BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1
Landasan Teori
2.1.1
Auditing
2.1.1.1 Definisi auditing Keputusan-keputusan ekonomi biasanya diambil berdasarkan pada informasi yang tersedia bagi para pengambil keputusan. Informasi yang handal dan relevan diperlukan oleh manajer, investor, kreditor, dan badan regulatori lainnya dalam mengambil keputusan rasional menyangkut alokasi sumber daya. Informasi yang handal dan relevan memerlukan auditing, oleh karena itu disini akan dijelaskan mengenai pengertian auditing. Secara teoritis pengertian auditing (Arens Alvin dan James K. Loebbecke, 2000: 2) adalah: “Auditing is the accumulation and evaluation of evidence about information to determine and report on the degree of correspondence between the information and established criteria. Auditing should be done by a competent, independent person” Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa auditing terdiri dari empat hal pokok, yaitu: 1) perbandingan antar informasi (kondisi) dan kriteria yang telah ditetapkan; 2) pengumpulan dan pengevaluasian bahan bukti; 3) dilakukan oleh seorang yang kompeten dan independen;
9
4) pelaporan yang akan memberikan informasi yang berguna kepada users mengenai tingkat kesesuaian antara kondisi dengan kriteria. Panduan Manajemen Pemeriksaan tahun 2008 yang merupakan panduan BPK RI dalam melakukan pemeriksaan menyebutkan bahwa pemeriksaan atau auditing adalah proses identifikasi masalah, analisis, dan evaluasi yang dilakukan secara independen, obyektif, dan professional berdasarkan standar pemeriksaan, untuk menilai kebenaran, kecermatan, kredibilitas, dan keandalan informasi mengenai pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara. Auditing didefinisikan sebagai suatu proses sistematis untuk menghimpun dan mengevaluasi bukti-bukti secara obyektif mengenai asersi-asersi tentang berbagai tindakan dan kejadian ekonomi untuk menentukan tingkat kesesuaian antara asersi-asersi tersebut dengan kriteria yang telah ditentukan dan menyampaikan hasilnya kepada para pemakai yang berkepentingan (Abdul Halim, 2003: 1). Auditing
adalah
suatu
proses
sistematik
untuk
memperoleh
dan
mengevaluasi bukti secara obyektif mengenai pernyataan-pernyataan tentang kegiatan dan kejadian ekonomi, dengan tujuan untuk menetapkan tingkat kesesuaian antara pernyataan-pernyataan tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan,
serta
penyampaian
hasil-hasilnya
kepada
pemakai
yang
berkepentingan (Mulyadi, 2002: 9). Dari pengertian-pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa auditing adalah suatu proses pemeriksaan secara obyektif dan sistematik oleh pihak yang kompeten dan independen terhadap laporan keuangan suatu lembaga. Proses ini dilakukan dengan memperoleh, menilai, dan mengevaluasi bukti
10
secara obyektif dengan tujuan untuk memberikan pendapat mengenai kesesuaian laporan keuangan tersebut terhadap kriteria yang telah ditetapkan yaitu Prinsip Akuntansi Berterima Umum (PABU). Hasil dari audit tersebut kemudian disampaikan kepada pihak yang berkepentingan. 2.1.1.2 Standar auditing Standar auditing merupakan suatu kaidah agar mutu auditing dapat dicapai sebagaimana mestinya. Standar auditing ini harus diterapkan dalam setiap audit atas laporan keuangan. Standar ini dapat diterapkan tanpa memandang ukuran besar kecilnya usaha klien, bentuk organisasi bisnis, jenis industri maupun apakah itu organisasi bisnis yang berorientasi laba maupun organisasi nirlaba. Standar audit merupakan patokan dalam melaksanakan audit sehingga mutu audit dapat dicapai dengan baik. Secara umum, standar ini meliputi pertimbanganpertimbangan mengenai kualitas profesional pribadi auditor, pelaksanaan audit dan pelaporannya. Standar auditing terdiri dari sepuluh standar dan semua Pernyataan Standar Auditing (PSA) yang berlaku (Mulyadi, 2002: 16). Sepuluh standar auditing dibagi menjadi tiga kelompok yaitu: 1) standar umum yang mengatur syarat-syarat dari auditor; 2) standar pekerjaan lapangan yang mengatur mutu pelaksanaan auditing; 3) standar pelaporan yang memberikan panduan bagi auditor dalam mengkomunikasikan hasil auditnya melalui laporan audit kepada pemakai informasi keuangan. Standar auditing yang telah ditetapkan dalam Standar
11
Pemeriksaan
Keuangan Negara (SPKN) menyatakan bahwa standar auditing terdiri dari: 1) Standar umum, yaitu: (1)
pemeriksa secara kolektif harus memiliki kecakapan profesional yang memadai untuk melaksanakan tugas pemeriksaan;
(2)
dalam semua hal yang berkaitan dengan pekerjaan pemeriksaan, organisasi pemeriksa dan pemeriksa, harus bebas dalam sikap mental dan penampilan dari gangguan pribadi, ekstern, dan organisasi yang dapat mempengaruhi independensinya;
(3)
dalam pelaksanaan pemeriksaan serta penyusunan laporan hasil pemeriksaan, pemeriksa wajib menggunakan kemahiran profesionalnya secara cermat dan seksama;
(4)
setiap
organisasi
pemeriksa
yang
melaksanakan
pemeriksaan
berdasarkan standar pemeriksaan harus memiliki sistem pengendalian mutu yang memadai, dan sistem pengendalian mutu tersebut harus direview oleh pihak lain yang kompeten (pengendalian mutu ekstern). 2) Standar pekerjaan lapangan, yaitu: (1)
