BAB II KAJIAN TEORETIS
A. Otonomi Guru Guru adalah jabatan profesional yang memerlukan berbagai keahlian khusus yang memenuhi berbagai kriteria sebagai profesi. Namun yang dimaksudkan adalah guru yang bertanggung jawab melaksanakan kegiatan pendidikan di sekolah dalam arti memberi bimbingan dan pengajaran kepada para siswa. Tanggung jawab ini direalisasikan dalam bentuk melaksanakan pembinaan kuikulum, menuntut para siswa belajar, membina peribadi, watak, dan jasmaniah siswa, menganalisa kesulitan belajar, serta menilai kemajuan belajar para siswa. Hamalik (2004:40) agar guru mampu mengemban dan melaksanakan tanggung jawabnya ini, maka setiap guru harus memiliki berbagai kompetensi yang relevan dengan tugas dan tanggung jawabnya tersebut. Guru harus menguasai cara belajar yang efektif, guru harus mampu membuat satuan pelajaran, mampu memahami kurikulum secara baik, mampu mengajar di kelas, mampu menjadi model bagi siswa, mampu memberikan petunjuk dan nasehat yang berguna, menguasai teknik-teknik memberikan bimbingan dan penyuluhan, mampu menyusun dan melaksanakan prosedur penilaian kemajuan belajar, dan sebagainya. Setiap kompetensi tersebut dapat dijabarkan lebih lanjut. Misalnya kompetensi penguasaan cara-cara belajar yang
4
baik, kalau diperinci lebih lanjut, maka setiap guru harus kompoten memberikan petunjuk tentang bagaimana membuat rencana belajar, kompeten memberikan petunjuk tentang bagaimana mempelajari situasi kelas termasuk pula bagaimana seorang guru mampu membuka serta menutup pelajaran. Proyek Pembinaan Pendidikan Guru (2000:24) merumuskan sepuluh kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang guru; a) Menguasai bahan, b)Mengelola program mengajar, c) Menggunakan media/sumber belajar dan mengelola kelas, d)Menguasai landasan pendidikan, e) Mengelola interaksi belajar mengajar, f)Menilai prestasi belajar mengajar, g) Mengenal fungsi dan layanan bimbingan serta penyuluhan, h) Mengenal dan menyelenggarakan administrasi sekolah, i) Memahami dan menafsirkan hasil penelitian. Pada hakikatnya guru dalam tugasnya sebagai pengajar dan pendidikan harus memenuhi kebutuhan itu merupakan tugas guru yang tidak ringan dan jika terpenuhi akan sulitlah dalam usaha pencapaian tujuan pendidikan yang telah ditetapkan, hal seperti itu tidak dihadapi oleh profesi lainnya. Kehadiran guru sangat bermanfaat untuk membentuk watak generasi Indonesia. Guru dituntut untuk lebih profesional dalam memberikan kaidahkaidah keilmuan, sehingga dapat memberikan kontribusi terhadap perkembangan bangsa. Otonomi guru ialah kemandirian guru dalam banyak hal yang mengarah kepada profesi guru. Kemandirian seseorang biasanya diukur dari kematangan fisik, jiwa, sikap, pikiran, kepribadian, dan pengetahuan, serta nilai-nilai. Kemandirian juga ditunjukkan oleh kemampuan seseorang untuk menentukan
sikap dan perilakunya sendiri tanpa harus ada campur tangan orang lain, tetapi dia harus
berani
mempertanggungjawabkan
perilaku
pilihannya.
