10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Laporan Keuangan
2.1.1 Pengertian Laporan Keuangan Definisi laporan keuangan menurut Munawir (1991: 2): “Laporan keuangan pada dasarnya adalah hasil dari proses akuntansi yang dapat digunakan sebagai alat untuk mengkomunikasikan data keuangan atau aktivitas suatu perusahaan”. Pengertian laporan keuangan menurut Sundjaja dan Barlian (2001: 47): “Laporan keuangan adalah suatu laporan yang menggambarkan hasil dari proses akuntansi yang digunakan sebagai alat komunikasi untuk pihakpihak yang berkepentingan dengan data keuangan atau aktivitas perusahaan”. Sedangkan pengertian menurut laporan keuangan menurut PSAK No. 1 Revisi 2009 tentang Penyajian Laporan Keuangan: “Laporan keuangan adalah suatu penyajian terstruktur dari posisi keuangan dan kinerja keuangan suatu entitas. Tujuan laporan keuangan adalah memberikan informasi mengenai posisi keuangan, kinerja keuangan, dan arus kas entitas yang bermanfaat bagi sebagaian besar kalangan pengguna laporan keuangan dalam pembuatan keputusan ekonomi. Laporan keuangan juga menunjukkan hasil pertanggungjawaban manajemen atas penggunaan sumber daya yang dipercayakan kepada mereka”. Berdasarkan pengertian laporan keuangan menurut para ahli dan Standar Akuntansi Keuangan dapat disimpulkan bahwa laporan keuangan adalah suatu informasi keuangan yang merupakan bagian dari proses pelaporan keuangan yang
11
disajikan dan disiapkan oleh manajemen suatu perusahaan kepada pihak internal dan eksternal, yang berisi seluruh kegiatan bisnis dari satu kesatuan usaha sebagai salah satu alat pertanggungjawaban dan komunikasi manajemen kepada pihakpihak yang membutuhkannya untuk menggambarkan kinerjanya. 2.1.2 Tujuan Laporan Keuangan Menurut Hongren et. al. (2005: 9), tujuan laporan keuangan yaitu: “GAAP rest on conceptual framework written by the FASB: The primary objective of financial reporting is to provide information useful for making investment and lending desicions. To be useful information must be relevant, reliable, and comparable”. Menurut Statement of Financial Accounting Concepts (SFAC No. 1) Weygant and Keiso (2008: 4-5) tujuan laporan keuangan, antara lain: 1. Menyediakan informasi yang berguna bagi investor, kreditor, dan pengguna potensial lainnya dalam membantu proses pengambilan keputusan yang rasional atas investasi, kredit, dan keputusan lain yang sejenis. 2. Menyediakan informasi yang berguna bagi investor, kreditor, dan pengguna potensial lainnya yang membantu menilai jumlah, waktu, dan ketidakpastian proses penerimaan kas dari deviden atau bunga dan pendapatan dari penjualan, penebusan atau jatuh tempo sekuritas, dan pinjaman. Menaksir aliran kas masuk (future cash flow) pada perusahaan. 3. Memberikan informasi tentang sumber daya ekonomi, klaim atas sumber daya tersebut dan perubahannya.
12
Menurut Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan paragraf 12 dalam PSAK No. 1 Revisi 2009: “Tujuan laporan keuangan adalah menyediakan informasi yang menyangkut posisi keuangan, kinerja, serta perubahan posisi keuangan suatu perusahaan yang bermanfaat bagi sejumlah besar pengguna dalam pengambilan keputusan ekonomi”.
2.2
Laporan Tahunan Laporan tahunan merupakan laporan yang diterbitkan sekali setahun yang
berisi informasi keuangan maupun non-keuangan. 2.2.1 Pengertian Laporan Tahunan Laporan tahunan merupakan laporan yang wajib diungkapkan oleh setiap perusahaan yang mencatatkan diri di bursa efek sebagai pelaporan kegiatan selama setahun sebelumnya kepada pihak-pihak yang berkepentingan dengan perusahaan tersebut (stakeholders). Teori tentang laporan tahunan (annual report) dalam literatur-literatur akuntansi sangat jarang dikemukakan dan umumnya pembahasannya tergabung dengan topik penyajian laporan keuangan dan hanya secara parsial. Keseluruhan isi dari laporan tahunan tidak diatur oleh otoritas badan akuntansi yang berwenang seperti Ikatan Akuntansi Indonesia, namun diatur oleh regulator bursa efek yaitu Badan Pengawas Pasar Modal (BAPEPAM). 2.2.2 Tujuan Laporan Tahunan 1. Berguna bagi pemakai (users) laporan tahunan dalam membuat keputusan investasi, masalah kredit atau keputusan-keputusan lainnya.
13
2. Menyediakan laporan yang komprehensif mengenai prospek perusahaan di masa depan, baik kegiatan operasi, keuangan, dan informasi-informasi relevansi lainnya. 3. Menyediakan informasi mengenai klaim sember daya perusahaan serta perubahannya. 2.2.3 Peraturan BAPEPAM Mengenai Isi Laporan Tahunan Emiten Laporan tahunan di Bursa Efek Indonesia diatur oleh Keputusan Ketua BAPEPAM No. Kep-134/BL/2006 mengenai laporan tahunan. Peraturan tersebut berlaku hanya bagi perusahaan yang telah melakukan penawaran umum atau perusahaan publik. Bentuk dan isi dari laporan tahunan menurut BAPEPAM secara garis besar dibagi menjadi enam bagian dasar, yaitu: 1. Ketentuan umum, yang berisi peraturan fisik dan informasi yang wajib disampaikan oleh emiten. 2. Laporan Manajemen, yang berisi penjelasan umum dan penjelasan khusus mengenai perusahaan. 3. Bagian mengenai ikhtisar Data Keuangan Penting, yaitu bagian dari laporan tahunan yang berisi informasi perbandingan keuangan lima tahun buku atau sejak memulai usahanya. 4. Bagian mengenai Analisis dan Pembahasan Umum oleh Manajemen, yaitu bagian dari laporan tahunan yang berisi uraian singkat yang membahas dan menganalisis laporan keuangan dan informasi lain dengan penekanan pada
14
perubahan-perubahan material yang terjadi sejak laporan terakhir atau sejak pernyataan pendaftaran diajukan. 5. Bagian mengenai Laporan Keuangan, yaitu bagian dari laporan tahunan yang berisi laporan keuangan yang disusun sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan dan peraturan BAPEPAM di bidang akuntansi dan telah diaudit oleh akuntan yang terdaftar di BAPEPAM.
2.3
Pengungkapan (Disclosure) Informasi dalam Laporan Tahunan Emiten Pengungkapan (Disclosure) didefinisikan berbeda-beda dalam kondisi
yang berbeda pula. Sebagai salah satu prinsip dalam akuntansi keuangan, kadangkala istilah pengungkapan dikaitkan secara langsung dengan laporan keuangan (financial statement). Dalam kenyataanya ternyata pengungkapan juga berhubungan dengan informasi lainnya diluar laporan keuangan. Menurut Harry I. Walk at. al. (1997), pengungkapan didefinisikan sebagai berikut: “... disclosure is concerned with information in both the financial statement and supplementary communications-including footnotes, poststatements events, management’s analysis of operations for the fortcoming, financial and operating forecasts, and additional financial statements covering segmental disclosure and extensions beyond historical costs”. Dari definisi di atas maka istilah pengungkapan dapat digunakan baik dalam laporan keuangan maupun laporan yang lainnya dengan alat penelitian (proxy)
yang
berbeda-beda.
