BAB II KAJIAN TEORI
2.1
Pemecahan Masalah Menurut Erman Suherman (dalam Apriyani, 2010) Pemecahan masalah
merupakan bagian dari kurikulum matematika yang sangat penting karena dalam proses pembelajaran, siswa diharapkan memperoleh pengalaman dengan pengetahuan serta keterampilan yang telah dimiliki untuk diterapkan pada pemecahan masalah yang sifatnya tidak rutin. Dengan belajar pemecahan masalah, siswa diharapkan dapat mengembangkan cara berpikir, kebiasaan, ketekunan dan rasa ingin tahu. Sedangkan menurut Ruseffendi (2006: 241) Pemecahan masalah adalah pendekatan yang bersifat umum, yang lebih mengutamakan kepada proses dari pada hasil. Aspek proses merupakan aspek yang utama dalam pembelajaran pemecahan masalah bukan aspek produk. Menurut Majid (2008: 224) Pemecahan masalah merupakan cara memberikan pengertian dengan menstimulus siswa untuk memperhatikan, menelaah dan berpikir tentang suatu masalah untuk selanjutnya menganalisis masalah tersebut sebagai upaya untuk memecahkan masalah. Memecahkan suatu masalah merupakan suatu aktivitas dasar bagi manusia, oleh karena itu seharusnya proses belajar mengajar disekolah dapat membiasakan siswa menghadapi masalah agar terlatih untuk memecahkan masalah. Menurut Krulik dan Rudnik (dalam Badri, 2012) mengemukakan bahwa pemecahan masalah merupakan proses di mana individu menggunakan pengetahuan,
keterampilan, dan pemahaman yang telah diperoleh untuk nenyelesaian masalah pada situasi yang tidak dikenalnya. Dengan belajar pemecahan masalah, siswa dapat mengembangkan cara berpikir, kebiasaan, ketekunan dan rasa ingin tahu serta kepercayaan diri dalam situasi yang tidak biasa, yang akan melayani mereka dengan baik di luar kelas matematika. Pemecahan masalah juga dapat membantu siswa mempelajari fakta-fakta, konsep, prinsip matematika dengan mengilustrasikan obyek matematika dan realisasinya. Pemecahan masalah merupakan aktifitas yang memberikan tantangan bagi kebanyakan siswa serta dapat memotivasi siswa untuk belajar matematika. Menurut Polya (dalam Sudjadi, 2011) langkah-langkah dalam pemecahan masalah, yaitu : (1) Under standing the problem (memahami masalah), (2) Devising a plan (merencanakan penyelesaian), (3) Carying out the plan (melaksanakan perhitungan), (4) Looking back (memeriksa kembali proses dan hasil). Sedangkan menurut Ruseffendi (2006: 169) ada lima langkah yang harus dilakukan siswa, yaitu sebagai berikut: 1.
Merumuskan masalah dalam bentuk yang lebih jelas
2.
Menyatakan kembali masalah dalam bentuk yang dapat diselesaikan
3.
Menyusun hipotesis alternatif dan strategi pemecahan yang diperkirakan baik untuk digunakan sebagai pemecahan masalah
4.
Menguji hipotesis dan melakukan prosedur pemecahan
5.
Memeriksa kembali apakah hasil yang diperoleh benar.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pemecahan masalah adalah suatu proses yang dilakukan siswa untuk menyelesaikan suatu masalah dengan pengetahuan yang telah didapatkan sebelumnya kedalam situasi yang baru. Pemecahan masalah lebih mengutamakan proses dari pada hasil yang diperoleh siswa.
