BAB II KAJIAN TEORI 1.
Pengertian Pernikahan
Pernikahan adalah upaya yang di lakukan sepasang makhluk hidup berlawanan jenis untuk memperoleh keturunan demi melestarikan golongannya di atas muka bumi ini. Pernikahan bagi manusia merupakan hal yang sakral, sangat di anjurkan oleh agama di atur oleh undang-undang pernikahan dan tentunya agar seorang manusia yang memang di ciptakan berpasang-pasangan tidak hidup sendiri. Perkawinan juga merupkan ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Perkawinan adalah merupakan suatu istilah yang hampir setiap hari di dengar atau dibaca dalam media massa. Namun kalau di tanyakan apa yang di maksud denga istilah tersebut, maka biasanya orang akan berfikir terlebih dahulu untuk mendapatkan pormulasi, malaupun sebenarnya apa yang di maksuk dengan istilah itu yang telah ada. Oleh karena itu sebelum memasuki masalah tersebut
8
9
lebih dalam, kiranya sudah pada tempatnya untuk melihat pengertian mengenai perkawinan tersebut1.
Perkawinan merupakan bersatunya seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri untuk membentuk keluarga. Pada umumnya masing-masing pihak telah mempunyai pribadi sendiri, pribadinya telah membentuk. Karena itu untuk dapat menyatukan satu dengan yang lain perlu adanya saling penyesuaian, saling pengerbonan, saling pengertian, dan hal tersebut harus di sadari benarbenar oleh kedua pihak yaitu oleh suami istri.
Pernikahan adalah refleksi dari keindahan Allah itu sendiri. Sang pencipta membentuk pola manusia sesuai dengan gambarnya dan sesuai dengan keserupaan-nya. Tindakannya yang penuh kreasi menujukkan bagaimana dia menempatkan kemampuan di dalam diri Adam dan Hawa untuk memberi dan menerima cinta kedalam perhubungan yang mencakup cinta dan komitmen. Perhubungan pernikahan ini menyeroti tentang pentingnya Allah menempatkan keimanan, keharmonisan, keterkaitan dan menunjukan bagaimana sifat perhubungan-Nya dipantulkan pada cinta penyerahan diri dari dua individu yang
1
Bimo Walgito. 2000, Bimbingan dan konseling pernikahan:Andi Yokyakarta, hal, 11
10
menemukan sensasi dari kesatuan dan kebersamaan melalui kegembiraan dalam cinta2.
Undang-undang repoblik indonesia nomor 1 tahun 1974, dalam pasal 1undang-undang tersebut antara lain di rumuskan bahwa
pernikahan itu adalah
ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Bahwa ikatan batin merupakan hal penting dari perkawinan menujukan bahwa menurut undang-undang ini, tujuan perkawinan bukanlah semata-mata untuk memenuhi hawa nafsu. Perkawinan di pandang sebagai suatu usaha untuk mewujudkan kehidupan yang berbahagia berlandaskan Ketuhanan Yang Maha Esa3.
2. Pernikahan Dalam Islam
Dalam pandangan Islam, pernikahan merupakan ikatan yang amat suci di mana dua insan yang berlainan jenis dapat hidup bersama dengan direstui agama, kerabat, dan masyarakat.Aqad nikah dalam Islam berlangsung sangat sederhana, 2
Bryan Craig. 2009, Upaya mencapai kematian dalam pernikahan. Bandung :
Indonesia Publishing House, hal 30 3
Lili Rasjid, 1991, Hukum perkawinan dan perceraian dimalasia dan indonesia. PT
Remaja Rosdakarya: Bandung, hal. 5
11
terdiri dari dua kalimat “ijab dan qabul”. Tapi dengan dua kalimat ini telah dapat menaikkan hubungan dua makhluk Allah dari bumi yang rendah ke langit yang tinggi. Dengan dua kalimat ini berubahlah kekotoran menjadi kesucian, maksiat menjadi ibadah, maupun dosa menjadi amal sholeh. Pernikahan merupakan salah satu hukum alam kehidupan yang tidak asing lagi dalam dunia manusia, hawan dan tumbuhan.Pernikahan merupakan sarana yang telah dipilih Allah untuk menjamin adanya keturunan dan kelangsungan spesies manusia, setelah allah menciptakan pria dan wanita dan melengkapinya dengan organ penunjangnya. Selain itu, agar pria dan wanita menjalankan perannya masing-masing demi mewujudkan tujuan yang mulia ini. Allah tidak menginginkan hubungan alami antara pri dan wanita tanpa aturan seperti halnya makhluk-makhluk selain manusia. Sehingga naluri keduannya bebas lepas tanpa kendali dan batas. Kerena hal demikian akan menyebabkan terjadinya kesimpang siuran nasab dan ternodainya kehormatan dan pada gilirannya akan lenyaplah institusi keluarga dan masyarakat4. Nika atau perkawinan adalah akad antara calon suami istri untuk memenuhi hajat jenisnya menurut yang di atur oleh syari’ah. Dengan akad itu kedua calon akan di perbolehkan bergaul sebagai suami istri. Akad ialah ijab dari
4
Muhammad Abdul Hamid, 2009, Demi Allah sebaiknya kita segera menikah. Jl.
