BAB II KAJIAN TEORETIS
2.1 Hakikat Kemampuan Membilang Angka 1 Sampai 10 2.1.1 Pengertian Kemampuan Kemampuan berasal dari kata “mampu” yang artinya kuasa, sanggup melakukan sesuatu, dapat, berada, kaya, dan adanya kekuatan melakukan sesuatu (Bakir & Suryanto, 2006:36). Menurut Kasanah & Tuminto (2007: 423) kemampuan adalah kesanggupan, kecakapan atau kekuatan. Kunandar (2007:51) mengartikan kemampuan adalah merupakan perilaku yang rasional untuk mencapai tujuan yang dipersyaratkan sesuai dengan kondisi yang diharapkan. Kemampuan merupakan salah satu hal yang harus dimiliki dalam jenjang apapun karena kemampuan memiliki kepentingan tersendiri dan sangat penting untuk dimiliki oleh seseorang. Di sisi lain kemampuan dipahami sebagai seperangkat tanggung jawab yang harus dimiliki seseorang
tindakan
sebagai syarat untuk
intelegen penuh dianggap mampu
melaksanakan tugas-tugas dalam bidang pekerjaan tertentu. Sifat intelegen harus ditunjukkan sebagai kemahiran, ketepatan dan keberhasilan bertindak, sedangkan sifat tanggung jawab harus ditunjukkan sebagai kebenaran tindakan baik dipandang dari sudut ilmu pengetahuan, teknologi maupun etika (Majid, 2006:5). Berdasarkan
pengertian
tersebut,
dapat
dikatakan
bahwa
kemampuan
adalah
kesanggupan, kecakapan atau kekuatan untuk menguasai atau mengerjakan sesuatu. Dengan demikian yang dimaksud dengan kemampuan disini adalah kemampuan yang dimiliki anak TK 8 dalam membilang angka 1 sampai 10. 2.1.2 Pengertian Membilang Angka 1 Sampai 10
Membilang angka merupakan kemampuan yang harus dimiliki anak TK dalam memahami dasar-dasar operasional yang berhubungan dengan angka untuk meningkatkan kecerdasan logika matematisnya (Yus, 2011:70). Hal ini senada dengan Depdiknas (2007:11) kecerdasan logika matematis anak dapat dirangsang melalui kegiatan menghitung dengan bendabenda dan membilang angka. Angka merupakan hal yang sering anak-anak jumpai. Menurut hasil penelitian Golinkof (2005:103) bahwa 46% anak-anak berusia 4 sampai 5 tahun sibuk menghitung benda dan menghabiskan sebagian harinya dengan permainan yang menggunakan angka. Dalam kehidupan sehari-hari angka memiliki nilai sosial yang tinggi, anak-anak sering menggunakan angka saat memasangkan sendok dengan garpu, menghitung jumlah mainan yang dibutuhkan, membilang berapa jumlah benda dan sebagainya. Angka memiliki posisi yang penting dalam memperkenalkan konsep bilangan. Lambang bilangan, dalam kehidupan sehari-hari lebih dikenal sebagai nomor atau angka. Konsep angka disini melibatkan pemikiran tentang beberapa jumlahnya atau berapa banyak sesuatu. Termasuk juga membilang, menjumlahkan satu tambah satu misalnya. Yang terpenting adalah mengerti konsep angka.Oleh karena itu kemampuan membilang angka perlu ditingkatkan pada anak usia dini. Syamil (2008:1) berpendapat bahwa penanaman konsep membilang angka dapat diawali dengan menggunakan “banyak-sedikit” atau besar-kecil” (tahap pra-operasional). Setelah itu tahap konkrit, diperkenalkan konsep angka, yang tujuannya agar anak tahu perbedaan antara datu dengan dua, dua dengan tiga, dan seterusnya. Perhatikan jari tangan di bawah ini!