2.2
Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Dalam
pembelajaran
matematika
salah
satu
kegiatan
yang
dapat
mengembangkan sikap kreatif adalah pemecahan masalah karena dalam pemecahan masalah, siswa dituntut memiliki kemampuan menciptakan cara baru yang sesuai dengan permasalahan yang dihadapinya. Oleh karena itu, siswa memiliki kesempatan untuk meningkatkan kemampuan berpikir melalui penyelesaian masalah yang bervariasi. Menurut Sukirman (dalam Nugroho 2010: 20) menyatakan bahwa masalah matematika dapat diklarifikasikan dalam dua jenis, yaitu: (1) Masalah mencari (problem to find) yaitu mencari, menentukan, atau mendapat nilai atau objek tertentu yang tidak diketahui dalam soal dan memenuhi kondisi atau syarat yang sesuai dengan soal, (2) Masalah membuktikan (problem to prove) yaitu untuk menentukan apakah suatu pertanyaan benar atau tidak benar. Menurut Ibrahim (2010: 32) kemampuan pemecahan masalah matematika adalah kemampuan menggunakan prosedur dan kemampuan menemukan pemecahan masalah matematika sebagai usaha nyata untuk mencari penyelesaian dari suatu
persoalan yang dihadapi. Beberapa indikator pemecahan masalah menurut Polya (dalam Priyanta 2010) yaitu sebagai berikut: 1. Memahami masalah Tanpa adanya pemahaman terhadap masalah yang diberikan, siswa tidak mungkin mampu menyelesaikan masalah tersebut dengan benar. Dalam memahami masalah terdiri dari beberapa komponen, yaitu: a) identifikasi apa yang diketahui dari masalah tersebut, b) identifikasi apa yang akan dicari, 3) mengabaikan hal-hal yang tidak relevan dengan permasalahan. 2. Merencanakan penyelesaian masalah Kemampuan
ini
sangat
tergantung
pada
pengalaman
siswa
dalam
menyelesaikan masalah. Pada umumnya, semakin bervariasi pengalaman siswa, ada kecenderungan siswa semakin kreatif dalam menyusun rencana penyelesaian masalah. Dalam merencanakan penyelesaian masalah terdapat beberapa hal yang dapat dilakukan siswa, diantaranya: (a) membuat tabel, grafik atau diagram, (b) menyederhanakan permasalahan dengan membagi menjadi bagian-bagian, (c) menggunakan rumus, (d) menggunakan rumus yang ekuivalen, (e) menggunakan infomasi yang diketahui untuk mengembangkan informasi baru. 3. Menyelesaikan masalah sesuai rencana Jika rencana penyelesaian masalah telah dibuat, baik secara tertulis maupun tidak, selanjutnya dilakukan penyelesaian masalah sesuai dengan rencana yang dianggap paling tepat.
4. Melakukan pengecekan kembali terhadap semua langkah yang dikerjakan atau menafsirkan solusinya Pengecekan kembali terhadap semua langkah yang telah dikerjakan dari fase pertama sampai fase penyelesaian ketiga. Dengan ini maka berbagai kesalahan yang tidak perlu dapat terkoreksi kembali sehingga siswa dapat sampai pada jawaban yang benar sesuai dengan masalah yang diberikan atau menjawab apa yang ditanyakan dan menarik kesimpulan. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa kemampuan pemecahan masalah matematika adalah kemampuan menemukan suatu pemecahan masalah matematika untuk mencari penyelesaian dari suatu persoalan yang dihadapi. Siswa dikatakan mempunyai kemampuan pemecahan masalah yang baik jika siswa tersebut dapat memahami masalah, merencanakan penyelesaian masalah, menyelesaikan masalah sesuai rencana dan melakukan pengecekan kembali terhadap semua langkah yang dikerjakan atau menafsirkan solusinya.
2.3
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Kemampuan memecahkan masalah merupakan keterampilan yang diperoleh
siswa dalam belajar matematika, sehingga latihan merupakan hal yang penting agar siswa semakin terampil. Semakin sering siswa memecahkan masalah, maka semakin baik kemampuan pemecahan masalah yang dimiliki siswa. Menurut Resnick dan Ford (dalam Ibal, 2012) terdapat tiga aspek yang mempengaruhi kemampuan siswa
dalam memecahkan masalah, yaitu: (1) Kemampuan siswa dalam mempresentasikan masalah, (2) Keterampilan siswa dalam memahami ruang lingkup masalah, (3) Struktur pengetahuan siswa, sedangkan menurut Apriyani (2010) faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kemampuan siswa dalam memecahkan masalah antara lain: (1) Kemampuan memahami ruang lingkup masalah dan menemukan informasi yang relevan guna memperoleh solusi, (2) Kemampuan dalam memilih strategi yang akan digunakan dalam pemecahan masalah, (3) Kemampuan berpikir yang fleksibel dan objektif, (4) Keyakinan yang positif tentang belajar matematika (5) Perilaku siswa yang positif, mencakup kepercayaan diri, tekad, kesungguhan dan ketekunan siswa dalam mencari pemecahan masalah, (6) Latihan-latihan soal pemecahan masalah. Dari uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kemampuan pemecahan masalah siswa, yaitu: 1.
