S UHARSIH ET AL.: EMISI G AS METAN PADA LAHAN SAWAH I RIGASI
Emisi Gas Metan pada Lahan Sawah Irigasi Inceptisol Akibat Pemupukan Nitrogen pada Tanaman Padi 1
1
Suharsih , P. Setyanto , dan A.K. Makarim 1
2
Loka Penelitian Pencemaran Lingkungan Pertanian, Jakenan 2 Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan
ABSTRACT. Methane Emission from Inceptisol Lowland RiceField as Effect of Various Forms and Rate of N. Research on methane (CH4) emission from an Inceptisol lowland rice-field with various forms and rates of N fertilizer was conducted for two seasons in Pati District, Central Java. The dry season was from July to October 1999, and the wet from November 1999 to February 2000. Factorial 2 x 3 in randomized complete block design was used in the experiment with three replications. The first factor was the form of N fertilizer (prilled urea and tablet urea) and the second factor was rate of N fertilizer (0, 57.5; 86 and 115 kg N/ha). The total number of treatments was seven. The objectives of the experiment were (1) to study the effects of N fertilizer rate and form on rice yield and methane production on the Inceptisol lowland rice-field, (2) to determize the effect of planting season on rice yield and methane emission. The result aimed to support a rice cultivation system for high rice yield and low methane emission. Increasing the rate of N fertilizer, either as prilled or tablet, tended to decrease CH 4 emission. In the dry season the rice-field emitted 36-146 kg CH4/ha, which is lower than that in the wet season (207-341 kg CH4/ha). However, rice yield in the dry season was higher (3.45-6.62 t/ha) than that in the wet season one (3,28-4,33 t/ha). The results of this experiment indicate that on Inceptisol lowland rice-field, which is frequently unflooded, high rice yield does not cause high methane emission or in other words, increasing rice production does not mean increasing methane emission. Key words: Emission, methane gas, Inceptisol irrigated rice-field, N fertilizer. ABSTRAK. Penelitian emisi gas metan (CH 4) pada lahan sawah irigasi Inceptisol akibat beberapa perlakuan bentuk dan takaran pupuk N dilaksanakan selama dua musim tanam (MT). Penelitian dilaksanakan di Pati, Jawa Tengah pada bulan Juli-Oktober 1999 untuk MK dan Nopember 1999-Pebruari 2000 untuk MH. Rancangan percobaan yang digunakan adalah faktorial 2 x 3 secara acak kelompok dengan tiga ulangan. Faktor pertama adalah bentuk pupuk N (urea pril dan urea tablet), dan faktor kedua adalah takaran pupuk N (57,5; 86 dan 115 kg N/ha). Perlakuan tanpa N digunakan sebagai kontrol. Tujuan penelitian ini adalah untuk (1) mempelajari pengaruh bentuk dan takaran pupuk N terhadap hasil padi dan emisi gas metan pada lahan sawah irigasi Inceptisol, dan (2) mengetahui pengaruh musim tanam terhadap hasil padi dan emisi gas metan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin tinggi takaran pupuk, baik urea pril maupun urea tablet cenderung menekan emisi gas CH4. Tingkat emisi gas CH4 pada MK (36-146 kg CH 4/ha) lebih rendah dibanding MH (207-341 kg CH4/ha). Sebaliknya, hasil gabah pada MK lebih tinggi (3,45-6,62 t/ha) dari MH (3,28-4,33 t/ha). Hasil penelitian ini juga membuktikan bahwa untuk lahan sawah yang sering tidak tergenang, hasil gabah yang tinggi tidak selalu mengakibatkan emisi gas metan yang tinggi pula. Dengan kata lain, peningkatan produksi padi tidak selalu diikuti oleh peningkatan emisi gas metan. Kata kunci: Emisi, gas metan, sawah irigasi Inceptisol, pupuk N.
