12
BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1
Struktur Modal
2.1.1
Definisi Struktur Modal Menurut Ridwan Sundjaja dan Inge Barlian (2003:283) struktur modal
merupakan salah satu keputusan keuangan yang kompleks karena berhubungan dengan variabel keputusan keuangan lainnya. Untuk mencapai tujuan perusahaan dalam memaksimalisasi kekayaan pemilik, manajer keuangan harus dapat menilai struktur modal perusahaan dan memahami hubungannya dengan risiko, hasil/pengembalian dan nilai. Menurut Martono dan Harjito (2005:240) struktur modal (capital structure) adalah ”perbandingan atau imbangan pendanaan jangka panjang perusahaan yang ditunjukkan oleh perbandingan hutang jangka panjang terhadap modal sendiri”. Jika dalam pendanaan perusahaan berasal dari modal sendiri masih mengalami kekurangan maka perlu dipertimbangkan pendanaan perusahaan yang berasal dari luar, yaitu dari hutang. Struktur modal yang optimal dapat diartikan sebagai struktur modal yang dapat meminimalkan biaya penggunaan modal
keseluruhan
atau
biaya
modal
rata-rata
(ko),
sehingga
akan
memaksimalkan nilai perusahaan. Struktur modal optimal terlihat pada gambar berikut:
13
Biaya modal (%) K
E K
K
0
X
O
I
Leverage Keuangan
Gambar 2.1 Biaya modal dan struktur modal optimal
Struktur modal yang optimal terjadi pada leverage keuntungan sebesar x, dimana ko (tingkat kapitalisasi saham perusahaan atau biaya modal keseluruhan) minimal yang akan memberikan harga saham tertinggi. Leverage keuangan merupakan perimbangan penggunaan hutang dengan modal sendiri dalam perusahaan. Terminologi Modal, menunjukkan modal jangka panjang pada suatu perusahaan. Modal jangka panjang meliputi semua komponen di sisi pasiva pada neraca perusahaan kecuali hutang lancar. Modal terdiri dari modal hutang dan modal sendiri/ekuitas. Sisi pasiva neraca dapat digambarkan sebagai berikut:
Aktiva
Tabel 2.1 Neraca Pasiva Hutang Lancar Hutang Jangka Panjang Modal Pemegang Saham 1. Modal Saham Preferen 2. Modal Saham Biasa a. Saham Biasa b. Laba Ditahan
Sumber : Ridwan Sundjaja dan Inge Barlian (2003:284)
Modal Hutang Modal Sendiri
Total Modal
14
Modal hutang, termasuk semua pinjaman jangka panjang yang diperoleh perusahaan. Diketahui bahwa biaya modal pinjaman relatif lebih rendah, dibandingkan dengan bentuk pinjaman lainnya. Hal ini disebabkan karena mereka memperoleh risiko yang paling kecil atas segala jenis modal jangka panjang, seperti: 1. Pemegang modal pinjaman mempunyai prioritas terhadap pembayaran bunga atas pinjaman atau terhadap asset yang akan dijual untuk membayar hutang. 2. Pemegang modal pinjaman mempunyai kekuatan hukum atas pembayaran hutang dibandingkan dengan pemegang saham preferen atau saham biasa. 3. Bunga pinjaman merupakan biaya yang dapat mengurangi pajak, sehingga biaya modal pinjaman yang sebenarnya secara substansial menjadi lebih rendah. Modal sendiri/ekuitas, merupakan modal jangka panjang yang diperoleh dari pemilik perusahaan/pemegang saham. Modal sendiri diharapkan tetap berada dalam perusahaan untuk jangka waktu yang tidak terbatas, sedangkan modal pinjaman mempunyai jatuh tempo. Ada dua sumber utama dari modal sendiri, yaitu: 1. Modal saham prefern 2. Modal saham biasa yang terdiri dari modal saham biasa dan laba ditahan. Saham biasa merupakan bentuk modal sendiri yang paling mahal biaya modalnya diikuti dengan laba ditahan dan saham prefern. Ridwan Sundjaja dan Inge Barlian (2003:284)
15
2.1.2
Biaya Modal Menurut Suad Husnan dan Enny Pudjiastuti (1998:293) bahwa “teori
struktur modal menjelaskan apakah ada pengaruh perubahan struktur modal terhadap nilai perusahaan”. Struktur modal yang baik adalah struktur modal yang dapat memaksimumkan nilai perusahaan atau harga saham. Perhatikan bahwa modal yang dipergunakan perusahaan selalu mempunyai biaya. Bagi dana yang berbentuk hutang, maka biaya dana mudah diidentifikasikan, yaitu biaya bunganya. Sedangkan bagi dana yang berbentuk modal sendiri, biaya dananya tidak nampak. Meskipun demikian, tidak berarti bahwa biaya dananya lebih murah dari dana dalam bentuk hutang. Biaya dana (cost of capital) untuk dana dalam bentuk modal sendiri merupakan tingkat keuntungan yang diisyaratkan oleh pemilik dana tersebut sebelum mereka menyerahkan dananya ke perusahaan. Tingkat keuntungan ini belum tentu lebih kecil apabila dibandingkan dengan bunga pinjaman. Menurut Martono dan Agus Harjito (2005:201) bahwa biaya modal (cost of capital) adalah ”biaya riil yang harus dikeluarkan oleh perusahaan untuk memperoleh dana baik yang berasal dari hutang, saham prefern, saham biasa, maupun laba ditahan untuk mendanai suatu investasi atau operasi perusahaan”. Konsep biaya modal erat hubungannya dengan konsep pengertian tingkat keuntungan yang diisyaratkan (required rate of return). Tingkat keuntungan yang diisyaratkan sebenarnya dapat dilihat dari dua pihak, yaitu dari sisi investor dan perusahaan. Dari sisi investor, tinggi rendahnya required of return merupakan tingkat keuntungan (rate of return) yang mencerminkan tingkat risiko dari aktiva
