BAB II KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS TINDAKAN
2.1
KAJIAN TEORI 2.1.1 Hakikat Pemahaman Siswa Pemahaman berasal dari kata ”Faham” yang memiliki arti tanggap, mengerti benar, pandangan, ajaran. Disini ada pengertian tentang pemahaman yaitu: kemampuan memahami arti suatu bahan pelajaran, seperti menafsirkan, menjelaskan atau meringkas aatau merangkum suatu pengertian kemampuan macam ini lebih tinggi dari pada pengetahuan. Pemahaman juga merupakan tingkat berikutnya dari tujuan ranah kognitif berupa kemampuan memahami atau mengerti tentang isi pelajaran yang dipelajari tanpa perlu mempertimbangkan atau memperhubungkannya dengan isi pelajaran lainnya. Untuk mengetahui pemahaman siswa terhadap pelajaran yang disampaikan guru dalam proses belajar-mengajar, maka diperlukan adanya penyusunan item tes pemahaman. Adanya sebagaian item pemahaman dapat diberikan dalam bentuk gambar, denah, diagram, dan grafik, sedangkan bentuk dalam tes objektif biasanya digunakan tipe pilihan ganda dan tipe benar-salah. Hal ini dapat dijumpai dalam tes formatif, subformatif, dan sumatif. Jadi dari pengertian tentang pemahaman siswa diatas dapat disimpulkan bahwa setiap siswa mengerti serta mampu untuk menjelaskan kembali dengan kata-katanya sendiri materi pelajaran yang telah disampaikan guru, bahkan mampu menerapkan kedalam konsep-konsep lain dalam standarisasi master learning. Disini ada pengertian tentang 6 Master Learning yang diantaranya : Master Learning yaitu penguasaan secara keseluruhan bahan yang dipelajari (yang diberikan guru) untuk siswa, ini yang sering disebut dengan
”Belajar Tuntas”. (Sumber: Prof. Dr. S. Nasution.M.A.Berbagai Pendekatan dalam proses Belajar mengajar,(Jakarta:Bumi Aksara.1982) hal-36) 2.1.2 Tolak ukur untuk mengetahuai Pemahaman Siswa Untuk menyatakan bahwa suatu proses belajar-mengajar (PBM) dapat dikatakan berhasil, selanjutnya sikap guru memiliki pandangan masing masing sejalan dengan filosofnya. Namun untuk menyamakan presepsi sebaiknya kita berpedoman pada kurikulum yang berlaku saat ini yang telah disempurnkan antara lain bahwa” Suatu proses belajar-mengajar dikatakan berhasil apabila tujuan pembelajaran dapat tercapai ”. fungsi penelitian adalah untuk memberikan umpan balik kepada guru dalam rangka memperbaiki (PBM) dan melaksanakan program remedial bagi siswa yang belum berhasil. Sebagai suatu indikator yang dijadikan tolak ukur dalam menyatakan bahwa dalam suatu PBM dapat dikatakan berhasil adalah berdasarkan pada kekuatan kurikulum yang saat ini digunakan yaitu: a. Daya serap terhadap bahan pengajar yang diajarkan mencapai prestasi tinggi baik secara individu maupun kelompok. b. Prilaku yang digariskan dan tujuan pengajaran atau (TIK) telah dicapai siswa baik secara individu maupun kelompok. c. Kedua macam tolak ukur di atas adalah dapat digunakan sebagai acuan dalam menentukkan tingkat keberhasilan PBM. Namun yang banyak dijadikan sebagai tolak ukur keberhasilan dari keduanya adalah daya serap atau pemahaman siswa kepada pengajaran. (Sumber: Prof. Dr. S. Nasution.M.A.Berbagai Pendekatan dalam proses Belajar mengajar, Jakarta: Bumi Aksara.1982 hal-36)
