BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1 Belajar dan Hasil Belajar Belajar didefinisikan sebagai perubahan tingkah laku yang diakibatkan oleh pengalaman. Definisi lain mengenai belajar adalah proses aktif siswa untuk mempelajari dan memahami konsep-konsep yang dikembangkan dalam kegiatan belajar mengajar, baik individu maupun kelompok, baik mandiri maupun dibimbing. Pengertian belajar menurut Sudjana dalam Diniresna (2004), Belajar adalah suatu proses perubahan yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang. Perubahan sebagai hasil dari proses belajar dapat ditunjukkan dalam berbagai bentuk seperti berubah pengetahuan pemahaman, sikap dan tingkah laku, keterampilan kecakapan, kebiasaan, serta perubahan aspek-aspek lain yang ada pada individu yang belajar. Menurut taksonomi Benyamin. S. Bloom (Arifin, 2003), perubahan tingkah laku (kemampuan) yang diharapkan dapat terjadi pada diri siswa setelah menyelesaikan kegiatan pembelajaran sebagai hasil belajar dapat diklasifikasikan menjadi tiga domain (kawasan/ ranah) yaitu domain kognitif, domain afektif dan domain psikomotor. 1. Domain kognitif (pengetahuan) merupakan sekelompok perubahan tingkah laku (kemampuan) yang dipengaruhi oleh kemampuan berpikir atau kemampuan intelektual. Hasil belajar yang bersifat kognitif sebagai kemampuan yang tersusun dari taraf yang terendah dan tertinggi yaitu meliputi enam jenjang kemampuan, yakni hafalan (ingatan), pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, dan evaluasi.
7
8
2. Domain afektif (sikap atau nilai) merupakan sekelompok perubahan tingkah laku (kemampuan) yang dipengaruhi oleh perasaan, sikap, dan nilai. Hasil belajar yang bersifat afektif yaitu mencakup pemilikan minat, sikap, dan nilai-nilai yang ditanamkan melalui proses belajar-mengajar. 3. Domain psikomotorik merupakan keterampilan fisik/ otot atau motorik. Hasil belajar yang bersifat psikomotor, mencakup kemampuan yang berupa keterampilan fisik (motorik) atau keterampilan manipulatif. 2.2 Konsep 2.2.1
Belajar Konsep Menurut Rosser (Dahar, 1989) konsep adalah suatu abstrak yang
mewakili satu kelas objek-objek, kejadian-kejadian, kegiatan-kegiatan, atau hubungan-hubungan yang mempunyai atribut-atribut yang sama. Konsep-konsep yang dibentuk setiap orang mungkin berbeda karena setiap orang mengalami stimulus yang berbeda-beda. Konsep-konsep merupakan dasar untuk berpikir, untuk belajar aturan-aturan, dan pada akhirnya digunakan untuk memecahkan masalah. Belajar menurut Ausubel (Dahar, 1989) dapat diklasifikasikan menjadi dua dimensi, yaitu dimensi pertama berhubungan dengan cara informasi atau materi pelajaran disajikan kepada siswa melalui penerimaan atau penemuan, dan dimensi kedua menyangkut cara bagaimana siswa dapat mengaitkan informasi itu pada struktur kognitif yang telah ada. Struktur kognitif berupa fakta-fakta, konsep-konsep, dan generalisasi-generalisasi yang lebih dipelajari dan diingat oleh siswa. Pada dimensi pertama, informasi dapat dikomunikasikan kepada
9
siswa baik dalam bentuk belajar penerimaan yang menyajikan informasi itu dalam bentuk final,
maupun dengan bentuk belajar penemuan
yang
mengharuskan siswa untuk menemukan sendiri sebagian atau seluruh materi yang akan diajarkan. Sedangkan pada dimensi kedua, siswa menghubungkan atau mengaitkan informasi itu pada pengetahuan (konsep-konsep atau lain-lain) yang telah dimilikinya. 2.2.2
Tingkat Pemahaman Pemahaman berasal dari kata paham yang berarti mengerti benar akan
