BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1 Definisi Tentang Hukum Definisi tentang hukum sangat sulit dibuat, karena tidak mungkin mendefinisikannya sesuai dengan kenyataan. Kurang lebih 200 tahun yang lalu Immanuel Kant pernah menulis sebagai berikut : “Noch suchen die Juristen eine Definition zu ihrem Begriffe von Recht” (masih juga para sarjana hukum mencari – cari suatu definisi tentang hukum).5 Sesungguhnya kita dapat mengetahui adanya hukum, yaitu bilamana kita melanggarnya, yakni pada waktu kita berhadapan dengan polisi, jaksa, dan hakim, terlebih pula jika kita telah berada didalam penjara. Akan tetapi walaupun hukum tidak dapat kita lihat namun keberadaannya sangat penting bagi kehidupan masyarakat, karena hukum itu mengatur perhubungan antara anggota masyarakat dengan masyarakatnya. Artinya, hukum itu mengatur hubungan antara manusia perseorangan dengan masyarakat.6 Berbicara tentang hukum pada umumnya yang dimaksudkan adalah keseluruhan kumpulan peraturan – peraturan atau kaedah – kaedah dalam suatu kehidupan bersama : keseluruhan peraturan tentang tingkah laku yang berlaku dalam suatu kehidupan bersama, yang dapat dipaksakan pelaksanaannya dengan suatu sanksi.
5
C.S.T. Kansil, dan Christine S.T Kansil. Pengantar Ilmu Hukum Indonesia, Jakarta: Rineka Cipta, 2011. Hlm. 30. 6 Ibid. hlm. 32.
4
5
Dapatlah dikatakan bahwa pada umumnya setiap sarjana hukum melihat hukum sebagai kumpulan peraturan – peraturan. Pada umumnya orang dating pada seorang sarjana hukum dengan masalah hukum untuk dipecahkan. Kepada sarjana hukum dihadapkan masalah – masalah hukum. Sebagai ahli hukum ia diharapkan dapat memecahkan dan menemukan hukumnya. Hukumnya terdapat dalam peraturan – peraturan hukum. Hukum mengatur hubungan hukum. Hubungan hukum terdiri dari ikatan – ikatan antara individu dan masyarakat dan antara individu itu sendiri. Ikatan – ikatan itu tercermin pada hak dan kewajiban. Dalam mengatur hubungan – hubungan hukum itu caranya beraneka ragam. Sebaliknya juga hukum merumuskan peristiwa – peristiwa tertentu yang merupakan syarat timbulnya hubungan – hubungan hukum. Dalam usahanya mengatur, hukum menyesuaikan kepentingan perorangan dengan kepentingan masyarakat dengan sebaik – baiknya: berusaha mencari keseimbangan antara memberi kebebasan kepada individu dan melindungi masyarakat terhadap kebebasan individu. Mengingat bahwa masyarakat itu terdiri dari individu – individu yang menyebabkan terjadinya interaksi, maka akan selalu terjadi konflik atau ketegangan antara kepentingan perorangan dan kepentingan masyarakat. Hukum berusaha menampung ketegangan atau konflik ini sebaik – baiknya. Hukum sebagai kumpulan peraturan atau kaedah mempunyai isi yang bersifat umum dan normatif, umum karena berlaku bagi setiap orang dan normative karena menentukan apa yang seyogyanya dilakukan, apa yang tidak
6
boleh dilakukan atau harus dilakukan serta menentukan bagaimana caranya melaksanakan kepatuhan pada kaedah – kaedah.7 Berikut ini ada beberapa sarjana hukum Indonesia telah berusaha merumuskan tentang apakah hukum itu, di antaranya ialah : a. Rumusan S.M. Amin, S.H. Dalam buku beliau yang berjudul Bertamasya ke Alam Hukum, hukum dirumuskan sebagai berikut: “Kumpulan peraturan – peraturan yang terdiri dari norma dan sanksi – sanksi itu disebut hukum; dan tujuan hukum ialah mengadakan ketatatertiban dalam pergaulan manusia, sehingga keamanan dan ketertiban selalu terpelihara.” b. Definisi J.C.T. Simorangkir, S.H. dan Woerjono Sastropranoto S.H. : Dalam buku yang disusun bersama berjudul Pelajaran Hukum Indonesia telah diberikan definisi hukum seperti berikut: “Hukum ialah peraturan – peraturan yang bersifat memaksa, yang menentukan tingkah laku manusia dalam lingkungan masyarakat yang dibuat oleh badan – badan resmi yang berwajib, pelanggaran mana terhadap peraturan – peraturan tadi berakibatkan diambilnya tindakan, yaitu dengan hukuman tertentu.” c. Perumusan M.H. Tirtaamidjaja, S.H,: Dalam buku beliau Pokok – pokok Hukum Perniagaan ditegaskan bahwa “hukum ialah semua aturan (norma) yang harus diturut dalam tingkah laku tindakan – tindakan dalam pergaulan hidup dengan ancaman mesti menggati kerugian – jika melanggar aturan – aturan itu, akan membahayakan diri sendiri
7
Sudikno Mertokusumo. Mengenal Hukum Suatu Pengantar. Yogyakarta: Liberty. 2005. Hlm. 40-41.