Sepanjang
menyangkut profesi guru, perilaku pilihannya harus dapat dipertanggungjawabkan secara filosofis, secara teoretis-ilmiah, dan secara sosiokultural kepada anak didik, orang tua, sekolah, yayasan, dan masyarakat luas (Sumarsono, 2004). Kompetensi yang dipersyaratkan bagi guru dalam melaksanakan pendidikan dan pembelajaran diantaranya adalah kompetensi Pedagogik, kepribadian, sosial dan profesional. Proporsi antara pengerahuan, sikap dan keterampilan dalam melaksanakan suatu pekerjaan. Standar kompetensi yang dipersyaratkan menjadi guru profesional sesuai dengan UU No. 14 tahun 2005 pasal 8 menyatakan guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Selanjutnya pasal 10 ayat (1) menyatakan kompetensi guru sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi. Otonomi guru itu dapat diterapkan, tugas utama guru ialah mengajar. Pertanyaan di atas tampak sederhana tetapi jika dicermati kita dapat menemukan betapa luasnya lingkup dan cakupan “mengajar” itu, karena persoalannya bukan sekadar “mengajar”, melainkan melibatkan banyak hal. Katakanlah, misalnya, bahwa mengajar itu memerlukan persiapan; setelah itu guru melaksanakan apa yang sudah direncanakan tadi di depan kelas: dia melakukan pengajaran. Setelah pengajaran selesai dia harus melakukan penilaian atau evaluasi, baik evaluasi
terhadap proses maupun hasil belajar siswa serta mengajarnya (Muhaimin, 2008:23). Persiapan, setelah lepas dari dunia kampus, peningkatan mutu seorang guru bergantung kepada dirinya sendiri. Setelah dia ditugaskan sebagai guru dan diberi tugas mengajar, maka dia harus membuat persiapan mengajar, yang mungkin disebut rancangan pengajaran atau desain instruksional. Untuk itu guru (pada saat ini) harus memahami betul: kurikulum, cara menyusun silabus, cara menyusun rencana pelajaran. Itu yang bersifat fisik. Tampaknya juga “sederhana”. Tetapi, sebenarnya ada segudang “persiapan” guru dalam bentuk teori filsafat, teori ilmiah, dan isme-isme lain dalam dunia pendidikan (Joni, T.Raka. 2004:15). B. Pengelolaan Kelas Pengelolaan kelas terdiri dari dua kata, yaitu pengelolaan dan kelas. Pengelolaan itu sendiri akar katanya adalah “kelola”, ditambah awalan “pe” dan akhiran “an”. Istilah lain dari pengelolaan adalah “manajemen”. Manajemen adalah kata yang aslinya dari bahasa Inggris, yaitu management yang berarti ketatalaksanaan, tata pimpinan, pengelolaan.(Djamarah 2006:175) “Pengelolaan adalah proses yang memberikan pengawasan pada semua hal yang terlibat dalam pelaksanaan kebijakan dan pencapaian tujuan”Dekdibud (dalam Rachman 2007:11). Pengelolaan dalam pengertian umum menurut Arikunto (dalam Djamarah 2006:175) adalah pengadministrasian pengaturan atau penataan suatu kegiatan. Ada lima definisi tentang pengelolaan kelas. Definisi pertama, memandang bahwa pengelolaan kelas sebagai proses untuk mengontrol tingkah
laku siswa. Pandangan ini bersifat otoritatif, dalam kaitan ini tugas guru ialah menciptakan dan memelihara ketertiban suasana kelas. Penggunaan disiplin amat diutamakan. Menurut pandangan ini istilah pengelolaan kelas dan disiplin kelas dipakai sebagai sinonim. Secara lebih khusus, definisi pertama ini dapat berbunyi: pengelolaan kelas ialah seperangkat kegiatan guru untuk menciptakan dan mempertahankan ketertiban suasana kelas. Definisi kedua bertolak belakang dengan definisi pertama diatas, yaitu yang didasarkan atas pandangan yang bersifat permisif. Pandangan ini menekankan bahwa tugas guru ialah memaksimalkan perwujudan kebebasan siswa. Dalam hal ini guru membantu siswa untuk merasa bebas melakukan hal yang ingin dilakukannya. Berbuat sebaliknya berarti guru menghambat atau menghalangi perkembangan anak secara alamiah. Dengan demikian, definisi kedua dapat berbunyi: pengelolaan kelas ialah seperangkat kegiatan guru untuk memaksimalkan kebebasan siswa. Meskipun kedua pandangan diatas, pandangan otortatif dan permisif, mempunyai sejumlah pengikut, namun keduanya dianggap kurang efektif bahkan kurang bertanggungjawab. Pandangan otoritatif adalah kurang manusiawi sedangkan pandangan permisif kurang realistik. Definisi ketiga didasarkan pada prinsip-prinsip pengubahan tingkah laku (behavioral modification). Dalam kaitan ini pengelolaan kelas dipandang sebagai proses pengubahan tingkah laku siswa. Peranan guru ialah mengembangkan dan mengurangi atau meniadakan tingkah laku yang tidak diinginkan. Secara singkat, guru membantu siswa dalam mempelajari tingkah laku yang tepat melalui penerapan prinsip-prinsip yang diambil dari teori penguatan (reinforcement).