Untuk mengetahui langkah-langkah dalam meningkatkan pemahaman siswa diantaranya adalah : a. Memperbaiki proses pengajaran. Meliputi memperbaiki bahan pelajaran, metode dalam proses pembelajaran, media pengajaran dan evaluasi belajar. b. Adanya kegiatan bimbingan belajar. Membantu agar siswa mendapat penyesuaian yang baik dalam situasi belajar, sehingga setiap siswa dapat belajar dengan efektif. c. Pemahaman waktu belajar dan penggadan umpan balik. Siswa harus diberi waktu yang sesuai tugas kemampuan siswa dalam memahami pelajaran dan kualitas pelajaran itu sendiri. d. Motivasi Belajar. Menunjang kegiatan kearah tujuan belajar bahwa dalam proses belajar ini untuk menambah wawasan pengetahuan siswa. e. Remedial Teaching (Pengajaran Perbaikan). Dalam proses belajar mengajar siswa diharapkan dapat mencapai pemahaman yang optimal, jika ternyata siswa masih belum berhasil, maka diadakan remedial Teaching untuk membantu dalam pencapaian hasil belajar 2.1.3 Faktor Pemahaman Belajar Siswa Pencapain terhadap tujuan pemebelajaran merupakan awal dari suatu keberhasilan, karena pencapaian terhadap tujuan pembelajaran disertai seseorang siswa telah mengalami fase pemahaman pada materi yang diberikan guru. Adapun faktor-faktor yang
mempengaruhi pemahaman sekaligus keberhasilan belajar siswa dari segi komponen pendidikan adalah sebagai berikut: a. Tujuan, adalah pedoman sebagai sasaran yang akan dicapai dalam kegiatan belajar-mengajar. Tujuan ini akan mempengaruhi pengajaran yang diberikan guru dan kepada kegiatan belajar siswa disekolah. b. Menjamin dilaksanakan proses pengukuran dan penilaian yang tepat dalam menetapkan kualitas dan efektifitas pengalaman belajar siswa. c. Dapat membantu guru dalam menentukan strategi yang optimal untuk keberhasilan belajar. d. Dan berfungsi sebagai rangkuman pelajaran yang akan e. diberikan sebagai pedoman awal dalam belajar. (Sumber: Ivor, K, Davies.. Pengolahan Belajar.(Jakarta: CV.Rajawali Perss.1991.hal-96-97) a. Guru, adalah orang yang tugasnya yang terkait dengan upaya mencerdaskan kehidupan bangsa dalam semua aspek baik dari spiritual, emosional, intelektual, fisikal maupun aspek lainnya. Ada juga pengertian dari guru yaitu, Tenaga pendidik yang memberikan sejumlah ilmu pengetahuan kepada anak didik di sekolah. b. Anak didik, adalah salah satu komponen dalam pengajaran disamping faktor guru, tujuan dan meode pengajaran sebagai salah satu komponen maka dapat dikatakan bahwa murid adalah komponen yang terpenting dalam hubungan proses belajar-mengajar. (Sumber:
Prof. dr. Oemar hamalik. Proses Belajar-
Mengajar, (Jakarta: Bumi Aksara. 2001 hal- 99-100)
c. Kegiatan pengajaran, adalah proses terjadinya interaksi antara guru dengan anak didik dalam kegiatan belajar mengajar. Kegiatan pengajaran ini meliputi bagaimana cara guru menciptakan lingkungan belajar yang sehat, strategi belajar yang digunakan dalam pendekatan metode dan media pembelajaran serta evaluasi pengajaran. (Sumber: Drs. Syaiful . Dajanmarah, dan Drs. Asawan, Zain, Starategi Belajar – Mengajar,.((Jakarta: PT.Rineka Cipta.hal- 129-130) d. Bahan dan alat evaluasi adalah suatu bahan terdapat dalam kurikulum yang sudah dipelajari oleh anak didik guna kepentingan dalam rangka ulangan (evaluasi). Cara-cara alat evaluasi adalah: Benar-salah (true-false), e. Suasana evaluasi, adalah keadaan kelas yang aman, tenang dan disiplin waktu itu termasuk mempengaruhi terhadap tingkat pemahaman siswa pada ujian yang berlangsung
karena
dengan
pemahaman
materi
(soal)
berarti
dapat
mempengaruhi jawaban yang diberikan siswa. Jika tingkat pemahaman siswa itu berhasil maka proses belajar siswa tersebut akan tercapai. (Sumber: Drs. Moh.Uzer Ustman., Upaya Optimalisasi Kegiatan Belajar mengaja’, (Bandung: PT.Remaja Rosda Karya. 1996) hal-10)
2.1.4 Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw 2.1.4.1 Pembelajaran Cooperative Learning Pembelajaran kooperatif Jigsaw meupakan salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang mendorong siswa aktif dan saling membantu dalam menguasai materi pelajaran untuk mencapai prestasi yang maksimal. Dalam model belajar ini terdapat
tahap-tahap
dalam
penyelenggaraannya.
