BAB II KAJIAN TEORI 2.1
Konsep Jasa/Pelayanan Setiap kegiatan atau manfaat yang ditawarkan oleh suatu pihak pada pihak lain dan
pada dasarnya tidak terwujud, serta tidak menghasilkan kepemilikan sesuatu” (Kotler, 1994). Berdasarkan pernyataan tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa jasa atau pelayanan merupakan suatu kinerja yang tidak berwujud dan cepat hilang, tetapi tidak dirasakan daripada dimiliki, dimana pelanggan lebih dapat berpartisipasi aktif dalam proses mengkonsumsi jasa tersebut. Namun kondisi cepat atau lambatnya pertumbuhan jasa sangat tergantung pada penilaian pelanggan terhadap kinerja atau penampilan yang ditawarkan oleh pihak produsen (perusahaan barang atau jasa). Menurut Zulian Yamit, ( 2005 : 21-22 ) Meskipun terjadi beberapa perbedaan terhadap pengertian jasa pelayanan dan secara terus menerus perbedaan tersebut akan mengganggu, beberapa karakteristik jasa pelayanan berikut ini akan memberikan jawaban yang lebih mantap terhadap pengertian jasa pelayanan. Karakteristik jasa pelayanan tersebut adalah : 1. Tidak dapat diraba ( intangibility ). Jasa adalah sesuatu yang sering kali tidak dapat disentuh atau tidak dapat diraba. Jasa mungkin berhubungan dengan sesuatu secara fisik, seperti pesawat udara, kursi dan meja dan peralatan makan direstoran, tempat tidur pasien di rumah sakit. Bagaimanapun juga pada kenyataannya konsumen membeli dan memerlukan sesuatu yang tidak dapat diraba. Hal ini banyak terdapat pada biro perjalanan atau biro travel dan tidak terdapat pada pesawat terbang maupun kursi, meja dan peralatan makan, bukan terletak pada tempat tidur di rumah sakit, tetapi lebih pada nilai. Oleh karena itu, jasa atau pelayanan yang terbaik menjadi penyebab khusus yang secara alami disediakan.
2. Tidak dapat disimpan ( inability to inventory ). Salah satu cirri khusus dari jasa adalah tidak dapat disimpan. Misalnya, ketika kita menginginkan jasa tukang potong rambut, maka apabila pemotongan rambut telah dilakukan tidak dapat sebagiannya disimpan untuk besok. Ketika kita menginap di hotel tidak dapat dilakukan untuk setengah malam dan setengahnya dilanjutkan lagi besok, jika hal ini dilakukan konsumen tetap dihitung menginap dua hari. 3. Produksi dan Konsumsi secara bersama. Jasa adalah sesuatu yang dilakukan secara bersama dengan produksi. Misalnya, tempat praktek dokter, restoran, pengurusan asuransi mobil dan lain sebagainya. 4. Memasukinya lebih mudah. Mendirikan usaha dibidang jasa membutuhkan investasi yang lebih sedikit, mencari lokasi lebih mudah dan banyak tersedia, tidak membutuhkan teknologi tinggi. Untuk kebanyakan usaha jasa hambatan untuk memasukinya lebih rendah. 5. Sangat dipengaruhi oleh faktor dari luar. Jasa sangat dipengaruhi oleh faktor dari luar seperti: teknologi, peraturan pemerintah dan kenaikan harga energi. Sektor jasa keuangan merupakan contoh yang paling banyak dipengaruhi oleh peraturan dan perundangundangan pemerintah, dan teknologi komputer dengan kasus mellinium bug pada abad dua satu.
