BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pengertian Model Pembelajaran Menurut Nana Sudjana (1989), “Belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan tingkah pada diri seseorang. Perubahan sebagai hasil dari proses belajar dapat ditunjukkan dalam berbagai bentuk seperti berubah pengetahuan, pemahaman, sikap dan tingkah laku, keterampilan, kecakapan, kebiasaan, serta perubahan aspek-aspek lain yang ada pada individu yang belajar”. Model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas atau pembelajaran dalam tutorial dan untuk menentukan perangkat-perangkat pembelajaran termasuk didalamnya buku-buku, film, komputer, kurikulum. (Joyce, 1992: 4). Menurut Soekamto, (dalam Nurulwati, 2000: 10) mengemukakan model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan aktivitas belajar menhajar. Pembelajaran diartikan sebagai suatu usaha penciptaan sistem lingkungan yang memungkinkan terjadinya proses belajar. Belajar adalah proses aktif siswa dalam membangun/memproduksi pengetahuan dengan cara menghubungkan pengetahuan yang dimiliki dan yang akan dipelajari. Menurut Cory (1986) dalam Syaiful Sagala (2005:61), menyebutkan “Pembelajaran adalah suatu proses dimana lingkungan seseorang secara disengaja di kelola untuk memungkinkan Ia turut serta dalam tingkah laku tertentu dalam kondisi-kondisi khusus atau menghasilkan respon terhadap situasi tertentu, pembelajaran merupakan subset khusus dari pendidikan.“ Menurut Royce-Joyce (1996)
dalam
Frederico
Mayor
(2006:13),
mengatakan
bahwa
model
pembelajaran adalah suatu deskripsi pembelajaran yang di dalamnya mengandung sintak/langkah-langkah. 6
7
Dalam Ngalim Purwanto. 1990, Hilgard dan Bower dalam bukunya Theoris of Learning (1975) mengemukakan. “Belajar berhubungan dengan perubahan tingkah laku seseorang terhadap sesuatu situasi tertentu yang disebabkan oleh pengalamannya yang berulang-ulang dalam situasi itu, dimana perubahan tingkah laku itu tidak dapat dijelaskan atau dasar kencendrungan respon pembawaan, kematangan, dan keadaan-keadaan sesaat seseorang (misalnya kelelahan, pengaruh obat, dan sebagainya).” Dalam Udin. S.Winaputra 2008, Fontana (1981) mengartikan bahwa belajar adalah suatu proses perubahan yang relatif tetap dalam perilaku individu sebagai hasil dari pengalaman. Bower dan Hilgrad (1981), bahwa belajar mengacu pada perubahan perilaku atau potensi individu sebagai hasil dari pengalaman dan perubahan tidak disebabkan oleh insting, kematangan, atau kelelahan, dan kebiasaan. Berdasarkan definisi-definisi yang dikemukakan oleh para ahli diatas, jelas bahwa belajar harus memungkinkan perubahan tingkah laku pada diri individu, perubahan ini menyangkut aspek pengetahuan, sikap, dan keterampilan. Perubahan ini terjadi melalui latihan atau pengalaman yang dilakukan secara berulang-ulang oleh individu, dalam arti perubahan-perubahan yang disebabkan oleh pertumbuhan atau kematangan tidak sebagai hasil belajar (seperti perubahanperubahan yang terjadi pada seorang bayi). Perubahan yang dialami oleh individu harus relatif tetap, harus merupakan akhir dari suatu periode yang cukup panjang, ini berarti kita harus menngeyampingkan perubahan-perubahan tingkah laku yang disebabkan oleh motivasi, kelelahan, adaptasi, ketajaman perhatian atau kepekaan seseorang yang biasanya hanya berlangsung sementara. Berdasarkan beberapa pendapat Ahli mengenai model pembelajaran di atas peneliti mengambil kesimpulan bahwa model pembelajaran adalah suatu proses belajar yang tersusun secara sistematis sehingga tercipta perubahan perilaku individu yang baik dan menciptakan pembelajaran yang aktif di dalam kelas yaitu antara guru dan siswa terjadi umpan balik sehingga tujuan pembelajaran tercapai. Dengan demikian pembelajaran adalah setiap kegiatan yang dirancang oleh guru untuk membantu atau memfasilitasi siswa dalam
