BAB II KAJIAN TEORI
A. Pembelajaran Matematika 1. Belajar Menurut Reber (Sugihartono, 2007: 74), belajar dapat didefinisikan dalam dua pengertian. Pertama, belajar sebagai proses memperoleh pengetahuan. Kedua, belajar sebagai kemampuan bereaksi yang relatif langgeng sebagai hasil latihan yang diperkuat. Selanjutnya, menurut Fontana (Suherman, et al., 2003: 7-8), belajar adalah proses perubahan tingkah laku individu yang relatif tetap sebagai hasil dari pengalaman. Jadi, belajar dapat didefinisikan sebagai suatu proses memperoleh pengetahuan dan pengalaman dalam wujud perubahan tingkah laku dan kemampuan bereaksi yang relatif tetap karena adanya interaksi individu dengan lingkungannya. Moore (2009: 6) menyatakan bahwa salah satu teori belajar yang mendasari matematika adalah konstruktivisme. Konstruktivisme pada dasarnya adalah teori tentang bagaimana orang belajar. Van de Walle (2007: 2) berpendapat bahwa konstruktivisme menolak gagasan bahwa anak-anak merupakan papan tulis kosong. Mereka tidak hanya menyerap ide-ide yang dipresentasikan oleh gurunya melainkan mereka menciptakan dan membangun pengetahuannya sendiri. Konstruktivisme merupakan teori pembelajaran yang memandang bahwa pengetahuan individu berasal dari proses membangun pengetahuan berdasarkan pengalaman dalam sistem kognisi individu (Suranto, 2008: 1). Sedangkan, Moore 12
(2009: 5) mengungkapkan “the constructivist theory views learners a active participants in their own learning”. Hal tersebut berarti bahwa teori konstruktivis memandang peserta didik sebagai peserta aktif dalam pembelajarannya sendiri. Jadi berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan proses mengkontruksi dan menghubungkan apa yang dipelajari dengan pengetahuan yang telah dimiliki berdasarkan pengalaman dan interaksi aktif dalam
lingkungan,
sehingga
dapat
memperoleh
berbagai
kompetensi,
keterampilan, sikap, dan pengetahuan baru.. 2. Pembelajaran Menurut
Sudjana
sebagaimana
dikutip
Sugihartono
(2007:
80-81),
pembelajaran adalah setiap upaya yang dilakukan secara sengaja oleh pendidik yang menyebabkan siswa melakukan kegiatan belajar. Nasution mendefinisikan pembelajaran sebagai aktivitas mengorganisasi atau mengatur lingkungan sebaikbaiknya dan menghubungkannya dengan siswa sehingga terjadi proses belajar (Sugihartono, 2007: 80). Menurut Trianto (2010: 17), pembelajaran merupakan interaksi dua arah dari seorang guru dan peserta didik, di mana antara keduanya terjadi komunikasi (transfer) yang intens dan terarah menuju pada suatu target yang telah ditetapkan sebelumnya. Jadi dari pengertian pembelajaran di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran
merupakan
memfasilitasi
siswa
suatu
dalam
upaya
melakukan
yang dilakukan kegiatan
belajar
pendidik dengan
untuk cara
mengorganisasi lingkungan dan menghubungkannya dengan siswa. Guru berperan
13
penting sebagai fasilitator dan dituntut untuk kreatif dalam mengorganisasikan suasana belajar sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai. 3. Matematika Matematika merupakan salah satu bidang keilmuan yang memiliki peran penting dalam kehidupan manusia. Kennedy, Tipps & Johnson (2008: 55) menyatakan bahwa “mathematical meaning is constructed by the learner rather than imparted by the teacher”. Menurut Marsigit (2013, 3-4) matematika dibedakan menjadi dua yaitu matematika formal dan matematika sekolah. Matematika formal adalah matematika yang dipelajari dan dikembangkan oleh para matematikawan murni di perguruan tinggi. Matematika sekolah adalah matematika yang dipelajari di pendidikan dasar dan menengah. Menurut Johnson & Rising (Suherman dkk, 2003: 16) menyebutkan bahwa matematika adalah pola berpikir, pola mengorganisasikan dan pembuktian yang logis. Matematika juga dapat disebut sebagai bahasa yang didefinisikan secara cermat, jelas dan akurat yang direpresentasikan dengan bahasa simbol mengenai ide-ide. Menurut Hollands (1995: 81), matematika adalah suatu sistem yang rumit tetapi tersusun sangat baik yang mempunyai banyak cabang. Suriasumantri (2005 : 89) matematika merupakan bahasa yang melambangkan serangkaian makna dari pernyataan yang kita sampaikan, lambang dari matematika bersifat artifisialis, mempunyai arti jika diberikan sebuah makna kepadanya. Matematika bersifat kuantitatif dan sebagai sarana berpikir deduktif. Dari pendapat beberapa ahli di atas dapat digaris bawahi bahwa matematika merupakan suatu ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan pola berpikir logis 14
mengenai ide-ide berupa simbol yang didefinisikan secara cermat, jelas dan akurat. 4. Pembelajaran Matematika Pembelajaran menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas diartikan sebagai proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Proses pembelajaran di sekolah berfungsi untuk membelajarkan suatu konsep yang terkandung dalam mata pelajaran, salah satunya matematika. Sesuai dengan teori belajar Gestalt (Fathani, 2012: 9), dalam pembelajaran matematika perlu ada penekanan atau pemahaman mengenai gambaran belajar matematika secara keseluruhan, baru kemudian dilanjutkan dengan mempelajari matematika secara lebih terperinci. Menurut Walle, Karp, & Wlliams (2014: 14) suasana kelas yang harus diperhatikan dalam pembelajaran matematika adalah: a.
Ketekunan, usaha, dan konsentrasi sangat dibutuhkan dalam belajar matematika.
b.