Tahap
pertama
siswa
dikelompokkan dalam bentuk kelompok-kelompok kecil. Pembentukan kelompokkelompok siswa tersebut dapat dilakukan guru berdasarkan pertimbangan tertentu. Aronson (1978) telah mengembangkan suatu strategi pendidikan yaitu pendekatan Jigsaw direncanakan untuk menggunakan metode pembelajaran kooperatif di kelas. Dalam model Jigsaw versi Aronson kelas dibagi menjadi suatu kelompok kecil yang heterogen yang diberi nama tim Jigsaw dan materi dibagi sebanyak kelompok menurut anggota timnya. Pembelajaran kooperatif sangat cocok diterapkan di berbagai bidang studi, termasuk pelajaran PKn. Menurut hasil penelitian
bahwa salah satu model
pembelajaran yang efektif untuk meningkatkan kemampuan berpikir siswa adalah cooperative learning”. Dari berbagai pengertian di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa pembelajaran kooperatif adalah suatu pembelajaran dengan kelompok kecil antara 4-6 orang terdiri dari campuran kemampuan siswa, jenis kelamin, dan suku. Setiap anggota kelompok bekerja sama dalam menyelesaikan suatu masalah. 2.1.4.2 Pembelajaran Model Tipe Jigsaw Jigsaw pertama kali dikembangkan dan diujicobakan oleh Elliot Aronson dan teman-teman di Universitas Texas, dan kemudian diadaptasi oleh Slavin dan teman-teman di Universitas John Hopkins (Arends, 2001). Teknik mengajar Jigsaw dikembangkan oleh Aronson et. al. sebagai metode pembelajaran kooperatif (Cooperative Learning). Teknik ini dapat digunakan dalam pengajaran membaca, menulis, mendengarkan, ataupun berbicara. Pembelajaran dengan metode Jigsaw diawali dengan pengenalan topik yang akan dibahas oleh guru. Guru bisa menuliskan topik yang akan dipelajari pada
papan tulis, White board, penayangan power point dan sebagainya. Guru menanyakan kepada peserta didik apa yang mereka ketahui mengenai topik tersebut. Kegiatan sumbang saran ini dimaksudkan untuk mengeaktifkan schemata atau struktur kognitif peserta didik agar lebih siap menghadapi kegiatan pelajaran yang baru. Selanjutnya guru membagi kelas menjadi kelompok-kelompok menjadi kecil. Jumlah kelompok bergantung pada jumlah konsep yang terdapat pada topic yang dipelajari. Model
pembelajaran
kooperatif
teknik
Jigsaw
merupakan
model
pembelajaran kooperatif dimana siswa belajar dalam kelompok kecil yang terdiri dari 4 – 6 orang secara heterogen dan bekerja sama saling ketergantungan yang positif dan bertanggung jawab atas ketuntasan bagian materi pelajaran yang harus dipelajari dan menyampaikan materi tersebut kepada anggota kelompok yang lain.(Sumber:http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/07/31/cooperativelearning-teknik-jigsaw / )
2.1.4.3 Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran Tipe Jigsaw 1) Kelebihan model pembelajaran tipe Jigsaw adalah : a. Dapat mengembangakan hubungan antar pribadi positif diantara siswa yang memiliki kemampuan belajar berbeda b. Menerapkan bimbingan kepada sesama teman c. Rasa harga diri siswa yang lebih tinggi d. Memperbaikai kehadiran dan keaktifan dalam keikutsertaan belajar e. Penerimaan terhadap perbedaan individu lebih besar f. Sikap apatis berkurang