Pada
penelitian
ini
penulis
memfokuskan
15
pengungkapan pada laporan tahunan (annual report), bukan pada laporan keuangan (financial statement report). Sebagaimana tercantum dalam PSAK No. 1 Revisi 2009, laporan keuangan yang lengkap terdiri dari komponen-komponen sebagai berikut: 1. Laporan posisi keuangan pada akhir periode; 2. Laporan laba rugi komprehensif selama periode; 3. Laporan perubahan ekuitas selama periode; 4. Laporan arus kas selama periode; 5. Catatan atas laporan keuangan, berisi ringkasan kebijakan akuntansi penting dan informasi penjelasan lainnya; dan 6. Laporan posisi keuangan pada awal periode komparatif yang disajikan ketika entitas menerapkan suatu kebijakan akuntansi secara retrospektif atau membuat penyajian kembali pos-pos laporan keuangan, atau ketika entitas mereklasifikasi pos-pos dalam laporan keuangannya. Laporan keuangan, catatan atas laporan keuangan, dan informasi tambahan lainnya memang secara khusus diatur salam PSAK, sedagkan informasi lain yang tersedia di laporan tahunan, seperti hasil analisis dan diskusi manajemen tidak diatur secara langsung oleh PSAK tetapi oleh regulator bursa, dalam hal ini BAPEPAM. Lang dan Lundholm (1996) menyatakan bahwa meskipun seluruh perusahaan publik harus memenuhi persyaratan pengungkapan minimum sebagaimana yang disyaratkan oleh Badan Pengawas Pasar Modal di negara yang
16
bersangkutan, setiap perusahaan memiliki kebijakan yang beraneka ragam terkait banyaknya informasi yang mereka ungkapkan di pasar modal. Konsep pengungkapan yang umumnya diajukan ada tiga (Hendriksen dan Breda, 1991), yaitu: 1. Pengungkapan
Cukup
(Adequate
Disclosure)
yang
menyajikan
pengungkapan minimum yang sejalan dengan tujuan penyajian laporan untuk mencegah kesalahan interpretasi informasi. 2. Pengungkapan Wajar (Fair Disclosure) yang menyajikan pengungkapan sebagai bentuk perlakuan yang adil terhadap para pembaca potensial. 3. Pengungkapan Penuh (Full Disclosure) yang menyajikan seluruh informasi yang relevan.
2.4
Teori Keagenan (Agency Theory) Jensen dan Meckling (1976) mendefinisikan hubungan agensi sebagai
sebuah kontrak dimana satu atau lebih (principal) menyewa orang lain (agent) untuk melakukan suatu jasa sesuai dengan keinginan mereka dimana terdapat pendelegasian otoritas dalam pembuatan keputusan kepada agen. Jika kedua belah pihak merupakan utility maximizers, maka merupakan dasar untuk menyatakan bahwa agent tidak selalu bertindak untuk kepentingan principal. Akan tetapi principal dapat membatasi perbedaan kepentingan itu dengan membuat suatu sistem insentif bagi agent dan dengan menimbulkan biaya pengawasan yang di desain untuk membatasi tindakan menyimpang yang mungkin dilakukan oleh agent. Jensen dan Meckling (1976) juga menambahkan bahwa dikebanyakan
17
hubungan agensi, principal dan agent akan menimbulkan biaya pengawasan dan biaya perikatan, dan juga akan timbul perbedaan antara keputusan agent dengan keputusan pengurangan kesejahteraan yang dialami principal akibat adanya perbedaan tersebut juga merupakan biaya agensi (agency cost) yang disebut dengan residual loss. Hubungan antara pemegang saham dan manajer perusahaan merupakan satu contoh yang memenuhi definisi hubungan agensi yang murni dimana pemegang saham sebagai principal akan menunjuk manajer sebagai agent untuk mengelola kekayaan yang dimiliki oleh pemegang saham. Sehingga dapat dikatakan bahwa isu-isu terkait pemisahan dan kontrol, di dalam kepemilikan perusahaan dalam jangka panjang akan selalu terkait dengan permasalahan umum dari agensi. pemisahan menunjukkan bahwa fungsi pengelolaan dan kepemilikan dipegang oleh dua pihak yang berbeda. Pengelolaan dijalankan oleh manajer sebagai agent yang ditunjuk oleh pemegang saham yang memiliki kekayaan untuk diinvestasikan. Pengelolaan yang dilakukan oleh manajer ini kemudian membutuhkan kontrol dan pengawasan dari pemegang saham sebagai pemilik kekayaan (Jensen dan Meckling, 1976). Furubotn dan Richter (2000) menyatakan bahwa agency theory telah membentuk suatu ekonomi institisional yang baru. Di dalam ekonomi institusional yang menjadi fokus analisis adalah institusi tempat terjadinya pertukaran ekonomi, seperti pasar, organisasi, dan norma hukum. Tujuan dari analisis institusional ini adalah untuk menjelaskan struktur institusi, pengaruhnya terhadap keputusan individual, efisiensi, serta perubahan di dalam institusi itu sendiri. Di
18
dalam ekonomi institusional, institusi dan pasar merupakan hasil dari interaksi yang kompleks antar berbagai institusi lainnya (individu, perusahaan, negara, dan norma-norma). Saam juga menyatakan bahwa agency theory merupakan perspektif teori terintegrasi yang dapat menggambarkan berbagai lingkup riset yang berbeda. Ada tiga perbedaan utama yang menimbulkan asimetris di dalam hubungan antara principal dan agent (Jensen dan Meckling, 1976), yaitu: 1. Asimetri Informasi Suatu hal yang rasional bagi principal dan agent untuk menjalin hubungan perwakilan. Hal ini mungkin disebabkan karena adanya kompetensi agent untuk melaksanakan tugas yang tidak mampu dilaksanakan oleh principal, atau keduanya memiliki kompetensi namun agent dapat melakukan tugas tersebut dengan biaya yang lebih kecil. Asimetri informasi muncul disini karena
principal
tidak
mampu
mengontrol
kompetensi,
intensi,
pengetahuan, dan tindakan dari agent, atau mungkin mereka dapat memonitor dengan biaya yang tinggi. Principal membutuhkan informasi ini untuk membayar agent berdasarkan usaha yang telah mereka kerjakan. Selain itu principal membutuhkan informasi atas keadaan lingkungan atau proses yang dapat mempengaruhi kinerja agent tersebut. Oleh karena itu di dalam skenario agency theory, asimetri informasi terkait agent menjadi salah satu asumsi.
19
2. Perbedaan Preferensi Risiko Principal dan agent memiliki sikap yang berbeda terhadap risiko terkait skema kompensasi yang berbeda (outcome-based versus behaviourbased). Di dalam skenario standar, agent dapat dikatakan risk averse. Bila dibandingkan dengan principal, pendapatan agent cenderung lebih kecil. Pengurangan pendapatan dapat membahayakan eksistensi agent. Principal dapat mendeversifikasi, sedangkan agent tidak bisa. Oleh karena itu principal dapat diasumsikan risk neutral. 3. Konflik Tujuan Konflik tujuan muncul karena perbedaan preferensi principal dan agent. Agent ingin memaksimalkan pendapatan sedangkan principal ingin memaksimalkan imbal hasilnya. Masing-masing ingin memaksimalisasi kepentingannya. Baik pendapatan maupun imbal hasil tergantung pada usaha agent dan elemen-elemen eksternal lainnya. Permasalahan yang muncul dari konflik tujuan ini kemudian disebut sebagai permasalahan agensi. Zimmerman (1986) menyebutkan ada empat hal yang menimbulkan asimetri informasi tersebut, yaitu: 1. Karakteristik yang tersembunyi (hidden characteristics) Sebelum melakukan dengan agent, principal memiliki informasi yang tidak
lengkap
terkait
kualifikasi
agent,
seperti
keahlian
atau
kemampuannya. Agent dapat saja mengakui bahwa ia memiliki keahlian khusus ketika ia dipekerjakan. Sebuah masalah akan muncul karena
20
principal tidak dapat melakukan verifikasi secara lengkap terkait kemampuan atau keahlian agent, baik pada saar agent akan dipekerjakan ataupun pada saat agent bekerja. 2. Keinginan/intensi yang tersembunyi (hidden intention) Setelah kontrak dilaksanakan, agent memiliki kesempatan untuk merealisasikan keinginannya yang tersembunyi. Agent mungkin saja bertindak tidak adil kepada principal. Permasalahan agensi seperti ini disebut hold up. Principal tidak dapat begitu saja membatalkan hubungan kontrak karena principal dapat kehilangan investasi yang telah ia janjikan dengan agent (sunk cost). 3. Pengetahuan atau informasi yang tersembunyi (hidden knowledge or hidden information) Setelah melakukan kontrak, agent memiliki informasi pribadi atas faktafakta eksogen seperti kondisi lingkungan dan proses yang relevan untuk mengevaluasi hasil kerja agent. Pengetahuan ini merupakan bagian dari profesionalisme agent atau pengetahuan proses yang dapat digunakan agent secara oportunis. 4. Tindakan yang tersembunyi (hidden action) Setelah melakukan kontrak, agent dapat melakukan berbagai tindakan yang berbeda. Agent bisa saja melalaikan tugasnya. Agent dapat memilih untuk bekerja sedikit tetapi berpura-pura telah bekerja keras, dimana tindakan ini sulit untuk di evaluasi oleh principal. Hal inilah yang lebih sering dikenal dengan moral hazard.
