BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS 2.1 Pengertian Perilaku Sopan Santun Secara etimologis sopan santun berasal dari dua kata, yaitu kata sopan dan santun. Keduanya telah digabung menjadi sebuah kata majemuk. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, sopan santun dapat diartikan sebagai berikut: Sopan: hormat dengan tak lazim (akan,kepada) tertib menurut adab yang baik. Atau bisa dikatakan sebagai cerminan kognitif (pengetahuan). Santun: halus dan baik (budi bahasanya, tingkah lakunya); sopan, sabar; tenang. Atau bisa dikatakan cerminan psikomotorik (penerapan pengetahuan sopan ke dalam suatu tindakan) Jika digabungkan kedua kalimat tersebut, sopan santun adalah pengetahuan yang berkaitan dengan penghormatan melalui sikap, perbuatan atau tingkah laku, budi pekerti yang baik, sesuai dengan tata krama; peradaban; kesusilaan. Perilaku sopan-santun adalah peraturan hidup yang timbul dari hasil pergaulan sekelompok manusia di dalam masyarakat dan dianggap sebagai tuntunan pergaulan sehari-hari masyarakat itu. Sopan santun merupakan istilah bahasa Jawa yang dapat diartikan sebagai perilaku seseorang yang menjunjung tinggi nilai-nilai menghormati, menghargai, dan berakhlak mulia. Sopan santun bisa dianggap sebagai norma tidak tertulis yang mengatur bagaimana seharusnya kita bersikap atau berperilaku. Sumber : (http://inunk2609.multiply.com). Perilaku sopan santun merupakan unsur penting dalam kehidupan bersosialisasi sehari-hari setiap orang, karena dengan menunjukkan sikap sopan santunlah, seseorang dapat dihargai dan disenangi dengan dengan keberadaannya
sebagai makhluk sosial dimana pun tempat ia berada. Dalam kehidupan bersosialisasi antar sesama manusia sudah tentu memiliki norma-norma dalam melakukan hubungan dengan orang lain, dalam hal ini sopan santun dapat memberikan banyak manfaat atau pengaruh yang baik terhadap diri sendiri maupun orang lain. Jika dilihat dari asal katanya, sopan santun berarti peraturan hidup yang timbul dari hasil pergaulan sekelompok manusia di dalam masyarakat dan dianggap sebagai tuntutan pergaulan sehari – hari masyarakat tersebut. Berdasarkan pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa sikap sopan santun patutlah dilakukan dimana saja. Sesuai dengan kebutuhan lingkungan, tempat, dan waktu karena sopan santun bersifat relatif dimana yang dianggap sebagai norma sopan santun berbeda – beda di setiap tempatnya, seperti sopan santun dalam lingkungan rumah, sekolah, kampus, pergaulan, dan lain sebagainya. Sumber :(http://incteachet.wordpress.com). Berdasarkan perilaku sopan santun dapat di simpulkan bahwa sikap sopan santun yatu baik, hormat, tersenyum, dan taat kepada suatu peraturan. Sikap santun yang baik dan benar ialah lebih menonjolkan pribadi yang baik dan menghormati siapa saja. 2.2. Aspek - Aspek Perilaku Sopan Santun Aspek –aspek perilaku sopan santun ini yang dapat di perhatikan siswa dalam pergaulan sehari – hari yaitu tata krama bergaul dengan orang tua, tata krama bergaul dengan guru, tata krama bergaul dengan orang yang lebih tua, tata
krama bergaul dengan orang yang muda, tata krama bergaul dengan teman sebaya serta tata krama bergaul dengan lawan jenis. Maka di dalam pergaulan sehari – hari, di lingkungan rumah baik di dalam maupun di luar lingkungan rumah, maka sopan yang harus diwujudkan siswa menurut Supriyanti (2008:2) antara lain : a.
Tata Krama Bergaul dengan Orang Tua, Kasih sayang orang tua terhadap anak adalah kasih sayang yang tulus dan
ikhlas, karena anak adalah bagian dari dirinya sendiri. Cinta dan kasih sayang yang diberikan orang tua terhadap anak adalah bentuk pengabdian. Adapun sikap sopan santun dan lemah lembut terhadap kedua orang tua antara lain dilakukan sebagai berikut : 1). Tidak berkata kasar atau membentak terhadap orang tua ; 2). Senantiasa berbuat baik dan tidak menyakiti hati kedua orang tua ; 3) Tunduk dan patuh kepada orang tua selama perintah itu dalam hal kebaikan ; 4) Menghargai pendapat kedua orang tua ; 5) Selalu mendoakan kedua orang tua agar diberi kesehatan ; Merawat dengan penuh kasih sayang ketika orang tua sedang sakit atau lanjut usia. Contoh berbakti kepada orang tua sebagai berikut : 1) Taat dan patuh kepada perintah orang tua ; 2) Berbicara sopan kepada orang tua ; 3) Membantu menyelesaikan pekerjaan orang tua di rumah ; 4) Menjaga nama baik orang tua ; 5) Mendoakan kedua orang tua. b.
