BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Deskripsi Teori 1. Hakikat Belajar dan Pembelajaran Sugihartono, dkk (2007: 74) menyatakan, “belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku sebagai hasil interaksi individu dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.” Belajar merupakan suatu proses memperoleh pengetahuan dan pengalaman dalam wujud tingkah laku dan kemampuan bereaksi yang bersifat tetap atau permanen karena adanya interaksi individu dengan lingkungannya. Belajar lebih menekankan pada siswa dan proses yang menyertai dalam rangka perubahan tingkah lakunya. Menurut Sugihartono, dkk (2007: 74) menyatakan, adapun tingkah laku yang dikategorikan sebagai perilaku belajar memiliki ciri-ciri sebagai berikut: (1)Perubahan tingkah laku secara sadar, artinya pelaku merasakan perubahan tersebut, (2) perubahan bersifat kontinu dan fungsional, artinya perubahan berlangsung secara berkesinambungan dan tidak statis, (3) perubahan bersifat positif dan aktif, artinya memperoleh perubahan yang lebih baik dari sebelumnya, (4) perubahan bersifat permanen atau tetap, (5) perubahan dalam belajar bertujuan atau terarah, (6) perubahan mencakup seluruh aspek tingkah laku. Sugihartono, dkk (2007: 76-77) menyatakan, Faktor-faktor yang mempengaruhi belajar, yaitu: a. Faktor jasmani meliputi faktor kesehatan dan cacat tubuh. b. Faktor psikologis meliputi intelegensi, perhatian, minat, bakat, motif, kematangan, dan kelelahan. c. Faktor keluarga meliputi cara mendidik, relasi antar anggota keluarga, suasana rumah, keadaan ekonomi, pengertian orang tua, dan latarbelakang kebudayaan. d. Faktor sekolah meliputi metode mengajar, kurikulum, relasi guru dengan siswa, relasi antar siswa, disiplin sekolah, pelajaran dan 10
waktu sekolah, standar pelajaran, keadaan gedung, metode belajar, dan tenaga rumah. e. Faktor masyarakat meliputi kegiatan siswa dalam masyarakat, teman bergaul, bentuk kehidupan dalam masyarakat, dan media massa. ”Pembelajaran merupakan suatu upaya yang dilakukan dengan sengaja
oleh
pendidik
untuk
menyampaikan
ilmu
pengetahuan,
mengorganisasi dan menciptakan sistem lingkungan dengan berbagai metode sehingga siswa dapat melakukan kegiatan belajar secara efektif dan efisien
serta
dengan
hasil
optimal.”
Demikianlah
pendapat
dari
(Sugihartono, dkk, 2007: 81). Pembelajaran merupakan kegiatan yang dilakukan untuk menciptakan suasana atau memberikan pelayanan agar siswa belajar. Pembelajaran lebih menekankan pada guru dengan segala proses yang menyertai untuk melakukan perubahan prilaku terhadap seseorang. Komponen-komponen yang terdapat dalam pembelajaran adalah: 1. Tujuan pembelajaran Tujuan adalah suatu cita-cita yang ingin dicapai dalam pelaksanaan kegiatan. Menurut Tim UPPL (2011: 8), “tujuan pembelajaran berisi penguasaan kompetensi yang operasional yang ditarget atau dicapai dalam pelaksanaan pembelajaran.” 2. Guru dan siswa Guru adalah seorang pendidik yang memberikan pengetahuan kepada peserta didik dan memiliki tanggung jawab untuk mendidik.