Siswa menyampaikan pendapatnya. Pendapat dari setiap siswa sangatlah penting dan mendengarkan perbedaan pendapat akan membantu siswa untuk menentukan strategi yang lebih baik.
c.
Siswa saling mendengarkan.
d.
Kesalahan atau strategi yang tidak berjalan merupakan kesempatan untuk belajar. Proses penyelesaian permasalahan dalam matematika meliputi pengamatan dan refleksi, jadi menemukan kesalahan merupakan hal yang
15
biasa. Siswa akan mencoba untuk mencari strategi lain agar permasalahan dapat terselesaikan dengan tepat. e.
Siswa mencari dan mendiskusikan hubungan. Siswa harus mencari hubungan antara strategi yang satu dengan yang lainnya dalam menyelesaikan permasalahan dan hubungan konsep matematika dengan kehidupan nyata. Ketika siswa melakukan hal tersebut siswa akan melihat bahwa matematika itu sangat dibutuhkan dalam kehidupan. Dapat disimpulkan bahwa pembelajaran matematika adalah suatu proses atau
aktivitas yang dilakukan untuk melatih kemampuan siswa dalam bidang matematika maupun dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini bertujuan untuk membangun kemampuan siswa dalam belajar matematika. Oleh karena itu, guru matematika harus mampu membuat suasana yang nyaman saat pembelajaran berlangsung. Adanya suasana yang baik maka akan mempengaruhi kemampuan siswa dalam mengerjakan masalah matematika. Dalam hal ini, pembelajaran matematika yang dilakukan seperti mengulang dan menambah materi yang telah dipelajari oleh siswa.
B. Project Based Learning (PjBL) 1. Pengertian Project Based Learning (PjBL) Klein, et al, (2009: 8) menyatakan bahwa “project-based learning is the instructional strategy of empowering learners to pursue content knowledge on their own and demonstrate their new understandings through a variety of presentation modes”. Ini artinya pembelajaran berbasis proyek adalah 16
pembelajaran yang membuat peserta didik untuk memahami pengetahuan mereka sendiri dan menunjukkan pemahaman baru mereka melalui berbagai cara presentasi. Rais (2010: 4) Project Based Learning (PjBL) adalah sebuah model atau pendekatan pembelajaran yang inovatif, yang menekankan belajar kontekstual melalui kegiatan-kegiatan yang kompleks seperti memberi kebebasan pada peserta didik untuk bereksplorasi merencanakan aktivitas belajar, melaksanakan proyek secara kolaboratif, dan pada akhirnya menghasilkan suatu hasil
produk.
Project
Based
Learning
(PjBL)
merupakan
pendekatan
pembelajaran yang menggunakan suatu proyek atau kegiatan media untuk belajar. Patton (2012: 13) menyatakan bahwa “project-based learning refers to students designing, planning, and carrying out an extended project that produces a publicly-exhibited output such as a product, publication, or presentation”. Ini berarti pembelajaran berbasis proyek mengacu pada siswa untuk merancang, perencanaan, dan pelaksanaan proyek yang menghasilkan output publik dipamerkan seperti produk, publikasi, atau presentasi. Project Based Learning (PjBL) atau pembelajaran berbasis proyek merupakan model pembelajaran yang menggunakan proyek atau kegiatan sebagai media (Hosnan, 2014: 319). Project Based Learning atau Pembelajaran Berbasis Proyek ini merupakan pembelajaran yang secara langsung melibatkan siswa dalam proses pembelajaran melalui kegiatan penelitian untuk mengerjakan dan menyelesaikan suatu proyek pembelajaran tertentu yang bertujuan agar kreativitas dan motivasi siswa akan meningkat. Menurut Hosnan (2014: 319-321) Project Based Learning (PjBL) merupakan pendekatan pembelajaran yang menggunakan masalah sebagai 17
langkah awal dalam pengumpulan dan mengintegrasikan pengetahuan baru berdasarkan pengalaman dalam aktivitas secara nyata. Warsono & Hariyanto (2014: 154) menyatakan pembelajaran berbasis proyek merupakan suatu pembelajaran yang mencoba mengaitkan antara teknologi dengan masalah kehidupan sehari-hari yang akrab dengan siswa, atau dengan suatu proyek sekolah. Menurut Wena (2011: 144) pembelajaran berbasis proyek merupakan pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada guru untuk mengelola pembelajaran di kelas dengan melibatkan kerja proyek. Terlepas dari perbedaan pendapat para ahli terhadap pendefinisian project based learning, dapat dipahami bahwa pembelajaran berbasis proyek merupakan strategi pembelajaran yang menggunakan proyek atau kegiatan sebagai sarana pembelajaran untuk mencapai kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Dengan demikian PjBL adalah suatu model pembelajaran dengan menggunakan proyek kegiatan sebagai saran pembelajaran untuk mencapai kompetensi dalam memecahkan masalah berdasarkan pengalaman yang nyata. 2. Karakteristik Project Based Learning (PjBL) Pembelajaran
berbasis
proyek
berpotensi
besar
dalam
memberikan
pengalaman belajar yang lebih menarik bermakna bagi siswa. Menurut Wena (2011: 145) pembelajaran berbasis proyek memiliki karakteristik sebagai berikut : a. Siswa membuat keputusan dan membuat kerangka kerja. b. Terdapat masalah yang pemecahannya tidak ditentukan sebelumnya. c. Siswa merancang atau mendesain proses untuk mencapai hasil.