2.2
Kualitas Pelayanan
2.2.1 Konsep Kualitas Pelayanan Kualitas adalah keseluruhan ciri dan sifat dari suatu produk atau pelayanan yang berpengaruh pada kemampuannya untuk memuaskan kebutuhan yang dinyatakan atau yang tersirat (Kotler, 2005). Menurut Azwar (1996) kualitas pelayanan bersifat multidimensional,
yaitu kualitas menurut pemakai pelayanan kesehatan dan menurut penyedia jasa layanan kesehatan. a. Dari segi pemakai jasa pelayanan, kualitas pelayanan terutama berhubungan dengan ketanggapan dan kemampuan petugas Rumah Sakit dalam memenuhi kebutuhan pasar dan komunikasi pasien termasuk di dalamnya sifat ramah dan kesungguhan. b. Dari pihak penyedia jasa dalam hal ini Rumah Sakit, kualitas pelayanan terkait pada pemakaian yang sesuai dengan perkembangan ilmu dan teknologi. Menurut Azwar (1996) secara umum dapat dirumuskan bahwa batasan pelayanan kesehatan yang bermutu adalah pelayanan kesehatan yang dapat memuaskan setiap pemakai jasa sesuai dengan tingkat kepuasan rata-rata penduduk, serta penyelenggaraannya sesuai kode etik dan standar yang telah ditetapkan. Kualitas pelayanan kesehatan di Rumah Sakit merupakan suatu fenomena unik, sebab dimensi dan indikatornya dapat berbeda diantara orang- orang yang terlibat dalam pelayanan kesehatan. Untuk mengatasi perbedaan dipakai suatu pedoman yaitu hakikat dasar dari penyelenggaraan pelayanan kesehatan, yaitu memenuhi kebutuhan dan tuntutan para pemakai jasa pelayanan kesehatan. Kualitas pelayanan dapat dicapai dengan menetapkan dan mengendalikan karakteristik mutu pelayanan serta karakteristik penghantaran pelayanan. Karakteristik mutu pelayanan adalah ciri pelayanan yang dapat diidentifikasi, yang diperlukan untuk mencapai kepuasan konsumen. Ciri tersebut dapat berupa psikologis, orientasi waktu, etika dan teknologi (Siregar, 2004). Dalam usaha meningkatkan kualitas pelayanan, perusahaan juga harus meningkatkan komitmen dan kesadaran serta kemampuan para pekerja, terutama mereka yang langsung berhubungan dengan konsumen. Meskipun sistem dan teknik kualitas sudah bagus tetapi jika orang yang melaksanakan dan alat-alat yang digunakan tidak dengan cara yang benar maka kualitas pelayanan yang diharapkan tidak akan terwujud.
2.2.2 Dimensi Kualitas Pelayanan Ada delapan dimensi kualitas produk yang dikembangkan dan dapat digunakan sebagai kerangka perencanaan strategis dan analisis (Garvin dalam Utama, 2003). Kedelapan dimensi tersebut adalah (contoh produk mobil): 1. Kinerja (performance) karakteristik pokok dari produk misalnya kecepatan , konsumsi bahan bakar, jumlah penumpang yang dapat diangkut, kemudahan dan kenyamanan dalam mengemudi, dan sebagainya,. 2. Ciri-ciri atau keistimewaan tambahan (features), yaitu karakteristik sekunder atau pelengkap, misalnya kelengkapan interior dan eksterior seperti dashboard, AC, sound system, door lock system, power steering, dan sebagainya. 3. Kehandalah (reliability), yaitu kemungkinan kecil akan mengalami kerusakan atau gagal dipakai, misalnya alat rontgen tidak set yang tidak mudah rusak. 4. Kesesuaian dengan spesifikasi, yaitu sejauh mana karateristik desain dan operasi memenuhi .standar yang telah. ditetapkan sebelumnya. Misalnya standar keamanan dan emisi terpenuhi. 5. Daya tahan, berkaitan dengan berapa lama suatu produk dapat digunakan. Dimensi ini mencakup unsur teknis maupun umur ekonomis 6. Kemampuan melayani (servicebility), meliputi kecepatan, kompetensi, kenyamanan, mudah direparasi, serta penanganan ketelitian yang memuaskan. Pelayanan yang diberikan tidak terbatas hanya sebelum penjualan, tetapi juga selama proses penjualan hingga puma jual, yang juga mencakup palayanan reparasi dan ketersediaan komponen yang dibutuhkan. 7. Estetika (esthetic), yaitu daya tangkap produk terhadap panca indera, misalnya bentuk fisik mobil yang menarik, model/desain yang artistik, warna dan sebagainya.