11
Siswa adalah seorang peserta didik yang menerima pengaruh dari seseorang atau kelompok orang yang menjalakan kegiatan pendidikan. 3. Materi Pembelajaran Tim UPPL (2011: 8) menyatakan bahwa, “materi pembelajaran adalah meteri yang digunakan untuk mencapai tujuan.” Materi yang digunakan mengacu pada materi pokok yang ada dalam silabus. 4. Metode Pembelajaran Sugihartono, dkk (2007: 81) menyatakan, ”metode pembelajaran berarti cara yang dilakukan dalam proses pembelajaran sehingga dapat diperoleh hasil yang optimal.” Metode mengajar merupakan cara atau teknik penyampaian materi pembelajaran yang harus dikuasai oleh guru. Metode mengajar ditetapkan berdasarkan tujuan dan materi pembelajaran serta karakteristik anak. 5. Media atau Alat/Sarana pembelajaran Tim UPPL (2011: 12) menyatakan, media dan alat digunakan agar siswa mudah memahami materi pembelajaran. Menurut Agus S. Suryobroto (2001:15-16) menyatakan bahwa, “media adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dan pengirim ke penerima, sehingga dapat merangsang fikiran, perasaan, perhatian, dan minat serta perhatian siswa sedemikian rupa sehingga proses pembelajaran berlangsung optimal.” Media dibagi menjadi beberapa kelompok. Pertama, media grafis yaitu gambar/foto,sketsa, diagram, bagan/chart, grafik (Graphs), kartun, 12
poster, peta dan globe, papan flanel (Flannel Board), dan papan Buletin (Buletin Board). Kedua, media audio yaitu radio, alat perekam pita magnetic, dan laboratorium bahasa.Ketiga, media proyeksi diam yaitu film bingkai, film rangkai, media transparasi, proyektor tak tembus pandangan, mikrofis, film, film gelang, televisi, permainan dan simulasi. 6. Evaluasi Evaluasi merupakan penilaian pencapaian kompetensi dasar atau kemampuan peserta didik. Evaluasi dilaksanakan berpedoman pada tujuan dan materi pembelajaran. Guru harus melakukan evaluasi terhadap hasil tes dan menetapkan standar keberhasilan. 7. Prasarana atau Fasilitas Prasarana adalah segala macam peralatan, kelengkapan, dan benda-benda yang digunakan guru dan siswa untuk mempermudah penyelenggaraan pendidikan. 8. Lingkungan atau Konteks Lingkungan pembelajaran merupakan komponen PBM yang sangat penting dalam suksesnya belajar siswa. Lingkungan ini mencakup lingkungan fisik, lingkungan sosial, lingkungan alam, dan lingkungan psikologis pada waktu PBM berlangsung.
2. Hakikat Identifikasi Identifikasi adalah suatu kegiatan yang diarahkan untuk menemukan siswa yang mengalami kesulitan belajar, yaitu mencari informasi tentang siswa dengan melakukan observasi dan tes teknik gerak dasar lempar 13
cakram. Identifikasi merupakan pemberian tanda-tanda pada golongan barang-barang atau sesuatu, dengan membedakan komponen-komponen yang satu dengan yang lainnya, sehingga tidak menimbulkan kebingungan.
3. Hakikat Kesulitan Belajar Mulyadi (2010: 6) menyatakan bahwa, “kesulitan diartikan sebagai suatu kondisi dalam suatu proses belajar yang ditandai adanya hambatanhambatan tertentu untuk mencapai hasil belajar.” Pada umumnya kesulitan merupakan kondisi yang ditandai adanya hambatan dalam suatu kegiatan mencapai tujuan, sehingga memerlukan usaha yang tekun untuk dapat mengatasinya. Kesulitan dalam kegiatan belajar diartikan sebagai kegiatan yang menghambat dalam proses pembelajaran. Kegiatan pembelajaran tidak selamanya berjalan lancar, dalam waktu tertentu ada saja hambatannya. Salah satunya ketika guru menjelaskan bahan pelajaran ada anak didik yang kurang memperhatikan atau kurang berkonsentrasi dengan baik dalam belajar, kemudian hambatan lainnya misalnya peserta didik belum sepenuhnya mampu menguasai teknik dengan baik dan benar. Hal ini sebagai indikator mengalami kesulitan belajar. Sugihartono, dkk (2007: 149) menyatakan, “kesulitan belajar adalah suatu gejala yang nampak pada peserta didik yang ditandai dengan adanya prestasi belajar yang rendah atau di bawah norma yang telah ditetapkan.” Berikut ini permasalahan belajar peserta didik menurut Warkitri, dkk (1990) yang dikutip oleh Sugihartono, dkk (2007: 151) sebagai berikut:
14
