BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1
Landasan Teori
2.1.1
Pengertian belajar Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk
memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya (Slameto, 2003:2). Menurut Garry and Kingsley yang dikutip oleh Sudjana (1989:5), menyatakan belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku yang orisinil melalui latihan-latihan dan pengalaman. Secara psikologi, belajar merupakan suatu proses perubahan yaitu perubahan tingkah laku sebagai hasil interaksi dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Perubahan tersebut akan nyata dalam seluruh aspek tingkah laku. Belajar merupakan suatu proses, suatu kegiatan dan bukan suatu hasil atau tujuan. Hasil belajar bukan suatu penguasaan hasil latihan melainkan pengubahan kelakuan (Hamalik, 2003:27). Dari pendapat diatas dikatakan bahwa belajar adalah suatu proses yang dilakukan untuk memperoleh perubahan tingkah laku melalui pengalaman dan latihan.
2.1.2
Ciri - ciri belajar
Djamarah (2002:15) mengemukakan ciri-ciri belajar adalah sebagai berikut. 1) Perubahan yang terjadi secara sadar Individu yang belajar akan menyadari terjadinya perubahan itu atau sekurang-kurangnya individu merasakan telah terjadi adanya suatu perubahan dalam dirinya. Misalnya ia menyadari bahwa pengetahuannya bertambah, kecakapannya bertambah dan kebiasaannya bertambah. 2) Perubahan dalam belajar bersifat fungsional Perubahan yang terjadi dalam diri individu berlangsung terus menerus dan tidak statis. Suatu perubahan yang terjadi akan menyebabkan perubahan berikutnya. 3) Perubahan dalam belajar bersifat positif dan aktif Dalam belajar, perubahan-perubahan itu selalu bertambah dan tertuju untuk memperoleh suatu yang lebih baik dari sebelumnya. Perubahan yang bersifat aktif artinya bahwa perubahan itu tidak terjadi dengan sendirinya melainkan karena usaha individu itu sendiri. 4) Perubahan dalam belajar bukan bersifat sementara Perubahan yang terjadi karena proses belajar bersifat menetap atau permanen. Ini berarti bahwa tingkah laku yang terjadi setelah belajar akan bersifat menetap. 5) Perubahan dalam belajar bertujuan atau terarah
Perubahan tingkah laku itu terjadi karena ada tujuan yang akan dicapai. Perubahan belajar terarah pada perubahan tingkah laku yang benar-benar disadari.
6) Perubahan mencakup seluruh aspek tingkah laku Perubahan yang diperoleh individu setelah melalui suatu proses belajar meliputi perubahan keseluruhan tingkah laku. Jika seseorang belajar sesuatu, sebagai hasilnya ia akan mengalami perubahan tingkah laku secara menyeluruh dalam sikap, kebiasaan, keterampilan, pengetahuan dan sebagainya.
2.1.3
Prinsip-prinsip belajar Prinsip-prinsip belajar menurut Dimyati (2005:30) adalah sebagai berikut. 1) Perhatian dan motivasi Perhatian mempunyai peranan yang penting dalam kegiatan belajar. Apabila bahan pelajaran tersebut dirasa penting akan membangkitkan motivasi untuk mempelajarinya. Motivasi berkaiatan erat dengan minat dimana yang mempunyai minat akan cenderung perhatian dan timbul motivasinya untuk mempelajari bidang tertentu. 2) Keaktifan Keaktifan anak akan mendorong untuk berbuat sesuatu, mempunyai kemauan dan aspirasi sendiri. Belajar hanya mungkin terjadi apabila anak aktif mengalami sendiri.
3) Keterlibatan langsung atau berpengalaman Dalam belajar melalui pengalaman, siswa tidak hanya mengamati tetapi menghayati, terlibat langsung dalam perbuatan dan tanggung jawab terhadap hasilnya.
4) Pengulangan Prinsip belajar menekankan prinsip pengulangan adalah teori psikologi daya. Menurut teori ini, belajar adalah melatih daya-daya yang ada pada manusia yang terdiri atas daya mengamat, menanggap, mengingat, mengkhayal,
merasakan
dan
sebagainya.
Dengan
mengadakan
pengulangan maka daya yang dilatih akan menjadi sempurna. 5) Tantangan Dalam belajar, siswa menghadapi hambatan untuk mencapai tujuan belajar. Agar timbul motif pada anak untuk mengatasi hambatan tersebut, bahan pelajaran haruslah menantang. Tantangan yang dihadapi membuat siswa bergairah untuk mengatasinya. 6) Balikan dan penguatan Siswa akan belajar lebih semangat apabila mengetahui dan mendapatkan hasil yang baik. Hasil yang baik merupakan balikan yang menyenangkan dan berpengaruh baik untuk usaha belajar selanjutnya. Balikan yang diterima melalui penggunaan metode akan mendorong siswa untuk belajar lebih giat dan bersemangat. 7) Perbedaan individu
Siswa merupakan individu yang unik. Tipe siswa mempunyai perbedaan satu dengan yang lain. Perbedaan individu ini berpengaruh pada cara dan hasil belajar siswa.
2.1.4
Kawasan perilaku individu Di dalam konteks pendidikan, Bloom mengungkapkan tiga kawasan
(domain) perilaku individu beserta sub kawasan dari masing-masing kawasan. Taksonomi perilaku di atas menjadi rujukan penting dalam proses pendidikan terutama kaitannya dengan usaha dan hasil pendidikan. Segenap usaha pendidikan seyogyanya diarahkan untuk terjadinya perubahan perilaku peserta didik secara menyeluruh dengan mencakup semua kawasan perilaku. Dengan merujuk pada tulisan Gulo (2005), di bawah ini akan diuraikan ketiga kawasan perilaku individu beserta sub-kawasannya. 1) Kawasan Kognitif Kawasan kognitif yaitu kawasan yang berkaitan aspek-aspek intelektual atau berfikir/nalar terdiri dari : (1) pengetahuan (knowledge), yaitu pengetahuan merupakan aspek kognitif yang paling rendah tetapi paling mendasar. Dengan pengetahuan individu dapat mengenal dan mengingat kembali suatu objek, ide prosedur, konsep, definisi, nama, peristiwa, tahun, daftar, rumus, teori, atau kesimpulan.
