BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka
1. Model Pembelajaran Joyce and Weill dalam Huda (2014: 73) mendeskripsikan bahwa model pengajaran atau pembelajaran sebagai rencana atau pola yang dapat digunakan untuk membentuk kurikulum, mendesain materi-materi instruksional, dan memandu proses pengajaran di ruang kelas atau di setting yang berbeda. Models of teaching are really models of learning. As we helps students acquire information, ideas, skills, values,ways of thingking, and means of exspressing themselves, we are also teaching them how to learn. In fact the most important long term outcome of instruction may be the students increased capabilities to learn more easily and effectively in the future, both because of the knowledge and skills they have acquired and because they have mastered learning processes Model-model
pengajaran
dirancang
untuk
tujuan-tujuan
tertentu,
pengajaran konsep-konsep informasi, cara-cara berpikir, studi nilai-nilai sosial, dan sebagainya dengan meminta peserta didik untuk terlibat aktif dalam tugastugas kognitif dan sosial tertentu. Sebagian model berpusat pada penyamiapain guru, sementara sebagian yang lain berusaha fokus pada respons peserta didik dalam mengerjakan tugas dan posisi-posisi peserta didik sebagai partner dalam proses
pembelajaran.
Model-model
pembelajaran
merupakan
cara
guru
mentransformasikan pengetahuan tentang belajar mengajar untuk mencapai sasaran-sasaran digunakan agar
instruksional
yang
berbeda.
Model-model
pembelajaran
para peserta didik dapat lebih memahami serta menerima
informasi yang disampaikan oleh guru dengan mudah. Model pembelajaran adalah suatu rencana atau pola yang dapat digunakan untuk membentuk kurikulum (rencana pembelajaran jangka panjang), merancang
9
10
bahan-bahan pembelajaran, dan membimbing pembelajaran di kelas atau yang lain (Rusman, 2012: 144). Model pembelajaran menurut Rusman (2012: 136)
memiliki ciri-ciri
sebagai berikut : a. Berdasarkan teori pendidikan dan teori belajar dari para ahli tertentu. Sebagai contoh, model penelitian kelompok disusun oleh Herbert Thelen dan berdasarkan John Dewey. Model ini dirancang untuk melatih partisipasi dalam kelompok secara demokratis. b. Mempunyai misi atau tujuan pendidikan tertentu, misalnya model berpikir induktif dirancang untuk mengembangkan proses berpikit induktif. c. Dapat dijadikan pedoman untuk perbaikan kegiatan belajar mengajar di kelas. d. Memiliki bagian-bagian model yang dinamakan : (1) urutan langkahlangkah pembelajaran (syntax); (2) adanya prinsip-prinsip reaksi; (3) sistem sosial; dan (4) sistem pendukung. Keempat bagian tersebut merupakan pedoman praktis bila guru akan melaksanakan suatu model pembelajaran. e. Memiliki dampak sebagai akibat terapan model pembelajaran. Dampak tersebut meliputi : (1) Dampak pembelajaran, yaitu hasil belajar yang dapat diukur; (2) Dampak pengiring, yaitu hasil belajar jangka panjang. f. Membuat persiapan mengajar (desain insruksional) dengan pedoman model pembelajaran yang dipilihnya. Dari beberapa pendapat para ahli, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran adalah rencana yang digunakan dalam pembelajaran untuk mempermudah peserta didik dalam memahami materi dan mencapai tujuan pembelajaran. 2. Model Advance Organizer Menurut Joyce ( 2011: 34) model Advance Organizer adalah model yang dirancang untuk menyediakan struktur kognitif pada peserta didik dalam memahami presentasi pelajaran melalui ceramah, membaca dan media lain. Orlich, Harder, Callahan & Harry (1998: 159) berpendapat bahwa model Advance Organizer adalah alat yang efektif untuk mengajarkan beberapa konsep sekaligus. Sedangkan menurut Arends (2008: 270) model Advance Organizer adalah model yang digunakan untuk membantu membuat informasi lebih bermakna bagi siswa
11
dengan menghubungkan pengetahuan sebelumnya dengan pelajaran baru yang akan diberikan. Dan menurut Luten dalam Oloyede (2011: 130) bahwa model Advance Organizer adalah strategi yang digunakan guru untuk membantu peserta didik dalam menghubungkan materi lama dengan materi baru. Hal ini dapat dilakukan dengan menampilkan teks bacaan, desain grafik, bantuan tayangan video maupun dengan presentasi biasa. Dari beberapa pendapat para ahli, maka dapat disimpulkan bahwa model Advance Organizer adalah model yang dirancang untuk membantu peserta didik dalam memahami presentasi dengan cara menghubungkan konsep sebelumnya dengan pelajaran yang akan disampaikan. Model Advance Organizer menurut Ausubel dalam Joyce
(2011: 286)
dideskripsikan sebagai berikut : Ausubel mendeskripsikan bahwa model advance oraganizer dapat memperkuat struktur kognitif dan meningkatkan penyimpanan informasi baru.Selain itu, model tersebut juga sebagai materi pengenalan yang disajikan pertama kali dalam tugas pembelajaran dan dalam tingkat abstraksi dan inklusivitas yang lebih tinggi dari pada tugas pembelajaran itu sendiri. Tujuannya adalah menjelaskan, mengintegrasikan, dan menghubungkan materi baru dalam tugas pembelajaran dengan materi yang telah dipelajari sebelumnya dan juga membantu pembelajar membedakan materi baru dari materi yang telah dipelajari sebelumnya Menurut Joyce (2011: 292) model Advance Organizer berguna khusunya untuk menyusun rangkaian atau arah kurikulum dan melatih peserta didik secara sistematis dalam suatu gagasan kunci bidang tertentu. Langkah demi langkah, konsep-konsep dan rancangan-rancangan penting dijelaskan dan diintergrasikan, sehingga pada akhir pengajaran, pembelajaran akan memperoleh perspektif tentang seluruh bidang yang dikaji. Sedangkan menurut Arends (2008: 267) model Advance Organizer berguna untuk membantu peserta didik memperoleh pengetahuan faktual langsung maupun pengetahuan konseptual. Sedangkan beberapa pihak mengemukakan bahwa model pembelajaran ini dirancang secara spesifik untuk meningkatkan pembelajaran peserta didik mengenai pengetahuan prosedural dan beberapa tipe pengetahuan metakognitif.
