10
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A.
Tinjauan Pustaka 1. Pembelajaran Matematika
a. Pengertian belajar Belajar pada hakikatnya merupakan hasil dari proses interaksi antara individu dengan lingkungan sekitarnya. Belajar merupakan suatu proses yang bersifat aktif di mana siswa menggunakan kemampuan dasar yang dimilikinya sebagai dasar untuk melakukan berbagai kegiatan. Belajar adalah perbuatan untuk memperoleh kebiasaan, ilmu pengetahuan, dan berbagai sikap, termasuk penemuan baru dalam mengerjakan sesuatu, usaha memecahkan rintangan, dan menyesuaikan dengan situasi baru (Sriyanti, 2013:16). Belajar menurut Morgan (dalam Purwanto, 1990: 84) adalah setiap perubahan yang relatif menetap dalam tingkah laku yang terjadi sebagai suatu hasil dari latihan atau pengalaman. Menurut UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas Pasal 1 Ayat 20 disebutkan bahwa Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Secara umum belajar dapat dipahami sebagai tahapan perubahan seluruh tingkah laku individu yang relatif menetap sebagai hasil pengalaman dan interaksi dengan lingkungan yang melibatkan proses kognitif (Syah, 1995:92) Berdasarkan berbagai pengertian di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa belajar adalah pola interaksi antara individu dengan lingkungan nya dengan menerapkan kemampuan yang dimiliki untuk melakukan berbagai kegiatan untuk memperoleh kebiasaan, ilmu pengethuan, sikap yang melibatkan proses kognitif.
11
b. Pengertian Matematika Matematika berasal dari bahasa Latin : “Manthanein = Belajar atau Mathema = Hal yang dipelajari” yang berkaitan dengan penalaran. Matematika berfungsi mengembangkan kemampuan mengkomunikasikan gagasan dengan bahasa melalui model matematika yang dapat berupa kalimat atau persamaan matematika, diagram, grafik, tabel. Berdasarkan asal katanya, maka perkataan matematika berarti ilmu pengetahuan yang didapat dengan berpikir (bernalar). Matematika adalah salah satu ilmu yang sangat penting dalam kehidupan kita karena merupakan ilmu yang sangat mendasar. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia ( 2008 : 888 ) disebutkan bahwa “Matematika adalah hubungan antara bilangan, dan prosedur operasional yang digunakan dalam penyelesaian masalah mengenai bilangan”. Adapun beberapa definisi/pengertian matematika menurut Soedjadi (2000: 11) sebagai berikut: 1. Matematika adalah cabang ilmu pengetahuan eksak dan teroganisir secara sistematik. 2. Matematika adalah pengetahuan bilangan dan kalkulasi. 3. Matematika adalah pengetahuan tentang penalaran logik dan berhubungan dengan bilangan. 4. Matematika adalah pengetahuan tentang fakta-fakta kuantitatif dan masalah tentang ruang dan bentuk. 5. Matematika adalah pengetahuan tentang struktur-struktur yang logik. 6. Matematika adalah pengetahuan tentang aturan-aturan yang ketat. Berdasarkan berbagai pengertian di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa matematika merupakan salah satu ilmu yang berfungsi mengembangkan kemampuan mengkomunikasikan gagasan dengan bahasa melalui model matematika dan mempelajari tentang penalaran logik, bilangan, kalkulasi, struktur logik, aturan-aturan yang ketat. .
12
c. Belajar Matematika Belajar matematika sangat terkait dengan berpikir matematis. Berpikir matematis menurut Dienes (dalam Hudojo, 2003: 73) berkenaan dengan penyeleksian
himpunan-himpunan
unsur
matematika,
dan
himpunan-
himpunan ini menjadi unsur-unsur dari himpunan-himpunan baru yang lebih rumit dan seterusnya. Menurut Sukayati (2003: 1) menyatakan bahwa belajar matematika merupakan
proses
membangun
atau
mengkonstruksi
konsep-konsep
matematika dan prinsip-prinsip matematika, tidak sekedar bersifat pasif dan statis, namun belajar matematika itu harus aktif dan dinamis. Agar proses belajar matematika dapat berjalan dengan lancar maka belajar matematika harus dilakukan secara terus menerus. Apabila proses belajar matematika terputus-putus dan tidak teratur maka proses pemahaman akan berjalan lamban. Oleh karena itu proses belajar matematika akan terjadi dengan lancar bila belajar sendiri di lakukan secara kontinu. Berdasarkan berbagai pengertian di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa belajar matematika adalah proses interaksi antara guru dan siswa yang melibatkan pengembangan pola berfikir dalam mengkontruksi konsep-konsep matematika dan prinsip-prinsip matematika berkenaan dengan penyeleksian himpunan-himpunam matematika.
