BAB II KAJIAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka 1. Model Pengembangan Media Pembelajaran Model
merupakan
seperangkat
prosedur
yang
berurutan
untuk
mewujudkan suatu proses seperti penilaian suatu kebutuhan, pemilihan media, dan evaluasi (Briggs dalam Gafur, 1982:21). Pengembangan oleh Gafur (1982:21) diartikan sebagai membuat tumbuh secara teratur untuk menjadikan sesuatu lebih besar, lebih baik, lebih efektif dan sebagainya. Jadi model pengembangan dalam media pembelajaran disini merupakan suatu prosedur yang berusaha untuk meningkatkan kualitas proses pembelajaran dengan menciptakan, menyempurnakan suatu produk pembelajaran berdasarkan asumsi kebutuhan dan karakteristik peserta didik. Model pengembangan yang dikemukakan oleh Walter Dick and Lou Carrey, adapun langkah – langkahnya sebagai berikut (Dick&Carrey 2005:6-8) a. Pendefinisian tujuan bagi program pembelajaran, seringkali langkah ini termasuk dalam Needs Assessment (analisis kebutuhan). b. Mengidentifikasi keterampilan, prosedur, atau tugas belajar tertentu yang diperlukan dalam mencapai tujuan. c. Mengidentifikasi keterampilan dan sikap yang sudah dikuasai pelajar, karakteristik setting pembelajaran dan karakteristik setting dimana pengetahuan dan keterampilan baru akan digunakan. d. Menerjemahkan kebutuhan (needs) dan tujuan (goals) pembelajaran kedalam tujuan performance tertentu. (behavioral objectives) e. Mengembangkan instrument penilaian. f. Mengembangkan strategi pembelajaran tertentu untuk membantu pelajar melalui usahanya mencapai performance objectives. g. Mengembangkan bahan pembelajaran. h. Melakukan kegiatan evaluation, yang terdiri dari formative evaluation dan summative evaluation 11
12
(1)
Evaluasi formatif berfungsi untuk mengumpulkan data suatu program pendidikan yang mana program tersebut masih sedang dikembangkan. Dick and carrey merekomendasikan 3 tahapan dalam formative evaluation yaitu : (a) Uji coba perorangan ( one to one evaluation) (b) Uji coba kelompok kecil yang tediri dari 8-20 siswa (small group evaluation) (c) Uji coba lapangan bagi satu kelas (field trial evaluation)
(2)
Evaluasi
summatif
dilakukan
untuk
menentukan
tingkat
kemanfaatan suatu program, khususnya dibandingkan dengan program lainnya. Evaluasi formatif dan evaluasi sumatif sering berbeda dalam hal instrumentasi, kendali penelitian dan dapatnya tergeneralisasi. Data formatif lebih mengarah pada pengumpulan data melalui observasi, kuesioner, dan interview. Penelitian sumatif lebih mengarah pada pengumpulan data melalui instrument yang terstandarisasi yang memiliki validitas dan realibilitas. Dalam prosedur penelitian dan pengembangan menurut Walter Dick and Lou Carrey media pembelajaran dapat dikatakan layak jika sudah melalui evaluasi tim ahli materi, ahli media dan uji coba. Tim ahli dan peserta didik memberikan penilaian terhadap setiap komponen produk. Data kuantitatif yang diperoleh melalui angket penilaian akan dianalisis dengan teknik deskriptif menurut Mogey dalam publikasinya di Evaluation Cookbook, LTDI Institute foer Computer Based Learning (1998:21). Penilaian terhadap produk menggunakan instrumen Skala Likert, yaitu penilaian angka 1 sampai 5. Data yang dikumpulkan dengan menggunakan Skala Likert adalah data ordinal sehingga dalam upaya penyimpulannya harus memakai median atau modus bukan rata – rata. Penilaian setiap aspek pada produk yang dikembangkan dalam penelitian ini dikatakan layak jika modus dari responden adalah minimal
13
4 (baik). Kriteria penilaian menggunakan Skala Likert akan dijelaskan pada Tabel 2.1. Tabel 2.2 Skor dan Kriteria Penilaian Skor
Kriteria
5
Sangat Baik
4
Baik
3
Cukup
2
Kurang
1
Sangat Kurang
Sumber : Mogey (Harvey,1998:21) Aspek Penilaian untuk responden yang terdiri dari ahli materi, ahli media dan pengguna produk akan dibahas lebih lanjut di teknik pengumpulan data. Secara definitif efektivitas dapat dinyatakan sebagai tingkat keberhasilan dalam mencapai tujuan atau sasarannya (Etzioni, 1964) dalam Daryanto (2013:57). Efektivitas ini sesungguhnya merupakan suatu konsep yang lebih luas mencakup berbagai faktor didalam maupun diluar diri seseorang. Dengan demikian efektivitas tidak hanya dapat dilihat dari sisi produktivitas, akan tetapi juga dapat pula diihat dari sisi persepsi atau sikap orangnya. Disamping itu, efektivitas juga dapat dilihat dari bagaimana tingkat kepuasan yang dicapai oleh orang (Robbins,1997) dalam Daryanto (2013:57). Dengan demikian efektivitas merupakan suatu konsep yang sangat penting, karena mampu memberikan gambaran mengenai keberhasilan seseorang dalam mencapai sasarannya atau suatu tingkatan terhadap mana tujuan – tujuan dicapai (Prokopenko,1987) atau tingkat pencapain tujuan (Hoy dan Miskel, 1992). Sementara itu belajar dapat pula dikatakan sebagai komunikasi terencana yang menghasilkan perubahan atas sikap, ketrampilan, dan pengetahuan dalam hubungan dengan sasaran khusus yang berkaitan dengan pola berperilaku yang diperlukan individu untuk mewujudkan secara lengkap tugas atau pekerjaan tertentu (Bramley,1996). Dengan demikian yang dimaksud dengan efektivitas belajar adalah tingkat pencapaian tujuan
14
pembelajaran, termasuk dalam pembelajaran seni. Pencapaian tujuan tersebut berupa peningkatan pengetahuan dan ketrampilan serta pengembangan sikap melalui proses pembelajaran. Hal penting untuk dimaknai bahwa keberhasilan pembelajaran yang dilakukan oleh guru
dan siswa ditentukan oleh
efektivitasnya dalam upaya pencapaian kompetensi belajar. (Sumber: Daryanto, 2013:57)
2. Media Pembelajaran E-Learning Media berasal dari bahasa latin merupakan bentuk jamak dari “Medium” yang secara harfiah berarti “Perantara” atau “Pengantar” yaitu perantara atau pengantar terjadinya komunikasi antara sumber pesan dengan penerima pesan (Rahardjo,1984:46).
Adapun
media
pembelajaran
menurut
Hamdani
(2011:243) adalah media yang membawa pesan-pesan atau informasi yang bertujuan intruksional atau mengandung maksud-maksud pembelajaran. Arsyad (2011:3) mengatakan media berasal dari bahasa latin medius yang secara harfiah berarti tengah, perantara atau pengantar. Dalam bahasa arab media berasal dari kata wasaail yang berarti pengantar pesan dari pengirim kepada penerima pesan. Media apabila dipahami secara garis besar adalah manusia, materi atau kejadian yang membangun kondisi yang membuat siswa mampu memperoleh pengetahuan, keterampilan maupun sikap. Dalam pengertian ini guru, buku teks serta lingkungan sekolah merupakan media belajar. Secara lebih khusus Arsyad (2011:3) mengatakan media dalam proses belajar mengajar cenderung diartikan sebagai alat-alat grafis, photografis atau elektronis untuk menangkap, memproses, dan menyusun kembali informasi visual atau verbal. Media pembelajaran merupakan pengatur hubungan yang efektif antara dua pihak utama dalam proses belajar yaitu siswa dan isi pelajaran. Sanjaya (2010:204) mengatakan media pembelajaran adalah seluruh alat dan bahan yang dapat dipakai untuk tujuan pendidikan seperti radio, televisi, buku, koran, majalah, komputer dan lain sebagainya. Selain alat-alat tersebut
15
orang
dan
bahan
serta
peralatan
yang
menciptakan
kondisi
yang
memungkinkan siswa memperoleh pengetahuan, keterampilan dan sikap juga disebut sebagai media pembelajaran. Selain pendapat tersebut, Djamarah (2010:120) mengatakan media adalah sumber belajar sehingga secara luas media pembelajaran dapat diartikan dengan manusia, benda ataupun peristiwa yang memungkinkan siswa memperoleh pengetahuan serta keterampilan. Media merupakan alat bantu yang dapat berupa apa saja yang dapat dijadikan sebagai penyalur pesan guna mencapai tujuan pembelajaran. Terdapat 6 jenis yang mendasari media pembelajaran menurut Heinich and Molenda dalam Daryanto (2011:17) yaitu: a.