12
Dari beberapa pendapat para ahli di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kegunaan model Advance Organizer untuk membantu peserta didik dalam memahami
gagasan-gagasan,
konsep-konsep,
rancangan-rancangan,
serta
pengetahuan yang bersifat faktual, konseptual, prosedural dan metakognitif. Model Advance Organizer memiliki tiga tahap kegiatan. Tahap pertama adalah presentasi Advance Organizer, tahap kedua adalah presentasi tugas pembelajaran atau materi pembelajaran, dan tahap ketiga adalah penguatan pengolahan kognitif. Tahap terakhir ini menguji hubungan materi pembelajaran dengan gagasan-gagasan yang ada untuk menghasilkan proses pembelajaran aktif. Struktur pengajaran model Advance Organizer menurut Ausubel dalam Joyce (2011: 289) adalah sebagai berikut : Tahap pertama dalam struktur pengajaran ini adalah presentasi Advance Organizer. Pada tahap ini ada tujuh cara yang harus diperhatikan yaitu mengklarifikasi
tujuan-tujuan
pembelajaran,
menyajikan
organizer,
mengidentifikasi kesimpulan dari materi yang diberikan, memberikan contoh atau ilustrasi yang sesuai, menyediakan konteks, mengulang penyampaian materi dan mendorong kesadaran peserta didik pada materi yang disampaikan. Tahap Kedua yaitu presentasi tugas atau materi pembelajaran Pada tahap ini ada 3 cara yang harus diperhatikan yaitu menyajikan materi, membuat urutan materi pembelajaran yang logis dan jelas dan menghubungkan materi sebelumnya dengan materi yang akan disampaikan atau dijelaskan. Tahap Ketiga yaitu memperkuat susunan kognitif peserta didik. Pada tahap ini ada 4 cara yang harus diperhatikan, yaitu menggunakan prinsip-prinsip pendamaian intergratif, membangkitkan pendekatan kritis pada mata pelajaran, mengklarifikasikan gagasan-gagasan, dan menerapkan gagasan-gagasan tersebut. Materi yang disusun dengan baik merupakan syarat yang penting untuk model ini. Efektivitas model ini tergantung pada hubungan antara pelaksana konseptual dengan materi yang akan disampaikan. Peran dan tugas guru dalam mensukseskan
13
penerapan model pembelajaran ini sangat penting terutama dalam merundingkan tentang makna atau materi kepada peserta didik dan menghubungkan secara responsif antara organizer dengan materi. 3. Model Mnemonik Menurut Wolgemuth, Cobb, dan Alwell dalam Bekken dan Simpson (2011: 79) intruksi mnemonik adalah cara untuk membantu siswa mengingat informasi kosa-kata lebih efektif dan mudah. Model yang menghubungkan informasi belajar dengan informasi yang sudah dikenal melalui penggunaan katakata, kombinasi gambar atau visual. Sedangkan menurut Bekken dan Simpson (2011: 79) strategi mnemonik adalah
prosedur yang sistematis untuk
meningkatkan memori dan membuat informasi lebih bermakna dengan menggunakan cara tertentu agar informasi lebih mudah untuk diingat. Sedangkan menurut Lorayne dan Lukas dalam Joyce (2011: 231), model pembelajaran mnemonik adalah model dengan sistem menghafal (memori) dengan teknik-teknik tertentu yaitu : a. Kesadaran (Awareness) Sebelum kita dapat mengingat sesuatu, satu hal yang harus diingat : “Pengamatan penting untuk memunculkan kesadaran yang sejati’ Menurut Lorayne dan Lucas, segala hal yang betul-betul kita sadari, akan sangat sulit untuk dilupakan termasuk materi-materi yang benar-benar dipahami peserta didik saat guru menyampaikan di kelas dengan menggunakan teknik tertentu. b. Asosiasi (Association) Aturan dasar dalam menghafal adalah, “Anda dapat mengingat semua informasi baru jika anda mengasosiasikannya dengan sesuatu yang sudah anda kenal dan ingat sebelumnya”. Misalnya, untuk membuat para peserta didik mengerti mengenai teori geosentris yang pernah berkemsbang dalam teori terjadinya jagad raya, maka guru memberikan asosiasi antara kata geo dengan makna bumi. Hal ini dilakukan agar peserta didik lebih cepat paham dan mengingat mengenai teori geosentris yaitu teori yang menyatakan bahwa bumi sebagai pusat segalanya. Walaupun teori ini sudah dibantah oleh teori
14
heliosentris, namun teori geosentris tetap harus tetap dipahami oleh peserta didik agar mereka mengetahui bahwa teori ini tidak sesuai dengan kenyataan yang ada. c. Sistem Link (Link System) Inti dari prosedur memori adalah persambungan dua gagasan, dengan gagasan kedua yang memicu gagasan lain, dan seterusnya. Walaupun secara umum, kita hanya menghabisakan energi untuk belajar materi yang bermakna, sebuah materi yang sebenarnya secara potensial tidak terlalu membantu kita melihat bagaimana metode tersebut bekerja. d. Asosiasi Konyol (Ridiculous Asociation) Meskipun asosiasi merupakan dasar memori, kekuatannya sebenarnya dapat diperbesar seandainya gambar yang diasosiasikan diwujudkan sebagai gambar yang jelas dan lucu, sesuatu yang tidak mungkin, atau tidak masuk akal. Contohnya, untuk menjelaskan pola aliran sungai sentripetal dan sentrifugal, maka guru dapat menjelaskan dengan mengimajinasikan arah barang yang terpental atau per besi yang terpental. Ada beberapa cara untuk membuat asosiasi menjadi lucu, pertama yaitu dengan menerapkan aturan substitusi/ penggantian. Cara yang kedua yaitu dengan menerapkan aturan ketidakseimbangan, dengan membuat hal-hal yang kecil menjadi besar atau hal-hal besar menjadi kecil. Cara yang ketiga yaitu dengan membuat aturan tindakan yang membesar-besarkan khususnya dengan angka. e. Sistem Kata Ganti (Substitute-Word System) Sistem Kata ganti merupakan cara untuk membuat hal-hal yang “tidak dapat disentuh menjad hal-hal yang dapat disentuh, dan bermakna”. Contohnya, untuk membuat peserta didik paham dan hafal mengenai sensus defacto, maka guru mengganti kata facto menjadi fakta. Sensus defacto adalah cara perhitungan jumlah penduduk yang dikenakan kepada setiap orang yang pada waktu sensus berada di wilayah sensus. Jadi secara defacto (faktanya) penduduk tersebut berada di wilayah sensus. Demikian yang dilakukan guru agar para peserta didik mudah memahami dan mengingat kata sensus defacto.
15
f. Kata Kunci (Key Word) Inti dari sistem kata kunci ini adalah memilih satu kata untuk merepresentasikan
pemikiran
atau
beberapa
pemikiran
subordinate
(dibawahnya) yang lebih panjang. Misalnya, untuk membuat peserta didik mudah meningat urutan planet, maka guru menciptakan kata kunci yang menarik yaitu Mevebumayusa yang merupakan kepanjangan dari (Merkurius, Venus, Bumi, Mars, Yupiter, Saturnus). Hal tersebut dilakukan agar retensi atau daya ingat siswa terhadap materi yang disampaikan guru lebih tahan lama. Dari pendapat beberapa para ahli, dapat disimpulkan bahwa model mnemonik adalah model yang digunakan untuk membantu peserta didik dalam mengingat informasi dengan bantuan gambar, audio visual, asosiasi konyol, kata ganti, kata kunci dan sistem link. Dari Lorayne dan Lucas membangun model mereka untuk meningkatkan (1) perhatian pada apa yang dipelajari, (2) perasaan untuk menghadirkan sesuatu, dan (3) asosiasi yang kita buat untuk menghubungkan materi baru dengan materi sebelumnya telah dipelajari (Joyce, 2011: 230). Model mnemonik dapat diterapkan pada seluruh bidang kurikulum yang materinya menuntut untuk hafalan dari peserta didik. Model mnemonik dapat diterapkan secara berkelompok atau secara individu. Walaupun model ini dapat diterapkan dalam sesi-sesi pengajaran memori yang dikontrol oleh guru, model tersebut memiliki aplikasi yang cukup luas setelah peserta didik menguasainya, seperti peserta didik dapat menggunakannya secara independen pada persoalan atau materi materi lain. Oleh karena itu, model ini seharusnya diajarkan di sekolah sehingga ketergantungan pada guru berkurang dan peserta didik dapat menggunakan prosedur-prosedur di saat mereka ingin menghafal sesuatu Menurut Joyce (2011, 237-239) langkah-langkah yang dapat diajarkan langsung pada peserta didik agar dapat menerapkan model mnemonik secara langsung adalah sebagai berikut : a) Mengolah informasi untuk dipelajari. Pada dasarnya, semakin banyak informasi yang diolah, semakin mudah ilmu tersebut untuk dipelajari dan
16
diperoleh oleh peserta didik. Informasi dapat diolah dengan kategorikategori. Model mnemonik ini memudahkan penghafalan dengan membantu siswa mengasosiasikan materi menurut kategori-kategori. b) Menata informasi untuk dipelajari. Informasi yang dpelajari dalam satu rangkaian khususnya jika ada makna dalam rangkaian tersebut, lebih mudah untuk diasimilasikan dan disimpan. Misalnya, jika peserta didik ingin mempelajari nama-nama kota di Australia, akan lebih mudah jika kita memulainya dengan satu kategori yang sama (katakanlah, kota yang terbesar) dan berlanjut pada urutan yang sama. c) Menghubungkan informasi dengan materi yang familiar (bunyi dan arti keduanya perlu dipertimbangkan). Misalnya, jika peserta didik ingin menghafalkan provinsi di Sulawesi, guru dapat membawa palu agar peserta didik dapat dengan cepat menghafal Provinsi Palu yang berada di Pulau Sulawesi. d) Menghubungkan informasi dengan representasi visual. Misalnya, Kota Meryland dapat dihubungkan dengan sebuah gambar pernikahan (marriage), Oregun dengan gambar senjata (gun). e) Menghubungkan informasi dengan informasi lain yang telah diasosiasikan. Nama seseorang, yang dihubungkan dengan informasi seperti orang terkenal yang memiliki nama, bunyi, dan biografi sama, lebih mudah diingat dari pada yang dihafalkan sendiri. f) Perangkat-perangkat yang membuat informasi menjadi hidup juga bermanfaat. Lorayne dan Lucas menyukai “asosiasi konyol”, yang informasinya dihubungkan pada asosiasi yang aneh atau unik. g) (Praktik) Latihan selalu penting, dan perserta didik akan mendapat manfaat dengan melatih diri mereka senndiri. Peserta didik yang sebelumnya tidak berhasil dengan tugas-tugas yang mensyaratkan hafalan pada akhirnya akan lebih mudah belajar tugas-tugas yang relatif sebentar dan jelas, yang nantinya juga akan memberikan umpan balik secara periodik untuk membuat mereka menjadi sukses.
