12
BAB II KAJIAN TEORI
A. Analisis Teoretis 1. Pengertian Hasil Belajar a. Pengertian Belajar Istilah belajar sudah tidak asing lagi di telinga, karena secara tidak langsung dalam kehidupan sehari-hari kita juga mengalami proses belajar meskipun proses belajar yang dilakukan berbeda dengan belajar di sekolah. Belajar adalah proses yang sangat manusiawi dan memiliki kedudukan yang sangat tinggi, baik dalam kehidupan masyarakat tradisional maupun modern. Belajar juga sering diartikan sebagai penambahan, perluasan, pendalaman pengetahuan, nilai dan sikap, serta keterampilan. Dalam proses belajar ada tiga aspek yang berperan aktif, yaitu kognitif, afektif dan psikomotorik. Menurut (Djamarah, 2006:10) menjelaskan bahwa: “Belajar adalah proses perubahan perilaku berkat pengalaman dan latihan. Artinya, tujuan kegiatan adalah perubahan tingkah laku, baik yang menyangkut pengetahuan, keterampilan maupun sikap, bahkan meliputi segenap aspek organisme atau pribadi”. Menurut (Rusman, 2012:134) menjelaskan tentang definisi belajar yaitu: “Belajar adalah proses perubahan tingkah laku individu sebagai hasil dari pengalaman dalam berinteraksi dengan lingkungan. Belajar bukan sekadar menghafal, melainkan suatu proses mental yang terjadi dalam diri seseorang”. 12
13
Gagne (Sudjana, 2005:46-47) membedakan pola-pola belajar peserta didik kedalam delapan tipe. Delapan tipe yang dimaksud antara lain: (a) “Belajar signal. Bentuk belajar ini paling sederhana yaitu memberikan reaksi terhadap perangsang. (b) Belajar pereaksi perangsang melalui penguatan, yaitu memberikan reaksi yang berulang-ulang manakala terjadi reinforcement atau penguatan. (c) Belajar membentuk rangkaian, yaitu belajar menghubunghubungkan gejala/faktor yang satu dengan yang lain, sehingga menjadi satu kesatuan (rangkaian yang berarti). (d) Belajar asosiasi verbal, yaitu memberikan reaksi dalam bentuk kata-kata, bahasa, terhadap perangsang yang diterimanya. (e) Belajar membedakan hal yang majemuk, yaitu memberikan reaksi yang berbeda terhadap rangsangan yang hampir sama sifatnya. (f) Belajar konsep, yaitu menempatkan objek menjadi satu klasifikasi tertentu. (g) Belajar kaidah atau belajar prinsip, yang menghubunghubungkan beberapa konsep. (h) Belajar memecahkan masalah, yaitu menggabungkan beberapa kaidah atau prinsip, untuk memecahkan persoalan”. b. Ciri-ciri Belajar Winataputra, dkk (2007 : 19) mendefinisikan dan menjelaskan ciri-ciri dari belajar yaitu: “Pertama, belajar harus memungkinkan terjadinya perubahan perilaku pada individu. Perubahan tersebut tidak hanya pada aspek pengetahuan atau kognitif saja. Tetapi juga meliputi aspek sikap dan nilai (afektif) serta keterampilan (psikomotorik). Kedua, perubahan itu harus merupakan buah dari pengalaman. Perubahan perilaku yang terjadi pada diri individu karena adanya interaksi antara dirinya dengan lingkungan, interaksi ini berupa interaksi fisik.
14
Ketiga, perubahan tersebut bersifat menetap, perubahan perilaku akibat obat-obatan, minuman keras, dan yang lainnya tidak dapat diartikan sebagai perilaku hasil belajar. Perubahan perilaku akibat belajar akan bersifat cukup permanen”. Dapat disimpulkan bahwa belajar berarti mengharapkan adanya perubahan tingkah laku pada seseorang, baik dari segi kognitif, afektif maupun psikomotoriknya. Belajar dapat dilakukan dimanapun dan dari apa saja yang bisa memberi pengetahuan, seperti halnya pengalaman yang banyak memberi pembelajaran dalam hidup. Belajar tanpa dipengaruhi hal-hal negatif akan bersifat menetap atau permanen. c. Pengertian Hasil Belajar Setiap proses belajar yang dilakukan oleh peserta didik akan menghasilkan hasil belajar. Didalam proses pembelajaran, guru sebagai pengajar sekaligus pendidik memegang peranan dan tanggung jawab yang besar dalam membantu meningkatkan keberhasilan peserta didik. Keberhasilan peserta didik dipengaruhi oleh kualitas pengajaran dan faktor internal dari peserta didik itu sendiri. Saat mengikuti proses pembelajaran di sekolah sudah pasti peserta didik mengharapkan mendapatkan hasil belajar yang baik, sebab hasil belajar yang baik dapat membantu peserta didik dalam mencapai tujuannya. Selain itu hasil belajar digunakan oleh guru sebagai kriteria dalam pengukuran keberhasilan dirinya dalam proses belajar mengajar, hasil belajar yang baik dapat dicapai melalui proses belajar yang baik pula. Jika proses belajar tidak optimal sangat sulit diharapkan
15
terjadinya hasil belajar yang baik. (Suprijono, 2012:5) mendefinisikan hasil belajar yaitu; hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap, apresiasi dan keterampilanketerampilan. Dalam Sistem Pendidikan Nasional rumusan tujuan pendidikan, baik tujuan kurikuler, ataupun tujuan instruksional, menggunakan klasifikasi hasil belajar dari Bloom (Sudjana, 2011 : 22-23) yang secara garis besar membagi hasil belajar menjadi tiga ranah yakni ranah kognitif, afektif, psikomotorik yang terdiri dari beberapa aspek antara lain: “Ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari enam aspek, yakni pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi. Kedua aspek pertama disebut kognitif tingkat rendah dan keempat aspek berikutnya disebut kognitif tingkat tinggi. Ranah afektif berkenaan dengan sikap yang terdiri dari lima aspek, yakni penerimaan, jawaban atau reaksi, penilaian, organisasi, dan internalisasi. Aspek psikomotorik berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan kemampuan bertindak. Ada enam aspek ranah psikomotorik, yakni gerakan refleks, keterampilan gerakan dasar, kemampuan perseptual, keharmonisan atau ketepatan, gerakan keterampilan kompleks, dan gerakan ekspresif dan interpretatif”. Dalam meningkatkan hasil belajar guru dituntut untuk dapat mengkondisikan dan mengatur kelas sedemikian rupa sehingga suasana pembelajaran, terutama saat mengajar Bahasa Indonesia menjadi lebih menyenangkan. Sehingga dapat merangsang atau memancing peserta
16