Ringroad Timur, Tegalsari, Banguntapan: Jogjakarta, hal, 7
12
pihak wali perempuan atau wakilnya dan kabul dari pihak calon suami atau wakilnya5. Nika adalah salah satu asa pokok hidup yang terutama dalam pergaulan atau masyarakat yang sempurna. Bukan saja perkawinan itu satu jalan yang amat mulia untuk mengatur kehidupan rumah tangga dan keturunan, tetapi perkawinan itu dapat di pandang sebagai suatu jalan menuju pintu perkenalan itu akan menjadi jalan buat menyampaikan bertolong-tolongan antara satu dengan yang lainnya. Sebenarnya pertalian menikah adalah pertelian yang seteguh-teguhnya dalam hidup dan kehidupan manusia, bukan saja suami istri dan turunan, bahkan antara dua keluarga. Betapa tidak? Dari sebab baiknya pergaulan antara si istri dengan suaminya, kasih mengasihi, akan berpindalah kebaikan itu kepada semua keluarga dari kedua bela pikahnya, sehingga mereka menjadi satu dalam segala urusan berlong-tolongan sesamanya dalam menjalankan kebaikan dan menjaga segala kejahatan selain itu, dengan perkawinan seseorang akan terpelihara dari kebinasaan hawa nafsunya6.
5 6
Kaelany, 2000, Islam dan aspek-aspek kemasyarakatan. PT Bumi Aksara, hal, 139 Sulaima Rasjid, 1987, Fikih Islam. Sinar Baru : Bandung, hal, 348
13
Pernikahan sebagaimana di ketahui publik, bukan sekedar memenuhi selerah biologis. Dalam panduan Al-Qur’an wa sunna menyebutkan bahwa nikah merupakan ibadah yang telah ditetapkan oleh Allah SWT. Kerana itu hikma bagi muslim dan masyarakat umumnya sangat besar dan banyak manfaatnya. Dalam kenyetaan ilmia ternyata perkawinan memiliki manfaat yang sangat besar, baik itu bagi diri sendiri, keluarga, dan masyarakat. Bagi diri sendiri misalnya, paling tidak orang yang telah berumah tangga akan memiliki pemikiran yang luas. Jika ia semula tidak suka memikirkan sesuatu dengan sunggu-sunggu, setelah berumah tangga pikiran akan selalu serius7. Agama Islam menggunakan tradisi perkawinan yang sederhana, dengan tujuan agar seseorang tidak terjebak atau terjerumus ke dalam perzinaan. Tata cara yang sederhana itu nampaknya sejalan dengan Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 pasal 2 ayat 1 yang berbunyi: "Perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaannya." Dari pasal tersebut sepertinya memberi peluang-peluang bagi anasir-anasir hukum adat untuk mengikuti dan bahkan berpadu dengan hukum Islam dalam perkawinan. Selain itu di sebabkan oleh kesadaran masyarakatnya yang menghendaki demikian. Salah satu tata cara perkawinan adat yang masih kelihatan sampai saat ini adalah perkawinan yang tidak di catatkan pada pejabat
7
Abu Qurroh. 1997, Pandangan Islam Terhadap Pernikahan Melalui Internet. PT
Golden Terayonpress : Jakarta, hal, 15
14
yang berwenang atau di sebut nikah siri. Perkawinan ini hanya dilaksanakan di depan penghulu atau ahli agama dengan memenuhi syariat Islam sehingga perkawinan ini tidak sampai di catatkan di kantor yang berwenang untuk itu8. 3. Syarat-yarat dan asas-asas hukum perkawinan 1. Syarat-syarat perkawinan
a). Tujuan perkawinan adalah membantu keluarga yang bahagia dan melengkapi agar masing-masing dapat mengembangkan keperibadiannya membantu dan mencapai kesejahteraan spiritual.
b). Dalam undang-undang ini di nyatakan bahwa suatu pernikahan adalah bila mana di lakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu dan, di samping itu, tiap-tiap perkawinan harus di catat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
c). Undang-undang itu menganut asas monogami. Hanya apabilah di kehendaki oleh yang bersangkutan karena hukum dan agama dari bersangkutan mengizinkannya, seseorang suami dapat beristri dari seseorang. Namun perkawinan seseorang suami
dengan lebuh dari
seorang istri, meskipun hal itu di kehendaki oleh pihak-pihak 8
Fadelput (dalam (http://www. anneahira. com/ pengertian perkawinan. htm) diakses
24 Febuari 2012
15
bersangkutan, hanya dapat di lakukan apabilah di penuhi berbagai persyaratan tertentu dan di putuskan oleh pengadilan.
d). Undang-undang ini menganut prinsip bahwa suami-istri itu harus telah masak jiwa raganya untuk dapat melangsungkan perkawinan agar dapat mewujudkan tujuan perkawianan secara baik tanpa berakhir pada perceraian dan dapat keturuan yang baik dan sehat.
e). Karena tujuan perkawinan adalah untuk membentuk keluarga yang bahagia, kekal, dan sejahtera maka undang-undang ini menganut prinsip untuk mempersukar terjadinya percerayan
f). Hak dan kedudukan istri seimbang dengan hak dan kekedukan suami, baik dalam kehidupan rumah tangga maupun dalam pergaulan masyarakat sehingga demikian segalah sesuatu di dalam keluarga dapat di rundingkan dan di putuskan bersama oleh suami istri9.