8
mempelajari atau mengalami suatu kemampuan dan atau nilai yang baru dalam suatu proses yang sistematis melalui tahap rancangan, pelaksanaan, dan evaluasi dalam konteks kegiatan belajar mengajar. 2.1.2 Pengertian Model Pembelajaran Snowball Throwing Model Pembelajaran Snowball Throwing melatih siswa untuk lebih tanggap menerima pesan dari orang lain, dan menyampaika pesan tersebut kepada temannya dalam satu kelompok. Lemparan pertanyaan yang menggunakan kertas berisi pertanyaan yang diremas menjadi sebuah bola kertas lalu dilemparlemparkan kepada siswa lain. Siswa yang mendapat bola kertas lalu membuka dan menjawab pertanyaannya. Pembelajaran dengan metode Snowball Throwing merupakan salah satu modifikasi dari teknik bertanya yang menitik beratkan pada kemampuan merumuskan pertanyaan yang dikemas dalam sebuah permainan yang menarik yaitu saling melemparkan bola salju (Snowball Throwing) yang berisi pertanyaan kepada sesama teman. Model yang dikemas dalam sebuah permainan ini membutuhkan kemampuan yang sangat sederhana yang bisa dilakukan oleh hampir semua siswa dalam mengemukakan pertanyaan sesuai dengan materi yang dipelajarinya. Pembelajaran dengan model Snowball Throwing, menggunakan tiga penerapan pembelajaran antara lain: pengetahuan dibangun sedikit demi sedikit yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas melalui pengalaman nyata, pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa diharapkan bukan hasil mengingat seperangkat fakta-fakta, tetapi hasil dari menemukan sendiri (inquiry), pengetahuan
yang
dimiliki
seseorang,
selalu
bermula
dari
“bertanya”
(questioning) dari bertanya siswa dapat menggali informasi, mengkonfirmasikan apa yang sudah diketahui dan mengarahkan perhatian pada aspek yang belum diketahui. Di dalam metode pembelajaran Snowball Throwing, strategi memperoleh dan pendalaman pengetahuan lebih diutamakan dibandingkan seberapa banyak siswa memperoleh dan mengingat pengetahuan tersebut.
9
2.1.3 Kelebihan Model Pembelajaran Snowball Throwing 1. Melatih kesiapan siswa dalam merumuskan pertanyaan dengan bersumber pada materi yang diajarkan serta saling memberikan pengetahuan. 2. Siswa lebih memahami dan mengerti secara mendalam tentang materi pelajaran yang dipelajari. Hal ini disebabkan karena siswa mendapat penjelasan dari teman sebaya yang secara khusus disiapkan oleh guru serta mengerahkan penglihatan, pendengaran, menulis dan berbicara mengenai materi yang didiskusikan dalam kelompok. 3. Dapat membangkitkan keberanian siswa dalam mengemukakan pertanyaan kepada teman lain maupun guru. 4. Melatih siswa menjawab pertanyaan yang diajukan oleh temannya dengan baik. 5. Merangsang siswa mengemukakan pertanyaan sesuai dengan topik yang sedang dibicarakan dalam pelajaran tersebut. 6. Dapat mengurangi rasa takut siswa dalam bertanya kepada teman maupun guru. 7. Siswa akan lebih mengerti makna kerjasama dalam menemukan pemecahan suatu masalah. 8. Siswa akan memahami makna tanggung jawab. 9. Siswa akan lebih bisa menerima keragaman atau heterogenitas suku, sosial, budaya, bakat dan intelegensia. 10. Siswa akan terus termotivasi untuk meningkatkan kemampuannya.
2.1.4 Kekurangan Model Pembelajaran Snowball Throwing 1. Pengetahuan tidak luas hanya berkutat pada pengetahuan sekitar siswa saja. 2. tidak efektif. (Sumber: Syaifullah, 2009).