2. Kemandirian Belajar Kemandirian berasal dari kata mandiri yang berarti berdiri pada kaki sendiri dan tidak bergantung pada orang lain. Mandiri juga dapat diartikan usaha aktif seseorang untuk memenuhi kebutuhannya tanpa bergantung pada pertolongan orang lain serta bertanggung jawab atas apa yang dilakukannya. Kemandirian adalah hasrat untuk mengerjakan segala sesuatu bagi dirinya sendiri. Kesten (dalam Nurhayati, 2011:140) berpendapat bahwa kemandirian belajar bukan berarti belajar seorang diri, tetapi belajar dengan inisiatif sendiri, degan ataupun tanpa bantuan orang lain yang relevan untuk membuat keputusan penting dalam menemukan kebutuhan belajarnya Kemandirian belajar adalah kondisi aktifitas belajar yang mandiri tidak tergantung pada
13
orang lain, memiliki kemauan serta bertanggung jawab sendiri dalam menyelesaikan masalah belajarnya. Menurut abdulah (dalam Nurhayati, 2011:147) karakteristik pembelajar mandiri adalah sebagai berikut : 1) Kemandirian belajar memandang pembelajar sebagai manajer dan pemilik tanggung jawab proses pembelajar mereka sendiri 2) Kemampuan dan motivasi berperan penting dalam memulai, memelihara, dan melaksanakan proses pembelajaran 3) Kendali belajar bergeser dati guru kepada pembelajar. Pembelajar mempunyai banyak kebebasan untuk memutuskan tujuan apa yang hendak dicapai dan bermanfaat baginya 4) Dalam belajar mandiri memungkinkan mentransfer pengetahuan konseptual
ke
situasi
baru,
menghilangkan
pemisah
antara
pengetahuan disekolah dengan realitas kehidupan Karakteristik kemandirian belajar menurut Hiemstra dalam Nurhayati (2011:146) adalah sebagai berikut: a. Setiap individu berusaha meningkatkan tanggung jawab untuk mengambil berbagai keputusan. b. Belajar mandiri dipandang sebagai suatu sifat yang sudah ada pada setiap orang dan situasi pembelajaran. c. Kemandirian belajar bukan berarti memisahkan diri dengan orang lain. d. Dengan belajar mandiri, siswa dapat mentransferkan hasil belajarnya yang berupa pengetahuan dan keterampilan ke dalam situasi yang lain. e. Siswa yang melakukan belajar mandiri dapat melibatkan berbagai sumber daya dan aktivitas, seperti: membaca sendiri, belajar kelompok, latihanlatihan, dialog elektronik, dan kegiatan korespondensi. f. Peran efektif guru dalam belajar mandiri masih dimungkinkan, seperti dialog dengan siswa, pencarian sumber, mengevaluasi hasil, dan memberi gagasan-gagasan kreatif. Menurut
Mu’tadin
(dalam
Nurhayati,
2011:132),
kemandirian
mengandung makna suatu keadaan dimana seseorang memiliki hasrat untuk maju demi kebaikan dirinya, mampu mengambil keputusan dan inisiatif untuk mengatasi masalah yang dihadapi, memiliki kepercayaan diri dalam
14
mengerjakan tugas-tugas, dan bertanggung jawab terhadap apa yang dilakukannya. Dari pendapat Mu’tadin (dalam Nurhayati, 2011:132) tersebut indikator kemandirian belajar matematika yang relevan pada penelitian ini dicirikan oleh hal-hal sebagai berikut: 1. Inisiatif sendiri dalam belajar Inisiatif menurut KBBI adalah usaha atau tindakan yang mula-mula atau prakarsa. Inisiatif dapat berarti keinginan untuk memulai suatu pekerjaan. Inisiatif akan sangat diperlukan dalam kehidupan kita termasuk dalam belajar. Belajar akan lebih berarti apabila proses tersebut dilakukan atas inisitif sendiri. Indikator ini meliputi hal-hal sebagai berikut : a) Menyiapkan alat pembelajarannya sendiri berupa buku/artikel referensi pelajaran matematika dan alat tulis yang mendukung materi pelajaran. b) Menjawab pertanyaan tanpa diminta orang lain, baik oleh guru ataupun oleh temannya ketika berdiskusi 2. Percaya diri Berdasarkan KBBI, percaya diri merupakan perasaan mendalam seseorang bahwa ia mampu berbuat yang bermanfaat baik untuk dirinya sendiri maupun orang lain. Indikator ini meliputi hal-hal sebagai berikut : a) Keberanian dalam bertindak dinyatakan dengan keberanian siswa menyampaikan pendapatnya didepan kelas atau didalam kelompok, siswa berani menyampaikan pendapat yang berbeda dengan pendapat orang lain. b) Keyakinan pada diri sendiri dan ketidak bergantungan pada orang lain selama proses pembelajaran, yaitu siswa mengerjakan soal individu yang diberikan guru tanpa bantuan orang lain. 3. Bertanggung jawab Menurut KBBI, tanggung jawab merupakan keadaan wajib menanggung segala
sesuatunya.
Bertanggung
jawab
merupakan
berkewajiban
menanggung, memikul tanggung jawab, serta menanggung segala sesuatunya. Sehingga bertanggung jawab dalam belajar merupakan kewajiban siswa dalam memikul dan menanggung tugas belajarnya selama proses pembelajaran. Indikator ini meliputi hal-hal sebagai berikut:
15
a) Kesungguhan dalam belajar, di mana siswa mendengarkan penjelasan dari guru saat pembelajaran serta siswa datang ke ruang kelas tepat waktu. b) Mengerjakan tugas/latihan yang diberikan guru dengan baik dan tepat waktu. 4. Hasrat untuk maju. Kata hasrat menurut KBBI adalah keinginan atau harapan yang kuat. Maka hasrat untuk maju adalah suatu keinginan atau harapan yang kuat pada diri seseorang untuk bisa maju. Dalam hal ini yang dimaksud adalah hasrat/keinginan siswa untuk maju dalam belajar. Indikator ini meliputi hal-hal sebagai berikut : a) Berusaha menanyakan materi yang sulit. Siswa menanyakan materi yang sulit baik kepada guru ataupun kepada temannya. b) Aktif dalam mengerjakan tugas dikelompok dan menulis di catatan apabila ada hal yang penting.
Berdasarkan berbagai pengertian di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa kemandirian belajar kondisi aktifitas belajar siswa dimana siswa aktif mengontrol sendiri segala sesuatu yang dikerjakan, memiliki keinginan untuk bisa maju, bertanggung jawab terhadap tugasnya dan merencanakan sesuatu yang lebih dalam pembelajaran yang dilalui dan siswa juga mau aktif dalam proses pembelajaran dengan inisiatif sendiri dan percaya diri.
3. Pemecahan Masalah b. Pengertian Masalah dalam Matematika Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008:883) masalah adalah sesuatu yang harus diselesaikan atau dipecahkan. Banyak ahli mengemukakan pengertian
tentang
masalah.