9
Lili Rasjidi. Op. Cit. Hal, 5
16
2. Asas-asa hukum Perkawinan
a). Kesukarelaan
Kesukarelaan merupakan atas terpenting perkawinan islam. Kesukarelaan itu tidak hanya harus terdapat antara kedua calon suami istri, tetapi juga antara kedua orang tua, kedua bela pihak.
b). Persetujuan Kedua belah pihak
Persetujuan kedua belah pihak merupakan konsekuensi logis atas asas pertama tadi. Ini berati bahwa
tidak boleh ada paksaan dalam
melangsungkan perkawinan. Persetujuan seorang gadis untuk di nikahkan seorang pemudah, misalnya, harus diminta lebih dahulu oleh wali atau orang tuanya.
c). Kebebasan memilih
Kebebaasan memilih pasangan, juga di sebutkan dalam sunnah nabi di ceritakan oleh ibnu abbas bahwa pada suatu ketika seorang gadis bernama jariyah menghadap rasullah dan menyatakan bahwa ia telah di kawinkan oleh ayahnya dengan seseorang yang tidak dusukainya. Setelah mendengar pengaduan itu, nabi menegaskan bahwa jariya dapat memilih untuk menuruskan perkawinan dengan orang yang tidak di sukainya itu
17
atau meminta supaya perkawinannya di batalkan untuk dapat memilih pasangan dan kawin dengan orang lain yang di sukainya.
d). Kemitraan suami-istri
Kemitraan suami-istri dengan tugas dan fungsi yang berbeda kerena perbedaan kodrat. Kemitraan ini menyebabkan kedudukan suami-istri dalam beberapa hal sama, dalam hal yang lain berbeda: suami menjadi kepala keluarga,istri menjadi kepala dan penaggung jawab pengaturan rumah tangga
e). Untuk selama-lamanya
Untuk selama-lamanya menujukan bahwa perkawinan dilaksanakan untuk melangsungkan keturunan dan membina cinta serta kasih sayang selama hidup (Q.S Al-Rum).
f). Monogami Terbuka Di simpulkan dari al-qur’an surat Al-Nisa (4) ayat 129. Di dalam ayat 3 di nyataka bahwa seorang pria muslim di bolehkan atau boleh berisri lebih
18
dari seorang, atau memenuhi beberapa syarat tertentu, di antaranya adalah syrat mampu berlaku adil terhadap semua wanita yang menjadi istrinya 10.
3. Hukum Perkawinan
a). Wajib Wajib bagi orang yang telah sanggup kawin. Sanggup dalam pengertian dzahir, yaitu faktor ekonomi. Dan apabila ia di kawartikan bisa terjerumus kedalam kemaksiatan (berzina), sebab kebutuhan biologis, kasih sayang cinta, adalah fitra insania, tidak bisa ditolak. b). Sunnah Hukumnya sunnah bagi orang yang memiliki kesangupan kawin namun ia pun sanggup memelihara diri dari perbuatan maksiat. Melihat fakta tersebut, walaupun hukumnya sunnah, namun sebaiknya pun segerah di kerjakan mengingat datangnya Fitnah karena wanita di ibaratkan seperti top model
yang sering menarik bagi laki-laki maupun dirinya pun
memiliki kebutuhan serupa terhadap lawan jenisnya.
10
139
Mohammad Daud Ali, 1990, Hukum Islam. PT Raja Grafindo Persada: Jakarta, hal.
19
c). Makruh Bagi mereka yang tidak memiliki kesanggupan untuk kawin, secara hukum di benarkan mereka menikah, hanya di khawatirkan tak mampu membina rumah tangga secara arif dan bijaksana. Untuk baiknya mempersiapkan diri dahulu, terutama dalam modal agama, modal keimanan, adalah sumber kekuatan dan sumber inspirasi d). Haram Boleh jadi orang yang belum punya syarat-syarat apa-apa, baik iman maupun nafkah, bisa juga yang telah memenuhi syarat ekonomi, namun di kawartikan membahayakan jiwa isteri atau suaminya (salah satu pihak), dalam rumah tangga11.
11
Abu Qurroah. Op. Cit, hal 21
20
4. Adat Dan Hukum Adat 1. Pengertian adat
Adat istiadat adalah tata kelakuan yang berupa aturan-aturan yang mempunyai sanksi lebih keras. Anggota masyarakat yang melanggar adat istiadat akan mendapatkan sanksi hukum, biasanya pormal maupun informal. Sanksi hukum formal biasanya melibatkan alat negara berdasarkan undang-undang yang berlaku dalam memaksa pelanggarnya untuk menerima sanksi hukum. Misalnya pemerkosaan, menjual kehormatan orang lain dengan dalil usaha mencari kerja dan sebagainya. Sedangkan sanksi hukum informal biasanya diterapkan dengan kurang, atau tidak rasional yaitu lebih di terapkan pada kepentingan masyarakat. Misalnya dalam kasus yang sama seorang yang di ketahui (atau tertangkap basah) melakukan perkosaan, maka ia akan mendapatkan sanksi berupa pengucilan untuk selamanya atau di usir di tempat tinggalnya untuk tidak kembali atau dapat juga di lakukan pemutusan hubungan keluarga dan lailn-lain. Pada masyarakat tertentu untuk memulihkan nama baik yang tercemar di perlukan suatu upacara adat yang tidak sedikit mengeluarkan biaya12.