Tata Krama Bergaul dengan Guru di sekolah Peranan guru disekolah adalah sangat besar. Disamping sebagai pendidik
guru juga berperan sebagai pembimbing, pengajar dan peran pengganti orang tua
di sekolah. Sikap sopan santun terhadap guru antara lain:1) Selalu tunduk dan patuh terhadap guru; 2 Melaksanakan segala hal baik;3) Berbicara yang halus dan sopan;4) Mendoakan guru agar diberikan kesehatan dan ketabahan dalam member ikan pendidikan dan bimbingan di sekolah;5) Menjaga nama baik sekolah dan menghormati guru ; 6) Menyapa dengan ramah bila bertemu dengan guru ; 7) Menampilkan contoh tingkah laku yang baik. Contoh perwujudan sikap hormat siswa kepada gurunya antara lain sebagai berikut: 1) Mendengarkan nasehat guru ; 2) Berbicara dengan guru harus sopan dan ramah ; 3) Memperhatikan pelajaran yang diajarkan; 4) Tidak bergurau saat pelajaran berlangsung ; 5)Menaat i peraturan yang berlaku di sekolah c.
Tata Krama Bergaul dengan Orang yang Lebih Tua Sikap sopan santun itu tidak hanya di tujukan kepada orang tua dan guru,
akan tetapi di tujukan kepada orang yang lebih tua seperti kakak kandung sendiri. Sikap sopan santun terhadap orang yang lebih tua antara lain : 1) Bersikap hormat kepada kakak kandung agar terjalin hubungan yang harmonis ; 2) Menyapa dengan sopan dan ramah ; Saling menghargai pendapat ; 3) Suka membantu pekerjaan kakak. d.
Tata Krama Bergaul dengan Orang yang Lebih Muda Tata krama dalam pergaulan sehari – hari tidak hanya menghormati
kepada orang tua saja. Namun kepada usia yang lebih muda pun harus dihargai dan diberikan kasih. Sikap sopan santun terhadap orang yang lebih tua antara lain dilakukan sebagai berikut : 1) Bersikap sayang kepada adik ; 2) Memberi contoh
teladan
yang
baik
dan
memberi
motivasi ; 3) Menghargai
pendapat
adik ; 4) Tidak bersikap otoriter kepada adik. e.
Tata Krama Bergaul dengan Teman Sebaya Bergaul dengan teman sebaya hendaknya dilandasi dengan akhlak yang
mulia. Teman sebaya harus saling berbagi rasa, saling menghormati dan saling berbagi pengalaman. Sikap sopan santun terhadap teman sebaya antara lain dilakukan sebagai berikut : 1) Saling memberi dan menerima nasihat satu sama lain ; 2) Saling
menolong
apabila
ada
teman
yang
mendapatkan
kesulitan ; 3) Saling memaafkan satu sama lain apabila ada yang berbuat kesalahan ; 4) Saling berbagi rasa ; 5) Tidak mencari- cari kesalahan 6) Tidak saling mengejek dan menghina satu dengan yang lain. f.
Tata Krama Bergaul dengan Lawan Jenis Bergaul dengan lawan jenis ada
aturan dan nilai budi pekerti di antara
keduanya. Baik pria atau wanita saling menghargai dan menghormati, baik dalam sikap, bertutur kata, ataupun dalam perilaku kehidupan sehari hari. Sikap sopan santun terhadap lawan jenis antara lain di lakukan sebagai berikut : 1) Saling menghormati dan menghargai ; 2) Menaati norma agama dan norma masyarakat ; 3) Menghindari pergaulan bebas dan menjaga keseimbangan diri. g.
Menghormati Tetangga. Menjaga perasaan tetangga sangat pentingagar tidak terjadisalah paham yang
akan berakibat permusuhan di antara tetangga.: 1) Tidak mengganggu umat agama lain yang sedang menjalankan ibadah ; 2) Saling bekerja sama selain urusan agama ; 3) Saling menolong apabila ada yang utuh bantuan ; 4) Bersilaturahmi
antar sesama ; 5) Menghormati pendapat orang lainketika bermusyawarah ; 6) Tidak menggunjing tetangga 2.3
Faktor –Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Sopan Santun Siswa Perilaku sopan santun siswa dalam pergaulan sehari – hari dapat
dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu faktor orang tua, faktor lingkungan serta faktor sekolah. Berikut ini adalah faktor –faktor yang mempengaruhi perilaku sopan santun siswa yaitu sebagai berikut: a.