Ada
yang
melihat
masalah
sebagai
ketidaksesuaian antara harapan dengan kenyataan, ada yang melihat masalah sebagai kebutuhan seseorang yang tidak terpenuhi, dan ada pula yang mengartikan sebagai suatu hal yang tidak menyenangkan. Menurut Prayitno dalam Hamiyah (2014:99) mengemukakan bahwa masalah adalah sesuatu yang tidak disukai, menimbulkan kesulitan bagi diri sendiri dan atau orang
16
lain, dan ingin atau perlu dihilangkan. Menurut Suradji (2008:47) masalah adalah suatu yang tidak dapat dipecahkan atau diselesaikan dengan pola-pola kebiasaan atau pola-pola tingkah laku yang dimiliki (oleh seseorang). Dalam kaitannya dengan matematika Sujono (1988:218) mengungkapkan suatu masalah matematika dapat dilukiskan sebagai “tantangan” bila pemecahannya memerlukan kreativitas, pengertian, pemikiran yang asli atau implikasi. Dari beberapa pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa masalah dalam matematika adalah sesuatu persoalan yang menimbulkan kesulitan yang harus dipecahkan atau diselesaikan oleh setiap siswa dan merupakan tantangan yang memerlukan kreativitas, pengertian, pemikiran yang asli untuk menyelesaikannya. c. Pemecahan Masalah Menurut Wardhani (dalam Hamiyah, 2014:119) pemecahan masalah adalah proses menerapkan pengetahuan yang telah diperoleh sebelumnya kedalam situasi baru yang belum dikenal. sedangkan pemecahan masalah menurut Joni dalam Suharsono yang dikutip Wena (2011: 53) merupakan suatu proses perolehan informasi yang terjadi secara satu arah dari luar ke dalam diri siswa, melainkan sebagai pemberian makna oleh siswa kepada pengalamannya
melalui
proses
asimilasi
dan
akomodasi
untuk
mengembangkan kemampuan kognitifnya. Gagne (dalam Wena, 2011: 52) menyatakan bahwa pemecahan masalah merupakan proses untuk menemukan kombinasi dari sejumlah aturan yang dapat diterapkan dalam upaya mengatasi situasi yang baru. Kemampuan pemecahan masalah adalah kemampuan untuk menerapkan pengetahuan yang telah diperoleh sebelumnya untuk menemukan kombinasi dari sejumlah aturan yang dapat diterapkan dalam upaya mengatasi situasi yang baru. Menurut John Dewey dalam Sujono (1988:215) terdapat langkah-langkah pemecahan masalah sebagai berikut : 1. Tahu bahwa ada masalah : kesadaran tentang adanya kesukaran, rasa putus asa, keheranan atau keraguan 2. Mengenali masalah : Klasifikasi dan definisi termasuk pemberian tanda pada tujuan yang dicari
17
3. Menggunakan pengalaman yang lalu : informasi yang releven, peneyelesaian soal yang dulu, atau gagasan untuk merumuskan hipotesa dan proposisi pemecahan masalah. 4. Menguji secara berturut-turut hipotesa akan kemungkinan-kemungkinan penyelesaian 5. Mengevaluasi penyelesaian dan menarik kesimpulan berdasarkan buktibukti yang ada Sedangkan Wankat dan Oreovocz (1995) dalam Made (2010:57) mengemukakan tahap-tahap strategi operasional dalam pemecahan masalah sebagai berikut : a. Saya mampu/bisa (I can) : tahap membangkitkan motivasi dan membangun / menumbuhkan keyakinan diri siswa b. Mendefinisikan (Define) : membuat daftar hal yang diketahui dan tidak diketahui, menggunakan gambar grafis untuk memperjelas permasalahan. c. Mengeksplorasi (Explore) : merangsang siswa untuk mengajukan pertanyaan-pertanyaan dan membimbing untuk menganalisa dimensidimensi permasalahan yang dihadapi d. Merencanakan (Plan) : mengembangkan cara berpikir logis siswa untuk menganalisis masalah dan menggunakan flowchart untuk menggambarkan permasalahan yang dihadapi e. Mengerjakan (Do it) : membimbing siswa secara sistematis untuk memperkirakan jawaban yang mungkin untuk memcahkan masalah yang dihadapi f. Mengoreksi kembali (Check in) : Membimbing siswa untuk mengecek kembali jawaban yang dibuat, mungkin ada beberapa kesalahan yang dilakukan g. Generalisasi (Generalize) : membimbing siswa untuk mengajukan pertanyaan apa yang telah saya pelajari dalam pokok bahasan ini ? bagaimana agar pemecahan masalah yang dilakukan bisa lebih efisien ? Jika pemecahan masalah yang dilakukan masih kurang benar, apa yang harus saya lakukan ? Dalam hal ini dorong siswa untuk melakukan umpan balik/refleksi dan mengoreksi kembali kesalahan yang mungkin ada
18
Kemampuan pemecahan masalah harus dimiliki oleh siswa. Kemampuan pemecahan masalah dapat melatih siswa untuk berpikir lebih kritis dan kreatif. Penyelesaian masalah secara matematis dapat membantu para siswa meningkatkan daya analitis mereka dan dapat menolong mereka dalam menerapkan daya tersebut
pada bermacam-macam situasi. Hal ini
menunjukkan bahwa pengembangan kemampuan pemecahan masalah siswa merupakan sebuah upaya untuk meningkatkan hasil belajar matematika siswa. Menurut Polya dalam Sujono (1988: 218) langkah-langkah pemecahan masalah, yaitu : 1. Memahami masalah. Tanpa adanya pemahaman terhadap masalah yang diberikan, siswa tidak mungkin mampu menyelesaikan masalah tersebut dengan benar. Kegiatan yang dilakukan mengetahui apa yang diketahui, apa yang ditanyakan, syarat-syarat apa yang harus dipenuhi. 2. Buatlah rencana penyelesaian masalah Kemampuan disini tergantung pengalaman siswa dalam menyelesaikan masalah. Semakin banyak pengalaman siswa tentang penyelesaian masalah, kemungkinan semakin kreatif memecahkan masalah. Kegiatan yang dilakukan adalah carilah hubungan antara yang diketahui dengan yang tidak diketahui, menentukan pola atau aturan, menyusun prosedur penyelesaian. 3. Laksanakan rencana tersebut Kegiatan pada langkah ini adalah menjalankan prosedur yang telah dibuat pada langkah sebelumnya sesuai dengan rencana. 4. Periksa kembali Terkadang siswa sudah menganggap bahwa jawabannya sudah pasti benar, padahal dengan tidak teliti dalam mengerjakan menjadikan jawaban tersebut salah. Dengan demikian perlu adanya pemeriksaan ulang langkah-langkahnya serta jawaban. Kegiatan yang dapat dilakukan adalah mengecek kembali jawaban, mencoba cara lain untuk memperoleh jawaban yang sama, menginterpretasikan jawaban yang telah diperoleh. Contoh permasalahan dengan mengacu pada tahap-tahap polya adalah sebagai berikut :
19
Apabila diketahui sistem persamaan linier dua variabel adalah sebagai berikut : 5
+ 3
= 13
+ 6 =8
Dengan menggunakan matriks, tentukan penyelesaian dari SPLDV tersebut ! a) Apa yang diketahui dan diinginkan dari soal diatas? b) Bagaimana rencana langkah pemecahan yang akan kamu lakukan? c) Lakukan langkah pemecahan permasalahan yang telah kamu rencanakan! d) Periksalah kembali jawabanmu! dengan cara lain yang kamu kerjakan apakah jawabannya sama? e) Berikan kesimpulan dari persoalan tersebut!