21
Dengan adanya teori agensi, pertentangan kepentingan antara pemilik dengan manajemen, mendorong manajemen untuk mengungkapkan informasi keuangan dan non-keuangan seluas-luasnya melalui laporan tahunan perusahaan untuk dapat meminimalisasi pertentangan tersebut dan memperoleh kepercayaan dari pemegang saham dan semua pihak lain yang terkait.
2.5
Transparansi
2.5.1 Pengertian Transparansi Definisi transparansi berdasarkan Keputusan Menteri
BUMN Nomor
Kep-117/M—M BUMN/2002: “Transparansi
adalah
keterbukaan
dalam
melaksanakan
proses
pengambilan keputusan dan keterbukaan dalam mengemukakan informasi materiil dan relevan mengenai perusahaan”. Definisi transparansi berdasarkan KK, SAP, 2005: “Transaparansi adalah memberikan informasi keuangan yang terbuka dan jujur kepada masyarakat berdasarkan pertimbangan bahwa masyarakat memiliki hak untuk mengetahui secara terbuka dan menyeluruh atas pertanggungjawaban pemerintah dalam mengelola sumber daya yang dipercayakan kepadanya dan ketaatan pada peraturan perundangundangan”. Dari definisi diatas dapat dijelaskan bahwa para pemegang saham haruslah diberi kesempatan untuk berperan dalam memperoleh informasi yang benar, akurat, dan tepat waktu mengenai perusahaan. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa prinsip ini tidak mengkehendaki berbagai pihak yang berkepentingan menjadi tersesat atau tidak akan membuat simpulan atau keputusan yang salah
22
mengenai perusahaan. Dalam praktik, perusahaan seharusnya berkewajiban mengungkapkan berbagai transaksi penting yang berkaitan dengan perusahaan, seperti kontrak kerja yang bernilai tinggi dengan perusahaan lain, risiko-risiko yang dihadapi dan rencana/kebijakan perusahaan yang akan dijalankan. Selain itu, perusahaan seharusnya juga berkepentingan untuk menyampaikan kepada semua pihak terkait informasi mengenai struktur kepemilikan perusahaan serta perubahan-perubahan yang terjadi. Para pemain pasar modal tentu akan bereaksi secara negatif bila mereka menilai bahwa tingkat transparansi ini rendah dan begitu pula sebaliknya. Oleh sebab itu, konsep good corporate governance harus menjamin pengungkapan yang cukup akurat dan tepat waktu terhadap seluruh kejadian penting yang berhubungan dengan perusahaan termasuk didalamnya mengenai kondisi keuangan, kriteria struktur kepemilikan perusahaan dan pengaturan perusahaan. Pengungkapan informasi (dalam hal ini adalah transparansi) ini terbagi ke dalam dua macam pengungkapan, antara lain: 1. Pengungkapan informasi wajib (mandatory disclosure). 2. Pengungkapan informasi sukarela (voluntary disclosure). 2.5.1.1 Pengungkapan Informasi Wajib dan Pengungkapan Informasi Sukarela Menurut
Keputusan
Ketua
Bapepam
No.
Kep-134/BL/2006
mendefinisikan informasi wajib (mandatory disclosure) dan informasi sukarela (voluntary disclosure) sebagai berikut:
23
“Pengungkapan informasi wajib adalah pengunngkapan yang wajib dilakukan oleh perusahaan sesuai dengan peraturan pasar modal yang berlaku. Sedangkan pengungkapan sukarela adalah pengungkapan informasi yang tidak diwajibkan oleh badan regulator pasar modal (BAPEPAM)”. Menurut Soemarso (2003) mendefinisikan informasi pengungkapan wajib (mandatory disclosure) dan informasi pengungkapan sukarela (voluntary disclosure) sebagai berikut: “Informasi pengungkapan wajib merupakan pengungkapan informasi yang diharuskan oleh peraturan yang berlaku, dalam hal ini peraturan yang dikeluarkan oleh Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam), namun sebelum dikeluarkan keputusan Ketua Bapepam Nomor 38/PM/1996 tanggal 17 Januari 1996 mengenai laporan tahunan bahwa yang dimaksud dengan pengungkapan wajib adalah meliputi semua pengungkapan informasi dalam laporan keuangan. Sedangkan informasi pengungkapan sukarela adalah pengungkapan informasi yang dilakukan secara sukarela oleh perusahaan tanpa diharuskan oleh peraturan yang berlaku atau pengungkapan melebihi yang diwajibkan”. Menurut Meek, Robert, dan Gray (1995) mendefinisikan informasi wajib (mandatory disclosure) dan informasi sukarela (voluntary disclosure) sebagai berikut: “Mandatory information disclosure is a disclosure required by the regulations. While voluntary disclosure is an option to provide free management accounting information and other information that is relevant for decision making by users of annual reports”. Menurut Darrough (1993) mendefinisikan pengungkapan informasi wajib (mandatory disclosure) dan pengungkapan informasi sukarela (voluntary disclosure) sebagai berikut: “Disclosure is mandatory disclosures required by the applicable accounting standards and the Capital Market Supervisory Agency authorities in the country concerned. If the company is not willing to disclose information voluntarily, mandatory disclosure would force
24
companies to disclose. While voluntary disclosure is a disclosure item is done voluntarily by the firm without the required by regulation.” Jenis maupun
jumlah item informasi yang diungkapkan dalam
pengungkapan informasi wajib tidak boleh kurang dari yang telah diatur dalam peraturan yang diterapkan. Sedangkan pengungkapan informasi yang disampaikan oleh perusahaan dalam laporan tahunan tidak diatur atau tidak diwajibkan oleh peraturan tertentu. Jenis dan jumlah informasi yang diungkapkan dalam pengungkapan informasi sukarela tidak dibatasi oleh peraturan, tetapi merupakan pilihan bebas yang ditentukan oleh pihak manajemen perusahaan. Perusahaan
akan
melakukan
pengungkapan
melebihi
kewajiban
pengungkapan minimal jika mereka merasa pengungkapan semacam itu akan menurunkan biaya modalnya atau jika mereka tidak ingin ketinggalan praktikpraktik pengungkapan yang kompetitif. Sebaliknya, perusahaan-perusahaan akan mengungkapkan lebih sedikit apabila mereka merasa pengungkapan keuangan akan menampakkan rahasia kepada pesaing atau menampakkan sisi buruk perusahaan di depan berbagai pihak (Soemarso, 2003). Dengan adanya pengungkapan sukarela ini maka upaya untuk berkomunikasi secara efektif dengan pembaca-pembaca asing, karena tidak adanya standar akuntansi di pelaporan yang diterima secara internasional. Pengungkapan
informasi
perusahaan
merupakan
sarana
pertanggungjawaban dan mekanisme yang penting bagi manajemen untuk berkomunikasi dengan pihak luar (Healy dan Palepu, 1933). Pengungkapan informasi perusahaan merupakan salah satu usaha untuk mengurangi adanya
25
asimetri informasi antara pihak internal perusahaan dan eksternal. Pengungkapan wajib maupun sukarela atas informasi perusahaan oleh manajemen secara detail dan luas akan mengurangi adanya ketidakpercayaan persepsi para pemegang saham atas nilai suatu perusahaan. Penelitian yang dilakukan oleh Mangeswuri (2005) menguji pengaruh pengungkapan informasi sukarela terhadap nilai perusahaan yang dimoderasi oleh struktur kepemilikan. Penelitian tersebut menggunakan sampel 144 perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta pada tahun 2003. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa pengungkapan informasi sukarela berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan dan perusahaan dengan struktur kepemilikan institusional memiliki nilai perusahaan yang lebih besar dibandingkan perusahaan dengan struktur kepemilikan manajerial. Penelitian tentang pengaruh pengungkapan informasi terhadap nilai perusahaan belum banyak di lakukan di indonesia. Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Mangeswuri (2005) menunjukkan bahwa banyaknya informasi yang diungkapkan oleh perusahaan memiliki pengaruh terhadap nilai perusahaan. Dalam penelitian tersebut, pengungkapan informasi sukarela dimoderasi oleh struktur kepemilikan. Selain itu, dalam penelitian tersebut juga hanya dilakukan secara khusus terhadap sejumlah sampel perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta. Dengan kata lain, penelitian yang dilakukan Mangeswuri hanya terbatas pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta.
