BAB II KAJIAN TEORI
2.1 Tinjauan Tentang Kinerja 2.1.1 Pengertian Kinerja Kinerja merupakan kemampuan atau kondisi yang harus diketahui dan diinformasikan kepada pihak-pihak tertentu untuk mengetahui tingkat pencapaian hasil suatu instansi dihubungkan dengan visi yang diemban suatu organisasi serta mengetahui dampak positif dan negatif suatu kebijakan yang diambil. Kinerja adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksana suatu kegiatan/program/kebijaksanaan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi, dan visi organisasi yang tertuang dalam perumusan perencanaan strategis (strategic planning) suatu organisasi. Kinerja dapat juga diartikan sebagai prestasi yang dapat dicapai organisasi dalam suatu periode tertentu. Prestasi organisasi merupakan tampilan wajah organisasi dalam menjalankan kegiatannya. Dengan kinerja, organisasi dapat mengetahui sampai peringkat keberapa prestasi
keberhasilan atau bahkan mungkin kegagalannya dalam
menjalankan amanah yang diterimanya. Kinerja merupakan gambaran mengenai sejauh mana keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan tugas pokok dan fungsi instansi. Hasibuan (2003: 94) mengemukakan bahwa kinerja adalah suatu hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas yang
8
9
dibebankan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman dan kesungguhan serta waktu. Kinerja adalah merupakan gabungan dari tiga faktor penting, yaitu kemampuan dan minat seorang pekerja, kemampuan dan penerimaan atas penjelasan delegasi tugas, serta peran dan tingkat motivasi seorang pekerja. Semakin tinggi ketiga faktor diatas, maka akan semakin besar pula kinerja dari pegawai yang bersangkutan. Berdasarkan pendapat yang dikemukakan di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa kinerja adalah hal yang sangat diutamakan dalam sebuah organisasi pelayanan publik. Karena kinerja merupakan sebagai catatan mengenai out came yang dihasilkan dari suatu aktivitas tertentu, selama kurun waktu tertentu pula yang suda direncanakan ataupun suda ditargetkan. Secara umum kinerja dapat diartikan sebagai produk atau hasil kerja seseorang melalui prosese/kegiatan yang dilaksanakan dengan penuh kesadaran, kesungguhan dan akuntabilitas yang tinggi sehingga mencapai hasil yang optimal dalam bentuk kreatifitas sebagai hasil dari prestasi kerjanya. Dengan demikian maka kinerja seseorang dalam bekerja, prosese atau kegiatan yang dilakukan serta produk atau hasil yang dicapainya sesuai dengan rencana yang telah ditentukan.
2.1.2 Pengukuran Kinerja Pengukuran kinerja dalam pemerintahan bukanlah suatu aktivitas yang baru. Setiap departemen, satuan kerja, dan unit pelaksana tugas,
10
telah diprogram untuk mengumpulkan informasi berupa laporan berkala (triwulan/semester/tahun) atas pelaksana tugas pokok dan fungsi. Pengukuran kinerja merupakan suatu alat menajemen yang digunakan untuk meningkatkan kualitas pengambilan keputusan dan akuntabilitas. Pengukuran kinerja yang dilakukan secara berkesinambungan memberikan umpan balik (feed back), yang merupakan hal penting dalam upaya perbaikan secara terus menerus dan mencapai keberhasilan dimasa yang akan datang. Melalui pengukuran kinerja diharapkan instansi pemerintah dapat mengetahui kinerja dalam suatu periode tertentu. Dengan adanya suatu pengukuran kinerja maka kegiatan dan program instansi pemerintah dapat diukur dan dievaluasi. Pengukuran kinerja setiap instansi dapat diperbandingkan dengan instansi yang sejenis, sehingga penghargaan dan tindakan disiplin dapat dilakukan secara lebih objektif. Menurut Sedarmayanti (2010:195) Pengukuran kinerja penting peranannya sebagai alat manajemen, yaitu sebagai berikut. 1) Memastikan
pemahaman
para
pelaksana
akan
ukuran
yang
digunakan untuk pencapaian kinerja. 2) Memastikan tercapainya rencana kinerja yang telah disepakati. 3) Memantau
dan
mengevaluasi
pelaksanaan
kinerja
dan
membandingkannya dengan rencana kerja serta melakukan tindakan untuk memperbaiki kinerja.