Kemampuan memahami soal dengan cara mengulangi kembali materi.
2.
Kemampuan dalam memilih strategi
3.
Keyakinan yang positif tentang belajar matematika
4.
Giat dalam belajar
5.
Latihan-latihan soal pemecahan masalah.
2.4
Pengertian Matematika Menurut Soedjadi (2000: 11) terdapat beberapa beberapa pengertian tentang
matematika diantaranya (1) Matematika adalah cabang ilmu pengetahuan eksak dan terorganisir secara sistematik, (2) matematika adalah pengetahuan tentang bilangan dan kalkulasi, (3) matematika adalah pengetahuan tentang penalaran logik dan
berhubungan dengan bilangan, (4) matematika adalah pengetahuan tentang faktafakta kuantitatif dan masalah tentang ruang dan bentuk, dan (5) matematika adalah pengetahuan dengan struktur-struktur yang logik. Menurut Jhonson dan Myklebust (dalam abdurrahman 2003: 252) matematika adalah bahasa simbolis yang fungsi praktisnya untuk mengekspresikan hubunganhubungan kuantitatif dan keruangan, sedangkan
fungsi
teoritisnya adalah
memudahkan untuk berfikir. Lerner mengemukakan bahwa matematika disamping sebagai bahasa simbolis juga merupakan bahasa universal yang memungkinkan manusia memikirkan, mencatat, dan mengkomunikasikan ide mengenai elemen dan kuantitas. Matematika tumbuh dan berkembang karena proses berpikir, oleh karena itu logika adalah dasar untuk terbentuknya matematika. Menurut Uno dan Umar (2010: 109) Matematika adalah sebagai suatu bidang ilmu yang merupakan alat pikir, berkomunikasi, alat untuk memecahkan berbagai persoalan praktis, yang unsurunsunya logika dan intuisi, analisis dan kontruksi, generalitas dan individualitas, dan mempunyai cabang-cabang antara lain aritmetika, aljabar, geometri, dan analisis. Berdasarkan pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa matematika terdiri dari empat wawasan dintaranya aritmetika, aljabar, geometri, dan analisis selain itu matematika juga merupakan bahasa simbolis dan universal yang memungkinkan manusia untuk memikirkan, mencatat, dan mengkomunikasikan ide.
2.5
Keunggulan dan Kelemahan Pemecahan Masalah Menurut Sanjaya (2008: 220) Sebagai suatu strategi pembelajaran pemecahan
masalah memiliki beberapa keunggulan dan kelemahan, diantaranya: 2.5.1
Keunggulan
a. Pemecahan masalah (problem solving) merupakan teknik yang cukup bagus untuk lebih memahami isi pelajaran. b. Pemecahan masalah (problem solving) dapat menantag kemampuan siswa serta memberikan kepuasan untuk menemukan pengetahuan baru bagi siswa. c. Pemecahan
masalah
(problem
solving)
dapat
meningkatkan
aktivitas
pembelajaran siswa. d. Pemecahan masalah (problem solving) dapat memantu siswa bagaimana mentransfer pengetahuan mereka untuk memahami masalah dalam kehidupan nyata. e. Pemecahan masalah (problem solving) dapat membantu siswa untuk mengembangkan pengetahuan barunya dan bertanggung jawab dalam pembelajaran yang mereka lakukan. Selain itu, pemecahan masalah juga dapat mendorong untuk untuk melakukan evaluasi sendiri baik terhadap hasil maupun proses belajarnya. f. Melalui pemecahan masalah (problem solving) bisa memperlihatkan kepada siswa bahwa mata pelajaran (Matematika, IPA, Sejarah, dan lain sebagainya), pada dasarnya merupakan cara berpikir, dan sesuatu yang harus dimengerti oleh siswa, bukan hanya sekedar belajar dari guru atau dari buku-buku saja. g. Pemecahan masalah (problem solving) dianggap lebih menyenangkan dan disukai siswa. h. Pemecahan masalah (problem solving) dapat mengembangkan kemampuan siswa untuk berpikir kritis dan mengembangkan kemampuan mereka untuk menyesuaikan dengan pengetahuan baru.
i. Pemecahan masalah (problem solving) memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengaplikasikan pengetahuan yang mereka miliki dalam dunia nyata. j. Pemecahan masalah (problem solving) dapat mengembangkan minat siswa untuk secara terus-menerus belajar sekalipun belajar pada pendidikan formal telah berakhir.