didik untuk aktif dalam pembelajaran sehingga hasil belajar dapat ditingkatkan. Kamus besar Bahasa Indonesia (2005:221-222) mendefinisikan arti kata meningkatkan yang berarti: “menaikkan (derajat, taraf, dsb): mempertinggi; memperhebat (produksi, dsb)”. Meningkatkan hasil belajar adalah meningkatkan hasil dari proses atau cara belajar dengan jalan meningkatkan pembelajaran melalui pengembangan perangkat pembelajaran ataupun menggunakan metode pembelajaran yang berpengaruh pada keaktifan peserta didik dalam proses pembelajaran. Pada penelitian ini hasil belajar dikatakan meningkat apabila hasil belajar peserta didik mencapai nilai sesuai KKM yaitu 65. Dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah suatu akhir dari suatu proses pembelajaran yang telah dilakukan oleh peserta didik. Hasil belajar yang diperoleh peserta didik ini berupa nilai atau angka yang diberikan setelah peserta didik mengerjakan suatu tes yang diberikan guru untuk mengetahui keberhasilan yang dicapainya. Hasil belajar ini juga berpengaruh terhadap tingkah laku peserta didik yang akan mengarahkannya kehal yang lebih baik. d. Bentuk dan Tipe Hasil Belajar Hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki peserta didik setelah ia melakukan belajar, hasil belajar mempunyai peranan penting dalam proses pembelajaran. Proses penilaian terhadap hasil belajar dapat memberikan informasi kepada guru tentang kemajuan peserta
17
didik dalam upaya mencapai tujuan-tujuan belajarnya melalui kegiatan belajar. Selanjutnya dari informasi tersebut guru dapat menyusun dan membina kegiatan-kegiatan lain yang dapat dilakukan oleh peserta didik untuk meningkatkan hasil belajarnya. Hasil belajar dapat dibagi menjadi tiga macam yakni “keterampilan dan kebiasaan, pengetahuan dan pengertian, serta sikap dan cita-cita”. Kingsley (Sudjana, 2005:45) yang masing-masing golongan dapat diisi dengan bahan yang ditetapkan dalam kurikulum sekolah. Sedangkan belajar yang berkenaan dengan hasil belajar menurut Gagne (Sudjana, 2005:47-49) mengemukakan ada lima jenis atau lima tipe, yakni: (a) “Belajar Kemahiran Intelektual Dalam tipe ini termasuk belajar diskriminasi, belajar konsep, dan belajar kaidah. Belajar kriminasi yakni kesanggupan membedakan beberapa objek berdasarkan ciri-ciri tertentu, belajar konsep yakni kesanggupan menepatkan objek yang mempunyai ciri yang sama menjadi suatu kelompok (klasifikasi) tertentu, belajar kaidah pada hakikatnya menghasilkan beberapa konsep misalnya konsep keluarga terdiri dari konsep ibu, ayah, dan anak. (b) Belajar Informasi Verbal Pada umumnya belajar berlangsung melalui informasi verbal apalagi belajar di sekolah seperti membaca, mengarang, bercerita, mendengarkan uraian guru, kesanggupan menyatakan pendapat dalam bahasa lisan atau tulisan, berkomunikasi, kesanggupan memberi arti dari setiap kata. (c) Belajar Mengatur Kegiatan Intelektual Belajar mengatur kegiatan intelektual lebih dari pada kesanggupan dalam memecah masalah melalui konsep dan kaidah yang telah dimilikinya. Dengan kata lain tipe belajar
18
ini menekankan pada aplikasi kognitif dalam pemecahan persoalan. (d) Belajar Bersikap Sikap merupakan kesiapan dan kesediaan seseorang untuk menerima atau menolak suatu objek berdasarkan penilaian terhadap objek itu, apakah berarti atau tidak bagi dirinya. (e) Belajar Keterampilan Motorik Belajar keterampilan motorik banyak berhubungan dengan kesanggupan menggunakan gerakan yang teratur, luwes, tepat, cepat, dan lancar. Misalnya belajar menjahit, mengetik, bermain basket dan lain-lain”. Menurut (Sudjana, 2005:50-52) tiga ranah sebagai bagian dari pencapaian hasil belajar terdapat unsur-unsur dari ketiga ranah tersebut. Berikut ini dikemukakan unsur-unsur yang terdapat dalam tiga aspek di atas yaitu sebagai berikut: 1) Tipe Hasil Belajar Bidang Kognitif (a) (b) (c) (d) (e) (f)
Tipe hasil belajar pengetahuan hafalan (knowledge) Tipe hasil belajar pemahaman (comprehention) Tipe hasil belajar penerapan (aplikasi) Tipe hasil belajar analisis Tipe hasil belajar sintesis Tipe hasil belajar evaluasi
2) Tipe Hasil Belajar Bidang Afektif Bidang afektif berkenaan dengan sikap dan nilai. Ada beberapa tingkatan bidang kognitif sebagai tujuan dan tipe hasil belajar. Tingkatan tersebut dimulai tingkatan yang dasar/sederhana sampai tingkatan yang kompleks. Menurut (Sudjana, 2005:53-54) tipe hasil belajar bidang afektif antara lain:
19
(a) Receiving/attending, yakni semacam kepekaan dalam menerima rangsangan (stimulasi) dari luar yang datang pada peserta didik, baik dalam bentuk masalah situasi, gejala. Dalam tipe ini termasuk kesadaran, keinginan, untuk menerima stimulasi, kontrol dan seleksi gejala atau rangsangan dari luar. (b) Responding atau jawaban, yakni yang diberikan seseorang terhadap stimulasi yang datang dari luar. Dalam tipe ini termasuk kesadaran, ketepatan reaksi, perasaan, kepuasan dalam menjawab stimulasi dari luar yang datang kepada dirinya. (c) Valuing (penilaian), yakni berkenaan dengan nilai dan kepercayaan terhadap gejala atau stimulasi tadi. (d) Organisasi, yakni pengembangan nilai kedalam satu sistem organisasi, termasuk menentukan hubungan satu nilai dengan nilai lain dan kemantapan, dan prioritas nilai yang telah dimilikinya. (e) Karakteristik nilai atau internalisasi nilai, yakni keterpaduan dari semua sistem nilai yang telah dimiliki seseorang, yang mempengaruhi pola kepribadian dan tingkah lakunya. 3) Tipe Hasil Belajar Bidang Psikomotorik Hasil belajar bidang psikomotorik tampak dalam bentuk keterampilan (skill), kemampuan bertindak individu (seseorang). Menurut (Sudjana, 2005:54) ada enam tingkatan tipe hasil belajar psikomotorik antara lain: (a) Gerakan refleks (keterampilan pada gerakan yang tidak sadar). (b) Keterampilan pada gerakan-gerakan dasar. (c) Kemampuan perseptual termasuk didalamnya membedakan visual, membedakan auditif motorik dan lain-lain. (d) Kemampuan dibidang fisik, misalnya kekuatan, keharmonisan, dan ketepatan. (e) Gerakan-gerakan skill, mulia dari keterampilan sederhana sampai pada keterampilan yang kompleks.