Dilihat dari objek yang diketahui (isi) pengetahuan dapat digolongkan sebagai berikut. a. Mengetahui sesuatu secara khusus. a) Mengetahui terminologi yaitu berhubungan dengan mengenal atau mengingat kembali istilah atau konsep tertentu yang dinyatakan dalam bentuk simbol, baik berbentuk verbal maupun non verbal. b) Mengetahui fakta tertentu yaitu mengenal atau mengingat kembali tanggal, peristiwa, orang, tempat, sumber informasi, kejadian masa lalu, kebudayaan masyarakat tertentu, dan ciriciri yang tampak dari keadaan alam tertentu. b. Mengetahui tentang cara untuk memproses atau melakukan sesuatu. a) Mengetahui kebiasaan atau cara mengetengahkan ide atau pengalaman. b) Mengetahui urutan dan kecenderungan yaitu proses, arah dan gerakan suatu gejala atau fenomena pada waktu yang berkaitan. c) Mengetahui penggolongan atau pengkategorisasian. d) Mengetahui kelas, kelompok, perangkat atau susunan yang digunakan di dalam bidang tertentu, atau memproses sesuatu. e) Mengetahui kriteria yang digunakan untuk mengidentifikasi fakta, prinsip, pendapat atau perlakuan.
f) Mengetahui metodelogi, yaitu perangkat cara yang digunakan untuk mencari, menemukan atau menyelesaikan masalah. g) Mengetahui hal-hal yang universal dan abstrak dalam bidang tertentu, yaitu ide, bagan dan pola yang digunakan untuk mengorganisasi suatu fenomena atau pikiran. h) Mengetahui prinsip dan generalisasi. i) Mengetahui teori dan struktur. (2) Pemahaman (comprehension). Pemahaman atau dapat dijuga disebut dengan istilah mengerti yang merupakan kegiatan mental intelektual dimana mengorganisasikan materi yang telah diketahui. Temuantemuan yang didapat dari mengetahui seperti definisi, informasi, peristiwa dan fakta disusun kembali dalam struktur kognitif yang ada. Temuan-temuan ini diakomodasikan dan kemudian berasimilasi dengan struktur kognitif yang ada, sehingga membentuk struktur kognitif baru. Tingkatan dalam pemahaman ini meliputi, a. translasi yaitu mengubah simbol tertentu menjadi simbol lain tanpa perubahan makna. Misalkan simbol dalam bentuk kata-kata diubah menjadi gambar, bagan atau grafik. b. Interpretasi yaitu menjelaskan makna yang terdapat dalam simbol, baik dalam bentuk simbol verbal maupun non verbal. Seseorang dapat dikatakan telah dapat menginterpretasikan tentang suatu konsep atau prinsip tertentu jika dia telah mampu membedakan, memperbandingkan atau mempertentangkannya dengan sesuatu
yang lain. Contoh sesesorang dapat dikatakan telah mengerti konsep
tentang
“motivasi
kerja”
dan
dia
telah
dapat
membedakannya dengan konsep tentang ”motivasi belajar”. c. Ekstrapolasi yaitu melihat kecenderungan, arah atau kelanjutan dari suatu temuan. Misalnya kepada siswa dihadapkan rangkaian bilangan 2, 3, 5, 7, 11, dengan kemampuan ekstrapolasinya, tentu dia akan mengatakan bilangan ke-6 adalah 13 dan ke-7 adalah 19. Untuk bisa seperti itu, terlebih dahulu dicari prinsip apa yang bekerja diantara kelima bilangan itu. Jika ditemukan bahwa kelima bilangan
tersebut
adalah
urutan
bilangan
prima,
maka
kelanjutannnya dapat dinyatakan berdasarkan prinsip tersebut. (3) Penerapan (application), yaitu menggunakan pengetahuan untuk memecahkan masalah atau menerapkan pengetahuan dalam kehidupan sehari-hari. Seseorang dikatakan menguasai kemampuan ini jika ia dapat
memberi
contoh,
menggunakan,
mengklasifikasikan,
memanfaatkan, menyelesaikan dan mengidentifikasi hal-hal yang sama. Sebagai contoh yaitu ketika pertama kali diperkenalkan kereta api kepada petani di Amerika, mereka berusaha untuk memberi nama yang cocok bagi alat angkutan tersebut. Satu-satunya alat transportasi yang sudah dikenal pada waktu itu adalah kuda. Bagi mereka ingat kuda ingat dengan transportasi. Dengan pemahaman demikian, maka mereka memberi nama pada kereta api tersebut dengan iron horse
(kuda besi). Hal ini menunjukkan bagaimana mereka menerapkan konsep terhadap sebuah temuan baru. (4) Penguraian (analysis), yaitu menentukan bagian-bagian dari suatu masalah dan menunjukkan hubungan antar-bagian tersebut, melihat penyebab-penyebab dari suatu peristiwa atau memberi argumenargumen yang menyokong suatu pernyataan. 2) Kawasan afektif Kawasan afektif adalah kawasan yang berkaitan aspek-aspek emosional, seperti perasaan, minat, sikap, kepatuhan terhadap moral dan sebagainya yang terdiri dari : (1) penerimaan (receiving/attending). Kawasan penerimaan diperinci ke dalam tiga tahap, yaitu sebagai berikut. a. Kesiapan untuk menerima (awareness), yaitu adanya kesiapan untuk berinteraksi dengan stimulus (fenomena atau objek yang akan dipelajari) yang ditandai dengan kehadiran dan usaha untuk memberi perhatian pada stimulus yang bersangkutan. b. Kemauan untuk menerima (willingness to receive), yaitu usaha untuk mengalokasikan perhatian pada stimulus yang bersangkutan. c. Mengkhususkan perhatian (controlled or selected attention). Mungkin perhatian itu hanya tertuju pada warna, suara atau katakata tertentu saja. (2) Sambutan (responding), yaitu mengadakan aksi terhadap stimulus yang meliputi proses sebagai berikut.
a. Kesiapan menanggapi (acquiescene of responding). Contoh : mengajukan pertanyaan, menempelkan gambar dari tokoh yang disenangi pada tembok kamar yang bersangkutan, atau mentaati peraturan lalu lintas. b. Kemauan menanggapi (willingness to respond), yaitu usaha untuk melihat hal-hal khusus di dalam bagian yang diperhatikan. Misalnya pada desain atau warna saja. c. Kepuasan menanggapi (satisfaction in response), yaitu adanya aksi atau kegiatan yang berhubungan dengan usaha untuk memuaskan keinginan mengetahui. Contoh kegiatan yang tampak dari kepuasan menanggapi ini adalah bertanya, membuat coretan atau gambar, memotret dari objek yang menjadi pusat perhatiannya, dan sebagainya. (3) Penilaian (valuing), pada tahap ini sudah mulai timbul proses internalisasi untuk memiliki dan menghayati nilai dari stimulus yang dihadapi. Penilaian terbagi atas empat tahap sebagai berikut : a. menerima nilai (acceptance of value), yaitu kelanjutan dari usaha memuaskan diri untuk menanggapi secara lebih intensif. b. Menyeleksi nilai yang lebih disenangi (preference for a value) yang dinyatakan dalam usaha untuk mencari contoh yang dapat memuaskan perilaku menikmati. c. Komitmen, yaitu kesetujuan terhadap suatu nilai dengan alasanalasan tertentu
yang muncul dari rangkaian pengalaman.