Faktor Orang Tua Orang tua adalah faktor pertama yang menyebabkan penyimpangan dari
diri anak. Karena dari orang tua pendidikan pertama didapat oleh anak. Apa yang sering diucapkan dan dilakukan oleh orang tuanya menjadi panutan atau mempengaruhi pola pikir anak tersebut. b. Faktor Lingkungan Lingkungan mempunyai peranan yang besar dalam membentuk karakter dan kepribadian anak jika anak tumbuh dan besar dalam lingkungan yang disharmonis, maka perilaku anak tersebut akan cenderung kepada penyimpanganpenyimpangan pada diri anak. c.
Faktor sekolah Perilaku siswa terbentuk dan dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain
faktor lingkungan, keluarga dan sekolah. Tidak dapat dipungkiri bahwa sekolah merupakan salah satu faktor dominan dalam membentuk dan mempengaruhi perilaku siswa. Di sekolah seorang siswa berinteraksi dengan para guru yang
mendidik dan mengajarnya. Sikap teladan, perbuatan dan perkataan para guru yang dilihat dan didengar serta dianggap baik oleh siswa dapat meresap masuk begitu dalam ke dalam hati sanubarinya dan dampaknya kadang-kadang melebihi pengaruh dari orang tuanya di rumah. Sikap dan perilaku yang ditampilkan guru tersebut pada dasarnya merupakan bagian dari upaya sopan santun siswa di sekolah. Akan tetapi jika dari lingkungan sekolah misalnya dari guru dan teman sebaya tidak memberikan contoh yang baik bagi anak, tentu anak juga akan terpengaruh pola pikirnya sehingga mudah sekali melakukan penyimpangan seperti telat, kurang sopan dan sering berkata kotor. Secara langsung dan tidak langsung sekolah adalah media belajar yang peranannya sangat besar bagi peserta didik. (sumber:http://penyimpanganprilakusiswadisekolahcom). 2.4
Penerapan Bimbingan Kelompok Teknik Bermain Peran Dalam Mengembangkan Perilaku Sopan Santun Siswa
a.
Pengertian Bimbingan Kelompok Berikut ada beberapa pengertian bimbingan kelompok menurut para ahli
sebagai berikut : Bimbingan kelompok merupakan salah satu bentuk usaha pemberian bantuan kepada orang – orang yang mengalami masalah. Suasana kelompok yaitu antar hyubungan dari semua orang yang terlibat dalam kelompok, dapat menjadi wahana dimana masing – masing anggota kelompok tersebut secara peseorangan dapat memanfaatkan semua informasi, tanggapan, kepentingan dirinya yang bersangkutan dengan masalahnya tersebut (Hartinah, 2009:12).
Damayanti (2012:40),mengatakan bahwa bimbingan kelompok merupakan salah satu bentuk layanan yang diberikan disekolah yang merupakan bagian dari pola 17 plus bimbingan konseling. Tohirin (dalam Damayanti. 2012:40) mengatakan bahwa: Bimbingan kelompok adalah suatu cara memberikan bantuan kepada individu (siswa) melalui kegiatan kelompok. Dalam bimbingan kelompok merupakan sarana untuk menunjang perkembangan optimal masing – masing siswa, yang diharapkan dpat mengambil manfaat dari pengalaman pendidikan ini bagi dirinya sendiri. Bimbingan kelompok yaitu layanan bimbingan yang memungkinkan sejumlah peserta didik secara bersama – sama memperoleh berbagai bahan dari narasumber tertentu (terutama dari pembimbing / konselor yang berguna untuk menunjang kehidupannya sehari –hari baik individu maupun pelajar, anggota keluarga dan masyarakat serta untuk pertimbangan dalam pengambilan keputusan Sukardi (dalam Damayanti 2012:40). Berdasarkan pengertian tersebut bimbingan kelompok adalah salah satu teknik dalam bimbingan konseling untuk memberikan bantuan kepada siswa yang dilakukan oleh seorang konselor melalui kegiatan kelompok yang dapat berguna untuk mencegah berkembangnya masalah–masalah yang dihadapi anak didik. b. Tujuan Bimbingan Kelompok Menurut Damayanti (2012:41) Tujuan bimbingan kelompok terdiri dari dua yaitu tujuan khusus dan tujuan umum : 1) Tujuan bimbingan kelompok secara umum. Secara umum bimbingan kelompok bertujuan untuk mengembangkan kemampuan bersosialisasi, khususnya kemampuan berkomunikasi peserta layanan (siswa).