26
2.6
Karakteristik Perusahaan Karakteristik perusahaan merupakan unsur-unsur dalam perusahaan yang
dapat mewakili dalam penelitian suatu perusahaan tersebut. Penelitian penilaian suatu perusahaan dapat dipengaruhi oleh karakteristik perusahaan. Bairds at. al (1997) menggunakan karakteristik perusahaan seperti tipe usaha, laba rugi perusahaan, ukuran perusahaan (jumlah tenaga kerja), status perusahaan (basis perusahaan), likuiditas, usia perusahaan sistem perencanaan dan sumber daya yang dimiliki untuk menguji apakah karakteristik perusahaan ini berpengaruh terhadap nilai suatu perusahaan. Bairds et. al. (1997) memberi informasi bahwa perusahaan dengan perencanaan secara lebih baik cenderung menambah nilai suatu perusahaan, oleh Bijmolt dan Zwart (1994) juga menyimpulkan hal yang sama bahwa perusahaan yang memiliki manajemen dan perencanaan yang baik diharapkan akan menambah suatu nilai perusahaan. Dalam penelitian ini, karakteristik perusahaan yang mempengaruhi terhadap nilai perusahaan diproksikan ke dalam variabel laba/rugi perusahaan, basis perusahaan, dan likuiditas. 2.6.1 Laba atau Rugi Perusahaan Menurut Munawir (2000:26) laporan laba rugi didefinisikan sebagai berikut: “Laporan laba rugi merupakan suatu laporan yang sistematis mengenai penghasilan, biaya, rugi laba yang diperoleh oleh suatu perusahaan selama periode tertentu”.
27
Laba/rugi ini merupakan total pendapatan dikurangi beban, tidak termasuk komponen-komponen pendapatan komprehensif lainnya (PSAK N0. 1 Paragraf 7). Total laba rugi komprehensif adalah perubahan ekuitas selama satu periode yang dihasilkan dari transaksi dan peristiwa lainnya, selain perubahan yang dihasilkan dari transaksi dengan pemilik dalam kapasitasnya sebagai pemilik (PSAK No. 1 paragraf 7). Entitas dapat menggunakan istilah “laba neto” untuk menggambarkan laba rugi. Peran dari laporan laba rugi adalah sebagai alat untuk mengetahui kemajuan yang dicapai perusahaan serta mengetahui berapakah hasil bersih atau laba yang didapat dalam satu periode. Dalam laporan laba rugi ini terdapat beberapa istilah yang sering digunakan. Istilah-istilah tersebut antara lain: 1. Pendapatan (Revenue) Adalah aliran masuk atau kenaikan lain aktiva suatu badan usaha atau pelunasan utangnya, bisa merupakan kombinasi keduanya selama suatu periode yang berasal dari penyerahan atau produksi barang, penyerahan jasa, atau dari kegiatan lain yang merupakan kegiatan perusahaan. 2. Biaya (Expenses) Adalah aliran keluar atau pemakaian lain aktiva atau timbulnya utang, bisa merupakan kombinasi keduanya selama suatu periode yang berasal dari penyerahan atau produksi barang, penyerahan jasa, atau dari pelaksanaan kegiatan lain yang merupakan kegiatan perusahaan. 3. Penghasilan (Income)
28
Adalah selisih penghasilan-penghasilan sesudah dikurangi biaya-biaya. Bila pendapatan lebih kecil dari pada biaya, selisihnya sering disebut rugi. 4. Laba (Profit) Adalah kenaikan modal atau aktiva bersih yang berasal dari transaksi utama perusahaan dan transaksi sampingan dari suatu perusahaan dalam suatu periode tertentu kecuali kenaikan modal dari pendapatan atau investasi oleh pemilik, seperti pada laba yang timbul, dari penjualan aktiva tetap. 5. Rugi (Loss) Adalah penurunan modal atau aktiva bersih yang berasal dari transaksi utama perusahaan dan transaksi sampingan dari suatu perusahaan dalam suatu periode tertentu kecuali yang timbul dari biaya atau distribusi pada pemilik, seperti pada rugi penjualan surat berharga. 6. Harga Perolehan (Cost) Adalah jumlah uang yang dikeluarkan atau utang yang timbul untuk memperoleh barang atau jasa. Jumlah ini pada saat terjadinya transaksi akan dicatat sebagai aktiva, seperti pada pembelian mesin, dan pembayaran uang muka sewa. Dalam akuntansi biaya harga perolehan juga dapat berarti harga pokok atau biaya produksi yang dikeluarkan untuk membuat barang. 2.6.2 Basis Perusahaan Menurut Prastowo dan Juliaty (2002) menjelaskan basis perusahaan sebagai berikut:
29
“Basis perusahaan merupakan tingkat kepemilikan saham yang dibagi menjadi dua, yaitu perusahaan yang proporsi kepemilikan saham sebagian besar dimiliki asing dikategorikan berbasis asing dan yang sebagian besar dimiliki oleh domestik dikategorikan berbasis domestik”. Kepemilikan saham ini merupakan perbandingan jumlah saham yang dimiliki oleh “orang dalam” (insiders) dengan jumlah saham yang dimiliki oleh investor. Atau dengan kata lain struktur kepemilikan saham adalah proporsi antara kepemilikan asing dan kepemilikan domestik dalam kepemilikan saham suatu perusahaan. Dalam menjalankan kegiatannya, suatu perusahaan diwakili oleh direksi (agents) yang ditunjuk oleh pemegang saham (principals). Kepemilikan asing merupakan proporsi saham biasa perusahaan yang dimiliki oleh perorangan, badan hukum, pemerintah, serta bagian-bagiannya yang berstatus luar negeri. Perusahaan yang sebagian besar sahamnya dimiliki oleh asing biasanya lebih sering menghadapi masalah asimetri informasi dikarenakan hambatan geografis dan bahasa. Oleh sebab itu perusahaan dengan kepemilikan asing yang besar akan terdorong untuk melaporkan atau mengungkapkan informasinya secara sukarela dan luas. Kepemilikan domestik adalah kepemilikan saham oleh pihak-pihak yang berbentuk institusi seperti yayasan, bank, perusahaan asuransi, perusahaan investasi, dana pensiun, perusahaan berbentuk perseroan (PT), dan institusi lainnya. Institusi biasanya dapat menguasai mayoritas saham karena mereka sumber daya yang lebih besar dibandingkan dengan pemegang saham lainnya. Menurut Susanto (1992) kemungkinan perusahaan yang berstatus asing (PMA) memberikan pengungkapan informasi yang lebih banyak dibandingkan
30
dengan perusahaan domestik. Ada beberapa alasan mengenai pernyataan tersebut. Pertama, perusahaan berstatus asing mendapatkan pelatihan yang lebih baik, misalnya dalam bidang akuntansi, dari perusahaan induknya di luar negeri. Kedua, perusahaan berstatus asing mungkin mempunyai sistem informasi manajemen yang lebih efisien untuk memenuhi kebutuhan pengendalian internal dan kebutuhan informasi perusahaan induknya. Ketiga, kemungkinan terdapat permintaan informasi yang lebih besar kepada perusahaan berbasis asing dari pelanggan, pemasok, analis, dan masyarakat pada umumnya. 2.6.3 Likuiditas Menurut S. Munawir 1995: 31 likuiditas didefinikan sebagai berikut: “Likuiditas adalah kemampuan suatu perusahaan untuk memenuhi kewajiban keuangan yang harus segera dipenuhi, atau kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban keuangan pada saat ditagih” Menurut Prastowo dan Juliarti, 2002 likuiditas didefinisikan sebagai berikut: “Rasio likuiditas merupakan rasio yang mengukur kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya kepada kreditur jangka pendek” Kreditur jangka pendek lebih memperhatikan prospek perusahaan dalam membayar kewajiban jangka pendek. Kreditur ini lebih tertarik pada aliran kas dan manajemen modal kerja dibandingkan dengan besar laba akuntansi yang dilaporkan perusahaan. Tingkat likuiditas yang tinggi akan menunjukkan kuatnya
31
kondisi keuangan perusahaan. Perusahaan semacam ini cenderung melakukan pengungkapan suatu informasinya lebih luas kepada pihak luar karena ingin menunjukkan bahwa perusahaan itu kredibel. Perusahaan yang likuiditasnya baik cenderung lebih berani mengungkapkan informasi lebih banyak. Hal itu berdasarkan pada perusahaan yang likuiditasnya tinggi berarti kondisi keuangannya juga baik, sehingga jika informasi itu diketahui oleh publik maka akan menunjukkan nilai perusahaan yang bagus pula.