Komitmen ini dinyatakan dengan rasa senang, kagum, terpesona. Kagum atas keberanian seseorang, menunjukkan komitmen terhadap nilai keberanian yang dihargainya. (4) Pengorganisasian (organization), pada tahap ini yang bersangkutan tidak hanya menginternalisasi satu nilai tertentu seperti pada tahap komitmen, tetapi mulai melihat beberapa nilai yang relevan untuk disusun menjadi satu sistem nilai. Proses ini terjadi dalam dua tahapan yaitu sebagai berikut. a. Konseptualisasi nilai, yaitu keinginan untuk menilai hasil karya orang lain, atau menemukan asumsi-asumsi yang mendasari suatu moral atau kebiasaan. b. Pengorganisasian sistem nilai, yaitu menyusun perangkat nilai dalam suatu sistem berdasarkan tingkat preferensinya. Dalam sistem nilai ini yang bersangkutan menempatkan nilai yang paling disukai pada tingkat yang amat penting, menyusul kemudian nilai yang dirasakan agak penting, dan seterusnya menurut urutan kepentingan atau kesenangan dari diri yang bersangkutan. (5) Karakterisasi (characterization), yaitu kemampuan untuk menghayati atau mempribadikan sistem nilai. Kalau pada tahap pengorganisasian di atas sistem nilai sudah dapat disusun, maka susunan itu belum konsisten di dalam diri yang bersangkutan. Artinya mudah berubahubah sesuai situasi yang dihadapi. Pada tahap karakterisasi, sistem itu selalu konsisten. Proses ini terdiri atas dua tahap yaitu sebagai berikut.
a. Generalisasi, yaitu kemampuan untuk melihat suatu masalah dari suatu sudut pandang tertentu. b. Karakterisasi, yaitu mengembangkan pandangan hidup tertentu yang memberi corak tersendiri pada kepribadian diri yang bersangkutan 3) Kawasan Psikomotor Kawasan psikomotor yaitu kawasan yang berkaitan dengan aspek-aspek keterampilan
yang
melibatkan
fungsi
sistem
syaraf
dan
otot
(neuronmuscular system) dan fungsi psikis. Kawasan ini terdiri dari : (1) kesiapan yaitu berhubungan dengan kesediaan untuk melatih diri tentang keterampilan tertentu yang dinyatakan dengan usaha untuk melaporkan kehadirannya, mempersiapkan alat, menyesuaikan diri dengan situasi dan menjawab pertanyaan. (2) Meniru adalah kemampuan untuk melakukan sesuai dengan contoh yang diamatinya walaupun belum mengerti hakikat atau makna dari keterampilan itu. Seperti anak yang baru belajar bahasa meniru katakata orang tanpa mengerti artinya. (3) Membiasakan yaitu seseorang dapat melakukan suatu keterampilan tanpa harus melihat contoh, sekalipun ia belum dapat mengubah polanya. (4) Adaptasi yaitu seseorang sudah mampu melakukan modifikasi untuk disesuaikan dengan kebutuhan atau situasi tempat keterampilan itu dilaksanakan.
(5) Menciptakan
(origination),
dimana
seseorang
sudah
mampu
menciptakan sendiri suatu karya.
2.1.5
Perilaku belajar mahasiswa Suwardjono (1991) menyatakan bahwa belajar di perguruan tinggi
merupakan suatu pilihan strategi dalam mencapai tujuan individual seseorang. Semangat, cara belajar, dan sikap mahasiswa terhadap belajar sangat dipengaruhi oleh kesadaran akan adanya tujuan individual dan tujuan lembaga pendidikan yang jelas. Kuliah merupakan ajang untuk mengkonfirmasi pemahaman mahasiswa dalam proses belajar mandiri. Pengendalian proses belajar lebih penting daripada hasil atau nilai ujian. Kalau proses belajar dijalankan dengan baik, nilai merupakan konsekuensi logis dari proses tersebut. Belajar merupakan salah satu konsep menarik dalam teori-teori psikologi dan pendidikan, sehingga para ahli memberi bermacam-macam pengertian mengenai belajar. Belajar merupakan kegiatan individual yang merupakan kegiatan yang dipilih secara sadar karena seseorang mempunyai tujuan individual tertentu (Suwardjono, 1991). Menurut Ali (1992) dalam Hanifah dan Syukriy menyatakan bahwa belajar adalah proses perubahan perilaku akibat interaksi individu dengan lingkungan. Selain itu Slameto (1991) dalam Hanifah dan Syukriy (2001) belajar merupakan suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Ahmadi (1993) dalam Hanifah dan Syukriy (2001) lebih jauh menyatakan bahwa
belajar adalah suatu perubahan di dalam diri manusia, sehingga apabila setelah belajar tidak terjadi perubahan dalam diri manusia, maka tidaklah dapat dikatakan padanya telah berlangsung proses belajar. Menurut Giyono (1993) dalam Hanifah dan Syukriy (2001) kebiasaan belajar dapat berlangsung melalui tiga cara yaitu memperoleh reinforcement, classical
conditioning,
belajar
moderen.
Apabila
model
ini
mendapat
reinforcement terhadap tindakannya, maka akan menjadi kebiasaan. Marita, dkk (2001) mengemukakan empat hal yang berhubungan dengan perilaku belajar yang baik, yaitu kebiasaan mengikuti pelajaran, kebiasaan membaca buku, kunjungan ke perpustakaan dan kebiasaan menghadapi ujian. Dampak kebiasaan belajar yang jelek bertambah berat ketika kebiasaan itu membiarkan mahasiswa dapat lolos tanpa gagal (Calhoun & Acocella, 1995). Gagne (1988) dalam Marita,dkk (2008) menjelaskan bahwa hasil belajar dapat dihubungkan dengan terjadinya suatu perubahan, kecakapan atau kepandaian seseorang dalam proses pertumbuhan tahap demi tahap. Hasil belajar diwujudkan dalam lima kemampuan yakni keterampilan intelektual, strategi kognitif, informasi verbal, keterampilan motorik, dan sikap. Benyamin S. Bloom (1956) dalam Marita,dkk (2008) manyatakan terdapat tiga dimensi belajar yaitu dimensi kognitif, dimensi afektif dan dimensi psikomotorik. Dimensi kognitif adalah kemampuan yang berhubungan dengan berfikir, mengetahui, dan memecahkan masalah. Selanjutnya dimensi ini dibagi menjadi pengetahuan komprehensif, aplikatif, sintetis, analisis dan pengetahuan evaluatif. Dimensi afektif adalah kemampuan yang berhubungan dengan sikap, nilai, minat, apresiasi. Dimensi
psikomotorik yaitu kemampuan yang berhubungan dengan motorik. Atas dasar itu hakikatnya hasil belajar adalah memperoleh kemampuan kognitif.