g. Pemahaman materi lebih mendalam h. Meningkatkan motofasi belajar. 2) Kelemahan model pembelajaran tipe Jigsaw adalah : a. Jika guru tidak meningkatakan agar siswa selalu menggunakan keterampilan-keterampilan kooperatif dalam kelompok masingmasing maka dikawatirkan kelompok akan macet b. Jika jumlah anggota kelompok kurang maka akan menimbulkan masalah, misalnya jika ada anggota yang hanya membonceng dalam menyalesaikan tugas-tugas dan pasif dalam diskusi c. Membutuhkan waktu yang lebih lama apalagi jika ada penataan ruang belum terkondisi dengan baik, sehingga butuh waktu untuk merubah posisi yang adapat juga menimbulkan gaduh. (Sumber : http://repository.upi.edu/operator/upload/s_d0251_060231_chapter 2.pdf ) 2.1.4.4 Langkah–langkah Penerapan Model Pembelajaran Tipe Jigsaw 1) Guru membagi suatu kelas menjadi beberapa kelompok, dengan setiap kelompok terdiri dari 4 – 6 siswa dengan kemampuan yang berbeda. Kelompok ini disebut kelompok asal. Dalam teknik Jigsaw ini, setiap siswa diberi tugas mempelajari salah satu bagian materi pembelajaran tersebut. Semua siswa dengan materi pembelajaran yang sama belajar bersama dalam kelompok yang disebut kelompok ahli. 2) Setelah siswa berdiskusi dalam kelompok ahli maupun kelompok asal, selanjutnya dilakukan presentasi masing-masing kelompok atau
dilakukan pengundian salah satu kelompok untuk menyajikan hasil diskusi kelompok yang telah dilakukan agar guru dapat menyamakan persepsi pada materi pembelajaran yang telah didiskusikan. 3) Guru memberikan kuis untuk siswa secara individual. 4) Guru
memberikan
penghargaan
pada
kelompok
melalui
skor
penghargaan berdasarkan perolehan nilai peningkatan hasil belajar individual dari skor dasar ke skor kuis berikutnya. 5) Materi sebaiknya secara alami dapat dibagi menjadi beberapa bagian materi pembelajaran. 6) Perlu diperhatikan bahwa jika menggunakan Jigsaw untuk belajar materi baru maka perlu dipersiapkan suatu tuntunan dan isi materi yang runtut serta cukup sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai. (Gambar 2.1. Ilustrasi Kelompok Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw)
Agar pelaksanaan pembelajaran kooperatif dapat berjalan dengan baik, maka upaya yang harus dilakukan adalah sebagai berikut :
1) Guru
senantiasa
mempelajari
teknik-teknik
penerapan
model pembelajaran kooperatif di kelas dan menyesuaikan dengan materi yang akan diajarkan. 2) Pembagian jumlah siswa yang merata, dalam artian tiap kelas merupakan kelas heterogen. 3) Diadakan sosialisasi dari pihak terkait tentang teknik pembelajaran kooperatif. 4) Meningkatkan sarana pendukung pembelajaran terutama buku sumber. 5) Mensosialisasikan kepada siswa akan pentingnya sistem teknologi dan informasi
yang
dapat
mendukung
proses
pembelajaran.