No
Tahap Pemecahan
Jawaban
Masalah 1
Memahami masalah
Point 1.a Diketahui
: SPLDV 5x + 3y = 13 x + 6y = 8
Ditanyakan
: penyelesaian dari SPLDV diatas
atau mencari nilai x dan y dari SPLDV Merencanakan pemecahan
Point 1.b Langkah-langkah menyelesaikan soal :
masalah Misal SPLDV ax + by = c dx + ey = f 1) Mencari determinan D = 2) Mencari determinan Dx= 3) Mencari determinan Dy=
20
4) Mencari nilai x = 5) Mencari nilai y = Melaksanakan pemecahan
Point 1.c 1) Menentukan determinan D
masalah D=
5 3 = 30 − 3 = 27 1 6
2) Menentukan determinan Dx Dx =
P
13 3 = 78 − 24 = 54 8 6
3) Menentukan determinan Dy Dy =
5 13 = 40 − 13 = 27 1 8
4) Menentukan nilai x x=
=
=2
=
=1
5) Menentukan nilai y y= Memeriksa kembali
Point 1.d Mensubstitusi
hasil
yang
diperoleh
kedalam
SPLDV 5x + 3y = 13 5(2) + 3 (1) = 13 x + 6y = 8 P e n
2 + 6(1) = 8 Point 1.e Jadi nilai x adalah 2 dan nilai y adalah 1
u
Penugasan pemecahan masalah memiliki ciri yaitu : (1) ada tantangan dalam materi tugas atau soal, (2) masalah tidak dapat diselesaikan dengan menggunakan prosedur rutin yang sudah diketahui penjawab (Hamiyah, 2014:119). Dalam pemecahan masalah perlu langkah yang sistematis, siswa
21
dilatih tidak hanya mengetahui apa yang diketahui, apa yang ditanyakan, tetapi juga dilatih untuk menganalisa soal, mengetahui secara pasti situasi soal, besaran yang diketahui dan ditanyakan serta memperkirakan jawaban soal. Dalam penelitian ini, kemampuan pemecahan masalah siswa mengacu pada tahap-tahap pemecahan masalah menurut polya sebagai berikut: 1) Memahami masalah, yaitu mengetahui maksud dari persoalan (dapat menyebutkan apa yang diketahui dan ditanyakan dari masalah) 2) Merencanakan penyelesaian masalah, yaitu dapat menyusun prosedur atau langkah-langkah penyelesaian dari soal 3) Menyelesaikan
masalah
sesuai
rencana,
yaitu
dapat
melakukan
perhitungan sesuai dengan prosedur yang telah dibuat sebelumnya 4) Memeriksa kembali yaitu pemeriksaan kebenaran jawaban dengan mencoba cara lain dan memberikan kesimpulan d. Pemecahan Masalah pada materi Program Linier Pemecahan masalah merupakan usaha mencari jalan keluar dari suatu kesulitan, mencapai suatu tujuan yang tidak begitu saja dengan mudah dapat dicapai. Kemampuan pemecahan masalah sangat penting untuk dilatih dan diajarkan pada siswa guna menyelesaikan permasalahan sehari-hari. Program linier merupakan pokok bahasan matematika yang memiliki penerapan dalam kehidupan sehari-hari. Dengan pembelajaran pokok bahasan program linier, siswa dapat belajar memecahkan permasalahan untuk mencari solusi optimum dari permasalahan nyata yang sering ditemui dalam kehidupan sehari-hari siswa. Kemampuan pemecahan masalah siswa dalam penelitian ini mengacu pada tahap-tahap pemecahan masalah menurut polya dan materi yang digunakan adalah program linier. Tahap-tahap pemecahan masalah dengan materi program linier adalah sebagai berikut : 1) Memahami masalah yaitu mengetahui maksud dari persoalan program linier (dapat menyebutkan apa yang diketahui dan ditanyakan dari permasalahan program linier) 2) Merencanakan penyelesaian masalah yaitu dapat menyusun prosedur atau langkah-langkah penyelesaian dari persoalan program linier
22
3) Menyelesaikan masalah sesuai rencana yaitu dapat melakukan perhitungan dari permasalahan program linier sesuai dengan prosedur yang telah dibuat sebelumnya 4) Memeriksa kembali yaitu pemeriksaan kebenaran jawaban program linier dengan mencoba cara lain dan memberikan kesimpulan Soal-soal yang digunakan untuk kemampuan pemecahan masalah harus diberi skor-skor pada setiap keterlaksanaan indikator. Adapun pedoman penskoran untuk tes kemampuan pemecahan masalah dikemukakan oleh schoen dan ochmke (Diyah, 2007:30) seperti pada tabel 2.1 Tabel 2.1. Pedoman Penskoran Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Aspek yang Dinilai Pemahaman masalah
Skor 0 1 2 0 1
Perencanaan penyelesaian masalah
2
3 4 0 Pelaksanaan rencana penyelesaian
1
2 Memeriksa kembali
0
1 2
Keterangan Salah menuliskan apa yang diketahui dan ditanyakan soal/tidak ada jawaban sama sekali sama sekali Salah menuliskan apa yang diketahui atau ditanyakan soal. Benar menuliskan apa yang diketahui dan ditanyakan dari soal Tidak ada rencana strategi penyelesaian Merencanakan strategi penyelesaian yang tidak releven untuk menyelesaikan masalah Menggunakan rencana strategi penyelesaian yang kurang relevan sehingga tidak dapat dilaksanakan/salah Membuat rencana strategi yang mengarah pada jawaban yang benar tetapi tidak lengkap untuk menyelesaikan masalah Menggunakan rencana strategi yang benar dan mengarah pada jawaban yang benar pada jawaban yang benar Tidak ada pelaksanaan strategi sama sekali Melaksanakan strategi yang benar dan mungkin menghasilkan jawaban benar tapi salah perhitungan/penyelesaian tidak lengkap Melaksanakan strategi/proses yang benar dan mendapatkan hasil yang benar Salah melakukan pemeriksaan kembali dan memberikan kesimpulan/tidak ada jawaban sama sekali Salah melakukan pemeriksaan kembali atau memberikan kesimpulan Benar melakukan pemeriksaan kembali dan memberikan kesimpulan
23
Siswa dikatakan mampu menyelesaikan masalah apabila setidaknya memperoleh skor kemampuan pemecahan masalah 8 untuk setiap soal dimana pada tahap memahami masalah siswa memperoleh skor maksimal 2, pada tahap merencanakan penyelesaian masalah siswa memperoleh skor maksimal 4, pada tahap melaksanakan rencana penyelesaian siswa memperoleh skor minimal 1 dan pada tahap memeriksa kembali siswa memperoleh skor minimal 1. Berdasarkan beberapa definisi diatas, maka dapat disimpulkan kemampuan pemecahan masalah adalah kemampuan untuk menerapkan pengetahuan yang telah diperoleh sebelumnya untuk mencari jalan keluar dari suatu kesulitan dan menemukan kombinasi dari sejumlah aturan yang dapat diterapkan dalam upaya mengatasi situasi yang baru.