12
Hal, 68
Abdul Syani. 1995, Sosiologi Dan Perubahan Masyarakat. PT Dunia Pustaka Jaya.
21
Adat istiadat adalah segalah dalil dan ajaran mengenai bagaimana orang bertingkah laku dalam masyarakat. Rumusannya sangat abstrak, karena itu memerlukan usaha untuk memahami dan dan merincinya lebih lanjut. Adat dalam pengertian ini berfungsi sebagai dasar pembangunan hukum adat positif yang lain. Sedangkan Adat nan Teradat adalah ajaran dan dalil yang di tuangkan kedalam bentuk bangunan-bangunan adat yang lebih nyata yang menjadi kebutuhan masyarakat sehari-hari seperti (bangunan adat) Perkawinan, kewarisan, jual-beli, dan sebagainya13.
Adat atau kebiasaan merupakan pola-pola perilaku bagi anggota masyarakat di dalam memenuhi segala kebutuhan pokoknya. Apabilah kemudian ternyata pola-pola perilaku tersebut efektif lagi di dalam memenuhi kebutuhan pokok, krisis akan muncul. Mungkin adat atau kebiasaan yang mencakup bidang kepercayaan, sistem mata pencaharian, pembuatan rumah, cara berpakaian tertentu, begitu toko sukar di ubah, misalnya, memotong padi, dengan menggunakan mesin akan terasa akibatnya bagi tenaga kerja (terutama wanita) yang mata pencahariannya tambahannya adalah memotong padi dengan cara lama. Hal ini merupakan suatu halangan terhadap introduksi alat pemotong baru yang lebih efektif dan efisien14.
13
Mohammad Daud Ali. Op . Cit, hal 217
14
Abdul Syani. Op. Cit. Hal 330
22
Adat adalah aturan, kebiasaan-kebiasaan yang tumbuh dan terbentuk dari suatu masyarakat atau daerah yang di anggap memiliki nilai dan di junjung serta di patuhi masyarakat pendukungnya. Di Indonesia aturan-aturan tentang segi kehidupan manusia tersebut menjadi aturan-aturan hukum yang mengikat yang di sebut hukum adat. Adat telah melembaga dalam kehidupan masyarakat baik berupa tradisi, adat upacara dan lain-lain yang mampu mengendalikan perilaku warga masyarakat dengan perasaan senang atau bangga, dan peranan tokoh adat yang menjadi tokoh masyarakat menjadi cukup penting.
Adat merupakan norma yang tidak tertulis, namun sangat kuat mengikat sehingga anggota-anggota masyarakat yang melanggar adat istiadat akan menderita, karena sanksi keras yang kadang-kadang secara tidak langsung di kenakan. Misalnya pada masyarakat yang melarang terjadinya perceraian apabila terjadi suatu perceraian maka tidak hanya yang bersangkutan yang mendapatkan sanksi
atau
menjadi
tercemar,
tetapi
seluruh
keluarga
atau
bahkan
masyarakatnya15.
Adat istiadat adalah sekalian aturan yang mengatur kelakuan induvidu dalam masyarakat dari buaian sampai kekuburan. Terutama antara bangsa-bangsa
15
Jamal alfa Http://www.pengertiandefinisi.com/2011/05/pengertian-adat.html. di akses
24 februari 2012.
23
primitif, adat-istiadat itu meliputi daera yang luas dan menguasai tiap-tiap kejadian dalam hidup sesuatu masyarakat dan anggota-anggotanya, sebab dalam masyarakat primitif adat-istiadat masih merupakan penjelmaan agama; seluruh hidup masyarakat adalah sebagian dari susunan kosmos yang melingkungi segalah sesuatu. Seni, politik, kehidupan ekonomi, malan ilmu masih belum terpisah-pisah, tetapi sekaliannya tunduk kepada adat-isriadat yang di anggaap tak lain dari pada penjelmaan susunan kosong16.
Adat adalah wujud idel dari kebudayaan. Secara lengkap wujud itu dapat kita sebut adat tata-kelakuan, karena adat berpungsi sebagai pengaturan kelakuan. Suatu contoh dari adat ialah: aturan sopan santun untuk memberi uang kepada pesta kondangan. Adat dapat di bagi lebih khusus dalam empat tingkat, ialah : (i) tingkat nilai budaya, (ii) tingat norma –norma, (iii) tingat hukum, tingkat aturan khusus.
1.