2.7
Nilai Perusahaan
2.7.1 Pengertian Nilai Perusahaan Nilai perusahaan adalah sangat penting karena dengan nilai perusahaan yang tinggi akan diikuti oleh tingginya kemakmuran pemegang saham (Bringham Gapenski, 1996). Semakin tinggi harga saham semakin tinggi pula nilai perusahaan. Nilai perusahaan yang tinggi menjadi keinginan para pemilik perusahaan, sebab dengan nilai yang tinggi menunjukkan kemakmuran pemegang saham juga tinggi. Kekayaan pemegang saham dan perusahaan dipresentasikan oleh harga pasar dari saham yang merupakan cerminan dari keputusan investasi, pendanaan (financing), dan manajemen asset. Selain itu nilai perusahaan juga dapat diartikan sebagai persepsi investor terhadap suatu perusahaan, yang sering dikaitkan dengan harga saham. Harga saham yang tinggi membuat nilai perusahaan juga tinggi. Nilai perusahaan lazim diindikasikan dengan price to book value. Price tobook value yang tinggi akan membuat pasar percaya atas prospek perusahaan kedepan. Hal itu juga menjadi
32
keinginan para pemilik perusahaan, sebab nilai perusahaan yang tinggi mengindikasikan kemakmuran pemegang saham juga tinggi (Soliha dan Taswan, 2002). Nilai perusahaan juga dapat dikatakan sebagai penjumlahan nilai pasar saham biasa perusahaan ditambah dengan nilai pasar hutang perusahaan, sehingga dalam memaksimalkan nilai perusahaan dapat dilakukan dengan menunjukkan struktur modal yang tepat untuk membentuk nilai perusahaan yang maksimal, dimana nilai pasar saham adalah pendapatan yang tersedia bagi pemegang saham yang dibandingkan dengan keuntungan yang diharapkan oleh pemegang saham dan nilai pasar hutang adalah biaya bunga yang dibandingkan dengan tingkat hutang. 2.7.2 Pengukuran Nilai Perusahaan Banyak cara yang dilakukan oleh pemegang saham untuk menganalisis nilai perusahaan, hal ini sangat penting karena merupakan alat yang digunakan untuk memprediksi keadaan perusahaan. Salah satu cara untuk mengukur nilai perusahaan adalah dengan menggunakan metode penilaian neraca (balance sheet valuation method). Metode ini terdiri dari beberapa jenis penilaian perusahaan yaitu: 1. Book Value The net worth of commom equity according to a firm’s balance sheet (Bodie & Kane & Marcus, 2004).
33
Adalah perhitungan nilai perusahaan yang paling umum, dimana pada laporan neraca ditampilkan nilai bersih perusahaan. Di dapat dari perhitungan common equity dibagi dengan jumlah saham perusahaan yang beredar. Nilai buku (book value) perusahaan ini mencerminkan perlakuan akuntansi yang telah diterapkan oleh perusahaan dalam mengakuisisi asset yang dimiliki perusahaann tersebut selama beberapa tahun. 2. Liquidation Value Net amount that can be realized by selling the asset of a firm and paying off the debt (Bodie & Kane & Marcus, 2004). Adalah metode penilaian yang mencerminkan nilai perusahaan dari jumlah nominal yang dapat diperoleh jika perusahaan tersebut menjual asset. Konsep yang terdapat dalam metode ini adalah jika nilai pasar (market value) dari ekuitas menurun di bawah nilai likuiditas (liquidation value), maka perusahaan akan lebih aktif untuk mengambil alih target. 3. Replacement Cost Cost to replace a firm’s asset (Bodie & Kane & Marcus, 2004). Dalam perhitungan penilaian perusahaan ini beberapa analis meyakini bahwa nilai pasar (market value) perusahaan tidak akan berbeda jauh dengan replacement cost. 4. Tobin’s Q Ratio of market value of the firm to a replacement cost (Bodie & Kane & Marcus, 2004).
34
Perhitungan ini merupakan perhitungan paling populer di antara para analis, yang dikembangkan oleh seorang ekonom bernama James Tobin. Menggunakan metode ini pada jangka panjang rasio dari nilai pasar (market value) terhadap replacement cost. 2.7.3 Pengertian Tobin’s Q Alat ukur kinerja lain, Tobin’s Q, adalah rasio dari nilai pasar perusahaan (diukur dengan nilai pasar saham dan utang yang beredar) terhadap replacement cost aset perusahaan (Tobin’s, 1969). Menurut Pasternack & Rosenberg (2003) untuk menghitung nilai perusahaan menggunakan rasio Tobin’s Q yaitu: “Tobin’s is a specified as the ratio of the firm value divided by the replacement value of asset, use the market value of the firm’s equity added with the book value of the total debt as a measure of the firm value, and the book value of total asset as a proxy for the replacement value of asset”. Tobin’s Q adalah salah satu rasio yang digunakan untuk mengukur nilai perusahaan, rasio ini menunjukkan apakah pasar keuangan akan menilai over value atau under value nilai asset perusahaan tersebut. Sementara menurut Brealey dan Myers (1996: 775), pengertian Tobin’s Q adalah: “The ratio of the market value of a company’s debt and equity to the current replacement cost of its assets”.
35
Tobin’s Q ratio atau biasa juga disebut Q ratio merupakan rasio yang ditemukan oleh Dr. James Tobin, yang digunakan untuk mengukur kinerja perusahaan. McConnel dan Sarvaes (1990), dan Morck, Shleifer, Vishny (1998), dan Pasternack & Rosenberg (2003) menggunakan teori Tobin’s Q sebagai proxy dalam mengukur nilai perusahaan dan menguji bagaimana rasio tersebut dipengaruhi oleh klasifikasi equity holders yang berbeda. Rasio ini dapat menunjukkan apakah nilai pasar dari perusahaan tersebut over value atau under value karena rasio ini membandingkan antara nilai (value) dari perusahaan yang diperoleh dari pasar keuangan dengan nilai dari aset perusahaan untuk mengukur Tobin’s Q sederhana. Indikator nilai perusahaan (Tobin’s Q) dalam penelitian ini antara lain: 1. Jenis Opini Auditor; 2. Jenis Industri; 3. Ukuran Perusahaan; dan 4. Ukuran Kantor Akuntan Publik. 2.7.3.1 Jenis Opini Auditor Pendapat auditor merupakan pendapat yang diberikan oleh auditor tentang kewajawan penyajian laporan keuangan (SPAP). Menurut SA Seksi 508 dalam SPAP, jenis pendapat auditor terdiri dari 5 jenis, diantaranya adalah sebagai berikut: 1. Pendapat Wajar Tanpa Pengecualian (Unqualified Opinion)
36
Pendapat wajar tanpa pengecualian menyatakan bahwa laporan keuangan menyajikan secara wajar, dalam semua hal material, posisi keuangan, hasil usaha, dan arus kas entitas tertentu sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia. Pendapat wajar tanpa pengecualian diberikan dalam kondisi berikut ini: a. Bukti audit yang diperoleh telah mencukupi dan ketiga standar pekerjaan lapangan telah dipenuhi. b. Ketiga standar umum telah dipenuhi. c. Laporan keuangan auditan disusun berdasarkan prinsip akuntansi yang diterima umum dan diterapkan secara konsisten dengan tahun sebelumnya. Catatan atas laporan keuangan telah memberikan penjelasan yang memadai. d. Tidak ada ketidakpastian yang material tentang perkembangan perusahaan di masa yang akan datang. 2. Pendapat Wajar Tanpa Pengecualian dengan bahasa penjelasan yang ditambahkan dalam laporan auditor bentuk baku (Unqualified Opinion with Explanatory Language) Pendapat ini diberikan jika keadaan tertentu yang mengharuskan auditor menambahkan paragraf penjelasan (atau bahasa penjelasan lain) dalam laporan audit, meskipun tidak mempengaruhi pendapat wajar tanpa pengecualian yang dinyatakan oleh auditor. Keadaan tersebut meliputi: a. Pendapat auditor sebagian didasarkan atas laporan auditor independen lain.