20
(f) Kemampuan berkenaan dengan non decursive komunikasi seperti gerakan ekspresif, interpretatif. Ketiga tipe hasil belajar yang telah diuraikan di atas memiliki keterkaitan yang sangat erat, karena saling berhubungan antara satu dengan yang lainnya. Meskipun dalam proses belajar mengajar tipe hasil belajar kognitiflah yang lebih dominan jika dibandingkan dengan tipe hasil belajar bidang afektif maupun psikomotorik. Namun diharapkan dengan menggunakan metode pembelajaran yang lebih efektif dan bervariasi dapat membangkitkan ketiga tipe hasil belajar tersebut agar diperoleh hasil belajar yang memuaskan. e. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar Banyak faktor yang mempengaruhi hasil belajar, diantaranya adalah faktor internal dan faktor eksternal dari peserta didik. Menurut Winkel (Hariyanto, 2010:84) membagi faktor-faktor hasil belajar diantaranya yaitu: 1) “Faktor-faktor Internal, yang terdiri dari: (a) Faktor jasmaniah (fisiologis), yang termasuk faktor ini antara lain: penglihatan, pendengaran, struktur tubuh dan sebagainya. (b) Faktor psikologis, yang termasuk faktor ini antara lain: intelektual (taraf intelegensi, kemampuan belajar, dan cara belajar). Non intelektual (motivasi belajar, sikap, perasaan, minat, kondisi psikis, dan kondisi akibat keadaan sosiokultur) dan faktor kondisi fisik.
21
2) Faktor-faktor eksternal, yang terdiri dari: (a) Faktor pengaturan belajar di sekolah (kurikulum, disiplin sekolah, guru, fasilitas belajar, dan pengelompokan peserta didik). (b) Faktor sosial di sekolah (sistem sosial, status sosial peserta didik, dan interaksi guru dan peserta didik). (c) Faktor situasional (keadaan politik ekonomi, keadaan waktu dan tempat atau iklim)”. 2. Bahasa Indonesia a. Pengertian Bahasa Indonesia Bahasa Indonesia ialah bahasa resmi Republik Indonesia sebagaimana disebutkan dalam Undang-Undang Dasar RI 1945, Pasal 36. Bahasa Indonesia merupakan bahasa persatuan bangsa Indonesia sebagaimana disebut dalam Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928. Bahasa Indonesia merupakan bahasa hantaran untuk pendidikan di sekolah-sekolah Indonesia. Bahasa Indonesia merupakan bahasa persatuan yang menjadi
identitas bangsa Indonesia. Untuk menjaga kelestarian dan kemurnian Bahasa Indonesia, maka diperlukan berbagai upaya. Pendidikan Bahasa Indonesia di lembaga formal dimulai dari SD. Jumlah jam pelajaran Bahasa Indonesia di SD kelas I, II, dan III sebanyak 6 jam pelajaran. Sedangkan kelas IV, V, dan VI sebanyak 5 jam pelajaran. Banyaknya jumlah jam pelajaran Bahasa Indonesia dimaksudkan agar peserta didik mempunyai kemampuan berbahasa Indonesia yang baik serta mempunyai kemampuan berpikir dan bernalar yang baik yang dapat disampaikan melalui bahasa yang baik pula. Bahasa Indonesia merupakan salah satu mata pelajaran yang
22
sangat penting yang diajarkan di SD, karena Bahasa Indonesia mempunyai kedudukan dan fungsi yang sangat penting bagi kehidupan sehari-hari. b. Tujuan Bahasa Indonesia di Sekolah Dasar Menurut BSNP (2006), tujuan pembelajaran Bahasa Indonesia bagi peserta didik adalah: “untuk mengembangkan kemampuan berbahasa Indonesia sesuai dengan kemampuan, kebutuhan, dan minatnya, sedangkan bagi guru adalah untuk mengembangkan potensi Bahasa Indonesia peserta didik, serta lebih mandiri dalam menentukan bahan ajar kebahasaan sesuai dengan kondisi lingkungan sekolah dan kemampuan peserta didik”. Dari penjelasan di atas maka tujuan pembelajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Dasar dapat digambarkan sebagai berikut: 1) Lulusan Sekolah Dasar diharapkan dapat menggunakan bahasa Indonesia secara baik dan benar yang mencakup tujuan kognitif dan afektif. 2) Lulusan Sekolah Dasar diharapkan dapat menghayati bahasa dan sastra Indonesia. 3) Penggunaan bahasa harus sesuai dengan situasi dan tujuan berbahasa sesuai fungsi bahasa sebagai alat komunikasi. 4) Pengajaran bahasa Indonesia disesuaikan dengan tingkat pengalaman peserta didik Sekolah Dasar sesuai tingkatannya. Belajar Bahasa Indonesia di Sekolah Dasar meliputi aspek kemampuan keterampilan berbahasa mendengar, berbicara, membaca dan menulis yang berkaitan dengan ragam bahasa maupun ragam sastra
23
merupakan ruang lingkup Standar Kompetensi (SK) pembelajaran Bahasa Indonesia. Dengan belajar Bahasa Indonesia di Sekolah Dasar, peserta didik diharapkan memiliki kemampuan sebagai berikut: 1) Peserta didik diharapkan dapat menggunakan bahasa Indonesia secara baik dan benar serta dapat berkomunikasi secara efektif dan efisien baik secara lisan maupun tertulis sesuai dengan etika yang berlaku. 2) Peserta didik bangga dan menghargai bahasa Indonesia sebagai bahasa negara dan bahasa pemersatu bangsa Indonesia. 3) Peserta didik dapat memahami bahasa Indonesia serta dapat menggunakannya dengan tepat dan kreatif untuk berbagai tujuan. 4) Peserta didik dapat menggunakan bahasa Indonesia untuk meningkatkan kemampuan intelektual, serta kematangan emosional dan sosial. 5) Peserta didik dapat membaca dan memanfaatkan karya sastra untuk memperluas wawasan, memperhalus budi pekerti, serta meningkatkan pengetahuan dan kemampuan berbahasa. 6) Peserta didik diharapkan dapat menghayati bahasa dan sastra Indonesia serta menghargai dan bangga terhadap sastra Indonesia sebagai khazanah budaya dan intelektual Indonesia. (Depdiknas, 2004:6) menyatakan secara umum tujuan pembelajaran Bahasa Indonesia dinyatakan dalam kurikulum 2004 adalah sebagai berikut:
24
1) “Peserta didik menghargai dan membanggakan bahasa dan sastra Indonesia sebagai bahasa persatuan (nasional) dan bahasa negara. 2) Peserta didik memahami bahasa dan sastra Indonesia dari segi bentuk, makna, dan fungsi, serta menggunakannya dengan tepat dan kreatif untuk macam-macam tujuan, keperluan, dan keadaan. 3) Peserta didik memiliki kemampuan menggunakan bahasa dan sastra Indonesia untuk meningkatkan kemampuan intelektual, kematangan emosional dan kematangan sosial. 4) Peserta didik memiliki disiplin dalam berpikir dan berbahasa (berbicara, membaca, mendengar, dan menulis). 5) Peserta didik dapat menikmati dan memanfaatkan karya sastra untuk mengembangkan kepribadian, memperluas wawasan kehidupan, serta meningkatkan pengetahuan dan kemampuan berbahasa. 6) Peserta didik menghargai dan membanggakan sastra Indonesia sebagai khazanah budaya dan intelektual Indonesia”. Dapat disimpulkan bahwa pembelajaran Bahasa Indonesia, bertujuan untuk meningkatkan keterampilan berbahasa dan bersastra, dan untuk meningkatkan kemampuan berpikir dan bernalar serta kemampuan memperluas wawasan. Selain itu juga, diarahkan untuk mempertajam perasaan peserta didik. Peserta didik tidak hanya diharapkan dapat memahami informasi yang disampaikan secara lugas atau langsung, tetapi juga yang disampaikan secara terselubung atau secara tidak langsung. Peserta didik tidak hanya pandai dalam bernalar, tetapi memiliki kecakapan didalam interaksi sosial dan dapat menghargai perbedaan baik didalam hubungan antar individu maupun didalam kehidupan bermasyarakat, yang berlatar dengan berbagai budaya dan agama. Agar peserta didik dapat berkomunikasi, pembelajaran Bahasa Indonesia haruslah diarahkan untuk membekali
25
peserta didik terampil berkomunikasi baik secara lisan maupun tertulis. Peserta didik perlu dilatih lebih banyak menggunakan bahasa untuk berkomunikasi, tidak hanya dituntut untuk menguasai pengetahuan tentang bahasa. Dalam penelitian ini materi yang akan digunakan adalah materi “Pendidikan” dengan Topik: “Memperingati Hari Pendidikan Nasional” Bab VI semester genap Tahun Pelajaran 2013/2014 dengan SK-KD, Indikator, Materi dan Tujuan Pembelajaran sebagai berikut: Standar Kompetensi: -
Memahami teks melalui membaca intensif, membaca nyaring, dan membaca pantun.
Kompetensi Dasar: -
Menemukan kalimat utama pada tiap paragraf melalui membaca intensif.
Indikator: -
Menemukan kalimat utama pada setiap paragraf.
-
Menulis kata-kata sukar pada paragraf.
Materi: -
Pendidikan dengan topik “Memperingati Hari Pendidikan Nasional”. A. Membaca Sekilas Bacalah teks berikut ini dengan saksama!
26
“Memperingati Hari Pendidikan Nasional” Tepat pada tanggal 2 Mei, guru dan peserta didik SD 08 Kotaraya memperingati Hardiknas. Upacara yang dilaksanakan di halaman sekolah tersebut berjalan dengan tertib. Mengapa tanggal 2 Mei diperingati sebagai Hardiknas? Tahukah kamu bahwa tanggal 2 Mei itu adalah hari lahirnya Ki Hajar Dewantara? Ki Hajar Dewantara adalah salah seorang pahlawan. Beliau berjuang untuk mewujudkan Indonesia merdeka, khususnya dalam hal memajukan pendidikan. Ki Hajar Dewantara mendirikan Perguruan Taman Siswa yang dikhususkan bagi anak-anak orang biasa. Pada masa penjajahan itu, hanya anak para bangsawan dan keturunan Belanda yang boleh bersekolah. Anak orang kebanyakan atau orang biasa sama sekali tidak boleh bersekolah. Sekolah atau Perguruan Taman Siswa maju pesat. Belanda tidak suka melihat hal tersebut. Walaupun mendapat tekanan dari pihak Belanda, Ki Hajar Dewantara, yang dilahirkan dengan nama Raden Mas Suwardi Suryaningrat, tetap kokoh pada pendiriannya untuk memajukan pendidikan bangsa Indonesia. Setelah Indonesia merdeka, Ki Hajar Dewantara diangkat menjadi Menteri Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan RI yang pertama. Ajaran Ki Hajar Dewantara yang terkenal adalah “Ing ngarso sungtulodo, ing madyo mangunkarso, tut wuri handayani.” Artinya, di depan memberi contoh teladan, di tengah
27
membangkitkan semangat, dan di belakang memberi dukungan. Sampai saat ini, kata tut wurihandayani dijadikan semboyan Departemen Pendidikan Nasional. Atas jasa-jasanya kepada bangsa dan negara, maka hari kelahiran Ki Hajar Dewantara ditetapkan sebagai Hari Pendidikan Nasional. Tujuan Pembelajaran: -
Peserta didik dapat menemukan kalimat utama pada paragraf.
-
Peserta didik dapat menjawab pertanyaan yang berhubungan dengan teks.
-
Peserta didik dapat menulis kalimat utama paragraf.
-
Peserta didik dapat menemukan kata-kata sukar dalam setiap paragraf.