sesuatu hal. Arifin, dkk. (2000) mengemukakan bahwa kemampuan pemahaman didefinisikan sebagai kemampuan untuk menyerap arti dari materi yang dipelajarinya. Hal ini dapat ditunjukkan dengan: a. Menerjemahkan materi dari bentuk yang satu ke bentuk yang lain (misalnya dari bentuk kata-kata ke bentuk angka-angka). b. Menginterpretasikan materi dalam arti menjelaskan atau meringkas materi yang dipelajarinya. c. Meramalkan arti/ kecenderungan masa yang akan datang (meramalkan akibat sesuatu). Tiga Tingkat Representasi Kimia Terdapat tiga tingkat representasi kimia, yaitu level makroskopik, mikroskopik, dan simbolik. Hubungan ketiga level tersebut digambarkan oleh Johnstone (1993) sebagai berikut:
10
makroskopik
mikroskopik
simbolik
Gambar 2.1 Tingkat Representasi Kimia a. Level makroskopik adalah fenomena-fenomena yang dapat diamati, baik di laboratorium ataupun dalam kehidupan sehari hari secara langsung, atau merupakan fenomena yang dapat diindera: dilihat, dicium, didengar, atau dirasakan. b. Level mikroskopik adalah menunjukkan suatu penjelasan proses kimia dari fenomena-fenomena yang terjadi di alam maupun yang dipelajari di laboratorium dalam bentuk susunan dan gerakan molekul, atom, atau partikel subatom (Wu, 2000). c. Level simbolik adalah lambang, rumus kimia, persamaan reaksi atau persamaan matematik, grafik, diagram, dan sebagainya. Pencapaian pemahaman yang utuh dalam kimia, yaitu dengan meningkatkan kemampuan menjelaskan dan mendeskripsikan level makroskopik (eksperimen), mikroskopik (atom, molekul, ion), dan simbolik (lambang, rumus, persamaan), serta menghubungkan ketiga level tersebut dengan tepat sebab dengan adanya pemaduan ketiga level tersebut, penguasaan kimia akan menjadi lebih bermakna (Sopandi, W dan Murniati, 2007). Tidak dipahaminya konsep pada level mikroskopik dapat menyebabkan konsep yang dipelajari siswa
11
menjadi tidak bermakna, yang pada akhirnya hal tersebut akan berdampak pada minat belajar dan hasil belajar siswa, terutama pemahaman yang akan dicapai oleh siswa. Pemahaman suatu konsep dalam kimia merupakan hal yang sangat penting bagi setiap individu dan merupakan target yang hendak dicapai dalam proses pembelajaran. Pembelajaran kimia biasanya dimulai dengan membicarakan atau mengamati berbagai fenomena yang terjadi (level makroskopik). Pada tahap ini, perhatian siswa mulai meningkat dengan adanya ketertarikan terhadap apa yang dilihatnya serta motivasi siswa mulai tumbuh pada tahap ini. Berdasarkan faktafakta atau fenomena tertentu, siswa dapat mengamati suatu gejala kimia secara langsung dengan menggunakan inderanya. Gejala makroskopik dapat dipahami jika siswa memahami struktur zat (materi) dan perubahannya karena gejala makroskopik merupakan akibat terjadinya perubahan struktur suatu zat. Akan tetapi perhatian siswa mulai menurun jika fenomena tersebut dituliskan ke dalam bahasa kimia dalam bentuk rumus-rumus, atau dalam bentuk persamaan reaksi (level simbolik). Lompatan dari tingkatan fenomena ke tahap abstraksi dapat menimbulkan
kesulitan
bagi
siswa,
sehingga
diperlukan
tahap
yang
memperkenalkan perubahan model struktur yang terjadi pada fenomena kimia yang teramati, yaitu melalui penjelasan level mikroskopik. Namun siswa tidak dapat menjelaskan apa yang terjadi sesungguhnya pada level mikroskopik dari fakta-fakta yang diamatinya pada level makroskopik, sehingga untuk konsep kimia yang bersifat abstrak, siswa harus dibekali pemahaman level mikroskopik di samping level makroskopik dan simbolik. Gejala kimia yang dapat diamati