Teks merupakan elemen dasar menyampaikan suatu informasi yang mempunyai berbagai jenis dan bentuk tulisan berupaya memberi daya tarik dalam penyampaian informasi
b.
Media Audio. Membantu menyampaikan maklumat dengan lebih berkesan dan membantu meningkatkan daya tarikan terhadap sesuatu persembahan.
c.
Media Visual. Media yang dapat memberikan rangsanganrangsangan visual seperti gambar/foto, sketsa, diagram, bagan, grafik, kartun, poster, papan bulletin dan lainnya.
d.
Media Proyeksi Gerak. Termasuk di dalamnya film gerak, film gelang, program TV, video kaset (CD, VCD,atau DVD)
e.
Benda-benda tiruan/ miniatur seperti benda-benda tiga dimensi yang dapat disentuh dan diraba oleh peserta didik. Media ini dibuat untuk mengatasi keterbatasan baik obyek maupun situasi sehingga proses pembelajaran tetap berjalan dengan baik.
f.
Manusia. Termasuk di dalamnya pendidik, peserta didik, atau pakar/ahli di bidang/materi tertentu.
Suatu media dalam pembelajaran harus bermanfaaat untuk : a.
Memperjelas pesan agar tidak terlalu verbalistis.
16
b.
Mengatasi keterbatasan ruang, waktu, tenaga, dan daya indra.
c.
Menimbulkan semangat belajar, berinteraksi secara langsung antara peserta didik dengan sumber belajar.
d.
Memungkinkan peserta didik belajar mandiri sesuai dengan bakat dan kemampuan visual, auditori, dan kinestetiknya.
e.
Memberi rangsangan yang sama, mempersamakan pengalaman, dan menimbulkan persepsi yang sama. ( Daryanto, 2011: 5 )
Kontribusi media pembelajaran menurut Kemp and Dayton (dalam Daryanto, 2011: 5) adalah sebagai berikut : a.
Penyampaian pesan/ materi pembelajaran dalam lebih berstandar.
b.
Pembelajaran lebih menarik.
c.
Pembelajaran lebih interaktif dengan menerapkan teori belajar.
d.
Waktu pembelajaran dapat diperpendek.
e.
Kualitas pembelajaran dapat ditingkatkan.
f.
Proses pembelajaran dapat berlangsung kapanpun dan dimanapun.
g.
Sikap positif peserta didik terhadap materi pembelajaran serta proses pembelajaran dapat ditingkatkan.
h.
Perubahan peran pendidik kearah positif.
Proses
pembelajaran
merupakan
suatu
proses
komunikasi
dan
berlangsung dalam suatu sistem, maka media menempati posisi yang sangat penting sebagai salah satu komponen sistem pembelajaran. Tanpa adanya media, proses komunikasi dan pembelajaran akan berjalan tidak optimal.
Gambar 2.1 Posisi media dalam sistem pembelajaran (Sumber Daryanto, 2011: 7)
17
Media pembelajaran adalah sebuah alat yang berfungsi untuk menyampaikan pesan pembelajaran. Pembelajaran adalah sebuah proses komunikasi antara pembelajar, pengajar dan bahan ajar. Komunikasi tidak akan berjalan tanpa bantuan sarana penyampai pesan atau media. Ada beberapa kriteria untuk menilai keefektifan sebuah media. Hubbard (Nandi, 2006:4) mengusulkan 9 (Sembilan) kriteria untuk menilainya. Kriteria pertamanya adalah biaya. Biaya memang harus dinilai dengan hasil yang akan dicapai dengan penggunaan media itu. Kriteria lainnya adalah ketersedian fasilitas pendukung seperti listrik, kecocokan dengan ukuran kelas, keringkasan, kemampuan untuk dirubah, waktu dan tenaga penyiapan, pengaruh yang ditimbulkan, kerumitan dan yang terakhir adalah kegunaan. Semakin banyak tujuan pembelajaran yang bisa dibantu dengan sebuah media semakin baiklah media itu. Jaya Kumar C. Koran, 2002 dalam Hasbullah (2007: 6) mendefinisikan e-learning sebagai sembarang pengajaran dan pembelajaran yang menggunakan rangkaian elektronik (LAN, WAN, atau internet) untuk menyampaikan isi pembelajaran, interaksi, atau bimbingan. Ada pula yang menafsirkan e-learning sebagai bentuk pendidikan jarak jauh yang dilakukan melalui media internet. Sedangkan Dong (dalam Kamarga, 2002) mendefinisikan e-learning sebagai kegiatan belajar asynchronous melalui perangkat elektronik computer yang memperoleh bahan belajar yang sesuai dengan kebutuhannya. Atau e-learning didefinisikan sebagai berikut : “ELearning is a generic term for all technologically supported learning using an array of teaching and learning tools as phone bridging, audio and videotapes, teleconferencing, satellite transmissions, and the more recognized web-based training or computer aided instruction also commonly referred to as online courses” (Soekartawi, Haryono dan Librero, 2002) dalam Hasbullah (2007: 6). Rosenberg, 2001 dalam Hasbullah (2007: 6) menekankan bahwa elearning merujuk pada penggunaan teknologi internet untuk mengirimkan serangkaian solusi yang dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilan. Purbo (2002) dalam Hasbullah (2007: 6) menjelaskan bahwa istilah “e” atau singkatan dari elektronik dalam e-learning digunakan sebagai istilah untuk
18
segala teknologi yang digunakan untuk mendukung usaha-usaha pengajaran lewat teknologi elektronik internet. Internet, intranet, satelit, tape audio / video, TV interaktif dan CD-ROM adalah sebagian dari media elektronik yang digunakan. Pengajaran boleh disampaikan secara „synchronously‟ (pada waktu yang sama) ataupun „asynchronously‟ (pada waktu yang berbeda). Materi pengajaran dan pembelajaran yang disampaikan melalui media ini mempunyai teks, grafik, animasi, simulasi, audio dan video serta juga harus menyediakan kemudahan untuk „discussion group‟ dengan bantuan profesional dalam bidangnya. Perbedaan antara pembelajaran tradisional dengan e-learning yaitu kelas „tradisional‟, guru dianggap sebagai orang yang serba tahu dan hanya ditugaskan untuk menyalurkan ilmu pengetahuan kepada pelajarnya. Sedangkan di dalam pembelajaran „e-learning‟ fokus utamanya adalah peserta didik. Peserta didik dituntut untuk mandiri pada waktu tertentu dan bertanggung-jawab untuk pembelajarannya. Suasana pembelajaran „e-learning‟ peserta didik dituntut untuk memainkan peranan yang lebih aktif dalam pembelajarannya. Peserta didik membuat perancangan dan mencari materi dengan usaha, dan inisiatif sendiri. Khoe Yao Tung, 2000 dalam Hasbullah (2007: 6) mengatakan bahwa setelah kehadiran guru dalam arti sebenarnya, internet akan menjadi suplemen dan komplemen dalam menjadikan wakil guru yang mewakili sumber belajar yang penting di dunia. Cisco (2001) dalam Hasbullah (2007: 6) menjelaskan filosofis
e-learning
sebagai
berikut.