1. Kekacauan Belajar (Learning Disorder) yaitu adanya reaksi-reaksi belajar yang bertentangan, sehingga anak tidak dapat menguasai bahan pelajaran dengan baik. 2. Ketidakmampuan Belajar (Learning Disability) yaitu anak akan selalu menghindari kegiatan belajar dengan berbagai sebab. 3. Learning Disfunctions yaitu kesulitan belajar yang mengacu pada gejala proses belajar yang tidak dapat berfungsi dengan baik, misalnya anak sudah belajar dengan tekun tetapi tidak mampu menguasai bahan pelajaran dengan baik. 4. Under Achiever yaitu kesulitan belajar pada anak yang memiliki potensi intelektual tergolong diatas normal tetapi prestasi belajar yang dicapai rendah. Prestasi belajar yang dicapai anak tidak sesuai dengan tingkat kecerdasan yang dimiliki. 5. Lambat Belajar (Slow Learner) yaitu kesulitan belajar yang disebabkan anak lambat dalam proses belajar, sehingga kegiatan belajar membutuhkan waktu yang lebih lama. Kesulitan belajar pada dasarnya suatu gejala yang nampak dalam berbagai jenis tingkah laku secara langsung ataupun tidak langsung. Gejala ini akan nampak dalam aspek-aspek kognitif, motoris dan afektif, baik dalam proses maupun hasil belajar yang dicapai. Menurut Mulyadi (2010: 7-8) menyatakan, Ciri-ciri tingkah laku yang merupakan gejala kesulitan belajar antara lain: a. Menunjukan hasil belajar yang rendah di bawah rata-rata nilai yang dicapai oleh kelompoknya. b. Hasil belajar yang diperoleh tidak seimbang dengan usaha yang telah dilakukan. c. Lambat dalam melakukan tugas-tugas kegiatan belajar atau menyelesaikan tugas tidak sesuai dengan waktu yang ditentukan. d. Menunjukan sikap yang kurang wajar seperti acuh tak acuh dan menentang. e. Menunjukan tingkah laku yang kurang wajar seperti membolos, datang terlambat, tidak mengerjakan pekerjaan rumah, mengganggu di dalam dan di luar kelas, tidak mau mencatat pelajaran, tidak tertib, dan tidak mau bekerja sama dan sebagainya. f. Menunjukan gejala emosional yang kurang wajar.
15
Oemar Hamalik (1982: 149-150) yang dikutip oleh Sutaryanto (2005: 14) adapun faktor yang bisa menimbulkan kesulitan belajar itu dapat digolongkan menjadi: a. Faktor-faktor yang bersumber dari diri sendiri (tidak mempunyai tujuan belajar yang jelas, kurang minat terhadap bahan pelajaran, kesehatan yang sering terganggu, kecakapan mengikuti pebelajaran, kebiasaan belajar, kurang penguasaan bahasa). b. Faktor-faktor yang bersumber dari lingkungan sekolah (cara memberikan pelajaran, kurangnya bahan-bahan bacaan, kurangnya alat-alat, bahan pelajaran yang tidak sesuai dengan kemampuan penyelenggaraan pembelajaran yang padat). c. Faktor-faktor yang bersumber dari lingkungan keluarga (masalah kemampuan ekonomi, masalah broken home, kurangnya kontrak orang tua). d. Faktor yang bersumber dari masyarakat. Seorang siswa dapat diduga mengalami kesulitan belajar, kalau yang bersangkutan menunjukan kegagalan tertentu dalam mencapai tujuan-tujuan belajarnya. Menurut H.W. Burton yang dikutip Mulyadi (2010: 8-9) menyatakan, Kegagalan belajar diidentifikasi sebagai berikut: a. Siswa dikatakan gagal, apabila dalam batas waktu tertentu yang bersangkutan tidak mencapai ukuran tingkat keberhasilan atau nilai batas lulus. b. Siswa dikatakan gagal, apabila siswa tidak dapat mengerjakan atau mencapai prestasi yang semestinya. c. Siswa dikatakan gagal, apabila apabila siswa tidak dapat mewujudkan tugas-tugas perkembangan, termasuk penyesuaian sosial. d. siswa dikatakan gagal, apabila siswa tidak berhasil mencapai tingkat penguasaan (mastery level) yang diperlukan sebagai prasyarat (prerequisit) bagi kelanjutan (continuity) pada tingkat pelajaran berikutnya. Dari keempat pengertian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa seorang siswa dapat diduga mengalami kesulitan belajar, apabila siswa
16
tersebut tidak berhasil mencapai taraf kualifikasi hasil belajar dalam batasbatas tertentu. Wardani (1991) yang dikutip oleh Muhibbin Syah (2011: 187) menyatakan, Langkah-langkah mendiagnosa kesulitan belajar yang dapat ditempuh guru, antara lain: (1) Melakukan observasi kelas untuk melihat perilaku menyimpang siswa ketika mengikuti pelajaran, (2) memeriksa pengelihatan dan pendengaran siswa khususnya yang diduga mengalami kesulitan belajar, (3) mewawancari orang tua atau wali siswa untuk mengetahui hal-hal dalam keluarga yang menimbulkan kesulitan belajar, (4) memberikan tes diagnostic bidang kecakapan tertentu untuk mengetahui kesulitan belajar yang dialami siswa, (5) memberikan tes intelegensi (IQ) khususnya kepada siswa yang diduga mengalami kesulitan belajar.
