifat teknis ketika informasi diminta langsung kepada perusahaan PT terkait, walaupun sebenarnya dengan adanya informasi yang wajib diumumkan dan disediakan yang bukan merupakan informasi yang dikecualikan pihak perusahaan PT
152
cukup mengupload informasi tersebut pada website perusahaanya, sehingga mudah diakses oleh publik. Adapun usualan pengaturan mekanisme memperoleh informasi tersebut setelah disesuaikan dengan karakter dari PT swasta menjadi sebagi berikut: 1. Setiap pemohon informasi mengajukan permintaan untuk memperoleh Informasi Publik kepada Perusahaan PT terkait secara tertulis. Dipilih cukup tertulis mengingat akan lebih mempermudah penyedia informasi untuk emnyediakan informasinya daripada secara lisan, dengan mempertimbangkan bagi pencari informasi sebuah perusahaan tentu masyarakat yang sudah sadar akan haknya dan mememiliki kemampuan baca tulis. 2. Nama dan alamat Pemohon Informasi Publik, subjek dan format informasi serta cara penyampaian informasi yang diminta oleh Pemohon Informasi Publik wajib dicatat oleh Perusahan PT terkait. 3. Perusahan PT terkait wajib memberikan tanda bukti penerimaan permintaan Informasi perusahaan berupa nomor pendaftaran pada saat permintaan diterima. 4. Dalam hal permintaan disampaikan melalui surat elektronik, nomor pendaftaran
diberikan
melalui
surat
elektronik
saat
penerimaan
permintaan. 5. Dalam hal permintaan disampaikan melalui surat, pengiriman nomor pendaftaran dapat diberikan bersamaan dengan pengiriman informasi.
153
6. Paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja sejak diterimanya permintaan, Perusahan PT terkait wajib menyampaikan pemberitahuan tertulis yang berisikan penerimaan beserta informasinya atau penolakan permintaan dengan alasan. Saran bagi pengaturan keterbukaan informasi publik bagi Perseroan Terbatas di Indonesia dapat dijelaskan dalam tabel sebagai berikut:
Tabel 3.
Perbandingan Keterbukaan Informasi Bagi PT BUMN dan BUMD dalam UU No. 14 Tahun 2008 dengan PT Non BUMN dan BUMD dalam UU No. 40 Tahun 2007) UU 14/2008 (Bagi PT UU 40/2007 (Bagi PT Saran Pengaturan BUMN dan BUMD) Non BUMN dan BUMD) (dirumuskan dengan memperhatikan UU 14/2008, UU 40/2007, UU 8/1995 jo Kep. Ketua Bapepam LK No: KEP-431/BL/2012 dan Aspek-Aspek SRG-GRI)
Jenis Informasi
- nama dan tempat kedudukan, maksud dan tujuan serta jenis kegiatan usaha, jangka waktu pendirian, dan permodalan, sebagaimana tercantum dalam anggaran dasar - nama lengkap pemegang saham, anggota direksi, dan anggota dewan komisaris perseroan - laporan tahunan, laporan keuangan, neraca laporan laba rugi, dan laporan tanggung jawab sosial perusahaan yang telah diaudit - hasil penilaian oleh auditor eksternal,
- nama dan tempat - nama dan tempat kedudukan, maksud dan kedudukan, maksud tujuan serta kegiatan dan tujuan serta usaha, jangka waktu jenis kegiatan pendirian, dan usaha, jangka permodalan waktu pendirian, - alamat lengkap dan permodalan, Perseroan sebagaimana - nomor dan tanggal akta tercantum dalam pendirian dan keputusan anggaran dasar menteri mengenai - nama lengkap pengesahan badan pemegang saham, hukum Perseroan anggota direksi, - nomor dan tangga l akta dan anggota dewan perubahan anggaran komisaris perseroan dasar dan persetujuan - laporan tahunan, Menteri laporan keuangan, - nomor dan tanggal akta neraca laporan laba perubahan anggaran rugi, dan laporan dasar dan tanggal tanggung jawab
154
-
-
-
-
-
-
-
lembaga pemeringkat kredit dan lembaga pemeringkat lainnya sistem dan alokasi dana remunerasi anggota komisaris/dewan pengawas dan direksi mekanisme penetapan direksi dan komisaris/dewan pengawas kasus hukum yang berdasarkan UndangUndang terbuka sebagai Informasi Publik pedoman pelaksanaan tata kelola perusahaan yang baik berdasarkan prinsip-prinsip transparansi, akuntabilitas, pertanggungjawaban, kemandirian, dan kewajaran pengumuman penerbitan efek yang bersifat utang penggantian akuntan yang mengaudit perusahaan perubahan tahun fiskal perusahaan kegiatan penugasan pemerintah dan/atau kewajiban pelayanan umum atau subsidi mekanisme pengadaan barang dan jasa dan/atau informasi lain yang ditentukan oleh Undang-Undang yang berkaitan dengan Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah.