2.5.2
Kelemahan
a. Manakala siswa tidak memiliki minat atau tidak mempunyai kepercayaan bahwa masalah yang dipelajari sulit untuk dipecahkan, maka mereka akan merasa enggan untuk mencoba. b. Keberhasilan strategi pembelajaran melalui pemecahan masalah (problem solving)membutuhkan cukup waktu untuk persiapan. c. Tanpa pemahaman mengapa mereka berusaha untuk memecahkan masalah yang sedang dipelajari, maka mereka tidak akan belajar apa yang mereka ingin pelajari.
2.6 Tinjauan Materi Luas Permukaan dan Volume Kubus dan Balok 2.6.1 (a)
Kubus Luas Permukaan Kubus
Gambar 2.1
Dari gambar 2.1 terlihat suatu kubus beserta jarring-jaringnya. Menurut Agus (2007: 189) Untuk mencari luas permukaan kubus, berarti sama saja dengan menghitung luas buah persegi yang sama dan kongruen maka Luas permukaan kubus = luas jarring-jaring kubus (
)
( )
Jadi, luas permukaan kubus dapat dinyatakan dengan rumus sebagai berikut: π³πππ π·ππππππππ π²ππππ
(b)
πππ
Volume Kubus
Gambar 2.2 Gambar 2.2 menunjukkan bentuk-bentuk kubus dengan ukuran berbeda. Kubus pada gambar 2.2 (a) merupakan kubus satuan. Untuk membuat kubus satuan
pada gambar 2.2 (b), diperlukan
kubus satuan, sedangkan untuk
membuat kubus pada gambar 2.2 (c), diperlukan
kubus satuan.
Dengan demikian, volume atau isi suatu kubus tersebut sebanyak tiga kali. Sehingga:
Jadi, volume kubus dapat dinyatakan dengan rumus sebagai berikut: π½πππππ π²ππππ
2.6.2 (a)
ππ
Balok Luas Permukaan Balok Menurut Nugroho dan Meisaroh (2009: 185) Luas permukaan suatu bangun
ruang dapat dicari dengan cara menjumlahkan luas dari bidang-bidang yang menyusun bangun ruang tersebut.
Gambar 2.3
Jika kita mempunyai balok seperti pada gambar diatas, maka: Luas permukaan balok = luas bidang SWVR + luas bidang SRQP + luas bidang PQUT + luas bidang TUVW + luas bidang TPSW + luas bidang QUVR (
) ( (( (
( ) )
)
(
(
)
(
)
) ( (
(
)
(
)
(
)
) )) (sifat distributif)
)
Jadi, luas permukaan balok dapat dinyatakan dengan rumus sebagai berikut:
π³πππ π·ππππππππ π©ππππ
(b)
π(ππ
ππ
ππ)
Volume balok
Gambar 2.4 Pada gambar 2.4 menunjukkan pembentukan berbagai balok dari balok satuan. Gambar 2.4 (a) adalah balok satuan. Menurut Agus (2007: 197) Untuk membuat
balok seperti pada gambar 2.4 (b), diperlukan
balok satuan, sedangkan
untuk membuat balok seperti pada gambar 2.4 (c), diperlukan
balok
satuan. Hal ini menunjukan bahwa volume suatu balok diperoleh dengan cara mengalikan ukuran panjang, lebar, dan tinggi balok tersebut.
π½πππππ π©ππππ
2.7
πππππππ
πππππ
ππππππ
π
π
π
Penelitian Yang Relevan Beberapa peneliti sebelumnya menyimpulkan bahwa kemampuan pemecahan
masalah siswa masih tergolong rendah . Peneliti-peneliti tersebut diantaranya adalah: 1. Sri Wahyuni Kaaba (2011), menyimpulkan bahwa kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal-soal cerita pada keliling dan luas segi empat masih rendah. Hal ini dapat dilihat dari persentase rata-rata siswa untuk Γtem yang mampu menyelesaikan soal dengan baik dan benar sebesar 20,67% dan siswa yang tidak mampu menyelesaikan soal dengan benar 79,33%. 2. Dewi Sartika P (2008), menyimpulkan bahwa ketidakmampuan siswa dalam proses pemecahan masalah disebabkan oleh siswa tidak berani mencoba-coba, tidak mampu membuat pola yang berkaitan dengan masalah serta belum mampu mempertimbangkan setiap kemungkinan dari masalah.