37
b. Untuk mencegah agar laporan keuangan tidak menyesatkan karena keadaan-keadaan yang luar biasa, laporan keuangan disajikan menyimpang dari suatu prinsip-prinsip akuntansi yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntansi Indonesia (IAI). c. Jika terdapat kondisi dan peristiwa yang semula menyebabkan auditor yakin tentang adanya kesangsian mengenai kelangsungan hidup entitas, namun setelah mempertimbangkan rencana manajemen, auditor berkesimpulan bahwa rencana manajemen tersebut dapat secara efektif dilaksanakan dan pengungkapan mengenai hal itu telah memadai. d. Di antara periode akuntansi terdapat suatu perubahan material dalam penggunaan prinsip akuntansi atau dalam metode penerapannya. e. Keadaan tertentu yang berhubungan dengan laporan auditor atas laporan keuangan komparatif. f. Data keuangan kuartalan tertentu yang diharuskan oleh Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) namun tidak disajikan atau direview. g. Informasi tambahan yang diharuskan oleh Ikatan Akuntansi Indonesia Dewan Standar Akuntansi Keuangan telah dihilangkan, yang penyajiannya menyimpang jauh dari panduan yang dikeluarkan oleh Dewan tersebut, dan auditor tidak dapat melengkapi prosedur audit yang berkaitan dengan informasi tersebut, atau auditor tidak dapat
38
menghilangkan keragu-raguan yang besar apakah informasi tambahan tersebut sesuai dengan panduan yang dikeluarkan oleh Dewan tersebut. h. Informasi lain dalam suatu dokumen yang berisi laporan keuangan auditan secara material tidak konsisten dengan informasi yang disajikan dalam laporan keuangan. 3. Pendapat Wajar Dengan Pengecualian (Qualified Opinion) Kondisi
tertentu
mungkin
memerlukan
pendapat
wajar
dengan
pengecualian. Pendapat wajar dengan pengecualian menyatakan bahwa laporan keuangan menyajikan secara wajar, dalam semua hal yang material, posisi keuangan, hasil usaha, dan arus kas sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia, kecuali untuk dampak hal yang berkaitan dengan yang dikecualikan. Pendapat ini dinyatakan bilamana: a. Ketiadaan bukti kompeten yang cukup atau adanya pembatasan terhadap lingkup audit yang mengakibatkan auditor berkesimpulan bahwa ia tidak dapat menyatakan pendapat wajar tanpa pengecualian dan ia berkesimpulan tidak menyatakan memberikan pendapat. b. Auditor yakin, atas dasar auditor, bahwa laporan keuangan berisi penyimpangan dari prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia, yang berdampak material, dan ia berkesimpulan untuk tidak menyatakan pendapat tidak wajar.
39
4. Pendapat Tidak Wajar (Adverse Opinion) Suatu pendapat tidak wajar menyatakan bahwa laporan keuangan tidak menyajikan secara wajar posisi keuangan, hasil usaha, dan arus kas sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia. Bila auditor menyatakan pendapat tidak wajar, ia harus menjelaskan dalam paragraf terpisah sebelum paragraf pendapat dalam laporannya (a) semua alasan yang mendukung pendapat tidak wajar, dan (b) dampak utama hal yang menyebabkan pemberian pendapat tidak wajar terhadap posisi keuangan, hasil usaha, dan arus kas, jika praktis untuk dilaksanakan. Jika dampak tersebut tidak ditentukan secara beralasan, laporan auditor harus menyatakan hal itu. 5. Pendapat Tidak Memberikan Pendapat (Disclaimer of Opinion) Suatu pernyataan tidak memberikan pendapat menyatakan bahwa auditor tidak menyatakan pendapat atas laporan keuangan. Auditor dapat tidak menyatakan suatu pendapat tentang kewajaran laporan keuangan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum. Jika auditor menyatakan tidak memberikan pendapat, laporan auditor harus memberikan semua alasan sustantif yang mendukung pernyataannya tersebut. 2.7.3.2 Jenis Industri Tingginya minat investor menanamkan modal ditengah kompetitifnya persaingan dunia usaha menyebabkan pentingnya kecermatan dalam mengambil kesempatan untuk memilih jenis industri yang tepat. Tingkat pengungkapan informasi dalam laporan tahunan mungkin tidak sama untuk semua sektor
40
ekonomi. Interaksi pengungkapan terjadi antar perusahaan dalam industri yang sama. Biaya proprietary (competitive disadvantage dan politik) berbeda antar industri. Saat ini komite Standar Akuntansi Keuangan dan Ikatan Akuntansi Indonesia sedang berusaha untuk menyusun peraturan mengenai item-item yang penting dan relevan sesuai dengan masing-masing jenis industri perusahaan. Menurut Swastha (2002: 11) pengertian jenis industri adalah sebagai berikut: “Jenis industri merupakan suatu kelompok perusahaan yang memproduksi barang yang mempunyai sifat-sifat atau keadaan yang sama”. Dari pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa jenis industri merupakan kelompok industri berdasarkan penggolongannya tertentu untuk mendapatkan keuntungan, prestasi, dan pendapatan yang besar. Setiap industri memiliki resiko dan tingkat kepastian yang berbeda sehingga dapat mempengaruhi investor dalam mengambil keputusan berinvestasi. Resiko untuk setiap sektor industri berbeda karena adanya perbedaan karakteristik. Perbedaan resiko ini menyebabkan tingkat keuntungan yang diharapkan oleh investor untuk setiap sektor juga berbeda. Wallace et. al. (1994) mengungkapkan bahwa tingkat pengungkapan memiliki kecenderungan berbeda antara industri yang berbeda pula, hal ini menggambarkan keunikan karakteristik yang mereka miliki. Keanggotaan sebuah perusahaan dalam suatu sektor industri akan mempengaruhi struktur politik perusahaan tersebut, yang pada akhirnya perusahaan-peruahaan pada sektor industri yang sama akan memiliki pola pengungkapan yang sama. Sehingga dapat
41
disimpulkan bahwa setiap sektor industri memiliki pola pengungkapan yang berbeda, karena masing-masing sektor industri memiliki keunikan karakteristik yang berbeda satu dengan yang lainnya. 2.7.3.3 Ukuran Perusahaan Ukuran perusahaan menggambarkan besar kecilnya perusahaan. Secara umum, perusahaan besar akan lebih transparan dalam mengungkapkan informasi dibandingkan dengan perusahaan yang berskala kecil. Teori agensi menyatakan bahwa perusahaan besar memiliki biaya keagenan yang lebih besar daripada perusahaan kecil (Jensen & Meckling, 1976). Perusahaan besar mungkin akan mengungkapkan informasi yang lebih banyak sebagai upaya untuk mengurangi biaya keagenan tersebut. Penjelasan lain yang mungkin adalah perusahaan besar menghadapi biaya politis yang lebih besar dibandingkan dari pada perusahaan yang lebih kecil. Perusahaan besar merupakan entitas yang disorot oleh pasar maupun publik secara umum. Lebih transparan dalam pengungkapan informasi merupakan bagian dari upaya perusahaan untuk mewujudkan akuntabilitas publik dan menghindari risiko dipandang sebagai “lemon” oleh pasar. Wolk et. al. (2001) menemukan bahwa perusahaan dengan ukuran yang lebih besar cenderung melakukan perataan laba, disamping itu juga cenderung memiliki return saham yang lebih tinggi. Michelson et.al. (2000) mengatakan bahwa perusahaan besar yang lebih besar memiliki dorongan untuk melakukan perataan dibandingkan perusahaan dengan ukuran yang lebih kecil, hal ini
42
disebabkan karena perusahaan besar merupakan subjek yang dituju baik oleh pemerintah maupun masyarakat. Senada dengan Kamaruddin et. al. (2003) berhasil menemukan bahwa perusahaan perata terdiri dari perusahaan-perusahaan yang berukuran besar. Pada umumnya perusahaan besar lebih banyak melakukan disclosure (pengungkapan) dari pada perusahaan dengan ukuran yang lebih kecil. Hal ini dipengaruhi oleh struktur aktivitas atau operasional perusahaan yang tercermin dari total aktiva (asset) yang dimiliki perusahaan. Zimmerman & Watts (1986: 235) mengemukakan makin besar asset suatu perusahaan maka semakin besar ukuran perusahaan, sehingga perusahaan yang tergolong jenis ini akan dianggap memiliki kemampuan lebih besar untuk dibebani biaya yang lebih tinggi misalnya pembebanan biaya pajak. Berbeda dengan perusahaan yang berukuran relatif kecil, dimana dalam melakukan pengungkapan hanya terbatas pada hal-hal tertentu dengan lingkup yang relatif sempit. Di lain pihak, perusahaan dengan ukuran kecil tersebut berada dalam kompetisi yang sangat ketat, sehingga apabila ingin melakukan pengungkapan terlalu luas akan membahayakan kondisinya kepada pihak lawan atau pihak eksternal. Dengan demikian perusahaan jenis ini lebih memilih untuk tidak melakukan pengungkapan yang luas dan lengkap sebagaimana dilakukan oleh perusahaan besar.