10
2.1.5 Langkah-langkah Model Pembelajaran Snowball Throwing Menurut (Kisworo, dalam Mukhtari, 2010: 6) langkah-langkah model pembelajaran snowball throwing adalah sebagai berikut: 1. Guru menyampaikan materi yang akan disampaikan. 2. Guru membentuk kelompok-kelompok dan memanggil masing-masing ketua kelompok untuk memberikan penjelasan tentang materi. 3. Masing-masing ketua kelompok kembali ke kelompoknya masing-masing, kemudian menjelaskan materi yang disampaikan oleh guru kepada temannya. 4. Kemudian masing-masing siswa diberikan satu lembar kertas kerja, untuk menuliskan satu pertanyaan apa saja yang menyangkut materi yang sudah dijelaskan oleh ketua kelompok. 5. Kemudian kertas tersebut dibuat seperti bola dan dilempar dari satu siswa ke siswa yang lain selama ± 15 menit. 6. Setelah siswa dapat satu bola/satu pertanyaan diberikan kesempatan kepada siswa untuk menjawab pertanyaan yang tertulis dalam kertas berbentuk bola tersebut secara bergantian. 7. Evaluasi. 8. Penutup.
2.1.6 Pengertian Hasil Belajar Menurut Dimyati dan Mudjiono (dalam Dalyana. S, 2011), hasil belajar merupakan hal yang dapat dipandang dari dua sisi yaitu sisi siswa dan dari sisi guru. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan tingkat perkembangan mental yang lebih baik bila dibandingkan pada saat sebelum belajar. Tingkat perkembangan mental tersebut terwujud pada jenis-jenis ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Sedangkan dari sisi guru, hasil belajar merupakan saat terselesaikannya bahan pelajaran. Menurut Sudjana (1990:22), “hasil belajar merupakan kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajar”. Menurut Bloom dalam jihad (2009: 14) tiga ranah (domain) hasil belajar yaitu kognitif, afektif, dan
11
psikomotorik. Dapat kita simpulkan bahwa hasil belajar pencapaian bentuk perubahan perilaku yang cenderung menetap dari ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik dari proses belajar yang dilakukan dalam waktu tertentu. Bloom dalam Jihad (2008:14) berpendapat bahwa hasil belajar dapat dikelompokkan ke dalam dua macam yaitu pengetahuan dan keterampilan. Hasil belajar adalah kemampuan yang diperoleh anak setelah melalui kegiatan belajar (Abdurahman dalam jihad, 2008:14). Belajar itu sendiri merupakan suatu proses dari seseorang yang berusaha untuk memperoleh suatu bentuk perubahan perilaku yang relatif menetap. Dalam kegiatan pembelajaran atau kegiatan intruksional, biasanya guru menetapkan tujuan belajar. Siswa yang berhasil dalam belajar adalah yang berhasil mencapai tujuan-tujuan pembelajaran atau instruksional. Individu yang sedang belajar pada akhirnya akan memperoleh hasil dari apa yang telah dipelajari selama proses belajar. Sebagai contoh individu yang sebelumnya tidak tahu menjadi tahu, dari tidak mengerti menjadi mengerti, hasil yang diperoleh ini yang disebut hasil belajar. Hasil belajar ini digunakan oleh guru untuk dijadikan ukuran atau kriteria dalam mencapai suatu tujuan pendidikan. Hal ini dapat tercapai apabila siswa sudah memahami belajar dengan diiringi oleh perubahan tingkah laku yang lebih baik lagi. Berdasarkan teori Taksonomi Bloom (dalam Cece Rahmat, 2001) hasil belajar dalam rangka studi dicapai melalui tiga kategori ranah antara lain adalah sebagai berikut: 1. Ranah Kognitif Berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari 6 aspek yaitu pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis dan penilaian. 2. Ranah Afektif Berkenaan dengan sikap dan nilai. Ranah afektif meliputi lima jenjang kemampuan yaitu menerima, menjawab atau reaksi, menilai, organisasi dan karakterisasi dengan suatu nilai atau kompleks nilai. 3. Ranah Psikomotor
12
Meliputi keterampilan motorik, manipulasi benda-benda, koordinasi neuromuscular (menghubungkan, mengamati).