18
d. Siswa bertanggung jawab untuk mendapatkan dan mengelola informasi untuk memecahkan permasalahan. e. Siswa melakukan evaluasi secara kontinu. f. Siswa secara teratur melihat kembali apa yang mereka jalankan. g. Hasil akhir berupa produk dan dievaluasi kualitasnya. h. Situasi pembelajaran sangat toleran terhadap kesalahan dan perubahan. Berdasarkan karakteristik tersebut PjBL merupakan pembelajaran yang dikembangkan berdasarkan tingkat berpikir siswa dengan berpusat pada aktivitas belajar siswa sehingga memungkinkan mereka untuk beraktivitas dengan keterampilannya. Pembelajaran dengan pendekatan ini juga memusatkan pembelajaran kepada siswa. 3. Prinsip-Prinsip Project Based Learning (PjBL) Sebagai sebuah pendekatan dalam pembelajaran, menurut Thomas (Wena, 2011: 145) pembelajaran berbasis proyek mempunyai beberapa prinsip, yaitu (a) keterpusatan (centrality), (b) berfokus pada pertanyaan atau masalah (driving question), (c) investigasi kontruksif atau desain (contructivisme investigation), (d) otonomi (otonomy), dan (e) realistis (realism). a.
Keterpusatan (centrality) Pembelajaran berpusat pada siswa yang melibatkan tugas-tugas pada kehidupan nyata untuk memperkaya pembelajaran. Proyek dalam PjBL adalah pusat atau inti kurikulum, bukan pelengkap kurikulum. Dalam pembelajaran berbasis proyek, proyek adalah strategi pembelajaran, dimana siswa mengalami dan belajar konsep-konsep inti suatu ilmu melalui proyek. 19
b.
Berfokus pada pertanyaan atau masalah (driving question) Proyek berfokus pada pertanyaan atau masalah, yang mendorong siswa untuk berjuang memperoleh konsep-konsep dan prinsip-prinsip inti ataupun pokok dari suatu bidang tertentu. Dalam hal ini, kerja proyek dapat menumbuhkan kemandirian siswa.
c.
Investigasi kontruksif atau desain (contructivisme investigation) Proyek melibatkan siswa dalam investigasi konstruktif. Investigasi dapat berupa proses perancangan atau desain, pembuatan keputusan, penemuan masalah, pemecahan masalah, diskoveri, atau pembentukan model. Dalam hal ini guru harus mampu merancang suatu kerja proyek yang mampu menumbuhkan rasa ingin meneliti, rasa untuk berusaha memecahkan masalah, dan rasa ingin tahu yang tinggi.
d.
Otonomi (otonomy) Proyek PjBL mengutamakan otonomi, yaitu siswa diberikan kebebasan untuk menentukan pilihan waktu kerja sendiri dan bertanggung jawab. Siswa lebih diberikan kesempatan untuk mengerjakan proyek sesuai dengan minat dan kemampuan. Dalam hal ini guru hanya berperan sebagai fasilitator dan motivator untuk mendorong tumbuhnya kemandirian siswa.
e.
Realistis (realism) Proyek merupakan suatu yang nyata. Pembelajaran berbasis proyek mengandung tantangan nyata yang berfokus pada permasalahan yang autentik, bukan dibuat-buat, dan hasil kerja dapat diimplementasikan di lapangan. Dalam hal ini guru harus mampu menggunakan dunia nyata 20
sebagai sumber belajar siswa. kegiatan ini dapat meningkatkan motivasi, kreativitas, dan kemandirian siswa dalam pembelajaran 4. Langkah-Langkah Project Based Learning (PjBL) Secara umum langkah-langkah pembelajaran berbasis proyek adalah sebagai (Hosnan. 2014: 325) berikut :
1. Penentuan Proyek
2. Perancangan langkah-langkah penyelesaian proyek
3. Penyusunan jadwal pelaksanaan proyek
6. Evaluasi proses dan hasil proyek
5. Penyusunan laporan dan presentasi hasil proyek
4. Penyelesaian proyek dengan fasilitas dan monitoring guru
Bagan 1. Langkah-langkah Pembelajaran Berbasis Proyek (Sumber: Hosnan, 2014: 325)
Berdasarkan bagan tersebut langkah-langkah pembelajaran berbasis proyek dapat diuraikan menjadi : a. Penentuan proyek Siswa diberi kesempatan untuk memilih/menentukan dikerjakan baik secara kelompok ataupun mandiri dengan catatan tidak menyimpang dari tugas yang diberikan oleh guru. b. Perancangan langkah-langkah penyelesaian proyek Siswa merancang langkah-langkah kegiatan penyelesaian proyek sampai akhir beserta pengelolaannya. c. Penyusunan jadwal pelaksanaan proyek 21
Melalui pendampingan guru, siswa dapat melakukan penjadwalan semua kegiatan yang telah dirancang. d. Penyelesaian proyek dengan fasilitasi dan monitoring guru Siswa dapat melakukan kegiatan proyek yang dilakukan dengan cara membaca, meneliti, observasi, interviu, merekam, berkarya seni, mengunjungi obyek proyek, daan akses internet sedangkan guru bertindak sebagai fasilitator dan melakukan monitoring. e. Penyusunan laporan dan presentasi/publikasi hasil proyek Hasil proyek dapat berupa produk karya tulis, karya seni dan teknologi. f. Evaluasi proses dan hasil proyek Pada tahap ini, dilakukan refleksi terhadap aktivitas dan hasil tugas siswa yang dilanjutkan dengan pemberian umpan balik terhadap produk yang telah dihasilkan. 5. Manfaat Project Based Learning (PjBL) Pembelajaran berbasis proyek memiliki manfaat sebagai berikut : a. Memperoleh pengetahuan dan keterampilan baru dalam pembelajaran. b. Meningkatkan kemampuan siswa dalam pemecahan masalah. c. Membuat siswa aktif dalam memecahkan masalah yang kompleks dengan hasil produk nyata berupa barang atau jasa. d. Mengembangkan dan meningkatkan keterampilan siswa dalam mengelola sumber/bahan/alat untuk menyelesaikan tugas. e. Meningkatkan kolaborasi siswa khususnya PjBL yang bersifat kelompok.
