BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN
2.1
Landasan Teori dan Konsep Teori pertukaran sosial menurut Staley dan Magner (2003) menyatakan
bahwa dalam hubungan pertukaran sosial, sifat mendasar yang menjadi ciri khas pertukaran tersebut adalah bahwa kewajiban (obligations) masing-masing pihak tidak diatur secara jelas, termasuk yang dijadikan dasar mengukur kontribusi masingmasing pihak. Konovsky dan Pugh (1994) dalam teori pertukaran sosial (social exchange theory) berpendapat bahwa ketika karyawan telah puas terhadap pekerjaannya, mereka akan membalasnya. Pembalasan dari karyawan tersebut termasuk perasaan memiliki (sense of belonging) yang kuat terhadap organisasi dan perilaku seperti Organizational Citizenship Behaviour (OCB). Penjelasan mengenai pengaruh keadilan organisasi terhadap Organizational Citizenship Behaviour (OCB), selain melalui perspektif teori pertukaran sosial, menurut Moorman (2003), juga dapat ditelusuri melalui perspektif teori identitas sosial (social identity) atau model relasional kekuasaan. Menurut teori identitas sosial, kesediaan karyawan berperilaku mendukung tujuan organisasi atau kelompok adalah karena faktor identifikasi. Berdasarkan penjelasan teori pertukaran sosial dan teori identitas sosial, dapat diproporsikan bahwa keadilan organisasi (keadilan distributif, keadilan prosedural, dan keadilan interaksional) menurut persepsi
10
karyawan, dapat berpengaruh positif terhadap kepuasan kerja, komitmen karyawan pada organisasi dan Organizational Citizenship Behaviour (OCB). Teori keadilan adalah suatu teori yang menyatakan bahwa perbandingan individual mengenai input dan hasil pekerjaan mereka dan berespon untuk menghilangkan ketidakadilan (Robbins, 2015:143). Menurut teori keadilan, para pekerja membandingkan apa yang mereka peroleh dari pekerjaan mereka (hasil mereka, misalnya gaji, promosi, pengakuan) pada apa yang mereka masukkan kedalamnya (input mereka, misalnya usaha, pengalaman, dan pendidikan). Luthan, (2006:294) menyatakan bahwa untuk mendukung teori ekuitas, studi terbaru menemukan bahwa manajer yang menerima keadilan penghargaan-usaha berkinerja lebih baik dan lebih puas daripada orang yang merasa tidak dihargai dan diperlakukan secara adil. Studi lain menggunakan teori pertukaran sosial untuk membedakan keadilan interaksional dari keadilan prosedural. Dimensi motivasi, kepuasan kerja, dan komitmen organisasi secara jelas berhubungan dengan Organizational Citizenship Behaviour (OCB). Akan tetapi, yang lebih penting untuk Organizational Citizenship Behaviour (OCB) adalah bahwa karyawan harus merasa bahwa mereka diperlakukan secara adil (Luthan, 2006:251). Luthan menyatakan, sejumlah studi menunjukkan hubungan yang kuat antara keadilan dan Organizational Citizenship Behaviour (OCB). Keadilan procedural berpengaruh pada karyawan, yakni mempengaruhi dukungan organisasi yang mereka rasakan, dan selanjutnya mendorong mereka untuk membalas dengan Organizational Citizenship Behaviour (OCB), di luar persyaratan kerja formal.