4. Hakikat Teknik Gerak Dasar Gerak dasar merupakan kemampuan gerak yang biasa siswa lakukan guna meningkatkan kualitas hidup. Perkembangan penguasaan gerak terjadi sejalan dengan pertumbuhan fisik, pada awal dan pembentukan pola gerak dasar. Gerak dasar tersebut meliputi berjalan, berlari, melompat, melempar dan meloncat. Kesalahan pada gerak dasar yang tidak dikoreksi akan merugikan anak tersebut dan akan bersifat menetap dan sukar untuk dirubah, kerugian tersebut meliputi: (1) tidak efisiensinya gerakan, (2) buruknya mekanika pada saat penampilan, (3) kemungkinan cidera lebih besar, (4) pengeluaran energy lebih besar/pemborosan energi, dan (5) prestasi yang diraih tidak maksimal akibat dari menurunnya kualitas gerak. Endang Rini Sukamti, dkk (2007: 55-58) menyatakan, Kemampuan gerak dasar dibagi menjadi tiga kategori yaitu: 17
1) Kemampuan locomotor digunakan untuk memindahkan tubuh dari satu tempat ketempat lain atau untuk mengangkat tubuh ke atas seperti: lompat dan loncat. Kemampuan gerak lainnya adalah berjalan, berlari, skipping, melompat, meluncur dan lari, seperti kuda berlari (gallop). 2) Kemampuan non-locomotor dilakukan ditempat, tanpa ada ruang gerak yang memadai. Kemampuan non locomotor terdiri dari menekuk dan meregang, mendorong dan menari, mengangkat dan menurunkan, melipat dan memutar, mengocok, melingkar, melambungkan dan lain-lain. 3) Kemampuan manipulatif dikembangkan ketika anak tengah menguasai macam-macam obyek. Kemampuan manipulatif lebih banyak melibatkan tangan dan kaki, tetapi bagian lain dari tubuh kita juga dapat digunakan. Bentuk-bentuk kemampuan manipulatif terdiri dari: gerakan mendorong (melempar, memukul, menendang), gerakan menerima (menangkap), gerakan memantulmantulkan bola atau menggiring bola. Gerakan pada nomor lempar dapat diperinci menjadi empat fase utama:
(a)
persiapan,
(2)
pembentukan
momentum,
(3)
pengantaran/pelepasan, dan (d) pemulihan (recovery).