16
yang dimiliki. Sedangkan bagi perusahaan yang menggunakan dana (modal), besarnya required rate of return merupakan biaya modal yang harus dikeluarkan untuk mendapatkan modal tersebut. Setiap perusahaan dapat menghitung biaya modal dari setiap sumber modal, membuat kombinasi atas semua sumber modal dan menghitung biaya ratarata modal dari kombinasi dan proporsi yang tersedia bagi perusahaan. Walaupun tidak semua perusahaan menggunakan seluruh modalnya, namun setiap perusahaan bisa mendapatkan dana dari setiap sumber modalnya. Biaya modal adalah ”biaya setelah pajak dari setiap jenis modal yang diperoleh perusahaan saat itu dan bukan atas dasar dari setiap jenis modal yang tercatat pada neraca perusahaan”. (Ridwan Sundjaja dan Inge Barlian, 2007:239)
2.1.3
Hutang Jangka Panjang Hutang jangka panjang merupakan salah satu bentuk dari pembiayaan
jangka panjang yang penting. Pembiayaan jangka panjang dapat diperoleh dalam bentuk pinjaman berjangka melalui: 1. Negosiasi dengan lembaga keuangan atau 2. Penjualan
obligasi,
seperti:
penjualan
sejumlah
hutang kepada
lembaga dan orang yang memberi pinjaman. ”Pembiayaan Jangka Panjang, adalah sumber pembiayaan yang jatuh temponya lebih dari 1 tahun biasanya antara 5 tahun sampai dengan 20 tahun”. (Ridwan Sundjaja dan Inge Barlian, 2003:324)
17
Dalam bisnis, hutang jangka panjang biasanya memiliki jatuh tempo antara 5 tahun sampai dengan 20 tahun. Jika hutang jangka panjang akan jatuh tempo dalam satu tahun, akuntan akan memindah bukukan bagian hutang jangka panjang yang jatuh tempo sebagai hutang lancar sebab pada saat tersebut hutang jangka panjang berubah menjadi hutang jangka pendek. Perlakuan yang sama dilakukan pada bagian hutang jangka panjang yang harus dibayar di tahun yang akan datang. Persyaratan dalam perjanjian hutang jangka panjang memiliki beberapa kriteria, seperti : •
Penyimpanan data dan pelaporan keuangan,
•
Pembayaran pajak, dan
•
Memelihara bisnis yang merupakan bagian dari perusahaan peminjam.
2.1.3.1 Perjanjian Hutang Perjanjian hutang jangka panjang baik untuk pinjaman berjangka maupun penerbitan obligasi biasanya disertai dengan perjanjian pembatasan. Perjanjian Pembatasan adalah klausula kontraktual dalam perjanjian hutang jangka panjang yang menetapkan batasan-batasan dalam operasi dan keuangan si peminjam. Karena pemberi pinjaman melibatkan dananya untuk jangka waktu yang panjang, maka pemberi pinjaman perlu melindungi dirinya. Dengan dibuatnya perjanjian hutang serta perjanjian pembatasan, pemberi pinjaman dapat memonitor dan mengendalikan kegiatan penerimaan pinjaman guna melindungi mereka terhadap masalah perwakilan yang ditimbulkan dalam hubungan pemberi dan penerima
18
pinjaman. Tanpa perjanjian, penerima pinjaman dapat memanfaatkan kesempatan yang diberikan oleh pemberi pinjaman dengan bertindak meningkatkan risiko perusahaan seperti, berinvestasi dalam obligasi pemerintah. Perjanjian pembatasan, akan tetap memiliki kekuatan hukum selama masa perjanjian pinjaman. Ketentuan-ketentuan umum yang ada dalam suatu perjanjian hutang jangka panjang antara lain: 1. Penerima pinjaman harus mempertahankan tingkat modal kerja minimum. Jika modal kerja bersih berada di bawah tingkat modal kerja minimum, keadaan ini mengindikasikan bahwa perusahaan tidak likuid. Indikasi awal terhadap kemungkinan gagal bayar dan kebangkrutan. 2. Penerima pinjaman dilarang menjual piutang untuk menghasilkan uang tunai. Karena bila hasil tersebut digunakan untuk menutupi kebutuhan jangka pendek, dalam jangka panjang dapat mengakibatkan kekurangan uang tunai. 3. Penerima
perjanjian
pinjaman
jangka
panjang
biasanya
harus
menjaminkan aktiva tetap kepada pemberi pinjaman dalam bentuk hipotek. 4. Banyak perjanjian pinjaman yang membatasi pinjaman berikutnya dengan cara melarang tambahan atas pinjamannya atau mengharuskan pinjaman tambahan tersebut menjadi subordinasi terhadap pinjaman lama. Subordinasi artinya semua kreditur berikutnya atau kreditur yang kurang penting setuju untuk menunggu pelunasan hutangnya sampai semua tuntutan dari kreditur senior dilunasi terlebih dahulu.