12
pada level makroskopik dapat dijelaskan dengan perilaku dan sifat-sifat atom pada level mikroskopik. Jika siswa tidak memiliki pemahaman kimia level mikroskopik yang benar, maka dapat terjadi miskonsepsi dan kesulitan dalam belajar kimia akan semakin banyak terjadi. Menurut penelitian Murniati (2007), penyebab terjadinya miskonsepsi level mikroskopik adalah jarangnya/ tidak adanya visualisasi level tersebut dalam buku pegangan siswa dan tidak diperkenalkannya visualisasi level mikroskopik pada saat pembelajaran kimia berlangsung. Berdasarkan hasil penelitian Yuliani (2008), pada umumnya siswa termasuk ke dalam kategori paham sebagian dengan spesifik miskonsepsi (97,7%) pada setiap konsep dalam materi pokok larutan elektrolit dan nonelektrolit, yaitu siswa mampu menjawab soal representasi mikroskopik secara tulisan atau verbal benar, namun tidak mampu menggambarkan keadaan partikelpartikel pada larutan elektrolit maupun nonelektrolit dengan lengkap. Keadaan tersebut dikarenakan buku teks yang digunakan serta proses pembelajaran yang dilakukan merupakan salah satu penyebab miskonsepsi yang terjadi pada hasil belajar siswa pada level mikroskopik. Level mikroskopik ini dapat digunakan untuk membantu siswa dalam mengkonkretkan suatu konsep yang bersifat abstrak, sehingga pemahaman siswa akan tercapai dengan utuh pada suatu konsep tertentu. 2.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar Siswa 2.3.1 Minat Siswa Hasil belajar siswa dapat dipengaruhi dari siswa itu sendiri, terutama dari minat siswa dan motivasi siswa untuk mempelajari kimia. Adanya minat siswa
13
terhadap konsep kimia dapat dijadikan modal awal untuk meningkatkan hasil belajar level makroskopik, mikroskopik, dan simbolik siswa, sehingga konsep kimia yang bersifat abstrak dapat dipahami dengan baik oleh siswa. Carter dan Brick House dalam Nahum et. al (2004), “many student say that chemistry is difficult. These perceived difficulties one part of the context in which these students develop chemical concepts and problem-solving skills”. Jadi, anggapan siswa bahwa kimia itu sulit ternyata dapat mengembangkan konsep kimia siswa dan kemampuan memecahkan masalah siswa karena siswa akan termotivasi untuk memecahkan masalah yang dihadapi dalam pelajaran Kimia. Walaupun kimia dianggap sulit oleh pada umumnya siswa, akan tetapi siswa menganggap kimia itu merupakan mata pelajaran yang disukai. Kesukaan siswa terhadap kimia dapat memotivasi siswa untuk mengatasi kesulitan yang dihadapi dalam kimia. Menurut Arifin, M. dkk (2000), keinginan belajar untuk setiap orang berbeda, bergantung pada ada tidaknya dorongan pada diri setiap individu. Dorongan untuk belajar bisa datang dari dirinya sendiri, yang disebur motivasi intrinsik, bisa juga datang dari luar dirinya yang disebut motivasi ekstrinsik. Dorongan belajar ini kadarnya berbeda untuk setiap individu bergantung pada perkembangan kognitif anak atau siswa. Tidak diragukan lagi bahwa motivasi untuk belajar merupakan faktor penting bagi kesuksesan pembelajaran dan guru akan mendapatkan masalah ketika tidak semua siswa memiliki motivasi untuk memahami. Motivasi siswa untuk belajar dapat diklasifikasikan sebagai motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik. Motivasi merupakan langkah awal bagi siswa
14
untuk memahami sesuatu, terlebih lagi bila motivasi siswa sudah berasal dari diri sendiri (motivasi intrinsik).