4. Model Pembelajaran Number Heads Together (NHT) a. Model Pembelajaran Kooperatif Kooperatif adalah sebuah kata yang diambil dari bahasa inggris dengan kata kerja to cooperate yang berarti bekerja bersama-sama. pembelajaran kooperatif merupakan strategi pembelajaran yang baik di dalam kelompok kecil dengan siswa yang memiliki tingkat keahlian berbeda, menggunakan ragam untuk meningkatkan pemahaman mereka pada sebuah subyek (mata pelajaran). Pelaksanaan pembelajaran kooperatif membutuhkan partisipasi dan kerjasama dalam kelompok pembelajaran. Model pembelajaran kooperatif adalah suatu model pembelajaran dimana siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya 4-6 orang dengan struktur kelompok heterogen (Isjoni, 2009: 12). Johnson & Johnson mendefinisikan pembelajaran kooperatif adalh penerapan pembelajaran kelompok kecil sehingga siswa dapat bekerjasama
untuk
memaksimalkan
pembelajaran
sendiri
serta
memaksimalkan pembelajaran anggota kelompok yang lain (warsono, 2012:161). Dalam pembelajaran kooperatif, belajar dikatakan belum selesai jika salah satu teman dalam kelompok belum menguasai bahan pelajaran. Jadi
24
setiap kelompok memiliki tanggung jawab yang sama untuk keberhasilan kelompoknya. Beberapa ciri dari pembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut : 1. Setiap anggota memiliki peran 2. Terjadi hubungan interaksi lansung diantara siswa 3. Setiap anggota kelompok bertanggung jawab atas belajarnya dan juga teman-teman sekelompoknya 4. Guru membantu mengembangkan ketrampilan-ketrampilan interpersonal kelompok 5. Guru hanya berinteraksi dengan kelompok saat diperlukan Johnson & Jhonson dalam Warsono (2012:166) menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif adalah suatu pengajaran yang melibatkan siswa untuk bekerja sama dalam tim, menyelesaikan tujuan bersama, dalam suatu kondisi yang meliputi sejumlah unsur berikut : a. Saling ketergantungan positif Yaitu anggota tim terikat untuk bekerja satu sama lain dalam mencapai tujuan pembelajaran. Jika ada anggota tim yang gagal mengerjakan bagiannya, setiap orang anggota tim lainnya akan memperoleh konsekuensinya. b. Tanggung jawab individu Yaitu seluruh siswa dalam tim bertanggung jawab untuk mengerjakan bagian
tugasnya
sendiri
serta
wajib
menguasai
seluruh
materi
pembelajaran. c. Interaksi tatap muka Walaupun setiap anggota tim secara perorangan mengerjakan tugas bagiannya sendiri, sejumlah tugas harus dikerjakan secara interaktif, masing-masing memberikan masukan, penalaran dan kesimpulan, dan lebih penting lagi mereka saling mengajari dan memberikan dorongan satu sama lain d. Penerapan ketrampilan kolaboratif Dimana siswa didorong dan dibantu untuk mengembangkan rasa saling percaya, kepemimpinan, pengambilan keputusan, komunikasi dan ketrampilan mengelola konflik. e. Proses kelompok
25
Anggota tim menetapkan tujuan kelompok, secara periodik menilai halhal yang tercapai dengan baik dalam tim, serta mengidentifikasi perubahan yang harus dilakukan agar kedepan tim dapat berfungsi lebih efektif.