pekerjaan harus direncanakan dengan sebaik-baiknya dan jika digunakan tenaga asisten harus disupervisi dengan semestinya;
(2)
pemahaman yang memadai atas pengendalian intern harus diperoleh untuk merencanakan audit dan menentukan sifat, saat, dan lingkup pengujian yang akan dilakukan;
(3)
bukti audit
yang kompeten harus diperoleh melalui inspeksi,
pengamatan, pengajuan pertanyaan, dan konfirmasi sebagai dasar
12
memadai untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan yang diaudit; (4)
pemeriksa harus mengkomunikasikan informasi yang berkaitan dengan sifat, saat, lingkup pengujian, pelaporan yang direncanakan, dan tingkat keyakinan kepada manajemen entitas yang diperiksa dan atau pihak yang meminta pemeriksaan;
(5)
pemeriksa harus mempertimbangkan hasil pemeriksaan sebelumnya serta tindak lanjut atas rekomendasi yang signifikan dan berkaitan dengan tujuan pemeriksaan yang sedang dilaksanakan;
(6)
pemeriksa harus merancang pemeriksaan untuk memberikan keyakinan yang memadai guna mendeteksi salah saji material yang disebabkan oleh ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan yang berpengaruh langsung dan material terhadap penyajian laporan keuangan. Jika informasi tertentu menjadi perhatian pemeriksa, diantaranya informasi tersebut memberikan bukti yang berkaitan dengan penyimpangan dari ketentuan peraturan perundang-undangan yang berpengaruh material tetapi tidak langsung berpengaruh terhadap kewajaran penyajian laporan keuangan, pemeriksa harus menerapkan prosedur
pemeriksaan
tambahan
untuk
memastikan
bahwa
penyimpangan dari ketentuan peraturan perundang-undangan telah atau akan terjadi; (7)
pemeriksa harus waspada pada kemungkinan adanya situasi dan/ atau peristiwa yang merupakan indikasi kecurangan dan/ atau ketidakpatutan
13
dan apabila timbul indikasi tersebut serta berpengaruh signifikan terhadap kewajaran penyajian laporan keuangan, pemeriksa harus menerapkan prosedur pemeriksaan tambahan untuk memastikan bahwa kecurangan dan/ atau ketidakpatutan telah terjadi dan menentukan dampaknya terhadap kewajaran penyajian laporan keuangan; (8)
pemeriksa harus merencanakan dan melaksanakan prosedur pemeriksaan untuk mengembangkan unsur-unsur temuan pemeriksaan;
(9)
pemeriksa
harus
mempersiapkan
dan
memelihara
dokumentasi
pemeriksaan dalam bentuk kertas kerja pemeriksaan. Dokumentasi pemeriksaan yang berkaitan dengan perencanaan, pelaksanaan, dan pelaporan pemeriksaan harus berisi informasi yang cukup untuk memungkinkan pemeriksa yang berpengalaman, tetapi tidak mempunyai hubungan dengan pemeriksaan tersebut dapat memastikan bahwa dokumentasi pemeriksaan tersebut dapat menjadi bukti yang mendukung pertimbangan dan simpulan pemeriksa. Dokumentasi pemeriksaan harus mendukung opini, temuan, simpulan dan rekomendasi pemeriksaan. 3) Standar pelaporan: (1)
laporan audit harus menyatakan apakah laporan keuangan disajikan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia atau prinsip akuntansi yang lain yang berlaku secara komprehensif;
(2)
laporan auditor harus menunjukkan, jika ada, ketidakkonsistenan penerapan prinsip akuntansi dalam penyusunan laporan keuangan
14
periode berjalan dibandingkan dengan penerapan prinsip akuntansi tersebut dalam periode sebelumnya. (3)
pengungkapan informatif dalam laporan keuangan harus dipandang memadai, kecuali dinyatakan lain dalam laporan audit;
(4)
laporan auditor harus memuat suatu pernyataan pendapat mengenai laporan keuangan secara keseluruhan atau suatu asersi bahwa pernyataan demikian tidak dapat diberikan. Jika pendapat secara keseluruhan tidak dapat diberikan maka alasannya harus dinyatakan. Dalam hal nama auditor dikaitkan dengan laporan keuangan, laporan auditor harus memuat petunjuk yang jelas mengenai sifat pekerjaan audit yang dilaksanakan, jika ada, dan tingkat tanggung jawab yang dipikul auditor;
(5)
laporan hasil pemeriksaan harus menyatakan bahwa pemeriksaan dilakukan sesuai dengan standar pemeriksaan;
(6)
laporan hasil pemeriksaan atas laporan keuangan harus mengungkapkan bahwa pemeriksa telah melakukan pengujian atas kepatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan yang berpengaruh langsung dan material terhadap penyajian laporan keuangan;
(7)
laporan atas pengendalian intern harus mengungkapkan kelemahan dalam pengendalian intern atas pelaporan keuangan yang dianggap sebagai kondisi yang dapat dilaporkan;
(8)
laporan hasil pemeriksaan yang memuat adanya kelemahan dalam pengendalian
intern,
kecurangan,
penyimpangan
dari
ketentuan
peraturan perundang-undangan, dan ketidakpatutan, harus dilengkapi
15
tanggapan dari pimpinan atau pejabat yang bertanggung jawab pada entitas yang diperiksa mengenai temuan dan rekomendasi serta tindakan koreksi yang direncanakan; (9)
informasi rahasia yang dilarang oleh ketentuan peraturan perundangundangan untuk diungkapkan kepada umum tidak diungkapkan dalam laporan hasil pemeriksaan. Namun, laporan hasil pemeriksaan harus mengungkapkan sifat informasi yang tidak dilaporkan tersebut dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang menyebabkan tidak dilaporkannya informasi tersebut;