-
-
-
-
-
-
-
-
penerimaan pemberitahuan oleh Menteri nama dan tempat kedudukan notaris yang membuat akta pendirian dan akta perubahan anggaran dasar nama lengkap dan alamat pemegang saham, anggota Direksi, dan anggota Dewan Komisaris Perseroan nomor dan tanggal akta pembubaran atau nomor dan tanggal penetapan pengadilan tentang pembubaran Perseroan yang telah diberitahukan kepada Menteri berakhirnya status badan hukum Perseroan neraca dan laporan laba rugi dari tahun buku yang bersangkutan bagi Perseroan yang wajib diaudit (laporan keuangan) laporan mengenai kegiatan Perseroan laporan pelaksanaan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan; rincian masalah yang timbul selama tahun buku yang mempengaruhi kegiatan usaha Perseroan; laporan mengenai tugas pengawasan yang telah dilaksanakan oleh Dewan Komisaris selama tahun buku yang baru lampau; gaji dan tunjangan bagi anggota Direksi dan gaji atau honorarium dan tunjangan bagi anggota Dewan Komisaris Perseroan untuk tahun
sosial perusahaan yang telah diaudit - hasil penilaian oleh auditor eksternal, lembaga pemeringkat kredit dan lembaga pemeringkat lainnya - sistem dan alokasi dana remunerasi anggota komisaris/dewan pengawas dan direksi - mekanisme penetapan direksi dan komisaris/dewan pengawas - kasus hukum yang berdasarkan Undang-Undang terbuka sebagai Informasi Publik - pedoman pelaksanaan tata kelola perusahaan yang baik berdasarkan prinsip-prinsip transparansi, akuntabilitas, pertanggungjawaba n, kemandirian, dan kewajaran - pengumuman penerbitan efek yang bersifat utang - penggantian akuntan yang mengaudit perusahaan - perubahan tahun fiskal perusahaan ditambah dengan substansi NFR: - Laporan mengenai pencemaran lingkungan dan
155
yang baru lampau.
Kalsifika-
-
informasi yang wajib Tidak diatur
upaya penanggulangannya , upaya-upaya pelestarian dan perbaikan lingkungan (bagi perusahaan yang menghasilkan limbah atau memanfaatkan alam maupun SDA) (aspek lingkungan). - Laporan mengenai perekrutan baru dan pensiun, jumlah kecelakaan kerja dan kematian, dan jumlah pemutusan hubungan kerja (aspek tenaga kerja). - Laporan mengenai konflik dengan masyarakat setempat atau masyarakat adat (aspek HAM). - Laporan mengenai pajak dan denda yang dibayar perusahaan, kegiatan-kegiatan CSR (aspek sosial). - Laporan mengenai jumlah produk yang dihasilkan, jumlah produk gagal atau cacat, penarikan produk gagal atau cacat, kompensasi bagi kerugian konsumen atas produk gagal atau cacat (aspek tanggung jawab produk) serta laporan-laporan lain terkait aspekaspek tersebut. - Informasi yang
156
si Informasi
-
PPID (direktur Tidak diatur komunikasi/tanggungja wabnya dibidang komunikasi, informasi, atau kehumasan) - Atasan PPID (direktur utama) - Tim pertimbangan pelayan informasi (direktur tiap bidang) Pemohon Tidak Diatur Mekanis- 1. Setiap Informasi Publik dapat me Hak mengajukan permintaan Akses untuk memperoleh Informasi Informasi Publik kepada Badan Publik terkait secara tertulis atau tidak tertulis. 2. Badan Publik wajib mencatat nama dan alamat Pemohon Informasi Publik, subjek dan format informasi serta cara penyampaian informasi yang diminta oleh Pemohon Informasi Publik. 3. Badan Publik yang bersangkutan wajib mencatat permintaan Informasi Publik yang Pengelola Informasi
-
disediakan dan diumumkan (wajib disediakan dan diumumkan secara berkala, wajib diumumkan secara serta merta, wajib tersedia setiap saat) informasi yang dikecualikan
wajib disediakan (substasni jenis informasi dst.) - wajib diumumkan serta merta (mengancam hajat hidup orang banyak dan ketertiban umum, dst.) - Informasi yang dikecualikan (terkait hak atas kekayaan intelektual dan perlindungan dari persaingan usaha tidak sehat, dst.) - Agar diatur sama dengan PT BUMN dan BUMD
-
Agar diatur sama dengan PT BUMN dan BUMD
157
4.