2.3.2 Proses Pembelajaran Menurut Arifin, M. dkk (2000), pembelajaran merupakan kegiatan belajar mengajar ditinjau dari sudut kegiatan siswa berupa pengalaman belajar siswa, yaitu kegiatan siswa yang direncanakan guru untuk dialami siswa selama kegiatan belajar mengajar. Guru merupakan salah satu unsur penting yang harus ada dalam pendidikan. Peranan dan tanggungjawab seorang guru akan menentukan pencapaian keberhasilan penyelenggaraan pendidikan. Sesuai dengan tiga tugas utama guru, yaitu sebagai perencana, pelaksana, dan penilai, guru harus merencanakan program pembelajaran, terutama dalam penyusunan rencana pembelajaran dalam bentuk Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Rencana pembelajaran merupakan langkah awal dari suatu manajemen pembelajaran yang berisi kebijakan strategis tentang pelaksanaan pembelajaran yang akan dilakukan. Dengan adanya RPP, diharapkan dapat membantu dalam pencapaian tujuan yang diharapkan karena semuanya sudah dirancang sedemikian rupa dan sesuai dengan kebutuhan dan kondisi siswa. RPP yang telah disusun oleh guru diaplikasikan dalam proses pembelajaran. Proses pembelajaran mempengaruhi tingkat pemahaman yang akan dicapai oleh siswa, yang merupakan target yang hendak dicapai dari suatu proses pembelajaran. Proses pembelajaran dapat berjalan dengan baik dan produktif bila guru memiliki kemampuan dalam menciptakan suasana belajar
15
yang menyenangkan, serta memiliki kemampuan dalam menyampaikan, menginformasikan, dan menjabarkan materi dengan komunikatif dan sistematis sesuai dengan tingkat kematangan dan daya serap siswa. Dalam proses pembelajaran, salah satu keterampilan yang harus dimiliki oleh guru adalah keterampilan dalam menjelaskan materi. Menjelaskan adalah menyajikan informasi lisan yang diorganisasikan secara sistematik dengan menunjukkan hubungan yang mudah dipahami oleh siswa. Guru diindikasikan merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi hasil belajar yang dicapai siswa dalam proses pembelajaran karena guru merupakan salah satu penyebab bagi terjadinya proses pembelajaran walaupun tidak setiap hasil belajar siswa merupakan akibat dari guru mengajar. Selain itu, guru juga membimbing siswa dalam mempelajari dan memahami konsep-konsep yang diberikan dalam proses pembelajaran karena pemahaman konsep merupakan salah satu tujuan yang hendak dicapai dari proses pembelajaran. 2.3.3 Buku Teks Selain proses pembelajaran, faktor lain yang mempengaruhi hasil belajar siswa adalah buku teks. Pada umumnya, buku pelajaran (disebut juga buku teks) merupakan salah satu sumber yang digunakan oleh siswa dan guru dalam proses pembelajaran. Di dalam buku teks terkandung beberapa materi pembelajaran. Materi pembelajaran merupakan sumber yang efektif karena di dalamnya memuat konsep-konsep keilmuan bidang studi tertentu yang menjadi salah satu tatanan pembentukan manusia berilmu, juga sebagai sarana melatih dan mengembangkan keterampilan intelektual (Yuliani, 2008).
16
Jika di dalam buku teks terkandung materi pembelajaran, maka buku teks merupakan salah satu sumber belajar yang dapat dijadikan sebagai media pembelajaran. Tersedianya sumber belajar dengan memanfaatkan media pembelajaran secara tepat dapat mendorong siswa dalam mencapai keberhasilan proses pembelajaran, salah satunya adalah hasil belajar siswa.
2.4 Tinjauan Materi Pokok Larutan Elektrolit dan Larutan Nonelektrolit 2.4.1 Larutan Larutan merupakan campuran homogen dari dua zat atau lebih. Suatu larutan terdiri dari zat terlarut (solute) dan pelarut (selvent). Suatu larutan sudah pasti memiliki satu fasa/ fasa tunggal (Mulyani, 2003). Larutan dapat digolongkan berdasarkan wujud dari pelarutnya dan berdasarkan daya hantarnya. Berdasarkan wujud dari pelarutnya, larutan dapat digolongkan ke dalam larutan padat, larutan cair, dan larutan gas. Zat terlarut dalam ketiga fasa tersebut juga dapat berupa padat, cair, atau gas. Campuran gas selalu membentuk larutan karena semua gas dapat saling campur dalam berbagai perbandingan. Larutan berwujud padat dinamakan aliasi, contohnya perunggu, kuningan, dan paduan logam yang lain. Contoh larutan berwujud cair adalah larutan gula, dan contoh larutan berwujud gas adalah udara. Sedangkan berdasarkan daya hantarnya, larutan digolongkan ke dalam larutan elektrolit dan larutan nonelektrolit. Larutan elektrolit adalah larutan yang dapat menghantarkan arus listrik. Larutan nonelektrolit adalah larutan yang tidak dapat menghantarkan arus listrik.
17
2.4.2 Gejala Hantaran Listrik pada Larutan Arus listrik dapat terjadi karena adanya aliran elektron, yaitu suatu partikel yang bermuatan negatif. Arus listrik dapat mengalir melalui suatu penghantar, yaitu suatu konduktor. Contoh konduktor adalah logam tembaga dalam kabel listrik. Lalu bagaimana larutan yang berwujud cair dapat menghantarkan listrik? Daya hantar larutan dapat diuji dengan alat uji elektrolit seperti gambar di bawah ini.