(10) laporan hasil pemeriksaan diserahkan kepada lembaga perwakilan, entitas yang diperiksa, pihak yang mempunyai kewenangan untuk mengatur entitas yang diperiksa, pihak yang bertanggung jawab untuk melakukan tindak lanjut hasil pemeriksaan, dan kepada pihak lain yang diberi wewenang untuk menerima laporan hasil pemeriksaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa standar auditing adalah pedoman dalam proses pelaksanaan audit terhadap laporan keuangan, dalam memberikan pendapat wajar terhadap laporan keuangan tersebut. 2.1.1.3 Jenis-jenis audit Jenis audit berdasarkan tujuan dilaksanakannya audit digolongkan menjadi tiga kategori (Abdul Halim, 2003: 5): 1) Audit
Laporan
Keuangan
(Financial
Statement
Audit),
mencakup
penghimpunan dan pengevaluasian bukti mengenai laporan keuangan suatu
16
entitas dengan tujuan untuk memberikan pendapat apakah laporan keuangan telah disajikan secara wajar sesuai kriteria yang telah ditentukan yaitu Prinsip Akuntansi yang Berterima Umum (PABU). 2) Audit Kepatuhan (Compliance Audit), mencakup penghimpunan dan pengevaluasian bukti dengan tujuan untuk menentukan apakah kegiatan finansial maupun operasi tertentu dari suatu entitas sesuai dengan kondisikondisi, aturan-aturan dan regulasi yang telah ditentukan. 3) Audit Operasional (Operational Audit), meliputi penghimpunan dan pengevaluasian bukti mengenai operasional organisasi dalam hubungannya dengan
tujuan
pencapaian
efisiensi,
efektivitas,
maupun
kehematan
(ekonomis) operasional. Sedangkan jenis audit yang dilaksanakan oleh BPK RI terdapat dalam Panduan Manajemen Pemeriksaan pada Pasal 4 UU No.15 Tahun 2004 adalah: 1) Pemeriksaan keuangan adalah pemeriksaan atas laporan keuangan pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Pemeriksaan keuangan ini dilakukan BPK RI dalam rangka memberikan pernyataan opini tentang tingkat kewajaran informasi yang disajikan dalam laporan keuangan pemerintah. 2) Pemeriksaan kinerja adalah pemeriksaan atas aspek ekonomi dan efisiensi, serta pemeriksaan atas aspek efektivitas yang lazim dilakukan bagi kepentingan manajemen oleh aparat pengawasan intern pemerintah. 3) Pemeriksaan dengan tujuan tertentu adalah pemeriksaan yang dilakukan dengan tujuan khusus, di luar pemeriksaan keuangan dan pemeriksaan kinerja. Termasuk dalam pemeriksaan tujuan tertentu ini adalah pemeriksaan atas hal-
17
hal lain di bidang keuangan, pemeriksaan investigasi dan pemeriksaan atas sistem pengendalian intern pemerintah. 2.1.1.4 Jenis-jenis auditor Auditor atau akuntan independen adalah seseorang yang menyediakan jasa kepada masyarakat umum terutama di bidang audit atau pemeriksaan atas laporan keuangan yang dibuat oleh kliennya (Mulyadi, 2002: 28). Audit tersebut terutama ditujukan untuk memenuhi kebutuhan para pemakai informasi keuangan seperti kreditur, investor, calon kreditur, calon investor, dan instansi pemerintah. Jenis auditor (Arens Alvin, Randal J. Elder dan Mark S. Beasley, 2006: 15) yaitu: 1) Auditor Pemerintah Auditor Pemerintah adalah audit professional yang bekerja di instansi pemerintah, yang tugas pokoknya melakukan audit atas pertanggungjawaban keuangan yang disajikan oleh unit-unit organisasi atau entitas pemerintahan atau pertanggungjawaban keuangan yang ditujukan kepada pemerintah. Meskipun terdapat banyak auditor yang bekerja di instansi pemerintah, namun umumnya yang disebut auditor pemerintah adalah auditor yang bekerja di Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) yang merupakan auditor inernal pemerintah dan Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) sebagai auditor eksternal pemerintah, serta instansi pajak. 2) Auditor Internal Auditor Internal adalah auditor yang bekerja dalam perusahaan yang tugas pokoknya adalah menentukan apakah kebijakan dan prosedur yang ditetapkan oleh manajemen puncak telah dipatuhi, menentukan baik atau tidaknya
18
penjagaan terhadap kekayaan organisasi, menentukan efisiensi dan efektivitas prosedur kegiatan organisasi, serta menentukan keandalan informasi yang dihasilkan oleh berbagai bagian organisasi. Umumnya pemakai jasa auditor intern adalah Dewan Komisaris atau Direktur Utama. 3) Auditor Independen Auditor Independen sering juga disebut auditor eksternal merupakan akuntan publik bersertifikat yang mempunyai kantor praktik sendiri dan menawarkan jasa audit serta jasa lainnya kepada masyarakat umum, terutama dalam bidang audit atas laporan keuangan yang dibuat oleh kliennya. Audit tersebut biasanya ditujukan untuk memenuhi kebutuhan para pemakai informasi keuangan, seperti: kreditur, investor, dan instansi pemerintah (terutama instansi pajak). 2.1.1.5 Manfaat audit Manfaat audit dari sisi pengawasan (Abdul Halim, 2003: 60) sebagai berikut: 1) preventive control, yaitu tenaga akuntansi akan bekerja lebih hati-hati dan akurat bila mereka menyadari akan diaudit; 2) detective control, yaitu suatu penyimpangan atau kesalahan yang terjadi lazimnya akan dapat diketahui dan dikoreksi melalui sesuatu proses audit; 3) reporting control, yaitu setiap kesalahan perhitungan, penyajian atau pengungkapan yang tidak dikoreksi dalam keuangan akan disebutkan dalam laporan pemeriksaan, dengan demikian pembaca laporan keuangan terhindar dari informasi yang keliru dan menyesatkan.