8. Kualitas yang dipersepsikan (perceived quality), yaitu citra dan reputasi produk serta tanggung jawab perusahaan terhadapnya. Biasanya karena kurangnya pengetahuan pembeli akan atribut, ciri-ciri produk yang akan dibeli, maka pembeli mempersepsikan kualitasnya dan aspek harga, nama merek, iklan, reputasi perusahaan, maupun negara pembuatnya (umumnya orang akan mengganggap merek Mercedes dan BMW sebagai jaminan mutu). Meskipun beberapa dimensi di atas dapat diterapkan pada bisnis jasa, tetapi sebagian besar dimensi tersebut dikembangkan berdasarkan pengalaman dan penelitian terhadap perusahaan manufaktur. Sementara itu ada beberapa pakar yang melakukan penelitian khusus terhadap beberapa jenis jasa dan berhasil mengidentifikasi sepuluh faktor utama yang menentukan kualitas jasa (Parasuraman et. al, 1988). Kesepuluh faktor tersebut meliputi : a. Reliability, mencakup dua hal pokok, yaitu konsistensi kerja (performance) dan kemampuan untuk dipercaya (dependabiliy). Hal ini berarti perusahaan memberikan jasanya secara tepat semenjak saat pertama (right the first time). Selain itu juga berarti bahwa perusahaan yang bersangkutan memenuhi janjinya, misalnya menyampaikan jasanya sesuai dengan jadwal yang disepakati. b. Responsiveness, yaitu kemauan atau kesiapan para karyawan untuk memberikan jasa yang dibutuhkan pelanggan. c. competence, artinya setiap orang dalam suatu perusahaan memiliki keterampilan dan pengetahuan yang dibutuhkan agar dapat memberikan jasa tertentu. d. Access, meliputi kemudahan untuk dihubungi dan ditemui. Hal ini berarti lokasi fasilitas jasa yang mudah dijangkau, waktu menunggu yang tidak terlalu lama, saluran komunikasi perusahaan dihubungi, dan lain-lain.
e. Courtesy, meliputi sikap sopan santun, respek, perhatian, dan keramahan yang dimiliki para contact personal (seperti resepsionis, operator telepon, dan lainlain). f. Communication, artinya memberikan informasi kepada pelanggan dalam bahasa yang dapat mereka pahami serta setia mendengarkan saran dan keluhan pelanggan. g. Credibility, yaitu sift jujur dan dapat dipercaya. Kredibilitas mencakup nama perusahaan, reputasi perusahaan, karakteristik pribacli contact personel, dan interaksi dengan pelanggan. h. Security, yaitu aman dari bahaya, resiko, atau keragu-raguan. Aspek. Aspek ini meliputi keamanan secara fisik (physical safety), keamanan finansial (physical safety), keamanan finansial (financial safety), dan kerahasiaan (confidentiality). i. Undersinding/Knowing the customer, yaitu usaha untuk memahami kebutuhan pelanggan. j. Tangibles, yaitu bukti fisik dari jasa, bisa berupa fasilitas fisik, peralatan yang digunakan, representasi fisik dari jasa (misalnya kartu kredit plastik).
Dalam perkembangan selanjutnya, yaitu pada tahun 1988, Parasuraman dan kawankawan dalam Tjiptono (2005) menemukan bahwa sepuluh dimensi yang ada dapat dirangkum menjadi lima dimensi pokok, sebagai berikut : 1. Reliability (keandalan) Reliability ini berkaitan dengan kemampuan perusahaan untuk memberikan layanan yang akurat sejak pertama kali tanpa membuat kesalahan apapun dan menyampaikan pelayanannya sesuai dengan waktu yang disepakati. Alma (2004: 284) reliability yaitu kemampuan untuk memberikan jasa sesuai dengan yang dijanjikan, terpercaya dan akurat serta konsisten. Sedangkan menurut Laksana (2008:
91) reliability meliputi efektivitas informasi jasa, penampilan barang pembuatan nota dan pencatatan nota. 2. Responsiviness (daya tanggap) Alma (2009: 284) responsiviness yaitu kemauan dari karyawan dan pengusaha untuk membantu pelanggan dan memberikan jasa dengan cepat serta mendengar dan mengatasi keluhan dari konsumen. Responsiviness ini berkenaan dengan kesediaan dan kemampuan para karyawan untuk membantu para pelanggan dalam merespon permintaan mereka, serta menginformasikan kapan saja pelayanan akan diberikan dan kemudian memberikan pelayanan secara tepat. 3. Assurance (jaminan) Yaitu perilaku para karyawan mampu menumbuhkan kepercayaan kepada pelanggan terhadap perusahaan dan perusahaan bisa menciptakan rasa aman bagi para pelanggannya. Jaminan juga berarti bahwa para karyawan selalu bersikap sopan dan menguasai pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan untuk menangani setiap pertanyaan atau masalah pelanggan. Menurut Alma (2009: 284) Assurance yaitu berupa kemampuan karyawan untuk menimbulkan keyakinan dan kepercayaan terhadap janji yang telah dikemukakan kepada konsumen. 4. Emphaty (kepedulian) Emphaty ini berarti perusahaan memahami masalah para pelanggannya dan bertindak demi kepentingan pelanggan, serta memberikan perhatian personal kepada para pelanggan dan memiliki jam operasi yang nyaman. Simamora (2003: 186) Emphaty meliputi keluhan pasien diperhatikan, sikap dokter dan perawat yang sabar dan simpatik. 5. Tangibles (bukti fisik)