17
Struktur pengajaran model menghafal menurut Pressley, Levin dan rekanrekannya dalam Joyce (2011: 235) adalah sebagai berikut : Tahap pertama pada struktur pengajaran mnemonik adalah Mempersiapkan materi. Pada saat mempersiapkan materi, hal yang dapat dilakukan adalah dalam penggunakan teknik-teknik yang mencakup menggarisbawahi (underlining), membuat daftar (listng), dan merefleksikan (reflecting). Tahap kedua
dalam struktur pengajaran ini adalah mengembangkan
hubungan-hubungan pada materi yang akan disampaikan. Dalam mengembangkan hubungan-hubungan pada materi, hal yang dapat dilakukan adalah membuat materi tersebut menjadi familiar atau mudah untuk dikenali, dan mengembangkan hubungan-hubungan materi tersebut dengan teknik-teknik tertentu contohnya sistem kata kunci (keyword), kata ganti (substitute word), dan kata hubung (link word) Tahap ketiga adalah memperluas gambaran-gambaran sensorik. Pada tahap ini yang dapat dilakukan adalah penggunaan teknik-teknik asosiasi konyol (ridiculous association) dan melebih-lebihkan (exaggeration) dan mengubah gambar. Guru dapat menghubungkan materi dengan sebutan unik agar para peserta didik lebih mudah mengingat materi. Tahap keempat
yaitu mengingat kembali. Pada tahap ini yang harus
dilakukan adalah melakukan pengulangan materi (recalling) pada materi hingga semuanya tuntas dipelajari. Peran dan tugas guru dalam mensukseskan model pembelajaran mnemonik ini sangat penting yaitu guru membantu peserta didik dalam mengidentifikasi objek-objek kunci, pasangan, dan gambar-gambar, dengan menawarkan sugestisugesti tetapi tetap merujuk pada kerangka rujukan peserta didik. Unsur-unsur yang dikenal utamanya harus sesuai dengan tingkat pemahaman peseta didik. Dalam model pembelajaran mnemonik, guru dan peserta didik menjadi satu tim yang sama-sama bekerja dengan materi baru. Guru dan peserta didik harus berkomitmen dan bekerja sama dalam menghafalkan materi baru tersebut dengan
18
cara atau teknik yang sama, misalnya dengan menggunakan sistem kata kunci, kata hubung, ataupun yang lainnya.
4. Model Pembelajaran Ekspositori Model pembelajaran ekspositori adalah model pembelajaran yang menekankan kepada proses penyampaian materi secara verbal dari seorang guru kepada sekelompok siswa dengan maksud agar siswa dapat menguasai materi pelajaran secara optimal. Roy Killen menanamkan model ekspositori ini dengan istilah model pembelajaran langsung (dirrect intruction), karena dalam model ini materi pelajaran disampaikan langsung oleh guru. Siswa tidak dituntut untuk menemukan materi itu (Sanjaya, 2013: 179). Dimyati (2006: 172) dalam bukunya Belajar dan Pembelajaran, menyatakan prilaku mengajar strategi ekspositori juga dinamakan model ekspositori. Pembelajaran ekspositori menekankan pada proses penyampaian materi secara langsung dari guru kepada peserta didiknya dengan maksud agar siswa dapat menguasai materi pembelajaran secara optimal. Beberapa karakteristik model ekspositori menurut Sanjaya (2013: 179) adalah sebagai berikut : a. model ekspositori dilakukan dengan cara menyampaikan materi pelajaran secara verbal, artinya bertutur secara lisan merupakan alat utama dalam melakukan model ini., oleh karena itu sering mengidentikanya dengan ceramah; b. materi pelajaran yang disampaikan adalah materi pelajaran yang sudah jadi, seperti data atau fakta, konsep-konsep tertentu yang harus dihafal sehinga tidak menuntut siswa untuk bertutur ulang; c. tujuan utama pembelajaran dalah penguasaan materi pelajaran itu sendiri. Artinya, setelah proses pembelajaran berakhir siswa diharapkan dapat memahaminya dengan benar dengan cara dapat mengungkapkan kembali materi yang sudah diuraikan. Langkah-langkah dalam penerapan model ekspositori menurut Sanjaya (2013: 185- 187) adalah sebagai berikut : 1) Persiapan (preparation) Tahap persiapan berkaitan dengan mempersiapkan peserta didik untuk menerima pelajaran. Dalam model ekspositori, langkah persiapan merupakan langkah yang sangat penting. Keberhasilan dari model ekspositori sangat bergantung pada tahap persiapan.
19
2) Penyajian (presentation) Langkah penyajian adalah langkah penyampaian materi pelajaran sesuai dengan persiapan yang telah dilakukan. Yang harus dipikirakan oleh setiap guru dalam penyajian ini adalah sebagaimana agar materi pelajaran dapatt dengan mudah ditangkap dan dipahami oleh siswa. Dalam penyajian hal yang perlu diperhatikan adalah penggunaan bahasa, intonasi suara, kontak mata dengan peserta didik, dan gurauan di sela-sela proses pembelajaran. 3) Menghubungkan (correlation) Langkah korelasi adalah langkah menghubungkan materi pelajaran dengan pengalaman peserta didik atau dengan hal-hal lain yang memungkinkan peserta didik dapat menangkap keterkaitannya dalam struktur pengetahuan yang dimilikinya. 4) Menyimpulkan (generalization) Menyimpulkan adalah tahapan untuk memahami inti (core) dari materi pelajaran yang telah disajikan. Langkah menyimpulkan merupakan langkah yang sangat penting dalam model ekspositori, sebab melalui langkah menyimpulkan peserta didik akan dapat mengambil inti sari dari proses penyajian. Menyimpulkan materi berarti memberikan keyakinan pada peserta didik tentang kebenaran suatu paparan. Dengan demikian, peserta didik tidak merasa ragu lagi akan penjelasan guru. 5) Penerapan (aplication) Langkah aplikasi adalah langkah untuk kemampuan siswa setelah mereka menyimak penjelasan guru. Langkah ini merupakan langkah yang sangat penting dalam model pembelajaran ekspositori, sebab melalui langkah ini guru akan dapat mengumpulkan informasi tentang penguasaan dan pemahaman materi pelajaran oleh siswa. Teknik yang biasa dilakukan pada langkah ini diantaranya, dengan membuat tugas yang relevan dengan materi yang telah disampaikan dan dilanjutkan dengan memberi tes yang sesuai dengan materi tersebut.
Model pembelajaran ekspositori merupakan bentuk dari pendekatan pembelajaran yang berorientasi kepada guru (teacher centerd approach). Dikatakan demikian, sebab dalam model ini guru memegang peran yang sangat dominan. Melalui ekspositori ini guru menyampaikan materi pembelajaran secara terstrukutur dengan harapan materi yang disampaikan dapat dikuasai peserta didik dengan baik. Fokus utama ekspositori adalah kemampuan akademik (academic achievment) peserta didik. Metode pembelajaran ceramah merupakan bentuk dari model ekspositori.