7
atau harta, umpamanya orang akan hilang kemerdekaannya, didenda dan sebagainya.” Dari beberapa definisi hukum yang diberikan para sarjana hukum Indonesia tersebut diatas, dapatlah diambil kesimpulan bahwa hukum itu meliputi beberapa unsur, yaitu: a. Peraturan mengenai tingkah laku manusia dalam pergaulan masyarakat. b. Peraturan itu diadakan oleh badan – badan resmi yang berwajib. c. Peraturan itu bersifat memaksa. d. Sanksi terhadap pelanggaran peraturan tersebut adalah harus tegas.8 2.2 Gambaran Umum Tentang Anak Anak adalah tunas, potensi, dan generasi penerus cita - cita bangsa, memiliki peran strategis dalam menjamin eksistensi bangsa dan Negara di masa mendatang. Agar mereka kelak mampu memikul tanggung jawab itu, maka mereka perlu mendapat kesempatan yang seluas – luasnya untuk tumbuh dan berkembang secara optimal, baik fisik, mental, sosial, maupun spiritual. Mereka perlu mendapatkan hak – haknya, perlu dilindungi dan disejahterakan. Karenanya, segala bentuk tindak kekerasan pada anak perlu dicegah dan diatasi.9 Setiap hari kita masih mendengar rintihan anak – anak yang disiksa dan dianiaya hingga ada yang terbunuh, baik yang dilakukan keluarganya maupun masyarakat. Anak – anak yang disekap, diculik, ditelantarkan, diperkosa, atau anak – anak yang diperdagangkan. Itulah anak – anak korban kekerasan, yang hingga kini belum mendapatkan pelayanan dan bantuan yang memadai, baik yang 8 9
C.S.T Kansil dan Christine S.T Kansil, Opcit. Hlm. 33-34. Abu Huraerah. Kekerasan Terhadap Anak. Bandung: Nuansa Cendekia,2012. hlm. 11.
8
dari Negara dan pemerintah maupun masyarakat. Permasalahan anak hingga saat ini belum dapat ditangani secara serius dan komprehensif. Penanggulangan permasalahan anak menjadi termarjinalkan ditengah hiruk – pikuk persoalan politik dan hegemoni kekuasaan. Ironisnya, di satu sisi permasalahan anak dianggap sesuatu yang sungguh – sungguh, tetapi di sisi lain dalam realitasnya permasalahan anak, seperti tindakan kekerasan dan penelantaran anak masih belum dapat tertangani dengan baik.10 Dijelaskan dalam Undang – Undang Perlindungan Anak pada Pasal 1 Ayat (1) bahwa “Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.” Sebagai generasi penerus bangsa, anak selayaknya mendapatkan hak – hak dan kebutuhan – kebutuhan secara memadai. Sebaliknya, mereka bukanlah obyek (sasaran) tindakan kesewenang – wenangan dan perlakuan yang tidak manusiawi dari siapapun atau pihak manapun. Anak yang dinilai rentan terhadap tindak kekerasan dan penganiayaan, seharusnya dirawat, diasuh, di didik dengan sebaik – baiknya, agar mereka tumbuh serta berkembang secara sehat dan wajar. Hal ini tentu saja perlu dilakukan, agar kelak dikemudian hari tidak terjadi generasi yang hilang (the lost generation).11 2.2.1 Hak – Hak dan Kewajiban Anak Konvensi Hak Anak (Convention on the Rights of the Child) telah disahkan oleh majelis umum Perserikatan Bangsa – Bangsa (PBB) pada tanggal
10 11
Ibid. hlm. 29-30. Ibid.
9
20 November 1989.12 Dalam mukadimah deklarasi ini tersirat bahwa umat manusia berkewajiban memberikan yang terbaik bagi anak – anak. Deklarasi ini memuat 10 asas tentang hak – hak anak yaitu: 1. Anak berhak menikmati semua hak – haknya sesuai ketentuan yang terkandung dalam deklarasi ini. Setiap anak tanpa pengecualian harus dijamin hak – haknya tanpa membedakan suku bangsa, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama pandangan politik, kebangsaan, tingkatan social, kaya, miskin, kelahiran atau status lain, baik yang ada pada dirinya maupun pada keluarganya. 2. Anak berhak memperoleh perlindungan khusus dan harus memperoleh kesempatan
yang
dijamin
oleh
hukum
dan
sarana
lain,
agar
menjadikannya mampu untuk mengembangkan diri secara fisik, kejiwaan, moral, spiritual, dan kemasyarakatan dalam situasi yang sehat, normal sesuai dengan kebebasan dan harkatnya. Penuangan tujuan itu ke dalam hukum,
kepentingan
terbaik
ataas
diri
anak
harus
merupakan
pertimbangan utama. 3. Anak sejak dilahirkan berhak akan nama dan kebangsaan. 4. Anak berhak dan harus dijamin secara kemasyarakatan untuk tumbuh kembang secara sehat. Untuk ini baik sebelum maupun setelah kelahirannya harus ada perawatan dan perlindungan khusus bagi anak dan ibunya. Anak berhak mendapat gizi yang cukup, perumahan, rekreasi, dan pelayanan kesehatan. 12
Muhamad Joni, dan Zulchaina Z. Tanamas. Aspek Hukum Perlindungan Anak Dalam Perspektif Konvensi Hak Anak. Bandung: Citra Aditya Bakti, 1999. hlm. 29.