3. Metode Pembelajaran SQ3R a. Pengertian Metode Pembelajaran Menurut (Surachmad, 2004:42) metode atau metodik adalah ilmu tentang jalan yang dilalui untuk mengajar anak didik supaya dapat tercapai tujuan belajar dan mengajar. Menurut (Sudjana, 2005:76) metode adalah cara yang dipergunakan guru dalam mengadakan hubungan dengan peserta didik pada saat berlangsung. Menurut (Hidayat, 2005:60 ) metode berasal dari bahasa Yunani “methodos”, yang berarti jalan atau cara. Dalam filsafat dan ilmu pengetahuan, metode diartikan sebagai cara memikirkan dan memeriksa sesuatu hal diartikan sebagai cara memikirkan dan memeriksa sesuatu hal menurut
28
sesuatu rencana tertentu, atau cara melakukan sesuatu. Dalam dunia pengajaran metode diartikan sebagai rencana penyajian bahan yang menyeluruh dengan urutan yang sistematis berdasarkan pendekatan dan strategi tertentu. Selanjutnya, menurut Djamarah dan Zain (2006 : 46). Metode adalah suatu cara yang dipergunakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Berdasarkan beberapa pendapat yang telah dikemukan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa metode adalah merupakan cara atau prosedur yang ditempuh untuk mencapai tujuan tertentu dalam melaksanakan pekerjaan. b. Pengertian Pembelajaran Menurut (Miarso, 2004:545) pembelajaran adalah suatu usaha yang sengaja, bertujuan, dan terkendali agar orang lain belajar atau terjadi perubahan yang relatif menetap pada diri orang lain. Menurut (Lefrancois, 2005:370) pembelajaran (instuction) adalah merupakan persiapan kejadian-kejadian eksternal dalam suatu situasi belajar dalam rangka memudahkan pebelajar belajar, menyimpan (kekuatan mengingat informasi), atau mentransfer pengetahuan dan keterampilan. Menurut Smith dan Ragan (2005 : 4) pembelajaran adalah desain dan pengembangan penyajian informasi dan aktivitas-aktivitas yang diarahkan pada hasil belajar tertentu. Selanjutnya menurut (Walter, 2006:96-97) pembelajaran adalah sebagai intervensi pendidikan yang dilaksanakan dengan tujuan tertentu, bahan atau prosedur yang
29
ditargetkan pada pencapaian tujuan tersebut, dan pengukuran yang menentukan perubahan yang diinginkan pada perilaku. Berdasarkan beberapa pendapat yang dipaparkan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran adalah usaha yang dilakukan oleh guru atau orang dewasa lainnya untuk membuat pebelajar dapat belajar dan mencapai hasil belajar yang maksimal, serta pembelajaran bukan menitik beratkan pada “apa yang dipelajari”, melainkan pada “bagaimana” membuat pebelajar mengalami proses belajar, yaitu caracara yang dilakukan untuk mencapai tujuan yang berkaitan dengan cara mengelola pengorganisasian materi, cara penyampaian pelajaran, dan cara mengelola pembelajaran. c. Pengertian Metode Pembelajaran SQ3R Metode pembelajaran SQ3R ialah metode membaca yang telah diperkenalkan oleh Francis P. Robinson di Universitas Negeri Ohio Amerika Serikat pada tahun 1961. Dalam sistem membaca terlebih dahulu melakukan survei bacaan untuk mendapatkan gagasan umum apa yang akan kita baca lalu dengan mengajukan berbagai pertanyaan pada peserta didik yang jawabannya diharapkan terdapat dalam bacaan sehingga bacaan tersebut lebih mudah dipahami. Menurut (Tarigan, 2008:56-57) metode pembelajaran SQ3R adalah metode membaca yang dapat mengembangkan metakognitif peserta didik, yaitu dengan menugaskan peserta didik untuk membaca bahan belajar secara cermat dan saksama.
30
Karakteristik strategi metode pembelajaran SQ3R dapat digunakan dalam pembelajaran membaca untuk meningkatkan daya ingat dan pemahaman peserta didik terhadap isi bacaan. Metode pembelajaran SQ3R merupakan singkatan dari kata Survey (memeriksa/meneliti), Question (bertanya), Reading (membaca), Recite (menjawab), dan Review (meninjau kembali). Dimana dalam menggunakan metode ini, sebelum membaca peserta didik melakukan survei untuk memperoleh gambaran umum dari suatu bacaan dengan cara melihat bagian permukaan dan akhir. Setelah mensurvei buku dapat dirumuskan beberapa pertanyaan untuk masing-masing peserta didik tentang bacaan tersebut yang diharapkan jawabannya ada di dalam buku. Hal ini, akan membantu dan menuntun peserta didik memahami bacaan. Dengan bekal rumusan pertanyaan-pertanyaan tadi, barulah peserta didik membaca. Pertanyaan tersebut merupakan penentuan yang dapat membantu peserta didik menemukan informasi yang diinginkannya dengan cepat. Menurut (Sutan, 2004:155) metode pembelajaran SQ3R adalah: “Metode pembelajaran yang menggali potensi peserta didik dalam memahami isi bacaan/materi dan membuat pertanyaanpertanyaan serta menjawab pertanyaan yang ada pada isi bacaan, yang hasilnya membuat peserta didik aktif dan fokus untuk belajar”. Menurut Robinson (Khalik, 2008:199) menjelaskan bahwa metode pembelajaran SQ3R adalah: “Salah satu pembelajaran yang aktif, karena metode ini dianggap efektif jika digunakan dalam pengajaran membaca.
31
Penerapan metode pembelajaran SQ3R peserta didik lebih cepat menguasai keseluruhan isi bahan bacaan tersebut dalam waktu yang relatif singkat”. Dapat disimpulkan bahwa metode pembelajaran SQ3R adalah metode pembelajaran yang secara tidak langsung melibatkan peserta didik aktif untuk turut serta dalam proses pembelajaran serta dapat meningkatkan pemahaman peserta didik pada materi, karena dalam pembelajaran peserta didik harus membaca dengan cermat isi bacaan, mencari pertanyaan-pertanyaan yang nantinya akan dijawab oleh peserta didik lain, kemudian peserta didik dapat mencari jawaban dari isi bacaan tersebut, sehingga dengan sendirinya metakognitif peserta didik dapat bekerja secara langsung. d. Kelebihan dan Kelemahan Metode Pembelajaran SQ3R 1) Kelebihan Metode Pembelajaran SQ3R (a) Peserta didik diarahkan untuk terbiasa berpikir terhadap bahan bacaan sehingga peserta didik menjadi lebih aktif dan terlatih untuk bisa membuat pertanyaan. (b) Peserta didik berusaha untuk memikirkan jawaban-jawaban dari pertanyaan yang terdapat dalam isi bacaan atau teks tersebut. (c) Peserta didik dapat bekerjasama dalam kelompoknya untuk saling bertukar pendapat dalam memahami konsep materi yang disajikan dalam uraian teks. (d) Dengan mensurvei buku terlebih dahulu, peserta didik akan mengenal organisasi tulisan dan memperoleh kesan umum dari
32
buku. Hal ini akan mempercepat pemahaman terhadap buku tersebut. (e) Pertanyaan-pertanyaan yang telah disusun tentang apa yang peserta didik baca akan membangkitkan keingintahuan dan membantu peserta didik untuk membaca dengan tujuan mencari jawaban-jawaban yang penting, serta akhirnya akan meningkatkan pemahaman dan mempercepat penguasaan seluruh isi buku. (f) Dapat melakukan kegiatan membaca secara lebih cepat karena dipandu oleh langkah-langkah sebelumnya, yaitu mensurvei buku dan menyusun pertanyaan bacaan. (g) Catatan-catatan tentang buku yang dibaca dapat membantu peserta didik memahami secara cepat dan membantu ingatan peserta didik. Mencatat fakta-fakta serta ide-ide yang penting akan menanamkan kesan yang mendalam pada ingatan peserta didik. (h) Melalui langkah terakhir, yaitu review atau mengulangi/meninjau ulang peserta didik akan memperoleh penguasaan bulat, menyeluruh atas bahan yang mereka baca. 2) Kelemahan Metode Pembelajaran SQ3R a) Alokasi waktu yang digunakan untuk memahami sebuah teks dengan metode pembelajaran SQ3R tidak banyak dengan mempelajari teks biasa.