19
5. Penerima pinjaman dilarang untuk mendapatkan berbagai jenis sewa guna usaha dengan maksud untuk membatasi tambahan kewajiban pembayaran tetap. (Ridwan Sundjaja dan Inge Barlian, 2003:325)
2.1.3.2 Biaya Hutang Jangka Panjang Biaya hutang jangka panjang umumnya lebih besar dari biaya hutang jangka pendek. Faktor utama yang mempengaruhi tingkat bunga pinjaman adalah patokan biaya uang, besarnya pinjaman, waktu jatuh tempo pinjaman, dan risiko peminjam. 1. Patokan biaya uang Biaya uang merupakan patokan dasar untuk menentukan besarnya tingkat bunga hutang. Di Indonesia, Sertifikat Bank Indonesia (SBI) digunakan sebagai patokan dasar (risiko terendah) dari biaya uang. Untuk menentukan besarnya tingkat bunga hutang yang akan dibebankan, pemberi pinjaman akan menambah premi atas risiko besarnya jumlah hutang dan risiko si peminjam dalam tenggang waktu masa jatuh tempo hutang. 2. Besarnya pinjaman Besarnya pinjaman berpengaruh terhadap biaya bunga pinjaman dengan arah berlawanan. Biaya administrasi pinjaman per rupiah menjadi semakin kecil, dilain pihak risiko dari yang memberi pinjaman meningkat karena jumlah pinjaman yang besar mengurangi diversifikasi.
20
3. Waktu jatuh tempo pinjaman Umumnya, tingkat bunga hutang jangka panjang lebih tinggi dari hutang jangka pendek karena: a. Perkiraan umum bahwa tingkat inflasi yang akan datang lebih tinggi, b. Pemberi pinjaman lebih suka jangka waktu yang pendek, karena pinjamannya lebih likuid. c. Lebih banyak permintaan hutang jangka panjang daripada hutang jangka pendek dan lebih banyak penawaran hutang jangka pendek daripada hutang jangka panjang. 4. Risiko peminjam Makin tinggi pengaruh operasi perusahaan, makin tinggi pula risiko bisnisnya. Makin tinggi, rasio hutang, atau rasio hutang terhadap ekuitas makin tinggi risiko keuangan. Makin rendah, rasio mampu bayar bunga atau rasio mampu bayar kewajiban tetap maka makin tinggi pula risiko keuangannya. (Ridwan Sundjaja dan Inge Barlian, 2003:326) Biaya hutang dihitung dengan cara sebagai berikut: Kb (Cost ot Debt Before Tax) =
int ertest = ...% principle (Van Horne dan Wachowicz, 2000)
Karena biaya bersifat mengurangi pajak maka dibutuhkan penyesuaian pajak, sehingga Kb dikonversikan menjadi biaya hutang setelah pajak (Cosf of Debt After Tax / Kd ), menjadi: Kd (Cost of Debt After Tax) = Kb ( 1 -t)
21
Dimana :
kd = Biaya hutang setelah pajak kb = Biaya hutang sebelum pajak t= Tingkat pajak perusahaan (Van Horne dan Wachowicz, 2000)
2.1.3.3 Keputusan Dalam Penggunaan Hutang jangka Panjang Penggunaan hutang jangka panjang akan menguntungkan bila terdapat kondisi-kondisi sebagai berikut: 1. Penjualan dan laba relatif stabil atau peningkatan penjualan dan laba yang besar diharapkan dapat terjadi di masa yang akan datang, agar penggunaan hutang menjadi bermanfaat. 2. Peningkatan harga yang tinggi diharapkan terjadi di masa yang akan datang, yang dapat memberi manfaat bagi perusahaan dalam memiliki hutang karena dapat membayar kembali dengan biaya yang lebih murah. 3. Rasio hutang perusahaan masih relatif rendah. 4. Dengan penerbitan obligasi pihak manajemen beranggapan harga saham akan tertekan untuk sementara. 5. Penjualan saham biasa dapat menimbulkan masalah terhadap kelancaran manajemen perusahaaan yang sudah berjalan. (Ridwan Sundjaja dan Inge Barlian, 2003:328)
22
2.1.4
Modal Sendiri Perusahaan perlu mempertahankan sejumlah ekuitas yang cukup besar
untuk dapat mengambil keuntungan dari biaya hutang yang rendah dan membangun struktur modal yang optimal. Modal ekuitas dapat diperoleh secara internal melalui laba ditahan, di mana hal ini dipengaruhi secara signifikan oleh kebijakan dividen atau secara eksternal melalui penjualan saham biasa dan saham preferen. Walaupun pembiayaan melalui saham preferen biayanya lebih kecil daripada laba ditahan atau saham biasa, pembiayaan ini jarang digunakan. Oleh karena itu berikut ini akan dibahas mengenai saham biasa. Definisi Cost of Common Stock diberikan oleh James C. Van Home dan John M. Warchowicz (1995 : 396) dalam bukunya Fundamentals ot Financial Management: "Cosf of common stock is the required rate of return on investment of common shareholders of the company”. Ada dua macam cara menghitung Cost of Common Stock, yaitu : 1.