1
2
Satu
Dua
6
7
Enam
Tujuh
3
4
Tiga
Empat
8 Delapan
5 Lima
9 Sembilan
10 Sepuluh
Menurut Tatang (2009:8) bahwa pertama kali anak mencoba membilang nama bilangan dengan mengingat dan meniru dari orang tua atau anak yang lebih tua darinya. Sering terdengar anak kecil membilang seperti, “satu”, “dua”, “empat”, “sembilan”, “sepuluh”. Kedengarannya asing, tapi hal seperti ini suatu yang biasa. Anak berusaha mengingat nama bilangan dan urutannya namun belum benar. Anak dapat membilang nama bilangan karena ia sudah hafal. Ia melakukannya tanpa pemikiran atau pemahaman tentang bilangan. Pada tahap ini anak belum bisa memasangkan banyaknya objek yang dibilang dengan bilangan yang disebutnya. Namun ada juga anak dapat melakukan membilang nama bilangan dengan menunjuk objek yang dihitung dan menyebutkan bilangan yang benar setelah menunjuk objeknya, namun penunjukan yang dilakukan keliru karena lebih dari satu objek, Anak bisa membilang nama bilangan dengan benar seperti, “satu, dua, tiga, empat, lima, enam”, namun tidah bisa menunjuk mana nama bilangan yang disebutnya. Nyimas (2007:65) mengemukakan kemampuan membilang merupakan salah satu kemampuan yang penting dalam kehidupan sehari-hari, dapat dikatakan bahwa semua aktivitas kehidupan manusia memerlukan kemampuan ini. Untuk dapat membilang dengan baik diperlukan suatu proses yaitu anak perlu untuk memahami angka dan proses membilang.
Dengan demikian kemampuan anak dalam membilang angka secara rasional merupakan kemampuan yang sangat penting untuk anak usia TK. Misalnya, anak memahami nama angka mulai dari satu dan meneruskannya, dua, tiga, empat, dan seterusnya secara urut berdasarkan angka yang dilihatnya. Dengan memahami konsep nama angka yang dibilangnya, dapat membantu
anak berpikir bahwa angka tersebut dapat berubah-ubah tergantung dari letak
susunan angka yang ada. 2.1.3 Tujuan dan Manfaat Kemampuan Membilang Angka 1 Sampai 10 Kemampuan membilang angka 1 sampai 10 sangat baik bila diberikan kepada anak sedini mungkin. Tujuan kemampuan membilang angka 1 sampai 10 tidak lain agar anak sejak dini dapat berpikir logis dan sistematis melalui pengamatan terhadap benda-benda konkrit, gambargambar ataupun angka-angka yang terdapat di sekitar anak. Asep Jihad (2008:153) berpendapat bahwa tujuan kemampuan membilang pada anak yaitu sebagai berikut: 1) Mengembangkan kemampuan berkomunikasi dengan menggunakan bilangan dan simbol, dan 2) Mengembangkan ketajaman penalaran yang dapat memperjelas dan menyelesaikan permasalahan dalam kehidupan sehari-hari. Depdiknas
(2007:1-2)
mengemukakan
tujuan
kemampuan
berhitung
termasuk
kemampuan membilang pada anak TK terdiri dari tujuan umum dan tujuan khusus sebagai berikut. 1. Tujuan umum Secara umum bertujuan untuk mengetahui dasar-dasar pembelajaran membilsng sehingga pada saatnya nanti anak akan lebih siap mengikuti pembelajaran berhitung pada jenjang selanjutnya yang lebih kompleks. 2. Tujuan khusus
Sementara tujuan secara khusus antara lain sebagai berikut: 1) Dapat berpikir logis dan sistematis sejak dini, melalui pengamatan terhadap benda-benda kongkrit, gambar-gambar atau angka-angka yang terdapat di sekitar anak; 2) Dapat menyesuaikan dan melibatkan diri dalam kehidupan bermasyarakat yang dalam kesehariannya memerlukan keterampilan berhitung; 3) Memiliki ketelitian, konsentrasi, abstraksi dan daya apresiasi yang tinggi; 4) Memiliki pemahaman konsep ruang dan waktu serta dapat memperkirakan kemungkinan urutan sesuatu peristiwa yang terjadi di sekitarnya; 5) Memiliki kreatifitas dan imajinasi dalam menciptakan sesuatu secara spontan. Beberapa teori yang mendasari perlunya kemampuan membilang pada anak, menurut Depdiknas (2007:8-11) adalah sebagai berikut. 