10
5. Anak yang cacat fisik, mental, dan lemah kedudukan sosialnya akibat keadaan tertentu harus memperoleh pendidikan, perawatan, dan perlakuan khusus. 6. Agar kepribadian anak tumbuh secara maksimal dan harmonis, ia memerlukan kasih sayang dan pengertian. Sedapat mungkin ia harus dibesarkan di bawah asuhan dan tanggung jawab orang tuanya sendiri, dan bagaimanapun harus diusahakan agar tetap berada dalam suasana yang penuh kasih sayang, sehat jasmani dan rohani. Anak di bawah usia lima tahun tidak dibenarkan terpisah dari ibunya. Masyarakat dan pemerintah yang berwenang berkewajiban memberikan perawatan khusu kepada anak yang tidak memiliki keluarga dan kepada anak yang tidak mampu. Diharapkan agar pemerintah atau pihak lain memberikan bantuan pembiayaan bagi anak – anak yang berasal dari keluarga besar. 7. Anak berhak mendapat pendidikan wajib secara cuma – cuma sekurang – kurangnya di tingkat sekolah dasar. Mereka harus mendapat perlindungan yang
dapat
meningkatkan
pengetahuan
umumnya,
dan
yang
memungkinkan, atas dasar kesempatan yang sama untuk mengembangkan kemampuannya, pendapat pribadinya dan perasaan tanggungjawab moral dan sosialnya, sehingga mereka dapat menjadi anggota masyarakat yang berguna. Kepentingan anak haruslah dijadikan pedoman oleh mereka yang bertanggungjawab terhadap pendidikan dan bimbingan anak yang bersangkutan:pertama – tama tanggungjawab itu terletak pada orang tua mereka. Anak harus mempunyai kesempatan yang leluasa untuk bermain
11
yang berkreasi yang diarahkan untuk tujuan pendidikan masyarakat dan pemerintah yang berwenang harus berusaha meningkatkan pelaksanaan hak ini. 8. Dalam keadaan apapun anak harus didahulukan dalam menerima perlindungan dan pertolongan. 9. Anak harus dilindungi dari segala bentuk kealpaan, kekerasan, penghisapan. Ia tidak boleh dijadikan subjek perdagangan. Anak tidak boleh bekerja sebelum usia tertentu, ia tidak boleh dilibatkan dalam pekerjaan yang dapat merugikan kesehatan atau pendidikannya, maupun yang dapat mempengaruhi perkembangan tubuh, jiwa dan akhlaknya. 10. Anak harus dilindungi dari perbuatan yang mengarah kedalam bentuk diskriminasi sosial, agama maupun bentuk – bentuk diskriminasi lainnya. Mereka harus dibesarkan didalam semangat penuh pengertian, toleransi, dan persahabatan antar bangsa, perdamaian serta persaudaraan semesta dengan penuh kesadaran bahwa tenaga dan bakatnya harus diabdikan kepada sesama manusia.13
2.2.2 Perlindungan Hukum Terhadap Anak Kedudukan anak sebagai generasi muda yang akan meneruskan cita - cita luhur bangsa, calon - calon pemimpin bangsa di masa mendatang dan sebagai sumber harapan sebagai generasi terdahulu, perlu mendapat kesempatan seluas luasnya untuk tumbuh dan berkembang dengan wajar baik secara rohani, jasmani, 13
Maidin Gultom. Perlindungan Hukum Terhadap Anak dalam Sistem Peradilan Pidana Anak di Indonesia. Bandung: Refika Aditama, 2010. hlm. 45-47.
12
dan sosial. Perlindungan anak merupakan usaha dan kegiatan seluruh lapisan masyarakat dalam berbagai kedudukan dan peranan, yang menyadari betul pentingnya anak bagi nusa dan bangsa di kemudian hari. Jika mereka telah matang pertumbuhan fisik maupun mental dan sosialnya, maka tiba saatnya menggantikan generasi terdahulu. Perlindungan anak adalah segala usaha yang di lakukan untuk menciptakan kondisi agar setiap anak dapat melaksanakan hak dan kewajibannya demi perkembangan dan pertumbuhan anak secara wajar baik fisik, mental, dan sosial. Perlindungan anak merupakan perwujudan adanya keadilan dalam suatu masyarakat, dengan demikian perlindungan anak di usahakan dalam berbagai bidang kehidupan bernegara dan bermasyarakat. Kegiatan perlindungan anak membawa akibat hukum, baik dalam kaitannya dalam hukum tertulis maupun hukum tidak tertulis. Hukum merupakan jaminan bagi kegiatan perlindungan anak. Perlindungan anak tidak boleh dilakukan secara berlebihan dan memperhatikan dampaknya terhadap lingkungan maupun anak itu sendiri sehingga usaha perlindungan yang di lakukan tidak berakibat negatif. Perlindungan anak dilaksanakan rasional, bertanggung jawab dan bermanfaat yang mencerminkan suatu usaha yang efektif dan efisien. Usaha perlindungan anak tidak boleh mengakibatkan matinya inisiatif, kreatifitas serta hal – hal lain yang menyebabkan ketergantungan kepada orang lain dan berperilaku tak terkendali, sehingga anak tidak memiliki kemampuan dan kemauan menggunakan
13
hak – haknya dan melaksanakan kewajiban – kewajibannya. Undang - Undang No. 23 Tahun 2002 yaitu : Pasal 1 ayat (2) tentang perlindungan anak menentukan bahwa “Perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, dan berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi”.