11
Menurut Robbins, (2015:53) menyatakan bahwa kepuasan kerja berkorelasi moderat dengan Organizational Citizenship Behaviour (OCB), persepsi yang adil membantu menjelaskan hubungan itu. Mereka yang merasa rekan kerjanya membantu mereka lebih mungkin terlibat dalam perilaku yang membantu, sedangkan yang memiliki hubungan antagonistik dengan rekan kerjanya kurang mungkin untuk melakukan demikian. Individu dengan ciri-ciri kepribadian tertentu juga lebih puas dengan pekerjaan mereka, yang kemudian mengarahkan mereka untuk terlibat di lebih banyak Organizational Citizenship Behaviour (OCB). Saat orang dalam suasana hati yang baik, mereka akan lebih mungkin untuk terlibat dalam Organizational Citizenship Behaviour (OCB). 2.1.1
Organizational Citizenship Behaviour (OCB) Organizational Citizenship Behaviour (OCB) merupakan perilaku individu
yang bebas, yang tidak secara langsung atau eksplisit diakui oleh sistem pemberian penghargaan dan dalam mempromosikan fungsi efektif organisasi (Soegandhi dkk., 2013). Organizational Citizenship Behaviour (OCB) atau peraturan „ekstra‟ yang tidak dapat dijelaskan secara formal, tetapi ada dan berakar dalam suatu organisasi (Rini dkk., 2013). Faktor-faktor yang mempengaruhi timbulnya Organizational Citizenship Behavior (OCB) yang disebutkan dalam penelitian yang dilakukan (Andriani, dkk., 2012) cukup kompleks dan saling terkait satu sama lain, faktor-faktor tersebut antara lain :
12
1)
kepuasan kerja, budaya dan iklim organisasi
2)
kepribadian dan suasana hati (mood)
3)
persepsi terhadap dukungan organisasi
4)
persepsi terhadap kualitas interaksi atasan bawahan
5)
masa kerja
6)
jenis kelamin Perilaku
Organizational
Citizenship
Behaviour
(OCB)
menurut
(Budihardjo, 2014:160) tidak terdapat pada job description karyawan, tetapi sangat diharapkan karena mendukung peningkatan keefektifan dan kelangsungan hidup perusahaan,
khususnya
dalam
bisnis
yang
persaingannya
semakin
tajam.
Organizational Citizenship Behaviour (OCB) yang dinyatakan dalam penelitian (Triyanto, 2009) merupakan suatu perilaku sukarela yang tampak dan dapat dilihat dan dapat diamati, arti citizen itu sendiri adalah kewarganegaraan sehingga memiliki tanggung jawab dan rasa cinta terhadap pekerjaan secara sukarela dan tanpa diawasi. Menurut Luthan, (2006:251) pemerintah mendefinisikan Organizational Citizenship Behaviour (OCB) sebagai perilaku individu yang bebas memilih, tidak diatur secara langsung atau eksplisit oleh sistem penghargaan formal, dan secara bertingkat mempromosikan fungsi organisasi yang efektif. Teori pertukaran sosial yang dinyatakan dalam penelitian Konovsky dan Pugh (1994) bahwa ketika karyawan telah puas terhadap pekerjaannya, mereka akan membalasnya. Balasan dari karyawan tersebut termasuk perasaan yang menjadi bagian (sense of belonging) dari organisasi yang menyebabkan perilaku seperti
13
Organizational Citizenship Behaviour (OCB). Organizational Citizenship Behaviour (OCB) disisi lain juga merupakan perilaku yang tidak tertulis dalam deskripsi pekerjaan, sukarela, tidak dihargai ketika terpenuhi, tidak dihukum bila tidak terpenuhi dan sebagian besar tergantung pada pilihan pribadi (Ince dan Gul, 2011). Berdasarkan teori dan penelitian diatas maka dapat disimpulkan Organizational Citizenship Behaviour (OCB) merupakan perilaku sukarela bekerja di luar tugas yang diberikan perusahaan atau diluar job description. Istilah Organizational Citizenship Behaviour (OCB) pertama kali diajukan oleh Organ pada tahun 1988, yang mengemukakan lima dimensi primer pada OCB. Dimensi tersebut dijelaskan Organ et al. (2006) yaitu altruism, conscientiousness, sportmanships, courtesy dan civic virtue. 1)
Altruism Perilaku karyawan dalam menolong rekan kerjanya yang mengalami kesulitan dalam situasi yang sedang dihadapi baik mengenai tugas dalam organisasi maupun masalah pribadi orang lain.
2)
Conscientiousness Perilaku yang ditunjukkan dengan berusaha melebihi yang diharapkan perusahaan.
3)
Sportmanship Perilaku yang memberikan toleransi terhadap keadaan yang kurang ideal dalam organisasi tanpa mengajukan keberatan – keberatan.
14
4)
Courtessy Menjaga hubungan baik dengan rekan kerjanya agar terhindar dari masalahmasalah interpersonal.
