BAB II KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS TINDAKAN 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Konsep Belajar Pada dasarnya belajar adalah suatu proses yang dilakukan oleh seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai hasil pengalaman sendiri di dalam interaksi dengan lingkungannya. Belajar merupakan suatu usaha sadar yang dilakukan oleh seseorang dalam perubahan tingkah laku baik latihan dan pengalaman yang menyangkut aspekaspek kognitif, afektif, dan psikomotorik untuk memperoleh tujuan tertentu Aunurahman (2009:35). Belajar dan pembelajaran dalam bahasa asing disebut dengan learning and instruction. Learning mengandung arti perubahan yang relatif dari prilaku individu sebagai hasil dari pengalaman. Dalam pengertian umum dan sederhana belajar seringkali diartikan sebagai aktifitas untuk memperoleh pengetahuan kecakapan keterampilan dan sikap. Instruction diartikan sebagai suatu sistem yang bertujuan untuk membantu proses belajar siswa, yang berisi serangkaian peristiwa yang dirancang, disusun sedemikian rupa untuk mendukung dan mempengaruhi terjadinya proses belajar Aunurahman (2009:34). Istilah pembelajaran sering dipahami sama dengan proses belajar mengajar dimana di dalamnya terjadi interaksi guru dengan siswa dan antar sesama siswa untuk mencapai suatu tujuan yaitu terjadinya perubahan sikap dan tingkah laku
5
siswa. Sebagai pengajar seorang guru harus memiliki kecakapan dalam memilih dan menggunakan berbagai metode mengajar sehingga hasil belajar yang optimal dapat tercapai. Menurut Wragg (2004:36) belajar merupakan kegiatan yang disengaja atau direncanakan dalam bentuk aktivitas dalam melakukan suatu kegiatan tertentu baik pada aspek jasmaniah maupun aspek mental yang memungkinkan terjadinya perubahan pada dirinya. Abdilah (2002:6) mengatakan bahwa belajar merupakan interaksi individu dengan
lingkungannya
berupa
manusia
atau
obyek-obyek
lain
yang
memungkinkan individu memperoleh pengalaman atau pengetahuan. Firdaus Zarkasi (2009:48) mendefinisikan bahwa belajar merupakan tindakan dan prilaku siswa yang kompleks sebagai tindakan dan hanya dialami oleh siswa itu sendiri dan belajar juga merupakan proses perubahan perilaku berkat pengalaman dan latihan. Senada dengan hal ini Sagala (2002:17) juga berpendapat bahwa belajar merupakan kegiatan yang kompleks, dan hasil belajar berupa kapabilitas yang disebabkan oleh stimulasi yang berasal dari lingkungan dan proses kognitif yang dilakukan oleh pelajar. Menurutnya juga belajar terdiri dari tiga komponen penting yakni kondisi eksternal yaitu stimulus dari lingkungan dalam acara belajar, kondisi internal yang menggambarkan keadaan internal dan proses kognitif siswa, dan hasil belajar yang menggambarkan informasi verbal, keterampilan intelek, keterampilan motorik, sikap dan siasat kognitif.
6
Ada 8 (delapan) macam tipe belajar menurut Gagne (dalam Ibrahim dan Syaodih,2003:36) yang menunjukan satu hierarki kecakapan dan keterampilan dari yang paling rendah sampai dengan yang paling kompleks dalam belajar, yaitu: 1. Belajar tanda-tanda, merupakan kegiatan belajar yang paling sederhana, sebab hanya melibatkan penggunaan keterampilan atau penguasaan akan tandatanda. 2. Belajar stimulus respons, adalah kegiatan belajar yang berbentuk menjalin hubungan antara suatu rangsangan dengan respons atau jawaban. Belajar stimulus respons, berpariasi dari yang paling sederhana seperti mengikuti perintah dan larangan guru sampai dengan yang lebih sukar seperti menjawab pertanyaan ataumemecahkan masalah yang diberikan guru. 3. Rangkaian kegiatan, tipe ini masih mengandung asosiasi yang kebanyakan berkaitan dengan keterampilan motorik. Suatu perbuatan atau kegiatan yang berisi suatu rankaian kegiatan. Dalam belajar tipe ini siswa menguasai keseluruhan rangkaian kegiatan dari awal sampai akhir tanpa ada yang terlewati. 4. Belajar hubungan verbal, tipe belajar ini bersifat asosiatif tingkat tinggi, karena biarpun asosiasi memegang peranan, tetapi fungsi nalarlah yang menentukan. Tipe ini dimulai dengan mengenal hubungan antara sebuah benda dengan namanya, kemudian hubungan antara nama dengan nama lain, nama dengan konsep.