5.
6.
7.
8.
9.
diajukan secara tidak tertulis. Badan Publik terkait wajib memberikan tanda bukti penerimaan permintaan Informasi Publik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) berupa nomor pendaftaran pada saat permintaan diterima. Dalam hal permintaan disampaikan secara langsung atau melalui surat elektronik, nomor pendaftaran diberikan saat penerimaan permintaan. Dalam hal permintaan disampaikan melalui surat, pengiriman nomor pendaftaran dapat diberikan bersamaan dengan pengiriman informasi. Paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja sejak diterimanya permintaan, Badan Publik yang bersangkutan wajib menyampaikan pemberitahuan tertulis Badan Publik yang bersangkutan dapat memperpanjang waktu untuk mengirimkan pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (7), paling lambat 7 (tujuh) hari kerja berikutnya dengan memberikan alasan secara tertulis. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara permintaan informasi kepada Badan Publik diatur oleh KI
158
BAB V PENUTUP
5.1. Simpulan Berdasarkan pembahasan terhadap penelitian sebagaimana dikemukakan diatas, maka dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut : 1. Urgensi pengaturan keterbukaan informasi publik bagi PT Non BUMN dan BUMD dalam UU Perseroan Terbatas adalah guna mengatasi kekosongan norma pengaturan keterbukaan informasi publik bagi PT Non BUMN dan BUMD dalam UU Perseroan Terbatas No. 40 Tahun 2007, yang bertujuan terwujudnya transparansi dan jaminan perlindungan hak publik atas informasi. Dengan adanya pengaturan dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas maka PT non BUMN dan BUMD akan diwajibkan melaksanakan
keterbukaan
informasi
publik,
sebagaimana
halnya
pengaturan bagi PT BUMN dan BUMD yang telah diatur dalam UU No. 14 tahun 2008. 2. Pengaturan keterbukaan informasi publik bagi PT Non BUMN dan BUMD di dalam undang-undang Perseroan Terbatas tidak boleh bertentangan dengan asas-asas pembentukan peraturan perundangundangan yang baik sebagaimana diatur dalam UU No. 12 Tahun 2011. Struktur pengaturan tersebut dirumuskan mengikuti struktur pengaturan keterbukaan informasi publik bagi PT BUMN dan BUMD dalam UU No. 14 Tahun 2008, yaitu terkait jenis informasi, klasifikasi informasi,
158
159
pengelola informasi, dan pengaturan mekanisme hak akses dari informasi tersebut. Substansi pengaturannya dirumuskan dengan memperhatikan berbagai peraturan yaitu; UU No. 14 Tahun 2008, UU No. 40 Tahun 2007, UU No. 8 Tahun 1995 jo. Keputusan Ketua Bapepam LK No: KEP431/BL/2012, ditambah dengan aspek-aspek pelaporan non finansial dalam Sustainability Reporting Guidelines, dimana seluruh pengaturan tersebut disesuaikan dengan karakter PT Non BUMN dan BUMD sebagai perusahaan swasta.
5.2. Saran Mengingat adanya kekosongan norma yang menyangkut pengaturan keterbukaan informasi publik bagi PT non BUMN dan BUMD Undang-Undang Perseroan Terbatas, maka dalam rangka mewujudkan suatu kepastian hukum, disarankan bagi pihak terkait yakni Pemerintah dalam hal ini Dirjen Komunikasi dan Informasi, Komisi Informasi, bersama
DPR, serta pihak-pihak terkait
lainnya, agar melakukan suatu pembahasan terkait hal tersebut, guna menyusun suatu pengaturan berupa revisi dalam bentuk penambahan beberapa pasal terhadap Undang-Undang
No. 40 Tahun 2007 yang mengatur secara tegas tentang
keterbukaan informasi publik perusahaan tersebut. Adapun saran bagi PT Non BUMN dan BUMD adalah agar melaksanakan keterbukaan informasi publik dalam hal menyediakan informasi terkait perusahaannya dengan substansi FR dan NFR.