Tingkat adat yang pertama ini adalah yang paling abstak dan luas ruang lingkupnya.Tingkat ini adalah ide-ide yang mengkonsepsipkan hal-hal yang paling bernilai dalam kehidupan bermasyarakat. Konsepsi-konsepsi serupa itu biasanya luas dan kabur. Tetapi walaupun demikian, atau justru karena kabur dan tidak rasional, biasanya berakar dalam bagian emosional dari dalam jiwa
16
Takdir Alisjahbana, 1986, Antropologi Baru. PT Dian Rakyat: Jakarta. Hal, 115
24
manusia. Tingkat ini dapat kita sebut sistem nilai budaya. Jumlah nilai-nilai budaya dapat kita sebut sistem nilai budaya. Jumlah nilai-nilai tingkat pertama dalam suatu kebudayaan biasanya tidak banyak. 2.
Tingkat adat yang kedua dan lebih kongret adalah sitem norma. Norma-norma itu adalah nilai-nilai budaya yang sudah terkait kepada peranan-peranan tertentu dari manusia dalam masyarakat. Perananan manusia dalam kehidupannya adalah banyak, dan manusia sering berubah peranan dari saat kesaat, dari hari kehari pada suatu saat berperan sebagai guru, pada hari lain ia adalah pemimpin partai politik.Tiap peranan membawa bagiannya sejumlah norma yang menjadi pedoman bagi kalakuannya dalam hal memainkan peranannya yang bersangkutan. Jumlah norma dalam suatu kebudayaan lebih banyak dari pada jumlah nilai-budaya
3.
Tingkat adat yang ketiga dan yang lebih konkret lagi adalah sistem hukum (baik hukum adat maupun hukum tertulis). Hukum sudah jelas mengenai bermacam-macam sektor hidup yang sudah terang batas-batas rung lingkupnya. Jumlah undang-undang hukum adalah suatu masyarakat sudah jauh lebih banyak dari pada jumlah norma yang menjadi pedomannya.
4.
Tingkat adat yang keempat adalah aturan-aturan khusus yng mengatur aktifitas-aktifitas yang amat jelas dan terbatas ruang lingkupnya dalam
25
kehidupan masyarakat itulah sebabnya aturan-aturan khusus ini amat konkret sifatnya dan banyak di antaranya terbaik dalam sistem hukum17.
2. Hukum Adat
Hukum Adat adalah sistem aturan berlaku dalam kehidupan masyarakat yang berasal adat kebiasaan, yang secara turun-temurun di hormati dan di taati oleh masyarakat sebagai tradisi bangsa indonesia.
Berlakunya hukum Adat di Indonesia di akui secara implisit oleh Undang-Undang Dasar 1945 melalui penjelasan umum, yang menyebutkan bahwa:” Undang-Undang Dasar adalah hukum dasar yang tertulis, sedangkan di sampingnya Undang-Undang Dasar itu berlaku juga hukum dasar yang tidak tertulis ialah aturan-aturan dasar yang timbul dan terpelihara dalam praktik penyelenggaraan negara, meskipun tidak tertulis18.
Menurut Soerya, Sesuai dengan sifat dengan ciri utama hukum adat yang tudak tertulis dalam arti tidak diundangkan dalam bentuk perundangan peraturan, hukum adat tumbuh dan berkembang serta berurat akar pada
17
Koentjaraningrat, 2000, Kebudaya Mentalitas dan Pembangunan. PT Gramedia
Pustaka Utama: Jakarta, hal 11 18
112
Ilhami Bisri, 2004, Sistem Hukum Indonesia, PT Raja Grafindo persada: Jakarta. Hal,
26
kebudayaan tradisional sebagai perasaan hukum rakyat yang nyata di dalam kehidupan masyarakat Indonesia19.
Sistem hukum adat bersumber pada peraturan-peratura hukum tidak tertulis yang tumbuh berkembang dan di pertahankan dengan kesadaran hukum masyarakatnya. Hukum adat itu mempunyai tipe yang bersipat tradisional dengan berpangakal kepada kehendak nenek moyang. Untuk ketertiban hukumnya selalu di berikan penghormatan yang sangat besar bagi kehendak suci nenek moyang itu. Oleh karena itu keinginan untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu selalu di kembalikan kepada pangkalnya-kehendak suci nenek moyang sebagai tolak ukur terhadap keinginan yang akan di lakukan. Peraturan-peraturan hukum adat juga dapat berubah tergantung dari pengaruh kejadian-kejadian dan keadaan hidup yang silih berganti. Perubahaanya sering tidak di ketahui, bahkan kadang-kandang tidak bisa di sadari masyarakat. Hal itu karena terjadi pada situasi-situasi sosial tertentu di dalam kehidupan seharihari20.
Dasarnya hukum adat adalah hukum yang tidak tertulis. Ia tumbuh, berkembang dan hilang sejalan dengan pertumbuhan dan perkembangan masyarakat, pada waktu ini sedang di adakan usaha-usaha untuk mengangkat 19
20
Ibid, hal 112 Abdoel Djamali. 1984, Pengantar Hukum Indonesia. PT Raja Grafindo persada :
Jakarta, hal 73
27
hukum adat menjadi hukum perundangan –undangan dan dengan begitu di ikhtiarkan memperoleh bentuk tertulis. Contohnya dapat di lihat pada undangundang pokok Agraria tahun 1960. Tetapi, hukum adat yang telah menjadi hukum tetulis itu menjadi lain bentuknya dari hukum adat sebelimnya. Ia menjadi hukum perundang-undangan21.