Definisi yang didasarkan pada pandangan ini dapat berbunyi: pengelolaan kelas ialah seperangkat kegiatan guru untuk mengembangkan tingkah laku siswa yang diinginkan dan mengurangi atau meniadakan tingkah laku yang tidak diinginkan. Definisi keempat memandang pengelolaan kelas sebagai proses penciptaan iklim sosio-emosional yang positif didalam kelas. Pandangan ini mempunyai anggaran dasar bahwa kegiatan belajar akan berkembang secara maksimal di dalam kelas yang beriklim positif, yaitu suasana hubungan interpersonal yang baik antara guru dengan siswa dan siswa dengan siswa. Untuk terciptanya suasana seperti ini guru memegang peranan kunci. Dengan demikian peranan guru ialah mengembangkan iklim sosio-emosional kelas yang positif melalui pertumbuhan hubungan interpersonal yang sehat. Dalam kaitan ini definisi keempat dapat berbunyi: pengelolaan kelas ialah seperangkat kegiatan guru untuk mengembangkan hubungan interpersonal yang baik dan iklim sosio-emosional kelas yang positif. Definisi kelima bertolak dari anggapan bahwa kelas merupakan sistem sosial dengan proses kelompok (group process) sebagai intinya. Dalam kaitan ini dipakailah anggapan dasar bahwa pengajaran berlangsung dalam kaitannya dengan suatu kelompok. Dengan demikian, kehidupan kelas sebagai kelompok dipandang mempunyai pengaruh yang amat berarti terhadap kegiatan belajar, meskipun belajar dianggap sebagai proses individual. Peranan guru ialah mendorong berkembangnya dan berprestasinya sistem kelas yang efektif. Definisi kelima dapat berbunyi: pengelolaan kelas ialah seperangkat kegiatan guru untuk menumbuhkan dan mempertahankan organisasi kelas yang efektif (Sumarsono. 2004:34).
Ketiga definisi yang terakhir tersebut diatas masing-masing bertitik tolak dari dasar pandangan yang berbeda. Manakah yang terbaik diantara ketiga definisi itu? Dari ketiga pandangan itu tidak satupun pernah dibuktikan sebagai pandangan yang terbaik. Oleh karena itu adalah bermanfaat apabila guru mampu membentuk suatu pandangan yang bersifat pluralistic, yaitu pandangan tersebut. Perlu dicatat bahwa pandangan pluralistic yang merangkum tiga dasar pandangan itu (pandangan tentang pengubahan tingkah laku, iklim sosio-emosional, dan proses kelompok) tidak mungkin merangkum juga pandangan yang bersifat otoritatif dan permisif. Pandangan yang otoritatif dan permisif itu justru dapat berlawanan dengan pandangan pluralistic yang dimaksud. Definisi yang pluralistic itu dapat berbunyi: pengelolaan kelas ialah seperangkat kegiatan untuk mengembangkan tingkah laku siswa yang diinginkan dan mengurangi atau meniadakan tingkah laku yang tidak diinginkan, mengembangkan hubungan interpersonal dan iklim sosio-emosional yang positif, serta mengembangkan dan mempertahankan organisasi kelas yang efektif dan produktif. Guru-guru perlu memahami dan memegang salah satu definisi tersebut diatas yang akan menjadi pedoman bagi tingkah laku dan kegiatan guru didalam kelas dalam rangka mengelola kelasnya. Definisi yang lebih tepat bagi guru-guru kiranya adalah definisi yang bersifat pluralistic. Menurut Hamalik (2009:175) ”kelas adalah suatu kelompok orang yang melakukan kegiatan belajar bersama yang mendapat pengajaran dari guru”
sedangkan menurut Ahmad (1995:1) “kelas ialah ruangan belajar dan atau rombongan belajar” Hadari
Nawawi
memandang
kelas
dari
dua
sudut,
yaitu:
1. Kelas dalam arti sempit yakni, ruangan yang dibatasi oleh empat dinding, tempat sejumlah siswa berkumpul untuk mengikuti proses belajar mengajar. Kelas dalam pengertian tradisional ini mengandung sifat statis karena sekadar menunjuk pengelompokan siswa menurut tingkat perkembangan yang antara lain didasarkan pada batas umur kronologis masing-masing. 2. Kelas dalam arti luas adalah suatu masyarakat kecil yang merupakan merupakan bagian dari masyarakat sekolah yang sebagai suatu kesatuan diorganisasi menjadi unit kerja yang secara dinamis menyelenggarakan kegiatankegiatan belajar mengajar yang kreatif untuk mencapai suatu tujuan (Djamarah 2006:176) Ahmad (1995:1) menyatakan “Pengelolaan kelas adalah segala usaha yang diarahkan untuk mewujudkan suasana belajar mengajar yang efektif dan menyenangkan serta dapat memotivasi siswa untuk belajar dengan baik sesuai kemampuan.” Pengelolaan kelas merupakan usaha sadar, untuk mengatur kegiatan proses belajar mengajar secara sistematis. Usaha sadar itu mengarah pada persiapan bahan belajar, penyiapan sarana dan alat peraga, pengaturan ruang belajar, mewujudkan situasi/kondisi proses belajar mengajar dan pengaturan, waktu, sehingga proses belajar mengajar berjalan dengan baik dan tujuan kurikuler dapat tercapai.