160
DAFTAR PUSTAKA Buku: Ahmad Yani dan Gunawan Widjaja, 1999, Perseroan Terbatas, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta. Ali, Chidir, 1991, Badan Hukum, Alumni, Bandung. Ali, Zainuddin, 2010, Metode Penelitian Hukum, Sinar Grafika, Jakarta. Budiarto, Agus, 2002, Kedudukan Hukum & Tanggung Jawab Pendiri Perseroan Terbatas, Ghalia Indonesia, Jakarta. Cartwright, Roger, 2005, Key Concept in Information and Communication Technology, Palgrave Macmillan, Australia. Chatamarrasjid, 2004, Penerobosan Cadar Perseroan dan Soal-soal Aktual Hukum Perusahaan, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung. CEM Asia MNCs dan Social Dialogue, 2012, Pedoman OECD bagi Perusahaan Multinasional, CEM Asia MNCs dan Social Dialogue, Jakarta. Daniri, Mas Achmad, 2005, Good Corporate Governance Konsep dan Penerapannya dalam Konteks Indonesia, Ray Indonesia, Jakarta. Dwiyanto, Agus, 2006, Mewujudkan Good Geovernance Melalui Pelayanan Publik, UGM Press, Yogyakarta. Elkington, John, 1998, Cannibals with Forks: The Triple Bottom Line of 21st Century Business, New Society Publisher, BC. Estes, Ralph, 2005, Tyranny of The Bottom Line: Mengapa banyak Perusahaan Membuat Orang Baik Bertindak Buruk, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Forum for Corporate Governance in Indonesia dan YPPMI Institute, 2002, The Essence of Good Corporate Governance, Yayaysan Pendidikan pasara Modal&Sinergy Communication, Jakarta. Fuady, Munir, 2002, Doktrin-doktrin Modern dalam Corporate Law dan Eksistensinya dalam Hukum Indonesia, PT Citra Aditya Bakti, Bandung. ---------, 2008, Pengantar Hukum Bisnis Menata Bisnis Modern di Era Global, PT Citra Aditya Bakti, Bandung. Ganie Rochman, Meuthia, 2000, Good governance: Prinsip, Komponen dan Penerapannya. Dalam: Komnas Ham. Penyelenggaraan Negara Yang Baik&Masyarakat Warga, Komnas HAM, Jakarta. Global Reporting Initiative, 2013, G4 Pedoman Laporan Keberlanjutan Bagian I, Global Reporting Initiative, Amsterdam. Hartono, M. Dimyati, 1983, Kebebasan Hakim Indonesia, Kanwil Departemen Kehakiman Sumatera Utara, Medan. Hartono, Sri Redjeki, 2006, Permasalahan Seputar Hukum Bisnis, Genta Press, Yogyakarta. Hatrik, Namzah, 1996, Asas Pertanggungjawaban Korporasi dalam Hukum Pidana Indonesia, Rajawali Pers, Jakarta. Hatta, Muhamad, dkk., 1997, Pancasila, Mutiara, Jakarta, h. 57. Huijbers, Theo, 1982, Filsafat Hukum Dalam Lintasan Sejarah, Pustaka Filsafat, Jakarta. 160
161
Iman Sjahputra Tunggal dan Amin Widjaja Tunggal, 2002, Membangun Good Corporate Governance, Harvarindo, Jakarta. Indra Surya dan Ivan Yustiavanda, 2006, Penerapan Good Coorporate Governence, Kencana, Jakarta. Kansil, C.S.T., 1999, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta. ---------, 1984, Hukum Tata Pemerintahan Indonesia, Ghalia Indonesia, Jakarta. Kanumoyoso, Bondan, 2001, Nasionalisasi Perusahaan Belanda di Indonesia, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta. Komisi Informasi Pusat RI, 2009, Anotasi UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, Komisi Informasi, Jakarta. Komisi Informasi Pusat RI dan ICEL, 2010, Tanya