33
b) Peserta didik sulit dikondisikan (ramai) saat berdiskusi dengan teman sebangkunya dalam mempelajari teks materi pelajaran. c) Guru akan mengalami kesulitan dalam mempersiapkan buku bacaan untuk masing-masing peserta didik jika tidak semua peserta didik memiliki buku bacaan. Tetapi kelemahan dalam penggunaan metode ini dapat tertutupi dengan cara: a) Guru terlebih dahulu mempersiapkan materi yang sesuai dengan waktu pada penerapan metode SQ3R. b) Guru memisahkan peserta didik yang dianggap sulit diatur dalam kelompok lain. c) Guru harus bisa untuk memberikan kegiatan yang lebih menantang, sehingga peserta didik fokus untuk berpikir serta aktif pada setiap kelompok. d) Sebelum mengajar guru menyiapkan bahan ajar sesuai yang diperlukan pada saat pengajaran. Alokasi waktu yang diperlukan untuk memahami sebuah teks dengan metode pembelajaran SQ3R, tidak banyak berbeda dengan mempelajari teks secara biasa. Akan tetapi, hasil pembelajaran peserta didik dengan penerapan metode pembelajaran SQ3R dapat diharapkan lebih memuaskan, karena dengan metode ini peserta didik menjadi pembaca aktif dan terarah langsung pada intisari atau kandungan pokok yang tersirat dan tersurat dalam teks.
34
e. Langkah-langkah Metode Pembelajaran SQ3R Burns (Khalik, 2008:14) metode pembelajaran SQ3R yang diadaptasi dari buku Teaching In Todays Elementary School memaparkan beberapa langkah-langkah yang perlu diperhatikan dalam mempraktekkan/menerapkan metode pembelajaran SQ3R, yaitu: 1) “Survey (memeriksa dan meneliti): Langkah pertama: dalam melakukan aktivitas survey, guru perlu membantu dan mendorong peserta didik untuk memeriksa atau meneliti secara singkat seluruh struktur teks. Tujuannya adalah agar peserta didik mengetahui panjangnya teks, judul, bagian (heading) dan judul sub bagian (subheading), istilah dan kata kunci, dan sebagainya. Dalam melakukan survey, peserta didik dianjurkan menyiapkan pensil, kertas, dan alat pembuat ciri (berwarna kuning, hijau, dan warna lainnya) seperti stabilo untuk menandai bagian-bagian tertentu. Bagian-bagian penting dan akan dijadikan bahan pertanyaan, perlu ditandai untuk memudahkan proses penyusunan daftar pertanyaan pada langkah selanjutnya. 2) Question (bertanya): Langkah kedua: guru sebaiknya memberi petunjuk atau contoh kepada para peserta didik untuk menyusun pertanyaan-pertanyaan yang jelas, singkat, dan relevan dengan bagian-bagian teks yang telah ditandai pada langkah pertama. Jumlah pertanyaan tergantung pada panjang pendeknya teks, dan kemampuan peserta didik dalam memahami teks yang sedang dipelajari. Jika teks yang sedang dipelajari peserta didik berisi hal-hal yang sebelumnya sudah diketahui, mereka hanya perlu membuat beberapa pertanyaan. Sebaliknya, apabila latar belakang pengetahuan peserta didik tidak berhubungan dengan isi teks, maka perlu menyusun pertanyaan sebanyakbanyaknya. 3) Read (membaca): Langkah ketiga: guru sebaiknya menyuruh peserta didik untuk membaca secara aktif dalam rangka mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang telah tersusun. Dalam hal ini, membaca secara aktif juga berarti membaca yang difokuskan pada paragraf-paragraf yang diperkirakan mengandung jawaban-jawaban yang diperkirakan relevan dengan pertanyaan tadi.
35
4) Recite (mengkomunikasikan setiap jawaban yang telah ditemukan): Langkah keempat: sebaiknya guru mengarahkan peserta didik menyebutkan lagi jawaban-jawaban atas pertanyaan yang telah tersusun. Peserta didik dilatih untuk tidak membuka catatan jawaban. Jika sebuah pertanyaan tidak terjawab, peserta didik tetap disuruh menjawab pertanyaan berikutnya. Demikian seterusnya, hingga seluruh pertanyaan, termasuk yang belum terjawab, dapat diselesaikan dengan baik. 5) Review (mengulangi/meninjau ulang): Pada langkah kelima, langkah terakhir (review): guru mengarahkan peserta didik meninjau ulang seluruh pertanyaan dan jawaban secara singkat. Pada tahap ini peserta didik diarahkan membaca kembali teks untuk meninjau atau menyempurnakan seluruh jawabannya, jawaban yang belum tuntas pada tahap sebelumnya, dibahas oleh peserta didik melalui bimbingan guru”. Survey (mengamati dan meneliti)
Kesimpulan
Review (mengulang)
Question (bertanya)
Read (membaca)
Recite (mengkomunikasikan)
Gambar 1 Grafik Langkah-langkah Metode Pembelajaran SQ3R
36
4. Membaca a. Pengertian Membaca Menurut (Tarigan, 2008:32) membaca adalah suatu proses yang dilakukan serta dipergunakan oleh pembaca untuk memperoleh pesan yang hendak disampaikan oleh penulis, melalui kata-kata atau bahan tulis dan memetik serta memahami arti yang terkandung didalam bahan yang tertulis. Menurut (Amir, 2006:2) membaca adalah usaha memahami bacaan sebaik-baiknya. Jika teks yang dilafalkan maka pembelajarannya jelas dan fasih, tepat informasi dan penjedaannya, sehingga komunikatif dengan pendengar, dan juga ditandai oleh suatu pemahaman teks. Menurut (Hodgson, 2008:43-44) membaca adalah suatu proses yang dilakukan serta dipergunakan oleh pembaca untuk memperoleh pesan, yang hendak disampaikan oleh penulis melalui media katakata/bahasa tulis. Suatu proses yang menuntut agar kelompok kata yang merupakan suatu kesatuan akan terlihat dalam suatu pandangan sekilas dan makna kata-kata secara individual akan dapat diketahui. Kalau hal ini tidak terpenuhi, pesan yang tersurat dan yang akan tersirat tidak akan tertangkap atau dipahami, dan proses membaca itu tidak terlaksana dengan baik. Menurut (Soedarsono, 2010:4) mengemukakan bahwa membaca adalah aktivitas yang kompleks dengan mengarahkan sejumlah besar
37
tindakan yang terpisah-pisah, meliputi: orang harus menggunakan pengertian, khayalan, dan mengamati dan mengingat-ingat. Berdasarkan beberapa pendapat yang diuraikan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa membaca adalah proses berpikir yang termasuk didalamnya memahami, menceritakan, menafsirkan arti dari lambang-lambang tertulis dengan melibatkan penglihatan, gerak mata, pembicaraan batin, dan ingatan. Serta memahami pola-pola bahasa dari gambaran tertulisnya. b. Proses Membaca Pada hakikatnya, aktivitas membaca terdiri dari dua bagian, yaitu membaca sebagai proses dan membaca sebagai produk. Membaca sebagai proses mengacu pada aktivitas fisik dan mental. Sedangkan membaca sebagai produk mengacu pada konsekuensi dari aktivitas yang dilakukan pada saat membaca. Proses membaca sangat kompleks dan rumit karena melibatkan beberapa aktivitas, baik berupa kegiatan fisik maupun kegiatan mental. Proses membaca terdiri dari beberapa aspek. Aspek-aspek tersebut adalah sebagai berikut: 1) Aspek sensori, yaitu kemampuan untuk memahami simbol-simbol tertulis. 2) Aspek perseptual, yaitu kemampuan untuk menginterpretasikan apa yang dilihat sebagai simbol. 3) Aspek skemata, yaitu kemampuan menghubungkan informasi tertulis dengan struktur pengetahuan yang telah ada.