Berdasarkan pengertian hasil belajar yang dikemukakan diatas, jelas bahwa dalam proses belajar yang dilakukan oleh individu pada akhirnya akan mempeoleh hasil. Hasil yang diperoleh siswa berupa perubahan kearah yang lebih baik seperti dari sebelumnya ia tidak tahu menjadi tahu setelah individu tersebut mengalami proses belajar. Perubahan yang diperoleh individu setelah belajar berupa perubahan pengetahuan, sikap dan ketrampilan. Bloom menjelaskan hasil belajar yang diperoleh individu meliputi aspek koginitif, afektif, dan psikomotorik sehingga dalam merancang pembelajaran harus mengembangkan semua aspek yaitu kognitif, afektif dan psikomotorik tidak hanya aspek kognitif. Menurut Nana Sudjana (1989) terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi hasi belajar yaitu : a. Faktor Internal adalah kemampuan yang dimilikinya, motivasi dan perhatian, usaha, kebiasaan, motivasi dan kecerdasaan. 1. Aspek Fisiologis Meliputi kondisi fisik yang normal (panca indera, anggota tubuh) dengan keadaan yang baik seperti ini akan memudahkan siswa dalam menerima informasi yang diberikan. 2. Aspek Psikologis Meliputi segala hal yang berkaitan dengan kondisi mental seseorang (kecerdasan, sikap, motivasi, minat) Kondisi mental yang dapat menunjang keberhasilan belajar adalah kondisi mental yang mantap dan stabil. b. Faktor Eksternal, dalam proses pendidikan dan pengajaran dapat dibedakan menjadi tiga lingkungan, yaitu lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, dan lingkungan masyarakat.
13
Berdasarkan ketiga lingkungan tersebut yang paling besar pengaruhnya terhadap proses dan hasil belajar siswa dalam proses belajar mengajar adalah lingkungan sekolah seperti guru, sarana belajar, kurikulum, teman-teman sekelas, disiplin dan peraturan sekolah, administrasi atau manajemen, dan lain-lain. Unsur lingkungan sekolah yang telah disebutkan pada hakikatnya berfungsi sebagai lingkungan belajar siswa, yaitu lingkungan tempat siswa berinteraksi sehingga menimbulkan kegiatan belajar pada dirinya. Dalam proses belajar individu tentunya akan mnghasilkan output yang disebut hasil belajar, dalam proses belajarnya tentu ada faktor-faktor yang mempengaruhi belajar yang akan berdampak terhadap hasil belajar yang diperoleh individu. Menurut Slameto (2010), faktor-faktor yang mempengaruhi belajar ada dua yakni faktor intern dan faktor ekstern. Faktor interen meliputi faktor jasmaniah (kesehatan dan cacat tubuh), faktor psikologis (intelegensi, perhatian, minat, motif, kesiapan), dan faktor kelelahan. Sedangkan faktor eksteren meliputi faktor lingkungan keluarga (cara mendidik orang tua, suasana keluarga, keadaan ekonomi), faktor lingkungan sekolah (metode mengajar, kurikulum, disipllin sekolah, alat pelajaran, metode belajar) dan faktor masyarakat (kegiatan siswa dalam masyarakat, teman bergaul). Berdasarkan penjelasan Nana Sudjana diatas faktor lingkungan sekolah merupakan faktor yang sangat berpengaruh dalam proses dan hasil belajar karena di lingkungan berfungsi sebagai lingkungan belajar siswa, yaitu lingkungan tempat siswa berinteraksi sehingga menimbulkan kegiatan belajar pada dirinya. Lingkungan sekolah disini seperti guru, sarana belajar, pembelajaran, temanteman dan lain-lain, yang paling utama adalah pembelajaran yang dilakukan dikelas. Apabila pembelajaran yang dilakukan tidak dapat menarik perhatian dan motivasi untuk mempelajari materi yang disajikan maka akan berdampak buruk pada hasil belajar yang diperoleh siswa. Menurut penjelasan Slameto salah satu faktor yang mempengaruhi belajar adalah faktor sekolah, didalam faktor sekolah ada metode, kurikulum, alat pelajaran, dan lain-lain.