1. Tingkat Perkembangan Mental Anak Jean Piaget, menyatakan bahwa kegiatan belajar memerlukan kesiapan dalam diri anak. Artinya belajar sebagai suatu proses membutuhkan aktifitas baik fisik maupun psikis. Selain itu kegiatan belajar pada anak harus disesuaikan dengan tahap-tahap perkembangan mental anak, karena belajar bagi anak harus keluar dari anak itu sendiri. Anak usia TK berada pada tahapan pra-operasional kongkrit yaitu tahap persiapan ke arah pengorganisasian pekerjaan yang kongkrit dan berpikir intuitif dimana anak mampu mempertimbangkan tentang besar, bentuk dan benda-benda didasarkan pada interpretasi dan pengalamannya (persepsinya sendiri). 2. Masa peka anak Perkembangan dipengaruhi oleh faktor kematangan dan belajar. Apabila anak sudah menunjukan masa peka (kematangan) untuk mengenal dan menulis angka, maka orang tua dan guru di TK harus tanggap, untuk segera memberikan layanan dan bimbingan sehingga
kebutuhan anak dapat
terpenuhi dan tersalurkan dengan sebaik-baiknya
menuju
perkembangan kemampuan menulis yang optimal. Anak usia TK adalah masa yang sangat strategis untuk mengenalkan anak menulis angka yang dapat membantunya untuk berhitung, karena usia TK sangat peka terhadap rangsangan yang diterima dari lingkungan. Rasa ingin tahunya yang tinggi akan tersalurkan apabila
mendapat
stimulasi/rangsangan
atau
motivasi
yang
sesuai dengan
tugas
perkembangannya. Apabila kegiatan menulis angka diberikan melalui berbagai macam permainan tentunya akan lebih efektif karena bermain merupakan wahana belajar dan bekerja bagi anak. Diyakini bahwa anak akan lebih berhasil mempelajari sesuatu apabila yang ia pelajari sesuai dengan minat, kebutuhan dan kemampuannya. 3. Perkembangan awal menentukan perkembangan selanjutnya Hurlock (dalam Depdiknas, 2007:8) mengatakan bahwa lima tahun pertama dalam kehidupan anak merupakan peletak dasar bagi perkembangan selanjutnya. Anak yang mengalami masa bahagia berarti terpenuhinya segala kebutuhan baik fisik maupun psikis di awal perkembangannya diramalkan akan dapat melaksanakan tugas-tugas perkembangan selanjutnya. Piaget juga mengatakan bahwa untuk meningkatkan perkembangan mental anak ke tahap yang lebih tinggi dapat dilakukan dengan memperkaya pengalaman anak terutama pengalaman kongkrit, karena dasar perkembangan mental adalah
melalui
pengalaman-pengalaman aktif dengan menggunakan benda-benda
di
sekitarnya. Menurut Piaget (dalam Muhsetyo, dkk, 2009:1.9) bahwa setiap orang mempunyai kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan situasi sekitar atau lingkungan. Keadaan ini memberi petunjuk bahwa orang selalu belajar untuk mencari tahu dan memperoleh
pengetahuan, dan setiaporang berusaha untuk membangun sendiri pengetahuan yang diperolehnya, termasuk pada anak usia dini. Menurut
Tatang (2009:9) bahwa pengalaman membilang turut membantu dalam
pemahaman awal anak mengenai konsep nama bilangan. Pengalaman ini pula yang melandasi penguasaan anak terhadap bilangan. Mengestimasi langsung (memperkirakan) juga termasuk cara yang efektif untuk mengembangkan penguasaan anak terhadap bilangan. Bilangan lima dan sepuluh (bilangan yang menunjukkan jumlah jemari dari satu dan dua tangan), merupakan dua tonggak bilangan yang sangat baik dikenal anak sebab kedua bilangan itu merupakan internalisasi dari berbagai pengalaman kongkrit yang terakumulasi dalam beberapa tahun. Kebanyakan anak mengalami perkembangan keterampilan membilang pada saat mereka memasuki TK. Pemahaman nama bilangan dari satu sampai lima biasanya diperoleh dari pengenalan pola banyak benda, bersamaan dengan mengingat nama bilangannya, kemudian cara menuliskannya (Tatang, 2009:9). Golinkof (2005:103) mengemukakan bahwa kemampuan membilang angka memiliki manfaat bagi pemahaman ilmu Matematika dan perkembangan ilmu-ilmu yang lain. Dengan memiliki kemampuan ini, anak-anak akan lebih mudah memahami konsep operasi penjumlahan dan pengurangan. Berdasarkan tujuan dan manfaat meningkatkan kemampuan membilang pada anak TK, dapat dikatakan bahwa terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh seorang guru dalam upaya meningkatkan kemampuan berhitung yang dimiliki anak. Pengenalan dini perlu dilakukan untuk menjaga terjadinya masalah kesulitan belajar karena belum menguasai konsep berhitung tersebut. Urutan-urutan proses belajar tersebut sangat penting untuk dilakukan karena anak memerlukan berbagai pengalaman yang nyata dengan benda yang nyata pula sebelum berlanjut