Tangibles ini berkaitan dengan daya tarik fasilitas fisik, perlengkapan, dan material yang digunakan perusahaan serta penampilan karyawan. Menurut Alma (2009: 284) tangibles yaitu berupa penampilan fasilitas fisik, peralatan dan berbagai materi komunikasi yang baik, menarik, terawat lancar dan sebagainya. Sedangkan menurut Laksana (2008: 91) tangibles meliputi fasilitas tempat parkir, gedung, tata letak dan tampilan barang, kenyamanan fasilitas fisik, peralatan dan perlengkapan yang modern. Kelima dimensi tersebut diatas yakni Keandalan (reliability), Daya tanggap (responsiveness), Jaminan (Assurance), Kepedulian (Emphaty), dan Bukti fisik (Tangible) merupakan variabel-variabel yang akan diuji pada penelitian ini. 2.3
Konsep Kepuasan Konsumen/ Pasien
2.3.1 Pengertian Kepuasan Konsumen Sebenarnya konsep kepuasan pelanggan masih bersifat abstrak. Pencapaian kepuasan dapat merupakan proses yang sederhana, maupun kompleks dan rumit. Dalam hal ini peranan setiap individu dalam service encounter sangatlah penting dan berpengaruh terhadap kepuasan yang dibentuk. Untuk dapat mengetahui tingkat kepuasan pelanggan secara lebih baik, maka perlu dipahami pula sebab-sebab kepuasan. Pelanggan tidak suka lebih banyak kecewa pada jasa daripada barang, tetapi mereka juga jarang mengeluh. Salah satu alasannya adalah karena juga ikut terlibat dalam proses penciptaan jasa. Para marketer menggunakan kepuasan sebagai variable yang sangat penting untuk mengukur pemasaran pelayanan perawatan kesehatan dengan kebiasaan atau perilaku pembelian berulang-ulang (minat untuk kembali) yang menghasilkan ukuran kepuasan maximal. Karena nilai dan harapan pasien menentukan aspek interpersonal dari kualitas, kepuasan pasien merupakan indikator dari perawatan, pengkomunikasian ke penyedia layanan berkaitan dengan kebutuhan dan harapan pasien telah dipenuhi. Kepuasan pasien juga merupakan ukuran yang penting tentang
efektivitas supplier dalam memenuhi kebutuhan dan harapan pasien serta dapat menjadi prediksi tentang minat pasien untuk kembali. (Wahdi, 2006:30). Kepuasan dalam melakukan suatu pembelian kadang kala terbentuk oleh rasa tidak puas dan puas. Meskipun demikian tidaklah gampang untuk menjadikan kepuasan pelanggan secara menyeluruh, oleh karena itu dapatlah dipahami bahwa ada kalangan pakar pemasaran berpendapat bahwa tidak realistik bila suatu perusahaan mengharapkan tidak ada pelanggan yang tidak puas. Dibawah ini dijelaskan beberapa pengertian kepuasan pelanggan oleh beberapa ahli: a. Day (Dalam Tse dan Wilton, 1988) dan Fandy Tjiptono (1996): Kepuasan atau ketidakpuasan pelanggan adalah respon pelanggan terhadap evaluasi ketidaksesuaian atau dikonfirmasikan yang disesuaikan antara harapan sebelumnya (Norma kinerja lainnya) dan kinerja aktual produk yang dirasakan setelah pemakaiannya. b. Engel, ef al (1990) dalam Fandy Tjiptono (1996) Kepuasan pelanggan merupakan evaluasi purnabeli dimana alternatif yang dipilih sekurang-kurangnya memberikan hasil (Out Come) sama atau melampaui harapan pelanggan, sedangkan ketidakpuasan timbul apabila hasil yang diperoleh tidak memenuhi harapan pelanggan. c. Willkie (1990) dalam Fandy Tjiptono (1996) Kepuasan pelanggan adalah suatu tanggapan emosional pada evaluasi terhadap pengalaman konsumsi suatu produk atau jasa. Dari definisi diatas terdapat kesamaan yaitu menyangkut komponen kepuasan atau harapan dari kinerja. Umumnya harapan pelanggan/konsumen merupakan perkiraan atau keyakinan pelanggan tentang apa yang akan diterimanya bila ia membeli atau mengkonsumsi suatu produk, sedang kinerja yang dirasakan adalah persepsi pelanggan terhadap apa yang ia terima setelah mengkonsumsi produk yang dibeli.