Pasal 3 “Perlindungan anak bertujuan untuk menjamin terpenuhinya hak – hak anak agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi demi terwujudnya anak Indonesia yang berkualitas, berahlak mulia dan sejahtera.
Pasal 4 terkait dengan Hak Dan Kewajiban Anak “Setiap anak berhak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi”. Pasal 18 “Setiap anak yang menjadi korban atau pelaku tindak pidana berhak mendapatkan bantuan hukum dan bantuan lainnya”. Perlindungan anak bermanfaat bagi anak dan orang tuanya serta pemerintahnya, maka koordinasi kerja sama perlindungan anak perlu diadakan dalam rangka mencegah ketidakseimbangan kegiatan perlindungan anak secara keseluruhan.
14
Pengertian perlindungan anak dapat juga dirumuskan sebagai: a. Suatu perwujudan adanya keadilan dalam suatu masyarakat. Keadilan ini merupakan keadilan sosial, yang merupakan dasar utama perlindungan anak; b. Suatu usaha bersama melindungi anak untuk melaksanakan hak dan kewajibannya secara manusiawi dan positif. c. Suatu permasalahan manusia yang merupakan suatu kenyataan sosial. Menurut proporsi yang sebenarnya, secara dimensional perlindungan anak beraspek mental, fisik, dan social, hal ini berarti bahwa pemahaman, pendekatan
dan
penanganan
anak
dilakukan
secara
integratif,
interdisipliner, intersektoral, dan interdepartemental.14 Jadi yang mengusahakan perlindungan anak adalah orang tua, kerabat, setiap anggota masyarakat sesuai dengan kemampuannya dengan berbagai macam usaha dalam situasi dan kondisi tertentu. Setiap warga Negara ikut bertanggung jawab terhadap dilaksanakannya perlindungan anak demi kesejahteraan anak. Kebahagiaan anak merupakan kebahagiaan bersama, kebahagiaan yang dilindungi adalah kebahagiaan yang melindungi. Tidak ada keresahan pada anak, karena perlindungan anak dilaksanakan dengan baik, agar anak menjadi sejahtera.15 2.3 Ketentuan Kitab Undang – Undang Hukum Pidana Yang Mengatur Tentang Penganiayaan Pasal 351
14 15
Ibid., hlm. 33-36. Ibid., hlm. 38.
15
(1) Penganiayaan diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah. (2) Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat, yang bersalah diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun. (3) Jika mengakibatkan mati, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun. (4) Dengan penganiayaan disamakan sengaja merusak kesehatan. (5) Percobaan untuk melakukan kejahatan ini tidak dipidana. Pasal 352 (1) Kecuali yang tersebut dalam Pasal 353 dan 356, maka penganiayaan yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau pencarian, diancam, sebagai penganiayaan ringan, dengan pidana penjara paling lama tiga bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah. Pidana dapat ditambah sepertiga bagi orang yang melakukan kejahatan itu terhadap orang yang bekerja padanya, atau menjadi bawahannya. (2) Percobaan untuk melakukan kejahatan ini tidak di pidana.
Pasal 353 (1) Penganiayaan dengan rencana lebih dahulu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun.
16
(2) Jika perbuatan itu mengakibatkan luka-luka berat, yang bersalah dikenakan pidana penjara paling lama tujuh tahun. (3) Jika perbuatan itu mengakibatkan kematian, yang bersalah diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun. Pasal 354 (1) Barangsiapa sengaja melukai berat orang lain, diancam karena melakukan penganiayaan berat dengan pidana penjara paling lama delapan tahun. (2) Jika perbuatan itu mengakibatkan kematian, yang bersalah diancam dengan pidan penjara paling lama sepuluh tahun. Pasal 355 (1) Penganiayaan berat yang dilakukan dengan rencana terlebih dahulu, diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun. (2) Jika perbuatan itu mengakibatkan kematian, yang bersalah diancam dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun. Pasal 356 Pidana yang ditentukan dalam Pasal 351, 353, 354, dan 355 dapat ditambah dengan sepertiga: 1. Bagi yang melakukan kejahatan itu terhadap ibunya, bapaknya yang sah, istrinya atau anaknya; 2. Jika kejahatan itu dilakukan terhadap seorang pejabat ketika atau karena menjalankan tugasnya yang sah; 3. Jika kejahatan itu dilakukan dengan memberikan bahan yang berbahaya bagi nyawa atau kesehatan untuk dimakan atau diminum.