22
6. Kelebihan dan Kelemahan Project Based Learning (PjBL) Project based learning atau pembelajaran berbasis proyek memiliki berbagai kelebihan menurut Warsono & Hariyanto (2014: 157), yaitu : a. Meningkatkan motivasi siswa untuk belajar. b. Meningkatkan kemampuan siswa dalam menyelesaikan masalah. c. Memperbaiki keterampilan menggunakan media pembelajaran. d. Meningkatkan semangat dan keterampilan kerkolaborasi atau kerja sama. e. Meningkatkan keterampilan dalam manajemen berbagai sumber daya. Sedangkan kelemahan dari project based learning atau pembelajaran berbasis proyek menurut Satrianawati (2014: 502-503; Vol 2 No 1) yaitu: a. Memerlukan banyak waktu untuk menyelesaikan masalah. b. Membutuhkan biaya yang cukup banyak. c. Banyak peralatan yang harus disediakan. d. Ada kemungkinan siswa yang kurang aktif dalam kerja kelompok. e. Ketika topik yang diberikan kepada masing-masing kelompok berbeda, dikhawatirkan siswa tidak bisa memahami topik secara keseluruhan.
C. Pengembangan Bahan Ajar 1. Pengembangan Pengembangan adalah suatu proses atau langkah-langkah atau tahapantahapan untuk menghasilkan sesuatu yang lebih banyak atau lebih luas dan dapat pula menjadi lebih baik dari hasil yang telah dibuat yang tidak selalu berbetnuk benda atau perangkat keras (hardware) seperti buku, modul, alat bantu 23
pembelajaran di kelas atau di laboratorium, tetap bisa juga perangkat lunak (software) seperti program komputer untuk pengolahan data, pembelajaran, pelatihan, bimbingan, evaluasi, menajemen dan lain-lain (Nana, 2008: 164-165). Menurut Gay (Ghufron, dkk, 2007: 5) pengembangan yang digunakan misalnya dalam dunia pendidikan dapat berupa materi pembelajaran, media, strategi, atau materi lainnya dalam pembelajaran untuk digunakan di sekolah, bukan untuk menguji teori. Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa pengembangan adalah suatu proses yang berisik tahapan-tahapan yang menghasilkan sesuatu yang lebih baik. Pengembangn ini dilakukan untuk menjadikan pendidikan di Indonesia menjadi lebih baik. 2. Pengertian Bahan Ajar Bahan ajar adalah segala bentuk bahan yang digunakan untuk membantu guru dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar. Bahan ajar yang dimaksud dapat berupa bahan tertulis maupun bahan tidak tertulis. Menurut Majid (2013: 173), bahan ajar memungkinkan siswa dapat mempelajari suatu kompetensi atau kompetensi dasar secara runtut dan sistematis sehingga secara akumulatif mampu menguasai semua kompetensi secara utuh dan terpadu. Menurut Lestari (2013: 1), bahan ajar sebagai segala bentuk bahan yang disusun secara sistematis yang memungkinkan siswa dapat belajar dengan dirancang sesuai kurikulum yang berlaku. Bahan ajar adalah materi pembelajaran yang didesain secara sistematis dan menarik dalam rangka mencapai tujuan yang diharapkan yaitu mencapai kompetensi (Widodo & Jasmadi, 2008: 40). 24
Berdasarkan beberapa pengertian bahan ajar di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa bahan ajar merupakan segala macam bentuk bahan yang digunakan untuk membantu guru dalam proses belajar mengajar di kelas dalam rangka mencapai kompetensi yang telah ditentukan. 3. Bentuk Bahan Ajar Bahan ajar adalah seperangkat materi yang disusun secara sistematis sehingga tercipta lingkungan atau suasana yang memungkinkan siswa belajar dengan baik. Menurut Majid (2013: 175), bahan ajar dikelompokkan menjadi empat yaitu : a. Bahan ajar cetak (printed) Bahan ajar cetak dapat diartikan sebagai perangkat bahan yang memuat materi atau isi pelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran yang dituangkan dengan menggunakan teknologi cetak. b. Bahan ajar dengar (audio) Bahan ajar dengar (audio) merupakan salah satu bahan ajar non cetak yang didalamnya mengandung suatu sistem yang menggunakan sinyal audio secara langsung, yang dapat dimainkan atau diperdengarkan oleh pendidik kepada siswanya guna membantu mereka menguasai kompetensi tertentu. c. Bahan ajar pandang dengar Bahan ajar pandang dengar merupakan bahan ajar yang mengombinasikan dua materi, yaitu visual dan audio. d. Bahan ajar interaktif Multimedia interaktif adalah kombinasi dari dua atau lebih media (audio, teks, grafik, gambar, animasi, dan video). 25
4. Fungsi Bahan Ajar Fungsi bahan ajar untuk guru adalah untuk mengarahkan semua aktivitas dalam proses pembelajaran. Sedangkan bagi siswa sebagai pedoman dalam proses pembelajaran. Menurut Lestari (2013: 7), bahan ajar berfungsi sebagai alat evaluasi pencapaian hasil pembelajaran. Bahan ajar dapat berfungsi sebagai sumber belajar siswa secara mandiri. Selain itu, dengan adanya bahan ajar akan menghemat waktu guru dalam mengajar dan guru hanya berperan sebagai fasilitator.
D. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) 1. Pengertian RPP Menurut Trianto (2010: 214), rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) adalah panduan langkah-langkah yang akan dilakukan guru dalam kegiatan pembelajaran yang disusun dalam sekenario kegiatan. RPP yang dimaksud merupakan RPP yang berorientasi pada pembelajaran terpadu yang menjadi pedoman guru dalam proses belajar mengajar. Menurut Munthe (2014: 200), RPP adalah
rencana
yang
menggambarkan
prosedur
dan
pengorganisasian
pembelajaran untuk mencapai satu kompetensi dasar yang ditetapkan dalam standar isi dan dijabarkan dalam silabus. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) merupakan suatu pedoman yang berisi langkah-langkah yang akan dilaksanakan oleh guru di dalam pembelajarannya untuk mencapai suatu kompetensi dasar yang ditetapkan dalam standar isi dan dijabarkan dalam silabus. 26
RPP yang disusun dalam pembelajaran harus memperhatikan karakteristik peserta didik, sehingga harus menggunakan metode atau pendekatan pembelajaran yang tepat agar hasil dari pembelajaran yang dilakukan dapat maksimal. 2. Fungsi RPP Trianto (2012: 108) menyatakan bahwa terdapat dua fungsi dari RPP, yaitu fungsi perencanaan dan fungsi pelaksanaan. Fungsi perencanaan RPP adalah RPP dapat mendorong guru lebih siap dalam melakukan pembelajaran dengan perencanaan yang matang. Fungsi pelaksanaan adalah RPP dapat mengefektifkan proses pembelajaran karena RPP harus disusun secara sistemik dan sistematis, utuh dan menyeluruh, dengan beberapa kemungkinan penyesuaian dalam situasi pembelajaran yang aktual. 3. Tujuan RPP Tujuan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) adalah memberi gambaran guru sehingga proses pembelajaran yang dilakukan oleh guru lebih mudah dan sistematis. Selain itu, dengan adanya RPP guru juga akan berusaha memodifikasi setiap proses pembelajaran yang dilakukannya sehingga tidak monoton dan membosankan. 4. Komponen RPP Komponen yang menjadi penyusun suatu rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) menurut Lestari (2013: 72-77) meliputi : a. Identitas mata pelajaran Identitas mata pelajaran meliputi: satuan pendidikan, kelas, semester, program keahlian, mata pelajaran atau tema pelajaran dan jumlah pertemuan. 27
b. Standar Kompetensi Standar
kompetensi
merupakan
kemampuan
minimal
siswa
yang
menggambarkan penguasaan pengetahuan, sikap dan keterampilan yang diharapkan dicapai pada setiap kelas dan atau semester pada suatu mata pelajaran tertentu. c. Kompetensi dasar Kompetensi dasar adalah sejumlah kemampuan yang harus dikuasai siswa dalam mata pelajaran tertentu sebagai rujukan penyusun indikator kompetensi. d. Indikator Pencapaian Kompetensi Indikator kompetensi adalah perilaku yang dapat diukur untuk menunjukkan ketercapaian kompetensi dasar tertentu yang menjadi acuan penilaian mata pelajaran. Indikator pencapaian kompetensi dirumuskan menggunakan kata kerja operasional yang dapat diamati dan diukur, yang mencakup pengetahuan, sikap dan keterampilan. e. Tujuan Pembelajaran Tujuan pembelajaran menggambarkan proses dan hasil yang diharapkan tercapai sesuai dengan kompetensi dasar yang ada. f. Materi Ajar Materi ajar memuat fakta, konsep, prinsip dan prosedur yang relevan, dan ditulis sesuai dengan rumusan dari indikator pencapaian kompetensi. g. Alokasi Waktu Alokasi waktu ditemtukan sesuai dengan keperluan pencapaian KD dan beban belajar. 28
h. Metode Pembelajaran Metode pembelajaran digunakan untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar siswa dapat mencapai kompetensi dasar atau indikator yang telah ditetapkan. Pemilihan metode pembelajaran disesuaikan dengan situasi peserta didik, serta karakteristik dari setiap indikator dan kompetensi yang hendak dicapai pada mata pelajaran tertentu. i. Kegiatan Pembelajaran 1) Pendahuluan Pendahuluan merupakan kegiatan awal dalam suatu pertemuan yang bertujuan untuk membangkitkan motivasi dan memfokuskan perhatian siswa untuk berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran. 2) Inti Kegiatan inti merupakan proses pembelajaran untuk mencapai suatu KD yang dilakukan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi siswa untuk berperan aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis siswa. 3) Penutup Penutup merupakan kegiatan akhir dalam suatu pembelajaran yang dapat dilakukan dalam bentuk rangkuman atau kesimpulan, penilaian dan refleksi, umpan balik dan tindak lanjut. j. Penilaian Hasil Belajar
29
Prosedur instrumen penilaian proses dan hasil belajar disesuaikan dengan indikator pencapaian kompetensi yang mengacu pada standar penilaian. k. Sumber Belajar Penentuan sumber belajar didasarkan pada standar kompetensi dan kompetensi dasar, materi ajar, kegiatan pembelajaran dan indikator pencapaian kompetensi. 5. Langkah-Langkah Penyusunan RPP Adapun langkah-langkah penyusunan atau pengembangan RPP adalah sebagai berikut (Munthe, 2014: 200-201): a. Mengisi kolom identitas. b. Menentukan alokasi waktu pertemuan. c. Menentukan SK/KD serta indikator. d. Merumuskan tujuan sesuai SK/KD dan indikator. e. Mengidentifikasi materi ajar. f. Menentukan pendekatan, model dan metode pembelajaran. g. Menentukan langkah-langkah pembelajaran. h. Menentukan alat/bahan/sumber belajar. i. Menyusun kriteria penilaian.