11
4) Memberikan penghargaan dan hukuman yang objektif atas prestasi pelaksana yang telah diukur sesuai dengan sistem pengukuran kinerja yang telah disepakati. 5) Menjadi alat komunikasi antar bawahan dan pimpinan dalam upaya memperbaiki kinerja organisasi. 6) Mengidentifikasikan apakah kepuasan pelanggan sudah terpenuhi. 7) Membantu memahami proses kegiatan instansi pemerintah. 8) Memastikan bahwa pengambilan keputusan dilakukan secara objektif. 9) Menunjukkan peningkatan yang perlu dilakukan. 10) Mengungkapkan permasalahan yang terjadi. Pengukuran kinerja merupakan hal yang penting dalam manajemen program secara keseluruhan, karena kinerja yang dapat diukur akan mendorong pencapaian kinerja tersebut. Biasanya menggunakan kata-kata “baik”, “efektif”, dan “on-time” untuk menilai secara subjektif atas out put dari suatu program.
Dengan pengkuran kinerja diharapkan pola kerja pelaksanaan tugas pembangunan dan tugas umum pemerintahan akan terlaksana secara lebih efisien dan efektif dalam mewujudkan tujuan nasional. Karena pengukuran kinerja akan dapat berguna untuk: 1) Mendorong orang agar berperilaku positif atau memperbaiki tindakan mereka yang standar kinerja (to encourage good behavior or to correct and discourage below standard performance);
12
2) Sebagai bahan penilaian bagi manajemen apakah mereka telah bekerja dengan baik (to satisfy them about how well they are doing); dan 3) Memberikan dasar yang kuat bagi pembuatan kebijakan untuk peningkatan organisasi (to provide a firm foundation for later judgements that concern on the organization’s improvement).
Sehingga dapat disimpulkan bahwa pengukuran kinerja adalah sebuah keharusan didalam sebuah organisasi pelayanan publik ataupun dalam sistim pemerintahan, karena dengan adanya pengukuran kinerja kita dapat mengetahui sampai dimana hasil kinerja yang selama ini sudah ditargetkan. Pengukuran kinerja juga digunakan untuk penilaian atas keberhasilan/kegagalan pelaksanaan kegiatan/program/kebijakan sesuai dengan sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan dalam rangka mewujudkan misi dan visi organisasi. Dengan pengukuran kinerja juga kita akan mengetahui apakah mereka sudah bekerja dengan baik atau tidak, dalam
kaitannya
dengan
kantor
Camat
Pinogaluman
dan
para
pegawainya, yang juga termasuk sebuah lembaga penyelenggara pemerintahan daerah khususnya ditingkat kecamatan, perlu mempunyai suatu kinerja tertentu agar hasil yang diharapkan dapat tercapai dengan efektif dan efisien.
2.1.3 Evaluasi Kinerja
13
Menurut Mahsun (Dalam Widyantoro, 2009:76), evaluasi kinerja adalah kegiatan untuk menilai atau melihat keberhasilan dan kegagalan manajer publik dalam kegiatan dan fungsi yang diamanahkan kepadanya sebagaimana visi dan misi organisasi. Evaluasi kinerja merupakan kegiatan lanjutan dari pengukuran kinerja, sehingga dalam melakukan evaluasi kinerja harus berpedoman pada ukuran‐ukuran dan indikator yang telah disepakati dan ditetapkan. Evaluasi kinerja juga merupakan suatu proses umpan balik (feedback) atas hasil kinerja saat ini dan masa lalu sebagai dasar dan pelajaran untuk memperbaiki kinerja di masa datang. Cara cara evaluasi kinerja yang dapat dilakukan adalah dengan cara membandingkan beberapa hal sebagai berikut Tingkat kinerja yang diidentifikasikan sebagai tujuan dengan tingkat kinerja nyata. 1) Proses yang dilakukan dengan organisasi lain yang terbaik dibidangnya (benchmarking). 2) Realisasi dan target yang dibebankan dari instansi yang lebih tinggi. 3) Realisasi periode yang dilaporkan tahun ini dengan realisasi pada periode yang sama tahun lalu. 4) Rencana lima tahun dengan akumulasi realisasi sampai dengan tahun ini.
14
Selanjutnya juga dijelaskan macam-macam evaluasi kinerja adalah sebagi berikut: 1) Evaluasi kinerja kegiatan, menunjukkan capaian kinerja suatu unit instansi pemerintah dalam suatu kurun waktu tertentu. Evaluasi ini setidaknya menunjukkan penilaian atas keberhasilan atau kegagalan palaksanaan kegiatan sesuai dengan sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan dalam kerangka perencanaan strategis. 2) Evaluasi kinerja program, merupakan evaluasi terhadap kinerja program.