17
Pasal 357 Dalam hal pemidanaan karena salah satu kejahatan berdasarkan Pasal 353 dan 355, dapat dijatuhkan pencabutan hak berdasarkan Pasal 35 No. 1 – 4. Pasal 358 Mereka yang sengaja turut serta dalam penyerangan atau perkelahian dimana terlibat beberapa orang, selain tanggung jawab masing-masing terhadap apa yang khusus dilakukan olehnya, diancam : 1. Dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan, jika akibat penyerangan atau perkelahian itu ada yang luka - luka berat; 2. Dengan pidana penjara paling lama empat tahun, jika akibatnya ada yang mati.16 2.4 Teori Tentang Korban Kejahatan 2.4.1 Korban Kejahatan Mengenai pengertian korban itu sendiri seperti yang tercantum dalam Pasal 1 angka 2 Undang - Undang Nomor 13 tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban menyatakan korban adalah seseorang yang mengalami penderitaan fisik, mental, dan/atau kerugian ekonomi yang diakibatkan oleh suatu tindak pidana.17 Menurut Arif Gosita yang dimaksud dengan korban adalah: “Mereka yang menderita jasmaniah dan rohaniah sebagai akibat tindakan orang lain yang bertentangan dengan kepentingan diri sendiri atau orang lain yang
16
Kitab Undang – Undang Hukum Pidana. Jakarta: Sinar Grafika, 2011, hlm. 118-120. Rena Yulia. Viktimologi Perlindungan Hukum Terhadap Korban Kejahatan. Yogyakarta: Graha Ilmu, 2010. Hlm. 49. 17
18
mencari pemenuhan kepentingan diri sendiri atau orang lain yang bertentangan dengan kepentingan hak asasi yang menderita”.18
Korban juga didefinisikan oleh Van Boven yang merujuk kepada Deklarasi Prinsip - prinsip Dasar Keadilan bagi Korban Kejahatan dan Penyalahgunaan Kekuasaan sebagai berikut: “Orang yang secara individual maupun kelompok telah menderita kerugian, termasuk cedera fisik maupun mental, penderitaan emosional, kerugian ekonomi atau perampasan yang nyata terhadap hak-hak dasarnya, baik karena tindakan (by act) maupun karena kelalaian (by omission)”.
Dalam pengertian di atas tampak bahwa istilah korban tidak hanya mengacu kepada perseorangan saja melainkan mencakup juga kelompok dan masyarakat. Pengertian di atas juga merangkum hamper semua jenis penderitaan yang diderita oleh korban, penderitaan disini tidak hanya terbatas pada kerugian ekonomi, cidera fisik maupun mental juga mencakup pula derita-derita yang dialami secara emosional oleh par korban, seperti mengalami trauma. Mengenai penyebabnya ditunjukan bukan hanya terbatas pada perbuatan yang sengaja dilakukan tetapi juga meliputi kelalaian. Korban kejahatan diartikan sebagai seseorang yang telah menderita kerugian sebagai akibat suatu kejahatan dan atau yang rasa keadilannya secara langsung telah terganggu sebagai akibat pengalamannya sebagai target (sasaran) kejahatan.19 18 19
Ibid. Ibid. hlm. 49-51.
19
2.4.2 Hak-Hak Korban Sebagai pihak yang mengalami penderitaan dan kerugian tentu korban mempunyai hak-hak yang dapat diperoleh sebagai seorang korban. Menurut Arif Gosita hak-hak korban mencakup: a. Mendapatkan ganti rugi atau penderitaannya. Pemberian ganti kerugian tersebut harus sesuai dengan kemampuan memberi ganti kerugian pihak pelaku dan taraf keterlibatan pihak korban dalam terjadinya kejahatan dan delikuensi tersebut. b. Menolak restitusi untuk kepentingan pelaku (tidak mau diberi restitusi karena tidak memerlukannya). c. Mendapatkan restitusi/kompensasi untuk ahli warisnya bila pihak korban meninggal dunia karena tindak tersebut. d. Mendapat pembinaan dan rehabilitasi. e. Mendapat hak miliknya kembali. f. Mendapatkan perlindungan dari ancaman pihak pelaku bila melapor dan menjadi saksi. g. Mendapatkan bantuan penasihat hukum. h. Mempergunakan upaya hukum (rechtmidden).20 Dalam
penyelesaian
perkara
pidana
sering
kali
hukum
terlalu
mengedepankan hak-hak tersangka/terdakwa, sementara hak - hak korban diabaikan. Banyak di temukan korban kejahatan kurang memperoleh perlindungan hukum yang memadai, baik perlindungan yang sifatnya immaterial maupun 20
Rena Yulia, Op.cit ,hlm 56.