P
endapat selama ini mengatakan bahwa lahan sawah berperan besar terhadap peningkatan konsentrasi gas metan, salah satu gas rumah kaca (GRK), di atmosfer. Emisi gas metan (CH 4) dari lahan sawah di bumi diperkirakan sebesar 60 Tg CH4/tahun (IPCC 1996). Diketahui bahwa GRK berpengaruh terhadap pemanasan suhu global. Indonesia dengan luas sawah lebih dari 9 juta ha diduga memberi kontribusi ±1% terhadap total emisi global CH4 (Makarim dan Setyanto 1995), bahkan sebelumnya diperkirakan lebih dari 1% (Husin et al. 1995) dengan asumsi total emisi gas metan berbanding lurus dengan total produksi padi. Kalau dugaan tersebut benar maka setiap usaha peningkatan produksi padi guna memenuhi kebutuhan pangan penduduk harus dibayar dengan kerusakan lingkungan berupa emisi gas metan yang semakin besar. Dugaan ini perlu diklarifikasi melalui penelitian gas metan secara kuantitatif. Besarnya emisi gas metan dari lahan sawah bervariasi, bergantung dari cara budi daya, seperti bahan organik yang digunakan (Wihardjaka et al. 1999a), pengaturan air (Suharsih et al. 1999), penggunaan varietas padi (Wihardjaka et al. 1999b), jenis dan frekuensi pemberian pupuk N (Setyanto et al. 1999). Pada lahan sawah tadah hujan emisi gas metan berkisar antara 71-217 mg CH 4/m2/hari (Setyanto et al. 2000). Besarnya kisaran emisi gas metan menandakan adanya peluang untuk mendapatkan teknis budi daya padi yang mampu memberi hasil tinggi dengan tingkat emisi gas metan yang rendah. Pemupukan N sebagai salah satu aspek penting dalam peningkatan produksi padi diduga berpengaruh terhadap pembentukan CH4. Perkembangan tanaman yang baik sebagai dampak dari pemberian N akan diikuti oleh meningkatnya pertukaran gas di sekitar perakaran tanaman sehingga metan yang terlepas ke atmosfer lebih banyak (Cicerone and Shetter 1981). Dilain pihak, Schulz et al. (1989) menyebutkan bahwa pemberian urea dan amonium sulfat memperlambat penurunan potensial redoks tanah sehingga pembentukan metan terhambat. Informasi mengenai pengaruh pemupukan N terhadap pembentukan gas CH4 dari lahan sawah belum diketahui. Untuk itu perlu 43
PENELITIAN PERTANIAN TANAMAN PANGAN VOL . 21 N O. 2 2002
dilakukan penelitian sehingga diperoleh informasi yang tepat mengenai takaran, bentuk, cara dan waktu pemberian pupuk N dalam menghambat pembentukan dan pelepasan gas CH4 ke atmosfer tanpa mengurangi hasil padi. Penelitian ini bertujuan untuk (1) mempelajari pengaruh bentuk dan takaran pupuk N terhadap hasil padi dan emisi gas metan pada lahan sawah irigasi tanah Inceptisol, dan (2) mengetahui pengaruh musim tanam terhadap hasil padi dan emisi gas metan.
BAHAN DAN METODE Penelitian dilaksanakan di lahan sawah irigasi tanah Inceptisol di Kabupaten Pati, Jawa Tengah pada MK 1999 (Juli-Oktober) dan MH 1999/2000 (Nopember 1999Pebruari 2000). Percobaan menggunakan rancangan faktorial 2 x 3 secara acak kelompok dengan tiga ulangan. Sebagai perlakuan adalah jenis dan takaran pupuk N yaitu urea prill dan urea tablet masing-masing 0,0; 57,5; 86,0 dan 115 kg N/ha. Sebagai pupuk dasar adalah 60 kg P2O5 dan 90 kg K 2O/ha. Bibit padi varitas Way Apoburu berumur 21 hari dari pesemaian ditanam pada petak percobaan ber- ukuran 5 x 10 m dengan jarak tanam 20 x 20 cm. Pupuk urea prill diberikan tiga kali masing-masing 1/3 takaran pada saat tanaman berumur 5 hari setelah tanam (HST), 21 HST dan saat primordia (40 HST), sedangkan pupuk urea tablet diberikan sekali yaitu pada 5 HST. Contoh gas diambil seminggu sekali pada pagi hari pukul 06.00, keluaran contoh gas ditampung dengan boks yang terbuat dari fleksiglas ukuran 40 x 40 x 60 cm (boks kecil) dan 40 x 40 x 110 cm (boks besar), penggunaan boks disesuaikan dengan tinggi tanaman. Contoh gas diambil dengan menggunakan jarum suntik ukuran 5 ml. Contoh gas dianalisis dengan alat kromatografi gas Shimadzu GC-8A yang dilengkapi dengan FID (Flame Ionization Detector), dengan perhitungan emisi gas CH4 berdasarkan formulasi yang dikeluarkan oleh Badan Tenaga Atom International (International Atomic Energy Agency-IAEA) pada tahun 1995 sebagai berikut: E = (dc/dt) ([h.MW.Tst]) / [MV.(Tst + T)] dengan arti setiap lambang: E = emisi CH4 (mg m-2 jam-1 ) (dc/dt) = perubahan konsentrasi (mg kg -1 jam-1) h = tinggi boks (m) MW = berat molekul CH4 (16,123 x 103 mg) MV = volume molekul CH4 (22,41 x 10-3 m3) Tst = 273,2 oK 44
T = oC Parameter lain yang diamati adalah tinggi tanaman, jumlah anakan, pH, Eh tanah, emisi gas CH4, komponen hasil dan hasil serta curah hujan selama musim tanam.