2.3.2 Kepuasan Pasien
Seperti diketahui kepuasan pasien merupakan salah satu dimensi untuk menentukan baik buruknya mutu pelayanan kesehatan. Sekalipun aspek kepuasan tersebut telah dibatasi, namun aspek kepuasan itu sangat bervariasi dan luas. Oleh karenanya Azwar (1996), menyatakan secara umum dimensi kepuasan pasien itu dapat diukur menjadi 2 (dua) hal: 1. Kepuasan yang mengacu pada penerapan standar atau kode etik profesi. Adapun ukuranukuran yang dimaksud pada dasarnya mencakup penilaian terhadap kepuasan pasien mengenai hubungan baik antar Dokter dengan Pasien yang harus dibangun, kenyamanan pelayanan yang tidak hanya mencakup fasilitas, tapi juga sikap dan tindakan petugas medis, kebebasan pasien untuk memilih dan menentukan pelayanan kesehatan yang diinginkannya, pengetahuan dan kompetensi teknis petugas kesehatan, efektivitas pelayanan petugas serta keamanan tindakan yang diterima pasien. 2. Kepuasan yang mengacu pada penerapan semua pelayanan kesehatan yang meliputi: a. Ketersediaan pelayanan kesehatan (available); b. Kewajaran pelayanan kesehatan (appropriate); c. Kesinambungan pelayanan kesehatan (continue); d. Penerimaan pelayanan kesehatan (acceptable); e. Ketercapaian pelayanan kesehatan (accesible); f. Keterjangkauan pelayanan kesehatan (affordable); g. Efisiensi pelayanan kesehatan (efficient); dan h. Mutu pelayanan kesehatan (quality). 2.3.3 Loyalitas Pasien Keberadaan hubungan yang kuat antara kepuasan pekerja dan persepsi pasien atas mutu pelayanan
yang diberikan, diukur berdasarkan minat untuk kembali dan
merekomendasikan rumah sakit pada yang lain. Ketidakpuasan pekerja dapat berpengaruh
negatif terhadap mutu pelayanan dan menimbulkan efek berlawanan pada loyalitas pasien yang akhirnya berdampak pada perolehan laba rumah sakit (Wahdi, 2006:31). Kepuasan karyawan akan mendorong tumbuhnya loyalitas karyawan pada organisasi. Selanjutnya, loyalitas karyawan akan mengarah pada meningkatan produktivitas. Produktivitas karyawan mendorong penciptaan nilai pelayanan eksternal, yang kemudian menentukan kepuasan pelanggan eksternal. Kepuasan pelanggan merupakan salah satu faktor penentu loyalitas pelanggan (Fandy Tjiptono 1997). Fitzsimmons dan Fitzsimmons, (2000:57), untuk mempertahankan loyalitas pelanggan maka perlu memperhatikan unsur-unsur seperti; ketersediaan, konvensi, ketergantungan, personality, nilai pelanggan, kualitas, reputasi, keamanan, kecepatan. Menurut Tjiptono, (2000) sesungguhnya pelanggan yang loyal sangatlah bernilai bagi perusahaan dan pada umumnya pesaing sulit untuk merebut mereka. Selain itu mereka juga bisa menjadi pengiklan perusahaan, artinya mereka dapat memberikan rekomendasi dan keuntungan yang sangat besar bagi perusahaan, karena mempengaruhi pola pembelian pelanggan dan rekomendasi gratis yang diberikan pelanggan kepada orang lain. Menurut Westbrook, (1987) pengalaman yang bersifat emosional dan kepuasan mendasari sikap yang cukup tinggi terhadap penawaran seseorang, maka selain sebagai pembeli ulang juga akan memberikan pujian. Dari merujuk hal tersebut pengalaman dan emosional yang baik merupakan suatu persepsi konsumen. Persepsi yang baik dapat meningkatkan loyalitas yang memiliki indikator pada pembelian ulang. Dari uraian definisi yang dikemukakan oleh beberapa penulis diatas dapat disimpulkan bahwa hal terpenting dari loyalitas adalah menyangkut kepercayaan, kesediaan untuk bertindak tanpa segera memperhitungkan biaya-biaya dan keuntungan-keuntungan yang akan diperolehnya berdasarkan atas komitmen, pembelian ulang dan proporsinya dalam