ke visual maupun abstrak. Berikan dorongan dengan berbagai aktifitas pelatihan, waktu untuk bereksplorasi, material untuk di manipulatif, penghargaan dan penguatan. Mengingat pada anak usia prasekolah, matematika hanya pengalaman dan bukan penguasaan. 2.2 Tahapan Kemampuan Membilang Angka 1 Sampai 10 Anak TK Kemampuan anak membilang mengalami beberapa tahapan perkembangan. Sriningsih (2008:35) menyatakan bahwa anak dalam belajar konsep Matematika termasuk konsep membilang angka melalui tiga tahap, yaitu enactive, ironic, dan symbolic. Tahap enactive yaitu tahap belajar dengan memanipulasi benda atau obyek konkret, tahap econic yaitu tahap belajar dengan menggunakan gambar, dan tahap symbolic yaitu tahap belajar matematika melalui manipulasi lambang dan simbol. Copley & Wortham (dalam Sriningsih, 2008:32) mengemukakan bahwa anak usia 5-8 tahun kemampuan berpikirnya bergerak dari tahap praoperasional menuju operasional konkrit atau disebut dengan masa transisi, dimana kemampuan berpikir anak bergerak dari kemampuan berpikir yang didominasi oleh persepsi visual menuju kemampuan berpikir logis. Hal ini mendorong anak menggunakan skema mental dalam menyelesaikan berbagai operasi melalui benda-benda konkrit untuk memahami konsep-konsep baru. Sedangkan menurut Piaget (dalam Sriningsih (2008:32) taraf berpikir anak seusia TK adalah masih konkret operasional artinya untuk memahami suatu konsep anak masih harus diberikan kegiatan yang berhubungan dengan benda nyata atau kejadian nyata yang dapat diterima akal mereka. Berikut ini adalah beberapa tahap cara anak membilang yang umumnya ditemukan pada anak usia 5-6 tahun menurut Herman (2010:14) adalah sebagai berikut. 1. Membilang dengan menunjuk (point counting)
Anak pada tahap ini dapat melakukan membilang dengan menunjuk objek yang dihitung dan menyebutkan bilangan yang benar setelah menunjuk objeknya, namun penunjukan yang dilakukan keliru karena lebih dari satu objek. Pada tahap ini anak dapat membilang karena ia sudah hafal. Ia melakukannya tanpa pemikiran atau pemahaman tentang bilangan. Pada tahap ini anak belum bisa memasangkan banyaknya objek yang dibilang dengan bilangan yang disebutnya. Pada tahap ini pula anak sudah bisa membilang dengan lancar, tetapi masih belum tahu berapa banyak benda yang telah dihitungnya. 2. Membilang dengan melanjutkan (counting on) Anak yang memasuki tahap ini sudah bisa membilang dari berapa pun awalnya. Misalnya anak sudah bisa meneruskan membilang mulai dari angka 7 dan meneruskannya, 8, 9, 10, dan seterusnya. 3. Membilang mundur (counting back) Pada tahap ini anak sudah mampu melakukan membilang mundur dari berapa pun awalnya. Misalnya, anak sudah bisa menyelesaikan persoalan: “Aidil memiliki 9 coklat, kemudian 3 coklat diberikan kepada Iedhar”, dengan cara membilang mundur seperti: delapan, tujuh, enam, dan menyimpulkan bahwa sisanya adalah 6. Jadi kemampuan membilang mundur ini sangat membantu dalam memahami konsep pengurangan. Memperhatikan tahapan yang dilalui anak dalam membilang angka, dapat dikatakan bahwa pengalaman belajar yang dilalui anak dalam membilang angka adalah merupakan salah satu guru yang paling baik. Semakin banyak pengalaman belajar seorang anak dalam membilang angka, semakin banyak juga pengetahuannya. Dengan demikian pengalaman yang dimaksud adalah pengalaman anak dalam Matematika untuk anak Kelompok B, mereka sudah memiliki pengalaman belajar di Kelompok A untuk mengenal bilangan 1 sampai dengan 10, mereka sudah
mengetahuinya, tetapi dalam hal pemahaman membilang angka 1 sampai dengan 10 masih perlu pengalaman yang lebih banyak dalam hal pemberian contoh, sehingga lebih bervariasi mudah dimengerti bahkan dapat merangsang minat anak untuk belajar lebih giat.