5)
Civic Virtue Perilaku yang mengindikasikan tanggung jawab pada kehidupan organisasi seperti mengikuti atau berpartisipasi dalam kegiatan perubahan organisasi.
2.1.2
Kepuasan kerja Kepuasan kerja adalah sikap emosional yang menyenangkan dan mencintai
pekerjaannya (Hasibuan, 2003:202). Pendapat lain mengenai kepuasan kerja yaitu menurut Handoko (2001:193) kepuasan kerja adalah pandangan karyawan yang menyenangkan atau tidak menyenangkan terhadap pekerjaan mereka. Perasaan tersebut akan tampak dari sikap positif karyawan terhadap pekerjaan dan segala sesuatu yang dihadapi di lingkungan kerjanya. Rini dkk., (2013) dalam penelitiannya menyatakan kepuasan kerja adalah suatu perasaan menyenangkan merupakan hasil dari persepsi individu dalam rangka menyelesaikan tugas atau memenuhi kebutuhannya untuk memperoleh nilai-nilai kerja yang penting bagi dirinya. Triyanto (2009) menyatakan kepuasan kerja dapat terlihat dari berbagai ciri karyawan yang dapat diamati dari sikap, perilaku, cara pandang, dan situasi di tempat kerja. Kepuasan kerja mewakili perasaan negatif dan positif dari persepsi karyawan terhadap pekerjaan yang dihadapinya, yaitu suatu perasaan untuk berprestasi dan meraih kesuksesan di dalam pekerjaannya (Aziri, 2011). Kepuasan kerja adalah
15
keadaan emosional karyawan di mana terjadi ataupun tidak terjadi titik temu antara nilai balas jasa kerja karyawan dari perusahaan atau organisasi dengan tingkat nilai balas jasa yang memang diinginkan oleh karyawan yang bersangkutan. Balas jasa kerja karyawan, baik yang berupa “finansial” maupun yang “nonfinansial” (Martoyo, 2000:142). Kepuasan kerja dalam penelitian (Sinambela, 2012) dinyatakan sebagai seperangkat perasaan pegawai tentang menyenangkan atau tidaknya pekerjaan yang dilakukan dengan usahanya sendiri dan mendapat dorongan dari faktor luar dirinya terhadap keadaan, hasil, dan pekerjaan itu sendiri, serta akan berdampak pada organisasi melalui sikap karyawan seperti kemangkiran, turn over, kinerja, pencurian, prestasi kerja, stres kerja, dan perilaku organisasi. Berdasarkan teori dan penelitian diatas maka dapat disimpulkan kepuasan kerja merupakan perasaan positif tentang pekerjaan yang dirasakan karena apa yang diinginkan sesuai dengan apa yang didapat. Hasibuan (2002:203) mengemukakan bahwa kepuasan kerja karyawan dipengaruhi oleh: 1) balas jasa yang adil dan layak 2) penempatan yang tepat sesuai dengan keahlian 3) berat ringannya pekerjaan 4) suasana dan lingkungan pekerjaan 5) peralatan yang menunjang pelaksanaan pekerjaan 6) sikap pimpinan dalam kepemimpinannya
16
7) sifat pekerjaan monoton atau tidak Variabel kepuasan kerja menurut (Luthan, 2006) diukur dengan indikatorindikator sebagai berikut. 1)
Pekerjaan itu sendiri Karyawan cenderung lebih menyukai pekerjaan yang memberi kesempatan untuk menggunakan kemampuan dan keterampilan, kebebasan serta umpan balik. Karakteristik ini membuat pekerjaan lebih menantang karena pekerjaan yang kurang menantang akan menciptakan kebosanan.
2)
Gaji Karyawan mendapatkan sistem upah yang dipersepsikan adil dan sesuai dengan harapannya.
3)
Promosi Pada saat dipromosikan pegawai umumnya menghadapi peningkatan tuntutan keahlian, kemampuan serta tanggungjawab. Sebagian besar pegawai merasa positif jika dipromosikan. Dengan promosi memungkinkan organisasi untuk mendayagunakan kemampuan dan keahlian pegawai setinggi mungkin.
4)
Pengawasan Pengawasan mempunyai peran yang penting dalam suatu organisasi karena berhubungan dengan pegawai secara langsung dan mempengaruhi pegawai dalam melakukan pekerjaannya. Pada umumnya pegawai lebih suka mempunyai pengawasan yang adil, terbuka dan mau bekerja dengan bawahan.