melakukan pembelian ulang tersebut. Sehingga loyalitas pelanggan akan dipengaruhi oleh adanya komitmen yang tinggi, kepercayaan dan pembelian ulang. 2.4
Pengaruh Kualitas Pelayanan dan Kepuasan Konsumen Duffy & Alice A. Ketchand pada 1998 dalam (Wahdi, 2006) telah meneliti pada 206
manula penghuni wredha (panti jompo), mereka mewakili dari 90% populasi penghuni dari 10 panti wredha yang kemampuan kognitifnya masih baik. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perumusan hasil system pelayanan yaitu mutu layanan sebagai faktor yang menentukan kepuasan konsumen masih belum lengkap. Dalam
penelitian
tersebut
ditemukan
bahwa
ada
variable
lain,
yaitu
kesejahteraan/kondisi konsumen, yang juga berpengaruh signifikan pada kepuasan konsumen. Selain itu, kesejahteraan/kondisi konsumen tersebut juga sangat dipengaruhi oleh mod/suasana hati. Sedangkan P. Mardeen Atkins, Brenda Stevenson M., dkk 1996 (Wahdi, 2006), juga meneliti adanya korelasi antara kepuasan perawatan yang menimbulkan minat pasien untuk kembali berobat dan keinginan mereka untuk merekomendasikan pelayanan rumah sakit pada teman dan keluarga. Kenyataannya, pelayanan perawatan secara konsisten berperan sebagai faktor penentu kepuasan pasien untuk selajutnya dijadikan sinyal atau tanda tentang pentingnya mengembangkan strategi pengawasan tingkat kepuasan pekerja bagi marketer. Dalam penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa kualitas pelayanan para perawat rumah sakit mempunyai hubungan yang kuat terhadap kepuasan pasien. Penelitian tersebut juga diperkuat oleh penelitian yang dilakukan oleh Peter J. Danaher & Jan Mattsson dalam Wahdi (2006), pada jasa hotel bahwa kualitas pelayanan secara signifikan mempengaruhi kepuasan pelanggan. Dalam hal ditunjukan oleh pengalaman makan pagi dan kamar hotel merupakan faktor yang paling berpengaruh terhadap kepuasan
pelanggan. Meskipun belum ada konsensus mengenai arah hubungan sebab akibat antara mutu dengan kepuasan, namun asumsi umumnya adalah layanan yang bermutu akan memberikan kepuasan pada konsumen. 2.5
Kerangka Berpikir Menurut Wahdi (2006), meneliti adanya korelasi antara kepuasan perawatan yang
menimbulkan minat pasien untuk kembali berobat dan keinginan mereka untuk merekomendasikan pelayanan rumah sakit pada teman dan keluarga. Penelitian tersebut juga diperkuat oleh penelitian yang dilakukan oleh Peter J. Danaher & Jan Mattsson dalam Wahdi (2006), pada jasa hotel bahwa kualitas pelayanan secara signifikan mempengaruhi kepuasan pelanggan. Dalam hal ditunjukan oleh pengalaman makan pagi dan kamar hotel merupakan faktor yang paling berpengaruh terhadap kepuasan pelanggan. Meskipun belum ada konsensus mengenai arah hubungan sebab akibat antara mutu dengan kepuasan, namun asumsi umumnya adalah layanan yang bermutu akan memberikan kepuasan pada konsumen. Berdasarkan uraian diatas, dapat dijelaskan bahwa Kualitas pelayanan dapat berpengaruh dan berhubungan secara langsung dengan kepuasan konsumen. Sehingga penulis menyusun kerangka pemikiran seperti pada gambar di halaman selanjutnya. KUALITAS PELAYANAN Reliability Responsiveness
KEPUASAN Assurance
PASIEN Empathy Tangible
2.6
Hipotesis Penelitian Hipotesis adalah suatu perumusan sementara mengenai suatu hal yang dibuat untuk
menjelaskan hal itu dan juga dapat menuntun atau mengarakan penyelidikan selanjutnya (Husein, 2003). Adapun hipotesis dalam penelitian ini adalah: Ho : Terdapat pengaruh yang signifikan antara Kualitas Pelayanan terhadap Kepuasan Pasien RSUD Otanaha. Ha : Tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara Kualitas Pelayanan terhadap Kepuasan Pasien RSUD Otanaha.