5. Hakikat Atletik Eddy Purnomo dan Dapan (2011: 1) menyatakan bahwa, “atletik merupakan aktivitas jasmani yang terdiri dari gerakan-gerakan dasar yang dinamis dan harmonis, yaitu jalan, lari, lompat, dan lempar.” Atletik merupakan cabang olahraga yang diperlombakan pada olimpiade pertama pada 776 SM. Induk organisasi untuk olahraga atletik di Indonesia adalah PASI (Persatuan Atletik Seluruh Indonesia). Orang yang melakukan kegiatan atletik dinamakan athlete, atau dalam bahasa Indonesia disebut atlet. Jadi atletik merupakan salah satu aktivitas fisik yang diperlombakan atau dipertandingkan dalam bentuk kegiatan jalan, lari, lompat, dan lempar. Seiring dengan perkembangan 18
olahraga banyak olahragawan menggunakan gerakan atletik sebagai gerakan pemanasan. Sesuai dengan tugas gerak yang dilakukan, maka dikenal pula istilah track and field yang menunjukan kepada kegiatan di lintas dan lapangan. Atletik merupakan kegiatan manusia sehari-hari yang dapat dikembangkan
menjadi
kegiatan
bermain
atau
olahraga
yang
diperlombakan, dalam bentuk jalan, lari, lempar, dan lompat. Karena atletik merupakan dasar bagi pembinaan olahraga, maka atletik penting dan perlu diajarkan di SMP secara khusus disesuaikan dengan kemampuan para siswa. Eddy Purnomo dan Dapan (2011: 1-2) mengemukakan, Nomor-nomor atletik dapat diperinci sebagai berikut: 1) Nomor jalan dan lari a) Jalan cepat untuk putri adalah 10 dan 20 km, putra adalah 20 km dan 50 km. b) Lari yaitu lari jarak pendek (Sprint) adalah 60 m, 100 m, 200 m, dan 400 m, lari jarak menengah (Middle distance) adalah 800 m dan 1.500 m, lari jarak jauh (Long distance) adalah 3.000 m, 5.000 m dan 10.000 m, lari marathon adalah 42.195 km, lari haling rintang (Steplechase) adalah 3.000 m, lari gawang adalah 100 m dan 400 m untuk putri, 110 m dan 400 m untuk putra, lari estafet yaitu 4 x 100 m dan 4 x 400 m. 2) Nomor lompat a) Lompat tinggi (hight jump) b) Lompat jauh (long jump) c) Lompat jangkit (triple jump) d) Lompat tinggi galah (polevoult) 3) Nomor lempar a) Tolak peluru (shot put) b) Lempar lembing (javelin throw) c) Lempar cakram (discus throw) d) Lontar martil (hammer) 6. Hakikat Lempar Cakram Mochamad Djumidar A. Widya (2004: 121) menyatakan bahwa, “lempar adalah suatu gerakan yang menyalurkan tenaga pada suatu benda 19
yang menghasilkan daya pada benda tersebut dengan memiliki kekuatan ke depan atau ke atas.” Muhajir (2007:134) menyatakan, lempar cakram adalah salah satu nomor lempar dalam cabang olahraga atletik. Pada acara Olimpiade sejak 708 SM, lempar cakram merupakan bagian dalam pancalomba (penthatlon). Pada awalnya, cakram terbuat dari batu terupam halus, dan kemudian dari perunggu yang dicor dan ditempa. Cara melakukan lemparan pada mulanya menirukan nelayan yang melempar jaringnya berulang-ulang. Kemudian ditemukan lemparan dengan sikap badan menyiku secara khusus dengan badan agak bersandar ke depan. Lempar cakram adalah salah satu nomor lomba atletik yang menggunakan sebuah benda kayu yang berbentuk piring bersabuk besi, atau bahan lain yang bundar pipih yang dilemparkan. Menurut Muhajir (2007: 134-135) menyatakan, adapun peralatan dan lapangan lempar, yaitu: Peralatan dan lapangan lempar cakram 1. Alat Bahan cakram terbuat dari kayu atau bahan lain dengan bingkai dari metal. Bingkai berbentuk lingkaran penuh dan tepat di tengahtengah cakram ada beban yang dapat dilepas pindahkan. 2. Ukuran cakram Berat cakram untuk putra yaitu 1,5 - 2 kg dengan garis tengah 219221 mm, sedangkan berat cakram untuk putri yaitu 1 kg dengan garis tengan 180-182 mm. 3. Lapangan lempar cakram • Diameter lingkaran untuk melempar 250 cm atau 2,50 meter. • Permukaan lantai tempat melempar harus datar dan tidak licin, terbuat dari semen, aspal, dan lain-lain. Lingkaran lempar dikelilingi dengan sangkar (pagar kawat) untuk menjamin keselamatan petugas, peserta, dan penonton. • Bentuk huruf seperti C, dengan diameter 7 meter, mulut 3,3 meter. Sektor lemparan dibatasi garis yang membentuk sudut 450 di pusat lingkaran. 20
B 75 cm C Titik pendaratan cakram 45º 250 cm A Titik “0” pita ukur
Pembacaan jarak C
75 cm
Keterangan: A: Lingkaran lapangan B: Garis batas bagi pelempar untuk meninggalkan lingkaran dari belakang garis C: Sektor lapangan Gambar 1. Lapangan lempar cakram Muhajir
(2007:
135)
menyatakan,
cara
memegang
cakram
bergantung dari lebarnya tangan dan panjangnya jari-jari. Beberapa cara memegang cakram yang banyak di gunakan antara lain sebagai berikut: a. Bagi yang tangannya cukup lebar, cara memegang cakram adalah dengan meletakan tepi cakram pada lekuk pertama dari jari-jarinya. b. Cara memegang cakram untuk orang yang memiliki tangan lebar adalah jari telunjuk dan jari tengah berhimpitan, jari-jari lainnya agak renggang. c. Cara memegang cakram bagi yang jari-jarinya pendek, adalah posisi jari-jari sama dengan cara yang pertama, hanya letak tepi cakram agak lebih ke ujung jari-jari.