(Sumber:http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/07/31/cooperative -learning-teknik-jigsaw/)
2.1.4.5 Manfaat Penggunaan Strategi Tipe Jigsaw Pertama dan terpenting, jigsaw adalah cara yang sangat efisien untuk mempelajari materi pelajaran. Proses jigsaw juga mendorong siswa untuk mendengarkan, terlibat aktif, dan berempati dengan memberikan kesempatan kepada setiap anggota kelompok sebagai bagian penting dalam kegiatan akademik. Anggota kelompok harus bekerja sama sebagai satu tim untuk mencapai tujuan bersama, setiap orang tergantung pada orang lain. Tidak ada siswa dapat berhasil sepenuhnya kecuali semua orang bekerja dengan baik bersama-sama sebagai sebuah tim. Jigsaw adalah bentuk kerjasama yang didesain untuk memfasilitasi interaksi antar semua siswa di kelas,
membimbing mereka untuk menghargai satu sama lain sebagai kontributor untuk tugas
bersama
mereka.
(Sumber:http://www.readwritethink.org/professionaldevelopment/strategyguides/using-jigsaw-cooperative-learning-30599.html )
2.1.5 Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) dan Materi Kebebasan Berorganisasi 2.1.5.1 Definisi Pendidikan Kewarganegaraan Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) merupakan suatu pendidikan yang ingin membina seseorang yang sudah memiliki status kewarganegaraan menjadi warga Negara yang baik. “Pendidikan Kewarganegaraan merupakan mata pelajaran yang secara umum bertujuan untuk mengembangkan potensi individu warga Negara Indonesia, sehingga memiliki wawasan, sikap dan keterampilan kewarganegaraan yang memadai dan memungkinkan untuk berpartisipasi secara cerdas dan bertanggung jawab dalam berbagai kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Pendidikan kewarganegaraan merupakan usaha untuk membantu seseorang untuk mampu sendiri mandiri untuk membantu seseorang mengadakan penilaian atas perbuatan diri dan orang lain. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaran adalah pendidikan moral yang bersumber dan berlandaskan Pancasila yang menekankan pada ranah moral (afektif), di samping secara integrating perlu diperhatikan
ranah
lainnya
yaitu
pengetahuan
(kofnitif)
dan
perbuatan
(psikomotor)”. Pendidikan kewarganegaraan berobjekan warga Negara, karena status WNI itu didapat sejak manusia lahir dan berakhir sampai dengan akhir hayat.
2.1.5.2 Materi Kebebasan Berorganisasi Organisasi terbentuk apabila terdapat dua orang atau lebih yang saling bekerja sama menjalankan pekerjaan untuk mencapai tujuan bersama. Berikut ini beberapa pengertian organisasi adalah sebagai berikut : a) Menurut kamus Administrasi. Organisasi adalah suatu sistem usaha kerja sama dari sekelompok orang untuk mencapi tujuan bersama. b) Menurut kamus Besar Indonesia. Organisasi adalah kesatuan yang terdiri atas bagian-bagian (orang) dalam kumpulan untuk tujuan tertentu. Dengan kata lain, organisasi adalah kelompok kerja sama antara orang-orang yang diadakna untuk mencapi tujuan bersama. Pasal dalam UUD 1945 yang berhubungan dengan kebebasan antara lain sebagai berikut : a) Pasal 27 ayat (2) : kebebasan memperoleh pekerjaan b) Pasal 28 : kebebasan mengeluarkan pendapat dan berkumpul. c) Pasal 29 ayat (2) : kebebasan memeluk agama. d) Pasal 31 : kebebasan memperoleh pendidikan. Manfaat Berorganisasi adalah : a)
Menambah wawasan dan pengalaman
b)
Mengetahui dan mengembangakan bakat
c)
Menambah teman dan mudah bergaul
d)
Melatih diri mandiri
e)
Membagi dan mengisi waktu dengan kegiatan yang bermanfaat
f)
Menimbulkan kepercayaan diri dan tidak mudah mengeluh.