Gambar 2.2 Alat Uji Elektrolit (Sumber: www.e-dukasi.net) Keterangan: 1.
Batu baterai
5. Elektroda
2.
Kabel penghubung
6. Larutan yang diuji
3. Bola lampu 4.
Elektroda
7. Gelas kimia
18
2.4.3 Larutan Elektrolit dan Larutan Nonelektrolit Berikut ini adalah data hasil percobaan daya hantar berbagai larutan. Tabel 2.1 Hasil Percobaan Daya Hantar Berbagai Larutan Bola Lampu No
Bahan Uji
Gelembung Gas
Menyala
Menyala
Tidak
Ada
Ada
Tidak
terang
redup
menyala
(banyak)
(sedikit)
ada
√
√
1.
NaCl (aq)
2.
Air ledeng
√
√
3.
CH3COOH (aq)
√
√
4.
Alkohol 70%
5.
NaOH (aq)
6.
NH4OH (aq)
7.
Larutan Gula
8.
H2SO4 (aq)
√ √
√ √
√
√ √
√
√ √
Berdasarkan daya hantar listriknya, larutan digolongkan ke dalam larutan elektrolit dan nonelektrolit. Larutan elektrolit adalah larutan yang dapat menghantarkan arus listrik. Contoh: larutan NaCl, air ledeng, larutan CH3COOH, larutan NaOH, larutan NH4OH dan larutan H2SO4. Larutan nonelektrolit adalah larutan yang tidak dapat menghantarkan arus listrik. Contoh: alkohol 70 %, larutan urea CO(NH2)2, dan larutan gula. Jadi, dengan adanya zat terlarut tertentu di dalam air menyebabkan larutannya dapat menghantarkan arus listrik. Zat terlarut inilah yang dinamakan zat elektrolit. Zat elektrolit adalah zat-zat terlarut dalam air yang membentuk larutan elektrolit. Zat-zat elektrolit dapat berupa senyawa ion atau senyawa kovalen polar.
19
Larutan yang dapat menghantarkan arus listrik memberikan gejala berupa nyala lampu pada alat uji elektrolit atau timbulnya gelembung gas di sekitar elektroda. Larutan yang menunjukkan gejala-gejala tersebut pada uji elektrolit tergolong ke dalam larutan elektrolit. Sedangkan bagi larutan yang tidak menunjukkan adanya gejala-gejala tersebut berarti larutan tersebut tidak dapat menghantarkan arus listrik, dan larutan tersebut digolongkan ke dalam larutan nonelektrolit. Menurut Svante August Arrhenius (1884), zat-zat elektrolit dalam air akan terurai sempurna menjadi ion positif (disebut kation) dan ion negatif (disebut anion) yang dapat bergerak bebas. Contoh: NaCl (s) → Na+ (aq) + Cl- (aq) HCl (g) → H+ (aq) + Cl- (aq) CH3COOH (s)
CH3COO- (aq) + H+ (aq)
Ion-ion bermuatan listrik tersebut dapat bergerak bebas sehingga memiliki kemampuan untuk menghantarkan arus listrik yang menyebabkan lampu pada alat uji elektrolit dapat menyala dan terbentuknya gelembung gas di sekitar elektroda. Semakin banyak jumlah ion, semakin kuat daya hantarnya, dan semakin terang nyala lampu dan semakin banyak gelembung gas yang dihasilkan. Dengan demikian, adanya ion-ion bermuatan inilah larutan elektrolit dapat menghantarkan arus listrik, arus listrik positif dan arus listrik negatif akan mengalir di dalam larutan karena diteruskan oleh adanya ion-ion bermuatan
20
tersebut. Berikut ini merupakan contoh model mikroskopik zat elektrolit dalam air, yaitu:
Gambar 2.3 Model Mikroskopik HCl dalam Air Keterangan:
Cl-
ClH+
H2O OH-
Sedangkan untuk larutan nonelektrolit, tidak terjadi gejala-gejala adanya penghantaran arus listrik. Hal ini dikarenakan zat nonelektrolit tidak akan terurai menjadi ion-ion jika dilarutkan dalam air, melainkan tetap berada dalam bentuk molekul-molekulnya. Karena di dalam larutan tidak terdapat ion-ion yang bergerak bebas, maka larutan tidak dapat menghantarkan arus listrik, sehingga
21
lampu pada alat uji elektrolit tidak menyala dan tidak terbentuknya gelembung gas. Berikut ini merupakan contoh model mikroskopik urea dalam air.