Menggunakan Constant Growth Valuation (Gordon) model Model ini mengasumsikan bahwa nilai dari per lembar saham sama dengan present value dan dividen pada masa yang akan datang.
ks =
D1 +g Po
(Weston and Brigham, 1993 : 591) Dimana :
D = dividen/lembar saham P0 = Value of Common Stock g = Constant rate of growth in dividen
23
Perhitungan di atas menunjukkan bahwa cost of common stock dapat dicari dengan membagi dividen yang diharapkan pada tahun ke satu dengan harga saham sekarang, ditambah dengan tingkat pertumbuhan yang diharapkan karena dividen common stock dibebankan dari keuntungan setelah pajak, maka tidak dibutuhkan penyesuaian pajak. 2.
Menggunakan Capital Assets Pricing Model (CAPM) Model ini menggambarkan hubungan antara required rate of return/ cost of common stock equity capital (ks) dengan resiko non-diversiable dari perusahaan, yang dinyatakan dalam koefisien beta. Adapun rumusnya adalah sebagai berikut: ks = Rf+ [(βx (km-Rf)] Dimana : Rf = risk free rate of return Km
= market return
Dengan menggunakan CAPM , cosf of common stock equity merupakan return yang diharapkan oleh investor sebagai kompensasi dari resiko perusahaan yang non-diversiable. Apabila kedua cara di atas tidak dapat digunakan maka dipakai pendekatan Price Earning Ratio (PER). Teknik ini membantu dalam mengestimasi nilai saham perusahaan, terutama perusahaan yang belum go public, dimana saham-saham perusahaan belum diperdagangkan di Bursa Efek. PER dihitung dengan membagi harga pasar dari common stock dengan pendapatan per lembar saham (EPS), sehingga untuk menghitung return
24
yang diharapkan oleh investor yang merupakan cosf of common stock equity perusahaan, dapat dicari dengan rumus: ks =
1 x100 PER
Common Stock dapat menjadi sumber penambahan modal dengan cara :
•
Common Stock baru dikeluarkan lagi (The cosf of new issue of common stock). Biaya pengeluaran saham baru ini ditentukan dengan menghitung biaya saham baru (cost of common stock) setelah mempertimbangkan underpricing dan flotation cost yang dibayar untuk mengeluarkan dan menjual common stock tersebut akan mengurangi pendapatan yang diterima. Adapun penggunaan dana yang berasal dari emisi biaya saham biasa baru (cosf of new issue of common stock) dapat dihitung dengan rumus:
ks =
D1 +g Nn
(Weston and Brigham, 1993 : 593) Dimana : D1 = Expected dividend Nn = Net proceeds g
= Expected growth rate
Apabila hasil bersih (net proceed) yang diterima dan penjualan saham baru lebih kecil dari harga pasar saham, maka biaya emisi saham baru akan selalu lebih besar dari biaya saham biasa yang telah ada.
25
•
Pendapatan atau keuntungan yang seharusnya dibagikan kepada pemegang saham, diinvestasikan kembali keseluruhan atau sebagian. Cara ini disebut internal common equity dan biayanya disebut biaya internal common equity (The Cost of Retained Earnings) Biaya ini merupakan tingkat hasil minimum yang harus dicapai perusahaan atas dana yang diinvestasikan dalam suatu proyek yang bersumber dari keuntungan yang tidak dibagikan tadi dan tingkat keuntungan proyek tersebut haruslah lebih besar dari required rate of return yang diharapkan oleh investor agar harga saham tidak turun. Biaya internal common equity ini sama dengan biaya common stock equity (Weston and Brigham, 1993 : 585) dimana Kr=Ks.
3.
Cost of Preferred Stock (Kp) Saham preferen mempunyai karakteristik campuran antara utang dengan saham biasa. Seperti halnya hutang, saham preferen mengandung kewajiban yang tetap mengadakan pembayaran secara periodik dan apabila perusahaan dilikuidasi, maka pemegang saham preferen mempunyai hak yang harus didahulukan sebelum para pemegang saham biasa. Namun tidak seperti hutang, kegagalan untuk memenuhi pembayaran dividen preferen tidak mengakibatkan bangkrutnya perusahaan. Oleh karena itu, saham preferen mempunyai resiko yang lebih kecil dari pada saham biasa tapi lebih besar dan pada hutang. Biaya penggunaan dana dari saham preferen dapat dirumuskan sebagai berikut:
26
Kp =
dp np
Dimana : Kp
= cosf of preffered stock
dp = dividen yang dibayar Np = Net proceed 4.