Tabel 2.2 Fase-fase Pembelajaran kooperatif Fase-fase
Perilaku guru
Fase 1: present goals and set Menyampaikan tujuan mempersiapkan peserta didik
dan Menjelaskan tujuan pembelajaran dan mempersiapkan peserta didik siap belajar
Fase 2: present information Menyajikan informasi
Mempresentasikan informasi kepada peserta didik secara verbal
Fase 3: organize student into learning teams Mengorganisir peserta didik ke dalam Membantu tim-tim belajar selama tim-tim belajar peserta didik mengerjakan tugasnya Fase 4: assist team work and study Membantu kerja tim dan belajar
Membantu tim-tim belajar selama peserta didik mengerjakan tugasnya
Fase 5: test on thematerials Mengevaluasi
Menguji pengetahuan peserta didik mengenai berbagai materi pembelajaran atau kelompok-kelompok mempresentasikan hasil kerjanya
Fase 6: provide recognition Memberikan penghargaan
pengakuan
atau Mempersiapkan cara untuk mengakui usaha dan presentasi individu maupun kelompok
Dalam Warsono (2012:164) menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif memiliki manfaat antara lain : 1. Meningkatkan kualitas hasil pembelajaran dan prestasi akademik 2. Meningkatkan kemampuan mengingat para siswa 3. Meningkatkan kepuasan siswa terhadap pengalaman belajarnya
26
4. Membantu siswa mengembangkan ketrampilan komunikasi oral 5. Mengembangkan ketrampilan sosial siswa 6. Meningkatkan rasa percaya diri siswa 7. Membantu meningkatkan hubungan positif antar suku/ras
b. Model Pembelajaran Number Heads Together (NHT) Salah satu tipe pembelajaran kooperatif adalah Number Heads Together (NHT). Pembelajaran Number Heads Together (NHT) pertama kali dikembangkan oleh Spancer Kagan (1992). untuk melibatkan lebih banyak siswa dalam menelaah materi (Trianto, 2009:82). Number Heads Together (NHT) atau penomoran berfikir bersama adalah merupakan jenis pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi peserta didik dan sebagai alternatif terhadap struktural kelas tradisional. Dalam pengertian lain Number Heads Together (NHT) adalah metode belajar dengan cara setiap peserta didik diberi nomor dan dibuat suatu kelompok, kemudian secara acak, guru memanggil nomor dari peserta didik. Number Heads Together (NHT) merupakan
jenis
pembelajaran
kooperatif
yang
dirancang
untuk
mempengaruhi pola interaksi siswa dan sebagai alternatif terhadap struktur kelas tradisional (Trianto, 2009:82). Metode ini mengedepankan kepada aktivitas peseta didik dalam mencari, mengolah dari beberapa temannya yang akhirnya dipresentasikan di depan kelas. Maka dapat disimpulkan Number Heads Together (NHT) adalah suatu metode belajar dimana dibuat kelompok heterogen, setiap peserta didik dalam kelompok diberi nomor kemudian guru memberikan persoalan materi bahan ajar. Kemudian seacra acak guru memanggil nomor dari peserta didik. Dengan adanya diskusi kelompok tersebut, peserta didik dapat bekerja optimal baik secara individu ataupun kelompok dan siswa menjadi lebih serius didalam diskusi dan lebih siap untuk presentasi kelas karena siswa tidak tahu nomor berapa yang akan dipanggil guru untuk presentasi didepan kelas. Langkah-langkah pembelajaran kooperatif tipe NHT (Trianto, 2009:82) antara lain:
27
a. Penomoran (Numbering) Dalam fase ini guru membagi para siswa menjadi beberapa kelompok atau tim yang beranggotakan 3 hingga 5 siswa dan memberi nomor sehingga tiap siswa dalam tim diberi nomor. b. Pengajuan Pertanyaan (Quenstioning) Guru mengajukan beberapa pertanyaan kepada para siswa. Pertanyaan dapat bervariasi. Pertanyaan dapat amat spesifik dan dalam bentuk kalimat tanya. c. Berpikir Bersama (Head Together) Para siswa berfikir bersama teman satu timnya untuk menyatukan pendapatnya terhadap jawaban pertanyaan dan meyakinkan tiap anggota dalam tim mengetahui jawaban tim. d. Menjawab (Answering) Guru menyebutkan satu nomor dan para siswa dari tiap kelompok dengan nomor sama mengangkat tangan dan menyiapkan jawaban untuk seluruh kelas melaporkan dan kelompok lain menanggapinya dan dilanjutkan dengan menyimpulkan pelajaran.
5. Pendekatan Open-Ended Pendekatan Open-ended merupakan salah satu upaya inovasi pendidikan matematika yang pertama kali dilakukan oleh para ahli pendidikan matematika Jepang. Pendekatan ini lahir sekitar dua puluh tahun yang lalu dari hasil penelitian yang dilakukan Shigeru Shimada, Toshio Sawada, Yoshiko Yashimoto, dan Kenichi Shibuya. Munculnya pendekatan ini sebagai reaksi atas pendidikan matematika sekolah saat itu yang aktifitas kelasnya disebut dengan “issei jugyow” (frontal teaching); guru menjelaskan konsep baru di depan kelas kepada para siswa, kemudian memberikan contoh untuk penyelesaian beberapa soal. Pendekatan open-ended dikembangkan di Jepang sejak tahun 1970an. Pendekatan open-ended merupakan proses pembelajaran yang didalamnya tujuan dan keinginan individu/siswa dibangun dan dicapai secara terbuka (Huda, 2014:279). Pendekatan open-ended berawal dari pandangan bagaimana mengevaluasi kemampuan siswa secara objektif dalam berpikir matematis
28
tingkat tinggi. Sementara itu tujuan pembelajaran dengan pendekatan openended adalah untuk membantu mengembangkan aktivitas yang kreatif dari siswa dan kemampuan berpikir matematis mereka dalam memecahkan masalah. Tidak hanya tujuan, open-ended juga dapat merujuk pada cara-cara untuk mencapai pembelajaran itu sendiri (Huda, 2014:279). Selain itu dengan pendekatan ini diharapkan masing-masing siswa memiliki kebebasan dalam memecahkan masalah menurut kemampuan dan minatnya, siswa dengan kemampuan yang lebih tinggi dapat melakukan berbagai aktivitas matematika, dan siswa dengan kemampuan yang lebih rendah masih dapat menyenangi aktivitas matematika menurut kemampuan mereka sendiri. Pendekatan openended adalah suatu pendekatan pembelajaran yang dimulai dengan memberikan soal yang memiliki banyak jawaban benar (masalah terbuka) pada siswa. Langkah-langkah
yang
perlu
diambil
guru
dalam
melakukan
pembelajaran open-ended (Huda, 2014:280) adalah : a) Menghadapkan siswa pada problem terbuka dengan menekankan pada bagaimana siswa sampai pada sebuah solusi b) Membimbing
siswa
untuk
menemukan
pola
dalam
konstruksi
permasalahannya sendiri c) Membiarkan siswa memecahkan masalahnya dengan jawaban yang beragam d) Meminta siswa untuk menyajikan jawabannya Ide dari pendekatan open-ended digambarkan sebagai suatu pendekatan pengajaran di mana aktivitas interaksi antara matematika dan siswa terbuka dalam berbagai macam pendekatan pemecahan masalah. Makna aktivitas interaksi antara ide-ide matematis dan siswa disebut terbuka dalam memecahkan masalah dapat dijelaskan dari tiga aspek: a) Aktivitas siswa dikembangkan melalui pendekatan terbuka. b) Suatu masalah yang digunakan dalam pendekatan open-ended melibatkan ide-ide matematis. c) Pendekatan open-ended harus selaras dengan aktivitas interaksi antara a) dan b).