21
Gambar 2. Cara Memegang Cakram Tahapan lempar cakram adalah sebagai berikut: 1) Awalan lempar cakram a) Ambil posisi dan berdiri menyamping arah lemparan. Kaki dibuka selebar bahu, sedikit ditekuk dan rileks. Berat badan terbagi pada kedua kaki. b) Pegang cakram dengan tangan kanan. 2) Gerakan ayunan lengan saat melempar a) Ayunkan sampai diatas bahu sambil memutar badan ke kiri, kemudian ke kanan secara berulang-ulang. b) Saat cakram diayunkan ke kiri, bantu tangan kiri dengan cara menyanggahnya. c) Cakram diayunkan dua-tiga kali yang dilanjutkan dengan awalan berputar. 3) Gerakan memutar
22
a) Kaki kanan ditolakan untuk mengangkat panggul dari posisi rendah di atas kaki kanan didorong ke depan atas, lanjutkan dengan berputar ke depan pada kaki kiri, berat badan dipindahkan dari kaki kanan ke kaki kiri. b) Teruskan dengan kaki kanan aktif ke dalam posisi power, setelah badan menghadap arah lemparan penuh (siap lempar), bersiaplah untuk melempar cakram ke arah depan atas. c) Lepasnya cakram setinggi dagu dengan sudut lemparan 300. Cakram terlepas pada saat cakram berada sedikit di depan bahu. 4) Gerakan akhir (Power Position) a) Cakram terlepas dari pegangan dengan berputar menurut putaran jarum jam, putaran terjadi karena tekanan dari jari telunjuk. b) Lepasnya cakram diikuti dengan badan yang condong ke depan. c) Muka dengan sedikit ditekuk untuk menahan badan yang setelah cakram terlepas, Kaki kiri dipindahkan ke belakang. d) Kaki kanan harus segera dipindahkan pandangan mata mengikuti jatuhnya cakram.
23
condong ke depan dan
Gambar 3. Urutan Gerak Lempar Cakram 7. Hakikat Prinsip Perkembangan Keterampilan Gerak Menurut Endang Rini Sukamti, dkk (2007: 15) menyatakan, perkembangan motorik adalah suatu proses kemasakan motorik atau gerakan yang langsung melibatkan otot untuk bergerak dan proses persyarafan yang menjadikan seorang mampu menggerakan anggota tubuhnya. Tujuan
utama
pembelajaran
keterampilan
gerak
adalah
perkembangan gerak yang terampil. Menurut Rink yang dikutip Yoyo Bahagia, dkk (2000: 35) mengemukakan tiga indikator gerak terampil sebagai berikut: (1) Efektif, artinya gerak itu sesuai dengan produk yang diinginkannya atau dengan kata lain “product oriented”, misalnya seorang pelari gawang sudah dapat berlari dengan kecepatan irama 24
dan mampu melewati gawang dengan baik (2) Efisien, artinya gerakan itu sesuai dengan proses yang seharusnya dilakukan atau dengan kata lain “process oriented”, misalnya seorang pelompat sudah dapat melakukan rangkaian gerak melompat dengan kondisi gerak yang baik dan menghemat tenaga (3) Adaptif, artinya gerakan itu sesuai dengan situasi dan kondisi lingkungan di mana gerak tersebut dilakukan, misalnya seorang pelompat tinggi sudah dapat menyesuaikan sudut ancang-ancang, kecepatan, dan daya tolakan sesuai dengan ketinggian mistar. Menurut Endang Rini Sukamti, Panggung Sutapa, B. Suhartini (2007: 20) menyatakan, hal-hal penting dalam mempelajari keterampilan gerak, antara lain: (a) kesiapan belajar, (b) kesempatan belajar, (c) kesempatan berpraktek, (d) model yang baik, (e) bimbingan, (f) motivasi, (g) setiap keterampilan motorik harus dipelajari secara individu, (h) keterampilan sebaiknya dipelajari satu demi satu. Jika salah