5. Pengertian Nilai Dan Pergeseran Nilai
1. Pengertian Tentang Nilai Nilai
adalah sesuatu yang abstrak, ideal, dan menyangkut persoalan
keyakinan terhadap yang di kehendaki, dan memberikan corak pada pola pikiran, perasaan, dan perilaku. Dengan demikian untuk melacak sebuah nilai harus melalui pemaknaan terhadap kenyataan lain berupa tindakan, tingkah laku, pola pikir dan sikap seseorang atau sekelompok orang. Nilai biasanya di atur berdasarkan kesadaran terhadap apa yang pernah di ketahui dan di alami, yaitu pada waktu seseorang terlibat dalam suatu kejadian yang di anggap baik atau buruk,benar atau salah,baik oleh dirinya sendiri maupun
menurut
anggapan masyarakat. Menurut Alvin L. Bertrand menyatakan bahwa nilai-nilai (dalam pengertian penggambaran kecenderungan terhadap apa-apa yang di sukai dan apa-apa yang tak disukai) akan kelihatan sistem-sistem sosial di pakai sebagai 21
Mohammad Daud Ali. Op . Cit, hal 210
28
alat konsepsi di dalam menganalisi tindakan-tindakan sosial. Nilai-nilai itu merupakan ciri sistem sebagai suatu keseluruhan, dan bukan merupakan sekedar salah satu bagian koponennya belakang. Sedangkan konsep keyakinan merupakan kumpulan pikiran dan kepercayaan terhadap suatu pakta yang boleh atau tidak boleh untuk di buktikan kebenarannya. Keyakinan, apabilah tidak tercemahkan sebagai nilai, maka ia tidak perlu di usut kebenarannya secara empiris22. Nilai berhungan erat dengan kegiatan menusia menilai. Menilai berarti menimbang, yaitu kegiatan menusia menghubungkan sesuatu dengan sesuatu yang lainnya, yang selanjutnya di ambil suatu keputusan nilai dapat menyatakan berguna atau tidak berguna, benar atau tidak benar, baik atau buruk, manusiawi atau tidak manusiawi, religius atau tidak religius. Penilaian ini dihubungkan denga unsur-unsur atau hal yang ada pada manusia, seperti jasmani, cipta, karsa, rasa dan keyakinan. Sesuatu di pandang bernilai karena sesuatu itu berguana, maka di sebut nilai kegunaan, bila benar di pandang bernilai maka di sebut nilai kebenaran, indah di pandang bernilai maka di sebut nilai keindahan (estetis), baik di pandang bernilai maka di sebut bermoral (etis), religius di pandang bernilai maka di sebut nilai ke agamaan23.
22
23
Abdul Syani. Op, cit, hal 63 Elly Setiadi. 2007, Ilmu Sosial dan Budaya Dasar. Prenada Media Group, hal. 116
29
Menurut Robin William Nilai yang di akui bersama sebagai hasil konsuensus, erat kaitannya dengan pandangan terhadap harapan kesejahteraan bersama dalam hidup bermasyarakat. Hal ini berarti nilai-nilai sosial dapat disebut sebagai ketentuan atau cita-cita dari suatu di nilai baik dan benar oleh masyarakat luas. Nilai-nilai yang sudah menjadi ketetapan umum di anggap sebagai ukuran kebaikan atau pedoman hidup (way of life) yang cenderung di pertahankan. Jika seseorang berperilaku menyimpang atau berbuat menurut ukura nilai dirinya sendiri, maka ia akan menerima sanksi sosial atau di kucilkan dari pergaulan masyarakat sekitarnya. Jadi nilai-nilai sosial merupakan kumpulan atas dasar perasaan bersama (in- group feeling) yang dapat berfungsi sebagai petunjuk arah dalam rangka usaha mencapai tujuan bersama dalam kehidupan bermasyarakat24. Nilai adalah sesuatu yang berharga, bermutu, menunjukkan kualitas, dan berguna bagi manusia. Sesuatu itu bernilai berarti sesuatu itu berharga atau berguna bagi kehidupan manusia. Adanya dua macam nilai tersebut sejalan dengan penegasan pancasila sebagai ideologi terbuka. Perumusan pancasila sebagai dalam pembukaan UUD 1945. Alinea 4 di nyatakan sebagai nilai dasar dan penjabarannya sebagai nilai instrumental. Nilai dasar tidak berubah dan
24
Abdul Syani, op, cit, hal, 63
30