2.1.6
Pengertian kecerdasan emosional Pengertian
tradisional
menyatakan
bahwa
kecerdasan
meliputi
kemampuan membaca, menulis dan berhitung yang merupakan keterampilan kata dan angka yang menjadi fokus di pendidikan formal (sekolah), dan sesungguhnya mengarahkan seseorang untuk mencapai sukses di bidang akademis. Tetapi definisi keberhasilan hidup tidak hanya itu saja. Pandangan baru yang berkembang mengatakan bahwa ada kecerdasan lain di luar kecerdasan intelektual (IQ), seperti bakat, ketajaman pengamatan sosial, hubungan sosial, kematangan emosional, dan lain-lain yang harus juga dikembangkan. Menurut Wibowo (2002) dalam Melandy dan Aziza (2006) kecerdasan emosional adalah kecerdasan untuk menggunakan emosi sesuai dengan keinginan, kemampuan untuk mengendalikan emosi sehingga memberikan dampak yang positif. Kecerdasan emosional dapat membantu membangun hubungan dalam menuju kebahagiaan dan kesejahteraan. Sedangkan menurut Cooper dan Sawaf (1998) dalam Mu’tadin (2002) kecerdasan emosional adalah kemampuan merasakan, memahami, dan secara efektif menerapkan daya dan kepekaan emosi sebagai sumber energi, informasi, koneksi, dan pengaruh yang manusiawi. Menurut Salovey dan Mayer dalam Melandy dan Aziza (2006), pencipta istilah “kecerdasan
emosional”
mendefinisikan
kecerdasan
emosional
adalah
kemampuan untuk mengenali perasaan, meraih dan membangkitkan perasaan
untuk membantu pikiran, memahami perasaan dan maknanya, dan mengendalikan perasaan secara mendalam sehingga membantu perkembangan emosi dan intelektual. Dari beberapa pendapat di atas dapatlah dikatakan bahwa kecerdasan emosional menuntut diri untuk belajar mengakui dan menghargai perasaan diri sendiri dan orang lain dan untuk menanggapinya dengan tepat, menerapkan dengan efektif energi emosi dalam kehidupan dan pekerjaan sehari-hari. Goleman (2000) secara garis besar membagi dua kecerdasan emosional yaitu kecakapan diri yang meliputi kesadaran diri, pengendalian diri, motivasi diri dan kecakapan sosial yang terdiri dari empati dan ketrampilan sosial. Goleman mengadaptasi lima hal yang tercakup dalam kecerdasan emosional dari model Salovely dan Mayer, yaitu pengenalan diri, pengendalian diri, motivasi diri, empati, dan kemampuan sosial.
Gambar 2.1 Bagan Kecakapan Kecerdasan Emosional
Kecerdasan Emosional
Kecakapan Pribadi Kesadaran Diri -Kesadaran Emosional -Penilaian Diri yang Kuat -Kepercayaan Diri Kendali Diri -Kontrol Diri -Dapat Dipercaya -Berhati-hati -Adaptabilitas -Inovasi Motivasi -Dorongan Berprestasi -Komitmen -Inisiatif -Optimisme
Kecakapan Sosial Empati -Memahami Orang Lain -Mengembangkan Orang -Orientasi Pelayanan -Kesadaran Politik Keterampilan Sosial -Pengaruh -Komunikasi -Manajemen Konflik -Kepemimpinan -Katalisator Perubahan -Membangun Ikatan -Kolaborasi dan Kooperasi -Kemampuan Tim
Sumber: Goleman (2000) dalam Bulo (2002)
2.1.7
Komponen-komponen kecerdasan emosional Terdapat lima dimensi atau komponen kecerdasan emosional (EQ) yaitu :
1) mengenali emosi diri (pengenalan diri) Salovely dan Mayer (dalam Goleman,2007:56) menyatakan pengenalan diri merupakan kemampuan untuk memantau perasaan dari waktu ke waktu merupakan hal penting bagi wawasan psikologi dan
pemahaman diri. Ketidakmampuan untuk mencermati perasaan diri sendiri yang sesungguhnya membuat kita berada dalam kekuatan perasaan. Menurut Mu’tadin (2002), kesadaran diri dalam mengenali perasaan sewaktu perasaan itu terjadi merupakan dasar kecerdasan emosional. Pada tahap ini diperlukan adanya pemantauan perasaan dari waktu ke waktu agar timbul pemahaman tentang diri. Ketidakmampuan untuk mencermati perasaan yang sesungguhnya membuat diri berada dalam kekuasaan perasaan. Sehingga tidak peka akan perasaan sesungguhnya yang berakibat buruk bagi pengambilan keputusan suatu masalah. Gea et al. (2002) dalam Melandy dan Aziza (2006), mengenal diri berarti
memahami
kekhasan
fisiknya,
kepribadian,
watak
dan
temperamennya, mengenal bakat-bakat alamiah yang dimilikinya serta punya gambaran atau konsep yang jelas tentang diri sendiri dengan segala kesulitan dan kelemahannya. Ada beberapa cara untuk mengembangkan kekuatan dan kelemahan dalam pengenalan diri yaitu introspeksi diri, mengendalikan diri, membangun kepercayaan diri, mengenal dan mengambil inspirasi dari tokoh-tokoh teladan, dan berpikir positif dan optimis tentang diri sendiri. Dari beberapa cara untuk mengembangkan pengenalan diri di atas dapat diketahui bahwa kepercayaan diri merupakan salah satu hal yang dapat mempengaruhi bagaimana mahasiswa mengenal dirinya.
2) Mengelola emosi (pengendalian diri) Menurut
Salovely
dan
Mayer
(dalam
Goleman,2007:56),
mengelola emosi berarti menangani perasaan agar perasaan dapat terungkap dengan cepat. Hal ini merupakan kecakapan yang sangat bergantung pada kesadaran diri. Emosi dikatakan berhasil dikelola apabila mampu menghibur diri ketika ditimpa kesedihan, dapat melepas kecemasan, kemurungan atau ketersinggungan dan mampu bangkit kembali dengan cepat. Sebaliknya orang yang buruk memampuannya dalam mengelola emosi akan terus bertarung melawan perasaan murung atau melarikan diri pada hal-hal negatif yang merugikan dirinya sendiri. Menurut Goleman (2000) dalam Nuraini (2007) pengendalian diri merupakan sikap hati-hati dan cerdas dalam mengatur kehidupan, keseimbangan dan kebijakan yang terkendali. Dan tujuannya adalah untuk keseimbangan emosi, bukan menekan emosi, karena setiap perasaan mempunyai nilai dan makna. Kepercayaan diri mahasiswa akan mempengaruhi kemampuan untuk mengendalikan dirinya. Mahasiswa yang memiliki kepercayaan diri yang kuat maka akan cenderung lebih mampu mengendalikan dirinya dalam menghadapi permasalahan yang terjadi dibandingkan dengan mahasiswa yang memiliki kepercayaan diri lemah. 3) Memotivasi diri sendiri
Menurut
Salovely
dan
Mayer
(dalam
Goleman,2007:56),
kemampuan seseorang memotivasi diri dapat ditelusuri melalui bagaimana caranya
mengendalikan
dorongan
hati,
derajat
kecemasan
yang
berpengaruh terhadap unjuk kerja seseorang , kekuatan berfikir positif, optimisme dan keadaan ketika perhatian seseorang sepenuhnya tercurah ke dalam apa yang sedang terjadi, pekerjaannya hanya terfokus pada satu objek. Dengan kemampuan memotivasi diri sendiri yang dimilikinya maka seseorang akan cenderung memiliki pandangan yang positif dalam menilai segala sesuatu yang terjadi dalam dirinya. Menurut Goleman (2000) dalam Nuraini (2007), motivasi didefinisikan sebagai suatu konsep yang digunakan jika menguraikan kekuatan-kekuatan yang bekerja terhadap diri individu untuk memulai dan mengarahkan perilaku atau segala sikap yang menjadi pendorong timbulnya suatu perilaku. Motivator yang paling berdaya guna adalah motivator dari dalam, bukan dari luar. Keinginan untuk maju dari dalam diri mahasiswa akan menimbulkan semangat dalam meningkatkan kualitas mereka. Para mahasiswa yang memiliki upaya untuk meningkatkan diri akan menunjukkan semangat juang yang tinggi ke arah penyempurnaan diri yang merupakan inti dari motivasi untuk meraih prestasi. Ada banyak faktor yang mempengaruhi motivasi seorang mahasiswa, salah satunya adalah kepercayaan diri. Mahasiswa yang memiliki kepercayaan diri kuat cenderung lebih memiliki motivasi yang tinggi karena dia percaya akan kemampuan dirinya sendiri dibandingkan
dengan mahasiswa yang memiliki kepercayaan diri lemah yang cenderung memiliki motivasi yang rendah pula.
