BAB II KAJIAN PUSTAKA
2. 1. Lahan Kering dan Potensinya di Bali Lahan kering adalah hamparan lahan yang tidak pernah digenangi air atau tergenang air pada sebagian waktu selama setahun. Saat ini pemanfaatan lahan kering untuk keperluan pertanian baik tanaman semusim maupun tanaman tahunan/perkebunan sudah sangat berkembang. Pertambahan jumlah penduduk yang terjadi dengan sangat cepat menyebabkan kebutuhan akan bahan pangan dan perumahan juga akan meningkat, sehingga pemanfaatan lahan kering ditengah tingginya laju alih fungsi lahan sawah menjadi semakin penting. Agroekosistem lahan kering di Indonesia dibagi kedalam beberapa kategori. Berdasarkan iklim yaitu, lahan kering iklim basah (LKIB) atau daerah yang memiliki curah hujan di atas 2.500 mm/tahun dan lahan kering iklim kering (LKIK) atau daerah yang memiliki curah hujan di bawah 2.500 mm/tahun. Berdasarkan ketinggian tempat dari permukaan laut yaitu lahan kering dataran tinggi (LKDT) atau daerah yang berada pada ketinggian di atas 700 meter dari permukaan laut (dpl) dan lahan kering dataran rendah (LKDR) yaitu daerah yang berada pada ketinggian 0–700 meter dpl (Afrizon, 2009). Salah satu alternatif pilihan yang diharapkan dapat meningkatkan potensi produksi
tanaman
dalam
rangka
memenuhi
kebutuhan
pangan
adalah
pendayagunaan lahan kering. Lahan kering tersedia cukup luas, sebagian belum
5
6 diusahakan
secara
optimal
sehingga
memungkinkan
peluang
dalam
pengembangannya (Anonim, 2012b). Jenis tanaman padi di Provinsi Bali terdiri dari padi sawah dan padi ladang. Luas lahan untuk tanaman padi 104.126 hektar, terdiri dari padi sawah 103.984 hektar dan padi ladang 142 hektar. Sejumlah 147.880 rumah tangga petani padi, sebesar 99,10% (146.556 rumah tangga) mengelola padi sawah, sedangkan padi ladang hanya dikelola sebesar 0,90% atau 1.324 rumah tangga (BPS, 2013). Potensi perkembangan luasan lahan-lahan sawah yang tergantung dari musim hujan di Bali semakin besar, seiring dengan meningkatnya alih fungsi lahan sawah untuk tujuan non pertanian (pemukiman, industri dan lainnya) yang menghambat jaringan irigasi pertanian. Pentingnya pengelolaan lahan kering dapat diartikan sebagai segala upaya untuk memelihara dan meningkatkan kesuburan tanah pada lahan
kering agar usaha pertanian dapat secara
berkelanjutan dilaksanakan tanpa merusak kelestarian lingkungan.
2. 2. Galur Mutan dan Varietas Padi Gogo Penggunaan varietas unggul bermutu adalah salah satu cara yang handal untuk meningkatkan produksi pangan. Cara ini lebih aman dan harus ramah lingkungan, tentunya biaya juga lebih murah. Upaya untuk mendapatkan varietas unggul bermutu dilakukan secara intensif sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang ada. Penciptaan varietas baru untuk meningkatkan keragaman genetik dapat dilakukan dengan cara persilangan antar spesies, introduksi genotip, kultur jaringan, dan pemuliaan tanaman dengan teknik
7 radiasi. Teknologi nuklir merupakan salah satu teknologi moderen yang berkembang pesat dalam bidang pertanian. Pemanfaatan teknik nuklir pada tanaman dapat digunakan untuk perbaikan varietas melalui mutasi dengan radiasi (Anonim, 2014). Galur merupakan keturunan hasil persilangan yang mempunyai karakter agronomis tertentu dan biasanya belum mencapai kemantapan dan belum diberi nama. Galur terdiri dari galur murni dan galur harapan. Pengertian galur murni adalah turunan-turunan yang mempunyai sifat khas yang sama dengan parentalnya. Terjadi dari penyerbukan sendiri walaupun dilakukan ulang beberapa kali, sedangkan galur harapan merupakan keturunan hasil persilangan yang mempunyai karakter agronomis