Program
dapat
didefinisikan
sebagai
kumpulan
kegiatankegiatan nyata, sistematis, dan terpadu yang dilaksanakan oleh satu atau beberapa instansi pemerintah ataupun dalam rangka kerjasama dengan masyarakat, atau yang merupakan partisipasi aktif masyarakat, guna mencapai sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan. 3) Evaluasi
kinerja
kebijaksanaan,
merupakan
evaluasi
terhadap
ketentuan-ketentuan yang telah disepakati pihak-pihak terkait dan ditetapkan oleh yang berkewenangan untuk dijadikan pedoman, pegangan atau petunjuk bagi setiap usaha dan kegiatan aparatur pemerintah ataupun masyarakat agar tercapai kelancaran dan keterpaduan dalam upaya mencapai sasaran, tujuan, misi, dan visi organisasi.
Tujuan dari evaluasi kinerja sebagaimana dikemukakan oleh Sunyoto dalam Mangkunegara (2005: 10) adalah:
15
1. Meningkatkan
saling
pengertian
antara
karyawan
tentang
persyaratan kinerja. 2. Mencatat dan mengakui hasil kerja seorang karyawan, sehingga mereka termotivasi untuk berbuat yang lebih baik, atau sekurangkurangnya berprestasi sama dengan prestasi yang terdahulu. 3. Memberikan peluang kepada karyawan untuk mendiskusikan keinginan dan aspirasinya dan meningkatkan kepedulian terhadap karir atau terhadap pekerjaan yang diembannya sekarang. 4. Mendefinisikan atau merumuskan kembali sasaran masa depan, sehingga karyawan termotivasi untuk berprestasi sesuai dengan potensinya. 5. Memeriksa rencana pelaksanaan dan pengembangan yang sesuai dengan kebutuhan pelatihan, khusus rencana diklat, dan kemudian menyetujui rencana itu jika tidak ada hal-hal yang perlu diubah.
2.1.4 Indikator Kinerja Indikator kinerja digunakan untuk meyakinkan bahwa kinerja hari demi
hari
organisasi/unit
kerja
yang
bersangkutan
menunjukan
kemampuan dalam rangka dan/atau menuju tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan. Tanpa indikator kinerja, sulit untuk menilai kinerja (Keberhasilan/ ketidak berhasilan) kebijakan/program/kegiatan, dan pada akhirnya kinerja organisasi/unit kerja pelaksananya. Secara umum, indikator kinerja
16
memiliki fungsi sebagai berikut : (a). Memperjelas tentang apa, berapa, dan kapan kegiatan dilaksanakan. (b). Menciptakan konsensus yang dibangun oleh berbagai pihak terkait untuk menghindari kesalahan interpretasi selama melaksanakan kebijakan/program/kegiatan dan dalam menilai kinerjanya. (c). Membangun dasar bagi pengukuran, analisi dan evaluasi kinerja organisasi/unit kerja.
Menurut Dwiyanto (dalam, Kamuli, 2006) tiga indikator dalam pengukuran kinerja organisasi pelayanan publik yaitu: 1. Responsiveness (responsivitas) : Kemampuan organisasi untuk mengenali kebutuhan masyarakat, menyusun agenda dan prioritas pelayanan dan mengembangkan program-program pelayanan publik sesuai kebutuhan dan aspirasi masyarakat. 2. Responsibility (responsibilitas): Suatu konsep yang menjelaskan persesuai pelaksanaan kegiatan organisasi publik dengan prinsipprinsip administrasi yang benar atau dengan kebijakan organisasi baik yang eksplisit ataupun implisit. 3. Accountability
(akuntabilitas):
Pertanggung
jawaban
eksternal
organisasi yaitu apakah kebijakan dan kegiatan organisasi publik tunduk kepada para stakeholder-nya.
Menurut Wahyuningrum (2008 : 68-69) Adapun indikator dari kinerja pegawai adalah sebagai berikut :
17
a. Tingkat kualitas hasil pekerjaan 1). Tingkat kesesuaian tugas dengan perintah. 2). Tingkat kesesuaian prosedur. b. Tingkat kuantitas hasil pekerjaan. 1) Tingkat pencapaian hasil kerja. c. Tingkat kemampuan bekerjasama. 1) Tingkat kemampuan kerjasama individu dengan pegawai yang lain dalam menyelesaikan pekerjaan. d. Tingkat inisiatif 1) Tingkat inisiatif bawahan dalam menyelesaikan pekerjaan.