Sedangkan menurut Pidarta (dalam Djamarah, 2005:172) “Pengelolaan kelas adalah proses seleksi dan penggunaan alat-alat yang tepat terhadap problem dan situasi kelas.” Guru bertugas menciptakan, memperbaiki, dan memelihara sistem atau organisasi kelas. Sehingga anak didik dapat memanfaatkan kemampuannya, bakat, dan energinya pada tugas-tugas individual. Sudirman (dalam Djamarah 2006:172)” Pengelolaan kelas merupakan upaya dalam mendayagunakan potensi kelas.”kelas mempunyai peranan dan fungsi tertentu dalam menunjang keberhasilan proses interaksiedukatif, agar memberikan dorongan dan rangsangan terhadap anak didik untuk belajar, kelas harus dikelola sebaik-baiknya oleh guru. “Pengelolaan kelas merupakan keterampilan guru untuk menciptakan iklim pembelajaran yang kondusif dan mengendalikannya jika terjadi gangguan dalam pembelajaran.” (Mulyasa 2006:91). Sedangkan menurut Sudirman (dalam Djamarah 2006:177) ”Pengelolaan kelas adalah upaya mendayagunakan potensi kelas.” Ditambahkan lagi oleh Nawawi (dalam Djamarah 2006:177) ”Manajemen atau pengelolaan kelas dapat diartikan sebagai kemampuan guru dalam mendayagunakan potensi kelas berupa pemberian kesempatan yang seluasluasnya pada setiap personal untuk melakukan kegitan-kegiatan yang kreatif dan terarah”. Arikunto (dalam Djamarah 2006:177) juga berpendapat “bahwa pengelolaan kelas adalah suatu usaha yang dilakukan oleh penanggung jawab kegiatan belajar mengajar atau yang membantu dengan maksud agar dicapai kondisi optimal sehingga dapat terlaksana kegiatan belajar yang seperti
diharapkan.” Pengelolaan dapat dilihat dari dua segi, yaitu pengelolaan yang menyangkut siswa dan pengelolaan fisik (ruangan, perabot, alat pelajaran). Berdasar pendapat para ahli diatas maka dapat disimpulkan bahwa pengelolaan kelas merupakan usaha sadar untuk mengatur kegiatan proses belajar mengajar secara sistematis yang mengarah pada penyiapan sarana dan alat peraga, pengaturan ruang belajar, mewujudkan situasi atau kondisi proses belajar mengajar berjalan dengan baik dan tujuan kurikuler dapat tercapai. Komponen-komponen keterampilan pengelolaan kelas ini pada umumnya dibagi menjadi dua bagian, yaitu ketrampilan yang berhubungan dengan penciptaan dan pemeliharaan kondisi belajar yang optimal ( bersifat preventif ) dan keteampilan yang berhubuinagn dengan pengembangan kondisi belajar yang optimal. a. Keterampilan Yang Berhubungan Dengan Penciptaan Dan Pemeliharaan Kondisi Belajar Yang Optimal ( Bersifat Preventif ) Dimyati dan Mudjiono (1999:23) mengungkapkan keterampilan ini terdiri dari, sikap tanggap, membagi perhatian, pemusatan perhatian kelompok. a. Sikap Tanggap Sikap ini dapat dilakukan dengan cara : 1. Memandang cecara seksama Memandang secara seksama dapat mengundang dan melibatkan anak didik kontak
pandang
dalam
pendekatan
guru
bekerjasama,dan menunjukkan rasa persahabatan.
untuk
bercakap-cakap,
2. Gerak mendekati Gerak guru adalah posisi mendekati kelompok kecil atau individu menandakan kesiagaan, minat, dan perhatian guru yang duberikan terhadap tugas serta aktivitas anank didik. Gerak mnedekati hendaklah dilakukan secara wajar, bukan untuk menakut-nakuti, mengancam atau memberi kritikan hukuman. 3. Memberi pertanyaan Pertanyan guru terhadap sesuatu yang dikemukakan oleh anak didik sangat diperlukan, baik berupa tanggapan, komentar, ataupun yang lain. 4. memberi reaksi terhadap gangguan dan ketakacuhan Teguran perlu diberikan oleh guru jika suasana kelas tidak tenang. Teguran guru memberikan tanda bahwa guru ada bersama anak didik. Teguran haruslah diberikan pada saat yang tepat dan sasaran yang tapat pula, sehingga dapat mencegah meluasnya penyimpangan tingkah laku. b. Membagi perhatian 1. Visual Guru dapat mengubah pandangannya dalam memperhatikan kegiatan pertama sedemikian rupa sehingga ia dapat melirik ke kegiatan kedu, tanpa kehilangan pehatian pada kegiatan yang pertama. Kontak pandangan ini bias dilakukan terhadap kelompok anak didk atau anak didik secara individual.