14
Menurut peneliti Pembelajaran yang memungkinkan adanya perolehan hasil belajar yang baik yaitu dengan pembelajaran yang dirancang agar siswa dengan sendirinya atau secara mandiri menemukan konsep dan hubungan antar konsep, membangun konsep-konsep yang berhubungan dengan materi sehingga setelah pembelajaran selesai siswa dengan mudah menyelesaikan masalah yang sesuai dengan materi yang telah diajarkan.
2.1.7 Hakikat Matematika di Sekolah Dasar James dan James (1976) dalam kamus matematikanya mengatakan bahwa matematika adalah ilmu tentang logika mengenai bentuk, susunan, besaran, dan konsep-konsep yang berhubungan satu dengan yang lainnya dengan jumlah yang banyak yang terbagi ke dalam tiga bidang, yaitu aljabar, analisis dan geometri. Johnson dan Rising (1972) dalam bukunya mengatakan bahwa matematika adalah pola pikir, pola mengorganisasikan, pembuktian yang logik, matematika itu adalah bahasa yang menggunakan istilah yang didefinisikan dengan cermat, jelas, dan akurat, representasinya dengan simbol dan padat, lebih berupa bahasa simbol mengenai ide dari pada mengenai bunyi. Sementara Reys, dkk. (1984) mengatakan bahwa matematika adalah telaah tentang pola dan hubungan, suatu jalan atau pola pikir, suatu seni, suatu bahasa, dan suatu alat. Reys, dkk (1984) dalam bukunya mengatakan bahwa matematika itu adalah telaah tentang pola dan hubungan, suatu jalan atau pola berpikir, suatu seni, suatu bahasa, dan suatu alat. Kline (1973) dalam bukunya mengatakan pula, bahwa matematika itu bukanlah pengetahuan menyendiri yang dapat sempurna karena dirinya sendiri, tetapi adanya matematika itu terutama untuk membantu manusia dalam memahami dan mengatasi permasalahan sosial, ekonomi dan alam. Fungsi dan tujuan matematika, Matematika berfungsi mengembangkan kemampuan menghitung, mengukur, menurunkan dan menggunakan rumus matematika yang diperlukan dalam kehidupan sehari-hari melalui pengukuran dan geometri, aljabar, peluang dan statistik, kalkulus dan trigonometri. Matematika juga berfungsi mengembangkan kemampuan mengkomunikasikan gagasan
15
melalui model matematika yang dapat berupa kalimat matematika dan persamaan matematika, diagram, grafik atau tabel. Tujuan umum pendidikan matematika ditekankan kepada siswa untuk memiliki: 1.
Kemampuan yang berkaitan dengan matematika yang dapat digunakan dalam memecahkan masalah matematika, pelajaran lain ataupun masalah yang berkaitan dengan kehidupan nyata.