2) Tujuan layanan bimbingan kelompok secara lebih khusus adalah mendorong pengembangan perasaan, pikiran, persepsi, wawasan dan sikap yang menunjang perwujudan tingkah berkomunikasi baik verbal maupun non verbal para siswa. c.
Manfaat Bimbingan Kelompok Secara umum manfaat bimbingan kelompok dapat meningkatkan interaksi
antara guru dan siswa, tetapi secara lebih khusus ada beberapa manfaat bimbingan kelompok yang lebih rinci. Sukardi (dalam Damayanti. 202:42) menjelaskan manfaat bimbingan kelompok sebagai berikut: 1) Siswa diberikan kesempatan yang luas untuk berpendapat dan membicara kan berbagai hal yang terjadi disekitarnya. 2) Memiliki pemahaman yang obyektif, tepat, dan cukup luas tentang berbagai hal yang mereka bicarakan. 3) Menimbulkan sikap yang positif terhadap keadaan diri dan lingkungan mereka yang berhubungan dengan hal –hal yang mereka bicarakan dalam kelompok. 4) Menyususn program – program kegiatan untuk mewujudkan penolakan terhadap yang buruk dan dukungan tehadap yang baik. 5) Melaksanakan kegiatan-kegiatan nyata dan langsung untuk membuahkan hasil dan sebagainya yang mereka programkan semula. Hastuti (dalam Damayanti. 2012:42) menyebutkan bahwa: Manfaat layanan bimbingan kelompok adalah mendapat kesempatan untuk berkontak dengan banyak siswa, memberikan informasi yang di butuhkan
oleh siswa, dapat menyadari tantangan yang di hadapi, siswa dapat menerima dirinya setelah menyadari bahwa teman-temannya sering menghadapi persoalan, kesulitan dan tantangan yang kerap kali sama, dan lebih berani mengemukakan pandangannya sendiri bila berada dalam kelompok, diberikan kesempatan untuk mendiskusikan sesuatu bersama, lebih bersedia : menerima suatu pandangan atau pendapat bila dikemukakan oleh seorang teman daripada yang dikemukakan oleh seorang konselor. Berdasarkan pendapat para ahli tersebut, manfaat dari layanan bimbingan kelompok adalah dapat melatih siswa untuk dapat hidup secara berkelompok dan menumbuhkan kerjasama antara siswa dalam mengatasi masalah, melatih siswa untuk dapat mengemukakan pendapat, menghargai pendapat orang lain dan dapat meningkatkan kemampuan siswa untuk dapat berkomunikasi dengan teman sebaya dan pembimbing. Dalam rangka bimbingan kelompok, terdapat dua jenis kelompok yang dapat dikembamgkan, yaitu kelompok bebas dan kelompok tugas. Anggota kelompok bebas memasuki kelompok tanpa persiapan tertentu dalam kehidapan kelompok
tersebut
memang
sama
sekali
tidak
disiapkan
sebelumnya.
Perkembangan yang timbul dalam kelompok itulah yang nantinya akan menjadi isi dan mewarnai kehidupan kelompok tersebut. Kelompok bebas memberikan
kesempatan
seluas
–
luasnya
kepada
seluruh
anggota
kelompok untuk menentukan arah dan isi kegiatan kelompok tersebut. Sesuai dengan
namanya,
kelompok
tugas
pada
dasarnya
diberi
tugas
untuk
menyelesaikan pada suatu pekerjaan, baik pekerjaan pekerjaan tersebut ditugaskan oleh pihak diluar kelompok tersebut, maupun tumbuh di dalam kelompok itu sendiri sebagai hasil dari kegiatan – kegiatan kelompok tersebut sebelumnya. Dalam hal ini, tampak kelompok tersebut mengikatkan diri untuk sesuatu tugas
yang ingin diselesaikan. Dalam kelompok tugas, perhatian diarahkan kepada satu titik pusat, yaitu penyelesaian tugas. Semua anggota kelompok hendaknya mencurahkan perhatian untuk tugas tersebut. Semua pendapat, tanggapan, reaksi, dan saling hubungan antar semua anggota hendaknya menjurus kepada penyelesaian tugas tersebut masing-masing anggota terikat, pengembangan kediriannya yang bertenggang rasa kepada seiap anggota kelompok itu sendiri, yaitu pengembangan sikap, keterampilan, dan keberanian sosialyang bertenggang rasa. Tugas yang ditetapkan untuk digarap oleh suatu kelompok tugas sebenarnya adalah anggunan semata untuk mengarahkan kegiatan kelompok, melainkan alat yang merupakan arah dan titik tumpu kehidupan kelompok yang dinamis. d. Tahap – Tahap Kegiatan Bimbingan Kelompok Teknik Main Peran Pada umumnya, terdapat empat tahap perkembangan dalam layanan bimbingan kelompok, yaitu tahap pembentukan, peralihan, pelaksanaa kegiatan dan pengakhiran. Tahap – tahap tersebut merupakan suatu kesatuan dalam seluruh kegiatan kelompok.. Tahap – tahap kegiatan kelompok dalam layanan bimbingan kelompok menurut Hartinah (2009:13-153) sebagai berikut : a.