Gambar 2.4 Model Mikroskopik CO(NH2)2 dalam Air Keterangan:
CO(NH2)2 H+
H2O OH-
22
2.4.4 Kekuatan Elektrolit Kemampuan menghantarkan arus listrik dari larutan elektrolit berbedabeda, dan pada umumnya bergantung pada kemampuan elektrolit itu terurai menjadi ion-ionnya di dalam air. Berdasarkan kemampuan terionisasi (daya hantar listriknya), larutan elektrolit terdiri dari larutan elektrolit kuat dan larutan elektrolit lemah. 2.4.4.1 Larutan Elektrolit Kuat Elektrolit kuat adalah zat elektrolit yang terurai sempurna menjadi ionionnya di dalam air, yang dicirikan dengan derajat ionisasi (α) yang tinggi, atau α ≈ 1, sehingga larutan elektrolit kuat dapat menghantarkan arus listrik dengan baik. Pada saat dilewatkan ke dalam larutan elektrolit kuat, elektron dihantarkan melalui ion-ion dalam larutan, yang mengakibatkan lampu pada alat uji elektrolit akan menyala dengan terang dan dihasilkan banyak gelembung gas di sekitar elektroda. Nyala lampu uji terang dan gelembung gas yang terbentuk menunjukkan bahwa larutan elektrolit yang digunakan menghasilkan banyak ion (elektrolit kuat). Berdasarkan data hasil percobaan daya hantar berbagai larutan pada Tabel 2.1, yang termasuk larutan elektrolit kuat adalah larutan NaCl, larutan NaOH, dan larutan H2SO4. Contoh lain larutan elektrolit kuat adalah larutan HCl, larutan KCl, dan lain-lain. Persamaan reaksi pelarutan NaCl dalam air dapat ditulis sebagai berikut: NaCl (s) → Na+ (aq) + Cl- (aq)
23
Gambar 2.5 Model Mikroskopik NaCl dalam Air Keterangan:
Na+
H+
Cl-
Na+
Cl-
H2O
OH-
Padatan NaCl merupakan suatu senyawa ion, yang dalam keadaan kristal sudah berada sebagai kristal ion, tetapi ion-ion itu terikat satu sama lain yang tertata secara teratur dengan rapat dan kuat, sehingga ion-ion dalam kristalnya tidak bebas bergerak. Jadi dalam keadaan kristal (padatan), NaCl tidak dapat menghantarkan arus listrik. Akan tetapi, bila padatan NaCl dilarutkan dalam air akan membentuk larutan NaCl. NaCl akan terurai sempurna di dalam air membentuk ion Na+ dan ion Cl-.
24
Pergerakan ion Na+ dan ion Cl- dalam larutan jauh lebih bebas, sehingga dengan adanya ion Na+ dan ion Cl- bebas dalam larutan menyebabkan larutan NaCl bersifat menghantarkan arus listrik. Ion Na+ akan tertarik ke elektroda negatif/ kutub negatif (katoda) dan ion Cl- akan tertarik ke elektroda positif/ kutub positif (anoda). Pergerakan ini menghantarlkan arus listrik.