29
Sedangkan dasar keterbukaan masalah diklasifikasikan dalam tiga tipe, yaitu: a) Prosesnya terbuka, maksudnya masalah itu memiliki banyak cara penyelesaian yang benar b) Hasil akhirnya terbuka, maksudnya masalah itu memiliki banyak jawaban benar. c) Cara pengembangan lanjutannya terbuka, maksudnya ketika siswa telah menyelesaikan masalahnya, mereka dapat mengembangkan masalah baru yaitu dengan cara merubah kondisi masalah sebelumnya. Pendekatan open-ended dalam penelitian ini menghadapkan siswa pada problem terbuka dengan menekankan pada bagaimana siswa sampai pada sebuah solusi dan membiarkan siswa menyelesaikan masalah dengan jawaban beragam. Dasar keterbukaan masalah yang dipakai dalam penelitian ini yaitu prosesnya yang terbuka, maksudnya masalah itu memiliki banyak cara penyelesaian yang benar. Berdasarkan beberapa pendapat diatas, maka dapat disimpulkan bahwa pendekatan open-ended merupakan proses pembelajaran yang didalamnya tujuan dan keinginan individu/siswa dibangun dan dicapai secara terbuka untuk membantu mengembangkan aktivitas yang kreatif dari siswa dan kemampuan berpikir matematis mereka dalam memecahkan masalah yang dimulai dengan memberikan soal yang memiliki banyak jawaban benar (masalah terbuka) pada siswa.
6. Model Pembelajaran NHT dengan pendekatan Open-Ended NHT merupakan salah satu model pembelajaran kooperatif yang membuat siswa menjadi aktif selama proses pembelajaran dan merupakan suatu metode pembelajaran yang saling memberikan kesempatan kepada anggotanya untuk saling membagikan ide dan pertimbangan jawaban setepattepatnya dengan jalan musyawarah dalam meningkatkan kerjasama mereka.. Pemahaman siswa dituntut untuk mengkontribusikan pemahaman mereka selama diskusi. Namun NHT juga memiliki kelemahan diantaranya membuat siswa grogi atau panik dan siswa pandai akan mendominasi selama diskusi sehingga
30
pada siswa kemampuan rendah dapat menimbulkan minder karena siswa tidak mengetahui nomor yang akan dipanggil oleh guru untuk mempresentasikan hasil pekerjaan kelompok. Dibutuhkan sebuah inovasi untuk menutupi kelemahan model pembelajaran NHT. Penggabungan model pembelajaran NHT dengan pendekatan open-ended dinilai dapat meminimalisasi kelemahan dari NHT, hal ini dikarenakan pendekatan open-ended adalah pendekatan pembelajaran yang menyaji suatu permasalahan dengan soal terbuka dan dapat memberi kesempatan kepada siswa untuk memperoleh pengetahuan atau pengalaman menemukan, mengenali, memecahkan masalah dengan beberapa tehnik. Salah satu kelebihan dari pendekatan open-ended adalah siswa dengan kemampuan rendah bisa memberikan reaksi terhadap masalah dengan beberapa cara dengan cara mereka sendiri sehingga dengan memadukan antara model pembelajaran NHT dengan pendekatan open-ended, siswa dengan kemampuan rendah dapat memecahkan masalah dalam diskusi dengan cara mereka sendiri, sehingga tidak menimbulkan sikap minder dan pasif selama diskusi. Selain itu juga siswa menjadi lebih tanggung jawab serta memberi pengalaman dalam menemuksn sesuatu yang baru berdasarkan pengetahuan, ketrampilan, dan cara berpikir matematik yang telah diperoleh sebelumnya dan guru akan mendapat banyak informasi berkenaan dengan kemampuan berpikir siswa. Terdapat perbedaan langkah-langkah pembelajaran pada model NHT dengan pendekatan open-ended, perbedaannya adalah pada LKS. Karena Pada NHT menggunakan soal closed problem. Dari uraian diatas langkah-langkah pembelajaran NHT dengan pendekatan open-ended yang dilakukan dalam penelitian ini seperti berikut : a. Kegiatan Pendahuluan 1) Guru membuka pelajaran dengan salam dan mengkondisikan siswa untuk siap mengikuti pelajaran 2) Guru
memberikan
apersepsi
dengan
memberikan
pertanyaan-
pertanyaan terkait materi pada pertemuan sebelumnya atau materi pendukung yang berkaitan dengan materi yang akan dipelajari 3) Guru menyampaikan materi yang akan disampaikan 4) Guru menjelaskan penmbelajaran dengan menerapkan tahapan Number Heads Together (NHT) pendekatan Open-Ended.
31
b. Kegiatan Inti 1) Guru menyampaikan garis besar materi akan dipelajari 2) Guru membagi siswa ke dalam beberapa kelompok secara heterogen, masing-masing kelompok terdiri dari 4-6 siswa 3) Guru memberi setiap siswa dalam setiap kelompok sebuah nomor yang berbeda 4) Guru memberikan LKS untuk didiskusikan siswa dalam kelompok. 5) Guru memanggil suatu nomor tertentu, kemudian siswa yang nomornya sesuai mengacungkan tangannya dan menjawab pertanyaan atau perintah guru 6) Guru bersama siswa membahas hasil presentasi sehingga diperoleh jawaban yang tepat c. Kegiatan Penutup 1) Guru bersama siswa membuat kesimpulan dari kegiatan pembelajaran yang telah dilaksanakan. 2) Guru memberi kesempatan kepada siswa untuk mencatat. 3) Guru memberikan kuis untuk dikerjakan secara mandiri. 4) Guru menutup pelajaran dengan salam.