20
materil. Korban kejahatan ditempatkan sebagai alat bukti yang memberi keterangan yaitu hanya sebagai saksi sehingga memungkinkan bagi korban untuk memperoleh keleluasaan dalam memperjuangkan haknya adalah kecil.21 Untuk memberikan keadilan kepada masyarakat, dalam hukum positif kita diatur perbuatan-perbuatan yang digolongkan ke dalam pelanggaran dan kejahatan. Masalah kejahatan yang mengganggu kesejahteraan sosial adalah suatu masalah manusia. Yang terlibat dalam suatu kejahatan juga manusia. Karena itu adalah mutlak perlu apabila kita memiliki pandangan yang tepat mengenai manusia.22 Kejahatan adalah sisi sebaliknya dari “perbuatan baik” yang seyogyanya dilakukan oleh setiap warga masyarakat untuk hidup bersama dengan rasa aman sejahtera (cukup sandang, pangan dan papan). Rasa aman dan sejahtera selalu di usik oleh sisi lainnya itu, yaitu kejahatan dalam berbagai pola dan manifestasinya serta modus operandinya yang senantiasa berkembang. Kejahatan adalah perbuatan manusia yang memenuhi rumusan kaedah hukum pidana untuk dapat dihukum (dipidana). Perbuatan kejahatan bercirikan merugikan (materil dan immaterial) yang di derita si korban, menimbulkan keresahan sosial, sehingga harus dicegah dan diselesaikan lewat peradilan pidana.23 Dikatakan bahwa manusia itu adalah suatu hasil dari lingkungannya. Menurut pandangan seorang biolog susunan fisik seseorang adalah suatu adaptasi terhadap pengaruh lingkungan. Dapat dikatakan perilaku kriminal adalah suatu
21
Ibid. Ibid hlm 72. 23 Ibid. 22
21
perilaku yang beradaptasi pada atau hasil kondisi lingkungan tertentu. Dikatakan bahwa perilaku kriminal itu mengandung beberapa unsur lain seperti: a. Unsur pendukung pada suatu perbuatan kriminal; b. Risiko yang dikandung dalam pelaksanaan suatu kriminalitas; c. Masa lampau yang mengkondisikan seorang individu terlibat; d. Struktur kemungkinan untuk melakukan suatu kriminalitas.24 Banyak faktor yang menimbulkan kejahatan. Salah satu faktor yang dapat dibuktikan korelasinya adalah banyaknya pengangguran yang diikuti kejahatan jalanan yang mendemonstrasikan kebrutalan dan kenekatan. Fenomena ini direspon antara lain dengan apa yang dikenal sebagai peradilan masa. Maraknya jalanan direspon oleh masyarakat dengan main hakim seharusnya
dijawab
dengan
respon
terhadap
sendiri secara masal
kejahatan
oleh
hukum
penanggulangan kejahatan. Perangkat hukum pidana yang di undangkan sebagai sarana untuk mengantisipasi perbuatan kejahatan tidak saat sekarang, tetapi menjangkau kemasa yang akan datang dan merupakan perangkat undang-undang pidana yang meliputi hukum substansial (material), hukum formal (acara) dan pelaksanaan pidana.25 Perumusan kejahatan dan perilaku menyimpang secara luas berbeda-beda tergantung
pada
sudut
pandang
individu
tertentu
beserta
keterikatan
metodologisnya, telah menimbulkan pertengkaran-pertengkaran sismatik dan ideologis yang berkepanjangan. Dengan demikian pemahaman kejahatan perlu
24 25
Ibid. Ibid hlm 73.
22
mencakup usaha mengidentifikasi pelanggar - pelanggar hak - hak asasi manusia oleh siapa, terhadap siapa, bagaimana dan mengapa. Bahkan luas masalah kejahatan menurut Quinney mencakup kejahatan kejahatan yang bersumber dari dominasi ekonomi dan politik serta perbuatan perbuatan lain yang menimbulkan kerugian social. Dengan begitu, kejahatan dapat dilakukan sebagai kejahatan individual, kejahatan institusional, kejahatan terorganisasi maupun kejahatan struktural.26 Kejahatan adalah suatu hasil interaksi, karena adanya interelasi antara fenomena yang ada dan saling mempengaruhi. Pelaku dan korban kejahatan berkedudukan sebagai partisipan, yang terlibat secara aktif dan pasif dalam suatu kejahatan masing-masing memainkan peran yang penting dan menentukan. Manusia berkepentingan bahwa ia merasa aman. Aman berarti bahwa kepentingan-kepentingannya tidak diganggu, bahwa ia dapat memenuhi kepentingan-kepentingannya dengan tenang. Oleh karena itu ia mengharapkan kepentingannya itu dilindungi terhadap konflik, gangguan-gangguan dan bahaya yang mengancam serta menyerang kepentingan dirinya dan kehidupan bersama. Gangguan kepentingan atau konflik haruslah dicegah atau tidak di biarkan berlangsung terus, karena akan mengganggu keseimbangan tatanan masyarakat. Manusia akan selalu berusaha agar tatanan masyarakat dalam keadaan seimbang, karena keadaan tatanan masyarakat yang seimbang menciptakan suasana tertib, damai dan aman, yang merupakan jaminan kelangsungan hidupnya.27 2.4.3 Konsep Kejahatan 26 27
Ibid hlm 73-74. Ibid hlm 74-75.