Sementara menurut Bernardin dan Russel kriteria pengukuran kinerja ada enam (6) yakni : 1. Kualitas Pekerjaan (Quality) Kualitas ini berhubungan dengan hasil tugas (pekerjaan) sesuai dengan yangditetapkan. Kualitas pekerjaan dalam suatu organisasi dapat diartikan sebagai kegiatan yang diberikan oleh pihak pada suatu organisasi dalam hal ini para pegawai dengan memperhatikan mutu, pekerjaan itu diselesaikan sesuai dengan apa yang diperintahkan, sesuai dengan data yang akurat, sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku sehingga hasil dari pekerjaan tersebut dapat diterima oleh semua pihak baik internal organisasi maupun eksternal organisasi.
18
Kualitas pekerjaan ini juga sangat membantu tercapainya visi dan misi suatu organisasi. Untuk tercapainya kualitas pekerjaan yang baik dalam suatu
organisasi,
ada
beberapa
karakteristik
yang
harus
diperhatikan seperti : 1. Pekerjaan dilakukan oleh para pegawai harus sesuai dengan yang diperintahkan oleh atasan, hal ini dimaksudkan agar pekerjaan yang dilakukan berdasarkan input yang ada sehingga dapat mencapai target kerja yang ditetapkan maka dari itu visi dan misi organisasi dapat tercapai. Dalam suatu organisasi salah satu hal yang paling dibutuhkan adalah hubungan kerjasama antara semua pegawai yang ada dalam organisasi yang bersangkutan. Hal ini dimaksudkan apabila ada terjadi kesalahan dalam pelaksanaan tugas dengan mudah diselesaikan karena antara atasan dan bawahan sebelum melaksanakan tugasnya sudah ada komunikasi dalam bentuk perintah yang harus dipatuhi. 2. Akurasi data, seluruh keputusan dan kebijakan yang dikeluarkan harus didukung oleh keakurasian suatu data. Sukses tidaknya suatu pekerjaan tergantung pada tingkat keakuratan suatu data yang digunakan. 3.
Pengetahuan
yang
dimiliki
para
pegawai
juga
sangat
mempengaruhi kuantitas pekerjaan karena dengan pengetahuan yang sesuai dengan bidang pekerjaan masing-masing dapat
19
membantu dalam proses pekerjaan untuk meningkatkan mutu pekerjaan tersebut. 2. Kuantitas Pekerjaan (Quantity) Kuantitas
pekerjaan
ini
berhubungan
dengan
jumlah
tugas
(pekerjaan) yang diselesaikan pada waktu yang ditentukan, kuantitas pekerjaan biasa juga dikatakan sebagai proses untuk menetapkan jumlah jam kerja orang yang digunakan atau dibutuhkan untuk merampungkan suatu pekerjaan dalam waktu tertentu. Dengan kata lain, kuantitas ini bertujuan untuk menentukan berapa jumlah personalia dan berapa jumlah tanggung jawab atau beban kerja yang tepat dilimpahkan kepada seorang pegawai. Dalam menentukan kualitas pekerjaan yang harus dilakukan adalah mengidentifikasi baik jumlah pegawai maupun kualifikasi pekerjaan yang diperlukan untuk mencapai tujuan organisasi. Kuantitas pekerjaan dapat diperoleh dari hasil pengukuran kerja atau penetapan tujuan partisipatif. Penetapan kuantitas kerja dapat dilakukan melalui pembahasan antara atasan dengan para bawahannya, dimana materi pembahasan mencakup sasaran-sasaran pekerjaan, peranannya dalam
hubungan
dengan
pekerjaan-pekerjaan
lain,
persyaratan-
persyaratan organisasi, dan kebutuhan pegawai. Proses penentuan kuantitas kerja seperti ini sering menimbulkan komitmen pegawai, semangat kerja, kepuasan, dan motivasi yang lebih besar. Dari uraian tersebut diatas, tersirat makna bahwa dalam menentukan kuantitas suatu pekerjaan diperlukan hal-hal seperti berikut :