E. Lembar Kegiatan Siswa (LKS) 1. Pengertian LKS Menurut Diknas Pedoman Umum Pengembangan Bahan Ajar (Prastowo, 2011: 203) Lembar Kegiatan Siswa (LKS) adalah lembaran-lembaran berisi tugas 30
yang harus dikerjakan oleh peserta didik. Lembar kegiatan berupa petunjuk atau langkah-langkah untuk menyelesaikan suatu tugas. Tugas tersebut haruslah jelas kompetensi dasar yang akan dicapai. Sedangkan Majid (2013: 176) menyatakan bahwa lembar kerja siswa adalah lembaran-lembaran yang berisikan tugas-tugas yang harus dikerjakan oleh siswa. LKS memuat sekumpulan kegiatan yang harus dilakukan siswa untuk memaksimalkan pemahaman dalam upaya pembentukan suatu kemampuan dasar sesuai indikator pencapaian tertentu. Menurut Arsyad (2011: 78), LKS merupakan lembar kegiatan bagi siswa dalam kegiatan untuk mempermudah pemahaman siswa terhadap materi tertentu. Dengan adanya lembar kerja siswa akan memudahkan guru dalam melaksanaan pembelajaran dan memudahkan siswa untuk berinteraksi dengan materi yang diajarkan. Dari beberapa pengertian LKS di atas, dapat disimpulkan bahwa lembar kegiatan siswa (LKS) merupakan suatu kumpulan panduan atau petunjuk bagi siswa untuk melakukan suatu tugas tertentu melalui proses penyelidikan ataupun pemecahan masalah sehingga siswa dapat mencapai suatu kompetensi dasar tertentu. 2. Fungsi, Tujuan dan Manfaat LKS Mengingat pentingnya LKS bagi kegiatan pembelajaran, maka kita tidak bisa lepas dari pengkajian tentang fungsi, tujuan, dan manfaat LKS. Berikut penjelasan mengenai kajian tersebut (Prastowo, 2011: 205-207): a. Fungsi LKS
31
1) Sebagai bahan ajar yang bisa meminimalkan peran pendidik, namun lebih mengaktifkan peserta didik; 2) Sebagai bahan ajar yang mempermudah peserta didik untuk memahami materi yang disampaikan; 3) Sebagai bahan ajar yang ringkas dan kaya tugas untuk berlatih; dan 4) Memudahkan pelaksanaan pengajaran kepada peserta didik. b. Tujuan LKS 1) Menyajikan bahan ajar yang memudahkan peserta didik untuk memberi interaksi dengan materi yang diberikan; 2) Menyajikan tugas-tugas yang meningkatkan penguasaan peserta didik terhadap materi yang diberikan; 3) Melatih kemandirian belajar peserta didik; dan memudahkan pendidik dalam memberikan tugas kepada peserta didik. c. Manfaat LKS 1) Memancing peserta didik terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran. 2) Membantu siswa dalam mengembangkan konsep. 3) Melatih siswa dalam menemukan dan mengembangkan keterampilan proses. 4) Melatih siswa untuk memecahkan masalah dan berpikir kritis. 5) Mempercepat proses pembelajaran 6) Bagi guru menghemat waktu mengajar
32
F. Program Linear Berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dan Standar Isi 2006, materi SMK Kelas X Semester II membahas materi program linear. Standar kompetensi untuk materi pokok program linear adalah menyelesaikan masalah program linear. Kompetensi dasar pada materi pokok program linear antara lain membuat grafik himpunan penyelesaian sistem pertidaksamaan linear, menetukan model matematika dan soal cerita, menentukan nilai optimum dari sistem pertidaksamaan linear, menerapkan garis selidik. Namun dalam penelitian ini hanya kompetensi dasar menentukan nilai optimum dari sistem pertidaksamaan linear saja yang menjadi fokus utama. Walaupun demikian untuk mempelajari nilai optimum dari suatu sistem pertidaksamaan linear, peserta didik perlu dibekali materi tentang cara menentukan model matematika dari soal cerita. Program linear adalah suatu metode atau cara untuk mencari nilai maksimum atau minimum dari suatu bentuk objektif pada daerah yang dibatasi oleh suatu sistem pertidaksamaan linear. Dari daerah yang membatasi sistem pertidaksamaan linear itu terdapat sebuah penyelesaian yang memberikan hasil terbaik yang disebut penyelesaian optimum. Sesuai standar KTSP 2006, standar kompetensi, kompetensi dasar, dan indikator yang dikembangkan pada materi Program Linear sebagai berikut :
33
Tabel 1. SK, KD, dan Indikator dalam KTSP 2006 Standar Kompetensi 1. Menyelesaikan masalah
program
linier
Kompetensi Dasar
Indikator
1.2 Menentukan model a. Menjelaskan matematika
dari
soal cerita (kalimat verbal)
pengertian
model
matematika b. Menentukan model matematika suatu
dari masalah
program linear. c. Menentukan daerah penyelesaian suatu
dari
masalah
program linear. 1.3 Menentukan optimum
nilai a. Menentukan
titik
dari
dari
optimum
sistem
daerah
himpunan
pertidaksamaan
penyelesaian sistem
linier
pertidaksamaan linier. b. Menentukan
nilai
optimum dari fungsi obyektif.
G. Model Pengembangan Bahan Ajar 1. Model Pengembangan Borg & Gall (1983: 772) mengungkapkan bahwa model penelitian pengembangan dalam pendidikan sebagai “a process used to develop and validate educational products“. Hal ini menunjukkan bahwa penelitian adalah suatu proses
34
yang bertujuan untuk mengembangkan dan memvalidasi produk pendidikan. Ini berarti
penelitian
pengembangan
dalam
pendidikan
berfungsi
untuk
mengembangkan suatu produk sebagai solusi bagi permasalahan pendidikan. Model pengembangan perangkat pembelajaran RPP dan LKS ini akan menggunakan metode ADDIE yang meliputi lima tahap: Analysis (Analisis), Desain
(Perencanaan),
(Implementasi), dan
Development
(Pengembangan),
Evaluation (Evaluasi).