23
Berbicara mengenai kejahatan, maka harus dibedakan terlebih dahulu mengenai kejahatan dalam arti yuridis (perbuatan yang termasuk tindak pidana) dan kejahatan dalam arti sosiologis (perbuatan yang patut di pidana). Perbuatan yang termasuk tindak pidana adalah perbuatan dalam arti melanggar undang-undang dan perbuatan yang patut dipidana adalah perbuatan yang melanggar norma atau kesusilaan yang ada di masyarakat tetapi tidak diatur dalam perundang - undangan. Kejahatan menurut hukum pidana adalah setiap tindakan yang dilakukan melanggar rumusan kaidah hukum pidana dalam arti memenuhi unsur - unsur delik, sehingga perbuatan tersebut dapat dihukum. Atau perbuatan yang dilarang dan diancam pidana barang siapa melanggar larangan tersebut. Kejahatan dalam konsep yuridis juga berarti tingkah laku manusia yang dapat dihukum berdasarkan hukum pidana.28 2.4.4 Sebab-Sebab Kejahatan Dipandang dari sudut formil (menurut hukum) bahwa kejahatan adalah suatu perbuatan, yang oleh masyarakat (dalam hal ini Negara) diberi pidana. Hukum pidana semacam itu tidak bertujuan melindungi masyarakat, tetapi memperkuat alasan untuk menentang perbuatan sewenang-wenang dari penguasa. Lebih jauh lagi kejahatan merupakan sebagian dari perbuatan-perbuatan yang bertentangan dengan kesusilaan. Bahkan di negara modern hamper tiap hampir semua penduduknya dirasakan sebagai perbuatan yang melanggar kesusilaan.29
28 29
Ibid hlm 86-87. Ibid hlm 88-89.
24
Dalam memandang kejahatan, dapat dilihat dari dua sudut pandang pertama,secara subjektif, yaitu memandang kejahatan dari sudut pandang orangnya, yaitu bertentangan dengan kesusilaan. Kedua, secara objektif, yaitu memandang kejahatan dari sudut kerugian yang dialami oleh masyarakat akibat dari kejahatan yang terjadi.30 Perbuatan jahat adalah perbuatan anti social. Artinya setiap perbuatan yang dianggap jahat oleh masyarakat. Dalam hal ini, pada dasarnya tidak ada perbuatan jahat secara kodrati melainkan tergantung dari pandangan masyarakat apakah menganggap perbuatan itu jahat atau tidak. Masyarakat memberikan label suatu perbuatan dengan cap kejahatan. Dengan demikian, kejahatan adalah perbuatan yang sangat anti sosial yang memperoleh tentangan dengan sadar dari negara berupa pemberian penderitaan (hukuman atau tindakan).31 Beberapa teori kriminologi mengungkapkan tentang sebab - sebab mengapa kejahatan bisa terjadi. Salah satu diantaranya teori biologis yang menganggap bahwa bakat merupakan penyebab utama dari timbulnya kejahatan. Dalam kriminologi juga dikenal sejumlah teori yang dapat dipergunakan untuk menganalisis permasalahan – permasalahan yang berkaitan dengan kejahatan atau penyebab kejahatan. Menurut Edwin H. Sutherland, seorang ahli sosiologi Amerika dalam bukunya Principles of Criminology (1934) menjelaskan 9 jalan proses terjadinya kejahatan yaitu:
30 31
Ibid. Ibid.
25
1. Tingkah laku jahat itu dipelajari. Sutherland menyatakan bahwa tingkah laku itu tidak diwarisi sehingga tidak mungkin ada orang jahat secara mekanis. 2. Tingkah laku jahat itu dipelajari dari orang – orang lain dalam suatu proses interaksi. 3. Bagian yang terpenting dari tingkah laku jahat yang dipelajari, diperoleh dalam kelompok pergaulan yang akrab; Dengan demikian, komunikasi interpersonal yang sifatnya sesaat dan insedental, tidak mempunyai peranan penting dalam proses pembelajaran kejahatan tersebut. 4. Ketika perilaku kejahatan itu dipelajari, maka yang dipelajari adalah (a) cara melakukan kejahatan itu baik yang sulit maupun yang sederhana, (b) bimbingan yang bersifat khusus mengenai motif, rasionalisasi serangan, dan sikap; 5. Bimbingan yang bersifat khusus mengenai motif dan serangan itu dipelajari dari penafsiran terhadap undang – undang; Dalam suatu masyarakat, kadang seseorang dikelilingi orang – orang yang secara bersamaan melihat apa yang diatur dalam peraturan hukum sebagai sesuatu yang perlu diperhatikan dan dipatuhi, namun kadang ia dikelilingi orang – orang yang melihat aturan hukum sebagai sesuatu yang memberikan peluang dilakukannya kejahatan. 6. Seseorang menjadi delinkuen karena akses pola – pola pikir yang lebih ,elihat aturan hukum sebagai pemberi peluang melakukan kejahatan dari pada melihat hukum sebagai sesuatu yang harus diperhatikan dan dipatuhi. 7. Asosiasi diferensial bervariaasi dalam frekuensi, durasi, prioritas serta intnsitasnya.
26
8. Proses mempelajari perilaku jahat diperoleh melalui hubungan dengan pola – pola kejahatan dan mekanisme yang lazim terjadi dalam setiap proses belajar secara umum. 9. Sekalipun perilaku jahat merupakan pencerminan dari kebutuhan umum dan nilai – nilai, namun tingkah laku criminal tersebut tidak dijelaskan melalui kebutuhan umum dan nilai – nilai dimaksud, sebab tingkah laku non criminal pun merupakan pencerminan dari kebutuhan umum dan nilai – nilai yang sama. Teori – teori ini pada hakekatnya berusaha untuk mengkaji dan menjelaskan hal – hal yang berkaitan dengan penjahat dan kejahatan. Dalam menjelaskan hal – hal tersebut masing – masing teori menyoroti dari berbagai perspektif yang berbeda – beda. Perbedaan bukan hanya terletak pada subyek penelitian, akan tetapi juga pada focus (sasaran) penelitian.32 Perkembangan selanjutnya, kejahatan terjadi tidak hanya di sebabkan oleh bakat tetapi juga di pengaruhi oleh lingkungan. Jika dua faktor tersebut, bakat dan kejahatan maka barulah akan terjadi kejahatan.33
2.4.5 Perlindungan Hukum Terhadap Korban Kejahatan Perlunya diberikan perlindungan hukum pada korban kejahatan secara memadai tidak saja merupakan isu nasional, tetapi juga Internasional. Oleh karena itu, masalah ini perlu memperoleh perhatian yang serius.