Pertama,
e-learning
merupakan
penyampaian informasi, komunikasi, pendidikan, pelatihan secara on-line. Kedua, e-learning menyediakan seperangkat alat yang dapat memperkaya nilai belajar secara konvensional (model belajar konvensional, kajian terhadap buku teks, CD-ROM, dan pelatihan berbasis komputer) sehingga dapat menjawab tantangan perkembangan globalisasi. Ketiga, e-learning tidak berarti menggantikan model belajar konvensional di dalam kelas, tetapi memperkuat model belajar tersebut melalui pengayaan content dan pengembangan teknologi
19
pendidikan. Keempat, Kapasitas peserta didik amat bervariasi tergantung pada bentuk isi dan cara penyampaiannya. Makin baik keselarasan antar konten dan alat penyampai dengan gaya belajar, maka akan lebih baik kapasitas siswa yang pada gilirannya akan memberi hasil yang lebih baik. Purbo (2002) dalam Hasbullah (2007: 7) mensyaratkan tiga hal yang wajib dipenuhi dalam merancang e-learning, yaitu: sederhana, personal, dan cepat. Sistem yang sederhana akan memudahkan peserta didik dalam memanfaatkan teknologi dan menu yang ada, dengan kemudahan pada panel yang disediakan, akan mengurangi pengenalan sistem e-learning itu sendiri, sehingga waktu belajar peserta dapat diefisienkan untuk proses belajar itu sendiri dan bukan pada belajar menggunakan sistem e-learning-nya. Syarat personal berarti pengajar dapat berinteraksi dengan baik seperti layaknya seorang guru yang berkomunikasi dengan murid di depan kelas. Dengan pendekatan dan interaksi yang lebih personal, peserta didik diperhatikan kemajuannya, serta dibantu segala persoalan yang dihadapinya. Hal ini akan membuat peserta didik betah berlama-lama di depan layar komputernya. Kemudian layanan ini ditunjang dengan kecepatan, respon yang cepat terhadap keluhan dan kebutuhan peserta didik lainnya. Dengan demikian perbaikan pembelajaran dapat dilakukan secepat mungkin oleh pengajar atau pengelola. Menurut Siahaan (2002) dalam Hasbullah (2007: 7), ada 3 (tiga) fungsi pembelajaran elektronik terhadap kegiatan pembelajaran di dalam kelas (classroom instruction), yaitu sebagai suplemen yang sifatnya pilihan/opsional, pelengkap (komplemen), atau pengganti (substitusi). a. Suplemen Dikatakan berfungsi sebagai supplemen (tambahan), apabila peserta
didik
mempunyai
kebebasan
memilih,
apakah
akan
memanfaatkan materi pembelajaran elektronik atau tidak. Dalam hal ini, tidak ada kewajiban / keharusan bagi peserta didik untuk mengakses materi pembelajaran elektronik. Sekalipun sifatnya opsional, peserta
20
didik yang memanfaatkannya tentu akan memiliki tambahan pengetahuan atau wawasan. b. Komplemen (tambahan) Dikatakan berfungsi sebagai komplemen (pelengkap) apabila materi pembelajaran elektronik diprogramkan untuk melengkapi materi pembelajaran yang diterima siswa di dalam kelas (Lewis, 2002). Sebagai komplemen berarti materi pembelajaran elektronik diprogramkan untuk menjadi materi pengayaan atau remedial bagi peserta didik di dalam mengikuti kegiatan pembelajaran konvensional. Materi pembelajaran elektronik dikatakan sebagai enrichment, apabila kepada peserta didik yang dapat dengan cepat menguasai / memahami materi pelajaran yang disampaikan guru secara tatap muka (fast learners) diberikan kesempatan untuk mengakses materi pembelajaran elektronik yang memang secara khusus
dikembangkan
untuk
mereka.
Tujuannya
agar
semakin
memantapkan tingkat penguasaan peserta didik terhadap materi pelajaran yang disajikan guru di dalam kelas. Dikatakan sebagai program remedial, apabila kepada peserta didik yang mengalami kesulitan memahami materi pelajaran yang disajikan guru secara tatap muka di kelas (slow learners)
diberikan
kesempatan
untuk
memanfaatkan
materi
pembelajaran elektronik yang memang secara khusus dirancang untuk mereka. Tujuannya agar peserta didik semakin lebih mudah memahami materi pelajaran yang disajikan guru di kelas. c. Substitusi (pengganti) Beberapa perguruan tinggi di negara-negara maju memberikan beberapa alternatif model kegiatan pembelajaran / perkuliahan kepada para mahasiswanya. Tujuannya agar para mahasiswa dapat secara fleksibel mengelola kegiatan perkuliahannya sesuai dengan waktu dan aktivitas lain sehari-hari mahasiswa.
21
Menurut A. W. Bates (Bates,1995) dan K. Wulf (Wulf, 1996) dalam Muksin Wijaya (2012: 22) mengatakan bahwa pembelajaran elearning juga memiliki kelebihan sebagai berikut. a. Meningkatkan interaksi pembelajaran (enhance interactivity). b. Mempermudah interaksi pembelajaran dari mana dan kapan saja (time and place flexibility). c. Memiliki Jangkauan yang Lebih Luas (potential to reach a global audience). d. Mempermudah
penyempurnaan
dan
penyimpanan
materi
pembelajaran (easy updating of contents as well as archivable capabilities). Aplikasi E-Learning untuk pembelajaran terdiri baik dari yang berlisensi dan open source. Salah satu aplikasi penyedia E-Learning untuk proses pembelajaran berbasis open source ialah Web dan Moodle. a.
Pembelajaran Berbasis Web Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) yang menghasilkan internet dengan pembelajaran berbasis web merupakan suatu kegiatan pembelajaran yang memanfaatkan media situs web (website) yang bisa diakses melalui jaringan internet. Pembelajaran berbasis web atau yang dikenal juga dengan istilah “web-based learning” merupakan salah satu jenis penerapan dari pembelajaran elektronik (e-learning). Kevin Kruse (2004) dalam salah satu tulisannya yang berjudul “Using the Web for Learning” yang dimuat dalam situs web elearningguru.com mengemukakan bahwa pembelajaran berbasis web seringkali memiliki manfaat yang banyak bagi para peserta didiknya. Bila dirancang dengan baik dan tepat, maka pembelajaran berbasis web bisa menjadi pembelajaran yang menyenangkan, memiliki unsur interaktivitas yang tinggi, menyebabkan peserta didik mengingat lebih banyak materi pelajaran, serta mengurangi biaya-biaya operasional yang
22
biasanya
dikeluarkan
oleh peserta
didik untuk
mengikuti
pembelajaran contohnya uang jajan / biaya transportasi ke sekolah. Menerapkan pembelajaran berbasis web dapat dilihat sebagai proses yang kompleks yang tidak hanya sekedar menjalankan langkah-langkah dalam model desain instruksional. Ada tiga teori belajar utama yang digunakan sebagai dasar pembelajaran berbasis web yaitu: behaviorisme, kognitivisme dan konstrukstivisme (Wijaya , 2012: 22-23). 1)
Behaviorisme Behaviorisme melihat belajar adalah perubahan perilaku yang dapat diamati yang disebabkan oleh stimulus eksternal. Mereka melihat pikiran sebagai “kotak hitam”, respons terhadap suatu stimulus dapat diamati secara kuantitatif, dengan mengabaikan pengaruh proses berfikir yang terjadi di pikiran.
2)
Kognitivisme Kognitivisme melihat belajar merupakan proses internal yang melibatkan memori, motivasi, refleksi, berfikir, dan meta kognisi. Dalam pandangan aliran tersebut, pikiran manusia memanipulasi simbol-simbol seperti komputer memanipulasi data. Oleh karena itu, pembelajar dianggap sebagai prosesor informasi. Psikologi kognitif meliputi proses belajar dari pemprosesan informasi, dimana informasi diterima di bermacam-macam indera, ditransfer ke memori jangka pendek dan jangka panjang. Informasi menjalani aliran transformasi dalam pikiran manusia sampai informasi tersebut tersimpan secara permanen di memori jangka panjang dalam bentuk paket-paket pengetahuan.