4) Mengenali emosi orang lain (empati) Menurut Salovely dan Mayer (dalam Goleman,2007:56), empati atau mengenali emosi orang lain dibangun berdasarkan pada kesadaran diri. Jika seseorang terbuka pada emosi sendiri, maka dapat dipastikan bahwa ia akan terampil membaca perasaan orang lain. Sebaliknya orang yang tidak mampu menyesuaikan diri dengan emosinya sendiri dapat dipastikan tidak akan mampu menghormati perasaan orang lain. Menurut Goleman (2000) dalam Nuraini (2007) empati adalah perasaan simpati dan perhatian terhadap orang lain, khususnya untuk berbagi pengalaman atau secara tidak langsung merasakan penderitaan orang lain. Empati atau mengenal emosi orang lain dibangun berdasarkan pada kesadaran diri. Jika seseorang terbuka pada emosi sendiri, maka dapat dipastikan bahwa ia akan terampil membaca perasaan orang lain. Orang yang memiliki empati yang tinggi akan lebih mampu membaca perasaan dirinya dan orang lain yang akan berakibat pada peningkatan kualitas belajar sehingga akan tercipta suatu pemahaman yang baik tentang akuntansi. Kepercayaan diri akan mempengaruhi empati dari seorang mahasiswa. Mahasiswa yang memiliki kepercayaan diri kuat akan mudah
untuk berempati kepada dirinya dan orang lain dibandingkan dengan mahasiswa yang memiliki kepercayaan diri yang lemah. 5) Membina hubungan dengan orang lain (keterampilan sosial) Menurut Salovely dan Mayer (dalam Goleman,2007:56), seni dalam membina hubungan dengan orang lain merupakan keterampilan sosial yang mendukung keberhasilan dalam pergaulan dengan orang lain. Orang-orang yang hebat dalam keterampilan ini akan sukses dalam bidang apapun yang mengandalkan pergaulan yang mulus dengan orang lain. Tanpa memiliki keterampilan seseorang akan mengalami kesulitan dalam pergaulan sosial. Orang yang tidak memiliki keterampilan ini akan dianggap angkuh, mengganggu atau tidak berperasaan bagi orang lain. Menurut Jones (1996) dalam Melandy dan Aziza (2006), kemampuan membina hubungan dengan orang lain adalah serangkaian pilihan yang dapat membuat anda mampu berkomunikasi secara efektif dengan orang yang berhubungan dengan anda atau orang lain yang ingin anda hubungi. Dalam hubungannya dengan dunia kampus, keterampilan sosial dapat dilihat dari sinkronisasi antara dosen dan mahasiswa yang menunjukkan seberapa jauh hubungan yang mereka rasakan, studi-studi di kelas membuktikan bahwa semakin erat koordinasi gerak antara dosen dan mahasiswa, semakin besar perasaan bersahabat, bahagia, antusias, adanya keterbukaan ketika melakukan interaksi. Perasaan bersahabat antara dosen dan mahasiswa akan menciptakan sebuah interaksi yang efektif dalam rangka pemahaman di bidang akuntansi. Kepercayaan diri sangat
diperlukan dalam keterampilan sosial, karena dengan kepercayaan diri yang kuat, mahasiswa akan mudah untuk terbuka dan terampil dalam bersosialisasi bila dibandingkan dengan mahasiswa yang kepercayaan dirinya lemah.
2.1.8
Pengertian stres Tekanan secara sederhana dapat dikatakan sebagai sesuatu yang
bersangkutan dengan interaksi antara orang dengan lingkungannya. Sebagian besar dari definisi tekanan memandang individu dan lingkungan sebagai suatu interaksi perangsang (stimulus), interaksi tanggapan (response) atau interaksi antara perangsang dan tanggapan (stimulus-response interaction). Unsur-unsur tekanan yang digunakan untuk mendefinisikan tekanan sebagai suatu tanggapan yang dapat menyesuaikan diri, yang dipengaruhi oleh perbedaan individual dan atau proses psikologis. Perbedaan individu yaitu suatu konsekuensi dari suatu tindakan ekstern (lingkungan), situasi atau peristiwa yang terlalu banyak mengadakan tuntutan psikologis dan atau fisik seseorang. Menurut Charles D. Spielberg dalam (Handoyo, 2001 : 63), stres adalah tuntutan-tuntutan eksternal yang mengenai seseorang, misalnya obyek-obyek dalam lingkungan atau suatu stimulus yang secara obyektif adalah berbahaya. Stres juga bisa diartikan sebagai tekanan, ketegangan atau gangguan yang tidak menyenangkan yang berasal dari luar diri seseorang. Menurut Braham dalam (Hondoyo,2001 :68), gejala stres dapat berupa tanda-tanda sebagai berikut.