20
1. Waktu penyelesaian dari tugas-tugas/produk 2. Volume pekerjaan yang diselesaikan berdasarkan waktu dan jadwal yang telah ditentukan. 3. Ketepatan Waktu (Timeliness) Ketepatan waktu ini berhubungan dengan waktu penyelesaian tugas (pekerjaan) sesuai dengan waktu yang diberikan. Setiap pekerjaan yang dilakukan oleh para pegawai memiliki standar waktu yang telah ditentukan. Visi dan misi suatu organisasi akan tercapai apabila pekerjaan yang dilakukan oleh para pegawai dapat dilaksanakan sesuai dengan waktu yang telah ditentukan, dalam hal ini diantaranya : 1. Ketepatan waktu dalam menyelesaikan pekerjaan. 2. Pekerjaan selesai pada saat dibutuhkan. 4. Efektivitas (Cost Effectiveness) Yaitu tingkatan dimana penggunaan sumber daya organisasi yang mana didalamnya menyangkut penggunaan fasilitas kantor yang berupa manusia, teknologi, dan keuangan dimaksimalkan untuk mendapatkan hasil yang tertinggi atau pengurangan kerugian dari tiap unit.Visi dan misi suatu organisasi akan tercapai apabila pekerjaan yang dilakukan oleh para pegawai dapat dilaksanakan seefektivitas mungkin, dalam hal ini diantaranya : 1. Menguasai fasilitas kantor dalam menyelesaikan tugas. 2. Penggunaan
fasilitas
penyelesaian pekerjaan.
kantor
sangat
membantu
dalam
21
5. Kemandirian (Need For Supervision) Yaitu tingkatan dimana seorang karyawan dapat melakukan pekerjaannya tanpa perlu meminta pertolongan atau bimbingan dari atasannya.dan jikalau dalam melaksanakan pekerjaannya menemui kesulitan, para pegawai dapat menyelesaikannya sendiri.Dari uraian tersebut, tersirat makna bahwa untuk melihat kemandirian pegawai dalam bekerja diperlukan hal-hal seperti berikut : 1. Menyelesaikan masalah pekerjaan tanpa meminta bantuan dari rekan kerja atau pimpinan. 2. Berusaha menyelesaikan pekerjaan yang sulit dengan mandiri. 6. Komitmen Kerja (Interpersonal Impact) Yaitu dimana seorang pegawai merasa percaya diri, punya keinginan yang baik, dan bekerja sama dengan rekan kerja. Agar tercapainya komitmen kerja yang baik dalam suatu organisasi, maka ada beberapa karakteristik yang harus diperhatikan : 1. Terjadi kerjasama antara team. 2. bekerja dalam kondisi kerja yang baik.
2.1.5 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kinerja Menurut Prawirosentono (dalam Juwairah 2007), faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja pegawai adalah sebagai berikut :
22
a. Efektivitas dan Efisiensi. Dalam hubungannya dengan kinerja organisasi, maka ukuran baik buruknya kinerja diukur oleh efektivitas dan efisiensi. Dikatakan efektif bila mencapai tujuan, dan dikatakan efisien bila hal itu memuaskan sebagai pendorong mencapai tujuan. b. Otoritas dan Tanggung Jawab. Wewenang dan tanggung jawab setiap orang dalam suatu organisasi akan mendukung kinerja pegawai tersebut. Kinerja pegawai akan dapat terwujud bila pegawai mempunyai komitmen dengan organisasinya dan ditunjang dengan disiplin kerja yang tinggi. c. Disiplin. Secara umum,disiplin menunjukkan suatu kondisi atau sikap hormat yang ada pada diri pegawai terhadap peraturan dan ketetapan organisasi. Disiplin meliputi ketaatan dan hormat terhadap perjanjian yang dibuat antara organisasi dan pegawai. d. Inisiatif. Inisiatif seseorang berkaitan dengan daya pikir, kreativitas dalam bentuk ide untuk merencanakan sesuatu yang berkaitan dengan tujuan organisasi.