23
3)
Konstruktivisme Konstruktivisme melihat siswa membangun pengetahuannya dari pengalaman belajarnya sendiri. Belajar dapat dilihat sebagai suatu proses yang aktif, dan pengetahuan tidak dapat diterima dari luar maupun dari orang lain. Siswa sebaiknya diberi kesempatan untuk membangun pengetahuan bukan diberi pengetahuan melalui pengajaran. Khan (1997) dalam Hasbullah (2007: 14) mendefinisikan
pengajaran berbasis web (WBI) sebagai program pengajaran berbasis hypermedia yang memanfaatkan atribut dan sumber daya World Wide Web (Web) untuk menciptakan lingkungan belajar yang kondusif. Sedangkan menurut Clark (1996) dalam Hasbullah (2007:14), WBI adalah pengajaran individual yang dikirim melalui jaringan komputer umum atau pribadi dan ditampilkan oleh web browser. Oleh karena itu kemajuan WBI akan terkait dengan kemajuan teknologi web (perangkat keras dan perangkat lunak) maupun pertumbuhan jumlah situs-situs web di dunia yang sangat cepat. Kemajuan perangkat keras ditandai dengan pemakaian teknologi ATM (Asynchronous Transfer Mode) dan serat optis yang memungkinkan transfer data yang besar dan cepat. Dalam bidang perangkat lunak, Java yang dikembangkan oleh Sun Microsystems mampu membuat aplikasi dalam halaman web yang bersifat dinamis. Disamping itu perkembangan WBI juga dipacu oleh besarnya keuntungan yang didapat bila dibanding dengan media pengajaran lainnya. Pemanfaatan internet dalam WBI ini mampu mendorong perkembangan universitas terbuka atau pembelajaran jarak jauh, karena WBI dianggap paling murah dibanding CAI / CBI, siaran radio, kaset video, dan lain-lainnya. Dengan WBI ini belajar tidak lagi terikat dengan waktu dan ruang tentunya. Pada kenyataannya
24
sekarang ini, melalui internet memang bisa mengirim video tetapi tidak mampu secepat kalau mengakses kaset video, atau televisi secara langsung. Dalam web bisa diperoleh informasi video dan suara sekaligus teks dan gambar serta dimungkinkan komunikasi interaktif dari berbagai sumber informasi di seluruh dunia. Disamping itu, menurut McManus (1995) dalam Hasbullah (2007: 15) ternyata jaringan internet bukanlah semata-mata suatu media, tetapi lebih dari itu juga merupakan pemberi materi dan sekaligus materinya. Seorang dosen yang mengajarkan suatu topik tertentu melalui web akan dengan mudah menghubungkannya dengan situssitus web yang berkaitan dengan topik tersebut. Program WBI yang baik menurut Albert dan Canale (1996) dalam Hasbullah (2007: 15) harus mempunyai kemampuan yang lebih dari pada sekedar menjalin komunikasi
dua arah.
Kemampuan ini meliputi: a) penyampaian materi dalam berbagai bentuk data serta dapat dihubungkan
ke
berbagai
sumber
informasi
lainnya
(hypermedia). b) pendaftaran
mahasiswa
secara
on-line
sehingga
bisa
dilakukan setiap saat. c) identifikasi akses berikutnya bagi mahasiswa yang sudah terdaftar . d) penelusuran kemajuan belajar. e) Evaluasi. f)
fleksibilitas kontrol terhadap alur pembelajaran dan lain-lain. Masalah evaluasi menjadi rumit dalam program WBI.
Seperti halnya dalam program belajar jarak-jauh lainnya, tidak ada suatu cara untuk menjamin bahwa orang yang duduk mengerjakan soal-soal di depan komputer yang letaknya jauh di belahan bumi sana adalah mahasiswa yang telah terdaftar. Fasilitas login dengan
25
username dan password semata-mata hanya untuk kepentingan keamanan akses mahasiswa dari orang lain yang tidak dikehendaki. Oleh karena itu kejujuran mahasiswa memegang peranan yang sangat penting. Dengan asumsi bahwa soal-soal dikerjakan oleh mahasiswa yang terdaftar, maka evaluasi secara on-line dapat dilakukan dengan cara mengirim seluruh jawaban soal-soal sekaligus dalam satu dokumen HTML atau setiap satu jawaban soal dikirim sendirisendiri. Kerugian cara pertama adalah bahwa umpan balik setiap satu jawaban soal tidak bisa diberikan segera pada saat pengerjaan soal-soal sedang berlangsung. Kerugian cara kedua adalah bahwa setiap satu jawaban memerlukan identifikasi karena setiap pengiriman merupakan kejadian yang independent. Namun hal ini bisa diatasi dengan field tersembunyi dan dengan "cookie". Tahapan perancangan WBI meliputi penentuan karakteristik peserta didik, deskripsi hasil belajar yang diharapkan, identifikasi materi dan strategi evaluasi, perencanaan struktur dasar program, implementasi perancangan prototipe dan uji coba, merevisi dan memvalidasi, meng-install serta monitoring dan review (James, 1997) dalam Hasbullah (2007: 16). Seorang guru yang akan mengelola suatu mata kuliah dalam bentuk
WBI
perlu
mencermati
tahapan
tersebut.
Adapun
perencanaan yang bersifat perangkat keras serta infrasturktur yang mendukung jaringan internet bukan menjadi tanggung jawab masing-masing dosen mata kuliah, akan tetapi menjadi tanggung jawab lembaga secera keseluruhan. b. Pembelajaran berbasis Moodle Istilah Moodle diartikan sebagai tempat belajar dinamis dengan menggunakan model berorientasi objek atau merupakan paket lingkungan pendidikan berbasis web yang dinamis dan
26
dikembangkan dengan konsep berorientasi objek (Munir, 2009: 180). Moodle mendorong eksplorasi dan interaksi antara peserta didik dan pendidik. Pendidik memperoleh fasilitas akses tersendiri untuk mengelola kelas yang dibentuk, sehingga dapat digunakan dan membuat kegiatan belajar mengajar menjadi lebih interaktif. Menurut Munir (2009 : 180) terdapat beberapa kelebihan Moodle dalam pembelajaran sebagai berikut : b.
Penggunaanya tepat untuk kelas online.
c.
Pengajar memiliki hak istimewa yang dapat memodifikasi materi
pembelajaran,
mengatur
pelajaran,
metode
pembelajaran, dan lain sebagainya sesuai kehendak pengajar. d.
Hasil belajar relatif sama bahkan lebih baik daripada belajar secara tatap muka langsung.
e.
Teknologi yang digunakan bersifat sederhana, mudah dioperasikan, relatif murah, dan efisien.
f.
Keamanan terjamin dengan baik.
g.
Pelajaran dilengkapi dengan tampilan penjelasan dan dapat dipilah sesuai kategori pelajaran. Moodle atau kepanjangan dari Modular Object Oriented
Dynamic Learning Environment adalah suatu Course Content Management (CMS), yang diperkenalkan pertama kali oleh Martin Dougiamas, seorang Computer Scientist dan Educator. Moodle dapat digunakan untuk keperluan administrasi, dokumentasi, laporan sebuah kegiatan, kegiatan belajar mengajar dan kegiatan secara online, E-Learning dan materi-materi pelatihan yang dilakukan dengan online. Moodle merupakan perangkat lunak open source
yang mendukung implementasi E-Learning dengan
paradigma terpadu dimana berbagai fitur penunjang pembelajaran dengan mudah dapat diakomodasi dalam suatu Portal E-Learning. Fitur-fitur penting penunjang pembelajaran tersebut misalnya:
27
tugas, quiz, komunikasi, kolaborasi, serta fitur utama yang dapat meng-upload berbagai format materi pembelajaran.