20
Metode ceramah adalah metode pengajaran yang sangat sederhana. Justru kesederhanaannya inilah maka metode ini paling banyak digunakan. Dengan metode ini, pengajaran disampaikan secara lisan oleh guru kepada siswa. Pada dasarnya ceramah murni cenderung pada bentuk komunikasi satu arah (W Gulo, 2004: 137). Metode ceramah ialah cara penyajian pelajaran yang dilakukan guru dengan penuturan atau penjelasan lisan secara langsung terhadap siswa (Sudirman dkk, 1992: 113). Apabila guru menyampaikan informasi kepada peserta didik, maka guru berfungsi sebagai transmitter dan peserta didik sebagai receiver. Bahasa merupakan media yang digunakan dalam metode ceramah ini. Komunikasi dianggap baik jika pesan yang disampaikan guru dapat diterima 100% oleh para peserta didik. Sebaliknya, komunikasi dianggap buruk jika pesan yang disampaikan guru tidak diterima dengan sesuai aslinya oleh para peserta didik.
Keunggulan metode ceramah menurut W. Gulo (2004: 140) adalah sebagai berikut : a) Hemat dalam penggunaan waktu dan alat. Melalui ceramah, bahan yang banyak dapat disampaikan dalam waktu singkat. Alat (termasuk media) yang digunakan juga cukup sederhana. Selain itu waktu untuk penyampaian informasi kepada satu atau dua orang peserta didik sama dengan yang diperlukan untuk seratus orang peserta didik. b) Mampu membangkitkan minat dan antusias peserta didik. Dengan ceramah, maka informasi tidak hanya disampaikan melalui kata-kata atau pembicaraan saja, tetapi penampikab guru secara utuh sebagai penceramah merupakan alat komunikasi. Dengan demikian, informasi diterima bukan hanya dari apa yang didengar, tetapi dari apa yang dilihat misalnya, mimik, gerak-gerik dan kesungguhan pembicara. Hal inilah yang mampu membangkitkan minat dan antusias para peserta didik dalam menerima informasi dari guru. c) Membantu siswa untuk mengembangkan kemampuan mendengarnya. Mendengar itu sendiri dapat terjadi dalam tiga bentuk, yaitu : (1) Pertama, mendengar secara marginal, yaitu mendengar sambil memperhatikan hal-hal lain. Mendengar seseorang sambil membaca koran, atau sambil mengerjakan pekerjaan lain, adalah contoh dari mendengar marginal. (2) Kedua, mendengar evaluatif, yaitu mendengar sambil menilai informasi yang didengar dari yang bersangkutan menurut sudut
21
pandang pendengar. Karena itu, si pendengar dapat memberi komentar atau kritik yang apabila dibuka jalur komunikasi dua arah akan memberi balikan kepada pendengar. (3) Mendengar cara ketiga ialah mendengar proyektif, yaitu mendengar dengan menempatkan diri pada jalan pikiran si pembicara sehingga informasi yang didengar, diterima, dan dipahami dari sudut si pembicara. Melatih kemampuan mendengar berarti mengembangkan cara mendengar dari tingkat marginal ke tingkat proyektif. d) Merangsang kemampuan peserta didik untuk mencari informasi dari berbagai sumber. Hal ini tergantung pada kemampuan si penceramah untuk menimbulkan keingintahuan si pendengar melalui ceramahnya. Kalau isi ceramah dianggap penting dan menarik, maka peserta didik akan menindak-lanjuti dengan mengembangkan pemahamannya tentang itu melalu berbagai sumber yang dicarinya di perpustakaan dan lain-lain. Untuk itu, ceramah harus disajikan sejelas-jelasnya dengan materi yang tersusun secara sistematis. e) Mampu menyampaikan pengetahuan yang belum pernah diketahui peserta didik, Kemampuan ini menjadi optimal jika dikembangkan pola interaksi timbal balik antara guru dengan peserta didik. Kelemahan-kelemahan metode ceramah menurut W. Gulo (2004: 140) adalah sebagai berikut : (a). Ceramah cenderung pada pola startegis ekspositorik yang berpusat pada guru. Pola interaksi cenderung pada komunikasi satu arah. Dengan demikian, sukar bagi guru untuk mengetahui dengan pasti sejauh mana peserta didik memahami informasi yang telah disampaikannya. (b). Metode ceramah cenderung menempatkan posisi peserta didik sebagai pendengar dan pencatat. Kadar CBSA tidak dapat dikembangkan secara optimal. CBSA berubah pada pola DDDC (Datang, Duduk, Dengar, Catat). (c). Keterbatasan kemampuan pada tingkat rendah.Dilihat dari segi taksonmi tujuan pengajaran, ceramag hanya mampu mengembangkan kemampuan siswa pada tingkat pengetahuan sampai pemahaman, Oleh karena bersifat verbal, maka kemampuan mengingat yang diharapkan sangat terbatas. Lain halnya kalau bahan pelajaran berupa fakta riil yang dilihat sendiri secara langsung oleh peserta didik, Apa yang dilihat dapat diingat lebih lama dari pada apa yang didengar. (d). Proses ceramah berlangsung menurut kecepatan bicara dan logat bahasa yang dipaiak oleh guru. Ada guru yang bicara cepat sehingga sukar diikuti oleh siswa. Ada juga guru yang logat bahasanya dipengaruhi oleh bagasa daerah sehingga sukar ditangkat oleh peserta didik dari daerah lain.
22
5. Retensi Peserta Didik a. Pengertian Retensi Dalam psikologi modern, kata ingatan atau retensi itu mengandung pengertian yang bermacam-macam. Profesor Kohnstamm dalam Kartini Kartono (1996: 62) mengartikan ingatan sebagai : “setiap ungkapan, dalam mana kaitan psikis dimanifestikan dalam dimensi waktu”. Sedangkan sarjana W. Stern dalam Kartini Kartono (1996: 62) mengungkapkan ingatan atau retensi sebagai tuntutan atau kaitan masa lampau dari pengalaman. Ingatan atau retensi menurut Kartini Kartono sendiri yaitu kemampuan untuk mencamkan, menyimpan, memprodusir kembali isi kesadaran. Atribut ingatan ialah : setia, cepat, bisa menyimpan lama, luas dan mengabdi (pada keinginan kita). Retensi atau ingatan didefinisikan sebagai kecakapan untuk menerima, menyimpan, dan memproduksikan kesankesan (Suryabrata, 2014: 44). Sedangkan menurut Santrock, retensi atau ingatan adalah penyimpanan informasi dari waktu ke waktu (Santrock, 2014: 299). Senada dengan Santrock, E Smith dan Stephen M. Kosslyn (2014: 2) mengemukakan bahwa memori kerja atau yang bisa disebut dengan retensi (working memory) adalah yang membuat peserta didik dapat menyimpan informasi secara sadar dan memikirkannya . Dan retensi di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dapat diartikan penyimpanan atau penahanan. Retensi peserta didik berasal dari kata retensi dan peserta didik. Dari uraian di atas, maka jika digabungkan makna dari kata retensi peserta didik yaitu kemampuan peserta didik dalam menyimpan atau menahan informasi yang mereka dapat dari proses belajar di sekolah. Menurut Sawrey dan Telford (1868: 199), retensi dapat diukur setelah beberapa hari misalnya satu sampai empat belas hari (dua minggu). Persentase retensi siswa dapat dihitung dengan rumus recognition method yaitu dengan membandingkan tes kedua dengan tes pertama. Cara mengukur retensi adalah dengan menggunakan rumus recognition method :
23
% Retensi =
x 100%
Selanjutnya dapat diketahui kategori retensi siswa seperti pada Tabel berikut : Tabel 2.1 Kriteria Retensi Retensi (R) %
R ≥70 60 < R < 70 R ≤ 60 Sumber : Ibrahim dalam Setiawan dkk (2012: 287)
Kategori
Tinggi Sedang Rendah
Diadaptasi dari Anderson, bahwa indikator retensi yaitu mengenali dan mengingat kembali. Proses mengenali adalah mengambil pengetahuan yang dibutuhkan dari memori jangka panjang untuk membandingkannya dengan informasi yang baru saja diterima. Dalam mengenali, peserta didik mencari informasi yang identik dengan informasi yang baru saja diterima pada memori jangka panjang mereka. Istilah lain dari mengenali adalah mengidentifikasi. Proses mengingat kembali ialah mengambil pengetahuan yang dibutuhkan dari memori jangka panjang ketika peserta didik menghendaki hal tersebut terjadi. Istilah lain dari mengingat kembali adalah mengambil.
