PELANGGARAN PRINSIP SOPAN SANTUN PADA SASOI HYŌGEN BAHASA JEPANG SATU TINJAUAN SOSIOPRAGMATIK
Rima Kosalin H1F 05 0028
ABSTRAK Sopan santun merupakan hal yang penting dalam mewujudkan komunikasi yang harmonis antar manusia. Sopan santun dapat diaplikasikan pada hampir setiap tindak ujar, salah satunya pada tindak ajakan. Ajakan dalam Bahasa Jepang disebut sasoi hyōgen. Dalam berkomunikasi, pembelajar bahasa terkadang melakukan kesalahan pemakaian bahasa, termasuk dalam pemakaian sasoi hyōgen.
Penelitian
ini berfokus pada penggunaan sasoi hyōgen oleh pembelajar Bahasa Jepang secara sosiopragmatik. Metode penelitian ini adalah metode analisis deskriptif. Dasar teori yang digunakan untuk menganalisis data adalah teori sopan santun dari Leech (1983). Sedangkan metode yang digunakan untuk memperoleh data adalah metode survey. Responden adalah mahasiswa Sastra Jepang, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Padjadjaran angkatan 2009. Dari segi sosiopragmatik dapat diketahui adanya beberapa maksim pada prinsip sopan santun yang dilanggar pada penggunaan sasoi hyōgen oleh responden. Maksim-maksim tersebut adalah maksim kebijaksanaan, maksim kedermawanan, dan maksim penghargaan. Kata kunci : sasoi hyōgen, tindak ujar, prinsip sopan santun, sosiopragmatik.
ABSTRACT Politeness is one of the most important things to create a harmonic interpersonal communication. Politeness is applicable for most of speech acts; one of them is “invitation” act. In Japanese, “Invitation” is called sasoi hyōgen. Japanese language learner sometimes makes some mistakes in the use of language, one of them is in expressing sasoi hyōgen. This study is focused in sasoi hyōgen usage by Japanese language learner with sociopragmatic approachment. This study is using descriptive method in describing the result of the analysis. Ground theory which used in this study is politeness principles theory by Leech (1983). Survey Method is applied in this study as the method for data collection. The respondents are college students who are currently studying at Japanese Literature Program, Cultural Knowledge Faculty, Padjadjaran University. From sociopragmatic point of view, we can understand that some of sasoi hyōgen that used by respondents are not observing certain maxims of politeness principle. Which are tact maxim, generosity maxim, and approbation maxim. Key words : sasoi hyōgen, speech acts, politeness principles, sociopragmatic.
I.
Pendahuluan. Pada saat penulis melakukan studi di Jepang pada tahun 2010 – 2011, penulis
pernah mendengar seorang mahasiswa asing menggunakan ungkapan mengajak yang terdengar tidak sopan pada teman penulis yang berkebangsaan Jepang. Sebagai reaksi, alih-alih mengatakan kepada mahasiswa asing tersebut bahwa ungkapan yang digunakannya terdengar tidak sopan, teman penulis langsung menolak ajakannya dengan alasan sudah memiliki rencana lain. Alasan yang dikemukakan oleh teman penulis mengenai penolakan itu adalah karena ungkapan mengajak yang digunakan oleh mahasiswa asing tersebut kerap digunakan oleh penutur asli. Hal ini memberi
kesan bahwa sebenarnya kemampuan Bahasa Jepang mahasiswa asing tersebut sudah mumpuni, hanya saja dia adalah seorang yang tidak tahu sopan santun. Setelah mengalami peristiwa tersebut, penulis paham bahwa dalam berkomunikasi dengan penutur asli, bukan hanya kompetensi linguistik yang berpengaruh, melainkan juga kompetensi pragmatik seorang pembelajar bahasa. Berdasarkan pengalaman tersebut jugalah penulis memberanikan diri untuk melakukan penelitian mengenai “Ungkapan Mengajak” atau dalam Bahasa Jepang disebut sebagai Sasoi Hyōgen, lebih tepatnya mengenai kaitan Sasoi Hyōgen dengan “Sopan santun”. Berbicara mengenai “Ajakan”, kita tidak dapat melepaskan perhatian kita pada seluruh faktor yang meliputinya, yaitu “Siapa yang mengajak, siapa yang diajak, ajakan mengenai apa, dan pada situasi seperti apa ajakan tersebut terjadi”. Suatu ajakan dapat dikatakan sebagai ajakan yang sesuai dengan situasi ujar jika terdapat keseimbangan yang baik antara faktor-faktor yang disebutkan di atas. Namun tidak dapat dipungkiri bahwa bagi pembelajar Bahasa Jepang yang tinggal di Indonesia, kesempatan untuk berkomunikasi secara langsung dengan penutur asli sangat terbatas. Oleh karena itu penulis berpendapat bahwa kemungkinan pembelajar Bahasa Jepang tersebut mengalami kesulitan untuk memilih ungkapan mengajak yang sesuai dengan tiap-tiap situasi ujar dapat dikatakan cukup tinggi. Atas dasar inilah, penulis memutuskan untuk menggunakan “Prinsip-prinsip Sopan Santun” sebagai acuan pada penelitian ini, agar lebih mudah dimengerti oleh para pembelajar Bahasa Jepang di Indonesia. Tujuan dari penelitian ini ada dua. Tujuan pertama adalah untuk memaparkan bagaimanakah bentuk-bentuk Sasoi Hyōgen yang digunakan oleh para pembelajar Bahasa Jepang di Indonesia, khususnya di Universitas Padjadjaran. Tujuan kedua adalah untuk memaparkan bahwa dengan meningkatkan pengetahuan pembelajar Bahasa Jepang mengenai Sasoi Hyōgen, penggunaan bentuk-bentuk Sasoi Hyōgen yang dianggap tidak sopan dapat dihindari.