7
5. Belajar membedakan, suatu tipe belajar yang menhasilkan kemampuan membeda-bedakan berbagai gejala. Tipe ini berisi pengenalan ciri-ciri atau sifat-sifat sesuatu. 6. Belajar konsep, yaitu corak belajar yang dilakukan dengan menentukan ciriciri yang khas yang ada dan memberikan sifat tertentu pula pada berbagai objek. Tipe belajar ini bersifat abstrak, dimana suatu konsep disimpulkan dari berbagai situasi, peristiwa, ucapan, dan pemberiannya. 7. Belajar aturan atau hukum-hukum, tipe belajar ini terjadi dengan cara mengumpulkan sejumlah sifat kejadian yang kemudian tersusun dalam macam-macam aturan. 8. Belajar memecahkan masalah, tipe belajar ini merupakan tipe belajar yang paling kompleks, karena didalamnya terkait tipe-tipe belajar yang lain, terutama penggunaan aturan-aturan yang ada disertai proses analisis dan penyimpulan. Dalam tipe belajar ini diperlukan proses penalaran yang kadangkadang memerlukan waktu yang lama, tetapi dengan tipe belajar ini kemampuan penalaran anak dapat berjalan. Guru memiliki peran penting dalam hal ini, karena keberadaan guru tidak terbatas hanya mengajar tetapi memfasilitasi berkembangnya potensi-potensi siswa secara menyeluruh, termasuk mendorong agar mampu memberdayakan dirinya dalam menghadapi berbagai masalah dalam proses pembelajaran. Guru harus memiliki strategi agar siswa dapat belajar secara efektif dan efisien, guru dengan sadar merencanakan kegiatan pengajarannya secara sistematis dengan memanfaatkan segala sesuatunya guna kepentingan pengajaran. Oleh karena itu
8
seorang guru bukan hanya sekedar mengetahui berbagai metode mengajar secara konseptual teoritis, tetapi yang terpenting adalah kemampuan memilih dan menggunakan keterampilan sesuai dengan materi dan tujuan pengajaran yang ingin dicapai. Pemilihan atau penentuan metode mengajar yang digunakan guru hendaknya didasari analisis yang cermat memungkinkan siswa aktif dan terdorong untuk mengembangkan rasa keingin tahuannya, bukan sekedar memberikan informasi namun harus membuat siswa mengekspresikan gagasan dan ide mereka terkait dengan materi pelajaran. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa setiap proses pembelajaran yang dihadapi siswa dapat dilihat dari hasil yang mereka peroleh. Hasil belajar yang dicapai dapat diukur melalui kemajuan yang diperoleh siswa dan ditandai dengan skala nilai yang baik. 2.1.2 Pembelajaran Kooperatif Kata kooperatif berasal dari kata ko sama dan operatif melaksanakan tugas. Dengan demikian kooperatif dapat diartikan melakukan kegiatan bersamasama Dimiyati dan Mudjiono (2002:3). Pembelajaran kooperatif merupakan salah satu strategis yang akan dilakukan guru dalam pembelajaran PKn, yang bertujuan untuk meningkatkan pencapaian hasil belajar siswa. Belajar dalam kelompok pada umumnya saling membantu satu sama lain, kelas disusun dalam bentuk kelompok kecil yang terdiri atas 4 sampai 5 orang dalam setiap kelompoknya, dengan latar belakang yang berbeda baik dalam hal kemampuan akademik maupun jenis kelaminnya.