Implementation
Mulyatiningsih (2012: 178)
menyatakan bahwa model ADDIE merupakan singkatan dari Analysis Design, Development or Production, Implementation or Delivery and Evaluation. Tahaptahap dari pengembangan ADDIE yaitu: a. Analysis (Analisis) Tahap analisis yaitu kegiatan untuk menetapkan tujuan dari pengembangan produk yang dikembangkan. Langkah analisis yang dilakukan yaitu analisis kebutuhan, analisis kurikulum, dan analisis karakteristik siswa. b. Desain (Perencanaan) Tahap perencanaan yaitu tahapan terpenting pada pengembangan. Pada tahap ini dilakukan pengumpulan referensi dan gambar, penyuusnan rancangan bahan ajar.Tahap perencanaan yaitu tahapan terpenting pada pengembangan. Pada tahap ini dilakukan pengumpulan referensi dan gambar, penyusunan rancangan bahan ajar, dan penyusunan instrumen penilaian bahan ajar. c. Development (Pengembangan) Tahap pengembangan meliputi kegiatan pengembangan rancangan, validasi, dan revisi bahan ajar untuk mencapai bahan ajar yang diharapkan. 35
d. Implementation (Implementasi) Tujuan utama tahap implementasi yang merupakan langkah realisasi bahan ajar yang telah dibuat. Langkah implementasi sering diasosiasikan dengan uji coba. e. Evaluation (Evaluasi) Tahap evaluasi dapat didefinisikan sebagai sebuah proses yang dilakukan untuk memberikan nilai terhadap bahan ajar. 2. Kualitas Produk Pengembangan Nieveen (1999: 126) menyatakan bahwa suatu produk pengembangan material kegiatan pembelajaran dikatakan berkualitas, jika memenuhi 3 aspek antara lain: 1) validasi, 2) kepraktisan, 3) keefektifan. Perangkat pembelajaran yang dikembangkan dalam penelitian ini dikatakan baik dan berkualitas jika memenuhi kriteria valid, praktis, dan efektif. a. Kevalidan Nieveen (1997: 127) mengungkapkan bahwa: the components of the material should be based on state-of-the-art knowledge (content validity) and all component should be consistently linked to each other (contruct validity), if the product meets these requirements it is consideres to be valid. Ini artinya komponen material harus didasarkan pada aspek teoritisnya (validitas isi) dan semua komponen harus konsisten dihubungkan satu sama lain (validitas konstruk), jika produk memenuhi persyaratan ini itu dianggap valid. b. Kepraktisan Menurut Nieveen (1999: 127) mengungkapkan bahwa:
36
a characteristic of a high quality materials is that teachers consider the materials to be usable and that it is easy for teachers and students to use the material. This means that consistency should exist between the intended and perceived curriculum and the intended and operational curriculum. If both consistencies are in place, we call these materials practical”. Ini artinya kepraktisan dilihat dari kemudahan bagi guru dan siswa dalam menggunakan bahan ajar. Ini dimaksudkan adanya konsistenan antara intended dan perceived curriculum dan intended and operational curriculum. Jika keduanya konsisten maka produk tersebut dikatakan praktis. Berdasarkan pendapat di atas, maka tingkat kepraktisan dalam penilitian ini ditinjau dari kemudahan guru dalam menggunakan RPP dan LKS, kemudahan siswa dalam pembelajaran, dan keterlaksanaan di lapangan. c. Keefektifan Nieveen (1999: 127) menyatakan bahwa “a characteristic of high quality materials is that students appreciate the learning program and that desired learning takes place”. Ini artinya karakteristik tingkat keefektifan adalah siswa memberikan penghargaan terhadap pembelajaran dengan menggunakan perangkat dan adanya keinginan siswa untuk terus menggunakan perangkat tersebut. Bahan ajar yang dikembangkan dikatakan efekif jika hasil belajar siswa dapat memenuhi standar indikator ketercapaian materi yang telah ditentukan, serta hasil tes evaluasi belajar siswa menunjukkan tuntas secara klasikal dan di atas KKM (kriteria ketuntasan minimal) yang ditetapkan sekolah.
37
H. Penelitian yang Relevan Penelitian yang relevan dengan penelitian pengembangan ini yaitu penelitian yang dilakukan oleh Vita Wijayanti (2014). Penelitian yang dilakukan berjudul “Pengembangan Modul pada Materi Program Linear dengan Pendekatan Problem Based Learning untuk Siswa SMK Kelas X”. Penelitian yang dilakukan menggunakan model pengembangan ADDIE dengan tujuan penelitian adalah menghasilkan perangkat pembelajaran dengan pendekatan Problem Based Learning pada materi garis dan sudut dan untuk mengetahui kelayakan produk berdasarkan aspek kevalidan, kepraktisan dan keefektifan. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa perangkat pembelajaran yang dikembangkan dikategorikan layak. Penelitian relevan selanjutnya adalah penelitian yang dilakukan oleh Dwi Riandini
Anggitya
Budi
(2014).
Penelitian
yang
dilakukan
berjudul
“Pengembangan Bahan Ajar Matematika Materi Program Linear dengan Pendekatan Matematika Realistik untuk Siswa SMK Kelas X”. Penelitian dilakukan dengan menggunakan model pengembangan ADDIE dengan tujuan menghasilkan RPP dan LKS dengan pendekatan matematika realistic pada materi program linear untuk siswa SMK kelas X program keahlian Akuntansi yang memenuhi kriteria valid,praktis, dan efektif. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa produk yang dikembangkan memenuhi kriteria valid, praktis, dan efektif, sehingga produk yang dikembangkan dikategorikan layak. Penelitian relevan terakhir adalah penelitian yang dilakukan oleh Melda Ariyanti (2015). Penelitian yang dilakukan berjudul “Perbandingan Keefektifan 38
Model Project-Based Learning dan Problem-Based Learning Ditinjau Dari Prestasi Belajar, Kemampuan Pemecahan Masalah Dan Minat Belajar Matematika Siswa SMA Kelas XI”. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa pembelajaran dengan model project-based learning dan problem-based learning efektif dalam meningkatkan minat belajar matematika siswa pada bahasan statistika siswa kelas XI SMA.