satu hal penting dalam mempelajari keterampilan gerak tersebut tidak ada, maka perkembangan keterampilan anak akan berada di bawah kemampuannya. Sebagai contoh, apabila pada waktu anak mempelajari keterampilan lempar cakram tidak ada atau sedikit bimbingan, maka keterampilan tersebut dipelajarinya lebih lambat dan kurang efisien ketimbang dengan anak yang ditunjukan cara memegang cakram, gerakan awalan, gerakan ayunan, gerakan putaran dan gerakan akhir. Keterampilan yang diperoleh mungkin juga berada di bawah standar sesuai rangkaian teknik gerak dasar yang ada.
8. Hakikat Pengembangan Irama Atletik Menurut Yoyo bahagia, Ucup Yusuf, Adang Suherman (2000:59) menyatakan, “Di dalam atletik keharmonisan gerak tubuh atau koordinasi 25
gerak merupakan hal yang sangat dibutuhkan atau sebuah tuntutan, sebagai bagian dari koordinasi gerak atletik dibutuhkan penguasaan pengaturan irama gerak.” Oleh karena itu guru pendidikan jasmani perlu memperhatikan pengembangan irama gerak antara lain seperti melalui pola gerak dasar dominan bagaimana anak atau siswa dilatih dan diajarkan irama gerak dan perasaan gerak (sense of kinetics) melalui beberapa nomor dalam atletik. Realisasinya seperti bagaimana cara mengatur irama langkah, frekuensi langkah, dan irama melompati rintangan. Dengan demikian maka, pengembangan irama gerak bagi anak atau siswa sangatlah penting.
9. Karakteristik Anak Usia SMP Secara umum perkembangan peserta didik dapat dikelompokan menjadi tiga aspek perkembangan yaitu perkembangan fisik, kognitif, dan prososial. Perkembangan fisik atau sering disebut juga pertumbuhan biologis (biological growth) meliputi perubahan-perubahan dalam tubuh (seperti pertumbuhan otak, sistem syaraf, organ-organ indrawi, pertambahan tinggi dan berat badan hormone dan lain-lain), perkembangan kemampuan motorik dan seksual, dan kemampuan fisik. Sedangkan perkembangan kognitif adalah salah satu aspek perkembangan peserta didik yang berkaitan dengan pengertian (pengetahuan). Kemudian perkembangan prososial mengacu pada proses perubahan kemampuan peserta didik untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan sosialnya yang lebih luas. Menurut Desmita (2010: 36) menyatakan, 26
Sejumlah karakteristik yang menonjol pada anak usia SMP, yaitu: 1. Terjadi ketidakseimbangan proporsi tinggi dan berat badan. 2. Mulai timbulnya ciri-ciri seks sekunder. 3. Kecendrungan ambivalensi, antara keinginan menyendiri dengan keinginan bergaul, serta keinginan untuk bebas dari dominasi dengan kebutuhan bimbingan dan bantuan dari orang tua. 4. Senang membandingkan kaedah-kaedah, nilai-nilai etika atau norma dengan kenyataan yang terjadi dalam kehidupan orang dewasa. 5. Mulai mempertanyakan secara skeptis mengenal eksistensi dan sifat kemurahan dan keadilan Tuhan. 6. Reaksi dan ekspresi emosi masih labil. 7. Mulai mengembangkan standard dan harapan terhadap perilaku diri sendiri yang sesuai dengan dunia social. 8. Kecendrungan minat dan pilihan karir relative sudah lebih jelas. Dari pendapat di atas dapat diambil kesimpulan bahwa masa siswa SMP merupakan masa puberitas yang mempunyai banyak ciri yang unik sehingga bagi guru, khususnya guru pendidikan jasmani harus pandai dalam menyusun skenario pembalajaran.