tidak boleh di ubah lagi. Betapapun pentingnya nilai dasar yang tercantum dalam pembukaan UUD 1945 itu, sifatnya belum operasional. Artinya kita belum dapat menjabarkannya secara langsung dalam kehidupan sehari-hari. Penjelasan UUD 1945 sendiri menunjuk adanya undang-undang sebagai pelaksanaan hukum dasar tertulis itu. Nilai-nilai dasar yang terkandung dalam pembukaan UUD 1945 itu memerlukan penjabaran lebih lanjut. Penjabaran itu sebagai arahan untuk kehidupan nyata. Penjabaran itu kemudian di namakan Nilai Instrumental25. Menurut Cheng Nilai merupakan sesuatu yang pontesial, dalam arti terdapatnya hubungan yang harmonis dan kreatif, sehingga berfungsi untuk menyempurnakan manusia, sedangkan kualitas merupakan atribut atau sifat yang seharusnya dimiliki26. Pengertian nilai melingkupi perasaan yang paling bersahaja dan paling primitif, maka lenyaplah perbedaan antara kelakuan manusia dan kelakuan hewan. Dengan demikian nilai di buat menjadi sinonim dengan keperluan, dan tidak di bedakan kelakuan maupun keperluan indifidu. Jadi untuk memahami ketegangan dan konflik antara berbagai-bagai drife atau dorongan-dorongan hidup dan insenting dan berbagai-bagai proses penilaian yang menentukan
25
Dahlia (Http://yogifajarpebrian13.wordpress.com/2011/04/06/pengertian-nilai/) di
akses 25 februari 2012 26
Elly, op, cit, hal,122
31
kelakuan manusia, kita mesti pula membeda-bedakan berbagai-bagai tipos perasaan dalam proses penilaian. Ketegangan dan konflik seperti yang kita telah nyatakan lebih dahulu adalah syrat-syarat sesungguhnya untuk kehidupan etik. Perbedaan perasaan-perasaan dan proses-proses penilaian dapat di lakukan dengan memisahkan tingkat-tingkat dalam jiwa27. 1. Pergeseran Nilai Perubahan sistem nilai sesuatu kebudayaan oleh perubahan spontan dalam sistem orang-orangnya, kita berhadapan dengan proses hidup yang dasar seperti terjelma dalam proses budi manusia. Tiap-tiap sistem nilai, oleh etikanya, memberi kepada proses
kebudayaan suatu tenaga pertumbuhan. Proses
kebudayaan bergerak terus-menerus kesuatu arah berdasarkan suatu logika imanen, yaitu dari dalam, dari sistem nilai dan etikanya sampai kemungkinankemungkinannya habis. Hanya dalam arti ini kita dapat berbicara sebagai kiasan tentang masa mudah remeja, masa dewasa dan masa tua sesuatu kebudayaan. Masa mudah remaja adalah masa penciptaan dan masa perumusan sistem nilai, pengumpulan kemauan, masa dewasa adalah masa berkembangnya tenaga kreatif oleh penjelmaan sistem nilai dalam benda-benda kebudayaan, menuju memenuhi segala nilai-nilai; masa tua adalah masa kebudayaan itu
27
Takdir Alisjahbana, 1986, Antropologi Baru. PT Dian Rakyat: Jakarta. Hal 35
32
mengulang-ulang dan memuja ciptaan-ciptaannya di masa yang lampau, sebab tenaga pertumbuhannya habis28. Setiap masyarat manusia selam hidup pasti mengalami perubahanperubahan. Perubahan mana dapat berupa perubahan yang tidak dapat menarik dalam
arti
kurang
menyolok.
Adapulah
perubahan-perubahan
yang
pengaruhnya terbatas maupun yang luas, serta ada pula perubahan-perubahan yang lambat sekali, akan tetapi ada juga yang berjalan dengan cepat. Perubahan-perubahan masyarakat dapat mengenai nilai-nilai sosial, norma-norma
sosial,
pola-pola
perilaku
organisasi,
susunan
lembaga
kemasyarakatan, lapisan-lapisan dalam masyarakat, kekuasaan dan wewenang, interaksi sosial dan lain sebagainya29. Perubahan-perubahan dalam masyarakat memang telah ada sejak zaman dahulu. Namun dewasa ini perubahan-perubahan tersebut berjalan dengan sangat cepatnya sehingga membingungkan manusia yang menghadapinya, yang sering berjalan dengan konstan. Ia memeng terikat denga waktu dan tempat. Akan tetapi, karena sifatnya yang berantai, perubahan terlihat berlangsung
28
29
Ibid, hal, 309 Soerjono Soekanto, 2005, Sosiologi Suatu Pengantar. PT Raja Grafindo persada:
Jakarta, hal, 301
33
terus, walau di selingi keadaan dimana masyarakat mengadakan reorganisasi unsur-unsur struktur masyarakat yang terkena perubahan30. Perubahan sosial tidak dapat di lepaskan dari prubahan kebudayaan. Hal ini di sebabkan kebudayaan merupakan hasil dari adanya masyarakat, sehingga tidak akan ada kebudayaan apabila tidak ada masyarakat yang mendukungnya dan tidak ada satu pun masyarakat yang tidak memiliki kebudayaan. Perubahan sosial, yaitu perubahan yang terjadi dalam masyarakat atau dalam hubungan interaksi, yang meliputi berbagai aspek kehidupan. Sebagai akibat adanya di namika anggota masyarakat, dan yang telah di dukung oleh sebagiyan besar anggota
masyarakat,
merupakan
tuntutan
kehidupan
dalam
mencari
kestabilannya. Di tinjau dari tuntutan stabilitas kehidupan perubahan sosial yang di alami masyarakat adalah hal yang wajar. Kebalikanya masyarakat yang tidak berani melakukan perubahan-perubahan, tidak akan melayani tuntutan dan dinamika