Cost of Retained Earning (Kr) Apabila perusahaan menggunakan dana yang berasal dari laba ditahan (retained earning), maka biaya modalnya adalah sebesar rafe of return yang diharapkan akan diterima oleh para investor saham biasa apabila mereka menginvestasikan sendiri dana tersebut atau sebesar rate of return yang mereka harapkan dari sahamnya. Dengan demikian sama dengan cost of common stock. Dalam penelitian ini, yang menjadi sumber biaya modal sendiri hanyalah
saham biasa karena perusahaan tidak memiliki obligasi, maka biaya modal sendiri dihitung dengan menggunakan pendekatan Price Earning Ratio (PER). Teknik ini membantu dalam mengestimasi nilai saham perusahaan, terutama perusahaan yang belum go public, dimana saham-saham perusahaan belum diperdagangkan di Bursa Efek. PER dihitung dengan membagi harga pasar dari common stock dengan pendapatan per lembar saham (EPS), sehingga untuk menghitung return yang diharapkan oleh investor yang merupakan cosf of common stock equity perusahaan, dapat dicari dengan rumus:
27
ks =
1 x100 PER
(Van Horne dan Wachowicz, 2000)
2.1.4.1 Pengertian Saham Elton, Gruber, Brown, dan Goetzman (2003:17) menyatakan “common
stock represents an ownership claim on the earnings and assets of corporation.” Yang artinya adalah saham menunjukkan klaim kepemilikan atas pendapatan dan asset suatu perusahaan. Menurut Darmadji dan Fakhrudin (2001:5) saham adalah ”tanda penyertaan atau pemilikan seseorang atau badan dalam suatu perusahaan atau perseroan terbatas”.
2.1.4.2 Jenis-Jenis Saham Berdasarkan cara peralihannya saham dapat dibedakan atas (Martono dan Hardjito, 2005:367): 1. Saham atas unjuk (brearer stock) Di atas sertifikat ini tidak dituliskan nama pemiliknya. Dengan pemilikan saham atas unjuk, seseorang pemilik sangat mudah untuk mengalihkan atau memindahkannya kepada orang lain karena sifatnya mirip dengan uang. Pemilik saham atas unjuk harus berhati-hati membawa dan menyimpannya, karena kalau saham tersebut hilang, maka pemilik tidak dapat memintakan gantinya. 2. Saham atas nama (registered stock) Di atas sertifikat saham ditulis nama pemiliknya. Cara peralihan dengan dokumen peralihan dan kemudian nama pemiliknya dicatat dalam buku
28
perusahaan yang khusus memuat daftar nama pemegang saham. Kalau sertifikat ini hilang, pemilik dapat meminta ganti. Berdasarkan segi kemampuan dalam Hak Tagih atau Klaim, maka saham terbagi atas (Darmadji dan Fakhrudin, 2001:7): 1. Saham Biasa (common stocks), yaitu merupakan saham yang menempatkan pemiliknya paling yunior terhadap pembagian dividen, dan hak atas harta kekayaan perusahaan apabila perusahaan tersebut dilikuidasi. 2. Saham Preferen (Preferred Stocks), merupakan saham yang memiliki karakteristik gabungan antara obligasi dan saham biasa, karena bisa menghasilkan pendapatan tetap (seperti bunga obligasi), tetapi juga bisa tidak mendatangkan hasil. seperti yang dikehendaki investor. Saham preferen serupa dengan saham biasa karena dua hal, yaitu: mewakili kepemilikan ekuitas dan diterbitkan tanpa tanggal jatuh tempo yang tertulis di atas lembaran saham tersebut; dan membayar dividen. Sedangkan persamaan antara saham preferen dengan obligasi terletak pada tiga hal: ada klaim atas laba dan aktiva sebelumnya; dividennya tetap selama masa berlaku (hidup) dari saham; memiliki hak tebus dan dapat dipertukarkan (convertible) dengan saham biasa. Oleh karena saham preferen diperdagangkan berdasarkan hasil yang ditawarkan kepada investor, maka secara praktis saham preferen dipandang sebagai surat berharga dengan pendapatan tetap dan karena itu akan bersaing dengan obligasi di pasar. Walaupun demikian, obligasi perusahaan menduduki tempat yang lebih senior dibanding dengan saham preferen. Perusahaan
29
yang berbentuk PT dapat menjual sahamnya kepada masyarakat luas (masyarakat umum) apabila perusahaan tersebut sudah go public.
2.1.4.3 Sifat Modal Sendiri Berikut adalah sifat modal sendiri menurut Ridwan Sundjaja dan Inge Barlian (2003:346) 1. Hak Kepemilikan Tidak seperti kreditur, pemilik modal sendiri (pemilik saham biasa dan saham preferen) adalah pemilik perusahaan. Pemegang modal sendiri seringkali memiliki hak suara untuk memilih direktur perusahaan dan memberikan suara pada keadaan istimewa. Perbedaannya, pemberi hutang boleh menerima hak suara istimewa hanya jika perusahaan melanggar perjanjian pinjaman jangka panjang atau surat perjanjian obligasi. 2. Tuntutan atas Pendapatan dan Asset Pemilik modal sendiri dapat menuntut hak atas pendapatan dan asset tetapi hanya sebagai penuntut kedua dari kreditur, artinya tuntutan atas pendapatan mereka dari perusahaan tidak dapat dibayar sampai tuntutan semua kreditur telah dipenuhi. Tuntutan tersebut meliputi bunga dan pembayaran pokok pinjaman. Apabila tuntutan telah dipenuhi, dewan direksi perusahaan dapat membuat keputusan mengenai pembagian deviden. Tentu saja kemampuan perusahaan untuk membayar dividen dibatasi secara hukum, berdasarkan perjanjian dan kendala intern.