II. Pembahasan Penelitian ini didasarkan pada Prinsip Sopan Santun yang dikemukakan oleh seorang profesor dalam bidang Linguistik dan Bahasa Inggris modern, Leech. Leech (1983:132) mengutarakan bahwa dalam prinsip sopan santun, terdapat enam kategori yang berbeda, yaitu : 1.
2.
3.
4.
5.
6.
Maksim Kebijaksanaan (dalam tindak komisif dan impositif) a.
Kurangi atau perkecil kerugian bagi orang lain
b.
Tambahi atau perbesar keuntungan bagi orang lain
Maksim Kedermawanan (dalam tindak komisif dan impositif) a.
Kurangi keuntungan bagi diri sendiri.
b.
Tambahi pengorbanan bagi diri sendiri.
Maksim Penghargaan (dalam tindak ekspresif dan asertif) a.
Kurangi cacian pada orang lain.
b.
Tambahi pujian pada orang lain.
Maksim Kesederhanaan (dalam tindak ekspresif dan asertif) a.
Kurangilah pujian pada diri sendiri.
b.
Tambahi cacian pada diri sendiri.
Maksim Pemufakatan (dalam tindak asertif) a.
Kurangi ketidaksesuaian antara diri sendiri dan orang lain.
b.
Tingkatkan persesuaian antara diri sendiri dan orang lain.
Maksim Simpati (dalam tindak asertif) a.
Kurangi antipati antara diri sendiri dan orang lain.
b.
Perbesar simpati antara diri sendiri dan orang lain]
Data yang digunakan sebagai bahan penelitian ini adalah data yang dikumpulkan melalui angket dari responden yang berstatus mahasiswa tingkat tiga di Program Studi Sastra Jepang, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Padjadjaran. Berikut soal yang penulis sebarkan kepada para responden:
Yamada, teman Anda yang sedang belajar Bahasa Indonesia di kampus Anda sangat menyukai novel Laskar Pelangi. Anda punya 2 tiket film Laskar Pelangi yang akan diputar minggu depan di bioskop. Anda ingin mengajak Yamada pergi bersama. Kalimat seperti apakah yang akan anda gunakan untuk mengajak Yamada pergi menonton bersama Anda minggu depan?
Berikut contoh data kalimat yang melanggar prinsip sopan santun: (1)
山田さん2まい Laskar Pelangi のチケットがあったら、みたくないの? Yamada san 2 mai Laskar Pelangi no chiketto ga attara, mitakunai no? „Yamada, kalau ada 2 lembar tiket Laskar Pelangi, kamu kok tidak akan menonton (bersama-sama)?‟
Poin permasalahan pada contoh kalimat di atas adalah tanpa bertanya terlebih dahulu mengenai pendapat petutur, penutur tiba-tiba berkata bahwa petutur “tidak akan menonton”, sehingga berkesan seakan-akan penutur sedang menyerang petutur. Sebagai hasilnya, tidak ada keuntungan yang diterima oleh petutur, sebaliknya, petutur seakan-akan ditanyai “Padahal saya punya dua tiket, tapi kenapa kamu tidak mau pergi menonton bersama saya?”. Dengan kata lain, penutur malah membebani /merugikan petutur dengan menggunakan kalimat tersebut. Oleh sebab itu, contoh kalimat (32) melanggar maksim kebijaksanaan.