HASIL DAN PEMBAHASAN Air irigasi pada lahan sawah irigasi Kabupaten Pati berasal dari waduk Kedung Ombo Grobogan. Selama pelaksanaan penelitian terjadi pembagian air berkala yang disebabkan oleh berkurangnya debit air waduk tersebut. Curah hujan selama MK 1999 (Juli-Oktober) rendah, yaitu 131 mm. Sebaliknya, pada MH 1999/2000 (Nopember 1999-Pebruari 2000) curah hujan sangat tinggi dengan total 899 mm, sehingga kebutuhan air untuk tanaman padi tercukupi dari hujan. Keadaan ini akan berpengaruh terhadap hasil gabah dan emisi gas CH4. Emisi gas CH4 MK (36-146 kg CH4/ha/musim) lebih rendah dibanding MH (207-341 kg CH4/ha/musim). Tingginya emisi gas CH4 pada MH berkaitan dengan curah hujan yang selama pertumbuhan tanaman lebih banyak dibanding MK (Gambar 1 dan 2) sehingga tanah sering tergenang (anaerob) pada MH. Akibatnya, potensi redoks tanah (Eh) turun dan dekomposisi bahan organik berlangsung secara anaerobik. Kondisi tanah pada MH sangat ideal bagi perkembangan bakteri metan yang membentuk CH 4. Gas CH 4 terbentuk secara optimal pada nilai Eh <-200 mV (Neue and Scharpenseel 1990). Menurut Alexander (1977), pada kondisi anaerob, bakteri penghasil gas metan (methanogen) sangat aktif dan proses dekomposisi bahan organik terjadi secara anaerob. Pada penelitian ini hasil gabah tidak berkorelasi positif dengan besarnya emisi gas metan. Hasil gabah pada MK lebih tinggi daripada MH. Sebaliknya, emisi gas metan pada MK lebih rendah daripada MH (Tabel 1). Hasil penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian Neue dan roger (1993) yang mengatakan bahwa hasil padi di lahan sawah yang kerap tidak tergenang atau tadah hujan. Perbedaan tersebut dapat diterangkan sebagai berikut: (1) Pada lahan sawah yang kerap tidak tergenang atau tadah hujan, kertersediaan air pada MK hanya cukup untuk kebutuhan tanaman padi, tetapi tidak cukup untuk tanah mencapai kondisi reduksi sehingga tidak mendukung perkembangan bakteri methanogen. Akibatnya, hasil gabah pada MK tetap tinggi bahkan lebih tinggi daripada MH karena curah hujan lebih sedikit dan tingkat radiasi surya lebih tinggi dibandingkan dengan pada MH (Gambar 2). (2) Pada MH tanah lebih sering tergenang sehingga emisi gas metan lebih besar dibandingkan dengan MK. Dengan demi-
80
80
70
70
60
60 Curah hujan (mm)
Curah hujan (mm)
S UHARSIH ET AL.: EMISI G AS METAN PADA LAHAN SAWAH I RIGASI
50 40 30 20
50 40 30 20 10
10
0
0 0
10
20
30
40
50
60
70
80
0
90
10
20
Kontrol UP 57,5 kg N UP 86 kg N UP 115 kg N
0.8
UT 57,5 kg N UT 86 kg N UT 115 kg N
0.6 0.4 0.2 0.0 0
10
20
30
40
50
60
40
50
60
70
80
90
1.0
70
80
90
Fluks metan (mg CH4/m 2/menit)
Fluks metan (mg CH 4 /m2 /menit)
1.0
30
Hari setelah tanam (HST)
Hari setelah tanam (HST)
Kontrol UP 57,5 kg N UP 86 kg N UP 115 kg N UT 57,5 kg N UT 86 kg N UT 115 kg N
0.8 0.6 0.4 0.2 0.0 0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
-0.2
-0.2
Hari setelah tanam (HST)
Hari setelah tanam (HST)
Gambar 1. Pola curah hujan dan fluks CH4 dari berbagai perlakuan bentuk dan takaran pupuk N pada MK 1999 di Pati.