2.3 Indikator Kemampuan Membilang Angka 1 Sampai 10 Terdapat kemampuan-kemampuan yang dikemukakan dalam bilangan dan operasi bilangan diantaranya adalah: (1) counting; (2) one to one correspondence; (3) quantity; dan (4) mengenal dan menulis angka. Untuk lebih jelasnya diuraikan sebagai berikut. 1. Counting Counting atau berhitung merupakan kemampuan untuk menyebutkan angka secara urut dari satu, dua, tiga, dan seterusnya sampai anak mengingatnya. Berdasarkan penelitian sebelumnya Payne, et al (Copley, 2005:56) bahwa anak usia Taman Kanak-Kanak sudah dapat menghitung sampai sepuluh, dua belas atau lebih. 2. One to one correspondence One to one correspondence atau hubungan satu ke satu merupakan kemampuan yang dimiliki anak mengurutkan, menyesuaikan jumlah angka dengan benda. Misalnya jika jumlah angka yang ada 10 maka anak harus menghubungkannya dengan benda yang berjumlah sama yaitu 10. 3. Quantity Quantity atau kuantitas merupakan kemampuan yang dimiliki anak untuk mengetahui jumlah benda yang ada dihadapannya dengan cara menghitung secara urut benda tersebut. 4. Mengenal dan menulis angka Mengenal dan menulis angka merupakan kemampuan yang dimiliki anak untuk mengetahui angka 1-10 atau lebih.pada mulanya untuk mengenal angka anak diperkenalkan
dahulu dengan simbol untuk angka yang kemudian dihubungkan dengan menulis angka. Dapat dilakukan dengan guru atau orang tua, caranya yaitu dengan memperlihatkan beberapa gambar topi, kemudian anak diminta untuk menulis jumlah gambar dengan angka. Urutan-urutan proses belajar tersebut sangat penting untuk dilakukan karena anak memerlukan berbagai pengalaman yang nyata dengan benda yang nyata pula sebelum berlanjut ke visual maupun abstrak. Berikan dorongan dengan berbagai aktifitas pelatihan, waktu untuk bereksplorasi, material untuk
di manipulatif, penghargaan dan penguatan.
Bagaimana seharusnya kita memperkenalkan konsep membilang angka dari 1 sampai 10 pada anak TK? Angka yang mulai dipelajari oleh anak-anak adalah angka untuk menghitung kuantitas. Artinya angka itu menunjuk besarnya kumpulan benda misalnya: Satu ------------------- O, Dua ----------------------- OO, Tiga ------------------ OOO, dan seterusnya. Angka ini berbeda dengan angka urut (bilangan ordinat), seperti: Pertama ……., kedua ........, ketiga ........ dan seterusnya. Yang digunakan untuk menerangkan urutan.
Anak belajar klasifikasi materi,
pengelompokkan berdasarkan atribut, bentuk, ukuran, jenis, warna, dan lain-lain. Menghafal angka merupakan kemampuan mengulang angka-angka yang akan membantu pemahaman anak tentang arti sebuah angka, contoh: 1 2 3 4 5 6 7 8…… dan seterusnya sampai angka 10. Setiap angka memiliki makna dari benda-benda atau simbol-simbol. Anak dikenalkan pada bentukbentuk yang sama/tidak sama, besar-kecil, panjang-pendek.
2.4 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kemampuan Membilang Angka 1 Sampai 10 Pada Anak TK Kemampuan anak dalam membilang bervariasi, ada yang lambat, sedang, bahkan ada yang cepat. Hal ini tentu sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa anak sudah memiliki kemampuan mengenal angka sejak dini bahkan
sebelum usia sekolah. Anak usia pra-sekolah sudah mengerti tentang kuantitas, misalnya banyak dan sedikitnya benda, dapat mengenali perubahan dalam banyaknya benda yang disebabkan oleh adanya benda yang ditambah atau dikurangi dari sekelompok benda dan mengurut besar kecilnya sejumlah benda sesuai dengan banyaknya benda tersebut, selain juga pengetahuan dasar dibalik aktivitas menghitung, walaupun mereka belum dapat menyebutkan nama bilangan secara tepat (Hartono, 2010:5). Butterworth dalam Hartono (2010:5) mengasumsikan bahwa setiap anak mempunyai modul angka (Number Module) yang terberi sejak lahir secara biologis yang terletak di otak. Jadi secara umum, tampaknya semua anak mempunyai kapasitas yang diberi sejak lahir (innate) yang kurang lebih sama dalam mengenal angka yang sifatnya biologis. Dehaene dalam
Hartono
(2010:6) turut memperkuat pendapat di atas dengan
mengemukakan bahwa bagian-bagian tertentu di otak berkaitan dengan berbagai kegiatan matematika pada manusia. Selain adanya kemungkinan perbedaan dalam hal kapasitas untuk berkonsentrasi dalam mengerjakan tugas, dalam hal ini soal matematika, dan kemungkinan adanya perbedaan minat terhadap hal-hal apa saja yang dianggap menarik oleh anak, faktor lainnya yang cukup berperan adalah budaya di sekitar anak. Budaya disini lebih berarti sebagai bagaimana lingkungan terdekat anak, seperti orangtua dan sekolah mempengaruhi anak. Orangtua yang memberikan lingkungan yang mendukung berkembangnya kemampuan matematika anak dan banyaknya latihan-latihan mempelajari matematika dan cara-cara pemecahan soal-soal matematika disebutkan oleh Butterworth (dalam Hartono, 2010:5) sebagai bagian dari faktor yang mempengaruhi terjadinya perbedaan pemahaman dan kemampuan matematika pada anak.