2. Verbal Guru dapat memberikan komentar, penjelasan, pertanyaan, dan sebagainya terhadap aktifitas anak didik pertama sementara ia memimpin da terlibat supervise pada aktivitas anak didik yang lain. c. Pemusatan perhatian kelompok 1. Memberi tanda Dalam memulai proses belajar mengajar guru memusatkan pada peerhatian kelompokterhadap suatu tugas dengan memberi beberapa tanda, misalnya menciptakan atau membuat situasi tenang sebelum memperkenalkan objek, pertanyaan, atau topic, dengan memilih anak secara random untuk meresponsnya. 2. Pertanggungan jawab Guru meminta pertanggung jawaban anak didik atas kegiatan dan keterlibatannya dalam suatu kegiatan. Setiap anak didik sebagai anggota kelompok harus bertanggungjawab terhadap kegiatan sendir,maupun kegiatan kelompoknya. Misalnya dengan meminta kepada anak didik untuk memperagakan, melaporkan hasil dan memberikan tanggapan 3. Pengarahan dan petunjuk yang jelas Guru haru seringkali memberikan pengarahan danpetunjuk yang jelas dan singkat dalam memberikan pelajaran kepada anak didik, sehingga tidak terajadi kebingungan pada diri anak didik. Pengarahan dan petunjuk dapat dilakukan pada seluruh anggota kelas, kepada kelompok kecil, ataupun kepada individu dengan bahasa dan tujuan yang jelas.
4. Penghentian Tidak semua gangguan tingkah laku dapat dicegah atau di hindari. Yang diperlukan disini adalah guru dapat menanggulangi tterhadap anak didik yang nyata-nyata mfelanggar dan mengganggu untuk aktif dalam kegiatan di kelas. Bila anak didik menyela kegiatan anak didik lain dalam kelompoknya, guru secara verbal mengomeli atau menghentikan gangguan anak didik itu. Teguran yang dilakukan guru adalah salah satu cra untuk untuk menghentikan gangguan anak didik. Teguran verbal yang efektif adalah memenuhi syaratsyarat sebagai berikut: a) Tegas dan jelas tertuju kepda anak didik yang mengganggu serta kepada tingkah lakunya yang menyimpang.b) Menghindari peringatan yang kasar dan menyakitkan atau mengandung penghinaan. c) Menghindari ocehan atau ejekan, lebih-lebih yang berkepanjangan. 5. Penguatan Untuk menanggulangi anak didik yang menggangu atau tidak melakukan tugas, dapat dilakukan dengan memberikan penguatan yang di pilih ssuai dengan masalahnya. Penguatan untuk mengubah tingkah laku merupakan strategi remedial untuk mengatasi anak didik yang terus mengganggu atau tidak melakukan tugas.seperti : a) Dengan memberikan penguatan positif bila anak didik telah menghentikan gangguan atau kembali pad atugas yang di minta. b) Dengan memberikan penguatan positf terhadap anak didik yang lain yang tidak mengganggu dan di pakai sebagai model tingkah laku yang baik bagi anak didik yang suka mengganggu.
6. Kelancaran Kelancaran atau kemajuan anak didk dalam belajarsebagai indicator bahwa anak didik dapat memusatkan perhatiannya pada pelajaran yang diberikan di kelas. Ada beberapa kesalahan yangharus dihindari oleh guru. a) Campur tangan yang berlebihan ( teacher instruction )b) Kelenyapan (fade away ), c) Penyimpangan ( degression ), d) Ketidak tepatan berhenti dan memulai kegiatan. 7. Kecepatan ( pacing ) Kecepatan disini diartikan sebagai tingkat kemajuan yang d capai anak didik dalam pelajaran. Yang perlu dihindari oleh guru adalah kesalahan menahan kecepatan yang tidak perlu, atau menahan penyajian bahan pelajaran yang sedang berjalan, atau kemajuan tugas. Ada dua hal kesalahan kecepan yang harus dihindari bila kecepatan yang tepat mau dipertahankan. Yaitu : a) Bertele-tela (mengulang, memperpanjang, mengubah-ubah ) b) Mengulang penjelasan yang tidak perlu b. Keterampilan Yang Berhubungan Dengan Pengembangan Kondisi Belajar Yang Optimal Dimyati dan Mudjiono (1999:23) mengungkapkan keterampilan ini terdiri, modifikasi tingkah laku, pendekatan pemecahan masalah dalam kelompok, menemukan dan memecahkan perilaku yang menimbulkan masalah. 1) Modifikasi tingkah laku Guru menganalisis tingkah laku anak didik yang mengalami masalah atau kesulitan
dan
berusaha
memodifikasi
tingkah
laku
mengiplikasikan pemberian penguatan secara sistematis.