32 33
Indah Sri Utari, Aliran dan Teori Dalam Kriminologi. Yogyakarta : Thafa Media. 2012. Hlm. 87-93. Ibid. hlm 89.
27
Pentingnya perlindungan korban kejahatan memperoleh perhatian serius dilihat dari bentuknya Declaration of basic principal of justice for victims of crime and abuse of power oleh PBB, sebagai hasil dari the sevent united nation congress on the prevention of crime and the treatment of offenders, yang berlangsung di Milan, September 1985. Sepanjang menyangkut korban kejahatan dalam deklarasi PBB tersebut menganjurkan paling sedikit 4 hal sebagai berikut: 1. Jalan masuk untuk memproleh keadilan dan diperlakukan secara adil (access to justice and fair treatment) 2. Pembayaran ganti rugi (restitution) oleh pelaku tindak pidana kepada korban, keluarganya atau orang lainyang kehidupannya dirumuskan dalam bentuk saksi pidana dalam perundang – undangan yang berlaku. 3. Apabila terpidana tidak mampu, Negara diharapkan membayar santunan (compensation) financial kepada korban, keluarganya atau mereka yang menjadi tanggungan korban. 4. Bantuan materil, medis, psikologis dan social kepada korban, baik melalui negara, sukarelawan, masyarakat (assistance).34 Perlindungan menurut undang – undang No 13 Tahun 2006 tentang perlindungan saksi dan korban adalah segala upaya pemenuhan hak dan pemberian bantuan untuk memberikan rasa aman kepada korban yang wajib dilaksanakan oleh lembaga perlindungan saksi dan korban (LPSK) atau lembaga lainnya sesuai dengan ketentuan.35 34 35
Ibid hlm 178. Ibid.
28
Perlindungan
hukum
bagi
masyarakat
sangatlah
penting
karena
masyarakat baik kelompok maupun perorangan, dapat menjadi korban atau bahkan sebagai pelaku kejahatan. Perlindungan hukum korban kejahatan sebagai bagian dari perlindungan kepada masyarakat, dapat diwujudkan dalam berbagai bentuk, seperti melalui pemberian restitusi dan kompensasi, pelayanan medis dan bantuan hukum. Sebagaimana telah diuraikan, beberapa bentuk perlindungan terhadap korban yaitu : a. Ganti rugi Istilah ganti kerugian digunakan oleh KUHP dalam Pasal 99 ayat (1) dan (2) dengan penekanan pada pengantian biaya yang telah dikeluarkan oleh pihak yang dirugikan atau korban. Hal ini mengandung pengertian bahwa kerugian yang dimaksud adalah kerugian materil. Sedangkan kerugian inmateril tidak termasuk dalam pembicaraan hukum acara pidana.36 Menurut Gateway merumuskan lima tujuan dari kewjiban menganti kerugian, yaitu : 1. Meringankan penderitaan korban 2. Sebagai unsur yang meringankan hukuman yang akan dijatuhkan. 3. Sebagai salasatu cara merehabilitasi terpidana. 4. Mempermudah proses peradilan. 5. Dapat mengurangi ancaman atau reaksi masyarakat dalam bentuk tindak balas dendam.37 36 37
Ibid. Ibid hlm 179.
29
b. Restitusi (restitution) Restitusi lebih diarahkan pada tanggung jawab pelaku terhadap akibat yang
ditimbulkan
oleh
kejahatan
sehingga
sasaran
utamanya
adalah
menangulanggi semua kerugian yang diderita korban. Tolok ukur yang digunakan dalam menentukan jumlah restusi tidak mudah dalam merumuskannya. Hal ini tergantung pada status sosial pelaku dan korban. Dalam hal korban dengan status sosial lebih rendah dari pelaku, akan mengutamakan ganti kerugian dalam bentuk materi, dan sebaliknya jika status korban lebih tinggi dari pelaku maka pemulihan harkat serta nama baik akan lebih diutamakan. c. Kompensasi Kompensasi merupakan bentuk santunan yang dapat dilihat dari aspek kemanusiaan dan hak – hak asasi. Adanya gagasan mewujudkan kesejahteraan social masyarakat dengan berlandaskan komitmen kontrak sosial dan solidaritas sosial yang mengjaidkan masyarakat dan Negara bertanggung jawab dan berkewajiban secara moral melindungi warganya, khususnya mereka
yang
mengalami musibah sebagai korban kejahatan. Kompensasi sebagai bentuk santunan yang sama sekali tidak tergantung bagaimana berjalannya proses peradila dan putusan yang dijatuhkan, bahkan sumber dana untuk diperoleh dari pemerintah atau dana umum.38
38
Ibid hlm 180.