38
4) Aspek berpikir, yaitu kemampuan membuat inferensi dan evaluasi dari materi yang dipelajari. 5) Aspek afektif, yaitu aspek yang berkenaan dengan minat pembaca yang berpengaruh terhadap kegiatan membaca. c. Jenis-jenis Membaca Menurut (Tarigan, 2008:56) berdasarkan cara membaca, membaca dibedakan menjadi: 1) Membaca bersuara (membaca nyaring), yaitu membaca yang dilakukan dengan bersuara, biasanya dilakukan oleh kelas tinggi/besar. Sebenarnya apabila kita berpegang pada batasanbatasan tentang membaca, semua perbuatan membaca tentu saja didengar orang lain. Perbedaannya terletak pada persoalan berapa jauh suara bacaan dapat didengar orang lain. Istilah membaca keras maksudnya membaca dengan suara nyaring. Oleh karena itu, ada istilah “membaca nyaring”. Mengapa harus bersuara keras atau nyaring karena perlu didengar oleh orang lain. Biarpun membaca untuk diri sendiri, bagi anak kelas I mempunyai kebiasaan keras atau nyaring. Tujuan membaca keras agar guru dan kawan sekelas dapat menyimak. Dengan menyimak guru dapat memperbaiki bacaan peserta didik. Pelaksanaan membaca keras bagi peserta didik SD dilakukan seperti berikut: (a) Membaca klasikal, yaitu membaca yang dilakukan secara bersamasama dalam satu kelas. Membaca klasikal biasanya dilaksanakan di
39
kelas I. Dengan tujuan supaya peserta didik yang belum lancar membaca bisa menirukannya lebih dahulu. (b) Membaca berkelompok, yaitu membaca yang dilakukan oleh sekelompok peserta didik dalam satu kelas. Biasanya dilakukan secara berderet. Satu deret dijadikan satu kelompok. Dengan membaca kelompok guru dapat memperhatikan lebih serius (khusus) peserta didik yang sudah lancar membaca ataupun yang belum lancar membaca biasanya cenderung diam (tidak menirukan). (c) Membaca perorangan, yaitu membaca yang dilakukan secara individu. Membaca perorangan diperlukan keberanian peserta didik dan mudah dikontrol oleh guru. Biasa dilaksanakan untuk mengadakan penilaian. 2) Membaca dalam hati, membaca dalam hati yaitu membaca dengan tidak mengeluarkan kata-kata atau suara. Dengan membaca dalam hati peserta didik dapat lebih berkonsentrasi, sehingga lebih dapat memahami isi yang terkandung dalam sebuah bacaan. Tidak semua peserta didik dapat membaca dalam hati. Membaca dalam hati peserta didik tetap dilakukan dengan membaca bersuara atau membaca secara berbisik-bisik. Tidak dapat dilaksanakan secara sempurna. Khusus kelas I dan kelas II SD tidak ada pembelajaran membaca dalam hati. Kelas III-IV SD dapat dilatih membaca dengan suara berbisik-bisik. Sedangkan kelas V-VI SD dapat membaca dalam hati
40
secara lebih baik. Tujuan pembelajaran membaca dalam hati agar peserta didik dapat: a) Berkonsentrasi fisik dan mental. Konsentrasi fisik maksudnya peserta didik (pembaca) dapat bebas sikap duduknya. Pandangan mata teramat pada seluruh kalimat yang akan dibaca sebelum mengucapkan (dalam hati) kalimat tersebut. Konsentrasi mental yaitu memerlukan ekstra penilaian. b) Membaca secepat-cepatnya. Membaca cepat diperlukan konsentrasi yang cukup maksimal, selain memahami isi diperlukan pemahaman yang cukup spontanitas, serta untuk membaca cepat hanya inti dari isi bacaan yang akan diperlukan. c) Memahami isi. Memahami isi diperlukan konsentrasi yang maksimal, Pemikiran kita harus tertuju pada bacaan yang sedang dihadapi. Tidak boleh membaca dengan pemikiran yang gundah dan kacau. Hasilnya pasti tidak maksimal, bahkan sering terjadi melamun, membayangkan apa yang ada pada angan-angan. d) Menghayati isi. Apabila latihan membaca dilaksanakan akan dapat menimbulkan suasana demonstratif dari para peserta didik untuk lekas dapat menghayati isi serta mengungkapkan kembali isi bacaan. Pemahaman isi tidak melalui pendengaran terlebih dahulu.
41
e) Mengungkapkan kembali isi bacaan. Membaca dengan berkonsentrasi akan lebih terkondisi akan menarik minat para peserta didik agar lekas mengetahui atau memahami isi bacaan. 3) Menurut (Amir, 2006:28) membaca teknik, yaitu hampir sama dengan membaca keras. Pembelajaran membaca teknik meliputi pembelajaran membaca dan pembelajaran membacakan. Membaca teknik lebih formal, mementingkan kebenaran pembaca serta ketetapan intonasi dan jeda. Dengan mengacu pada pelafalan yang standar, kegiatan membaca teknik langsung memasuki kegiatan pembaca berita, pengumuman, ceramah, pidato, dan sebagainya. d. Tujuan Membaca Membaca hendaknya mempunyai tujuan, karena seseorang yang membaca dengan suatu tujuan, cenderung lebih memahami dibandingkan dengan orang yang tidak mempunyai tujuan. Dalam kegiatan membaca di kelas, guru seharusnya menyusun tujuan membaca dengan menyediakan tujuan khusus yang sesuai atau dengan membantu mereka menyusun tujuan membaca peserta didik itu sendiri. Pembelajaran membaca dimaksudkan agar peserta didik dapat membaca untuk keperluan diri sendiri dan untuk keperluan peserta didik yang lain. Pembaca lebih bertanggung jawab kepada lagu dan lafal. Tetapi kurang bertanggung jawab akan isi bacaan. Yang lebih baik akan isi
42
bacaan ialah pendengar atau para pendengarnya. Membaca teknik ialah cara membaca yang mencakup sikap, dan intonasi bahasa. (Depdiknas, 2002:44) latihan-latihan yang diperlukan dalam membaca teknik, yaitu sebagai berikut : 1) 2) 3) 4)
Latihan membaca di tempat duduk. Latihan membaca di depan kelas. Latihan membaca di mimbar. Latihan membacakan.
e. Manfaat Membaca Selain fungsi tersebut di atas, kegiatan membaca mendatangkan berbagai manfaat, antara lain sebagai berikut: 1) Memperoleh banyak pengalaman hidup. 2) Memperoleh pengetahuan umum dan berbagai informasi tertentu yang sangat berguna bagi kehidupan. 3) Mengetahui berbagai peristiwa besar dalam peradaban dan kebudayaan suatu bangsa. 4) Dapat mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi mutakhir didunia. 5) Dapat mengayakan batin, memperluas cakrawala pandang dan pikir, meningkatkan taraf hidup, dan budaya keluarga, masyarakat, nusa dan bangsa. 6) Dapat memecahkan berbagai masalah kehidupan, dapat mengantarkan seseorang menjadi cerdas dan pandai.