19
2.1.2
Supervisi
2.1.2.1 Definisi supervisi Supervisi berasal dari bahasa latin, terdiri dari dua kata yaitu super yang berarti “di atas” dan videre yang berarti “melihat”. Jadi supervisi artinya melihat dari atas. Secara umum, supervisi yaitu melakukan pengamatan secara langsung dan berkala oleh atasan terhadap pekerjaan yang dilakukan oleh bawahan, dimana jika terdapat suatu permasalahan dapat memberikan petunjuk atau jalan keluar untuk mengatasinya (Yuli Laraeni, 2008). IAI (SA seksi 311, PSA No.05) menyatakan supervisi mencakup pengarahan usaha asisten dalam mencapai tujuan audit dan penentuan apakah tujuan tersebut tercapai. Supervisi adalah seni kerjasama dengan sekelompok orang, dimana terhadap mereka dipergunakan wewenang sedemikian rupa, sehingga dalam pelaksanaan pekerjaannya dapat memperoleh hasil kerja gabungan yang sebesarbesarnya (William R. Dersal,1986). Supervisi adalah kegiatan pengawalan atau pembinaan yang dimaksudkan untuk meluruskan penyelenggaraan kegiatan-kegiatan agar sesuai dengan tujuan dan sasaran yang diharapkan dan menentukan tindakan koreksi yang perlu diambil bila terjadi penyimpangan dalam proses yang sedang berjalan (Mulyono Machmur, 2008). Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa supervisi dalam auditing adalah kegiatan mengkoordinasi oleh atasan terhadap pekerjaan yang dilakukan oleh bawahannya dalam pelaksanaan tugas melalui pengarahan dan umpan balik
20
(feedback) yang efektif dan efisien. Sehingga dapat mencapai suatu tujuan dan sasaran audit yang diharapkan sebelumnya. 2.1.2.2 Pelaksanaan supervisi Dalam melaksanakan supervisi terhadap karyawan, supervisor terlibat dalam setiap kegiatan manajemen seperti yang dikemukakan oleh (Agus Dharma, 2001: 5) sebagai baerikut: 1) perencanaan yaitu menetapkan tujuan, memutuskan cara penyampaian tujuan, menetapkan cara tindakan, serta menetapkan kebijakan prosedur; 2) pengorganisasian yaitu menetapkan pembagian kerja, penugasan kerja, pengelompokkan kerja untuk koordinasi serta menetapkan wewenang dan tanggung jawab; 3) pendayagunaan tenaga yaitu penyeleksian orang untuk melaksanakan pekerjaan serta melatih dan menilai kinerja karyawan; 4) pembinaan yaitu memberikan contoh, memotivasi dan memberdayakan karyawan. Termasuk disini adalah upaya untuk menciptakan lingkungan kerja yang kondusif bagi karyawan untuk berkinerja lebih baik; 5) pengendalian yaitu penghimpunan informasi tentang pencapaian hasil, membandingkannya dengan rencana, standar dan melakukan tindakan perbaikan jika perlu. Kemampuan
supervisor
untuk
memimpin
bawahannya
akan
sangat
mempengaruhi produktivitas kerjanya. Efektivitas kepemimpinan seseorang supervisor menurut (Agus Dharma, 2001: 13) diukur oleh dua faktor utama, yaitu: 1) faktor keluaran, merupakan tingkat hasil yang dicapai unit kerja yang
21
merupakan
petunjuk
seberapa
baik
pencapaian
sasaran
yang telah
direncanakan, faktor ini mencakup produktivitas, kualitas profitabilitas dan efektivitas. 2) faktor manusia, menunjukkan tingkat kerja sama di kalangan karyawan dan kepuasan bekerja di perusahaan yang bersangkutan. Ini termasuk kadar kegairahan jumlah dan jenis komunikasi, tinggi rendahnya komunikasi, komitmen terhadap tujuan perusahaan serta tingkat konflik antar pribadi dan antar kelompok. 2.1.2.3 Supervisor dalam sistem kerja Tanggung jawab seorang supervisor adalah mencapai hasil sebaik mungkin dengan mengkoordinasikan sistem kerja pada unit kerjanya secara efektif. Supervisi mengkoordinasikan sistem kerja (John W. Newstrom dan Lester R. Bittel, 2000), dalam tiga hal penting, yaitu: 1) supervisor melakukan dengan memberi petunjuk dan pengarahan sebagai bagian dari koordinasi sistem kerja; 2) supervisor memantau proses pelaksanaan pekerjaan; 3) supervisor menilai hasil dari sistem kerja. Mereka mengkoordinasikan sistem kerja
dengan
memberikan
umpan
balik.
Umpan
balik
ini
untuk
mempertahankan kualitas dan kuantitas atau mengubah hal-hal yang sedang terjadi. 2.1.2.4 Keterampilan yang diperlukan supervisor Para supervisi memerlukan keterampilan teknis dan keterampilan interaksi
22
agar efektif melaksanakan pekerjaan supervisinya (Leslie Rue dan Lloyd Byars, 2006). Keterampilan yang perlu dimiliki oleh supervisor yaitu: 1) Technical skill Keterampilan teknik adalah pengetahuan tentang segi-segi teknik dari pekerjaan yang dilaksanakan orang-orang yang di bawahnya. Termasuk di dalamnya semua teknik yang dipergunakan supervisor untuk mengambil keputusan berkaitan dengan sistem kerja. Keterampilan ini penting artinya dalam merencanakan, menyusun jadwal, mengevaluasi kinerja dan mengambil keputusan. 2) Human relative skill Keterampilan interaksi mencakup semua teknik yang digunakan supervisor untuk
berhubungan
dengan
bawahan
mereka
dalam
mengarahkan,
melancarkan, memimpin dan memantau seperti dalam membahas penilaian kinerja, memimpin rapat, menugaskan pekerjaan, membahas supaya peningkatan meningkatkan
kinerja, motivasi,
membetulkan menerbitkan
kesalahan, atau
mengatasi
keluhan,
mendiskusikan
kemajuan
pelaksanaan pekerjaan. 3) Administration Skill Berhubungan dengan pengetahuan dan bagaimana organisasi tersebut bekerja. 4) Decision Making and Problem Solving Skill Kemampuan untuk menganalisis informasi dan tujuan pencapaian keputusan. 2.1.2.5 Supervisi dalam BPK RI Supervisi yang dilakukan oleh BPK RI Perwakilan Provinsi Bali merupakan
23
bagian penting dalam pemeriksaan atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD). Supervisi disyaratkan dalam standar pekerjaan lapangan pemeriksaan keuangan. Supervisi yang dimaksud dalam petunjuk teknis pemeriksaan LKPD merupakan bagian dari kendali dan proses penjaminan mutu pemeriksaan (quality control and assurance). Supervisi tersebut dimaksudkan untuk menilai dan mencapai hasil pemeriksaan sesuai dengan standar, pedoman, petunjuk pelaksanaan, petunjuk teknis, dan program pemeriksaan yang telah ditetapkan dan bukan menilai kinerja orang atau tim audit. Adapun prosedur pelaksaaan supervisi dalam pemeriksaan LKPD yang dilakukan oleh BPK RI Perwakilan Provinsi Bali dapat dilihat pada Gambar 2.1 sebagai berikut:
Gambar 2.1
Prosedur Pelaksaaan Supervisi dalam Pemeriksaan LKPD
Supervisi Perencanaan Pemeriksaan LKPD
Supervisi Pelaksanaan Pemeriksaan LKPD
Supervisi Pelaporan Hasil Pemeriksaan LKPD
Sumber: BPK RI Perwakilan Provinsi Bali, 2009
Hal-hal yang perlu dilakukan dalam supervisi meliputi supervisi atas: 1) perencanaan pemeriksaan dalam rangka pemenuhan tujuan dan harapan penugasan; 2) pelaksanaan program pemeriksaan; serta 3) penyusunan dan substansi laporan hasil pemeriksaan.