3. Pembelajaran Geografi Dalam Kurikulum 2013 Menurut Sumaatmadja (2001:9), Pengajaran geografi adalah geografi yang diajarkan di tingkat sekolah dasar dan sekolah menengah. Karena itu, penjabaran konsep-konsep, pokok bahasan, dan sub pokok bahasannya harus disesuaikan dan diserasikan dengan tingkat pengalaman dan perkembangan mental anak pada jenjang-jenjang pendidikan yang bersangkutan. Berkenaan dengan pengertian geografi, Hartshorne (1960:47) dalam Sumaatmadja (2001:9) mengemukakan, “geography is that discipline that seeks to describe and interpret the variable character from place to place of the earth as the world of man.” Pada batasan ini Hartshorne menekankan kepada karakter variabel dari suatu tempat ke tempat lainnya sebagai dunia tempat kehidupan manusia. Dalam hal ini geografi sebagai bidang ilmu mencari penjelasan dan interpretasi tentang karakter tadi sebagai hasil interaksi faktor-faktor geografi yang mencirikan tempat-tempat di permukaan bumi sebagai dunia kehidupan manusia. Kedalam interaksi itu termasuk pemanfaatan sumber daya lingkungan oleh manusia bagi kepentingan hidupnya. Panitia Ad Hoc Geografi (Ad Hoc Committe on Geography, Hagget, 1975:582) dalam Sumaatmadja (2001:10) mengemukakan pengertian geografi: “geography seeks to explain how the subsystems of the physical environment are organized on the earth‟s surface , and how man distributes himself over the earth in relation to physical featrures and to ther men.” Pada pengertian yang dikemukakan oleh Panitia Ad Hoc Geografi, konsepnya ditekankan pada penjelasan bagaimana lingkungan fisik dipermukaan bumi itu dalam hubungannya dengan gejala alam tersebut dan dengan sesama manusia. Pengertian geografi yang kedua ini tidak bertentangan dengan yang pertama, bahkan saling memperkuat.
28
Pakar-pakar geografi pada Seminar dan Lokakarya Peningkatan Kualitas Pengajaran Geografi di Semarang tahun 1988 dalam Nursid Sumaatmadja (2001:11), telah merumuskan konsep geografi sebagai berikut: “Geografi adalah ilmu yang mempelajari persamaan dan perbedaan fenomena geosfer dengan sudut pandang kelingkungan atau kewilayahan dalam konteks keruangan”.
Konsep geografi yang diketengahkan tersebut secara jelas
menegaskan bahwa yang menjadi objek studi geografi tidak lain adalah geosfer, yaitu permukaan bumi yang pada hakikatnya merupakan bagian bumi yang terdiri atas atmosfer (lapisan udara), litosfer (lapisan batuan, kulit bumi), hidrosfer (lapisan air, perairan) dan biosfer (lapisan kehidupan). Pada konsep ini geosfer atau permukaan bumi tadi ditinjau dari sudut pandang kewilayahan atau kelingkungan yang menampakkan persamaan dan perbedaan. Persamaan dan perbedaan tadi tidak terlepas dari adanya relasi keruangan dari adanya relasi keruangan dari unsur-unsur geografi yang membentuknya. Disini studi geografi melihat dan mempelajari wilayah-wilayah dipermukaan bumi yang tersebar yang membentuk lingkungan-lingkungan geografi tertentu yang menunjukkan sistem kewilayahan (regional system) dan sistem kelingkungan (ekosistem) tertentu. Dari sekian jumlah sistem kewilayahan dan sistem kelingkungan tadi sudah pasti ada persamaan dan perbedaan gejala, bahkan keunikan diwilayah-wilayah atau ekosistem. Pengajaran geografi hakikatnya adalah pengajaran tentang aspek-aspek keruangan permukaan bumi yang merupakan keseluruhan gejala alam dan kehidupan umat manusia dengan variasi kewilayahannya. Dengan perkataan lain, pengajaran geografi merupakan pengajaran tentang hakikat geografi yang diajarkan di sekolah dan disesuaikan dengan tingkat perkembangan mental anak pada jenjang pendidikan masing-masing (Sumaatmadja, 2001 : 11-12). Geografi merupakan ilmu yang mempelajari seluruh fenomena geosfer. Untuk dapat memahami secara mendalam dan menyeluruh tentang ilmu Geografi diperlukan kecakapan spasial (spatial ability) yang dimiliki oleh peserta didik. Spatial Ability yaitu cara berpikir yang digunakan untuk
29
memahami arti dalam suatu bentuk, ukuran, lokasi, arah/ tujuan, dari objek, fenomena atau gejala, atau posisi relatif di ruangan dari berbagai objek, proses atau gejala (National Research Council, 2006). Kecakapan spasial merupakan salah satu hal yang sangat penting bagi peserta didik. Hal tersebut berkenaan dengan kemampuan peserta didik dalam mengkaji dan mengkaitkan fenomena fenomena yang terjadi di muka bumi ini. Terdapat kecakapan-kecakapan dasar yang harus dimiliki oleh peserta didik terlihat pada Tabel 2.1 berikut. Tabel 2.1 Kecakapan – kecakapan dasar menurut Association of American Geographers Kecakapan Comparation
Definisi membandingkan satu dengan tempat lainnya
Contoh
tempat curah hujan, pendapatan, citra satelit, peta, dan grafik Aura menjelaskan bahwa letak suatu asap pabrik, kebisingan tempat dapat berpengaruh jalan raya, nilai properti dengan tempat didekatnya di dekat taman (tetangganya) Region menarik garis / deliniasi tempat daerah tanaman jagung, yang memiliki karakteristik dataran tinggi Ozark, sama atau terkait dalam lingkungan polish, jalan beberapa cara kecil / lorong tornado Transition menggambarkan apa yang kenampakan yang terjadi antara dua tempat dengan berubah secara bertahap kondisi yang diketahui atau tiba-tiba dari satu tempat ke tempat lain Analogy menemukan tempat di benua iklim mediterania, zona atau lokasi lain yang memiliki subduksi, hinterland posisi sama dan kondisi serupa Heirarki mengidentifikasi hirarki spasial jaringan sungai, atau sekumpulan kenampakan distribusi hirarki, yang saling berhubungan hierarki politik Pattern menggambarkan susunan fitur cluster, melingkar, atau kondisi di suatu daerah/ mengikat, memanjang, wilayah merata atau tidak Association mengidentifikasi sejauh mana mall dan jalan bebas kenampakan dalam peta hambatan, penyakit memiliki pola yang sama malaria Sumber: www.aag.org/tgmg/materials/spatial_thinking_history_lesson.pdf
30
Kurikulum 2013 merupakan salah satu upaya pemerintah untuk mencapai keunggulan masyarakat bangsa dalam penguasaan ilmu dan teknologi seperti yang digariskan dalam haluan negara. Kurikulum 2013 diharapkan dapat menghasilkan insan yang produktif, kreatif, dan inovatif. Hal ini dimungkinkan karena Kurikulum ini berbasis karakter dan kompetensi yang secara konseptual memiliki beberapa keunggulan. Pertama : Kurikulum 2013 menggunakan pendekatan yang bersifat alamiah (kontekstual) karena berangkat, berfokus, dan bermuara pada hakekat peserta didik untuk mengembangakan berbagai kompetensi sesuai dengan potensinya masing-masing. Dalam hal ini peserta didik merupakan subjek belajar, dan proses belajar berlangsung secara alamiah dalam bentuk bekerja dan mengalami berdasarkan kompetensi tertentu bukan transfer pengetahuan (transfer of knowledge). Kedua : Kurikulum 2013 yang berbasis karakter dan kompetensi boleh jadi mendasari pengembangan kemampuan-kemampuan lain. Pengusasaan ilmu pengetahua, dan keahlian tertentu dalam suatu pekerjaan, kemampuan memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari, serta pengembanagan aspek-aspek kepribadian dapat dilakukan secara optimal berdasarkan standar kompetensi tertentu. Ketiga : ada bidang – bidang studi atau mata pelajaran tertentu yang dalam pengembangannya lebih tepat menggunakan pendekatan kompetensi, terutama yang berkaitan dengan ketrampilan (Mulyasa, 2013: 163-164). Saylor (1981) dalam Mulyasa (2013 : 99) mengatakan bahwa “Instruction is thus the implementation of curriculum plan, ususally, but not necessarily, involving teaching in the sense of student teacher interaction in an educational setting”. Dalam hal ini guru harus dapat mengambil keputusan atas dasar penilaian yang tepat ketika peserta didik belum dapat membentuk kompetensi dasar, apakah kegiatan pembelajaran dihentikan, diubah metodenya, atau mengulang dulu pembelajaran yang lalu. Guru harus menguasai prinsip-prinsip pembelajaran, pemilihan dan penggunaan media pembelajaran, pemilihan dan penggunaan metode pembelajaran, ketrampilan menilai hasil-hasil belajar peserta didik, serta memilih dan menggunakan strategi atau pendekatan pembelajaran. Kompetensi-kompetensi