2.2
Kajian Peneliti Yang Relevan Pengertian Penelitian menurut Kerlinger (1986) adalah proses penemuan yang
mempunyai karakteristik sistematis, terkontrol, empiris, dan mendasarkan pada teori dan hipotesis atau jawaban sementara. Beberapa karakteristik penelitian sengaja ditekankan oleh kerlinger agar kegiatan penelitian memang berbeda dengan kegiatan profesional lainnya. Definisi dan Pengertian dari kata relevan adalah kait-mengait; bersangkut-paut; berguna secara langsung. Penelitian yang Relevan biasanya digunakan untuk mencari persamaan dan perbedaan ataran penelitian orang lain dengan penelitian yang sedang kita buat atau membandingkan penelitian yang satunya dengan yang lainnya, disini ada beberapa contoh Penelitian yang relevan berkaitan dengan model pembelajaran tipe Jigsaw yang bisa membantu proses pembelajaran. Akhmadsudrajat tahun 2008 dengan judul “Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning) Teknik Jigsaw”. Teknik pembelajaran kooperatif dapat mendorong timbulnya gagasan yang lebih bermutu dan dapat meningkatkan kreativitas siswa. Jigsaw merupakan bagian dari teknik-teknik pembelajaran kooperatif. Jika pelaksanaan prosedur pembelajaran kooperatif ini benar, akan memungkinkan untuk dapat mengaktifkan siswa sehingga dapat meningkatkan prestasi belajar siswa. Maswati tahun (2012) dengan judul “Meningkatkan hasil belajar siswa pada materi Keanekaragaman budaya melalui model Jigsaw dikelas III SDN Dusun Kawalu Bokan Kepulauan”. Hal ini dapat dilihat dari hasil observasi 30,7% pada siklus I menjadi 54% pada siklus II sehingga menjadi 76% siswa yang berada pada kategori baik. Maka itu pada Siklus II hasil dari penelitian tindakan kelas ini menunjukan adanya perubahan.
Megawati Jamsyar tahun 2011 dengan judul “Meningkatkan hasil belajar Matematika materi Bangun datar melalui model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw kelas V SDN Bontoramba”. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terjadi peningkatan pada hasil belajar siswa dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw yaitu Ketuntasan kelas pada siklus I tidak tuntas sedangkan pada siklus II tuntas. Selain hasil belajar yang meningkat, juga terjadi peningkatan pada aktivitas siswa. Berdasarkan hasil kajian penelitian sebelumnya maka penulis berkeinginan untuk mengkaji penelitian lebih lanjut dengan menerapkan judul “Meningkatkan Pemahaman Siswa pada Mata Pelajaran PKN Materi Kebebasan Berorganisasi Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw Kelas V SDN 1 Mebongo Kec. Sumalata Kab. Gorontalo Utara“. Melalui judul ini penulis berharap memperoleh kesan bahwa baginya Model Pembelajaran Kooperatif tipe Jigsaw adalah model pembelajaran yang dapat meningkatkan pemahaman dan cara belajara siswa lebih aktif.
2.3
Hipotesis Tindakan Berdasarkan landasan dan teori serta permasalahan yang diajukan dapat dirumuskan
bahwa hipotesis tindakan dalam penelitian ini adalah “Jika model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw digunakan mata pelajaran PKn materi kebebasan berorganisasi maka pemahaman siswa kelas V SDN 1 Mebongo Kecamatan Sumalata Kabupaten Gorontalo Utara akan meningkat”.
2.4
Indikator Keberhasilan Indikator keberhasilan dalam penelitian ini adalah jika dari 20 jumlah siswa kelas V SDN
1 Mebongo Kecamatan Sumalata Kabupaten Gorontalo Utara mengalami peningkatan
pemahaman belajar PKn materi kebebasan berorganisasi mencapai 75% maka indikator keberhasilan tercapai.