2.2 Konsep Pegawai 2.2.1 Pengertian Pegawai Negeri Sipil (PNS)
23
Pengertian Pegawai Negeri Sipil dalam ketentuan Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999, tentang Perubahan Atas Undang-
Undang
Nomor
8
Tahun
1974,
Tentang
Pokok-Pokok
Kepegawaian disebutkan bahwa Pegawai Negeri Sipil adalah Setiap warga Negara Republik Indonesia yang telah memenuhi syarat yang telah ditentukan, diangkat oleh pejabat yang berwenang dan diserahi tugas Negara lainnya. Kemudian pejabat yang berwenang adalah pejabat yang mempunyai
kewenangan
mengangkat,
memindahkan
dan
memberhentikan pegawai negeri berdasarkan peraturan perundangundangan yang berlaku. Dalam penjelasan Pasal 2 ayat (2) dan ayat (3) butir (a) dan (b) Undang Undang tersebut juga menjelaskan bahwa pegawai negeri terdiri dari PegawaiNegeri Sipil Pusat dan Pegawai Negeri Sipil Daerah. Pegawai Negeri Sipil Pusat adalah Pegawai Negeri Sipil yang gajinya dibebankan pada anggaran pendapatan dan belanja Negara dan bekerja pada departemen lembaga pemerintah non departemen, kesekretariatan lembaga tertinggi/tinggi Negara, instansi vertical di daerah propinsi/kota, kepaniteraan pengadilan atau dipekerjakan untuk menyelenggarakan tugas Negara lainnya. Sedangkan Pegawai Negeri Sipil Daerah adalah Pegawai Negeri Sipil Daerah Propinsi/Kabupaten/Kota yang gajinya dibebankan pada anggaran pendapatan dan belanja daerah dan bekerja pada Pemerintah Daerah atau dipekerjakan diluar instansi induknya. Jadi,
24
pada hakekatnya PNS adalah warga Negara biasa seperti halnya warga masyarakat lainnya.
2.2.2 Jenis-Jenis Pegawai Negeri Sipil Pegawai Negeri Sipil terdiri atas : 1. Pegawai Negeri Sipil Pusat (PNS Pusat), yaitu PNS yang gajinya dibebankan pada APBN, dan bekerja pada departemen, lembaga non departemen, kesekretariatan Negara, lembaga-lembaga tinggi Negara, instansi vertikal di daerah-daerah, serta kepaniteraan di pengadilan. 2. Pegawai Negeri Sipil Daerah (PNS Daerah), yaitu PNS yang bekerja di Pemerintah Daerah dan gajinya dibebankan pada APBD. PNS Daerah terdiri atas PNS Daerah Provinsi dan PNS Daerah Kabupaten/Kota.
Baik PNS Pusat maupun PNS Daerah dapat diperbantukan di luar instansi induknya.Jika demikian gajinya dibebankan pada instansi yang menerima pembantuan.Di samping PNS, pejabat yang berwenang dapat mengangkat Pegawai Tidak Tetap (PTT) atau disebut pula honorer; yaitu pegawai yang diangkat untuk jangka waktu tertentu untuk melaksanakan tugas pemerintahan dan pembangunan yang bersifat teknis dan professional sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan organisasi.PTT tidak berkedudukan sebagai pegawai negeri.
25
Dalam birokrasi pemerintah dikenal jabatan karir, yakni jabatan dalam lingkungan birokrasi yang hanya dapat diduduki oleh PNS. Jabatan karir dapat dibedakan menjadi 2, yaitu: 1. Jabatan Srtuktural, yaitu jabatan yang secara tegas ada dalam struktur organisasi. Kedudukan jabatan structural bertingkat-tingkat dari tingkat yang terendah (eselon IV/b) hingga yang tertinggi (eselon I/a). Contoh jabatan structural di PNS Pusat adalah: Sekretaris Jenderal, Direktur Jenderal, Kepala Biro, dan Staf Ahli. Sedangkan contoh jabatan structural
di
PNS
Daerah
adalah:
Sekretaris
daerah,
kepala
dinas/badan/kantor, kepala bagian, kepala bidang, kepala seksi, camat, sekretaris camat, lurah, dan sekretaris lurah. 2. Jabatan Fungsional, yaitu jabatan yang tidak secara tegas disebutkan dalam struktur organisasi, tetapi dari sudut pandang fungsinya diperlukan oleh organisasi, misalnya: auditor (Jabatan Fungsional Auditor atau JFA), guru, dosen, dokter, perawat, bidan, apoteker, peneliti, perencana, pranata computer, statistisi, pranata laboratorium pendidikan, dan penguji kendaraan bermotor.
2.3 Pemerintahan Wilayah Kecamatan Sarundajang (2000:180), mengemukakan Kecamatan adalah suatu wilayah yang ditempati sejumlah penduduk yang mempunyai organisasi pemerintahan langsung dibawah Kabupaten/Kota yang tidak bekerja menyelenggarakan pemerintahan sendiri.