24
2.1.2.6 Aspek dalam tindakan supervisi Accountant Education Change Commission (AECC) menerbitkan Issue Statement No. 4 yang salah satu pembahasannya adalah AECC, Recommendation for Supervisor Experience of Early Experience. Isi dari AECC adalah rekomendasi AECC kepada supervisor akuntan pemula atau auditor junior untuk melakukan supervisi dengan tepat khususnya dalam tiga aspek utama tindakan supervisi sebagaimana yang disarankan oleh AECC. Rincian saran-saran supervisi tersebut adalah: 1) Supervisor hendaknya menunjukkan sikap kepemimpinan atau mentoring yang kuat. Rincian aktivitas yang disarankan: (1) supervisor sering memberikan feedback yang jujur, terbuka, dan interaktif kepada auditor junior di bawah supervisinya; (2) supervisor memperhatikan pesan-pesan tidak langsung dari auditor junior dan jika yang disampaikan adalah ketidakpuasan, secara langsung supervisor menanyakan keadaan dan penyebabnya; (3) supervisor meningkatkan konseling dan mentoring, misalnya memberikan pujian terhadap yang baik, memperlakukan auditor junior sebagai profesional, membentuk auditor junior untuk menemukan peluang kerja masa datang dan mempedulikan minat serta rencana auditor junior; (4) supervisor dituntut mampu menjadi panutan sebagai profesional di bidangnya, mampu membubuhkan kebanggaan akan profesi dan menunjukkan kepada klien dan masyarakat akan arti penting profesi yang digelutinya.
25
2) Supervisor hendaknya menciptakan kondisi kerja yang mendorong terjadinya kesuksesan. Rincian aktivitas disarankan: (1) menumbuhkan sikap mental pada auditor junior untuk bekerja dengan benar sejak awal dan menciptakan kondisi yang memungkinkan hal itu terjadi. Hal itu bisa dilaksanakan dengan menjelaskan suatu penugasan kepada auditor junior secara gamblang, mengalokasikan waktu yang cukup dalam penugasan yang rumit sehingga bisa terselesaikan dengan baik, menampung semua keluhan akan hambatan yang dihadapi termasuk diantaranya hambatan budgeter, dan menjelaskan bagaimana suatu bagian penugasan sesuai dengan penugasan keseluruhan serta senantiasa mengawasi auditor junior sampai penugasan selesai. (2) mendistribusikan tugas dan beban secara adil dan sesuai dengan tingkat kemampuan auditor junior; (3) meminimalkan beban pikiran (stress) yang berkaitan dengan pekerjaan. 3) Supervisor hendaknya memberikan tugas yang menantang dan mempercepat terselesaikannya tugas. Rincian aktivitas yang disarankan: (1) supervisor mendelegasikan tanggung jawab sesuai kemampuan dan kesiapan auditor junior; (2) memaksimalkan kesiapan auditor junior untuk menggunakan kemampuan verbal baik lisan maupun tulisan, berpikiran kritis dan menggunakan teknik analisis serta membantu auditor junior untuk meningkatkan kemampuan tersebut.
26
2.1.2.7 Kriteria pelaksanaan supervisi Kebijakan dan prosedur supervisi telah diatur dalam Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN) menyatakan bahwa suatu organisasi pemeriksa harus merumuskan kebijakan dan prosedur pengendalian mutu mengenai pelaksanaan dari supervisi perikatan untuk memberikan keyakinan memadai bahwa pelaksanaan perikatan memenuhi standar yang telah ditetapkan. 2.1.3
Kinerja
2.1.3.1 Definisi kinerja Kinerja dapat didefinisikan sebagai tingkat keberhasilan seseorang dalam melaksanakan pekerjaannya, dilihat dari tingkat sejauh mana keberhasilan seseorang dalam menyelesaikan tugas pekerjaannya, sebagai bahan evaluasi terhadap pekerjaan yang dilakukan melalui atasan langsung, rekan kerja, diri sendiri, dan bawahan langsung. Kinerja adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu program dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi, dan visi organisasi yang tertuang dalam perumusan skema strategis (strategic planning) suatu organisasi. Secara umum dapat juga dikatakan bahwa kinerja merupakan prestasi yang dapat dicapai oleh organisasi dalam periode tertentu (Indra Bastian, 2001: 329). Dari pengertian kinerja di atas dapat dinyatakan apabila seseorang dapat melaksanakan tugas atau pekerjaan yang diberikan dengan baik dan sesuai dengan harapan organisasinya, maka dapat dikatakan bahwa orang tersebut memiliki kinerja atau prestasi kerja yang baik pula.