B. Penelitian yang Relevan 1. penelitian yang dilakukan oleh Asep Ikin Sugandi (2011). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa metode pembelajaran memberikan peranan berarti terhadap pencapaian kemampuan pemecahan masalah dan komunikasi matematis serta kemandirian belajar siswa. Karena pada penelitian ini menggunakan metode pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dan melihat pengaruhnya pada kemampuan pemecahan masalah, komunikasi matematis, dan kemandirian belajar, maka peneliti akan melakukan penelitian dengan model pembelajaran NHT dengan pendekatan open-ended untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah dan kemandirian belajar siswa. 2. Penelitian lain yang relevan dilakukan oleh Hella Jusra (2013). Hasil dari penelitian ini adalah kemampuan pemecahan masalah dan kemandirian belajar siswa yang memperoleh pembelajaran melalui pendekatan metacognitive inner speech lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional.
32
Karena dalam penelitian ini digunakan pendekatan metacognitive inner speech, maka peneliti akan melakukan penelitian dengan model pembelajaran NHT dengan pendekatan Open-Ended untuk meningkatkan hal yang sama, yaitu kemampuan pemecahan masalah dan kemandirian belajar. 3. Meliyani (2006),
dalam penelitian yang berjudul
Pembelajaran Kooperatif Tipe
Numbered
Implementasi Model
Heads Together
(NHT) untuk
Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Siswa SMP Negeri 15 Bandung Tahun Ajaran 2006/2007, menyimpulkan bahwa terdapat perbedaaan hasil belajar siswa yang pembelajarannya menggunakan model konvensional
dengan siswa yang
pembelajarannya menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT dan ternyata hasil belajar siswa yang menggunakan NHT lebih baik dari siswa yang menggunakan model pembelajaran konvensional.
C. Kerangka Berpikir Sesuai dengan penjelasan pada latar belakang bahwa terdapat masalah pada kelas X SMK Negeri 7 Surakarta, yaitu kemampuan pemecahan masalah dan kemandirian belajar siswa yang masih rendah. Hal ini dapat disebabkan karena siswa belum mandiri dalam belajar dan tidak terbiasa menghadapi soal-soal pemecahan masalah, soal- soal yang diberikan guru tidak memacu siswa untuk menggunakan kemampuan pemecahan masalahnya, hal lain juga dapat disebabkan karena pembelajaran di kelas yang belum dapat memacu siswa untuk berfikir mandiri dalam memecahkan masalah. Pembelajaran yang dilakukan guru masih cenderung teacher centered sehingga siswa sangat tergantung pada guru dalam menyelesaikan soal-soal maupun dalam proses pembelajaran pada umumnya. Pembelajaran yang demikian menjadi tidak efektif, sehingga diperlukan pembelajaran yang memadukan pembelajaran menyenangkan dan memotivasi siswa untuk belajar secara mandiri serta pembelajaran yang mendukung kemampuan pemecahan masalah siswa. Untuk mengatasi hal tersebut, perlu adanya perbaikan salah satunya dengan memilih model pembelajaran yang tepat sehingga mampu menjadikan siswa lebih mandiri dalam pembelajaran dan meningkatkan kemampuan pemecahan masalah. diperlukan model pembelajaran yang dapat meningkatkan kemandirian serta kemampuan pemecahan masalah siswa dalam mengikuti pembelajaran matematika. Salah satu model pembelajaran yang dapat digunakan adalah model pembelajaran
33
kooperatif. Jenis-jenis dari model kooperatif ini ada banyak salah satunya adalah dengan menggunakan model pembelajaran Number Heads together (NHT). Tahaptahap dari NHT yakni penomoran (numbering), pengajuan pertanyaan (questioning), berpikir bersama (head together), pemberian jawaban (answering). Setiap tahapan dalam model NHT sepenuhnya membutuhkan keterlibatan siswa, sehingga menjadikan siswa lebih mandiri untuk membangun pengetahuannya sendiri sehingga mampu menyusun strategi untuk menyelesaikan permasalahan menggunakan pengetahuan yang telah didapatkan tersebut. Selain itu untuk meningkatkan kemandirian belajar dan kemampuan pemecahan masalah dapat juga dilakukan dengan menerapkan pendekatan pembelajaran yang tepat sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai. Salah satu pendekatan yang dapat digunakan adalah pendekatan Open-Ended. Pendekatan openended dimulai dari mengenalkan atau menghadapkan siswa pada masalah terbuka untuk memberikan pengalaman kepada siswa dalam menemukan sesuatu yang baru di dalam proses pembelajaran, sehingga memecahkan masalah
siswa dengan kemampuan rendah dapat
dengan cara mereka sendiri, sehingga tidak menimbulkan
sikap minder dan pasif selama diskusi. Pendekatan open-ended dapat membantu mengembangkan aktivitas yang kreatif dari siswa dan kemampuan berpikir matematis mereka dalam pemecahan masalah. Berdasarkan uraian di atas, dengan menerapakan model pembelajaran Number Heads together (NHT) pendekatan Open-Ended, dapat saling mendukung untuk meningkatkan kemandirian belajar siswa dan kemampuan pemecahan. Dengan menerapakan model pembelajaran Number Heads together (NHT) pendekatan OpenEnded pada setiap siklus pembelajaran maka diharapkan adanya peningkatan kemandirian belajar dan kemampuan pemecahan masalah siswa kelas XI SMK Negeri 7 Surakarta. Adapun skema kerangka berpikir pada penelitian ini seperti gambar 2.1
34
Gambar 2.1. Skema kerangka berpikir
D. Hipotesis Tindakan Berdasarkan landasan teori, hasil penelitian yang relevan dan kerangka berpikir maka peneliti merumuskan hipotesis tindakan yaitu: 1. Penerapan model pembelajaran Number Heads together (NHT) dengan pendekatan Open-Ended dapat meningkatkan kemandirian belajar matematika siswa kelas XI Patiseri 1 SMK Negeri 7 Surakarta. 2. Penerapan model pembelajaran Number Heads together (NHT) dengan pendekatan Open-Ended dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah siswa kelas XI Patiseri 1 SMK Negeri 7 Surakarta.