2. Kemampuan menggunakan matematika sebagai alat komunikasi. 3. Kemampuan menggunakan matematika sebagai cara bernalar yang dapat dialihgunakan pada setiap keadaan, seperti berpikir kritis, berpikir logis, berpikir sistematis, bersifat objektif, bersifat jujur, bersifat disiplin dalam memandang dan menyelesaikan suatu masalah. Menurut Badan Standar Nasional Pendidikan (2006) mata pelajaran Matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik mulai dari sekolah dasar. Hal ini dimaksudkan untuk membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama. Kompetensi tersebut diperlukan agar peserta didik dapat memiliki kemampuan memperoleh, mengelola, dan memanfaatkan informasi untuk bertahan hidup pada keadaan yang selalu berubah, tidak pasti, dan kompetitif. Selain itu dimaksudkan pula untuk mengembangkan kemampuan menggunakan matematika dalam pemecahan masalah dan mengkomunikasikan ide atau gagasan dengan menggunakan simbol, tabel, diagram, dan media lain. Menurut Badan Standart Nasional Pendidikan (2006) menyatakan bahwa tujuan pembelajaran matematika di Sekolah Dasar (SD) adalah untuk: a. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah. b. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika
16
c. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh. d. Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah. e. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah. Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan diatas, pembelajaran matematika di sekolah dasar disusun untuk membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama. Kompetensi tersebut diperlukan agar peserta didik dapat memiliki kemampuan memperoleh, mengelola, dan memanfaatkan informasi untuk bertahan hidup pada keadaan yang selalu berubah, tidak pasti, dan kompetitif. Jadi pada pembelajaran matematika yang diperlukan adalah bagaimana siswa dapat menemukan konsep, dapat menghubungkan antar konsep selanjutnya dengan konsep ini maka siswa akan dapat memecahkan masalah yang dihadapinya. Perubahan program Matematika Tradisional ke Matematika Modern ialah dengan cara mengajarkan (metodologinya) dan penambahan materi baru. Muncul pertanyaan, “ Bukankah matematika itu tetap, mengapa program lama diubah?” Bukankah program lama yang berdasarkan “Sistematika respon” dan penekanan kepada keterampilan berhitung itu penting? Sekarang ini ilmu pengetahuan berkembang dengan cepat. Matematika tidak dapat dipandang sebagai alat melulu sehingga diperlukan program baru. Program baru ini yang disebut program Matematika Modern. Banyak orang mengira bahwa matematika itu tetap tidak berubah, (tidak ada yang baru) bahwa matematika itu ditemukan beribu-ribu tahun yang lampau. Orang yunani menemukan Ilmu Ukur 2000 tahun yang lampau, orang Arab menemukan Aljabar 1400 tahun yang lampau. Sir Isaak Newton menemukan Calculus 300 tahun yang lampau.
17
Untuk siswa yang bakal menjadi ahli matematika, pengetahuan yang baru ini sangat penting diketahui dalam usia semuda-mudanya. Maksudnya ialah agar siswa sejak umur kurang lebih 30 tahun sudah dapat mulai mencurahkan pikirannya kepada penemuan-penemuan baru. Karena itu dalam program Matematika Modern di Sekolah Dasar terdapat topik-topik untuk Sekolah Menengah dan kadang-kadang topik-topik untuk perguruan tinggi, walaupun diberikan secara informal. Tujuan utamanya adalah agar siswa menguasai konsepkonsepnya, bahasa yang tepat , pengertian dan struktur. Dengan ditekankan kepada konsep-konsep dengan menggunakan bahasa yang lebih tepat dan ditunjang oleh pengertian, diharapkan siswa dapat melihat hakekat matematika secara keseluruhan. Keterampilan berhitung akan lebih baik bila didasari pengertian.