43
7) Dapat memperkaya perbedaan kata, ungkapan, istilah, dan lain-lain yang sangat menunjang keterampilan menyimak, berbicara dan menulis. 8) (Amir, 2006:6) mempertinggi potensialitas setiap pribadi dan mempermantap desistensi, dan lain-lain. B. Penelitian yang Relevan Ada beberapa penelitian yang telah mengkaji tentang metode pembelajaran SQ3R, beberapa diantaranya adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang dilakukan oleh Muhammad Karwapi pada tahun 2012 dengan judul “Penerapan Metode Pembelajaran SQ3R Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Bahasa Indonesia Pada Materi Membaca Peserta Didik Kelas IV SDN-06 Buttue Kabupaten Barru Tahun Pelajaran 2011/2012”. Hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa: hasil penelitiannya dengan penerapan metode pembelajaran SQ3R dapat meningkatkan hasil belajar Bahasa Indonesia karena pada siklus I rata-rata nilai hasil tes mencapai 61,79% dan pada siklus II meningkat menjadi 79,69%. Penelitian lain pernah dilakukan oleh Trihastuti Lisange pada tahun 2011 dengan judul “Penerapan Metode Pembelajaran SQ3R Untuk Meningkatkan Kemampuan Membaca Pemahaman Peserta Didik Kelas IV SDN Mayang I Kecamatan Cisalak Kabupaten Subang Tahun Pelajaran 2010/2011. Ia menyimpulkan bahwa: hasil penelitiannya dengan penerapan metode pembelajaran SQ3R dapat meningkatkan kemampuan membaca pemahaman karena pada siklus I rata-rata nilai hasil tes pengamatan adalah
44
55,56%, siklus II meningkat menjadi 63,89% dan pada siklus III lebih meningkat menjadi 82,22%. Dapat disimpulkan bahwa penelitian ini berbeda dengan penelitian yang sudah ada, namun penelitian ini memiliki kesamaan karena sama-sama menerapkan metode pembelajaran SQ3R. Metode pembelajaran dalam penelitian ini digunakan untuk mengetahui aktivitas belajar dan untuk meningkatkan hasil belajar Bahasa Indonesia peserta didik kelas IV SDN-5 Panarung. Salah satu metode pembelajaran yang dapat memperbaiki aktivitas dan untuk meningkatkan hasil belajar Bahasa Indonesia peserta didik yaitu dengan menerapkan metode pembelajaran SQ3R adalah salah satu solusi untuk memperbaiki aktivitas belajar peserta didik di dalam kelas terutama pada mata pelajaran Bahasa Indonesia pada materi pendidikan. Pembelajaran Bahasa Indonesia dengan penerapan metode pembelajaran SQ3R akan melibatkan peserta didik untuk dapat bekerjasama dengan teman kelompoknya dan berinteraksi dengan kelompok lain, memiliki rasa tanggung jawab yang besar terhadap anggota kelompoknya, berpikir secara aktif karena masing-masing peserta didik mencari sebuah kalimat pada setiap paragraf untuk membuat beberapa pertanyaan yang akan dijawab oleh peserta didik lain, fokus terhadap pertanyaan yang diajukan oleh peserta didik lain, serta mengkomunikasikan setiap jawaban yang ditemukan. Sehingga secara tidak langsung kegiatan ini dapat memperbaiki aktivitas dan
45
untuk meningkatkan hasil belajar peserta didik pada mata pelajaran Bahasa Indonesia peserta didik kelas IV SDN-5 Panarung. C. Kerangka Berpikir Menurut (Arikunto, 2006:70) menyatakan bahwa kerangka berpikir adalah suatu titik tolak pemikiran yang kebenarannya diterima oleh penyelidik. Sedangkan menurut Uma (Sugiyono, 2010:60) mengemukakan bahwa kerangka berpikir merupakan model konseptual tentang bagaimana teori berhubungan dengan berbagai faktor yang telah didefinisikan sebagai masalah yang penting. (Muhamad, 2009:75) mengemukakan bahwa kerangka berpikir adalah gambaran mengenai hubungan antar variabel dalam suatu penelitian, yang diuraikan oleh jalan pikiran menurut kerangka logis. Sedangkan menurut (Riduwan, 2004:25) kerangka berpikir adalah dasar pemikiran dari penelitian yang disentesiskan dari fakta-fakta, observasi dan telaah penelitian. Kerangka berpikir memuat teori, dalil atau konsep-konsep yang akan dijadikan dasar dalam penelitian. D. Hipotesis Tindakan Menurut Good dan Scates (2009 : 25). Hipotesis adalah sebuah tafsiran atau referensi yang dirumuskan serta diterima untuk sementara yang dapat menerangkan fakta-fakta yang diamati ataupun petunjuk-petunjuk untuk langkah-langkah selanjutnya. Menurut (Hartono, 2011:27) mengemukakan bahwa hipotesis adalah penjelasan sementara tentang suatu tingkah laku, gejala-gejala, atau kejadian
46
tertentu yang telah terjadi atau akan terjadi. Hipotesis merupakan rumusan jawaban sementara yang harus diuji kebenarannya dengan data yang dianalisis data kegiatan penelitian. Berdasarkan pendapat tersebut di atas, maka dapat diketahui hipotesis dalam penelitian ini ada 2, anggapan suatu penelitian dimana kebenarannya masih harus diuji terlebih dahulu yaitu: 1. Aktivitas belajar Bahasa Indonesia sudah mengalami perbaikan dan terlihat lebih aktif dengan penerapan metode pembelajaran SQ3R pada peserta didik kelas IV SDN-5 Panarung Tahun Pelajaran 2013/2014. 2. Ada peningkatan hasil belajar Bahasa Indonesia melalui penerapan metode pembelajaran SQ3R peserta didik kelas IV SDN-5 Panarung Tahun Pelajaran 2013/2014.