Cl-
Ion positif bergerak menuju elektroda negatif (kutub negatif)
Na+
Ion negatif bergerak menuju elektroda positif (kutub positif)
ClNa+
ClNa+
Na+
Cl-
Gambar 2.6 Model Mikroskopik Arah Pergerakan Ion Positif dan Ion Negatif
25
2.4.4.2 Larutan Elektrolit Lemah Elektrolit lemah adalah zat elektrolit yang hanya terurai sebagian membentuk ion-ionnya di dalam air, yang dicirikan dengan derajat ionisasi (α) yang rendah, atau 0<α<1, sehingga larutan elektrolit lemah tidak dapat menghantarkan arus listrik dengan baik. Di dalam air, sebagian besar zat terlarut berada dalam bentuk molekul netral dan hanya sedikit berada dalam bentuk ionionnya. Zat terlarut dalam larutan elektrolit lemah hanya akan terurai sebagian, sehingga jumlah ion-ion dalam larutan elektrolit lemah tidak sebanyak yang terdapat pada larutan elektrolit kuat pada konsentrasi yang sama. Karena jumlah ion-ion yang terdapat dalam larutan tidak terlalu banyak, elektron yang dapat dihantarkan melalui ion-ion dalam larutan juga sedikit. Akibatnya, nyala lampu yang dihasilkan pada alat uji elektrolit adalah redup, serta gelembung gas yang dihasilkan di sekitar elektroda juga sedikit. Nyala lampu uji redup dan sedikitnya gelembung gas yang terbentuk menunjukkan bahwa larutan elektrolit yang digunakan menghasilkan sedikit ion (elektrolit lemah). Nyala lampu yang redup menunjukkan bahwa larutan elektrolit lemah tidak dapat menghantarkan arus listrik dengan baik, artinya bahwa larutan elektrolit lemah memiliki daya hantar arus listrik yang lemah. Berdasarkan data hasil percobaan daya hantar berbagai larutan, yang termasuk larutan elektrolit lemah adalah air ledeng, larutan CH3COOH, dan larutan NH4OH. Contoh lain dari larutan elektrolit lemah adalah larutan Al(OH)3, dan lain-lain. Reaksi pelarutan CH3COOH dalam air dapat ditulis sebagai berikut: CH3COOH (s)
H+ (aq) + CH3COO- (aq)
26
Gambar 2.7 Model Mikroskopik CH3COOH dalam Air Keterangan:
CH3COO-
CH3COOH H2O
H+
OH-
27
Berdasarkan uraian di atas, maka kekuatan daya hantar listrik dari suatu larutan elektrolit bergantung dari jumlah ion-ion yang ada dalam larutan. Perbedaan antara larutan elektrolit kuat dan larutan elektrolit lemah dapat dilihat pada Tabel 2.2 berikut ini. Tabel 2.2 Perbedaan Larutan Elektrolit Kuat dan Larutan Elektrolit Lemah Larutan Elektrolit Kuat 1. Zat
terlarut
akan
terurai
sempurna dalam air.
Larutan Elektrolit Lemah 1. Zat terlarut hanya terurai sebagian dalam air.
2. Zat terlarut berada dalam bentuk
2. Zat terlarut sebagian besar berada
ion-ionnya dalam air, dan tidak
dalam bentuk molekul netral dan
ada zat terlarut dalam bentuk
hanya
molekul netral.
ionnya dalam air.
3. Jumlah ion dalam larutan relatif banyak.
sedikit
berbentuk
ion-
3. Jumlah ion dalam larutan relatif sedikit.
4. Daya hantar listrik kuat.
4. Daya hantar listrik lemah.
5. Lampu uji menyala terang.
5. Lampu uji menyala redup.
6. Contoh: NaCl (aq), NaOH (aq),
6. Contoh: CH3COOH (aq), HCN
HCl (aq), H2SO4(aq)
2.4.5
(aq), NH4OH (aq), Al(OH)3 (aq)
Senyawa-senyawa Pembentuk Larutan Elektrolit
2.4.5.1 Senyawa Ion Senyawa ion adalah semua senyawa yang terbentuk berdasarkan ikatan ion. Contoh senyawa ion adalah NaCl, KBr, CaCl2, CaO, NaOH, Na2SO4, dan lain-lain. Pada umumnya, senyawa ion berada sebagai kristal ion, di mana ion
28
positif dan ion negatifnya terikat satu sama lain yang tertata secara teratur dengan rapat dan kuat, sehingga ion-ion dalam kristalnya tidak bebas bergerak, sehingga senyawa ion dalam bentuk kristal (padatannya) tidak dapat menghantarkan arus listrik. Ketika dilarutkan dalam air, kristal ion pecah dan membentuk ion positif dan ion negatif. Pergerakan ion-ion dalam larutan jauh lebih bebas, sehingga dengan adanya ion-ion bebas dalam larutan menyebabkan larutan senyawa ion bersifat menghantarkan arus listrik. Ion positif akan tertarik ke elektroda negatif/ kutub negatif (katoda) dan ion negatif akan tertarik ke elektroda positif/ kutub positif (anoda). Pergerakan ini menghantarkan arus listrik. Kristal ion akan meleleh bila dipanaskan. Dalam keadaan lelehannya, ionion akan memiliki pergerakan yang lebih bebas, sehingga lelehan senyawa ion dapat menghantarkan arus listrik. 2.4.5.2 Senyawa Kovalen Polar Padatan dan lelehan senyawa kovalen tidak dapat meghantarkan arus listrik karena dalam keadaan padatan dan lelehannya senyawa kovalen tidak mengandung ion-ion. Akan tetapi, dalam bentuk larutannya terdapat beberapa senyawa kovalen yang dapat menghantarkan arus listrik, misalnya HCl. HCl merupakan senyawa kovalen polar, pasangan elektron ikatan tertarik ke atom Cl yang lebih elektronegatif dibanding dengan atom H, sehingga pada HCl, atom H lebih positif dan atom Cl lebih negatif.