27
Ukuran yang dipakai dalam menentukan kinerja adalah ukuran kuantitatif dan kualitatif yang menggambarkan tingkat pencapaian sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan dengan pertimbangan elemen indicator (Indra Bastian, 2001: 337) sebagai berikut: 1) indikator masukan (input), yaitu segala sesuatu yang dibutuhkan agar mampu menghasilkan produk, baik barang dan jasa yang meliputi sumber daya manusia, informasi dan kebijakan; 2) indikator keluaran (output), yaitu sesuatu yang diharapkan langsung dicapai dari suatu kegiatan yang berupa fisik dan nonfisik; 3) indikator hasil (outcome), yaitu segala sesuatu yang mencerminkan berfungsinya keluaran kegiatan pada jangka menengah; 4) indikator manfaat (benefit), yaitu sesuatu yang terkait dengan tujuan akhir dari pelaksanaan; 5) indikator dampak (impact), yaitu pengaruh yang ditimbulkan baik yang positif maupun negatif, pada setiap tingkatan indikator. Succesful Role Achievement yang diperoleh seseorang akan berasal dari perbuatannya (Porter dan Lawler dalam Ni Luh Adi Andriani, 2007). Dari definisi tersebut dapat dinyatakan bahwa kinerja merupakan suatu bentuk kesuksesan seseorang untuk mencapai peran atau target tertentu yang berasal dari perbuatannya sendiri. Kinerja seseorang dikatakan baik jika hasil kerja individu tersebut dapat melampaui peran atau target yang ditentukan sebelumnya. Dari berbagai pengertian dan definisi para ahli, penulis dapat menyimpulkan bahwa arti kinerja itu sendiri adalah kontribusi, baik secara kuantitatif maupun
28
kualitatif yang diberikan oleh individu atau kelompok dalam organisasi terhadap tujuan dari unit kerja dan tujuan organisasi. 2.1.3.2 Definisi penilaian kinerja Penilaian kinerja adalah penentuan secara periodik efektivitas operasional suatu organisasi, bagian organisasi dan karyawannya berdasarkan sasaran, standar dan kriteria yang diterapkan sebelumnya (Mulyadi, 2002: 415),. Proses penilaian kinerja dibagi menjadi dua tahap yaitu: 1) Tahap persiapan yang terdiri dari: (1) penentuan daerah penanggungjawaban dan manajer yang bertanggung jawab; (2) penetapan kriteria kinerja bagi setiap pusat pertanggungjawaban; (3) pengukuran kinerja sesungguhnya. 2) Tahap penilaian yang terdiri dari: (1) perbandingan kinerja sesungguhnya dengan sasaran yang telah ditetapkan sebelumnya dan pelaporan dengan segera hasilnya; (2) penentuan penyebab operasional dan perilaku penyimpangan yang merugikan pencegahan perilaku dan tindakan yang tidak diinginkan. 2.1.3.3 Ukuran pencapaian kinerja Dalam suatu penilaian kinerja, terlebih dahulu kita harus menentukan skala ukuran dari nilai tersebut. Ukuran tersebut harus dipahami bersama atau dapat diterima secara wajar, baik oleh yang menilai maupun objek yang dinilai. Penilaian kinerja dilakukan melalui ukuran finansial maupun non finansial.
29
Namun disini penulis hanya akan membahas penilaian kinerja melalui ukuran non finansial. Pengukuran kinerja (Hansen, Don R. dan Maryane M. Mowen, 2000: 483) harus mencakup: 1) efisiensi, yaitu berfokus pada hubungan antara masukan dan keluaran. Dimana cara untuk meningkatkan efisiensi adalah membuat keluaran yang sama dengan menggunakan biaya masukan yang lebih rendah; 2) kualitas, yaitu berhubungan dengan pelaksanaan yang benar pada saat dilakukan bila terdapat cacat pada keluaran maka perlu dilakukan proses pengulangan yang menyebabkan biaya yang tidak perlu akan terjadi dan penurunan efisiensi pun tidak dapat dihindari; 3) waktu, yaitu waktu yang lebih lama berarti lebih banyak konsumsi sumber daya, sehingga akan terjadi pemborosan atau inefisiensi. 2.1.3.4 Kinerja auditor Ukuran kinerja auditor (Harell, Andrian dan Arnold Wright, 1990) dapat dilihat dari: 1) Kemampuan teknis dan analisis (1) creative, yaitu pemikiran inovatif, penyesuaian untuk mengubah kondisi serta pertimbangan tujuan audit dan pemikiran alternatif untuk pencapaian tujuan. (2) efficient and organized, yaitu penyelesaian dari penugasan dengan berdasarkan atas waktu dan dengan sedikit supervisi, merencanakan dan mengevaluasi kemajuan dari pekerjaan dan termasuk di dalamnya perencanaan waktu yang baik;
30
(3) knowledge of accounting and analiting standard, yaitu berdasarkan atas teknik, kemampuan memahami akan suatu pekerjaan, kemampuan mengidentifikasi lengkap permasalahan dan mampu membandingkan teori dan praktik; (4) judgement and common sense, yaitu dapat mencapai kesimpulan berdasarkan logika didasarkan atas informasi yang tersedia, memahami maksud dari prosedur dan kerangka kerja dari keseluruhan kegiatan pemeriksaan serta materiality. 2) Karakter professional (1) initiative and ambition, yaitu keinginan untuk bertanggung jawab dan mau memberikan kemampuan yang lebih bila diperlukan, sikap professional dan positif serta mau menerima tantangan; (2) maturity and confidence, yaitu sikap professional yang baik, bertanggung jawab dan menerima secara konstruktif dan belajar dari kritikan serta mempunyai rasa percaya diri yang tinggi; (5) interpersonal skill, yaitu dapat membangun dan memperkuat hubungan baik dengan staf maupun klien dalam suatu tim kerja. 3) Kemampuan komunikasi (6) communication skill, yaitu dapat mengeluarkan dengan jelas seluruh ide, baik secara lisan maupun tulisan; (7) Working Paper, yaitu adanya pendokumentasian, klarifikasi, kebersihan, pengorganisasian dan semua kesimpulan didukung dengan baik.