Jawab Standar Layanan Informasi Publik, Komisi informasi, Jakarta. Komite Nasional Kebijakan Governance, 2006, Pedoman Umum Good Corporate Government Indonesia, Komite Nasional Kebijakan Governance, Jakarta. Krina, Lalolo, 2003, Indikator Dan Tolok Ukur Akuntabilitas, Traansparansi dan Partisipasi, BAPPENAS, Jakarta. Lawrence, Anne T, et. al., 2005. Business and society: Stakeholders, Ethics,Public Policy, Mc Graw-Hill Companies, Inc., New York. Mcleod, 2003, Legal Theory, Queen Mary Centre for Commercial Law Studies University of London, London. M. Irsan Nasarudin dan Indra Surya, 2004, Aspek Hukum Pasar Modal Indonesia, Prenada Media, Jakarta. Marzuki, Peter Mahmud, 2006, Penelitian Hukum, Kencana Prenada Media Group, Jakarta. Mertokusumo, Sudikno , 2005, Mengenal Hukum (Suatu Pengantar), Liberty, Yogyakarta. Mubyarto, 1987, Ekonomi Pancasila Gagasan dan Kemungkinan , LP3ES, Jakarta. Muhammad, Abdulkadir, 2004, Hukum dan Penelitian Hukum, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung. Mujriyanto, R., 2002, Pengantar Hukum dagang: Aspek-aspek Hukum Perusahaan dan Larangan Praktek Monopoli, Liberty, Yogyakarta.
Mulhadi, 2010, Hukum Perusahaan, Ghalia Indonesia, Bogor. Nasution, Bahder Johan, 2008, Metode Penelitian Ilmu Hukum, CV. Mandar Maju, Bandung. Prasetya, Rudhi, 1996, Kedudukan Mandiri Perseroan Terbatas, PT Citra Aditya Bakti, Bandung. Program Studi Magister Ilmu Hukum Universitas Udayana, 2013, Pedoman Penulisan Usulan Penelitian dan Penulisan Tesis Program Studi Magister (S2) Ilmu Hukum, Universitas Udayana, Denpasar. Ranupandojo, Heidjrachman, 1990, Dasar-Dasar Ekonomi Perusahaan, AMP YPN, Yogyakarta. Sidabalok, Janus, 2012, Hukum Perusahaan, Nuansa Aulia, Bandung.
162
Soemitro, Ronny Hannintijo, 1990, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri, Ghalia Indonesia, Jakarta. Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, 2009, Penelitian Hukum Nornatif Suatu Tinjauan Singkat, Raja Grafindo Persada, Jakarta. Subekti, 2010, Pokok-Pokok Hukum Perdata, PT. Intermasa, Jakarta. Sudibyo, Agus, dkk., 2009, Panduan Sederhana Penerapan Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik, Yayasan SET bersama USAID dan DRSP, Jakarta. Suharto, Edi, 2005, Analisis Kebijakan Publik Panduan Praktis Mengkaji Masalah dan Kebijakan Sosial, Alfabeta, Bandung. Swanson, Philip, et. al., 2003, Who Gets The Money? Reporting Resource Revenues. In: Ian Bannon and Paul Collier, Editor. Natural Resources and Violent Conflict: Option and Action, The Word Bank, Washington D.C.
Taylor, Rupert, 2010, Third Sector Research, Springer, New York. Tjager, I Nyoman, dkk. 2003, Corporate Governance, Tantangan dan Kesempatan bagi Komunitas Bisnis Indonesia, Prenhallindo, Jakarta. Tim Corporate Governance BPKP, 2003, Modul 2 GCG – Organ Utama, BPKP, Jakarta. Wallace, Denise, 2015, Human Rights and Business, Koninklijke Brill, Leiden.
Waspo, Anton, 2004, Partisipasi Publik dalam Tata Kelola Sektor Korporasi, Widya Sari Press, Surakarta. Wieriks, Ralf H. Y., 2013, The Landscape of Sustainabilty Assurance, Eburon Academic Publisher, The Netherland.