tersebut
dengan
2) Pendekatan pemecahan masalah kelompok Guru dapat menggunakan pendekatan pemecahan masalah kelompok dengan cara : a) memperlancar tugas-tugas : mengusahakan terjadinya kerjasama yang baik dalam pelaksanaan tugas, b) memelihara kegiatan-kegiatan kelompok : memelihara dan memulihkan semangat anak didik dan menangani konflik yang timbul. 3) Menemukan dan memecahkan tingkah laku yang menimbulkan masalah Guru dapat menggunakan seperangkat ara untuk mengendalaikan tingkah laku keliru yang muncul, dan ia mengetahui sebab-sebab dasar yang mengakibatkan ketidakpatuhan tingkah laku tersebut serta berusaha untuk menemukan pemecahannya. C. Otonomi Guru dalam Pengelolaan Kelas Sebuah kelas merupakan suatu satuan utuh, mencakup unsur yang kelihatan dan yang tidak kelihatan. Unsur yang tampak secara fisik ialah ruangan dengan segala isinya, siswa dan guru; bahan ajar yang akan disajikan, alat peraga. Unsur yang tidak tampak ialah suasana kelas, suasana hubungan manusiawi antara guru-siswa, dan siswa -siswa. Yang juga tidak tampak ialah kesiapan siswa untuk belajar dan kesiapan guru untuk mengajar. Di dalam hal inilah guru secara mutlak memiliki otonomi untuk mengelola kelas. Dia menjadi manajer (pengarah, pengelola, pemimpin), menjadi derigen (yang akan mengatur jalannya “simponi”) (DePorter dkk.,2000:34), menjadi seniman (yang secara kreatif mengatur suasana gembira dalam belajar) (Suparno,1997:23), menjadi moderator (yang mengatur lalu-lintas interaksi antarsiswa dan antara guru–siswa), menjadi intelektual (yang
mengelola ilmu dan mengembangkannya di kelas) (Suparno,1997:25), menjadi fasilitator (pemberi kemudahan siswanya untuk belajar). Dia juga harus berpikir jauh ke depan tentang tujuan-tujuan “pendidikan” yang menjadi hidden curriculum, dengan memikirkan bahwa suasana kelas merupakan bagian dari kurikulum. Suasana kelas itu haruslah suasana yang mendidik, bukan sekadar suasana
untuk
“mengajar”.
Di
sinilah
guru
harus
mampu
mempertanggungjawabkan perilakunya secara filosofis dan teoretis. 1.
Guru sebagai manajer dalam pembelajaran (pengarah, pengelola, pemimpin)
a) Guru sebagai pengarah Guru sebagai pengarah terletak baik dalam orientasi maupun dalam perilaku. Seorang pengarah berdiri di depan anak dan menekankan tujuan, keinginan, dan kebutuhannya kepada anak. Selain itu hendaknya guru senantiasa berusaha menimbulkan, memelihara, dan meningkatkan motivasi peserta didik untuk belajar. Dalam hubungan ini, guru mempunyai fungsi sebagai motivator dalam keseluruhan kegiatan belajar mengajar. Empat hal yang dapat dikerjakan guru dalam memberikan motivasi adalah sebagai berikut. 1) membangkitkan dorongan siswa untuk belajar, 2) menjelaskan secara konkret, apa yang dapat dilakukan pada akhir pengajaran, 3) memberikan ganjaran terhadap prestasi yang dicapai hingga dapat merangsang pencapaian prestasi yang lebih baik dikemudian hari, 4) membentuk kebiasaan belajar yang baik.
Pendekatan yang dipergunakan oleh guru dalam hal ini adalah pendekatan pribadi, di mana guru dapat mengenal dan memahami siswa lebih mendalam hingga dapat membantu dalam keseluruhan proses belajar mengajar atau denga kata lain guru berfungsi sebagai pembimbing. Sebagai pembimbing dalam proses belajar mengajar, guru diharapkan mampu untuk : 1) dan memahami setiap peserta didik, baik secara individu maupun secara kelompok. 2) membantu tiap peserta didik dalam mengatasi masalah pribadi yang dihadapinya. 3) membantu kesempatan yang menjadi agar tiap peserta didik dapat belajar sesuai dengan kemampuan pribadinya. 4) mengevaluasi keberhasilan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran dan langkah kegiatan yang telah dilakukannya. Untuk itu, guru hendaknya memahami prinsipprinsip
bimbingan
dan
menerapkannya
dalam
proses
pembelajaran.
(http://maradana.wordpress.com/pendidikan/profesi-kependidikan/peranan-gurudalam-pembelajaran-tatap-muka/) b) Guru sebagai pengelola Guru pengelola pembelajaran guru mempunyai tiga peran, inti yaitu sebagai perencana, pelaksana dan melaksanakan evaluasi terhadap hasil dan proses pembelajaran yang dilaksanakan. Sebagai perencana guru melakukan kegiatan menetapkan pekerjaan pembelajaran yang akan dilaksanakan untuk mencapai tujuan. Oleh karena itu tugas pertama guru sebagai perencana adalah megembangan tujuan-tujuan pembelajaran yang umum menjadi tujuan-tujuan yang spesifik dan operasional. Selanjutnya dalam perencanaan guru menetapkan langkah-langkah yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut.