31
2.1.3.4.1 Kinerja auditor BPK RI Dari pengertian kinerja di atas dikaitkan dengan pengertian kinerja auditor BPK RI, maka kinerja auditor yang dimaksud adalah meupakan hasil yang dicapai dalam menjalankan fungsi pemeriksaan, fungsi rekomendasi dan fungsi quasi yudisial (peradilan yudiasial) sebagaimana yang dituangkan dalam Panduan Manajemen Pemeriksaan (PMP) antara lain dengan penjelasan sebagai berikut: 1) fungsi pemeriksaan, yang bertujuan memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab tentang keuangan negara secara rutin dan berkala. Pemeriksaan tersebut diharapkan dapat memberikan gambaran umum tentang pengurusan keuangan negara yang dapat mengungkapkan dan memberikan penilaian terhadap pertanggungjawaban keuangan negara sesuai dengan tujuan pemeriksan yang dilakukan, yakni menilai tentang: ketepatan operasi keuangan atau kelayakan laporan keuangan, ketertiban administrasi dan ketaatan pada peraturan perundang-undangan yang berlaku dan penggunaan uang belanja dilakukan dengan cara-cara yang dapat dipertanggungjawabkan; 2) fungsi rekomendasi adalah menyampaikan pertimbangan dan saran kepada pemerintah mengenai hal-hal yang bersifat penyempurnaan yang mendasar, strategis dan berskala nasional di bidang pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara; 3) fungsi quasi yudisial yaitu menjalankan proses tuntutan perbendaharaan terhadap bendahara yang merugikan negara karena lalai atau bersalah dalam melaksanakan tugasnya dan memberikan pertimbangan kepada pemerintah
32
atas proses tuntutan ganti rugi terhadap pegawai negeri bukan bendaharawan yang merugikan. Dalam menjalankan fungsi-fungsinya di atas kinerja auditor BPK RI dapat diukur dari banyaknya produk yang dihasilkan yaitu berupa temuan pemeriksaan yang dituangkan dalam hasil pemeriksaan maupun yang dituangkan Hasil Pemeriksaan Semester (HAPSEM) serta saran yang ditindaklanjuti oleh auditee. Dengan demikian dapat dikatakan kinerja auditor adalah kemampuan dari seorang auditor menghasilkan temuan atau hasil pemeriksaan dari kegiatan pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang dilakukan dalam satu tim pemeriksaan. Sebagai tolak ukur yang dapat dipergunakan dalam menilai kinerja auditor BPK RI yaitu dengan melihat output yang berupa produktivitas auditor yaitu seberapa banyak hasil pemeriksaan yang dihasilkan auditor dalam setiap pemeriksaan, disamping itu juga dapat dilihat besarnya outcome, yang berupa realisasi tindak lanjut saran atau rekomendasi hasil pemeriksaan BPK RI yang dilaksanakan oleh pemerintah atau entitas yang diperiksa. 2.1.3.4.2 Indikator kinerja auditor Berdasarkan pengertian-pngertian yang telah disampaikan di atas, maka indikator kinerja auditor BPK RI dalam penelitian ini dapat dilihat dari prestasi atau hasil yang dicapai auditor dalam menjalankan fungsi dan tanggung jawabnya sebagai berikut: 1) pemeriksaan, yang bertujuan memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara;
33
2) merekomendasikan dan menyampaikan pertimbangan dan saran kepada pemerintah; 3) mengadakan dan menetapkan tuntutan perbendaharaan dan memberikan pertimbangan kepada pemerintah atas pelaksanakan tuntutan ganti rugi. 2.2 Pembahasan Hasil Penelitian Sebelumnya Penelitian tentang tindakan supervisi sebelumnya pernah dilakukan oleh beberapa peneliti. Myrna Nurahma dan Nur Indriantoro pada tahun 2000 melakukan penelitian mengenai tindakan supervisi dan kepuasan kerja akuntan pemula di Jawa. Variabel yang digunakan adalah aspek kepemimpinan dan mentoring, aspek kondisi kerja, aspek penugasan dari tindakan supervisi, dan kepuasan kerja akuntan pemula. Teknik analisis yang digunakan adalah uji asosiasi non parametric Kendall’s Tau dan Uji Mann-Whitney. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa aspek kepemimpinan dan mentoring, aspek kondisi kerja dan aspek penugasan dalam tindakan supervisi yang disarankan Accountant Education Change Commission (AECC) berkorelasi positif dengan kepuasan kerja. Penelitian lainnya dilakukan oleh Ni Luh Adi Andriani pada tahun 2007, dalam penelitian tersebut variabel independen yang digunakan adalah aspek kepemimpinan dan mentoring, aspek kondisi kerja, dan aspek penugasan, sedangkan variabel dependennya adalah kepuasan kerja dan kinerja auditor pemula. Penelitian ini dilakukan pada Kantor Akuntan Publik di Bali. Teknik analisis yang digunakan adalah multiple regression analysis. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa aspek kepemimpinan dan mentoring berpengaruh signifikan
34
terhadap kinerja auditor pemula, sedangkan aspek kondisi kerja, dan penugasan tidak
berpengaruh
signifikan
terhadap
kinerja
auditor
pemula.
Aspek
kepemimpinan dan mentoring tidak berpengaruh signifikan terhadap kepuasan kerja auditor pemula, sedangkan aspek kondisi kerja dan aspek penugasan berpengaruh signifikan terhadap kepuasan kerja auditor pemula pada Kantor Akuntan Publik di Bali. Penelitian yang dilakukan oleh Ayu Virgoyanti pada tahun 2007 juga menguji mengenai pengaruh tindakan supervisi terhadap kepuasan kerja auditor tetapi dalam penelitian ini dilakukan perbandingan antara auditor junior dan auditor senior. Sama halnya dengan penelitian yang dilakukan oleh Andriani, bahwa penelitian ini juga dilakukan pada lokasi yang sama yaitu pada Kantor Akuntan Publik di Bali. Teknik analisis data yang digunakan adalah linear regression analysis dan uji beda t-test. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tindakan supervisi memiliki pengaruh signifikan terhadap tingkat kepuasan kerja auditor, baik auditor senior maupun auditor junior, dan tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara tindakan supervisi yang diberikan terhadap auditor junior dan auditor senior, serta tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara kepuasan kerja yang dirasakan oleh auditor junior dan auditor senior. Penelitian yang dilakukan oleh A.A. Ayu Putri Widyantari pada tahun 2008, dalam penelitiannya menggunakan variabel independen tindakan supervisi, komitmen, dan motivasi, sedangkan variabel dependennya menggunakan variabel kepuasan kerja auditor. Persamaannya dengan penelitian sebelumnya adalah bahwa penelitian ini sama-sama dilakukan pada Kantor Akuntan Publik di Bali.
35
Teknik yang digunakan adalah linear regression analysis, Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa komitmen professional, komitmen organisasional dan motivasi berpengaruh positif terhadap kepuasan kerja auditor yang berarti semakin tinggi komitmen professional, komitmen organisasional dan motivasi maka kepuasan kerja auditor akan semakin tinggi. Persamaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah sama-sama meneliti
tentang
supervisi.