43
2.7.3.4 Ukuran Kantor Akuntan Publik Kantor akuntan publik didefinisikan sebagai suatu bentuk organisasi akuntan publik yang memperoleh izin sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berusaha di bidang pemberian jasa profesional dalam publik akuntan publik (Sukrisno, 2004: 43). Menurut Arens, Elder, dan Beasley (2006: 26), kantor akuntan publik dapat dikategorikan ke dalam 4 jenis, yaitu: 1. Kantor Akuntan Publik Internasional “Big Four” Kantor akuntan publik yang terbesar di Amerika Serikat disebut “Big Four” yang terdiri dari Pricewaterhouse Coopers, Ernest & Young, Deloitte & Touched an KPMG. Empat kantor akuntan publik ini memiliki kantor-kantor yang terbesar di Amerika Serikat dan seluruh dunia. Kantor akuntan publik “Big Four” melakukan audit terhadap sebagaian besar perusahaan besar dan perusahaan yang lebih kecil baik di Ameriika Serikat maupun di seluruh dunia. 2. Kantor Akuntan Publik Nasional Tiga kantor akuntan publik yang terdiri dari RSM McGladery/McGladery & Pullen, Grant Thornton, BDO Seidman disebut sebagai kantor akuntan publik nasional karena mereka memiliki kantor-kantor di banyak kota besar di Amerika Serikat. Kantor akuntan publik nasional berskala besar tetapi masih lebih kecil jika dibandingkan dengan Big Four dan bersaing secara langsung dengannya dalam mendapatkan klien. Setiap kantor akuntan publik nasional berafiliasi dengan kantor akuntan publik di negara lain sehingga memiliki kapabilitas nasional.
44
3. Kantor Akuntan Publik Reginal dan Lokal Besar Ada kurang dari 200 kantor akuntan publik dengan staf profesional lebih dari 50 orang. Beberapa hanya memiliki satu kantor dan melayani klien yang berada di sekitar wilayah regionalnya. Lainnya ada yang memiliki beberapa kantor di negara bagian dan melayani klien dengan radius yang lebih luas. Kantor akuntan publik regional dan lokal besar juga bersaing dengan kantor akuntan publik lainnya termasuk Big Four dalam mendapatkan klien. Banyak kantor akuntan publik regional dan lokal besar yang berafiliasi dengan asosiasi kantor akuntan publik untuk berbagai sember daya dalam beberapa hal seperti informasi teknis dan pendidikan lanjutan. Banyak juga yang memiliki afiliasi internasional. 4. Kantor Akuntan Publik Lokal kecil Lebih dari 95% dari kantor akuntan publik memiliki dari 25 tenaga profesional dalam satu kantor akuntan publik. Mereka melakukan audit terutama untuk perusahaan bisnis kecil atau entitas nirlaba, walaupun beberapa juga memiliki klien dengan kepemilikan ke publik. Ukuran kantor akuntan publik mencerminkan kualitas jasa yang diberikannya. Kantor akuntan publik Big Four dipandang memiliki kualitas jasa audit yang lebih baik dibandingkan dengan kantor akuntan publik yang berskala lebih kecil. Salah satunya dapat dilihat dari kualitas sumber daya manusia yang direkrut. Lewat proses selektif, auditor dipilih berdasarkan kemampuan yang dimilikinya terkait dengan kemampuannya di bidang akuntansi, auditing, perpajakan dan bidang-bidang pendukung lainnya.
45
Auditor yang terpilih terus dikembangkan kemampuannya lewat penerapan kemampuan teknis di lapangan dan melalui pelatihan-pelatihan teknis yang dilakukan secara berkala. Hasilnya, auditor yang dimiliki benar-benar menguasai bidangnya dan dapat memberikan jasa profesional terbaik kepada klien. Big Four masuk ke Indonesia dengan cara berafiliasi bersama KAP di indonesia, diantaranya adalah sebagai berikut: 1. PricewaterhouseCoopers berafiliasi dengan KAP Haryanto Sahari & Rekan. 2. Doloitte Thouche Tohmatsu berafiliasi dengan KAP Osman Bing Satrio dan Rekan. 3. Ernst & Young berafiliasi dengan KAP Purwantono, Sarwoko & Sandjaja. 4. KPMG berafiliasi dengan KAP Siddharta & Widjaja. Kualitas audit diproxikan dengan besar kecilnya kantor akuntan publik (KAP) yang memeriksa perusahaan sampel. KAP besar dianggap lebih baik kualitas
auditnya
sehingga
cenderung
akan
lebih
banyak
melakukan
pengungkapan atas informasi perusahaan atau lebih transparan.
2.8
Hubungan Informasi Pengungkapan Wajib dengan Nilai Perusahaan Informasi yang diungkapkan oleh perusahaan sangat dibutuhkan oleh para
investor, pemerintah, pengamat, kalangan peneliti, dan akademisi serta pihakpihak lain yang berkepentingan. Semakin banyak informasi yang diungkapkan
46
oleh perusahaan akan memudahkan bagi investor dan stakeholders untuk menilai kinerja, kondisi, prospek, dan risiko yang dihadapi perusahaan investor memberi nilai yang lebih banyak informasi daripada perusahaan yang mengungkapkan sedikit informasi. Pengungkapan
informasi
perusahaan
merupakan
sarana
pertanggungjawaban dan mekanisme yang penting bagi manajemen untuk berkomunikasi dengan pihak
luar.
Pengungkapan informasi perusahaan
merupakan salah satu usaha untuk mengurangi adanya asimetri informasi antara pihak internal perusahaan dan eksternal. Pengungkapan wajib informasi perusahaan oleh manajemen secara detail dan luas akan mengurangi adanya ketidakpercayaan persepsi para pemegang saham atas nilai suatu perusahaan (Healy dan Palepu, 1933).
2.9
Hubungan Informasi Perusahaan
Pengungkapan
Sukarela
dengan
Nilai
Informasi yang diungkapkan oleh perusahaan sangat dibutuhkan oleh para investor, pemerintah, pengamat, kalangan peneliti, dan akademisi serta pihakpihak lain yang berkepentingan. Semakin banyak informasi yang diungkapkan oleh perusahaan akan memudahkan bagi investor dan stakeholders untuk menilai kinerja, kondisi, prospek, dan risiko yang dihadapi perusahaan investor memberi nilai yang lebih banyak informasi dari pada perusahaan yang mengungkapkan sedikit informasi.
47
Pengungkapan sukarela tentang kegiatan perusahaan dapat mengurangi asimetri informasi antara pihak investor dan pihak manajemen tentang kondisi keuangan perusahaan dan hasil-hasil dari kegiatan operasional perusahaan. Pengungkapan sukarela informasi perusahaan yang signifikan akan menambah nilai dari informasi tersebut (Grossman, 1981). Pengungkapan sukarela atas informasi perusahaan oleh manajemen secara detail dan luas akan mengurangi adanya ketidakpercayaan persepsi para pemegang saham atas nilai suatu perusahaan (Healy dan Palepu, 1933).
2.10
Hubungan Laba (Rugi) Perusahaan dengan Nilai Perusahaan Profitabilitas dapat tercermin melalui laporan laba rugi perusahaan.