9
Cooperatife learning (belajar kelompok) merupakan suatu lingkungan belajar di kelas, dimana para siswa belajar dalam kelompok-kelompok kecil untuk mencapai suatu tujuan yang umum yang harus dicapai. Belajar kelompok merupakan pendekatan yang dilakukan agar siswa dapat bekerja sama secara aktif dalam menyelesaikan tugas. Belajar kelompok ditandai dengan adanya tugas bersama dari siswa yang menjadi tujuan yang harus dicapai oleh kelompok dalam pembelajaran. Dalam belajar kelompok diperlukan adanya kerja sama dalam arti bahwa kriteria utama keberhasikan ditentukan pada prestasi dalam kelompok. Kelompok yang efektif ditandai dengan suasananya yang hangat dan produktifitas yang tinggi dalam pemenuhan tugas-tugas tanpa adanya anggota kelompok yang dikorbankan dan ditonjolkan. Dalam pengelompokkan yang heterogen, para siswa diberi tugas agar bisa memaksimalkan atau menampakkan keragaman anggota kelompok baik kemampuan prestasi, jenis kelamin, latar belakang, rasa atau etnis, dan usia terhadap pokok bahasan dan juga kemampuan dalam memimpin. Menurut Rindel (2009:204) pembelajaran kooperatif mengutamakan interaksi siswa antara siswa yang satu dengan siswa yang lainnya. Siswa dibagi dalam beberapa kelompok, dimana mereka tetap dengan struktur sosial. Siswa diberi satu permasalahan atau pertanyaan untuk mengembangkan pemahaman mereka. Siswa lalu menjawab pertanyaan dengan bekerja bersama-sama sebagai sebuah kelompok untuk mendapatkan solusi yang terbaik.
10
Tarigan (2008:28) juga menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif pada dasarnya merupakan suatu kegiatan pembelajaran yang lebih mengutamakan aktifitas siswa yaitu belajar bersama dalam kelompok kecil untuk mempelajari materi dan mengerjakan tugas serta setiap anggota kelompok bertanggung jawab atas kesuksesan kelompoknya. Berdasarkan pendapat ini dapat dilihat bahwa dalam pengajaran kooperatif siswa dituntut untuk saling membantu dan bekerja sama guna mecapai prestasi yang baik terutama kelompoknya. Adapun unsur-unsur dalam pembelajaran kooperatif menurut Corebima (2002:5) adalah sebagai berikut: 1. Siswa dalam kelompoknya harus beranggapan bahwa mereka sepenanggungan bersama. 2. Siswa bertanggung jawab atas segala sesuatu didalam kelompoknya seperti milik mereka sendiri. 3. Siswa haruslah melihat bahwa semua anggota didalam kelompoknya memiliki tujuan yang sama. 4. Siswa membagi tugas dan tanggung jawab yang sama diantara anggota keluarganya. 5. Siswa saling bertukar pikiran dan membutuhkan keterampilan umtuk belajar bersama selama proses belajar mengajar. 6. Siswa akan dimintai pertanggung jawaban secara individual materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif.
11
Lebih lanjut Ibrahim (2002:7) mengemukakan bahwa ciri-ciri model kooperatif yaitu: 1. Siswa bekerja dalam kelompok kooperatif untuk menuntaskan materi belajarnya. 2. Kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang, dan rendah. 3. Bila memungkinkan, anggota kelompok berasal dari ras, suku, budaya, dan jenis kelamin yang berbeda. 4. Penghargaan lebih berorientasi pada kelompok dibanding individu. Pendapat yang sama dikemukakan oleh Slavin (2005:25) bahwa “pembelajaran kooperatif mengacu pada metode pengajaran dimana siswa bekerja sama dalam kelompok kecil saling membantu dalam belajar”. Dengan pembelajaran kooperatif yang berorietasi pada siswa diharapkan siswa dapat mengembangkan semua potensinya secara optimal, dengan cara berfikir aktif selama proses belajar berlangsung. Pembelajaran dapat berarti bila dapat meningkatkan kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik siswa. Berdasarkan riset di atas, maka dalam pembelajaran sebaiknya kemampuan-kemampuan siswa perlu dikembangkan secara stimulat dengan perolehan belajar yang dicapai. Artinya dalam pengolahan dan pengemasan bahan ajar, peningkatan kemampuan belajar maupun proses pengalaman belajar siswa, pendekatan belajar dan pembelajaran perlu diperhatikan. Model pembelajaran kooperatif menuntut kerja sama siswa antar kelompoknya dan tidak saling ketergantungan dalam struktur tugas dan