1) Fisik, yaitu sulit tidur atau tidur tidak teratur, sakit kepala, sulit buang air besar, adanya gangguan pencernaan, radang usus, kulit gatal-gatal, punggung terasa sakit, urat-urat pada bahu dan leher terus tegang, keringat berlebihan, berubah selera makan, tekanan darah tinggi atau serangan jantung dan kehilangan energi. 2) Emosional, yaitu mudah marah, mudah tersinggung, gelisah dan cemas, suasana hati mudah berubah-ubah, mudah menangis dan depresi, gugup, agresif terhadap orang lain dan mudah bermusuhan serta mudah menyerang dan kelesuan mental. 3) Intelektual, yaitu mudah lupa, kacau pikirannya, daya ingat menurun, sulit berkonsentrasi, suka melamun berlebihan, pikiran hanya dipenuhi oleh satu pikiran saja. 4) Interpersonal, yaitu acuh dan mendiamkan orang lain, kepercayaan kepada orang lain menurun, mudah mengingkari janji pada orang lain, senang mencari kesalahan orang lain atau menyerang dengan kata-kata, menutup diri secara berlebihan, dan mudah menyalakan orang lain. Dr. Hans Seyle dalam Bakthiar (2009) menganggap tekanan sebagai suatu tanggapan yang tidak khusus terhadap setiap tuntutan terhadap organisme. Ia memberi nama toga fase reaksi pertahanan yang disusun oleh seseorang apabila ia menghadapi tekanan sebagai gejala penyesuaian umum (general adaption syndrome). Seyle
menamakannya umum (general)
karena konsekuensi
penekanan mempunyai akibat dalam berbagai macam bidang dalam badan kita, dapat menyesuaikan diri (adaptive)
dimana berhubungan dengan rangsangan
pertahanan yang didesain untuk membantu badan menyesuaikan diri atau menangani penekanan, dan gejala (syndrome) yang menunjukkan bahwa bagianbagian kecil dari reaksi terjadi sedikit banyak bersama-sama. Tiga fase yang berbeda-beda itu dinamakan tanda bahaya (alarm), perlawanan (resistance) dan kelelahan (exhaustion). Tingkat bahaya (alarm stage) adalah mobilisasi permulaan yang digunakan oleh badan untuk menghadapi tantangan dari penekan. Jika penekan itu diketahui, maka otak mengirim berita biokemis kepada seluruh sistem badan. Pernafasan menjadi meningkat, tekanan darah naik, biji mata membesar, otot-otot menjadi tegang, dan sebagainya. Jika penekan itu berlangsung terus maka GAS ( General Adaptive Syndrome)
maju ke tingkat perlawanan (resistance stage)
dimana memiliki tanda-tanda seperti, kelelahan, kegelisahan dan ketegangan. Tingkat terakhir dari GAS adalah kelelahan (exhaustion). Jika orang dalam waktu yang lama dan terus menerus terkena tekanan yang sama, maka akhirnya tenaga menjadi lelah. Sedangkan menurut Lazarus dan Launier (1978) dalam Leila (2002: 3) terdapat empat tahapan proses stres, antara lain sebagai berikut. 1) Stage of alarm Individu mengidentifikasi suatu stimulus yang membahayakan. Hal ini akan meningkatkan kesiagaan dan orientasinya pun terarah kepada stimulus tersebut. 2) Stage of Appraisals
Individu mulai melakukan penilaian terhadap stimulus yang mengenainya. Penilaian ini dipengaruhi oleh pengalaman-pengalaman individu tersebut. Tahapan penilaian ini dibagi menjadi dua, yaitu sebagai berikut. (1) Primary Cognitive Appraisal Adalah proses mental yang berfungsi mengevaluasi suatu situasi atau stimulus dari sudut implikasinya terhadap individu, apakah menguntungkan, merugikan atau membahayakan individu tersebut (2) Secondary Cognitive Apprraisal Adalah evaluasi terhadap sumber daya yang dimiliki oleh individu dan berbagai alternatif cara untuk mengatasi situasi tersebut. Proses ini dipengaruhi oleh pengalaman-pengalaman individu pada pada situasi serupa, persepsi individu terhadap kemampuan dirinya dan lingkungannya, serta berbagai sumber daya pribadi dan lingkungan. 3) Stage of Searching for a Coping Strategy Konsep “coping” diartikan sebagai usaha – usaha untuk mengelola tuntutan-tuntutan
lingkungan
dan
tuntutan-tuntutan
internal
serta
mengolah konflik antara berbagai tuntutan tersebut. Tingkat kekacauan yang dibangkitkan oleh satu stresor (sumber stres) akan menurun jika individu memiliki antisipasi tentang cara mengelola atau menghadapi stresor tersebut, yaitu dengan menerapkan strategi coping yang tepat. Strategi yang akan digunakan ini dipengaruhi oleh pengalaman atau informasi yang dimiliki oleh individu serta konteks situasi dimana stres tersebut berlangsung.
4) Stage of Stres Response Pada tahap ini, individu mengalami kekacauan emosional yang akut seperti sedih, cemas, marah, dan panik. Mekanisme pertahanan diri yang digunakan menjadi tidak adekuat. Fungsi – fungsi kognisi menjadi kurang terorganisasikan dengan baik dan pola-pola neuroendokrin serta sistem saraf otonom bekerja terlalu aktif. Reaksi-reaksi ini timbul akibat adanya pengaktifan yang tidak adekuat dan reaksi-reaksi untuk menghadapi stres yang berkepanjangan. Dampak dari keadaan ini adalah bahwa individu mengalami disorganisasi dan kelelahan baik mental maupun fisik. Menurut Cox, kategori dari lima jenis tekanan yang mungkin timbul dari tekanan meliputi. 1) Akibat subyektif (subjective effects). Kegelisahan, agresif, kelesuan, kebosanan, kemuraman (depresi), kelelahan, kekecewaan (frustasi), kehilangan kesabaran, harga diri yang rendah, perasaan terpencil. 2) Akibat
perilaku
(behavioral
effect).
Mudah
terkena
kecelakaan,
penyalahgunaan obat, peledak emosi, makan yang berlebihan, minum atau merokok yang berlebihan, berperilaku yang impulsif, tertawa gelisah. 3) Akibat kognitif (cognitive effects). Tidak mampu mengambil keputusan yang sehat, kurang bisa berkonsentrasi, sangat peka terhadap kecaman dan rintangan mental. 4) Akibat fisiologis (physiological effect). Tingkat gula darah meningkat, denyut jantung atau tekanan darah naik, mulut kering, berkeringat, biji mata membesar.
5) Akibat keorganisasian (organization effects). Kemangkiran, produktivitas rendah, mengasingkan diri dari teman sekerja, ketidakpuasan kerja, menurunnya keterikatan dan loyalitas terhadap organisasi.
2.1.9
Stres kuliah Pemahaman umum tentang konsep stres banyak digunakan untuk
menjelaskan tentang sikap atau tindakan individu yang dilakukanya bila menghadapi suatu tantangan dalam hidup dan ternyata gagal memperoleh respon dalam menghadapi tantangan tersebut. Proses stres didahului oleh adanya sumber stres (stresor) yaitu setiap keadaan yang dirasakan orang mengancam dan membahayakan dirinya. Istilah stres atau ketegangan memiliki konotasi yang beragam. Bagi sementara orang, stres dapat menggambarkan keadaan psikis setelah mengalami berbagai tekanan yang melampaui batas ketahanannya. Sementara orang lain mengatakan stres bersifat subyektif hanya berhubungan dengan kondisi-kondisi psikologis dan emosi seseorang. Adapula yang menganggap stres dan ketegangan merupakan faktor sebab akibat. Namun banyak orang cenderung menganggap stres sebagai tanggapan patologos (proses penyimpangan kondisi biologis yang sehat) terhadap tekanan-tekanan psikologis dan sosial yang berhubungan dengan pekerjaan dan lingkungannya. Ivianchevic dan Martinson (1993) dalam Yulianti (2002) mendefinisikan stres secara sederhana sebagai interaksi individu dengan angkatan. Kemudian definisi tersebut dirinci lebih jauh sebagai respon yang adaptif yang ditengahi oleh perbedaan individual dan proses psikologis yang merupakan konsekuensi dari
tindakan dan sistem internal atau kejadian yang meminta kondisi psikologis dan fisik seseorang secara berlebihan. Stres adalah suatu kondisi ketegangan yang mempengaruhi emosi, proses berfikir dan kondisi seseorang. Stres yang terlalu besar dapat mengancam kemampuan atau kondisi seseorang dalam menghadapi lingkungan (Handoko, 2000). Dilihat dari sudut pandang orang yang mengalami stres, seseorang akan memberikan tanggapan terhadap hal-hal yang dinilai mendatangkan stres. Tanggapan orang terhadap sumber stres dapat berpengaruh pada segi psikologi dan fisiologis. Tanggapan ini disebut strain, yaitu tekanan atau ketegangan. Seseorang yamg mengalami stres secara psikologis menderita tekanan dan ketegangan yang membuat pola pikir seseorang menjadi kacau. Dalam proses itu, hal yang dapat menyebabkan stres dan pengalaman orang yang mengalami stres akan saling berkaitan. Proses itu merupakan pengaruh timbal balik dan menciptakan usaha atau penyesuaian atau tepatnya penyeimbangan, yang terus menerus antara orang yang mengalami stres dan keadaan yang penuh stres.