Tahap Kegiatan Awal Kegiatan awal dari sebuah kelompok dapat dimulai dengan pengumpulan
para (calon) anggota kelompok dalam rangka kegiatan kelompok yang akan direncanakan, meliputi:
1) Menyampaikan salam pembuka dan ucapan terima kasih atas peran serta anggota kelompok. 2) Berdo‟a sesuai dengan agama dan keyakinan masing-masing anggota kelompok. 3) Perkenalan dan pengakraban 4) Menjelaskan makna dan tujuan bimbingan kelompok teknik main peran 5) Menjelaskan cara pelaksanaan kegiatan 6) Menjelaskan asas-asas bimbingan kelompok teknik main peran 7) Melaksanakan kegiatan untuk menjalin pengakraban b. Tahap Peralihan Pada tahap ini yaitu pembangunan jembatan antara tahap pertama dan tahap ketiga. Maka setelah suasana kelompok terbentuk dan dinamis, kelompok sudah mulai tumbuh dan kegiatan kelompok hendaknya dibawa lebih jauh oleh pemimpin kelompok menuju kelompok yang sebenarnya. Oleh karena itu perlu di selenggarakan tahap peralihan sebagai berikut : 1) Peneliti menjelaskan kembali dengan ringkas cara pelaksanaan kegiatan bimbingan kelompok teknik bermain peran 2) Melakukan tanya jawab untuk memastikan kesiapan anggota kelompok 3) Mengenali suasana hati dan fikiran masing-masing anggota kelompok untuk mengetahui kesiapan mereka. 4) Menekankan asas-asas yang perlu di pedomani dan di perhatikan dalam pelaksanaan kegiatan bimbingan kelompok teknik main peran.
c.
Tahap Kegiatan Inti Kegiatan pada tahap inti dilaksanakan sesuai dengan kegiatan yang akan
diberikan yaitu bimbingan kelompok teknik main peran. Tahap kegiatan inti sebagai berikut : 1) Eksperientasi: Kegiatan yang dilaksanakan pada kegiatan ini sebagai berikut : a)
Peneliti membagikan naskah
main peran kepada masing-masing
peserta. b)
Peneliti memberikan penjelasan mengenai alur jalannya kegiatan
c)
Peneliti meminta peserta untuk mengambil satu peran pada naskah
d)
Peneliti meminta peserta untuk memainkan peran sesuai dengan naskah drama
e)
Kelompok yang maju untuk mementaskan main peran ditetapkan sebagai kelompok pemain, sementara kelompok yang lain sebagai kelompok penonton.
f)
Peneliti, mengamati jalannya kegiatan untuk mengetahui reaksi dan perhatian dari siswa yang mempunyai perilaku sopan santun yang baik.
g)
Setelah selesai akan dibahas bersama-sama.
h)
Kelompok yang maju untuk mementaskan drama ditetapkan sebagai kelompok pemain, sementara kelompok yang lain sebagai kelompok penonton.
i)
Peneliti, mengamati jalannya sosiodrama untuk mengetahui reaksi dan perhatian dari siswa yang mempunyai perilaku sopan santun yang baik.
2) Identifikasi a) Peneliti memberikan refleksi kepada siswa b) Peneliti menanyakan bagaimana perasaan peserta setelah mengikuti kegiatan bermain peran c) Peneliti menanyakan kesan peserta pada pelaksanaan kegiatan 3) Generalisasi a) Peneliti dan siswa menyimpulkan hasil kegiatan yang telah di ikuti dan membuat kesimpulan tentang langkah-langkah yang di terapkan siswa dalam diri. b) Peneliti main peran menanyakan kembali kepada peserta tentang kegiatan terhadap sopan santun siswa 4) Analisis a.