12
mempunyai tujuan untuk meningkatkan pemahaman dan penguasaan siswa terhadap bahan pelajaran, karena siswa lebih paham apa yang akan disampaikan oleh temanya daripada disampaikan oleh gurunya, sehingga siswa yang kelompok atas akan menjadi tutor bagi siswa yang kelompok bawah dan memperoleh bantuan khusus dari siswa kelompok atas dalam meningkatkan kemampuan akademiknya karena yang lebih mendalam tentang ide-ide yang terdapat dalam materi tertentu. 2.1.3 Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw Model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw telah dikembangkan dan diuji cobakan oleh Elliot yang kemudian diadaptasi oleh Salvin (2003:21). Dalam penerapanyan pendekatan jigsaw siswa dibagi dalam beberapa kelompok dengan 4-5 anggota kelompok pelajar yang heterogen, terdiri dari laki-laki dan perempuan, berasal dari berbagai suku, memiliki kemampuan tinggi, sedang, dan rendah, materi yang diberikan pada siswa berbentuk teks. Setiap anggota bertanggung jawab untuk mempelajari bagian tertentu bahan yang diberikan. Pada langkah awal siswa dibagi menjadi kelompok-kelompok kecil. Kelompok tersebut dinamakan kelompok asal. Pada langkah berikutnya kelompok asal dilebur dan dilanjutkan menjadi kelompok ahli. Dengan demikian terbentuk dengan cara mengambil satu anggota pada setiap anggota kelompok asal. Setelah kelompok ahli tersebut terbentuk mereka berdiskusi tentan sub materi yang telah ditetapkan dalam waktu yang telah ditentukan. Selesai melaksanakan diskusi kelompok ahli membubarkan diri dan kembali ke kelompok masing-masing dan
13
setiap anggota kelompok mengajarkan apa yang telah dipelajari dari diskusinya dalam kelompok ahli pada teman-teman kelompok asal. Langkah-langkah pembelajaran kooperatif tipe jigsaw seperti oleh Dimiyati dan Mudjiono (2004:10) adalah sebagai berikut: 1. Kelompok kooperatif (awal) a. Siswa dibagi dalam kelompok kecil yang beranggotakan 4-5 orang b. Bagikan wacana atau tugas yang sesuai dengan materi yang diajarkan c. Masing-masing siswa dalam kelompok mendapatakan wacana atau tugas yang berbeda-beda dalam memahami informasi yang ada di dalamnya. 2. Kelompok ahli a. Masing-masing siswa yang memiliki wacana atau tugas yang sama dalam setiap kelompok dibentuk dalam satu kelompok, sehingga membentuk kelompok ahli yang jumlah kelompoknya sesuai dengan wacana atau tugas yang telah disiapkan oleh guru. b. Dalam kelompok ahli ditugaskan agar siswa belajar bersama untuk menjadi ahli sesuai dengan wacana atau tugas yang menjadi tanggung jawab c. Diberikan tugas pada semua kelompok ahli untuk memahami dan dapat menyampaikan informasi tentang hasil wacana atau tugas yang telah dipahami kepada kelompok asal. d. Apabila tugas sudah selesai dikerjakan dalam kelompok ahli masing-masing kembali ke kelompok awal. e. Memberikan kesempatan secara bergiliran kepada masing-masing siswa untuk menyampaikan hasil dari tugas dikelompok ahli.
14
f. Apabila kelompok sudah menyelesaikan tugasnya secara keseluruhan masingmasing kelompok melaporkan hasilnya dan guru memberikan klarifikasi. Guru yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw juga mengacu pada belajar kelompok siswa, menyajikan informasi akademik baru kepada siswa setiap minggu. Siswa dalam satu kelas tertentu dibagi menjadi beberapa kelompok dengan anggota 4-5 orang setiap kelompoknya. Anggota tim menggunakan lembar kegiatan merupakan atau perangkat pemmbelajaran yang lain untuk menentukan materi pelajarannya dan kemudian saling membantu satu sama lain untuk memahami bahan pelajaran yang diberikan oleh guru. 2.2 Hipotesis Tindakan Berdasarkan kerangka teori yang dikemukakan diatas, maka hipotesis tindakan dalam penelitian tindakan kelas ini adalah: “Jika Digunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw, Maka Hasil Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran Pkn Kelas VIIIA SMPN 5 Gorontalo Akan Meningkat” 2.3 Indikator Kinerja Penelitian tindakan kelas ini dikatakan berhasil apabila prosentasi hasil belajar siswa pada mata pelajaran PKn akan meningkat dari 65% menjadi 85%.
15