b. Pembentukan Retensi Menurut Suryabrata (2014: 45), terdapat tiga aspek dalam berfungsinya ingatan atau retensi, yaitu : 1) Mencamkan, yaitu menerima kesan-kesan Mencamkan dibedakan menjadi dua macam, yaitu mencamkan yang dikehendaki dan mencamkan yang tidak dikehendaki. Pada tahap ini peserta didik menerima materi yang disampaikan guru dengan sadar dan mereka berhak memilih materi mana yang akan mereka terima saat proses pembelajaran berlangsung. Saat peserta didik memilih materi yang akan diterima, mereka secara sadar melakukan penghafalan. Dan disaat peserta
24
didik memilih untuk menolak materi yang disampaikan oleh guru, maka mereka melakukan proses melupakan. 2) Menyimpan kesan-kesan. Setelah tahap menerima materi telah dilakukan oleh peserta didik, maka tahap yang harus dilalui selanjutnya adalah menyimpan kesan-kesan atau materi pelajaran. 3) Mereproduksikan kesan-kesan. Memproduksi kesan-kesan adalah melakukan pengaktifan kembali apa yang telah dicamkan atau diterima oleh peserta didik saat proses pembelajaran. Reproduksi ada dua macam yaitu mengingat kembali (recall) dan mengenal kembali (recognition). Untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas, maka apa yang telah dikemukakan dapat dilihat seperti pada bagan yang terdapat di bawah ini :
Menerima cepat
Memproduksikan siap
Menyimpan Setia - teguh – luas
Gambar 2.1 Bagan fungsi serta sifat-sifat ingatan atau retensi Sumber : Suryabrata (2014: 45)
Menurut Suryabrata (2014: 45-46) untuk membantu peserta didik dalam menghafal atau mencamkan dapat dilakukan dengan cara berikut : 1) Menyuarakan menambah ingatan. Membaca dengan bersuara dan dilakukan berulang-ulang dipercayai dapat membantu dalam mencamkan pengetahuan maupun informasi.
25
2) Pembagian waktu belajar yang tepat menambah pencaman. Belajar secara borongan, yaitu sekaligus banyak dan dalam jangka waktu yang lama umumnya kurang menguntungkan. 3) Penggunaan metode belajar yang tepat mempertinggi pengecaman, Dalam hubungan ini dikenal beberapa metode belajar, yaitu : a) Metode keseluruhan atau metode G (Ganzlern-methode), yaitu metode menghafal dengan mengulang berkali-kali dari permulaan sampai akhir. b) Metode bagian atau metode T (Teillernmethode), yaitu menghafal sebagian demi sebagian. Masing-masing bagian itu dihafal. c) Metode campuran atau metode V (Vermittelendelernmethode), yaitu menghafal bagian-bagian yang sukar dahulu, selanjutnya dipelajari dengan metode keseluruhan. Psikologi
pendidikan
mempelajari
bagaimana
informasi
awalnya
ditempatkan atau dikodekan ke dalam memori, bagaimana dipertahankan atau disimpan setelah dikodekan, dan bagaimana hal tersebut ditemukan atau diambil untuk tujuan tertentu nantinya. Menurut Ornstein & Lain dalam Santrock (2014: 300) bahwa penting untuk melihat ingatan tidak dalam hal bagaimana anak-anak menambahkan sesuatu ke ingatan mereka, melainkan bagaimana mereka aktif membangun ingatan mereka. Menurut Aunillah (2015: 29) secara umum, memori otak dibagi menjadi dua jenis. Pertama, memori jangka pendek yang memiliki kemampuan mengingat pengalaman-pengalaman
yang
pernah
dialami
oleh
seseorang.
Namun,
pengalaman itu tidak menimbulkan kesan mendalam di dalam pikiran, sehingga hanya dapat diingat dalam hitungan menit ataupun jam. Selain itu yang kedua yaitu memori jangka panjang yang dapat menyimpan informasi atau pengalaman dalam waktu relatif lama. Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa lamanya waktu memori otak dalam menyimpan informasi berkaitan dengan sesuatu yang disebut “kesan”. Artinya otak dapat menyimpan sesuatu informasi dalam waktu yang lama jika informasi tersebut memberikan kesan yang mendalam.
26
Berikut adalah alur pemrosesan informasi ke dalam memori menurut Santrock (2014: 300) : Pengodean
Penyimpanan
Pengambilan
Mendapatkan informasi ke dalam memori
Menjaga informasi dari waktu ke waktu
Mengambil informasi dari penyimpanan
Gambar 2.2 Bagan alur pemrosesan informasi ke dalam memori. Menurut Reed dalam Santrock (2014: 300) bahwa dalam bahasa seharihari, pengodean memiliki banyak kesamaan dengan perhatian dan pembelajaran. Ketika peserta didik mendengarkan guru, menonton film, mendengarkan musik, atau berbicara dengan seorang teman, ia sedang mengodekan informasi ke dalam memori. Setelah anak mengodekan informasi, peserta didik perlu mempertahankan atau menyimpan informasi tersebut. Peserta didik mengingat beberapa informasi kurang dari satu detik, beberapa selama sekitar setengah menit, dan lainnya selama beberapa menit, jam, tahun, bahkan seumur hidup. Tiga jenis memori yang sesuai dengan kerangka waktu yang berbeda tersebut adalah memori sensorik (yang berlangsung sepersekian detik hingga beberapa detik), memori jangka pendek (berlangsung sekitar 30 detik), dan memori jangka panjang (berlangsung sampai seumur hidup). Setelah peserta didik melakukan pengodean informasi dan kemudian menggambarkannya dalam memori, peserta didik dapat mengambil beberapa informasi yang telah mereka peroleh, namun mereka juga dapat melupakan beberapa hal dari informasi tersebut. Pengambilan yang dimaksud disini adalah pengambilan sesuatu dari “bank data” pikiran dari peserta didik. Sebagai contoh, ketika guru bertanya kepada peserta didik menenai bulan apa sekarang, jawaban dari para peserta didik pasti otomatis dapat mereka ucapkan. Berbeda ketika guru menanyakan mengenai tamu yang mendatangi mereka pada dua bulan yang lalu, para peserta didik pasti membutuhkan waktu yang lama dalam menjawab pertanyaan tersebut. Hal inilah yang membedakan antara pengambilan atau melupakan yang dilakukan oleh para peserta didik.