Gambar 2. 8 Struktur lewis HCl
29
Meskipun molekul HCl bukan senyawa ion, jika dilarutkan ke dalam air maka menghasilkan ion-ion yang bergerak bebas, sehingga larutannya dapat menghantarkan arus listrik. Apakah HCl dalam keadaan murni dapat menghantarkan arus listrik? Cairan HCl murni tidak dapat menghantarkan arus listrik karena HCl dalam keadaan murni berupa molekul-molekul dan tidak mengandung ion-ion.
30
Berdasarkan tinjauan materi di atas, konsep-konsep tersebut dapat diklasifikasikan sebagai berikut. Tabel 2.3 Analisis Level Makroskopik, Mikroskopik, dan Simbolik untuk Larutan Elektrolit Kuat, Larutan Elektrolit Lemah, dan Larutan Nonelektrolit Label
Level
Penjelasan Level
Konsep
Makroskopis
Mikroskopis
Visualisasi Level Mikroskopis
Level Simbolik
Larutan
Lampu uji
Zat elektrolit (misalnya
NaCl (s) → Na+(aq) + Cl-
elektrolit
menyala
NaCl, CH3COOH,
(aq)
NaOH, NH3) akan terurai menjadi ion
CH3COOH(s)
positif dan ion negatif
H+ (aq) + CH3COO- (aq)
yang dapat bergerak NaOH (s) → Na+(aq) +
bebas jika dilarutkan
OH- (aq)
dalam air. Ion positif akan tertarik ke
HCl (g) → H+ (aq) +
elektroda negatif
Cl- (aq)
(katoda) dan ion negatif akan tertarik ke elektroda positif (anoda). Pergerakan ini menghantarkan arus
Keterangan:
listrik. Cl-
Cl-
H2O
31
H+
OH-
32
Larutan
Lampu uji
Padatan NaCl
NaCl (s) → Na+(aq) +
elektrolit
menyala terang
merupakan suatu
Cl- (aq)
kuat
senyawa ion yang akan terurai sempurna menjadi ion Na+ dan ion Cl- yang dapat bergerak bebas jika dilarutkan dalam air. Ion Na+ akan tertarik ke elektroda negatif (katoda) dan ion Clakan tertarik ke elektroda positif (anoda). Pergerakan ini dapat menghantarkan
Keterangan:
arus listrik Na+
Cl-
Na+ H2O
ClH+
OH-
33
Larutan
Lampu uji
CH3COOH akan terurai
CH3COOH (s)
elektrolit
menyala redup
sebagian menjadi ion
CH3COO- (aq) + H+ (aq)
lemah
+
H dan ion CH3COO
-
jika dilarutkan dalam air, sehingga jumlah ion-ion dalam larutan elektrolit lemah tidak sebanyak yang terdapat pada larutan elektrolit kuat pada konsentrasi yang sama. Karena jumlah ion-ion yang terdapat dalam larutan tidak terlalu banyak, elektron yang dapat dihantarkan melalui ion-ion dalam larutan
Keterangan:
juga sedikit. Akibatnya, nyala lampu yang
CH3COO-
CH3COOH
dihasilkan pada alat uji elektrolit adalah redup.
H2O
H+
OH-
34
Larutan
Lampu uji tidak
Zat nonelektrolit
non-
menyala
(misalnya gula, alkohol,
elektrolit
CO(NH2)2 (s)
urea) yang dilarutkan dalam air tidak akan terurai menjadi ion-ion, melainkan tetap berada dalam bentuk molekulmolekulnya di dalam air. Karena tidak adanya ion-ion bermuatan yang bergerak bebas, maka larutan urea tidak dapat menghantarkan arus listrik. Sehingga lampu
Keterangan:
uji tidak akan menyala.
CO(NH2)2 H+
H2O OH-
/