17
5)
Kelompok kerja Bagi kebanyakan karyawan, rekan kerja merupakan salah satu cara untuk memenuhi kebutuhan interaksi sosial. Oleh karena itu mempunyai rekan kerja yang menyenangkan dapat meningkatkan kepuasan kerja. Kelompok kerja, terutama tim yang kuat bertindak sebagai sumber dukungan, kenyamanan, nasihat, dan bantuan pada anggota individu.
2.2.3
Keadilan organisasi Keadilan merupakan norma universal dan menjadi hak asasi manusia, karena
keberadaan setiap orang dalam situasi dan konteks apapun menghendaki diperlakukan secara adil oleh pihak lain, termasuk dalam organisasi (Widyaningrum, 2010). Robbins dan Judge (2015:144) mendefinisikan keadilan organisasi sebagai keseluruhan persepsi mengenai apa yang adil di dalam tempat kerja. Secara konseptual keadilan organisasi mengacu pada adanya keterbukaan dan transparansi dalam organisasi yang berdasarkan pada keadilan dan kebenaran (Mustafa, 2008). Konsep keadilan digunakan untuk menjelaskan mengapa karyawan dapat menilai wajar atau tidaknya keputusan yang dibuat oleh pihak yang berwenang (Roohi dan Feizi, 2013). Teori Keadilan (Equity Theory) menurut Rivai dkk., (2014:621) yaitu setiap karyawan akan membandingkan rasio input hasil dirinya dengan rasio input hasil orang lain. Bila perbandingan itu dianggap cukup adil, maka karyawan akan merasa puas, bila perbandingan itu tidak seimbang tetapi menguntungkan bias menimbulkan kepuasan, tetapi bias pula tidak. Tetapi bila perbandingan itu tidak seimbang akan timbul ketidakpuasan.
18
Faktor-faktor yang memberikan muatan besar terhadap keadilan organisasi adalah keadilan prosedural, keadilan distributif, keadilan informasional, dan diikuti keadilan interaksional (Pareke dan Suryana, 2009). Teori keadilan dari Stacey Adam (Mustafa, 2008) juga menyatakan setiap anggota organisasi akan membandingkan dirinya dengan hal lain (keadaan sebelumnya atau keadaan pada lingkungan di dalam organisasi maupun keadaan di luar organisasi). Berdasarkan teori dan penelitian diatas maka dapat disimpulkan keadilan organisasi merupakan persepsi karyawan mengenai adil tidaknya suatu organisasi dalam memberikan penghargaan terhadap input yang telah diberikan karyawan. Menurut teori keadilan, para pekerja membandingkan apa yang mereka peroleh dari pekerjaan mereka pada apa yang mereka masukkan ke dalamnya Robbins dan Judge (2015:143), yaitu: 1) hasil mereka, misalnya gaji, promosi, pengakuan, atau mendapat tempat di sudut kantor. 2) input mereka, misalnya usaha, pengalaman, dan pendidikan Keadilan organisasi persepsi keseluruhan mengenai apa itu keadilan di tempat kerja, yang terdiri atas keadilan distributif (distributive justice), keadilan prosedural (procedural justice), keadilan interaksional (interactional justice). Indikator tersebut dijelaskan oleh Robbins dan Judge (2015:145), sebagai berikut: 1)
keadilan distributif (distributive justice), yaitu keadilan yang dirasakan, baik jumlah maupun alokasi penghargaan di antara individu. Keadilan distributif memusatkan perhatian pada kewajaran hasil.
19
2)
keadilan prosedural (procedural justice), yaitu keadilan yang dirasakan pada proses yang digunakan untuk menentukan distribusi penghargaan atau menentukan hasil.
3)
keadilan interaksional (interactional justice), yaitu keadilan yang dirasakan pada derajat penerimaan yang salah satunya diperlakukan dengan rasa hormat dan bermartabat.