B. Penelitian yang Relevan Penelitian yang relevan dalam penelitian ini berdasarkan skripsi: 1. Penelitian dengan judul “Identifikasi Faktor Kesulitan Pembelajaran Lompat Jauh Gaya menggantung Siswa Kelas IX SMP Negeri 2 Sedayu Kabupaten Bantul” oleh Rusdiyono, dengan hasil: (1) faktor awalan berada pada kategori sulit, (2) faktor saat tolakan masuk kategori sulit, (3) faktor saat di udara masuk kategori sulit, (4) faktor saat mendarat masuk kategori tidak sulit. 2. Penelitian dengan judul “Identifikasi Faktor Penghambat dalam Proses Pembelajaran Atletik Kelas XI dan XII Di SMA Negeri 2 Banguntapan” oleh Vina Noviansyah, dengan hasil penelitian adalah posisi I hambatan 27
yang disebabkan oleh siswa sebesar (39,03%), posisi II faktor sarana prasarana sebesar (21,95%), posisi III faktot proses belajar mengajar sebesar (21,95%) dan posisi IV faktor lingkungan belajar sebesar (14,63%). 3. Penelitian dengan judul “Identifikasi Kesulitan Belajar Lari Gawang pada Mahasiswa PJKR Angkatan Tahun 2002-2003”. Oleh Sutaryanto, dengan hasil: Kesulitan posisi badan 72,36% dengan tingkat kesulitan yang paling tinggi pada saat melakukan gerakan lari pendekatan membuat posisi badan tinggi diantara gawang-gawang. Kesulitan gerakan kaki 72,52% dengan tingkat kesulitan yang paling tinggi adalah pada saat melakukan gerakan melewati gawang tungkai kaki depan, secara aktif diluruskan ke depan pada arah lari. Kesulitan gerakan tangan 72,64% dengan tingkat kesulitan yang paling tinggi adalah pada saat membuat posisi bahu tetap pararel dengan gawang.
C. Kerangka Berpikir Berdasarkan kajian teoritis di atas, serta hasil penelitian maka dapat dikemukakan, bahwa atletik penting didalam dunia pendidikan, guru perlu mengupayakan model baru pembelajaran agar dapat dikembangkan ke arah yang lebih menarik, lebih menyenangkan dan lebih kreatif salah satunya pada cabang atletik. Ada tiga komponen yang mempengaruhi atletik. Pertama, kualitas kesegaran jasmani yang di dalamnya meliputi beberapa komponen penting
28
seperti, daya tahan, kekuatan, dan fleksibilitas. Kedua, kualitas keterampilan gerak (skill). Ketiga, kualitas konsep geraknya. Olahraga atletik lempar cakram merupakan olahraga yang rangkaian gerakannya cukup sulit, sehingga siswa harus diberi waktu untuk berpraktek sebanyak yang diperlukan untuk menguasai suatu keterampilan. Dalam pelaksanaan atletik khususnya lempar cakram sangat ditentukan oleh faktor siswa, guru, tujuan, metode, saran dan prasarana serta lingkungan yang mendukung. Lempar cakram dapat dilakukan oleh siswa dengan baik dan benar, apabila unsur-unsur penyebab kesulitan belajar dapat teratasi. Gerakan-gerakan yang lancar dan rileks, tubuh yang kuat, otot-otot yang panjang penuh kekuatan, kemampuan melakukan gerakan yang eksplosif serta menggunakan seluruh kekuatan dan energi merupakan karakteristik umum dalam lempar cakram. Untuk mengidentifikasi kesulitan belajar teknik lempar cakram siswa kelas VIII SMP N 1 Sewon, dapat dilakukan dengan mengidentifikasikan faktor-faktor penyebab kesulitan belajar yaitu pada teknik cara memegang cakram, gerakan awal, gerakan ayunan, gerakan memutar dan gerakan akhir. Mengidentifikasi teknik lempar cakram seperti teknik cara memegang cakram, gerakan awal, gerakan ayunan, gerakan memutar dan gerakan akhir merupakan unsur-unsur yang terdapat dalam lempar cakram.
29