Wibisono, Yusuf, 2000, Membedah Konsep dan Aplikasi CSR, Fascho Publising, Gresik. Widjaja, Gunawan, 2008, Resiko Hukum sebagai Direksi, Komisaris & Pemilik PT, Forum Sahabat, Jakarta. Widjaja, Sastra, 2005, Bunga Rampai Hukum Dagang, Alumni, Bandung. Widjaya, I.G.Rai, 2005, Hukum Perusahaan, Kesaint Blanc, Jakarta. Widiyono, Try, 2005, Direksi Perseroan Terbatas, Ghalia Indonesia, Bogor. Jurnal: Rudi Martiawan, 2012, Arah Pembangunan dan Mengkritisi Good Governance di Era Globalisasi, Jurnal Westphalia, Vol. 11, No. 1, FISIP UNPAS, Bandung. Markus Palenberg, et. all., 2006, Trends in non-financial reporting November 2006, Paper prepared for the United Nations Environment Programme, Division of Technology Industry and Economics (DTIE), Global Public Policy Institute, Berlin. Tesis dan Disertasi: Apriyana, Hertu, 2008, “Analisis Yuridis Terhadap Prinsip-prinsip Pengelolaan Perusahaan yang Baik (Good Corporate Governance) Dalam UndangUndang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas”, (Tesis) Universitas Sebelas Maret, Surakarta. Astanti, Dhian Indah, 2007, “Implementasi Good Corporate Governance Bagi Perusahaan Asuransi”, (Tesis) Universitas Diponegoro, Semarang.
163
Attammi, A. Hamid, 1990, “Peranan Keputusan Presiden Republik Indonesia Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Negara”, (Disertasi) Universitas Indonesia, Jakarta. Rafiuddin, Mochamad, 2009, “Aspek Hukum Good Corporate Governance Menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas”, (Tesis) Universitas Indonesia, Jakarta. Sari, Made Diah Sekar Mayang, 2010,”Perlindungan Hukum Terhadap Merek Terkenal Dalam Sistem Hukum Hak Kekayaan Intelektual”, (Tesis) Program Pascasarjana Universitas Udayana, Denpasar. Yasin, Muhammad, 2007, “Akses Terhadap Informasi dan Dokumentasi Hukum: Studi tentang Prinsip Transparansi dan Akuntabilitas dalam Peraturan Perundang-Undangan Indonesia 1998-2006”, (Tesis) Universitas Indonesia, Jakarta. Pertemuan Ilmiah: Suharto, Edi. 2006. Peta dan Dinamika Welfare State di Beberapa Negara. Makalah disampaikan pada Seminar Mengkaji Ulang Relevansi Welfare State dan Terobosan melalui Desentralisasi-Otonomi di Indonesia pada Institute for Research and Empowerment (IRE) Yogyakarta dan Perkumpulan Prakarsa Jakarta, Yogyakarta 25 Juli 2006. Peraturan Perundang-undangan: - Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 - Kitab Undang – Undang Hukum Perdata - Kitab Undang-Undang Hukum Dagang - Undang-undang No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik - Undang-undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas - Undang-Undang No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal - Undang-undang No.19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN) - Undang-Undang No. 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan - Undang-Undang No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan - Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan No: KEP-431/BL/2012 tentang Penyampaian Laporan Tahunan Emiten Atau Perusahaan Publik. Internet: - http://jaringnews.com/politik-peristiwa/opini/36273/silvia-werner-prospekmenggiurkan-sektor pertambangan-di-indonesia - http://finance.detik.com/read/2012/10/30/202633/2076803/6/meski-rokoklaris-laba-gudang-garam-turun-206 - http://www.indonesia-update.com/lihat.php?id=753 - http://www.lintas.me/bisnis/ekonomi/blogpajak.com/apbn-indonesia-tahun2012-blog-pajak - http://bumn.go.id/halaman/situs
164
- http://keuda.kemendagri.go.id/asset/dataupload/datainformasi/datin_data/361.png - http://finance.detik.com/read/2014/11/28/105458/2761861/4/ - http://ekonomi.inilah.com/read/detail/2042033/karut-marut-lion-air - http://www.tempo.co/read/news/2015/02/19/083643752/PenyebabPenerbangan-Lion-Air-di-Soekarno-Hatta-Kacau - http://www.merdeka.com/uang/47-tahun-kuras-kekayaan-papua-freeport-taksejahterakan-warga.html/ - http://swa.co.id/my-article/triple-bottom-line-lebih-dari-sekadar-profit - http://jaringnews.com/politik-peristiwa/opini/36273/silvia-werner-prospekmenggiurkan -sektor-pertambangan-di-indonesia - http://www.inkindo-jateng.web.id/ - http://www.hohnen.net/gri.html - http://www.jdih.ristek.go.id/?q=system/files/dokumentasi - https://www.globalreporting.org/reporting/g4/g4-developments/Pages/default