27
6. Materi Pembelajaran Materi pembelajaran Geografi yang akan diajarkan dalam penelitian ini adalah pada materi pokok “teori penciptaan planet bumi”. Indikator yang harus dicapai peserta didik setelah mengikuti pembelajaran ini adalah sebagai berikut : a. Mengidentifikasi macam-macam teori penciptaan planet bumi. Pembentukan planet bumi dapat diterangkan melalui berbagai teori yang telah dikemukakan oleh para ahli. Teori-teori tersebut diantaranya adalah teori kabut, teori planetesimal, teori pasang surut gas, teori pasang surut gas, teori ledakan bintang dan teori kuiper. Berikut penjelasan lebih lengkapnya mengenai teori-teori penciptaan planet bumi : 1) Teori kabut Teori yang sering dinamakan teori nebula ini merupakan teori yang paling tua dan paling terkenal. Pada abad VIII, Immanuel Kant, seorang ahli filsafat berkebangsaan jerman, dan Pierre-Simon Laplace, seorang astronom Prancis, membuat suatu teori tentang pembentukan tata surya. Menurut teori tersebut, di jagat raya terdapat gumpalan kabut yang berputar perlahan-lahan. Bagian tengah kabut itu lama-kelamaan menjadi gumpalan gas yang kemudian menjadi matahari. Bagian kabut di sekitarnya menjadi planet-planet dan satelit. 2) Teori planetesimal Thomas C. Chamberlin, seorang ahli geologi dan ilmuan dari Amerika dan R.Moulton, seorang ahli astronomi, menyampaikan teori yang dikenal sebagai teori planetesimal (berarti planet kecil) dalam penelitiannya, The Origin of the Earth (asal mula bumi), pada tahun 1916. Menurut teori ini, matahari telah ada sebagai salah satu dari bintang-bintang di alam semesta. Pada suatu masa, ada sebuah bintang berpapasan dengan matahari pada jarak yang tidak terlalu jauh. Akibatnya, terjadilah peristiwa pasang naik pada permukaan matahari maupun bintang itu. Sebagian dari masa matahari tertarik ke arah bintang tersebut. Pada waktu bintang itu menjauh, sebagian dari masa matahari jatuh kembali ke permukaan matahari dan sebagian lagi terhambur ke ruang angkasa di sekitar matahari. Bagian dari
28
masa matahari tersebut dinamakan planetesimal, yang kemudian menjadi planet-planet dan beredar pada orbitnya. 3) Teori pasang surut gas Pada tahun 1917, James Jeans dan Harold Jeffries mengemukakan teori tentang terjadinya planet-planet yang dikenal dengan nama teori pasang surut. Teori ini mengatakan bahwa matahari sebagai suatu bintang yang sudah ada sebelumnya. Pada suatu masa, sebuah bintang melintas dengan posisi sangat dekat dengan matahari lalu terjadilah tarik-menarik antara matahari dengan bintang sehingga berakibat pada terlepasnya partikelpartikel matahari yang membentuk pola cerutu. Bagian pinggir tipis, sedangkan bagian tengah mengembang. Kemudian, bintang tersebut semakin menjauh disusul dengan massa cerutu yang terputus-putus dan membentuk gumpalan gas disekitar matahari. Gumpalan-gumpalan itulah yang kemudian membentuk planet-planet dan salah satunya adalah bumi. 4) Teori ledakan bintang Teori ini dikemukakan oleh ahli astronomi Inggris. Fred Hoyle, pada tahun 1956. Matahari mempunyai kawan yang berupa bintang dan pada mulanya mereka berevolusi satu sama lain. Ada juga bintang yang memadat dan terjerat ke dalam orbit matahari, namun banyak juga bintang yang meledak di luar angkasa dan menghasilkan planet-planet yang kini mengorbit pada matahari. Salah satunya adalah bumi. Teori ini didukung oleh banyak ahli astronomi karena bintang ganda atau bintang kembar memang ada. 5) Teori Awan Debu atau Kuiper Astronom Gerad P. Kuiper mengemukakan bahwa semesta terdiri atas formasi bintang-bintang. Menurut Kuiper, matahari dan semua olanetnya terbentuk dari satu buah kabut. Kabut-kabut tersebut merupakan kumpulan kabut-kabut kosmis yang melayang-layang bebas di angkasa, kemudian menyatu, mengumpal dan memadat. Dalam gumpalan-gumpakan tersebut di dalamnya terjadi penyatuan energi dan reaksi termonuklir yang akhirnya menjadi tenaga untuk bergerak. Gerakan tersebut adalah gerakan mengitari satu sumber atau biasa disebut dengan gerakan rotasi. Gerakan tersebut
29
menyebabkan bentuk gumpalan tersebut semakin pepat pada bagian tengahnya, dan terjadilah konsentrasi kabut di bagian tersebut. Konsentrasi gas yang memusat tersebut akhirnya berubah menjadi sebuah bintang baru yang sekarang kita sebut dengan matahari, Sedangkan konsentrasi gas-gas yang bertebaran disekitar matahari berubah menjadi protoplanet yang berwujud gumpalan-gumpalan gas. Karena matahari bersinar dengan api nuklirnya maka gas-gas yang menyelubungi protoplanet-protoplanet tersebut hilang dan akhirnya terbentuklah planet-planet di tata surya yang salah satunya adalah planet bumi. b. Menjelaskan macam-macam teori penciptaan planet bumi. Seperti yang telah dijelaskan di atas, bahwa teori penciptaan planet bumi terdapat 5 macam, yaitu teori kabut, teori planetesimal, teori pasang surut gas, teori pasang surut gas, teori ledakan bintang dan teori kuiper. Peserta didik diharapkan dapat menjelaskan macam-macam teori penciptaan planet bumi secara singkat sesuai dengan pemahaman mereka. c. Menganalisis pembentukan planet bumi menurut hipotesis atau teori yang ada. Dari teori-teori yang telah dijelaskan, peserta didik diharapkan dapat menganalisis dan menjelaskan teori atau hipotesis mana yang paling tepat. d. Menggambarkan teori penciptaan planet bumi. Peserta didik diharapkan dapat menggambarkan teori penciptaan planet bumi sesuai analogi yang telah dijelaskan pada lembar soal. e. Mengingat kembali makna dan kosa kata terkait pada materi teori penciptaan planet bumi. Peserta didik diberikan artikel yang sesuai dengan materi teori penciptaan planet bumi dan mereka diharapkan dapat menjodohkan soal dengan pilihan jawaban yang telah diberikan pada lembar soal. B. Penelitian yang Relevan Amin Suroso (2010) telah melakukan penelitian dengan judul : Pengaruh Metode Diskusi Bervariasi Terhadap Prestasi Belajar Pokok Bahasan Sistem Persamaan Linier Dua Variabel Ditinjau Dari Retensi Siswa Kelas II Semester I
30
SMP Negeri 6 Surakarta Tahun Pelajaran 2009/2010. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui : (1) apakah pembelajaran matematika pada pokok bahasan sistem persamaan linier dua variabel dengan metode diskusi bervariasi lebih baik daripada metode konvensional, (2) manakah yang memberikan prestasi belajar matematika yang lebih baik, antara siswa yang mempunyai retensi tinggi, retensi sedang atau retensi rendah dalam mempelajari pokok bahasan sistem persamaan linier dua variabel , (3) apakah terdapat interaksi antara metode pembelajaran dengan retensi siswa terhadap prestasi belajar matematika siswa pada pokok bahasan sistem persamaan linier dua variabel. Penelitian ini menggunakan metde penelitian eksperimental semu kuantitatif. Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis variansi dua jalan dengan sel tak sama, yang dilakukan setelah memenuhi uji normalitas yang dilakukan menggunakan metode Lilliefors dan uji homogenitas yang dilakukan dengan menggunakan metode Bartlett. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka diperoleh hasil: (1) Pembelajaran matematika dengan vi metode diskusi bervariasi sama baiknya dengan metode pembelajaran konvensional pada pokok bahasan sistem persamaan linier dua variabel (F a = 2,7181 < 3,97 = F 0,05;1;80 = Ftabel pada taraf signifikansi 5%, rerata kelas eksperimen = 68 > 60, 875 = rerata kelas kontrol ), (2) prestasi belajar matematika siswa dengan retensi siswa tinggi lebih baik daripada siswa dengan retensi rendah pada pokok bahasan sistem persamaan linier dua variabel (F b = 4,2503 > 3,13 = F 0,05;2;80 = F tabel pada taraf signifikansi 5%), (3) tidak terdapat interaksi antara metode pembelajaran dan retensi siswa terhadap prestasi belajar matematika siswa pada pokok bahasan sistem persamaan linier dua variabel (F ab = 0,9143 < 3,13 = F 0,05;2;80 = F tabel pada taraf signifikansi 5%). Dari hasil komparasi ganda antar kolom diperoleh bahwa (1) siswa dengan retensi tinggi mempunyai prestasi belajar matematika yang sama baiknya dengan siswa dengan retensi sedang (F hit = 5,6088 < 6,26= F tab ), (2) siswa dengan retensi tinggi mempunyai prestasi belajar matematika yang lebih baik dari pada siswa yang mempunyai retensi rendah (F hit = 6,7637 > 6,26 = F tab ), (3) siswa dengan retensi sedang mempunyai prestasi belajar matematika