2.1.10 Definisi akuntansi Definisi akuntansi dapat dirumuskan dari dua sudut pandang yaitu definisi dari sudut pemakai jasa akuntansi, dan dari sudut proses kegiatannya. Definisi dari sudut pemakai, akuntansi adalah suatu disiplin yang menyediakan informasi yang diperlukan untuk melaksanakan kegiatan secara efisien dan mengevaluasi kegiatan-kegiatan suatu organisasi (Jusup, 2005:4). Dari sudut proses kegiatannya
akuntansi didefinisikan sebagai proses pencatatan, penggolongan, peringkasan, pelaporan dan penganalisaan data keuangan suatu organisasi (Jusup, 2005:5). Akuntansi juga disebutkan sebagai bahasa bisnis (language of business) (Suwardjono, 2003:30). Dimana sebagai bahasa bisnis, akuntansi dapat memberikan informasi tentang kondisi keuangan berupa posisi keuangan yang tertuang dalam jumlah kekayaan, utang dan modal suatu bisnis dan hasil usahanya pada suatu waktu atau periode tertentu. Dengan informasi ini pembaca laporan keuangan tidak perlu lagi mengunjungi suatu perusahaan atau melakukan interview untuk mengetahui keadaan keuangannya, hasil usahanya maupun memprediksi masa depan perusahaan.
2.1.11 Bidang studi akuntansi Materi-materi khusus yang dipelajari dalam bidang studi akuntansi antara lain sebagai berikut (Suwardjono, 2003: 34 - 40).
a. Akuntansi Keuangan Bidang akuntansi keuangan (financial accounting) membahas masalah pelaporan keuangan untuk kepentingan pihak eksternal. Bidang ini dibagi menjadi dua bagian,yaitu bidang praktik membahas pengukuran, penilaian, dan pengakuan objek transaksi keuangan serta pengungkapan/ penyajian data hasil pengukuran tersebut ke dalam laporan keuangan umum sesuai dengan prinsip akuntansi berterima umum. b. Teori Akuntansi
Bidang ini mempelajari penalaran logis dan konsep-konsep yang menjelaskan dan melandasi praktik atau struktur akuntansi yang berjalan dan sebaiknya dijalankan. c. Pengauditan Pengauditan (auditing) membahas tentang prinsip, prosedur dan teknik pengauditan laporan keuangan untuk memberi pendapat tentang kewajaran penyajian laporan keuangan. d. Akuntansi Kos Akuntansi kos (cost accounting) membahas pengumpulan data kos untuk mengukur berbagai objek yang menjadi pusat perhatian manajemen dan penentuan kos produk khususnya dalam perusahaan pemanufakturan. e. Akuntansi Manajemen Akuntansi manajemen (management accounting) lebih menekankan pada pemanfaatan data akuntansi untuk pengambilan keputusan (decision making) dan pengendalian (controlling) operasi perusahaan secara keseluruhan meliputi produksi, pemasaran, sumber daya manusia, dan pendanaan/pembelanjaan (financing). f. Manajemen Kos Manajemen kos lebih berkepentingan dengan pengukuran aktivitas dan objek-objek strategik dalam rangka pengambilan keputusan strategik untuk mencapai keunggulan kompetitif (competitive advantage) g. Sistem Pengendalian Manajemen
Bidang ini membahas perancangan sistem dan proses untuk memotivasi para manajer divisi agar mereka bertindak untuk memaksimumkan kepentingan divisi tetapi pada saat yang sama juga memaksimumkan kepentingan divisi secara keseluruhan. h. Sistem Akuntansi Bidang ini mempelajari berbagai rancang bangun (design) prosedurprosedur untuk pengumpulan, penciptaan, dan pelaporan data akuntansi yang paling sesuai dengan kebutuhan suatu perusahaan tertentu. i. Sistem Informasi Manajemen Bidang ini mempelajari perancangan sistem penyediaan informasi dan pengolahan data untuk menopang keputusan manajemen berbagai aspek dan fungsi. j. Akuntansi pajak Bidang ini membahas berbagai transaksi penting perusahaan dan berbagai peraturan perpajakan yang bersangkutan serta pengaruh peraturan tersebut terhadap
laporan
keuangan
khususnya
penentuan
besarnya
laba
perusahaan. k. Akuntansi Pemerintahan Bidang ini membahas perekayasaan akuntansi untuk unit organisasi nonprofit seperti pemerintah, rumah sakit, sekolah, universitas, yayasan dan sebagainya. l. Analisis laporan keuangan
Bidang ini mempelajari bagaimana memanfaatkan, menganalisis, dan mengiterpretasikan data yang termuat dalam laporan keuangan untuk menunjang keputusan
investasi
dalam surat-surat
berharga
yang
diterbitkan suatu perusahaan (saham, obligasi, opsi dan sebagainya).
2.1.12 Pemakai informasi akuntansi Menurut
Jusup (2005:6-7), pihak-pihak yang memerlukan informasi
akuntansi adalah sebagai berikut: 1) Manajer Manajer perusahaan menggunakan informasi akuntansi untuk menyusun perencanaan perusahaannya,mengevaluasi kemajuan yang dicapai dalam usaha mencapai tujuan dan melakukan tindakan koreksi yang diperlukan. 2) Investor Investor melakukan penanaman modal dalam perusahaan dengan tujuan untuk mendapat hasil yang sesuai dengan harapannya. Para investor harus melakukan analisis atas laporan keuangan perusahaan yang akan dipilih sebagai tempat penanaman modalnya.
3) Kreditur Kreditur memerlukan informasi akuntansi, untuk menilai apakah kredit telah digunakan sesuai dengan tujuan yang telah disepakati 4) Instansi Pemerintah
Informasi akuntansi merupakan sumber utama bagi badan pemerintah seperti badan pelayanan pajak untuk menetapkan besarnya pajak perusahaan. 5) Organisasi Nirlaba Organisasi-organisasi yang tidak bertujuan mencari laba seperti organisasi keagamaan, yayasan atau lembaga pendidikan juga membutuhkan informasi akuntansi dimana organisasi ini berurusan dengan soal-soal keuangan karena mereka harus memiliki anggaran, membayar tenaga kerja, membayar listrik dan sewa, serta urusan keuangan lainnya yang bersangkutan dengan akuntansi. 6) Pemakai lainnya Pemakai lainnya seperti organisasi buruh dimana mereka membutuhkan informasi tentang laba perusahaan dan juga informasi keuangan lainnya dalam rangka mengajukan kenaikan gaji atau tunjangan-tunjangan lain dari perusahaan tempat mereka bekerja.