Perbedaannya
adalah
penelitian
ini
hanya
menggunakan variabel kinerja sebagai variabel independen, serta penelitian ini tidak melakukan analisis perbandingan antara auditor junior dan auditor senior. Alasan hanya variabel kinerja saja yang dipakai dan tidak melakukan analisis perbandingan antara auditor junior dan auditor senior karena kepuasan kerja secara ontologi berpengaruh, hal ini disebabkan oleh pengamatan penulis di tempat lokasi yaitu di BPK RI Perwakilan Provinsi Bali, hal yang sangat penting dibutuhkan oleh auditor BPK RI di sini adalah kinerja karena dengan peningkatan suatu kinerja BPK RI dapat meningkatkan kualitas audit dan laporan hasil auditnya. Selain itu di BPK RI baik di pusat maupun di perwakilan seperti BPK RI Perwakilan Provinsi Bali sendiri tidak mengenal suatu perbedaan antara auditor senior maupun auditor junior, yang dimaksudkan disini adalah bahwa auditor yang ada di bawah naungan pemerintahan itu statusnya sama yaitu sebagai auditor tanpa membedakan satu dengan yang lain. Namun, dalam penelitian ini ada pembagian antara auditor senior dengan auditor junior karena dilihat dari masa kerjanya, apabila auditor tersebut memiliki masa kerja antara satu sampai dengan tiga tahun maka auditor tersebut dikategorikan auditor junior, sedangkan
36
auditor yang memiliki masa kerja lebih dari tiga tahun maka auditor tersebut dikategorikan auditor senior. Untuk lebih mempermudah para pembaca dalam melihat pnjelasan mengenai penelitian sebelumnya dapat dilihat pada tabel 2.1 berikut ini:
Tabel 2.1 Penelitian Sebelumnya No
1.
2.
Nama
Judul
Myrna Nurahma dan Nur Indriantoro (2000)
Tindakan Supervisi dan Kepuasan Kerja Akuntan Pemula di Kantor Akuntan Publik
Ni Luh Adi Andriani (2007)
Pengaruh Tindakan Supervisi terhadap Kinerja dan Kepuasan Kerja Auditor Pemula: Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik di Bali
37
Teknis Analisis Uji asosiasi non parametric Kendall’s Tau dan Uji MannWhitney
Multiple regression analysis
Hasil Ada hubungan yang signifikan dan positif anatara aspek kepemimpinan dan mentoring, kondisi kerja, dan penugasan terhadap kepuasan kerja akuntan pemula. 1. Aspek kepemimpinan dan mentoring berpengaruh signifikan terhadap kinerja auditor pemula, sedangkan aspek kondisi kerja, dan penugasan tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja auditor pemula. 2. Aspek kepemimpinan dan mentoring tidak berpengaruh terhadap kepuasan kerja auditor pemula, sedangkan aspek kondisi kerja dan aspek penugasan berpengaruh signifikan terhadap kepuasan kerja auditor pemula pada Kantor Akuntan Publik di Bali.
3.
Ayu Virgoyanti (2007)
Pengaruh Tindakan Supervisi terhadap Tingkat Kepuasan Kerja Auditor (Perbandingan antara Auditor Senior dan Auditor Junior)
Linear regression analysis dan Uji beda t-test
4.
A.A. Ayu Putri Widyantari (2008)
Pengaruh Tindakan Supervisi, Komitmen, dan Motivasi terhadap Kepuasan Kerja Auditor pada Kantor Akuntan Publik di Bali
Linear regression analysis
1. tindakan supervisi memiliki pengaruh signifikan terhadap tingkat kepuasan kerja auditor, baik auditor senior maupun auditor junior. 2. tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara pelaksanaan tindakan supervisi terhadap auditor junior dan auditor senior. 3. tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara tingkat kepuasan kerja yang dirasakan oleh auditor junior dan auditor senior. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa komitmen professional, komitmen organisasional dan motivasi berpengaruh positif terhadap kepuasan kerja auditor yang berarti semakin tinggi komitmen professional, komitmen organisasional dan motivasi maka kepuasan kerja auditor akan semakin tinggi.
Sumber: Data Diolah, 2009 2.3 Kerangka Pemikiran Suatu organisasi pemeriksa harus merumuskan kebijakan dan prosedur pengendalian mutu mengenai pelaksanaan dari supervisi perikatan. Supervisi dalam auditing adalah kegiatan mengkoordinasi oleh atasan terhadap pekerjaan yang dilakukan oleh bawahannya dalam pelaksanaan tugas melalui pengarahan
38
dan umpan balik (feedback) yang efektif dan efisien. Sehingga dapat mencapai suatu tujuan dan sasaran audit yang diharapkan sebelumnya. Pelaksanaan supervisi yang dilakukan oleh BPK RI Perwakilan Provinsi Bali merupakan hal yang penting. Supervisi mencakup pengarahan usaha asisten dalam mencapai tujuan audit dan penentuan apakah tujuan tersebut tercapai. Luasnya supervisi memadai dalam suatu keadaan tergantunga atas banyak faktor, termasuk kompleksitas dan kualifikasi orang yang melaksanakan audit. Tindakan supervisi seperti yang direkomendasikan oleh Accounting Education Chage Commision (AECC) terdiri dari tiga aspek utama yaitu kepemimpinan dan mentoring, aspek kondisi kerja serta aspek penugasan. Tindakan supervisi ini sedikit banyak berpengaruh terhadap kinerja auditor junior. Kinerja merupakan suatu bentuk kesuksesan seseorang untuk mencapai peran atau target tertentu berasal dari perbuatan sendiri. Kinerja seseorang dikatakan baik apabila hasil kerja individu tersebut dapat melampaui peran atau target yang ditentukan sebelumnya. Berdasarkan teori-teori yang mendukung, diduga bahwa tindakan supervisi memiliki pengaruh terhadap kinerja auditor. Semakin memadainya tindakan supervisi yang diberikan maka kinerja auditor junior semakin meningkat. Tindakan supervisi merupakan salah satu bentuk pengawasan dan evaluasi serta pengarahan dari atasan. Seorang supervisi diharapkan akan berpengaruh terhadap kinerja yang dimiliki oleh auditor. Hubungan tindakan supervisi dan kinerja
39
auditor dapat dilihat pada Gambar 2.2 sebagai berikut:
Gambar 2.2
Hubungan Pelaksanaan Supervisi dan kinerja Auditor
Pelaksanaan Supervisi Auditor Senior
Kinerja Auditor junior
Sumber: Data Diolah, 2009 2.4 Hipotesis Berdasarkan latar belakang masalah, landasan teori, dan hasil penelitian sebelumnya, maka dapat dikemukakan rumusan hipotesis yang menyatakan bahwa pelaksanaan supervisi auditor senior berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja auditor junior.
40