Dalam suatu kegiatan, perencanaan menempati posisi yang sangat penting, karena di dalam perencanaanlah tergambar hal-hal yang akan dilaksanakan dalam rangka pencapaian tujuan. Sebagai suatu kegiatan yang sangat penting maka menurut Wina Sanjaya (2007:23) bahwa sebuah perencanaan pembelajaran minimal harus mempunyai empat unsur yaitu: 1). Adanya tujuan yang harus dicapai 2). Adanya strategi untuk mencapai tujuan. 3). Sumber daya yang dapat mendukung. 4). Implementasi setiap keputusan.5) Tujuan adalah arah yang harus dicapai. Sedangkan strategi berkaitan dengan penetapan keputusan yang harus dilakukan oleh seorang perencana. Penetapan sumber daya yang diperlukan untuk mencapai tujuan, di dalamnya meliputi penetapan sarana dan prasarana yang diperlukan. Selanjutnya implementasi adalah pelaksanaan dari strategi dan penetapan dan sumber daya. Dalam kegiatan pelaksanaan pembelajaran lebih menekankan pada bagaimana cara agar tujuan tercapai. Oleh karena itu Uno mengungkapkan kegiatan guru dalam tahap pelaksanaan pembelajaran ini adalah bagaimana mengorganisasikan pembelajaran, bagaimana menyampaikan isi pembelajaran, dan bagaimana menata interaksi antara sumber-sumber belajar yang ada agar dapat berfungsi secara optimal. Dalam evaluasi selalu mengandung proses. Proses evaluasi harus tepat terhadap tipe-tipe tujuan yang dinyatakan dalam bahasa tingkah laku. Tidak semua perilaku dapat dinyatakan dengan alat evaluasi yang sama. Maka masingmasing alat evaluasi yang dilakukan guru pun harus berbeda untuk masing-masing tingkah laku. Sebagai contoh untuk menilai aktifitas siswa dalam melaksanakan
proses belajarnya, sejauh mana minat dan motivasinya, tidak bisa digunakan alat dalam bentuk tes tertulis dengan menanyakan soal-soal mengenai materi belajar yang telah dipelajari siswa. Dalam hal ini dibutuhkan alat evaluasi dalam bentuk observasi dan angket. Guru sebagai pengelola pembelajaran di samping berperan sebagai perencana, pelaksana dan melakukan kegiatan evaluasi. Juga berperan sebagai pengelola sumber belajar juga berperan sebagai sumber belajar itu sendiri Sumber: http://id.shvoong.com/social-sciences/education/2246184-guru-sebagaipengelola-pembelajaran/#ixzz22GEUPRu8. c) Guru sebagai pemimpin pembelajaran Pemimpin adalah orang yang dapat menyelesikan
sesuatu melalui
aktivitas orang-orang. Pemimpin dapat mendorong orang bekerja karena dorongan dari dalam dirinya. Guru sebaiknya memiliki kecakapan memimpin, artinya dapat mempengaruhi, mengarahkan, membimbing, memotivatasi siswa agar dapat belajar dengan target prestasi tertinggi. Siswa belajar tanpa merasa diperintah. Mengajar merupakan serangkaian proses pendidikan untuk membantu siswa lebih memahami dan menguasai sesuatu. Guru mendorong siswa terus belajar bagaimana seharusnya belajar yang efektif. Guru meningkatkan kewirausahaan belajar siswa. Guru dalam kelas berperan sebagai pemimpin. Tugasnya adalah mempengaruhi siswa melalui pengembangan pengorganisasian pembelajaran.
organization of learning atau
Sukses pembelajaran
bergantung pada
kemampuan guru memimpin dan mengorganisasikan pembelajaran dalam kelas sehingga dapat mewujudkan produk belajar sesuai dengan tujuan.
Mengajar memerlukan dukungan suasana yang kondusif dan proses yang baik untuk mengembangkan pengalaman siswa sehingga menjadi pengalaman yang produktif dalam interaksi sosial yang
efektif. Guru dalam proses ini
berfungsi sebagai pemimpin. Suasana belajar memberikan ruang yang luas untuk berkreasi karena hati dan pikiran siswa yang terbuka. Pembelajaran yang efektif memerlukan dukungan yang baik dari berbagai komponen, di antaranya : 1. Kesiapan psikologis siswa atau grup untuk belajar pembelajar 2. Suasana lingkungan yang mendukung siswa beraktivitas. 3. Fasilitas, tempat dan waktu pertemuan yang jelas, buku dan bahan materi lain untuk pembelajaran 4. Prosedur yang rapi dan dipahami bersama (rutin dan terjadwal, atau bervariasi) yang menunjang kegiatan presentasi, diskusi dan evaluasi. 5. Pentahapan yang jelas sehingga guru dan juga siswa mengetahui bagaimana pembelajaran akan berlangsung dan apa target yang mereka hendak capai. 6. Seluruh bagian sumber daya diintegrasikan untuk mendukung pencapaian yang optimal, pemeran pengatur di sini adalah guru. 2. Guru sebagai moderator dalam pembelajaran (yang mengatur lalu-lintas interaksi antarsiswa dan antara guru–siswa) Guru Sebagai moderator guru hendaknya melakukan hal-hal berikut : a. Memusatkan perhatian pada tujuan pembelajaran Kegiatan yang dapat dilakukan guru untuk memusatkan perhatian siswa diantaranya. 1) Menyampaikan tujuan pada awal kegitan pembelajran.