2.2
Hipotesis Penelitian
2.2.1 Hubungan antara keadilan organisasi dan kepuasan kerja Teori keadilan oleh Adam (Retnaningsih, 2007) menyebutkan, dalam organisasi, peran keadilan yang diterima pegawai sangatlah besar dalam menjaga kepuasan kerja mereka. Menurut Hasibuan, (2014:238) keadilan merupakan daya penggerak yang memotivasi semangat kerja seseorang, jadi atasan harus bertindak adil terhadap semua bawahannya. Penelitian yang dilakukan oleh Yasadiputra (2014) pada PT. Wico Interna, Singaraja-Bali, menyatakan bahwa organizational justice memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap job satisfaction karyawan. Penelitian yang dilakukan oleh Whisenant dan Smucker (2009) membuktikan bahwa keadilan organisasi berpengaruh signifikan terhadap kepuasan kerja. Penelitian yang dilakukan oleh Widyaningrum (2010) menyatakan bahwa, keadilan organisasi secara langsung berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan kerja dan komitmen pegawai. Berdasarkan landasan teori dan berbagai penelitian sebelumnya dapat dikemukakan hipotesis sebagai berikut. H1: Keadilan organisasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan kerja
20
2.2.2 Hubungan antara keadilan organisasi dan Organizational Citizenship Behaviour (OCB) Berdasarkan penjelasan teori pertukaran social dan teori identitas sosial, dapat diproporsikan bahwa keadilan organisasi (keadilan distributif, keadilan prosedural, dan keadilan interaksional) menurut persepsi karyawan, dapat berpengaruh positif terhadap kepuasan kerja, komitmen karyawan pada organisasi dan
Organizational
Citizenship
Behaviour
(OCB).
Sutrisno,
(2009:143)
memersepsikan keadilan tersebut memiliki tiga aspek yang perlu dipahami, yaitu orang lain, system yang berlaku yang menyakut gaji, dan diri sendiri, seorang karyawan yang merasa bahwa dia dibayar lebih rendah, mungkin berusaha mengurangi ketidakadilan itu dengan bekerja tidak sepenuh hati. Penelitian yang dilakukan oleh Nwibere (2014) membuktikan bahwa keadilan organisasi memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap Organizational Citizenship Behavior (OCB). Berdasarkan landasan teori dan berbagai penelitian sebelumnya dapat dikemukakan hipotesis sebagai berikut. H2: Keadilan organisasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap Organizational Citizanship Behaviour (OCB). 2.2.3 Hubungan
antara
kepuasan
kerja
dan
Organizational
Citizenship
Behaviour (OCB) Menurut Sutrisno, (2009:121) teori kepuasan mendasarkan pendekatannya atas faktor-faktor kebutuhan dan kepuasan individuyang menyebabkannya bertindak dan berperilaku dengan cara tertentu. Lee et al. (2013) yang melakukan penelitiannya
21
pada 30 perusahaan di Korea berpendapat bahwa kepuasan kerja memiliki efek positif pada Organizational Citizenship Behaviour (OCB). Penelitian yang dilakukan oleh Rini (2013) dalam penelitiannya pada karyawan PT. Plasa Simpanglima Semarang menyatakan bahwa, kepuasan kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap Organizational Citizanship Behaviour (OCB). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Yuniar, dkk. (2011) menyatakan
bahwa
terdapat hubungan
positif
dan
signifikan antara kepuasan kerja Dengan Organizational Citizenship Behaviour (OCB). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Sharma et al. (2011) menyatakan bahwa kepuasan kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap Organizational Citizenship Behavior (OCB). Berdasarkan landasan teori dan penelitian sebelumnya dapat dikemukakan hipotesis sebagai berikut. H3: Kepuasan kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap Oganizational Citizanship Behaviour (OCB).
2.3
Model Konseptual Hipotesis penelitian dirangkum dalam Gambar 2.1 Model Konseptual
(Conceptual Framework).
22
Gambar 2.1 Model Konseptual
Kepuasan Kerja
H1 (+) Keadilan Organisasi
H3 (+) H2 (+)
Organizational Citizanship Behaviour (OCB)
Sumber: -
Yasadiputra, 2014 Whisenant dan Smucker, 2009 Widyaningrum, 2010 Nwibere, 2014 Lee et al, 2013 Rini, 2013 Yuniar dkk, 2011 Sharma et al, 2011
23