30
Pemilik modal sendiri menuntut hak atas asset perusahaan sebagai penuntut kedua dari kreditur. Jika perusahaan bangkrut, lalu assetnya dijual, maka hasilnya dibagikan dengan urutan sebagai berikut: kepada karyawan dan langganan, pemerintah, kreditur yang dijamin, kreditur yang tidak dijamin, dan terakhir pemilik modal sendiri. Karena pemilik modal sendiri menerima bagian terakhir dari asset yang dijual maka mereka mengharapkan mendapat hasil yang lebih besar dari dividen dan (atau) harga saham. 3. Jatuh Tempo Tidak seperti hutang, modal sendiri adalah bentuk pembiayaan yang permanen, dan tidak ada jatuh tempo. Karena itu pengembalian atas modal awal yang telah dibayarkan tidak diperlukan. Modal sendiri tidak ada jatuh temponya dan akan dilikuidasi apabila bangkrut. Pemilik harus menyadari meskipun tersedia pasar untuk saham perusahaan tetapi kenyataannya harga saham dapat berfluktuasi. Fluktuasi yang potensial dari harga pasar modal sendiri membuat keseluruhan pengembalian terhadap kepemilikan perusahaan menjadi lebih berisiko. 4. Perlakuan Pajak atas Biaya Modal Pembayaran bunga kepada pemilik hutang merupakan pengeluaran yang dapat mengurangi pajak penghasilan perusahaan, sedangkan pembayaran dividen untuk saham biasa dan saham preferen merupakan pengeluaran yang tidak dapat mengurangi pajak penghasilan perusahaan.
31
2.2
Profitabilitas Sebagai Salah Satu Analisis Laporan Keuangan
2.2.1
Analisis Laporan Keuangan Sebelum manajer keuangan mengambil keputusan keuangan, ia perlu
memahami kondisi keuangan perusahaan. Untuk memahami kondisi keuangan perusahaan, diperlukan analisis terhadap laporan keuangan perusahaan. Menurut Van Horne dan Wachowicz (2000:76): Every corporation has many and varied uses for the standardized records and reports of its financial activities. Periodically, reports, must be prepared for regulators, creditors (lender), owners, and management. Creditors use finacial data to evaluate the firm`s ability to meet scheduled debt payments. Owners use financial data to decide whether to buy, sell, or hold its stock. Management is concerned with regulatory compliance, satisfying creditors and owners, and monitoring the firm`s performance. (Setiap perusahaan mempunyai standar catatan yang banyak dan bervariasi dan melaporkan setiap aktivitas keuangannya. Laporan keuangan harus dibuat secara periodik untuk pemerintah, penanam modal, pemilik, dan manajemen.
Kreditor
akan
menggunakan
data
keuangan
untuk
menentukan apakah perusahaan mampu membayar pinjaman tepat pada waktunya. Pemilik menggunakan data keuangan untuk menentukan apakah akan membeli, menjual, atau menahan saham. Manajemen akan berusaha untuk mentaati peraturan yang berlaku, memuaskan penanam modal dan pemilik, dan memonitor jalannya perusahaan). Menurut Reilly dan Brown (2003:313): Financial statement are intended to provide information on the resources available to management, how these resources were financed, and what the firm accomplished with them. Corporate shareholder annual and quarterly reports include three required financial statements:the balance sheet, the income statement, and the statement of cash flow.
32
(Laporan keuangan bertujuan untuk menyediakan informasi sehubungan dengan sumber daya yang tersedia bagi manajemen, bagaimana membiayai sumber daya ini, dan apa yang seharusnya dilakukan perusahaan. Laporan keuangan tahunan dan tiga bulanan termasuk neraca, laporan laba rugi, dan aliran kas). Dua pengertian di menunjukkan pentingnya laporan keuangan bagi banyak pihak di dalam perusahaan, kreditur, pemilik, dan manajemen sendiri. Sedangkan Tujuan utama Laporan Keuangan menurut PSAK No. 1 per 1 Juni 1999 adalah untuk memberikan informasi tentang posisi keuangan, kinerja dan arus kas perusahaan yang bermanfaat bagi sebagian besar kalangan pengguna laporan dan rangka
membuat
keputusn-keputusan
ekonomi
serta
menunjukkan
pertanggungjawaban manajemen atas penggunaan sumber-sumber dana yang dipertanggungjawabkan kepada mereka. Menurut Reilly dan Brown (2003:313) financial statements terdiri dari : 1. The balance sheet Shows what resources (assets) the firm controls and how it has financed these assets. Specifically, it indicates the current and fixed assets available to the firm at a point in time (the end of the fiscal year of the end of a quarter) 2. The income statements Contains information on the profitability of the firm during some periode of time (a quarter or a year). In contrast to the balance sheet, which indicates the firm`s financial position at a fixed point in time. 3. Statement of cash flows The statement of cash flows integrates the informations on the balance sheet and income statement.