tertentu dan biasanya belum mencapai kemantapan dan belum diberi nama serta galur-galur dimaksud merupakan galur unggulan yang akan dicari galur terbaik sebagai harapan mendapatkan varietas. Varietas merupakan bagian dari suatu jenis yang ditandai oleh bentuk tanaman, pertumbuhan, daun, bunga, buah, biji, dan sifat-sifat lain yang dapat dibedakan dalam jenis yang sama. Kultivar diartikan sebagai sekelompok tumbuhan yang telah dipilih/diseleksi untuk suatu atau beberapa ciri tertentu yang khas dan dapat dibedakan secara jelas dari kelompok lainnya, serta tetap mempertahankan ciriciri khas ini jika diperbanyak dengan cara tertentu (Prassojo, 2012). Di Indonesia, kegiatan penelitian aplikasi teknik nuklir dalam bidang pertanian khususnya untuk pemuliaan tanaman telah dilakukan Badan Tenaga Nuklir Nasional sejak tahun 1980-an dalam upaya meningkatkan ketahanan pangan nasional. Meski nuklir merupakan teknologi berbahaya bagi manusia, tapi
8 punya efek positif bila dapat memanfaatkan sifat-sifat hakiki dari tenaga ini untuk maksud damai. Teknologi nuklir dapat digunakan dalam bidang pertanian, peternakan, pengawetan makanan, hidrologi, industri, dan kedokteran. Pada akhirnya, pemanfaatan teknologi nuklir akan dapat meningkatkan mutu kehidupan dan kesejahteraan masyarakat. BATAN juga berupaya untuk memberikan sosialisasi pada masyarakat bahwa nuklir tidak selalu berdampak buruk. Pengembangan varietas padi dengan teknik mutasi radiasi adalah salah satu contoh manfaat nuklir. Pastinya, masyarakat tidak perlu merasa khawatir apalagi takut. Radiasi yang dilakukan terhadap genetik tanaman tidak mengakibatkan tanaman atau produk tanaman menjadi radioaktif. Semua hasil pemuliaan tanaman dengan teknik radiasi dijamin aman untuk dikonsumsi oleh manusia (Hatta, 2013). Iradiasi adalah suatu teknik yang digunakan untuk menciptakan varietas baru. Caranya adalah melakukan penyinaran radiasi gamma dengan dosis tertentu pada biji tanaman yang dikehendaki atau teknik mutasi. Tujuannya untuk memperoleh sifat-sifat baru yang lebih unggul dari varietas induknya. Sifat tersebut meliputi daya hasil, umur, ketahanan terhadap hama dan penyakit tanaman (Anonim, 2013). Mutasi merupakan suatu proses dimana suatu gen mengalami perubahan struktur atau segala macam tipe perubahan bahan keturunan yang mengakibatkan perubahan fenotipe yang diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Gen atau faktor keturunan yang berubah karena mutasi disebut mutan. Galur mutan yang dihasilkan oleh BATAN yaitu PMG 01/Psj sampai dengan PMG 10/Psj, walaupun telah banyak galur harapan (GH) padi gogo yang
9 dihasilkan dan sudah dilepas, namun sebagian besar masih merupakan VUB nasional. Sehingga dengan demikian perlu dilakukan uji adaptasi terhadap GH padi gogo yang sudah dihasilkan. Uji adaptasi ini diharapkan sejumlah galur harapan padi gogo generasi awal dan menengah dapat diketahui keunggulan sifatsifat spesifiknya seperti daya hasil, daya adaptasi dan kesesuaian agroekologinya. Varietas unggul padi gogo
yang telah dilepas oleh Badan Litbang
Pertanian tahun 1999-2002, yaitu tujuh varietas padi gogo lahan kering meliputi Cirata, Towuti, Limboto, Danau Gaung, Batutegi, Situpatenggang
dan
Situbagendit. Umumnya varietas tersebut berumur genjah 105-125 hari, tinggi 100-135 cm, toleran terhadap keracunan Aluminium, toleran kekeringan, tahan terhadap beberapa ras penyakit blas dan cocok dibudidayakan di lahan kering dataran rendah. Varietas unggul tersebut perlu di adaptasikan untuk menentukan varietas yang cocok untuk dikembangkan pada daerah-daerah pertanaman padi gogo (Warda, 2011).