anggota-anggota
yang
selalu
berkembang
kemawuan
dan
apirasinya31. Perubahan masyarakat pada umumnya dapat terjadi dengan sendirinya secara wajar dan teratur, terutama apabila perubahan itu sesuai dengan pertumbuhan kepentingan masyarakat. Jika tidak, biasanya masyarakat tertutup
30
Soerjono Soekanto, 2007, Sosiologi Suatu Pengantar. PT Raja Grafindo persada:
Jakarta, hal, 261 31
Elly M Setiadi, op, cit, hal, 50
34
terhadap perubahan lantaran kawatir atau takut kalau stabilitas kehidupan masyarakatnya akan terganggu akibat perubahan itu. Akan tetapi, pada kondisi tertentu perubahan masyarakat tidak bisa di hindari, tidak memuaskan lagi32. Menurut Wilbert Moore Memandang perubahan sosial sebagai perubahan stuktur sosial, pola perilaku, dan interaksi sosial. Setiap perubahan yang terjadi dalam struktur masyarakat atau perubahan dalam organisasi sosial sebagai di sebut perubahan sosial. Perubahan sosial berbeda dengan perubahan kebudayaan. Perubahan kebudayaan mengarah pada perubahan unsur-unsur kebudayaan yang ada33. Perubahan dalam hidup boleh terjadi akan budaya dengan nilainya yang tak terhingga akan tetapi menjadi simbol bagi orang Indonesia dalam kehidupannya. Terbukti walaupun kemajuan begitu pesat saat ini akan tetapi dalam setiap kesempatan tetaplah budaya di kedepankan dalam setiap kegiatan yang di laksanakan. Dari sekian banyak bidang ada dan berpacu untuk kemajuan salah satunya adalah bidang teknologi, yang menghadirkan perubahan dan kemajuan untuk selanjutnya di gunakan oleh manusia. Beragam teknologi yang di ciptakan memungkinkan manusia untuk bebas memilih apa yang di inginkan. Perkembangan teknologi seperti yang sudah terjadi di atas tentu membawa perubahan yang begitu baik dan pesat dalam kehidupan 32
Abdul Syani, op, cit, hal,88
33
Elly, op, cit, hal 49
35
manusia. Perkembangan itu baik adanya jika sesuai dengan apa yang di harapkan. Tidak di pungkiri bahwa perkembangan teknologi saat ini juga membawa pengaruh yang kurang baik atau negatif dalam kehidupan manusia. Kehadiran tekologi yang sedemikian canggih membuat masyarakat umum mempunyai begitu banyak pilihan untuk memilih apa yang di kehendakinya. Dalam upaya mempertahankan nilai nilai budaya dalam lingkungan masyarakat tentunya di butuhkan kerja yang eksta, mengingat bahwa nilai – nilai budaya dalam masyarakat menentukan pula perkembangan kehidupan sosial masyarakat itu sendiri. Mereka yang mampu bertahan di tengah kehidupan teknologi yang semakin canggih tentunya akan mendapatkan kehidupan yang di inginkan, demikian sebaliknya. Bagaimana upaya mempertahankan nilai – nilai budaya dalam kehidupan masyarakat? ada beberapa hal yang harus di lakukan oleh manusia dalam upaya membentengi diri dari arus negatif teknologi. Beberapa hal tersebut antara lain : 1. Memperkenalkan pentingya nilai – nilai budaya kepada anak sejak usia dini 2. Memberikan pemahaman kepada anak, masyarakat dan elemen lainnya betapa vitalnya nilai – nilai budaya terhadehidupan 3. Memberikan batasan terhadap hal yang bersifat negatif yang masuk dalam hidup dan kehidupan suatu masyarakat 4. Menjadikan nilai – nilai budaya sebagai ujung tombak dari norma kehidupan keluarga dan masyarakat
36
5. Menjunjung tinggi nilai – nilai budaya 6. Memandang teknologi dengan segala kemajuan dan perubahannya dalam arti yang positif 7. Menggunakan fasilitas kemajuan teknologi untuk hal yang baik dan positif
Sebagai orang tua wajib untuk memberikan pengawasan ekstra kepada anak, baik dalam penggunaan teknologi atau pergaulan sehari-hari. Memang dalam penerapannya terkadang sulit untuk mengikuti keinginan di banding kata hati, akan tetapi untuk hidup yang lebih baik kita dituntut untuk melakukan perubahan dalam hidup kita. Setinggi apapun kemajuan teknologi yang di tawarkan kepada kita akan tetapi kita salah menggunakannya tentu akan membuat hidup kita menjadi salah jalan, justru teknologi tersebut akan menyesatkan hidup kita sehingga nilai – nilai budaya hidup kita tidak lagi sesuai dengan yang kita harapkan, akhirnya ada yang harus di korbankan dari kejadian tersebut34.
34
E. Maturbongs (http://www.co.id./2010/02/12/pengaruh perkembangan teknologi
dalam masyarakat terhadap pergeseran nilai-nilai budaya) diakses 26 Febuari 2012.