31
yang sama baiknya dengan siswa yang mempunyai retensi rendah (F hit = 0,9438 < 6,26 = F tab ). Amanda Gusti Maharani (2013) telah melakukan penelitian dengan judul : Eksperimentasi Model Pembelajaran Advance Organizer Pada Materi Operasi Hitung Bentuk Aljabar Ditinjau Dari Motivasi Belajar Siswa Kelas VII SMP Negeri 8 Surakarta Tahun Ajaran 2012/2013. Penelitian ini termasuk jenis penelitian eksperimental semu. Tujuan Penelitian ini adalah untuk mengetahui: (1) Apakah pembelajaran matematika pada materi operasi hitung pada bentuk aljabar dengan
menggunakan
model
pembelajaran
Advance
Organizer
akan
menghasilkan prestasi belajar yang lebih baik jika dibandingkan dengan pembelajaran matematika dengan menggunakan model pembelajaran langsung, (2) Apakah siswa dengan motivasi belajar tinggi mempunyai prestasi belajar matematika yang lebih baik daripada siswa dengan motivasi belajar sedang maupun rendah, dan apakah siswa dengan motivasi belajar sedang mempunyai prestasi belajar matematika yang lebih baik daripada siswa dengan motivasi belajar rendah pada materi operasi hitung bentuk aljabar, (3) Pada masing-masing tingkat motivasi belajar siswa, manakah model pembelajaran yang menghasilkan prestasi belajar matematika lebih baik, model pembelajaran Advance Organizer atau model pembelajaran langsung. Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis variansi dua jalan dengan sel tak sama. Sebagai persyaratan analisis yaitu uji normalitas menggunakan uji Lilliefors dan analisis variansi yang sama (homogen) menggunakan metode Bartlett. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa: (1) Model pembelajaran Advance Organizer menghasilkan prestasi belajar matematika yang lebih baik daripada model pembelajaran langsung pada materi operasi hitung bentuk aljabar, (2) Siswa dengan motivasi belajar matematika tinggi mempunyai prestasi belajar matematika yang lebih baik daripada siswa dengan motivasi belajar matematika sedang maupun rendah dan siswa dengan motivasi belajar sedang mempunyai prestasi belajar matematika yang lebih baik daripada siswa dengan motivasi belajar rendah pada materi operasi hitung bentuk aljabar, (3) Pada masing-masing
32
tingkat motivasi belajar siswa, model pembelajaran Advance Organizer menghasilkan prestasi belajar matematika yang lebih baik daripada model pembelajaran langsung pada materi operasi hitung bentuk aljabar. Uswatun Khasanah (2014) telah melakukan penelitian dengan judul : Pengaruh problem based learning terhadap retensi dan kemampuan berpikir rasional pada materi ekosistem siswa kelas X MIA SMAN 8 Surakarta. Penelitian bertujuan untuk: (1) mengetahui pengaruh PBL terhadap retensi pada materi ekosistem siswa kelas X MIA SMAN 8; (2) mengetahui pengaruh PBL terhadap kemampuan berpikir rasional pada materi ekosistem siswa kelas X MIA SMAN 8 Surakarta. Penelitian merupakan penelitian eksperimen semu (quasi experiment) dengan desain penelitian postest only nonequivalent control group design. Metode yang digunakan adalah dengan menggunakan uji-t. Hasil uji hipotesis dengan uji-t untuk pengaruh PBL terhadap retensi menunjukkan nilai signifikasi 0,02 (sig. < 0,05) dan nilai thitung 2,334 (t hitung > t tabel). Nilai sigifikasi pengaruh PBL terhadap kemampuan berpikir rasional sebesar 0,01 (sig. < 0,05) dan nilai thitung sebesar 2,616 (thitung > ttabel). Simpulan penelitian ini adalah model PBL berpengaruh terhadap retensi dan kemampuan berpikir rasional pada materi ekosistem siswa kelas X MIA SMAN 8 Surakarta.
33
Tabel 2.2 Penelitian Relevan Nama Judul
Amin Suroso Pengaruh Metode Diskusi Bervariasi Terhadap Prestasi Belajar Pokok Bahasan Sistem Persamaan Linier Dua Variabel Ditinjau Dari Retensi Siswa Kelas II Semester I SMP Negeri 6 Surakarta Tahun Pelajaran 2009/2010.
Amanda Gusti Maharani Eksperimentasi Model Pembelajaran Advance Organizer Pada Materi Operasi Hitung Bentuk Aljabar Ditinjau Dari Motivasi Belajar Siswa Kelas VII SMP Negeri 8 Surakarta Tahun Ajaran 2012/2013.
Uswatun Khasanah Pengaruh problem based learning terhadap retensi dan kemampuan berpikir rasional pada materi ekosistem siswa kelas X MIA SMAN 8 Surakarta.
Tujuan
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui : (1) apakah pembelajaran matematika pada pokok bahasan sistem persamaan linier dua variabel dengan metode diskusi bervariasi lebih baik daripada metode konvensional, (2) manakah yang memberikan prestasi belajar matematika yang lebih baik, antara siswa yang mempunyai retensi tinggi, retensi sedang atau retensi rendah dalam mempelajari pokok bahasan sistem persamaan linier dua variabel , (3) apakah terdapat interaksi antara metode pembelajaran dengan retensi siswa terhadap prestasi belajar matematika
Tujuan Penelitian ini adalah untuk mengetahui: (1) Apakah pembelajaran matematika pada materi operasi hitung pada bentuk aljabar dengan menggunakan model pembelajaran Advance Organizer akan menghasilkan prestasi belajar yang lebih baik jika dibandingkan dengan pembelajaran matematika dengan menggunakan model pembelajaran langsung, (2) Apakah siswa dengan motivasi belajar tinggi mempunyai prestasi belajar matematika yang lebih baik daripada siswa dengan motivasi belajar sedang maupun rendah, dan apakah siswa dengan motivasi
Penelitian bertujuan untuk: (1) mengetahui pengaruh PBL terhadap retensi pada materi ekosistem siswa kelas X MIA SMAN 8; (2) mengetahui pengaruh PBL terhadap kemampuan berpikir rasional pada materi ekosistem siswa kelas X MIA SMAN 8 Surakarta.
Na’imah Ramadhani Studi Komparasi Model Pembelajaran Advance Organizer, Mnemonik Dan Ekspositori Terhadap Daya Ingat (Retensi) Peserta Didik Mata Pelajaran Geografi Kelas X SMA Negeri 1 Boyolali Tahun Ajaran 2015/2016 (Materi Pokok Teori Penciptaan Planet Bumi) 1.Untuk mengetahui perbedaan retensi peserta didik yang menggunakan model Advance Organizer, Mnemonik, dan Ekspositori 2. Untuk mengetahui perbedaan retensi peserta didik antara yang menggunakan model Mnemonik dengan Ekspositori 3. Untuk mengetahui perbedaan retensi peserta didik antara yang menggunakan Model Advance Organizer dengan Ekspositori 4. Untuk mengetahui perbedaan retensi peserta didik antara yang menggunakan model pembelajaran Mnemonik dengan Advance Organizer
34
Metode
Uji Hipotesis Hasil
siswa pada pokok bahasan belajar sedang mempunyai sistem persamaan linier dua prestasi belajar matematika variabel. yang lebih baik daripada siswa dengan motivasi belajar rendah pada materi operasi hitung bentuk aljabar, (3) Pada masing-masing tingkat motivasi belajar siswa, manakah model pembelajaran yang menghasilkan prestasi belajar matematika lebih baik, model pembelajaran Advance Organizer atau model pembelajaran langsung. Penelitian ini menggunakan Penelitian ini termasuk jenis Penelitian merupakan metode penelitian penelitian eksperimental semu. penelitian eksperimen semu eksperimental semu kuantitatif. (quasi experiment) dengan desain penelitian postest only nonequivalent control group design. Analisis variansi dua jalan
Analisis variansi dua jalan
Menggunakan uji-t.