tersebut
merupakan
bagian
integral
bagi
31
seseorang guru sebagai tenaga professional, yang hanya dapat dikuasai dengan baik melalui pengalaman praktik yang intensif. Guru harus menyadari bahwa pembelajaran memiliki sifat yang sangat kompleks karena melibatkan aspek pedagogis, psikologis, dan didaktis secara bersamaan. Apek pedagogis menunjuk pada kenyataan bahwa pembelajaran berlangsung dalam suatu lingkungan pendidikan. Karena itu, guru harus mendampingi peserta didik menuju kesuksesan belajar atau penguasaan sejumlah kompetensi tertentu. Aspek psikologis menunjuk pada kenyataan bahwa peserta didik pada umumnya memiliki taraf perkembangan yang berbeda, yang menuntut materi yang berbeda pula. Selain itu, aspek psikologis menunjuk pada kenyataan bahwa proses belajar itu sendiri mengandung variasi, seperti belajar keterampilan motoric, belajar konsep, belajar sikap dan seterusnya (Gagne, 1984) dalam (Mulyasa, 100 : 2013). Perubahan kurikulum dari kurikulum KTSP ke kurikulum 2013 mendasarkan pada beberapa kelemahan yang terdapat dalam kurikulum KTSP (Permendiknas No.32 Tahun 2013 dalam Mulyasa 2013: 60-61), antara lain : a. Isi dan pesan-pesan kurikulum masih terlalu padat, yang ditunjukkan dengan banyaknya mata pelajaran dan banyak materi yang keluasan dan kesukarannya melampaui tingkat perkembangan usia anak. b. Kurikulum belum mengembangkan kompetensi secara utuh sesuai dengan visi, misi dan tujuan pendidikan nasional. c. Kompetensi yang dikembangkan lebih didominasi oleh aspek pengetahuan, belum sepenuhnya menggambarkan pribadi peserta didik (pengetahuan, keterampilan, dan sikap). d. Berbagai kompetensi yang diperlukan sesuai dengan perkembangan masyarakat, seperti pendidikan karakter, kesadaran lingkungan, pendekatan
dan
metode
pembelajaran
konstruktifistik,
32
keseimbangan soft skills and hard skills, serta jiwa kewirusahaan belum terakomodasi didalam kurikulum. e. Kurikulum belum peka dan tanggap terhadap berbagai perubahan sosial yang terjadi pada tingkat lokal, nasional, maupun global. f. Standar proses pembelajaran belum menggambarkan urutan pembelajaran yang rinci sehingga membuka peluang penafsiran yang beraneka ragam dan berujung pada pembelajaran yang berpusat pada guru. g. Penilaian
belum
menggunakan
standar
penilaian
berbasis
kompetensi, serta belum tegas memberikan layanan remediasi dan pengayaan secara berkala. Pengembangan kurikulum 2013 bertujuan untuk menghasilkan cendekiawan yang produktif, kreatif, inovatif, afektif melalui penguatan sikap, keterampilan, dan pengetahuan yang terintegrasi. Pengembangan kurikulum tersebut difokuskan pada pembentukan karakter dan sikap peserta didik sebagai wujud pemahaman terhadap konsep yang telah dipelajari secara konstektual. Pengembangan kurikulum 2013 merupakan tindak lanjut dari kurikulum KBK yang pernah diterapkan di Indonesia. Pada hakikatnya kompetensi merupakan keterpaduan dari pengetahuan, keterampilan, nilai, dan sikap yang direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak. Burke (1995) dalam (Mulyasa, 2013: 66) mengemukakan bahwa kompetensi: . . . is a knowledge, skills, and abilities or capabilition that a person achieves, which become part of his or her being to the exent he or she can satisfactorily perform particular cognitieva, affective, and psychomotor behaviors. Dari definisi diatas, jika dijabarkan secara lebih detail maka terdapat beberapa aspek atau ranah yang terkandung dalam konsep kompetensi sebagai berikut : a. Knowledge (pengetahuan): yakni kesadaran dalam bidang kognitif. b. Understanding (pemahaman): yakni kedalaman kognitif dan afektif setiap individu.
33
c. Skills (kemampuan): yakni sesuatu yang dimiliki oleh individu untuk
melakukan
tugas
atau
pekerjaan
yang
dibebankan
kepadanya. d. Value (nilai): yakni suatu standar perilaku yang telah diyakini dan secara psikologis telah menyatu dalam diri seseorang. e. Attitude (sikap): yakni perasaan atau reaksi terhadap suatu rangsangan yang datang dari luar. f. Interest (minat): yakni kecenderungan seseorang untuk melakukan sesuatu perbuatan. Kurikulum 2013 sebagai kurikulum terbarukan yang berbasis kompetensi
antara
lain:
observing,
questioning,
associating,
experimenting, and networking, sehingga didalam kurikulum tersebut peserta didik dituntut untuk lebih aktif, lebih peka dan lebih kreatif dalam menggali ilmu pengetahuan melalui berbagai media, termasuk media online. Sebagai implementasi dari kurikulum 2013 berupa aktualisasi kurikulum dalam pembelajaran dan pembentukan kompetensi serta karakter peserta didik, menuntut pendidik aktif dalam menciptakan dan menumbuhkan berbagai kegiatan sesuai dengan rancangan
yang
diprogramkan. Hasil belajar adalah perubahan perilaku yang terjadi setelah mengikuti proses belajar mengajar sesuai dengan tujuan pendidikan. Manusia mempunyai potensi perilaku kejiwaan yang dapat dididik dan diubah perilakunya yang meliputi domain kognitif, afektif, dan psikomotorik. Belajar mengusahakan perubahan perilaku dalam domain – domain tersebut sehingga hasil belajar merupakan perubahan perilaku dalam domain kognitif, afektif, dan psikomotorik, (Purwanto, 2009:54). Domain hasil belajar adalah perilaku-perilaku kejiwaan yang akan diubah dalam proses pendidikan. Perilaku kejiwaan dibagi dalam tiga domain: kognitif, afektif dan psikomotorik. Potensi perilaku untuk diubah,
34
pengubahan perilaku dan hasil perubahan perilaku dapat digambarkan sebagai berikut : INPUT Siswa: 1. Kognitif 2. Afektif 3. Psikomotorik Potensi perilaku yang dapat diubah
PROSES HASIL Proses belajar Siswa: mengajar 1. Kognitif 2. Afektif 3. Psikomotorik Usaha mengubah Perilaku yang telah perilaku berubah : 1. Efek pengajaran 2. Efek pengiring Gambar 2.2 Pengubahan perilaku dan hasil perubahan perilaku (Sumber : Purwanto, 2009 : 49) Domain-domain dalam perilaku kejiwaan bukanlah kemampuan
tunggal. Untuk kepentingan pengukuran hasil belajar domain-domain disusun secara hierarkis dalam tingkat-tingkat mulai dari yang paling rendah dan sederhana hingga yang paling tinggi dan kompleks. Dalam domain kogntif diklasifikasikan menjadi kemampuan hafalan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, dan evaluasi. Dalam domain afektif hasil belajar meliputi level: penerimaan, partisipasi, penilaian, organisasi, dan karakterisasi. Sedang domain psikomotorik terdiri dari level: persepsi, kesiapan, gerakan terbimbing, gerakan terbiasa, gerakan kompleks dan kreativitas (Sumber: Purwanto, 2009 : 54).