Gambar 2. Pola curah hujan dan fluks CH4 dari berbagai perlakuan bentuk dan takaran pupuk N pada MH 1999/2000 di Pati.
Tabel 1. Total emisi gas CH4 dan hasil padi pada berbagai perlakuan bentuk dan takaran pupuk N. Pati, 1999/2000. Emisi gas CH4 (kg/ha)
Hasil padi (t/ha)
Perlakuan Kontrol Urea pril (57,5 kg N/ha) Urea pril (86 kg N/ha) Urea pril (115 kg N/ha) Urea tablet (57,5 kg N/ha) Urea tablet (86 kg N/ha) Urea tablet (115 kg N/ha)
MK
MH
MK
MH
96 ab 94 ab 89 ab 36 b 73 b 94 b 146 a
216 a 244 a 278 a 219 a 341 a 244 a 207 a
3,46 c 5,04 b 5,04 b 5,90 ab 5,63 ab 6,31 ab 6,62 a
3,28 b 3,87 ab 4,07 a 4,23 a 3,84 ab 4,33 a 4,08 a
Angka selajur yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 0,05 DMRT.
kian, sangat mungkin tingkat hasil gabah tidak sejalan dengan tingkat emisi gas metan seperti pendapat sebelumnya. Jumlah hari hujan selama MH cukup tinggi (46 hari hujan). Keadaan ini akan menghambat proses metabolisme tanaman dalam pembentukan malai, terbukti dengan perbandingan jumlah gabah hampa dan gabah isi dimana gabah hampa pada MH lebih banyak dibandingkan dengan MK (Tabel 3 dan 4). Pemberian urea pril dengan takaran meningkat cenderung menekan emisi gas CH4. Semakin tinggi
takaran pupuk N semakin rendah emisi gas CH4 (Tabel 2). Pada takaran 115 kg N/ha (urea pril), emisi gas CH4 turun sebesar 18,3% dibanding tanpa pupuk N. Tetapi pada perlakuan urea tablet tidak mengalami hal yang sama. Emisi terendah gas CH 4 diperoleh dengan penambahan 86 kg N/ha yaitu sebesar 338 kg CH4/ha/ tahun atau meningkat sebesar 8,3% daripada tanpa pupuk N. Emisi gas CH4 lebih rendah pada perlakuan urea pril dibanding urea tablet. Sebagaimana dilaporkan oleh Prihasto e t a l. (1999), emisi tertinggi gas CH 4 diperoleh pada 45
PENELITIAN PERTANIAN TANAMAN PANGAN VOL . 21 N O. 2 2002
perlakuan urea tablet sebesar 381 kg CH4/ha/tahun, diikuti oleh per- lakuan urea pril dengan frekuensi 2 dan 3 kali masing- masing 364 kg dan 360 kg CH4/ha/tahun. Penambahan pupuk N dalam bentuk urea pril mampu menekan emisi gas CH4 sebesar 3,8%. Sebaliknya, pemberian urea tablet meningkatkan emis gas CH4 sebesar 15,2% dibanding tanpa pupuk N. Pemberian urea tablet dengan cara dibenam menyebabkan kontak langsung antara pupuk N dengan lapisan reduktif tanah, di mana pada lapisan tersebut populasi bakteri methanogen tinggi. Bakteri penghasil metan tidak hanya membutuhkan sumber karbon (C),
tetapi juga membutuhkan N untuk proses metabolisme. Jika urea pril diberikan dengan cara ditabur maka kontak antara pupuk N dengan tanah tidak sebaik dengan cara dibenam. Hasil gabah tertinggi selama 1 tahun diperoleh dari penambahan 115 kg N/ha (urea tablet) yaitu sebesar 10,7 t/ha/tahun atau meningkat sebesar 37% daripada tanpa pupuk N. Urea tablet merupakan salah satu jenis urea lambat urai, 4+ 3reaksi perubahan NH menjadi NO lebih lambat 4+ dibanding urea pril, sehingga NH lebih banyak digunakan oleh tanaman. Hal yang sama juga diperoleh Mulyadi et al. (1999), yang menyebutkan bahwa hasil padi lebih tinggi dengan pemupukan urea tablet dibandingkan dengan urea pril.