Peneliti menganalisis tentang kegiatan yang telah di laksanakan
b.
Peneliti menanyakan makna dari kegiatan ini kepada peserta
c.
Peneliti menanyakan apa manfaat dari kegiatan yang dilaksanakan pada peserta.
d. Tahap Pengkhiran Kegiatan suatu kelompok tidak berlangsung terus menerus
tanpa
berhenti. Setelah kegiatan kelompok memuncak pada tahap ketiga, kegiatan kelompok kemudian menurun dan selanjutnya kelompok akan mengakhiri kegiatannya pada saat yang di anggap tepat. Tahap akhir di lakukan sebagai berikut:
1) Peneliti menjelaskan bahwa kegiatan bimbingan kelompok teknik bermain peran akan segera berakhir. 2) Menyampaikan komitmen kepada anggota yang topik permsalahannya telah di entaskan. 3) Meminta anggota untuk mengisi penilaian segera yang telah disediakan 4) Mengucapkan terima kasih dan salam penutup kepada peserta. 2.5 Teknik Bermain Peran a.
Pengertian Bermain Peran Berikut dapat dikemukakan beberapa perumusan yang merupakan
kesimpulan para ahli mengenai teknik bermain peran sebagai berikut : Damayanti (2012:43) mengakan bahwa : “Teknik bimbingan kelompok ada beberapa macam. Macam-macam teknik tersebut dapat digunakan pada situasi dan permasalahan tersendiri. Konselor harus dapat menilai dan melihat keadaan kliennya dan dapat menggunakan layanan bimbingan kelompok dengan pas dan terarah”. Tohirin (dalam Damayanti. 2012:45) : Sosiodrama dapat digunakan sebagai salah satu cara bimbingan kelompok. Sosiodrama merupakan suatu cara membantu memecahkan masalah siswa melalui drama. Masalah yang di dramakan adalah masalah – masalah sosial. Metode ini dilakukan melalui kegiatan bermain peran. Dalam sosiodrama, individu akan memerankan suatu peran tertentu dari situasi masalah sosial. Sujiono (2010:81) mengatakan bahwa : “Bermain peran adalah kegiatan yang berfokus pada kegiatan dramatisasi, tempat anak – anak bermain untuk memerankan tugas –tugas anggota keluarga, tata cara dan kebiasaan dalam keluarga dengan berbagai perlengkapan rumah tangga serta kegiatan di lingkungan sekitarnya”. Bermain peran digunakan dalam pelatihan untuk melihat reaksi peserta dalam situasi tertentu sebelum dan setelah sesi pelatihan. Bermain peran sangat bermanfaat untuk memberikan kesempatan kepada peserta mempraktikan cara
berhubungan dengan orang lain sesuai skenario yang diberikan. Bahkan meski peserta keliru melakukannya, mereka mengambil suatu pelajaran.Chayatie (2010: 15). “Main peran disebut juga main simbolis, main pura-pura, Make Believe,fantasi, imajinasi, atau drama, sangat penting untuk perkembangan kognisi, sosial, dan emosi anak usia tiga sampai enam tahun”. Menurut Mutiah (2012:115) Bermain peran pada prinsipnya merupakan metode untuk „menghadirkan‟ peran-peran yang ada dalam dunia nyata ke dalam suatu „pertunjukan peran‟ di dalam kelas/pertemuan, yang kemudian dijadikan sebagai bahan refleksi agar peserta memberikan penilaian terhadap. Misalnya: menilai keunggulan maupun kelemahan masing-masing peran tersebut, dan kemudian memberikan saran/ alternatif pendapat bagi pengembangan peran-peran tersebut. Metode ini lebih menekankan terhadap masalah yang diangkat dalam „pertunjukan‟, dan bukan pada kemampuan pemain dalam melakukan permainan peran. Dari sekian banyak pengertian bermain peran, dapat disimpulkan bahwa bermain peran adalah suatu kegiatan yang di dalamnya melakukan perbuatanperbuatan yaitu gerakan-gerakan wajah (ekspresi) sesuai dengan apa yang diceritakan. Bermain peran dalam bimbingan kelompok merupakan usaha untuk memecahkan masalah melalui peragaan, serta langkah-langkah identifikasi masalah, analisis, pemeranan, dan diskusi. Untuk kepentingan tersebut, sejumlah peserta didik bertindak sebagai pemeran dan yang lainnya sebagai pengamat.