Berpijak pada pendapat di atas, berikut ini akan dikemukakan beberapa faktor yang mempengaruhi kemampuan anak dalam belajar Matematika, termasuk kemampuan dalam membilang angka 1 sampai 10, sebagaimana dikemukakan oleh Chomsky, Piaget, Lenneberg dan Slobin (Chaer, 2009:44) berikut ini: 1. Faktor Alamiah Faktor alamiah yang dimaksudkan di sini adalah setiap anak lahir dengan seperangkat potensi. Potensi dasar itu akan berkembang secara maksimal setelah mendapat stimulus dari lingkungan. Proses pemerolehan melalui piranti ini sifatnya alamiah. Karena sifatnya alamiah, maka kendatipun anak tidak dirangsang untuk belajar, anak tersebut akan mampu menerima apa yang terjadi di sekitarnya. Gutama (2008:12) mengemukakan bahwa menurut hasil penelitian para pakar walaupun struktur otak anak sudah lengkap saat ia dilahirkan, namun baru mencapai kematangannya setelah di luar kandungan. Bayi lahir sudah dibekali dengan berjuta-juta neuron di dalam otaknya. Proses tumbuh kembang neuron ini makin bertambah kuat dan memberikan bentuk pada bagaimana cara anak berpikir, merasa bersikap, berperilaku, dan belajar bila neuron-neuron ini diransang. Otak anak sendiri hanya mau menerima rangsangan spesipik yang diberikan pada satu waktu tertentu. Oleh karena itu stimulasi atau rangsangan pada anak usia dini harus diberikan dengan penuh kasih sayang, dalam suasana gembira, berulang, konsisten, bervariasi dan tuntas. 2. Faktor Perkembangan Kognitif Perkembangan membilang angka 1 sampai 10 pada seorang anak seiring dengan perkembangan kognitifnya. Keduanya memiliki hubungan yang komplementer. Pemerolehan
kemampuannya membilang angka 1 sampai 10 dalam prosesnya dibantu oleh perkembangan kognitif. Jamaris (2005:18) mengartikan kognitif sebagai proses yang terjadi secara internal di dalam pusat susunan syaraf pada waktu manusia sedang berpikir. Kemampuan kognitif ini berkembang secara bertahap, sejalan dengan perkembangan fisik dan syaraf-syaraf yang berada di pusat susunan syaraf. Menurut Gutama (2008:14) perkembangan kognitif anak amat tergantung pada pengalaman yang kaya stimulasi baik dari orang tuanya, pengasuhnya, gurunya maupun orang-orang di sekitarnya. Interaksi anak dengan benda-benda dan situasi yang ada
di
sekitarnya juga amat berpengaruh bagi perkembangan kognitif anak. Sementara menurut Keat (dalam Hartinah, 2008:36) bahwa perkembangan kognitif sebagai proses-proses mental yang mencakup pemahaman tentang dunia, penemuan pengetahuan, pembuatan perbandingan, berpikir, dan mengerti. Oleh karena itu, Menurut Jamaris (2005:27) aktivitas di dalam proses pembelajaran hendaknya ditekankan pada pengembangan struktur kognitif, melalui pemberian kesempatan pada anak untuk memperoleh pengalaman langsung dalam berbagai aktivitas pembelajaran yang sesuai dengan pembelajaran terpadu dan mengandung makna. Memulai kegiatan dengan membuat konflik dalam pikiran anak, memberi kesempatan pada anak untuk melakukan berbagai kegiatan yang dapat mengembangkan kemampuan kognitifnya, melakukan kegiatan Tanya jawab yang dapat mendorong anak untuk berpikir dan mengemukakan pikirannya. Hubungannnya dengan mempelajari membilang angka 1 sampai 10, kognitif memiliki keterkaitan dengan pemerolehan kemampuan seseorang dalam belajar Matematika. Menurut Jamaris (2005:45) kesadaran terhadap hitungan tidak hanya menyangkut kemampuan untuk
membilang “satu, dua, tiga, dan seterusnya…”, dalam masa ini juga berkembang kemampuan untuk memahami bahwa satu objek berhubungan dengan objek lainnya dan dapat dipasangkan. Oleh karena itu pemahaman untuk berhitung juga berhubungan dengan pengetahuan terhadap strategi dalam menghitung yang berkaitan dengan membilang. Pengembangan kemampuan dasar menghitung demikian halnya dengan membilang dapat dilakukan dengan membiasakan anak berinteraksi dengan situasi yang berkaitan dengan kegiatan membilang seperti: menghitung kehadiran anak di sekolah, melakukan permainan yang mengandung giliran, mecocokkan jumlah benda dengan angkanya dan sebagainya. 