III. Simpulan. Hasil analisis data menunjukkan bahwa dalam bentuk-bentuk Sasoi Hyōgen yang digunakan oleh pembelajar Bahasa Jepang terdapat pelanggaran terhadap 3 maksim pada prinsip sopan santun, yaitu maksim kebijaksanaan, maksim kedermawanan, dan maksim penghargaan. Penyebabnya adalah pemilihan bentuk Sasoi Hyōgen yang tidak sesuai dengan situasi ujar, serta kesalahan transfer sosiopragmatik atau transfer pragmalinguistik. Alasan lainnya adalah kurangnya
pemahaman pembelajar Bahasa Jepang mengenai strategi-strategi ajakan dalam Bahasa Jepang. Sasoi
atau “Ajakan” selayaknya dapat membangun, menjaga, atau
memperkuat hubungan antara penutur dengan petutur. Begitu pula dalam berbicara Bahasa Jepang dengan penutur asli. Sebagai pembelajar Bahasa Jepang, agar mampu mewujudkan hubungan interpersonal yang baik dengan penutur asli, meningkatkan pengetahuan tentang bentuk-bentuk Sasoi Hyōgen seperti apa yang dianggap tidak sopan oleh penutur asli merupakan hal yang penting.
IV. Daftar Sumber Ardiati, Riza Lupi. 2012. Pengaruh Perkembangan Sejarah dan Budaya Terhadap Munculnya Hairyou Hyougen dalam Bahasa Jepang. Bandung. Chino, naoko. 2002. Partikel Penting Bahasa Jepang. Jakarta: Kesaint Blanc Press. Imai, Takao. 2011. A Preliminary Study Of Understandings And Misunderstandings In Language Communication (Sebuah Studi Awal mengenai Pemahaman Dan Kesalahpahaman dalam Komunikasi Bahasa). Aichi : Mizuho College Press. Kawaguchi, Yoshikazu. 2002. Taiguu Hyōgen Toshite no Sasoi (Ajakan sebagai Ekspresi Pelayanan). Tokyo: Waseda Journal of Japanese Applied Linguistics 1. Kawai, Akihiro. 1998. Mashōka to Masenka keishiki o Motsu, Goyōronteki imi ni tsuite (Penelitian makna pragmatik: Masenka dan Mashōka). Tokyo: Keisen Jogakuen College Bulletin 10. Kondo, Sachiko. 2009. Chuukan genggo goyōron to eigo kyōiku (Pragmatik pada bahasa antara dan pendidikan bahasa Inggris). Tokyo: Sophia College Faculty Journal Vol. 29
Leech, Geoffrey N. 1983. Principles of pragmatics (Prinsip-prinsip Pragmatik). New York: Longman Inc. Liddicoat, J. Anthony. 2007. An Introduction to conversation analysis (Pengantar analisis percakapan). New York: Continuum. Mahsun, M.S. 2007. Metode Penelitian Bahasa. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada Press. Otsuka, Hiroko. 2012. Fungsi Bahasa Berbasis Budaya. Bandung: (Makalah Utama dalam Seminar Nasional Asosiasi Studi Pendidikan Bahasa Jepang-Indonesia Gakkai Jawa Barat). Radhiya, R. Januar. 2011. Transfer Bahasa Indonesia terhadap Tindak Tutur Meminta Maaf pada Pembelajar Bahasa Jepang. Bandung: Jurnal Pendidikan Bahasa Jepang ASPBJI Korwil Jabar Vol.4 Spencer, Helen & Oatey. 2008. Culturally Speaking: Culture, Communication and Politeness Theory (Berbicara Budaya: Kebudayaan, Komunikasi dan Teori Sopan Santun). New York: Continuum. Tomomatsu, Miyamoto, dkk. 2007. Donna Toki Dō Tsukau Nihongo Hyōgen Bunkei Jiten (Kamus Bagaimana Penggunaan dan Kapan Menggunakan Bentuk-bentuk Ungkapan Bahasa Jepang). Tokyo: Alc press. Yamada, Masamichi. 2007. Goyōron kara mita hitei no sekai: Danwa kinō no shitei kara (Pandangan Pragmatik dalam Dunia Negasi: Dari Perspektif Fungsi Wacana). Tokyo. Takushoku Language Studies Journal. Yule, George. 2006. The study of language.New York: Cambridge University Press.