B. Penelitian Relevan Penelitian yang relevan dengan pengembangan media ini ialah : 1. Muhammad Tanwir (2014), melakukan penelitian dengan judul “Pengembangan Portal E-Learning Geografi Berbasis Moodle Untuk Meningkatkan Kemampuan Networking Dan Spatial Ability Peserta Didik Di SMA Al – Islam 1 Surakarta Tahun 2013/ 2014” Tujuan penelitian tersebut adalah: 1) mengetahui pengembangan Portal E-Learning Geografi berbasis Moodle dalam pembelajaran untuk meningkatkan kemampuan networking dan spatial ability peserta didik
35
dan 2) mengetahui efektivitas penggunaan Portal E-Learning Geografi dalam pembelajaran untuk meningkatkan kemampuan networking dan spatial ability peserta didik. Metode penelitian yang digunakan berupa metode research and development (R&D). Subjek penelitian adalah ahli media, ahli materi, pendidik, dan peserta didik kelas X.S 2. Teknik sampling yang digunakan berupa proporsional random sampling dan instrumen pengumpulan data menggunakan lembar validasi ahli media, ahli materi, pendidik, angket ujicoba, observasi, pre-test dan post-test serta dokumentasi. Hasil penelitian ini adalah Portal E-Learning Geografi berbasis Moodle untuk meningkatkan kemampuan networking dan spatial ability memperoleh hasil baik dan dinyatakan layak untuk digunakan berdasarkan penilaian ahli media dengan skor modus 5 (sangat baik) pada aspek desain, navigasi, dan kemanfaatan serta skor modus 4 (baik) pada aspek pengoperasian program dan kecakapan spasial. Berdasarkan penilaian ahli materi dengan skor modus 4 (baik) pada aspek ketepatan dan kurikulum serta skor modus 3 (cukup) pada aspek keterampilan berpikir. Berdasarkan penilaian pendidik dengan skor modus 5 (sangat baik) pada aspek materi, skor modus 4 (baik) pada aspek visualisasi dan presentasi, serta skor modus 3 (cukup) pada aspek kemudahan pengoperasian. Berdasarkan penilaian ujicoba perorangan (one to one evaluation), ujicoba kelompok kecil (small group evaluation), dan ujicoba lapangan (field trial evaluation) dengan skor modus 4 (baik) pada semua aspek penilaian. Portal E-Learning Geografi berbasis Moodle dinyatakan efektif untuk meningkatkan kemampuan Networking dan Spatial Ability berdasarkan nilai pre-test dan post-test yang dilaksanakan. Efektivitas penggunaan Portal E-Learning Geografi berbasis Moodle untuk meningkatkan kemampuan Networking memperoleh hasil baik diukur dari keaktifan peserta didik yang meningkat dari keaktifan di kelas sebesar 25% ( + 9 orang) dari jumlah peserta didik meningkat menjadi 58,3% (+ 20 orang) dan lebih efektif dibandingkan penggunaan Portal E-Learning
36
Geografi berbasis Edmodo yang meningkatkan keaktifan peserta didik 38,4% (+ 15 orang). Efektivitas Portal E-Learning Geografi berbasis Moodle untuk meningkatkan kemampuan Spatial Ability berdasarkan Independent Sample T Test menunjukkan t hitung + 5,376 dan t tabel 1,66 (taraf signifikansi 5%) sehingga lebih efektif digunakan dalam proses pembelajaran. 2. Sherley Yudistiya Utari (2014), melakukan penelitian dengan judul “Pengembangan Media E-book Pada Mata Pelajaran Bahasa Inggris Kelas X di SMA Negeri 2 Padang Panjang” Tujuan dari penelitian tersebut adalah: (1) untuk mengetahui kondisi pembelajaran pada mata pelajaran bahasa inggris di SMA Negeri 2 Padang Panjang, (2) menghasilkan produk berupa media pembelajaran e-book pada mata pelajaran bahasa inggris kelas X SMA, dan (3) mengetahui efektifitas penggunaan media pembelajaran ini. Jenis penelitian adalah penelitian pengembangan menggunakan model ADDIE. Prosedur penelitian pengembangan ini adalah; (1) Analysis, yaitu analisis kebutuhan pengembangan e-book; (2) Design, yaitu pembuatan desain media e-book; (3) Development, yaitu memproduksi media e-book; (4) Implementation, yaitu implementasi media e-book, dan (5) Evaluation, yaitu evaluasi media e-book. Subjek penelitian adalah 33 orang siswa kelas X.MIA.4 (kelas eksperimen) dan 33 orang siswa kelas X.MIA.1 (kelas kontrol). Pengumpulan data dilakukan menggunakan angket dan tes prestasi. Teknik analisis data menggunakan analisis statistik deskriptif dan uji t. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) validasi ahli materi sudah dalam kategori sangat baik dengan rerata 4.4; (2) validasi oleh ahli media sudah berada dalam kategori sangat baik dengan rerata 4.45; (3) uji coba lapangan awal berada dalam kategori sangat baik dengan rerata 4.29; (4) uji coba lapangan utama berada dalam kategori sangat baik dengan rerata 4.38; (5) keputusan hasil perhitungan uji t pada uji coba lapangan operational adalah H0 diterima, artinya nilai rata-rata pretest (73.42) tidak
37
sama dengan rata-rata posttest (74.73). Hasil uji efektifitas menggunakan uji t DK = {t | t < uji adalah H0 ditolak, sehingga dapat disimpulkan bahwa kedua kelompok memiliki hasil prestasi belajar yang tidak sama. Kelas eksperimen memiliki rata-rata lebih besar (77.94) dibanding kelas kontrol (73.94). 3. Yohana Evi Apriyani (2015) melakukan penelitian dengan judul “Pengembangan
E-Learning
Akuntansi
Berbasis
Web
Dengan
Menggunakan Perangkat Lunak Moodle Untuk Kelas XII IPS SMA Pangudi Luhur Saint Louis IX Sedayu Bantul” The reserach was intended to investigate: (1) The recent Accounting learning at the third grade of Saint Louis IX Pangudi Luhur Sedayu, (2) Moodle web based Learning appropriate to support the Economic/Accounting learning at the third grade of Saint Louis IX Pangudi Luhur Sedayu, (3) The effectivity of the Accounting Learning process using the developed moodle web in order to increase the students‟ achievement. The reserach was development research implementing ADDIE (Analysis, Design, Development, Implementation, Evaluation) development model. The subjects the the research were 30 students of the third grade of Social Study Program of Saint Louis IX Pangudi Luhur Sedayu (acting as the experiemental group) and 32 students of the third grade of Social Study Program of Pangudi Luhur St. Joseph Senior High School Yogyakarta (acting as the controlled goup). The data collection techniques employed in the research were observation, questionairre, performance test, and interview. The data analysis technique used was descriptive statistical analysis and t-Test The research findings showed that; (1) there was problems in the Accounting learning, especially at the topic of Siklus Akuntansi Perusahaan Dagang. The students believed that there were not enough time for teaching leraning activities in the class, lack of appropriate text book and references, and the teachers‟ constraint in monitoring the students‟ progress in understanding the topic. (2) The
38
research developed web based Acoounting e-learning using moodle which was considered eligible to be used by the students students of the third grade of Social Study Program of Saint Louis IX Pangudi Luhur Sedayu at the subject of Economic/Accounting, especially at the topic of understanding of Siklus Akuntansi Perusahaan Dagang. (3) The result of the effectivity test showed that the students‟performance using e-learning Accounting material in the teaching learning activity was higher than those who only used textbook and underwent a conventional teaching learning strategy. The result of the t-Test computation showed that DK = { | > 2.000} ; whereas = 2.081 ? DK. Therefore, is rejected, and it could be concluded that the two groups had different achievement. The experimental group reached the average score of 77.6, whereas the controlled goup only reached 74.1 of average.