3. Faktor Latar Belakang Sosial Latar belakang sosial mencakup struktur keluarga, afiliasi kelompok sosial, dan lingkungan budaya memungkinkan terjadinya perbedaan serius dalam belajar. Hal lain yang turut berpengaruh adalah status sosial. Anak yang berasal dari golongan status sosial ekonomi rendah memiliki kesempatan belajar lebih sedikit sesuai dengan keadaan keluarganya. Sedangkan anak yang berasal dari keluarga yang memiliki status ekonomi yang lebih tinggi akan mudah dalam belajar karena tersedia fasilitas yang mendukungnya dalam belajar. Secara umum dapat tergambarkan bahwa anak-anak yang memiliki kondisi sosial ekonomi lebih baik maka anak akan memiliki kepercayaan diri yang baik pula, seperti yang dikemukakan oleh Suryadi (2006:59) anak-anak orang kaya memiliki berbagai kesempatan untuk mengembangkan kemampuan sosialnya pada berbagai kesempatan dan kondisi lingkungan yang berbeda. Anak-anak yang berasal dari orang tua yang kehidupan ekonominya lebih baik, akan populer di lingkungannya. Anak-anak yang memiliki kelebihan dalam hal kepopuleran maka anak tersebut akan semakin bisa diterima oleh lingkungan sosialnya.
4. Faktor Motivasi Belajar Motivasi merupakan salah satu faktor yang turut menentukan keefektifan pembelajaran dalam membilang angka 1 sampai 10 pada anak TK, motivasi adalah tenaga pendorong atau penarik yang menyebabkan adanya tingkah laku ke arah suatu tujuan tertentu. Peserta didik akan belajar dengan sungguh-sungguh apabila memiliki motivasi yang tinggi. Dengan kata lain seorang peserta didik akan belajar baik apabila ada faktor pendorongnya (motivasi). Sebaliknya tanpa adanya motivasi anak didik tidak akan memiliki keinginan untuk belajar. Motivasi sangat penting dalam belajar, di mana setiap individu mempunyai kebutuhan (needs) dan keinginan (wants). Setiap kebutuhan atau keinginan perlu memperoleh pemenuhan. Dalam batas tertentu upaya memenuhi kebutuhan itu seringkali merupakan tujuan, jadi bila tujuan tercapai, maka kebutuhan atau keinginan terpenuhi. Sedangkan dorongan untuk memenuhi kebutuhan atau mencapai tujuan itu sendiri merupakan motivasi, agar supaya belajar dapat mencapai hasil harus ada motivasi. Dalam hubungannya motivasi dengan proses belajar mengajar, menurut Siagian (2005:114) teori Maslow dapat digunakan sebagai pegangan untuk melihat dan mengerti mengapa: 1) peserta didik yang lapar, sakit atau kondisi fisiknya tidak baik, tidak memiliki motivasi untuk belajar; 2) peserta didik lebih senang belajar dalam suasana yang menyenangkan; 3) peserta didik yang merasa senang, diterima oleh teman atau kelompoknya akan memiliki motivasi belajar yang lebih dibanding dengan peserta didik yang di abaikan atau dikucilkan; 4) keinginan peserta didik untuk mengetahui dan memahami sesuatu tidak selalu sama. Motivasi belajar juga merupakan kebutuhan untuk mengembangkan kemampuan diri secara optimal, sehingga mampu berbuat yang lebih baik, berprestasi dan kreatif. Motivasi
belajar adalah suatu dorongan internal dan eksternal yang menyebabkan seseorang (individu) untuk bertindak atau berbuat mencapai tujuan, sehingga perubahan tingkah laku pada diri peserta didik diharapkan terjadi. Jadi “Motivasi belajar adalah kondisi psikologis yang mendorong peserta didik untuk belajar dengan senang dan belajar secara sungguh-sungguh, yang pada gilirannya akan terbentuk cara belajar peserta didik yang sistematis dan penuh konsentrasi. Ditinjau dari faktor kemampuan, setiap peserta didik mempunyai kemampuan yang berbeda-beda, peserta didik yang mempunyai kemampuan tinggi akan mempunyai motivasi belajar yang tinggi pula, jika dibandingkan dengan peserta didik yang mempunyai kemampuan rendah. Oleh karena itu prestasi mereka dalam belajar nampak lebih meningkat. Hal tersebut diperkuat oleh penegasan Monks bahwa: ”Kemampuan akan memperkuat motivasi anak untuk melaksanakan tugas-tugas perkembangan”. 5. Faktor Kemampuan Guru Guru dapat diartikan orang yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan pembelajaran dengan sasaran anak didik, dengan memberikan bimbingan kepada anak didik dalam perkembangan jasmani maupun rohaninya, agar mencapai tingkat perkembangan yang optimal.