26
Di tingkat daerah khususnya pada pemerintahan Kabupaten/Kota, Kelurahan/Desa sebagai bagian dari Kecamatan merupakan instansi terkecil yang berada di garis terdepan dalam rangka pemberian pelayanan umum kepada masyarakat. Tak berlebihan, pelayanan umum yang diberikan di tingkat Kelurahan/Desa serta Kecamatan merupakan potret dari pelayanan umum suatu daerah. Kecamatan merupakan perangkat daerah sebagai pelaksana teknis kewilayahan yang mempunyai wilayah kerja tertentu dan dipimpin oleh seorang camat berkedudukan dibawah dan bertanggung jawab kepada Bupati melalui Sekretaris Daerah. Pemerintah Kecamatan menjadi ujung tombak pelayanan umum di daerah. Melayani berbagai urusan pelayanan administratif
kependudukan dan perijinan, pemerintah kecematan juga
mengembangkan tugas melaksanakan pelayanan dasar sektoral, mulai dari
urusan
ketertiban
dan
keamanan,
pendidikan,
kesehatan,
pengentasan kemiskinan, pemberdayaan masyarakat, dan upaya-upaya konkrit mensejahterakan masyarakat.
2.4 Penelitian Terdahulu Menurut Trisna dalam penelitiannya yang berjudul “Analisis Kinerja Pegawai
Pada Kantor Badan Kepegawaian Negara Regional XII
Pekanbaru”, memberikan kesimpulan bahwa kinerja pegawai di kantor Badan Kepegawaian Negara regional XII Pekanbaru, secara keseluruhan berjalan kurang baik. Hal ini dikarenakan kurangnya kemampuan pegawai
27
dalam melaksanakan tugas-tugas yang diberikan, hal ini disebabkan karena kurang adanya kesesuaian latar belakang pendidikan pegawai dengan bidang pekerjaan yang diterima oleh pegawai, serta kurangnya motivasi yang diberikan untuk meningkatkan kinerja pegawai, akibatnya kinerja pegawai di Kantor Badan Kepegawaian Negara Regional XII Pekanbaru kurang maksimal sehingga berpengaruh pada organisasi dalam pelaksanaan fungsi dalam tugas-tugas pemerintahan. Selanjutnya menurut Wardono dalam penelitiannya yang berjudul “Pengaruh Pendidikan Pelatihan Dan Motivasi Terhadap Kinerja Pegawai di Kantor Kecamatan Semen Kabupaten Kediri”. Pendidikan pelatihan dan motivasi keduanya mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kinerja pegawai, ini berarti hipotesa yang diajukan dapat diterimna atau telah terbukti. Hasil empirik menunjukkan bahwa pemberian pendidikan pelatihan kepada pegawai mempunyai pengaruh yang lebih dominan terhadap kinerja pegawai. Dalam penelitian yang berjudul “Kinerja Badan Permusyawaratan Desa di Desa Tontulow Utara, kecamatan Pinogaluman, kabupaten Bolaang Mongondow Uatara” oleh Ritmon Amala, yang menarik kesimpulan
berdasarkan
hasil
penelitian
bahwa
kinerja
Badan
Permusyawaratan Desa di Desa Tontulow Utara tidak berjalan dengan semestinya. Fungsi legislasi sajalah yang berjalan sesuai dengan aturan karena pada dasarnya ketika akan merumuskan sebuah Peraturan Desa yaitu dibahas bersama pemerintah desa.
28
2.5 Kerangka Pikir Dari berbagai definisi dan teori tentang kinerja pegawai, penilaian ini akan membantu kita untuk mengetahui kinerja pegawai di Kantor Camat Pinogaluman karena Kantor Camat merupakan sebuah lembaga atau dinas pelayanan publik. Berdasarkan pendapat dari Bernardin dan Russel (1993), ada 6 kriteria yang dapat digunakan dalam pengukuran kinerja pegawai yang dapat pegawai
yaitu
kemandirian
dan
kualitas,
kuantitas,
komitmen
keseluruhan proses kerja,
digunakan dalam pengukuran kinerja
kerja.
ketepatan 6
kriteria
waktu,
efektivitas,
tersebut
merupakan
jika dilakukan secara maksimal akan
memberikan peningkatan prestasi dalam kinerja pegawai sehingga memberikan hasil kerja yang efektif dan efisien.