33
Sedangkan menurut Suad Husnan dan Enny Pudjiastuti (1998:65) laporan keuangan yang pokok adalah : 1. Neraca. Neraca menunjukkan posisi kekayaan perusahaan, kewajiban keuangan, dan modal sendiri perusahaan pada waktu tertentu. Kekayaan disajikan pada sisi aktiva, sedangkan kewajiban dan modal sendiri pada sisi pasiva. 2. Laporan laba rugi Jenis laporan ini, sebagaimana namanya menunjukkan laba atau rugi yang diperoleh perusahaan dalam periode waktu tertentu. Agar laporan keuangan yang dibuat dapat berguna sebagai dasar pengambilan keputusan, maka laporan keuangan tersebut harus dianalisis. Menurut Van Horne dan Wachowicz (2000:126), pada pokoknya ada dua cara yang dapat dilakukan di dalam membandingkan rasio finansial perusahaan, yaitu “cross-sectional approach” dan “time series analysis”. 1. Cross sectional approach “Comparison of different firm`s financial ratios at the same point in time:involves comparing the firm`s ratios to those of other firms in its industri or to industry averages.” Yang dimaksud dengan cross sectional approach adalah suatu cara mengevaluasi dengan jalan membandingkan rasio-rasio antara perusahaan yang satu dengan perusahaan lainnya yang sejenis pada saat yang bersamaan. Jadi dengan pendekatan ini dimaksudkan untuk mengetahui seberapa baik atau buruk suatu perusahaan dibandingkan dengan perusahaan sejenis lainnya. Pembandingan dengan cara cross sectional approach ini juga
34
dapat dilakukan dengan jalan membandingkan rasio finansial perusahaan dengan rasio rata-rata industri (the firm`s ratio to industry average). 2. Time series analysis “Evaluation of the firm`s financial performance over time using financial rastio analysis.” Time series analysis dilakukan dengan dengan jalan membandingkan rasio-rasio finansial perusahaan dari satu periode ke periode lainnya. Pembandingan antara rasio yang dicapai saat ini dengan rasio pada masa lalu akan memperlihatkan apakah perusahaan mengalami kemajuan atau kemunduran. Perkembangan perusahaan akan dapat dilihat pada trend dari tahun ke tahun, sehingga dengan melihat perkembangan ini perusahaan dapat membuat rencana-rencana untuk masa depannya. Menurut Lukman Syamsuddin (2002:39) ada beberapa hal yang perlu diperhatikan di dalam penggunaan rasio-rasio ini antara lain : 1. Sebuah rasio saja tidak dapat digunakan untuk menilai keseluruhan operasi yang telah dilaksanakan. Untuk menilai keadaan perusahaan secara keseluruhan sejumlah rasio haruslah dinilai secara bersama-sama. 2. Pembandingan yang dilakukan haruslah dari perusahaan yang sejenis dan pada saat yang sama. 3. Sebaiknya perhitungan rasio finansial didasarkan pada data laporan keuangan yang sudah diaudit. 4. Adalah sangat penting untuk diperhatikan bahwa pelaporan atau akuntansi yang digunakan haruslah sama.
35
2.2.2
Analisis Rasio Keuangan Menurut Van Horne dan Wachowicz (2000:130) Financial ratios can be devided for convenience into four basic categories: liquidity ratios, activity ratios, debt ratios, and profitability ratios. Liquidity, activity, and debt ratios, primary measure risk, profitability ratios measures return. Berdasarkan
kutipan
di
atas,
maka
rasio-rasio
keuangan
dapat
dikategorikan sebagai berikut : 1. Rasio likuiditas, yang menunjukkan kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban finansial yang berjangka pendek tepat pada waktunya. 2. Rasio aktivitas, menunjukkan sejauh mana efesiensi perusahaan dalam menggunakan assets untuk memperoleh penjualan. 3. Rasio leverage, menunjukkan kapasitas perusahaan untuk memenuhi kewajiban baik itu jangka pendek maupun jangka panjang. 4. Rasio profitabilitas, dapat mengukur seberapa besar kemampuan perusahaan memperoleh laba baik dalam hubungannya dengan penjualan, assets maupun laba bagi modal sendiri.