I. Kerangka Berpikir Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang dipelajari oleh siswa dari jenjang Sekolah
Dasar (SD) hingga
jenjang Sekolah Menengah
Atas/Kejuruan (SMA/K). Pada intinya tujuan siswa belajar matematika di sekolah adalah agar siswa mampu menggunakan atau menerapkan konsep matematika yang dipelajari untuk memecahkan permasalahan dalam kehidupan sehari-hari. Masih banyak siswa yang menyelesaikan masalah pada materi program linear masih sebatas menghafal, sehingga menyebabkan kegiatan pembelajaran menjadi kurang bermakna dan hasil belajar menjadi rendah. Hal ini juga dikarenakan kegiatan pembelajaran matematika hanya terfokus pada guru atau teacher centered. Oleh karena itu, guru harus memfasilitasi siswa untuk mencapai tujuan tersebut, salah satunya adalah dengan mengembangkan perangkat pembelajaran. Perangkat pembelajaran yang dimaksud adalah RPP dan LKS. Melalui RPP, guru merancang pembelajaran yang terpusat pada siswa. Guru memfasilitasi siswa melalui berbagai kegiatan dan membimbing siswa jika mengalami kebingungan. Salah satu kegiatan yang bisa dilakukan adalah mengerjakan LKS. LKS berisi 39
tahapan-tahapan yang harus dilalui oleh siswa untuk memperoleh pengetahuan. Pada kenyataanya, LKS yang digunakan oleh siswa masih berisi kumpulankumpulan soal. Pada penelitian ini, peneliti mengembangkan perangkat pembelajaran berupa RPP dan LKS berbasis Project Based Learning (PjBL). PjBL memiliki karakteristik menggunakan masalah nyata sebagai materi belajar. Dengan penggunaan masalah nyata dalam pembelajaran, diharapkan siswa dapat lebih mudah untuk memahami materi sehingga hasil prestasi siswa pada materi program linear dapat meningkat. Secara lebih rinci, model PBL mengikuti enam langkah utama yaitu: (1) menetapkan tema proyek, (2) merencanakan proyek, (3) menyusun jadwal aktivitas, (4) melaksanakan proyek, (5) penilaian terhadap hasil produk, dan (6) evaluasi. Keenam langkah tersebut mengandung interpretasi bahwa dalam pengerjaan proyek, peserta didik dapat berkolaborasi dan melakukan investigasi dalam kelompok kolaboratif antara 4-5 orang. Keterampilan-keterampilan yang dituangkan dalam aktivitas belajar selama melaksanakan proyek membuat pembelajaran menjadi aktif karena setiap individu diberi kesempatan untuk menunjukkan keterampilan yang mereka miliki dalam kerja tim. Pembelajaran secara aktif dapat mendorong peningkatan aktivitas belajar peserta didik. Pembelajaran dengan menggunakan model PBL memberikan kesempatan pada peserta didik untuk berdiskusi dalam kelompok, masing-masing kelompok harus bisa menjamin bahwa setiap anggota kelompoknya memahami materi yang dibelajarkan pada saat itu sehingga apabila semua kelompok memahami materi 40
maka peserta didik dapat mencapai ketuntasan klasikal yaitu sekurang-kurangnya 75% dari peserta didik nilainya mencapai KKM. Selain itu dengan diterapkannya model PBL akan meningkatkan kemampuan pemecahan masalah peserta didik karena melalui proyek yang merupakan pusat dari strategi pembelajaran, peserta didik dituntut untuk terlibat dalam tugas-tugas pemecahan masalah serta pembelajaran khusus bagaimana menemukan dan memecahkan masalah ditambah lagi pembelajaran dengan model PBL dapat menarik minat peserta didik sehingga peserta didik akan termotivasi untuk terus bersemangat menggali pengetahuannya, sedangkan pada pembelajaran ekspositori guru hanya sebatas memberikan contohcontoh soal, kegiatan pembelajaran lebih terpusat pada guru sehingga peserta didik lebih pasif dalam mengikuti kegiatan pembelajaran. Diterapkannya model PBL juga akan meningkatkan aktivitas belajar peserta didik karena semua aktivitas berpusat pada peserta didik. Guru dalam hal ini hanya bertugas sebagai fasilitator yang dituntut untuk memantau jalannya proyek. Melalui proyek tersebut, diharapkan peserta didik akan menemukan esensi dari materi yang sedang dipelajari dan meningkatkan prestasi siswa.
41
Pembelajaran Matematika di SMK Piri 3 Yogyakarta Perangkat pembelajaran yang tersedia masih terbatas. Pembelajaran berpusat pada guru. Guru belum menggunakan PjBL dalam pembelajaran
Prestasi siswa pada materi Program Linear masih terbilang rendah.
Mengembangkan Perangkat pembelajaran (RPP dan LKS) berbasis Project Based Learning (PjBL) pada materi Program Linear
Dapat meningkatkan prestasi belajar siswa.
Bagan 2. Alur Kerangka Berpikir
J. Pertanyaan Penelitian Sesuai dengan kerangka piker dikemukakan di atas, maka diajukan beberapa pertanyaan penelitian yaitu; 1. Bagaimana kualitas kevalidan bahan ajar dengan pendekatan project based learning pada materi program linear yang dihasilkan? 2. Bagaimana kualitas kepraktisan bahan ajar dengan pendekatan project based learning pada materi program linear yang dihasilkan?
42
3. Bagaimana kualitas keefektifan bahan ajar dengan pendekatan project based learning pada materi program linear yang dihasilkan?
43