2.2 Kajian Hasil Penelitian Yang Relevan Penelitian yang dilakukan oleh Purwanti, Dwi. 2006, Meningkatkan Kemampuan Siswa Tentang model pembelajaran snowball throwing di SD Negeri Koalisi Nasional Ngaliyan Kampus 01,03 dan 07 tentang pembagian pada Kelas IV. Jurusan D-II PGKSD Universitas Negeri Semarang. proses pembelajaran di SD Negeri Koalisi Nasional Ngaliyan Kampus 01,03 dan 07 tentang pembagian pada kelas IV dengan menggunakan model pembelajaran snowball throwing sangat baik, hal ini ditunjukkan dengan hasil dan kemampuan siswa semakin meningkat dalam belajar operasi hitungan khususnya pengurangan. Penelitian yang dilakukan oleh Wijayanti, Nina. 2010, dengan judul Penerapan model pembelajaran snowball throwing Materi Keliling dan Luas Persegi Panjang dan Persegi pada Siswa Kelas III SD Negeri Kaumrejo 01 Ngantang. Skripsi, Jurusan Matematika, FMIPA Universitas Negeri Malang. Model pembelajaran snowball throwing pada materi keliling dan luas persegi panjang dan persegi. Hasil yang diperoleh selama melakukan penelitian adalah siswa dapat menguasi materi dengan baik. Hal ini ditunjukkan dengan siswa semakin aktif terlibat dalam setiap tahapan pelaksanaan pembelajaran. Hasil observasi aktivitas siswa juga menunjukkan bahwa keberhasilan aktivitas siswa
18
tergolong “sangat baik”. Sehingga dapat disimpulkan bahwa penelitian ini dapat dikatakan berhasil. Berdasarkan hasil penelitian diatas hasil belajar siswa meningkat karena dalam pembelajaran yang dilakukan siswa terlibat secara langsung dalam menemukan konsep-konsep yang dipelajarinya. Dengan demikian siswa akan menemukan konsep dengan sendirinya, disamping itu juga dengan adanya alat peraga sangat membantu siswa dalam menghubungkan pengetahuan barunya dengan intuisi yang telah melekat pada diri siswa. Dalam pembelajaran sangat dianjurkan untuk meggunakan alat peraga (benda konkret atau gambar yang menunjukkan keadaan aslinya), alat peraga ini akan diotak-atek siswa sehingga dapat membangun konsep yang dipelajarinya. Konsep yang telah didapat oleh siswa dengan sendirinya ini akan bertahan lama dalam ingatannya, sehingga ketika siswa dihadapkan soal yang berhubungan dengan materi yang dipelajarinya maka siswa dengan mudah menjawab soal tersebut. Berdakan uraian diatas menunjukkan bahwa dengan model pembelajaran snowball throwing sangat efektif untuk diterapkan di SD, sebab dari model pembelajaran snowball throwing siswa secara mandiri akan mendapatkan konsepkonsep yang dipelajarinya dan akan tersimpan lama dalam pikirannya yang memudahkan siswa dalam mengerjakan soal yang berkaitan dengan yang dipelajarinya. 2.3 Kerangka Berpikir Model Pembelajaran Snowball Throwing ini menekankan pada keterlibatan siswa secara aktif dalam pembelajaran, dimana siswa diharapkan mampu menemukan konsep, hubungan antar konsep dari materi yang diajarkan, disamping itu juga dengan adanya bantuan alat peraga dapat berguna untuk siswa, dalam mempelajari bagaimana keteraturan dan pola struktur yang terdapat dalam benda yang sedang diperhatikannya. Ada beberapa model yang digunakan antara lain dengan model pembelajran snowball throwing, guna lebih mengefektifkan siswa yang aktif. Adapun alur kerangka pemikiran yang ditunjukan untuk mengarahkan jalannya penelitian agar tidak menyimpang dari pokok-pokok
19
permasalahan, maka kerangka pemikiran dapat dilukiskan dalam gambar berikut ini: Pembelajaran secara konvensional Pengukuran Pertama
Pembelajaran (menggunakan model pembelajaran snowball throwing)
Pengukuran kedua
Rata-rata nilai
Perbandingan nilai rata-rata pretes dan postes
Rata-rata nilai
Lebih efektif penggunaan model pembelajaran snowball throwing terhadap hasil belajar matematika siswa kelas IV SD Kanisius Cungkup Semester II Tahun Pelajaran 2011/2012 Gambar. 2.1 Bagan Kerangka Berpikir 2.4 Hipotesis Penelitian Berdasarkan uraian kajian teori dan kerangka berpikir dalam penelitian dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut: Ho: Pembelajaran dengan Penggunaan Model Pembelajaran Snowball Throwing tidak efektif Terhadap Hasil Belajar Matematika siswa kelas IV SD Kanisius Cungkup semester II tahun pelajaran 2011/2012. Ha: Pembelajaran dengan Penggunaan Model Pembelajaran Snowball Throwing lebih efektif Terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas IV SD Kanisius Cungkup semester II tahun pelajaran 2011/2012.
20
Berdasarkan hipotesis penelitian, maka peneliti menyimpulkan bahwa “Pembelajaran dengan Penggunaan Model pembelajaran snowball throwing lebih efektif tehadap hasil belajar matematika siswa kelas IV SD kanisius cungkup semester II tahun pelajaran 2011/2012” yang ditunjukkan oleh peningkatan hasil belajar siswa.