Tabel 2. Emisi gas CH4 dan hasil padi selama satu tahun pada berbagai perlakuan bentuk dan takaran pupuk N. Pati, 1999/2000. Perlakuan Kontrol Urea pril (57,5 kg N/ha) Urea pril (86 kg N/ha) Urea pril (115 kg N/ha) Urea tablet (57,5 kg N/ha) Urea tablet (86 kg N/ha) Urea tablet (115 kg N/ha)
Emisi gas CH4 (kg/ha/tahun)
Hasil padi (t/ha/tahun)
312 338 308 255 413 338 353
6,74 8,91 9,12 10,13 9,46 10,64 10,70
KESIMPULAN Penggunaan urea pril dapat menekan emisi gas CH4 sebesar 3,8% dengan hasil 9,39 t/ha/tahun atau naik sebesar 39,3% dibandingkan dengan tanpa pupuk N. Penggunaan urea tablet dapat meningkatkan hasil gabah menjadi 10,27 t/ha/tahun atau naik rata-rata sebesar 52,4% dengan kenaikan emisi gas CH4 menjadi 368 kg/ha/tahun atau meningkat sebesar 17,9% dibandingkan dengan tanpa pupuk N.
Tabel 3. Komponen hasil tanaman padi dari berbagai perlakuan bentuk dan takaran pupuk N pada MK 1999 di Pati. Perlakuan Kontrol Urea pril (57,5 kg N/ha) Urea pril (86 kg N/ha) Urea pril (115 kg N/ha) Urea tablet (57,5 kg N/ha) Urea tablet (86 kg N/ha) Urea tablet (115 kg N/ha)
Panjang malai (cm)
Jumlah malai per m2
Jumlah gabah isi per m2
Jumlah gabah hampa per m2
Bobot 1000 butir (g)
21,6 a 21,5 a 22,2 a 22,9 a 22,6 a 22,8 a 22,3 a
275 b 325 ab 325 ab 325 ab 325 ab 375 ab 425 a
19900 b 21725 b 24500 b 25450 ab 27750 ab 32650 a 32775 a
2550 b 3625 b 4450 b 3850 b 5425 b 8425 a 4100 b
27,1 a 25,7 b 26,1 ab 27,1 a 25,6 b 25,0 b 25,4 b
Angka selajur yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 0,05 DMRT.
Tabel 4. Komponen hasil tanaman padi dari berbagai perlakuan bentuk dan takaran pupuk N pada MH 1999/2000 di Pati. Perlakuan Kontrol Urea pril (57,5 kg N/ha) Urea pril (86 kg N/ha) Urea pril (115 kg N/ha) Urea tablet (57,5 kg N/ha) Urea tablet (86 kg N/ha) Urea tablet (115 kg N/ha)
Panjang malai (cm)
Jumlah malai per m2
Jumlah gabah isi per m2
22,4 a 23,6 a 23,6 a 24,8 a 24,1 a 23,2 a 23,2 a
275 a 350 a 325 a 300 a 300 a 300 a 325 a
16400 a 21175 a 20500 a 19475 a 19525 a 16875 a 15800 a
Angka selajur yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 0,05 DMRT.
46
Jumlah gabah hampa per m2 5725 b 11100 a 10575 ab 13650 a 12400 a 11575 a 15050 a
Bobot 1000 butir (g) 26,7 a 25,7 a 26,1 a 26,4 a 27,0 a 26,5 a 25,1 a
S UHARSIH ET AL.: EMISI G AS METAN PADA LAHAN SAWAH I RIGASI
Pada lahan sawah Inceptisol yang sering tidak tergenang, hasil gabah tidak berkorelasi positif dengan tingkat emisi gas metan. Emisi gas CH4 pada MK lebih rendah, berkisar antara 36-146 kg CH4/ha/musim dibanding MH yang berkisar antara 207-341 kg CH4/ha/ musim. Hasil gabah pada MK (3,46-6,62 t/ha/musim) lebih tinggi dibandingkan dengan MH (3,28-4,33 t/ha/ musim).