Dengan memperhatikan hubungan dan pelaksanaan tugas pendidik, maka guru
sebagai pihak yang bertanggung jawab pada pencapaian
tujuan pembelajaran. Dengan
terbatasnya kemampuan guru dalam menyelenggarakan program pembelajaran pada anak didik dapat mempengaruhi pencapaian keberhasilannya. 6. Faktor Sarana Prasarana Pengadaan sarana dan alat belajar merupakan langkah guru atau pihak sekolah mewujudkan perencanaan pembelajaran yang telah dibuat. Sebaik apapun perencanaan
tersebut dibuat sebagai sumber belajar, jika guru tidak mewujudkan dalam bentuk pengadaan, tidak akan mencapai hasil yang optimal. Oleh sebab itu proses pengadaan sarana dan alat belajar menjadi sangat penting dilakukan untuk mendukung kegiatan pembelajaran yang ada. Sebaliknya terbatasnya sumber belajar yang digunakan dalam penyelenggaraan program belajar, akan berakibat pelaksanaannya akan terhambat. Sehubungan dengan faktor-faktor yang dikemukakan tersebut, guru memegang peranan penting dalam menciptakan situasi, sehingga proses pembelajaran membilang angka 1 sampai 10 dapat mencapai tujuan yang diharapkan. Berbagai macam perubahan yang terjadi, yang disebabkan oleh faktor tersebut sepatutnya dapat diatasi dengan baik oleh guru, sehingga dapat menyesuaikan pola interaksinya dengan anak didik sesuai dengan situasi yang dihadapi.
2.5 Kajian Penelitian yang Relevan Penelitian yang dilakukan oleh Yulinda J. Buni (2010) ”Meningkatkan Kemampuan Anak Menulis Angka 1 s/d 20 Melalui Metode Bermain Di Kelompok B TK Negeri Pembina Kwandang Desa Bulalo Kecamatan Kwandang Kabupaten Gorontalo Utara”, hasil penelitian menunjukkan bahwa pada siklus I terdapat 15 orang anak atau 65.22 % anak yang sudah mampu menulis angka 1 s/d 20. Ini berarti belum mencapai indikator kinerja yang ditetapkan, yakni 75% anak berada pada kriteria tepat. Sehingga diadakan tindak lanjut ke siklus II. Pada siklus II terdapat 21 atau 91.30 % anak yang sudah mampu menulis angka 1 s/d 20. Dengan demikian indikator kinerja telah tercapai dan anak dianggap sudah mampu menulis angka 1 s/d 20 dengan tepat. Penelitian yang dilakukan Dewi Diana Pilomonu (2011) ”Peranan Guru dalam Pembelajaran Berhitung Permulaan dengan Menggunakan Media Abakus pada Anak Kelompok B di TK Kartini Kelurahan Biyonga Kecamatan Limboto Kabupaten Gorontalo”, hasil penelitian
menunjukkan bahwa peranan guru dalam pembelajaran berhitung permulaan dengan menggunakan media abakus yang sangat penting pada Anak Kelompok B di TK Kartini Kelurahan Biyonga Kecamatan Limboto Kabupaten Gorontalo, meskipun masih terdapat hambatan dalam penggunaannya, seperti: keterbatasan media yang digunakan, minat anak dalam melakukan perhitungan dengan menggunakan media abakus.