2.2
Pembahasan Penelitian Sebelumnya Suryaningrum dan Trisnawati (2003), telah melakukan penelitian tentang
Pengaruh Kecerdasan Emosional Terhadap Tingkat Pemahaman Akuntansi dengan sampel mahasiswa akhir akuntansi yang telah menempuh 120 SKS pada beberapa universitas di Yogyakarta dengan menggunakan alat analisis regresi linier berganda. Hasil
pengujian
Suryaningrum dan Trisnawati (2003)
menunjukkan bahwa kecerdasan emosional tidak berpengaruh secara signifikan
terhadap tingkat pemahaman akuntansi. Persamaan dengan penelitian ini adalah sama-sama menggunakan variabel kecerdasan emosional sebagai variabel independen dan menggunakan teknik analisis linerar berganda. Perbedaannya adalah menambah variabel perilaku belajar sebagai variabel independen dan stres kuliah sebagai variabel dependennya. Melandy dan Aziza (2006), Telah melakukan penelitian tentang Pengaruh Kecerdasan Emosional Terhadap Tingkat Pemahaman Akuntansi, Kepercayaan Diri Sebagai Variabel Pemoderasi dengan sampel mahasiswa akuntansi tingkat akhir pada beberapa perguruan tinggi negeri yang ada di Propinsi Bengkulu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terlihat adanya perbedaan tingkat pengenalan diri dan motivasi antara mahasiswa yang memiliki kepercayaan diri kuat dengan mahasiswa yang memiliki kepercayaan diri lemah, sedangkan untuk variabel pengendalian diri, empati, dan keterampilan sosial tidak terdapat perbedaan. Persamaan dengan penelitian ini adalah sama-sama menggunakan variabel kecerdasan emosional sebagai variabel independen. Perbedaannya adalah menambah variabel perilaku belajar sebagai variabel independen dan stres kuliah sebagai variabel dependennya. Penelitian yang dilakukan oleh Marita,dkk (2008) yang mengkaji secara empiris atas perilaku dan kecerdasan emosional dalam mempengaruhi stres kuliah mahasiswa akuntansi. Sampel dalam penelitian ini adalah mahasiswa akuntansi yang belajar di wilayah D.I.Yogyakarta. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kecerdasan emosional dan perilaku belajar mahasiswa jurusan akuntasi, keduanya memberikan pengaruh negatif dan signifikan terhadap stres kuliah responden,
dalam hal ini variabel kecerdasan emosional memberikan pengaruh lebih dominan terhadap stres kuliah dibandingkan variabel perilaku belajar. Variabel kecerdasan emosional (X1) mempunyai pengaruh negatif terhadap stres kuliah. Jika kecerdasan emosional semakin meningkat mengakibatkan stres kuliah semakin menurun, begitu pula sebaliknya jika pada kecerdasan emosional semakin menurun maka stres kuliah akan semakin meningkat.Variabel perilaku belajar (X2) mempunyai pengaruh negatif terhadap terhadap stres kuliah. Pengaruh negatif ini berarti bahwa perilaku belajar dan stres kuliah menunjukkan pengaruh terbalik. Jika perilaku belajar semakin meningkat mengakibatkan stres kuliah semakin menurun, begitu pula sebaliknya jika pada perilaku belajar semakin menurun maka stres kuliah akan semakin meningkat. Persamaan dengan penelitian ini adalah sama-sama menggunakan variabel perliku belajar dan kecerdasan emosional sebagai variabel independen dan stres kuliah sebagai variabel dependen. Perbedaan penelitian ini adalah lokasi penelitiannya dilakukan di Fakultas Ekonomi Universitas Udayana Denpasar dan pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah menggunakan teknik purposive sampling.
2.3
Perumusan Hipotesis
2.3.1
Pengaruh perilaku belajar dan kecerdasan emosional terhadap stres kuliah Penelitian Marita,dkk (2008) menunjukkan bahwa kecerdasan emosional
dan perilaku belajar mahasiswa jurusan akuntasi, keduanya memberikan pengaruh negatif dan signifikan terhadap stres kuliah responden, dalam hal ini variabel kecerdasan emosional memberikan pengaruh lebih dominan terhadap stres kuliah
dibandingkan variabel perilaku belajar. Dari uraian diatas maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut. Ha1: Perilaku belajar dan kecerdasan emosional berpengaruh terhadap stres kuliah mahasiswa akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Udayana Denpasar
2.3.2
Pengaruh perilaku belajar terhadap stres kuliah Seorang mahasiswa yang memiliki perilaku belajar. Hal-hal yang
berhubungan dengan perilaku belajar yang baik dapat dilihat dari kebiasaan mengikuti pelajaran, kebiasaan membaca buku, kunjungan ke perpustakaan dan kebiasaan menghadapi ujian. Hasil penelitian Marita,dkk (2008) menyatakan bahwa perilaku Belajar mempunyai pengaruh negatif terhadap terhadap stres kuliah. Pengaruh negatif ini berarti bahwa perilaku belajar terhadap stres kuliah menunjukkan pengaruh terbalik. Jika perilaku belajar semakin meningkat mengakibatkan stres kuliah semakin menurun, begitu pula sebaliknya jika pada perilaku belajar semakin menurun maka stres kuliah akan semakin meningkat. Sehingga perilaku belajar memiliki peranan penting untuk menghadapi stres yang akan datang. Dari uraian di atas maka dirumuskan hipotesis sebagai berikut: Ha2: Perilaku belajar mahasiswa akuntansi (kebiasaan mengikuti pelajaran, kebiasaan membaca buku, kunjungan ke perpustakaan dan kebiasaan menghadapi ujian ) berpengaruh terhadap stres kuliah.
2.3.3
Pengaruh kecerdasan emosional terhadap stres kuliah
Kecerdasan emosional adalah kemampuan untuk mengenal perasaan diri sendiri dan orang lain untuk memotivasi diri sendiri dan mengelola emosi dengan baik di dalam diri kita. Kemampuan ini saling berbeda dan melengkapi dengan kemampuan akademik murni yang diukur dengan IQ. Penelitian Gasya (2007) menyimpulkan bahwa terdapat hubungan negatif yang signifikan antara kecerdasan emosi dengan derajat stres pada mahasiswa tingkat akhir. Dimana hubungan negatif yang signifikan antara kecerdasan emosi dengan derajat stres pada mahasiswa tingkat akhir, yang berarti apabila kecerdasan emosi individu tinggi maka derajat stres individu rendah dan sebaliknya apabila kecerdasan emosi individu rendah maka derajat stres individu tinggi. Selain itu, penelitian Marita,dkk (2008) juga menyatakan bahwa kecerdasan emosional mempunyai pengaruh negatif terhadap stres kuliah. Jika kecerdasan emosional semakin meningkat mengakibatkan stres kuliah semakin menurun, begitu pula sebaliknya jika pada kecerdasan emosional semakin menurun maka stres kuliah akan semakin meningkat. Dengan adanya kecerdasan emosional yang ditandai oleh kemampuan pengenalan diri, pengendalian diri, motivasi diri, empati dan kemampuan sosial akan
mempengaruhi
perilaku
belajar
mahasiswa
yang
nantinya
juga
mempengaruhi seberapa besar tingkat stres yang dialami mahasiswa. Dari uraian di atas maka dirumuskan hipotesis sebagai berikut. Ha3: Kecerdasan emosional (kemampuan pengenalan diri, pengendalian diri, motivasi diri, empati dan kemampuan sosial) berpengaruh terhadap stres kuliah.