DAFTAR PUSTAKA Cicerone, R.J. and J.D. Shetter. 1981. Sources of atmospheric methane: Measurement in rice paddies and a discussion. J, Geophys. Res. 86:7203-7209. Husin, Y.A., D. Murdiyarso, M.A.K. Khalil, R.A. Rasmussen, M.J. Shearer, S. Sabiham, A. Sunar, and H. Adijuwana. 1995. Methane flux from Indonesia wetland rice: The effects of water management and rice variety. Chemosphere 31:3153-3180. IAEA-International Atomic Energy Agency. 1995. Manual on measurement of methane and nitrous oxide emissions from agriculture. FAO-IAEA, Vienna, Austria. IPCC-Intergovernmental Panel on Climate Change. 1996. Climate change 1995. The science of climate change. Cambridge (UK): Cambridge University Press. 572 p. Makarim, A.K. dan P. Setyanto. 1995. Methane emission from rainfed rice field at Jakenan, Indonesia. Presented for the Annual IRRI-EPA-UNDP Planing Meeting of Methane Emission from Rice Filed, Thailand. Mulyadi, Prayitno, I. Johari Sasa dan Soetjipto Partohardjono. 1999. Pola emisi gas N2O pada perlakuan pupuk N lambat urai di lahan sawah irigasi. Dalam: S. Partohardjono, J. Soejitno dan
Hermanto (Eds). Menuju Sistem Produksi Padi Berwawasan Lingkungan. Puslitbangtan. Bogor. Neue, H.U. and P.A. Roger. 1993. Rice agriculture: Factor controlling emission. In: M.A.K. Khalil and M. Shearer (Eds). Global Atmospheric Methane. NATOASI/ARW Series. Schulz, H., A. Holzapfeel-Pschorn, R. Conrad, H. Rennenberg, and W. Seoler. 1989. A three year continuous record on the influence of daytime, season and fertilizer treatment on methane emission rates from an Italian rice paddy field. J. Geophysical. Res. Setyanto, P., Suharsih, A. Wihardjaka dan A.K. Makarim. 1999. Pengaruh pemberian pupuk anorganik terhadap emisi gas metan pada lahan sawah. Dalam: S. Partohardjono, J. Soejitno dan Hermanto (Eds). Menuju Sistem Produksi Padi Berwawasan Lingkungan. Puslitbang Tanaman Pangan, Bogor. p. 36-43. Setyanto, P., A.K. Makarim, A.M. Fagi, R. Wassmann and L.V. Buendia. 2000. Crop management affecting methane emissions from irrigated and rainfed rice in Central Java (Indonesia). Nutrient Cycling in Agroecosystems 58:85-93. Kluwer Academic Publisher, Netherlands. Suharsih, P. Setyanto dan A.K. Makarim. 1999. Emisi gas metan dari lahan sawah akibat pengaturan air pada tanaman padi. Dalam: S. Partohardjono, J. Soejitno dan Hermanto (Eds). Menuju Sistem Produksi Padi Berwawasan Lingkungan. Puslitbang Tanaman Pangan, Bogor. p. 54-61. Wihardjaka, A., P. Setyanto dan A.K. Makarim. 1999a. Pengaruh penggunaan bahan organik terhadap hasil padi dan emisi gas metan pada lahan sawah. Dalam: S. Partohardjono, J. Soejitno dan Hermanto (Eds). Menuju Sistem Produksi Padi Berwawasan Lingkungan. Puslitbang Tanaman Pangan, Bogor. p. 44-53. Wihardjaka, A., P. Setyanto dan A.K. Makarim. 1999b. Pengaruh beberapa varitas padi terhadap emisi gas metan pada lahan sawah. Dalam: S. Partohardjono, J. Soejitno dan Hermanto (eds). Menuju Sistem Produksi Padi Berwawasan Lingkungan. Puslitbang Tanaman Pangan, Bogor. p. 62-71.
47