Tabel 2.3 Penelitian Relevan
Judul Penelitian
Tujuan Penelitian
Muhammad Tanwir Pengembangan Portal ELearning Geografi Berbasis Moodle Untuk Meningkatkan Kemampuan Networking dan Spatial Ability Peserta Didik Di SMA Al – Islam 1 Surakarta Tahun 2013/ 2014
Sherley Yudistiya Utari Pengembangan Media E-Book Pada Mata Pelajaran Bahasa Inggris Kelas X di SMA Negeri 2 Padang Panjang
Yohana Evi Apriyani Pengembangan E-Learning Akuntansi Berbasis Web Dengan Menggunakan Perangkat Lunak Moodle Untuk Kelas XII IPS SMA Pangudi Luhur Saint Louis IX Sedayu Bantul
Rida Hidayati Pengembangan ELearning Geografi Berbasis Web Pada materi Potensi Geografis Indonesia Kelas XI IPS 1 Di SMA Negeri 2 Karanganyar Tahun 2015/2016
1. Mengetahui 1. Untuk mengetahui kondisi pengembangan Portal Epembelajaran pada mata Learning Geografi pelajaran bahasa Inggris di berbasis Moodle dalam SMA Negeri 2 Padang pembelajaran untuk Panjang. meningkatkan 2. Menghasilkan produk kemampuan networking berupa media pembelajaran dan spatial ability peserta e-book pada mata pelajaran didik. bahasa Inggris kelas X 2. Mengetahui efektivitas SMA. penggunaan Portal E- 3. Mengetahui efektifitas Learning Geografi dalam penggunaan media pembelajaran untuk pembelajaran ini. meningkatkan kemampuan networking dan spatial ability peserta didik.
1. The recent Accounting learning at the third grade of Saint Louis IX Pangudi Luhur Sedayu, 2. Moodle web based Learning appropriate to support the Economic / Accounting learning at the third grade of Saint Louis IX Pangudi Luhur Sedayu, 3. The effectivity of the Accounting Learning process using the developed moodle web in order to increase the students‟ achievement.
1. Untuk mengembangkan ELearning Geografi berbasis Web di SMA N 2 Karanganyar. 2. Untuk mengetahui penerapan E-learning Geografi berbasis web terhadap hasil belajar kognitif dan spatial ability peserta didik di SMA N 2 Karanganyar 3. Untuk mengetahui tingkat efektivitas penggunaan ELearning Geografi berbasis Web
4139
42
Metode Penelitian Teknik Pengumpul an Data
Analisis Data
Hasil Penelitian
dibandingkan dengan penggunaan ELearning Geografi berbasis Moodle di SMA N 2 Karanganyar. and Metode Research and Metode Research and Development (R&D) Development (R&D) Observation, questionairre, 1. Dokumentasi performance test, and 2. Angket interview 3. Observasi 4. Test
Metode Research and Development (R&D) Lembar validasi ahli media, ahli materi, pendidik, angket ujicoba, observasi, pre-test dan post-test serta dokumentasi. Skala Likert, statistic deskriptif dan Uji T Independen
Metode Research Development (R&D) Angket dan tes prestasi
Portal E-Learning Geografi berbasis Moodle untuk meningkatkan kemampuan networking dan spatial ability memperoleh hasil baik dan dinyatakan layak untuk digunakan berdasarkan penilaian ahli
Hasil uji efektifitas menggunakan uji t DK = {t | t < -1.960atau t>1.960} dan tobs
Statistik deskriptif dan uji t
adalah H0 ditolak, sehingga dapat disimpulkan bahwa kedua kelompok memiliki hasil prestasi belajar yang tidak sama. Kelas eksperimen
40
Descriptive statistical Skala Likert, statistic analysis and t-Test deskriptif, Uji Normalitas, Uji Shapiro Wilk, Uji Mann-Whitney The result of the t-Test computation showed that DK = { | > 2.000} ; whereas = 2.081 ? DK. Therefore, is rejected, and it could be concluded that the two groups had different achievement. The experimental group reached
43
media dan ahli materi. memiliki rata-rata lebih besar Efektivitas Portal E- (77.94) dibanding kelas kontrol Learning Geografi (73.94). berbasis Moodle untuk meningkatkan kemampuan Spatial Ability berdasarkan Independent Sample T Test menunjukkan t hitung + 5,376 dan t tabel 1,66 (taraf signifikansi 5%) sehingga lebih efektif digunakan dalam proses pembelajaran.
41
the average score of 77.6, whereas the controlled goup only reached 74.1 of average.
37 42
C. Kerangka Pemikiran E-Learning merupakan salah satu konsep yang membawa pengaruh terjadinya proses transformasi pendidikan dari konvensional kedalam bentuk digital. Sejalan dengan implementasi kurikulum 2013 semua mata pelajaran diharuskan terintegrasi dengan teknologi informasi dan komunikasi (TIK). Pengembangan media pembelajaran E-Learning Geografi berbasis web ini dianggap dapat mendukung untuk pembelajaran saat ini. Media pembelajaran ini dapat dijadikan terobosan untuk membantu guru dalam proses kegiatan belajar mengajar walaupun tidak bertatap muka secara langsung dikelas dan dengan bantuan media pembelajaran ini materi yang kompleks juga dapat dikemas menjadi lebih menarik dan dapat mudah dipahami. Dengan pengembangan media pembelajaran E-Learning Geografi berbasis web diharapakan sesuai dengan kebutuhan pembelajaran dan menjadi salah satu implementasi dari penerapan kurikulum 2013. Untuk mengembangakan produk ELearning Geografi berbasis web maka harus diukur tingkat kelayakan dan efektivitas penggunaan media pembelajarannya. Kelayakan produk diukur dengan menggunakan uji validitas ahli materi, ahli media dan uji coba produk dengan penilaian menggunakan skala Likert, sedangkan untuk efektivitas diketahui dari uji lapangan melalui observasi dan test, serta perbandingan perubahan hasil belajar dengan menggunakan aplikasi E-Learning Geografi berbasis web dan ELearning Geografi berbasis moodle. Berdasarkan pemikiran diatas dapat digambarkan bagan kerangka berpikir yang dapat dilihat pada Gambar 2.2 berikut.
38 43
Implementasi kurikulum 2013
Pemanfaatan TIK dalam proses pembelajaran
Keterbatasan waktu tatap muka dikelas dan rendahnya hasil belajar serta kurangnya pemahaman kemampuan spasial peserta didik
Inovasi media pembelajaran untuk membantu peserta didik belajar mandiri, berpikir kritis dan mengasah kemampuan spasial
Pengembangan media E-learning Geografi berbasis Web
Metode Penelitian R&D dengan modifikasi dari model pengembangan Dick and Carrey (2005:6) Gambar 2.3 Bagan Kerangka Berpikir
Dari bagan kerangka berpikir diatas maka dapat dikembangkan dalam bentuk diagram alur kerangka berpikir yang terlihat pada Gambar 2.4.
39 44 Need Assessment
Kajian Teori
Karakteristik Peserta Didik
Kurikulum 2013
Media E-Learning Geografi Pengembangan Produk Awal
Web
Moodle
Uji Validitas Ahli Media
Uji Validitas Ahli Materi
Revisi Produk Tingkat Kelayakan E-Learning Geografi Berbasis Web
Uji Coba Produk One to One Evaluation Revisi Produk Small Group Evaluation
Keterangan : = Input
Revisi Produk Field Triall Evaluation Revisi Produk
Tingkat Efektivitas E-Learning Geografi
Gambar 2.4 Diagram Alur Kerangka Berpikir
= Proses = Output