(1) pembelajaran matematika dengan vi metode diskusi bervariasi sama baiknya dengan metode pembelajaran konvensional pada pokok bahasan sistem persamaan linier dua variabel, (2) prestasi belajar matematika siswa dengan
(1) Model pembelajaran Advance Organizer menghasilkan prestasi belajar matematika yang lebih baik daripada model pembelajaran langsung pada materi operasi hitung bentuk aljabar, (2) Siswa dengan motivasi belajar
Hasil uji hipotesis dengan uji-t untuk pengaruh PBL terhadap retensi menunjukkan nilai signifikasi 0,02 (sig. < 0,05) dan nilai thitung 2,334 (thitung > ttabel). Nilai sigifikasi pengaruh PBL terhadap kemampuan berpikir rasional
Penelitian ini menggunakan metode penelitian eksperimen semu (quasi experimental research). Penelitian ini menggunakan desain penelitian Posttest-only with nonequivalent group design. Analisis varian satu jalan
35
retensi siswa tinggi lebih baik daripada siswa dengan retensi rendah pada pokok bahasan sistem persamaan linier dua variabel , (3) tidak terdapat interaksi antara metode pembelajaran dan retensi siswa terhadap prestasi belajar matematika siswa pada pokok bahasan sistem persamaan linier dua variabel. Dari hasil komparasi ganda antar kolom diperoleh bahwa (1) siswa dengan retensi tinggi mempunyai prestasi belajar matematika yang sama baiknya dengan siswa dengan retensi sedang, (2) siswa dengan retensi tinggi mempunyai prestasi belajar matematika yang lebih baik dari pada siswa yang mempunyai retensi rendah, (3) siswa dengan retensi sedang mempunyai prestasi belajar matematika yang sama baiknya dengan siswa yang mempunyai retensi rendah.
matematika tinggi mempunyai prestasi belajar matematika yang lebih baik daripada siswa dengan motivasi belajar matematika sedang maupun rendah dan siswa dengan motivasi belajar sedang mempunyai prestasi belajar matematika yang lebih baik daripada siswa dengan motivasi belajar rendah pada materi operasi hitung bentuk aljabar, (3) Pada masingmasing tingkat motivasi belajar siswa, model pembelajaran Advance Organizer menghasilkan prestasi belajar matematika yang lebih baik daripada model pembelajaran langsung pada materi operasi hitung bentuk aljabar.
sebesar 0,01 (sig. < 0,05) dan nilai thitung sebesar 2,616 (thitung > ttabel). Simpulan penelitian ini adalah model PBL berpengaruh terhadap retensi dan kemampuan berpikir rasional pada materi ekosistem siswa kelas X MIA SMAN 8 Surakarta.
36
C. Kerangka Berpikir Pencapaian tujuan pendidikan bergantung pada kegiatan belajar mengajar dikelas. Pengukuran berhasil tidaknya kegiatan belajar mengajar di kelas diukur menggunakan suatu alat ukur yang berupa tes maupun non tes, alat ini digunakan untuk mengetahui kemampuan peserta didik dalam menahan atau menyimpan informasi yang mereka peroleh dalam proses pembelajaran di kelas. Dalam pembelajaran Geografi di SMA Negeri 1 Boyolali terdapat permasalahan dalam kegiatan pembelajaran antara lain rendahnya retensi peserta didik terutama pada materi pokok penciptaan planet bumi. Permasalahan ini diduga karena penggunaan model pembelajaran yang kurang tepat dalam menyampaikan materi kepada peserta didik. Terkait permasalahan tersebut perlu adanya variasi
penggunaan model
pembelajaran yang mampu membuat para peserta didik lebih aktif, sehingga mereka dapat menyerap materi yang disampaikan oleh guru dengan sebaik-baiknya. Penerapan model Advance Organizer dan Mnemonik menekankan pada pemrosesan informasi, sehingga diharapkan dapat membantu para peserta didik dalam menguasai materi yang disampaikan oleh guru. Model Advance Organizer adalah model yang dibentuk oleh David Ausubel. Model ini dirancang untuk menyediakan struktur kognitif pada peserta didik dalam memahami presentasi pelajaran melalui ceramah, membaca dan media lain. Model ini telah digunakan di hampir semua pelajaran dan pada peserta didik seluruh tingkatan umur. Dikaji. Model Advance Organizer memiliki tiga tahap kegiatan. Tahap pertama adalah presentasi Advance Organizer, tahap kedua adalah presentasi tugas pembelajaran atau materi pembelajaran, dan tahap ketiga adalah penguatan pengolahan kognitif. Tahap terakhir ini menguji hubungan materi pembelajaran dengan gagasan-gagasan yang ada untuk menghasilkan proses pembelajaran aktif Model pembelajaran mnemonik adalah model dengan sistem menghafal (memori) dengan teknik-teknik tertentu, yaitu kesadaran, asosiasi, sistem link, asosiasi konyol, sistem kata-ganti, dan kata kunci. Model mnemonik dapat diterapkan
37
pada seluruh bidang kurikulum yang materinya menuntut untuk hafalan dari peserta didik. Model mnemonik dapat diterapkan secara berkelompok atau secara individu. Walaupun model ini dapat diterapkan dalam sesi-sesi pengajaran memori yang dikontrol oleh guru, model tersebut memiliki aplikasi yang cukup luas setelah peserta didik menguasainya, seperti peserta didik dapat menggunakannya secara independen pada persoalan atau materi materi lain. Oleh karena itu, model ini seharusnya diajarkan di sekolah sehingga ketergantungan pada guru berkurang dan peserta didik dapat menggunakan prosedur-prosedur di saat mereka ingin menghafal sesuatu. Dalam penelitian ini model pembelajaran yang dipakai adalah model pembelajaran Mnemonik sebagai kelas eksperimen 1, model pembelajaran Advance Organizer sebagai kelas eksperimen 2, serta model pembelajaran ekspositori sebagai kelas kontrol. Dalam model pembelajaran Advance Organizer setiap peserta didik mampu memahamkan peserta didik terhadap informasi faktual yang dihubungkan dengan dan dijelaskan oleh gagasan-gagasan. Sedangkan pada model pembelajaran mnemonik diharapkan dapat membantu peserta didik dalam menghafalkan materi yang sulit untuk dihafalkan dengan berbagai teknik-teknik yang ada. Setelah setiap kelas yang telah ditentukan diajarkan dengan model pembelajaran Advance Organizer, Mnemonik dan Ekspositori maka dapat diperoleh hasil posttest dan retest para peserta didik yang akan dihitung dengan uji anava satu jalan untuk membuktikan hipotesis dalam perbandingan retensi peserta didik pada masingmasing model yang telah diberikan. Berdasarkan pemikiran diatas dapat digambarkan alur kerangka berpikir dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
38
Rendahnya daya ingat (retensi) peserta didik Kelas X SMA Negeri 1 Boyolali Tahun Ajaran 2015/2016
Kelompok Eksperimen 2
Kelompok Kontrol
Model Pembelajaran Mnemonik
Model Pembelajaran Advance Organizer
Model Pembelajaran Ekspositori
Retensi Peserta Didik
Retensi Peserta Didik
Retensi Peserta Didik
Kelompok Eksperimen 1
Perbedaan daya ingat (retensi) peserta didik yang menggunakan model pembelajaran Mnemonik, Advance Organizer dan Ekspositori
Tujuan : 1.Untuk mengetahui perbedaan daya ingat (retensi) peserta didik yang menggunakan model Mnemonik, Advance Organizer dan Ekspositori 2.Untuk mengetahui perbedaan daya ingat (retensi) peserta didik antara yang menggunakan model Mnemonik dengan Ekspositori 3.Untuk mengetahui perbedaan daya ingat (retensi) peserta didik antara yang menggunakan Model Advance Organizer dengan Ekspositori 4.Untuk mengetahui perbedaan daya ingat (retensi) peserta didik antara yang menggunakan model pembelajaran Mnemonik dengan Advance Organizer.
Keterangan :
: Input
: Proses
Gambar 2.3 Proses Kerangka Berpikir
: Output
39
D. Hipotesis Berdasarkan kajian teori dan kerangka berpikir yang telah diuraikan maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut : 1. Ada perbedaan daya ingat (retensi) peserta didik yang menggunakan model Mnemonik, Advance Organizer dan Ekspositori pada materi pokok teori penciptaan planet bumi kelas X SMA Negeri 1 Boyolali Tahun Ajaran 2015/2016. 2. Daya ingat (retensi) peserta didik yang menggunakan model pembelajaran Mnemonik lebih baik dari pada retensi peserta didik yang menggunakan model pembelajaran Ekspositori pada materi pokok teori penciptaan planet bumi kelas X SMA Negeri 1 Boyolali Tahun Ajaran 2015/2016. 3. Daya ingat (retensi) peserta didik yang menggunakan model pembelajaran Advance Organizer lebih baik dari pada retensi peserta didik yang menggunakan Ekspositori pada materi pokok teori penciptaan planet bumi kelas X SMA Negeri 1 Boyolali Tahun Ajaran 2015/2016. 4. Daya Ingat (retensi) peserta didik yang menggunakan model pembelajaran Mnemonik lebih baik dari pada retensi peserta didik yang menggunakan model Advance Organizer
pada materi pokok teori penciptaan planet
bumi kelas X SMA Negeri 1 Boyolali Tahun Ajaran 2015/2016.