2. 3. Uji Adaptasi dan Kemampuan Adaptasi Tanaman di Lahan Kering Pengujian keunggulan calon varietas dilakukan melalui dua pendekatan, yaitu uji adaptasi/multi lokasi dan uji observasi. Uji adaptasi dilakukan dalam bentuk uji multi lokasi dan multi musim dan berlaku untuk calon varietas tanaman semusim hasil pemuliaan dan introduksi. Uji observasi dilakukan terhadap tanaman tahunan atau tanaman semusim. Tanaman semusim yang diporoduksi secara terbatas, respon genetik sangat spesifik terhadap lingkungan tumbuh, atau varietas lokal yang sudah berkembang di masyarakat sejak lima tahun terakhir dan
10 sampai saat ini berkembang dengan baik. Uji adaptasi/multilokasi adalah kegiatan uji lapangan terhadap tanaman di beberapa agroekologi bagi tanaman semusim, untuk mengetahui dan memperoleh data keunggulan-keunggulan dari calon varietas yang akan dilepas sebagai suatu varietas unggul yang akan dikomersialkan (Anonim, 2012b). Sumbangan padi gogo dalam perberasan nasional rendah, salah satu penyebabnya adalah karena padi gogo hanya ditanam sekali setahun pada awal musim hujan. Kendala lainnya adalah produktivitasnya rendah karena padi gogo umumnya ditanam pada tanah masam yang secara kimiawi memiliki tingkat ketersediaan aluminium dan mangan yang tinggi dan ketersediaan unsur hara terutana N, P, K, Ca, Mg, dan Mo yang rendah. Secara fisik tanah ini memiliki kapasitas menahan air yang rendah dan mudah tererosi. Kendala lainnya adalah sukarnya pengendalian gulma, penanggulangan hama penyakit yang tidak memadai, rendahnya kesuburan tanah, serta kurang pengetahuan petani mengenai pemupukan dan cara tanam (Budiasih, 2009). Adaptasi kekeringan adalah kemampuan suatu genotipe untuk dapat hidup dalam suasana kekeringan dan lebih produktif atau mempunyai daya produksi yang lebih stabil dibandingkan dengan kultivar kontrol, di dalam lingkungan yang sering terjadi kekeringan. Adaptasi tanaman terhadap kekeringan melibatkan dua aspek, yaitu penghindaran kekeringan (drought escape) dan ketahanan kekeringan resisten (drought resistence) (Maschner, 1997). Kekeringan akan menyebabkan terganggunya proses metabolisme tanaman seperti terhambatnya penyerapan nutrisi, terhambatnya pembelahan dan pembesaran sel, penurunan aktivitas enzim
11 serta penutupan stomata sehingga pertumbuhan dan perkembangan tanaman menjadi terhambat (Asmara, 2011). Pengaruh stress kekeringan terhadap pertumbuhan tanaman sangat ditentukan oleh besarnya tingkat stress yang dialami dan fase pertumbuhan tanaman tersebut saat mendapat stress kekeringan (Kadir, 2011). Saat defisit air, secara fisiologis untuk tetap dapat mempertahankan proses metabolismenya tanaman mengatur potensial osmotik selnya tetap negatif, yaitu dengan menghasilkan senyawa osmoregulator seperti prolin berfungsi untuk mempertahankan potensial air jaringan tanaman dalam mekanisme osmoregulasi (Setiawan et al, 2012). Dehidrasi pada tanaman dapat dihindari baik dengan meminimalkan air yang keluar dengan penutupan stomata, penggulungan daun, pengguguran daun, mengurangi pertumbuhan dan mempersingkat ontogenesis, atau dengan mempertahankan suplai air dengan penyesuaian osmotik dan peningkatan
nisbah
akar/tajuk
(Levitt,
1980).
Tanaman-tanaman
yang
menyelesaikan fase-fase pertumbuhan aktifnya dalam suatu periode dimana lingkungan cocok untuk diberikan air, akan terhindar dari bahaya kekeringan (Budiasih, 2009).