2) Menandai dengan cermat perubahan-perubahan yang terjadi dalam pembahasan atau kegiatan kelompok. 3) Merangkum hasil pembahasan atau diskusi / kerja kelompok pada tahap-tahap tertentu sebelum dilanjutkan pada pembahasan atau tugas berikutnya. b. Memberikan kesempatan berfartisipasi Dalam kegiatan kerja kelompok kadang terjadi monopoli pembicaraan , untuk mencegah hal tersebut peran guru hendaknya memberikan kesempatan kepada semua siswa unrtuk berpartisipasi dalam kegitan tersebut. Usaha yang dapat dilakukan guru untuk menyebarkan kesempatan berpartisipasi diantaranya : a) Memancing siswa yang pendiam dengan mengajukan pertanyaan yang langsung ditujukan kepada siswa tersebut secara bijaksana . b) Mencegah terjadinya pembicaraan serentak . c) Mencegah secara bijaksana siswa yang suka memonopoli pembicaraan atau kegiatan d) Mendorong siswa untuk saling mengomentari pendapat siswa lain. 3. Fasilitator dalam pembelajaran (pemberi kemudahan siswanya untuk belajar). Sebagai fasilitator, guru hendaknya dapat menyediakan fasilitas yang memungkinkan kemudahan kegiatan belajar anak didik. Lingkungan belajar yang tidak menyenangkan, suasana ruang kelas yang pengap, meja dan kursi yang berantakan, fasilitas belajar yang kurang tersedia, menyebabkan anak didik malas
belajar. Oleh karena itu menjadi tugas guru bagaiman menyediakan fasilitas, sehingga akan tercipta lingkunganbelajar yang menyenangkan anak didik. Seorang fasilitator berada di belakang anak, membimbing mereka untuk mencapai tujuan, keinginan dan kebutuhannya. Pengarah memberikan tugas, menentukan persyaratan, dan menilai hasil belajar. Seorang fasilitator membantu anak dalam belajar mandiri, dalam menentukan tujuan sendiri, dan dalam memberi umpan balik terhadap penilaian diri Seorang guru dapat mencari keseimbangan antara perannya untuk berada di depan anak, di belakang anak, atau di samping/diantara anak-anak, sesuai dengan ciri khas (karakteristik anak). Untuk anak berbakat sebaiknya seorang guru lebih banyak berada dibelakang anak daripada di depan anak. Jadi, dalam perannya sebagai fasilitator seorang guru harus: 1) Mendorong belajar mandiri sebanyak mungkin; 2) Dapat menerima gagasan-gagasan dari semua siswa; 3) Memupuk
siswa
untuk
memberikan
kritik
secara
konstruktif
dan;
untukmemberikan penilaian diri sendiri; 4) Berusaha menghindari pemberian hukuman atau celaan terhadap ide-ide yang tidak biasa; 5) Dapat menerima perbedaan menurut waktu dan kecepatan antarsiswa dalam kemampuan memikirkan ide-ide baru. (http://id.shvoong.com.guru-sebagai-mediator-danfasilitator/#ixzz22GCcXS00). Guru sebagai fasilitator yang membimbing dan mengarahkan anak dalam melakukan kegiatan pemecahan masalah secara lebih baik. Beberapa contoh masalah yang dapat dijadikan sebagai bahan pemecahan bagi anak, antara lain: a) masalah gerakan (berapa cara yang dapat kamu gunakan dari ujung A sampai ke
ujung B?); b) masalah diskusi (apa yang terjadi jika kita sering membuang sampah di sungai?); dan c) masalah strategi (strategi apa yang kamu perlukan untuk bermain ular tangga?). Terkadang ide masalah dapat muncul dari peristiwa yang terjadi secara alamiah, dan terkadang juga harus direncanakan terlebih dahulu oleh guru. Masalah yang paling baik bagi anak-anak adalah masalah yang memungkinkan mereka mengumpulkan informasi yang konkrit, dan mengandung lebih dari satu pemecahan
masalah,
dapat
diamati,
memudahkan
anak-anak
untuk
mengevaluasinya, dan memungkinkan anak untuk membuat keputusannya sendiri. Masalah
yang
baik
akan
dapat
menolong
anak
untuk
menganalisis,
menyampaikan dan mengevaluasi peristiwa, informasi dan ide. Masalah yang baik juga akan mampu mendorong anak untuk membuat hubungan secara mental dan membangun ide.