2.2.3
Rasio Profitabilitas Profitabilitas menurut Budi Raharjo (2001:103) adalah ”kemampuan
perusahaan untuk menghasilkan keuntungan dengan menggunakan modal yang tertanam didalamnya”. Bambang Riyanto (2001:34) menjelaskan bahwa rasiorasio profitabilitas yaitu ”rasio yang menunjukkan hasil akhir dari jumlah
36
kebijaksanaan dan keputusan-keputusan (profit margin on sales, return on total asset, return on net work dan lain sebagainya)”. Rasio
profitabilitas
dapat
mengukur seberapa besar kemampuan
perusahaan memperoleh laba baik dalam hubungannya dengan penjualan, assets maupun laba bagi modal sendiri. Menurut Lukman Syamsudin (2002:59) ada beberapa pengukuran terhadap profitabilitas perusahaan, masing-masing pengukuran dihubungkan dengan volume penjualan, total aktiva dan modal sendiri. Secara keseluruhan ketiga pengukuran ini akan memungkinkan seseorang penganalisis untuk mengevaluasi tingkat earning dalam hubungannya dengan volume penjualan, jumlah aktiva dan investasi tertentu dari pemilik perusahaan. Perhatian ditekankan pada profitabilitas karena untuk melangsungkan hidupnya, suatu perusahaan haruslah berada dalam keadaan menguntungkan/profitable. Tanpa adanya keuntungan akan sangat sulit bagi perusahaan untuk menarik modal dari luar. Menurut Mamduh M. Hanafi dan Abdul Halim (2005: 85) rasio profitabilitas adalah “rasio yang mengukur kemampuan perusahaan menghasilkan keuntungan (profitabilitas) pada tingkat penjualan, asset dan modal saham tertentu, rasio-rasionya yaitu profit margin, ROE dan ROA”.
2.2.3.1 Profit Margin Profit Margin (PM) menghitung sejauh mana kemampuan perusahaan menghasilkan laba bersih pada tingkat penjualan tertentu. Mamduh M. Hanafi dan Abdul Halim mengemukakan pendapatnya mengenai Profi Margin (2005: 85).
37
PM bisa diinterprestasikan sebagai kemampuan perusahaan menekan biaya-biaya (ukuran efisien) di perusahaan pada periode tertentu. PM yang tinggi menandakan kemampuan perusahaan menghasilkan laba yang tinggi pada tingkat penjualan tertentu. Sebaliknya PM yang rendah menunjukkan ketidakefisienan manajemen, yang ditandai dengan adanya penjualan yang terlalu rendah untuk tingkat penjualan tertentu, atau biaya yang terlalu tinggi untuk tingkat penjualan tertentu, atau kombinasi dari kedua kondisi di atas. Semakin besar rasio ini semakin baik karena dianggap kemampuan perusahaan dalam mendapatkan laba cukup tinggi. Kalkulasi profit margin adalah sebagai berikut :
2.2.3.2 Return On Total Assets Return on Investment (ROI) atau yang sering juga disebut dengan “Return on Total Assets (ROA)” merupakan pengukuran kemampuan perusahaan secara keseluruhan di dalam menghasilkan keuntungan dengan jumlah keseluruhan aktiva yang tersedia di dalam perusahaan (Lukman Syamsuddin, 2002:63). Rasio ROA mengukur tingkat pengembalian dari bisnis atas seluruh aset yang ada. Atau rasio ini menggambarkan efisiensi pada dana yang digunakan dalam perusahaan, oleh karena itu sering pula rasio ini di sebut return on investment. Dalam bukunya Dermawan Sjahrial (2007: 47), juga mengungkapkan bahwa ”ROA disebut juga sebagai ROI”. Dalam menghitung tingkat return on investment (ROI), maka yang perlu diperhatikan adalah bahwa perhitungan tersebut didasarkan atas laba bersih sesudah pajak dibagi dengan total aktiva perusahaan, baik yang diinvestasikan di
38
dalam maupun di luar perusahaan. Hal tersebut disebabkan karena pengukuran ROI adalah untuk mengetahui tingkat keuntungan bersih yang diperoleh dari seluruh modal yang diinvestasikan (Lukman Syamsudin, 2007: 79). ROI dihitung sebagai berikut:
ROI yang tinggi menunjukkan efisiensi manajemen asset yang berarti pula efisiensi manajemen sehingga semakin tinggi ROI maka semakin baik keadaan suatu perusahaan. Hal ini termuat dalam pendapat Darsono dan Ashari (2005: 57) bahwa “Semakin tinggi ROI yang dicapai suatu perusahaan menggambarkan keberhasilan dalam menghasilkan laba dengan menggunakan modal kerja atau aktiva secara efisien dan efektif.”
2.2.3.3 Return On Equity Return On Equity (ROE) adalah rasio yang mengukur kemampuan perusahaan menghasilkan laba berdasarkan modal tertentu. Mamduh M. Hanafi dan Abdul Halim memberikan pendapatnya mengenai ROE (2005: 87), yaitu: ROE merupakan ukuran profitabilitas dari sudut pemegang saham, tetapi tidak memperhitungkan deviden maupun capital gain, sehingga ROE bukan pengukur return pemegang saham yang sebenarnya. ROE dipengaruhi oleh ROA dan tingkat leverage keuangan perusahaan. ROE sangat penting sebab merupakan ukuran atas efisiensi yang menggunakan capital dari para pemilik. ROE merupakan ukuran dari pendapatan per rupiah yang diinvestasikan sebagai modal/ekuitas, atau sama dengan presentase pengembalian kepada para pemilik atas investasinya.
39
Pada tingkat perusahaan secara individu, ROE yang baik akan mempertahankan kerangka kerja keuangan pada tempatnya. Untuk ekonomi secara keseluruhan, ROE dapat menggerakkan investasi di bidang industri, pertumbuhan produk nasional bruto (gross national product), kesempatan kerja, penerimaan pajak, dan sebagainya.