Seorang pemeran harus mampu menghayati peran yang dimainkannya. Melalui peran, peserta didik berinteraksi dengan orang lain yang juga membawakan peran tertentu sesuai dengan tema yang dipilih. Strategi Role Playing (bermain peran) termasuk metode pementasan drama yang sangat sederhana. Peran diambil dari kisah kehidupan nyata sehari-hari (bukan imajinatif). b. Manfaat Bermain Peran Bermain peran bermanfaat untuk mendorong siswa untuk turut aktif dalam pemecahan sambil menyimak secara seksama bagaimana orang lain berbicara mengenai masalah yang sedang dihadapinya. Melalui bermain peran dalam bimbingan kelompok, siswa juga dapat mengekplorasi perasaannya, memperoleh wawasan
tentang
sikap,
nilai
dan
persepsinya
mengenai
suatu
hal,
mengembangkan keterampilan dan sikap dalam memecahkan masalah yang dihadapi dan mengekplorasi inti permasalahan yang diperankan melalui berbagai cara. Manfaat dari bermain peran adalah sebagai berikut menurut Luluk, Nursalim. 2001: 99) : 1) Kreativitas Dengan bermain peran kreativitas peserta didik dapat lebih terasah karena dalam dunia khayalan, anak bisa jadi apa saja dan melaukan apa saja sesuai dengan peran yang dimainkannya. 2) Disiplin Saat bermain peran, biasanya ia mengambil peraturan dan pola hidupnya sehari-hari. Misalnya, saat ia bermain peran sebagai orangtua yang menidurkan
anaknya, ia akan bersikap dan mengatakan seperti apa yang ia sering dilakukan dan dikatakan oleh orangtuanya. Sehingga secara tak langsung, ia pun membangun kedisiplinan dan keteraturan pada dirinya sendiri 3) Keluwesan Saat bermain peran, secara tidak langsung anak-anak mulai belajar untuk mengatasi rasa takut dan hal-hal yang sebelumnya berbeda bagi mereka Dengan bimbingan dan perumpamaan ini, diharapkan rasa takut atau trauma si kecil akan lebih berkurang. c.
Jenis Bermain Peran Jenis main peran ini terdiri atas dua jenis. Menurut Erikson (dalam
Mutiah.2012:115) mengatakan bahwa dalam main peran, secara umum dapat dibagi menjadi dua yaitu main peran makro dan mikro sebagai berikut: 1) Main peran Makro : Siswa berperan sesungguhnya dan menjadi sesorang atau sesuatu. Saat siswa memiliki pengalaman sehari – hari dengan main peran makro (tema sekitar kehidupan nyata), mereka belajar banyak keterampilan praakademis seperti : mendengarkan, tetap dalam tugas, menyelesaikan masalah, dan bermain kerja sama dengan orang lain 2) Main peran Mikro : Siswa memegang atau menggerak – gerakkan benda – benda berukuran kecil untuk menyusun adegan. Saat siswa main peran mikro, mereka belajar untuk menghubungkan dan mengambil sudut pandang dari orang lain. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan bermain peran makro, karena bermain peran makro sangat cocok diberikan kepada peserta didik.
Safriyani (2011:viii) mengatakan bahwa : Main peran adalah main pura – pura. Sebuah kegiatan bisa dibuat sebagai main peran kalau ada kualitas pura-pura. Main peran bisa dilakukan mulai dari hal yang sangat sederhana misalnya dengan mengibaratkan bantal menjadi setir mobil, sampai ke kegiatan main peran yang kompleks dengan menggunakan alur cerita atau skenario. Secara umum main peran dibagi menjadi dua yaitu main peran makro, dan main peran mikro. Pada main peran makro, siswa berperan sebagai seorang atau sesuatu. Dalam hal ini siswa memerankan sendiri peran yang ingin dimainkan. Misalnya ia menggunakan pakaian ayahnya lalu menirukan gaya ayah. Sementara pada main peran mikro, siswa menggunakan benda-benda untuk dimainkan sesuai dengan peran yang ia bayangkan. Misalnya anak menggunakan boneka, dan ia memainkan boneka itu untuk bercakap-cakap dengan boneka yang lain. Lebih mudahnya, kalau main peran makro anak menjadi pemerannya atau menjadi artisnya. Sedangkan kalau bermain mikro siswa menjadi sutradaranya. Tanpa stimulasi dari orang dewasa, secara natural siswa sudah memiliki minat untuk bermain peran. Adanya pendampingan dari orang dewasa akan membantu meningkatkan kualitas main peran siswa. Hal ini dipengaruhi oleh setting, gagasan yang dimunculkan dan bahan main peran yang ada. Kreativitas pendamping akan menstimulasi siswa untuk menuju tingkat main peran yang lebih kompleks. Untuk bermain peran siswa mengerahkan sekumpulan pengalaman dan keterampilan yang dimiliki sehingga bisa memunculkan ide untuk bermain pura – pura. Similanky (Dalam Safriyani . (1990:xi) menyebutkan bahwa ada 6 keterampilan yang mendukung main peran atau sosiodrama. Keterampilan tersebut adalah:
1) Memainkan Peran Siswa dapat berpura – pura memerankan seseorang atau sesuatu dengan menirukan ekspresi, mimik dan perilakunya. Awalnya hanya menirukan anggota keluarga atau binatang yang biasa dia lihat, setelah mahir siswa akan memilih sendiri peran yang dia berikan, dan memunculkan gaya yang bervariasi, yang berhubungan dengan peran yang dipilih. 2) Menggunakan properti Melengkapi permainan perannya, siswa mulai menggunakan bahan atau benda yang bisa mendukung peran yang dimainkan. Awalnya nyata, kemudian menggunakan benda yang bukan sesungguhnya, lalu menggunakan benda imajiner seperti orang bermain pantomim. 3) Pura – pura Pura –pura adalah inti dari bermain peran. Awalnya siswa hanya menirukan gaya secara sederhana hal – hal yang sering ia lihat, misalnya menelpon dengan telepon mainan. Pada tingkat yang lebih tinggi siswa mulai merangkai sebuah cerita untuk dimainkan, dan melakukan pembagian peran dengan orang lain, siswa juga bisa memainkan peran – peran yang merupakan hasil fantasinya, misalnya menjadi sekumpulan putri yang sedang menyebrangi pelangi. 4) Durasi waktu Awalnya siswa hanya bermain peran bebrapa menit, lalu berganti dengan permainan yang lain. Pada tingkat main peran yang lebih tinggi siswa mulai menggunakan waktu yang lebih lama.
5) Interaksi Dari tahapan awal main peran, siswa hanya memainkan peran sendiri. Meskipun ada beberapa siswa, tetapi tidak tampak interaksi kecuali jika mereka ingin menggunakan benda yang sama. Seiring dengan perkembangan usia dan tingkat main perannya, siswa dapat bermain bersama, merancang carita bersama, lalu melakukan pembagian peran dan mengatur properti yang digunakan. 6) Komunikasi verbal Komunikasi verbal siswa dapat menunjukkan tingkatan main perannya. Apabila mereka sudah berkomunikasi dengan menggunakan sudut pandang peran yang sedang dimainkan, berarti sudah ada pada tingkat man peran yang tinggi. Enam keterampilan penting untuk main peran tersebut dapat membantu konselor untuk melihat tingkatan main peran siswa – siswa, dan mencari ide –ide kreatif untuk bisa memancing siswa menuju tingkatan peran yang lebih tinggi. d. Langkah-langkah Bermain Peran Dalam bermain peran langkah-langkah yang harus ditempuh yaitu ada empat langkah sebagai berikut menurut Luluk, Nursalim (2012:42) sebagai berikut: Membacakan naskah drama atau percakapan dengan intonasi jeda, lafal, dan volume suara yang sesuai. Kalimat-kalimat dalam kurung tidak perlu dibaca, karena kalimat-kalimat tersebut merupakan petunjuk laku. 1) Menentukan watak tokoh dan ekspresi yang tepat untuk memerankan tokoh tersebut.
2) Berlatih berulang-ulang sampai betul-betul dapat memerankan tokoh dengan baik. 3) Menggunakan perlengkapan panggung dan kostum yang sesuai agar percakapan yang diperankan lebih hidup. Apabila hal-hal di atas dapat dilakukan dengan baik dan sungguh-sungguh, maka secara otomatis akan menjadikan hidupnya percakapan karena dilakukan oleh siswa yang aktif dan kreatif sesuai dengan watak tokoh masing-masing. 2.6 Hipotesis Berdasarkan kajian teoritis maka hipotesis untuk penelitian eksperimen ini adalah layanan bimbingan kelompok teknik bermain peran berpengaruh terhadap perilaku sopan santun siswa di MTs Al-Huda Kelas VII Kota Gorontalo. H0 : ρ = 0 → Tidak terdapat pengaruh teknik bermain peran terhadap
perilaku
sopan santun siswa di MTs Al-Huda Kelas VII Kota Gorontalo. Ha : ρ ≠ 0 → Terdapat 16 % pengaruh teknik bermain peran terhadap perilaku sopan santun siswa di MTs Al-Huda Kelas VII Kota Gorontalo