Manfaat yang diperoleh melalui analisis profitabilitas adalah sebagai berikut: 1. Bagi Investor/Pemegang Saham Laba merupakan proyeksi dari nilai efek perusahaan (untuk investasi yang menguntungkan). 2. Bagi Kreditur Laba dan arus kas operasi merupakan sumber dana bagi pembayaran utang (pokok dan bunga) atau terbayarnya utang perusahaan. 3. Bagi Manajemen Laba merupakan proyeksi kinerja operasional perusahaan dalam satu periode akuntansi.
48
4. Bagi Pemerintah Laba merupakan tolak ukur pembayarana pajak yang dilakukan oleh perusahaan, apakah kisaran besarnya sudah sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku. Secara umum tujuan perusahaan adalah memberikan kesejahteraan para pemegang saham melalui pembagian deviden atau deviden pay out yang besar. Hal ini dapat dilakukan apabila perusahaan mendapatkan laba sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Wallace et. al. (1994) menyatakan bahwa penilaian terhadap nilai perusahaan menjadi hal mendasar dalam penentuan kinerja perusahaan, bagi perusahaan publik nilai perusahaan dapat tercermin dari harga saham yang dimiliki perusahaan, sedangkan bagi perusahaan non publik atau private nilai perusahaan dapat terlihat saat perusahaan dijual.
2.11
Hubungan Basis Perusahaan dengan Nilai Perusahaan Basis perusahaan merupakan struktur dari kepemilikan saham suatu
perusahaan. Struktur kepemilikan saham ini mencerminkan distribusi kekuasaan dan pengaruh di antara pemegang saham atas kegiatan operasional perusahaan. Prastowo dan Juliaty (2002) memaparkan bahwa struktur kepemilikan berdasarkan jenis modal terbagi menjadi dua, yaitu penanaman modal asing (PMA) dan penanaman modal dalam negeri (PMDN). Suatu perusahaan pasti membutuhkan dana atau modal yang besar dalam menjalankan, mempertahankan dan mengembangkan kelangsungan usahanya. Tidak hanya itu saja, dalam melaksanakan aktivitas bisnis perusahaan juga
49
diharuskan untuk menjaga dan mempertahankan nilai perusahaannya atau bahkan meningkatkannya. Untuk mencapainya diperlukan sumber daya berupa tenaga kerja profesional dan modal yang sangat besar. Salah satu cara untuk meningkatkan nilai perusahaan adalah dengan menerbitkan saham di pasar modal, ini dikenal dengan istilah go public (Prastowo dan Juliaty, 2002). Dalam menentukan perusahaan mana yang akan diinvestasikan, investor harus melihat indikator-indikator yang mempengaruhi nilai perusahaan. Indikator tersebut dapat dilihat pada laporan keuangan (annual repot) per 31 Desember. Perusahaan berbasis asing memiliki teknologi yang cukuup, skill karyawan yang baik, jaringan informasi yang luas, sehingga memungkinkan untuk melakukan disclosure secara luas. Melalui faktor-faktor tersebut, perusahaan asing akan berusaha meningkatkan nilai perusahaan yang dibentuk oleh para investor asing dalam kegiatan operasional dimana perusahaan anak atau afiliasi didirikan (Prastowo dan Juliaty, 2002).
2.12
Hubungan Likuiditas dengan Nilai Perusahaan Penelitian mengenai pengaruh likuiditas terhdap nilai perusahaan telah
diteliti oleh Siregar (2010) dengan objek penelitian perusahaan manufaktur periode 2006-2008. Menggunakan teknik purposive sampling sampel yang diperoleh 61 perusahaan. Hasil penelitian menemukan secara parsial dan simultan likuiditas berpengaruh terhadap nilai perusahaan yang tercermin melalui harga sahamnya. Dalam penelitian diinterpretasikan nilai koefisien likuiditas adalah negatif yang artinya semakin tinggi likuiditas semakin rendah nilai perusahaan
50
yang tercermin melalui harga saham. Interpretasi menyebutkan hal tersebut terjadi dikarenakan kondisi ekonomi dan persepsi subjektif dari investor. Penelitian Siregar (2010) didukung oleh Ervin (1998) yang menguji relevansi-nilai relatif laba dan arus kas tindakan dalam konteks siklus kehidupan perusahaan. Laba diperkirakan lebih nilai-relevan dalam tahap dewasa. Arus kas diharapkan menjadi nilai relevan secara bertahap ditandai dalam tahap pertumbuhan dan penurunan perusahaan. Hasil penelitian mendukung bahwa laba lebih nilai – relevan dari pada operasi, investasi atau arus kas pembiayaan dalam tahap siklus kehidupan dewasa. Pada strat-up investasi nilai arus kas yang lebih relevan daripada laba dalamtaha pertumbuhan dan penurunan arus kas operasi lebih memiliki nilai-relevan dari pada laba. Penelitian Siregar (2010) dan Ervin (1998) didukung oleh Hartini (2010) yang mengemukakan secara parsial dan simultan likuiditas memiliki pengaruh terhadap nilai perusahaan yang tercermin pada harga sahamnya.
2.13
Penelitian Terdahulu Tabel 2.1
Penelitian-penelitian tentang Pengaruh Transparansi dan Karakteristik Perusahaan terhadap Nilai Perusahaan No 1
Penelitian Susanto (1994)
Subjek Penelitian 98 perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia
Objek Penelitian Tingkat keluasan pengungkapan informasi sukarela, basis perusahaan (PMA atau PMDN), waktu
Hasil Penelitian Hasil penelitian menunjukkan bahwa basis perusahaan, waktu terdaftar, dan size perusahaan memiliki
51
2
3
terdaftar (sebelum PAKDES 1987 atau sesudahnya), derajat pembatasan kepemilikan oleh publik, size perusahaan, rate of return, auditor perusahaan, dan leverage. Gunawan (2000) 92 perusahaan Pengungkapan yang terdaftar di informasi Bursa Efek tahunan, ukuran Indonesia perusahaan, solvabilitas, dan luas pengungkapan.
Marwata (2000)
pengaruh yang signifikan terhadap tingkat keluasan pengungkapan informasi sukarela.
Penelitiannya menyimpulkan bahwa variabel independen ukuran perusahaan dan solvabilitas berpengaruh signifikan terhadap tingkat pengungkapan. Sedangkan variabel independen lain ternyata tidak memperlihatkan angka yang signifikan terhadap luasnya tingkat pengungkapan. 128 perusahaan Karakteristik Hasil yang terdaftar di perusahaan dan penelitiannya Bursa Efek kualitas menunjukkan Indonesia pengungkapan bahwa penerbitan sukarela dalam sekuritas dan laporan tahunan. basis perusahaan pada tahun berikutnya berhubungan positif dan sifnifikan
52
4
Simanjuntak dan 34 perusahaan Widiastuti manufaktur yang (2004) terdaftar di Bursa Efek Indonesia
Leverage, likuiditas, profitabilitas, dan umur perusahaan diprediksi akan mempengaruhi kelengkapan pengungkapan laporan keuangan.
5
Siregar (2010)
Likuiditas, saham, diprediksi akan mempengaruhi nilai perusahaan.
61 perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia
terhadap tingkat pengungkapan informasi sukarela dalam laporan tahunan. Hasilnya menunjukkan bahwa leverage, profitabilitas, dan porsi kepemilikan saham oleh investor publik berhubungan positif dan signifikan terhadap kelengkapan pengungkapan laporan keuangan. Hasil penelitian menemukan secara parsial dan simultan likuiditas berpengaruh terhadap nilai perusahaan yang tercermin melalui harga sahamnya. semakin tinggi likuiditas maka akan semakin rendah nilai perusahaan yang tercernin melalui harga saham. Ini dikarenakan kondisi ekonomi dan persepsi subjektif investor.
53
2.14
Kerangka Pemikiran Dalam Keputusan Menteri Negara BUMN tahun 2002, transparansi
diartikan sebagai keterbukaan dalam mengemukakan informasi materiil dan relevan mengenai perusahaan. Jadi dalam prinsip ini, para pemegang saham haruslah diberi kesempatan untuk berperan dalam memperoleh informasi yang benar, akurat, dan tepat waktu mengenai perusahaan. Perusahaan
yang
telah
menerapkan
good
corporate
governance
menggunakan laporan tahunan sebagai media untuk berhubungan dengan stakeholders dan terutama adalah stockholders. Laporan tahunan terdiri atas laporan manajemen, ikhtisar data keuangan penting, analisis dan pembahasan umum oleh manajemen, serta laporan keuangan yang telah di audit. Informasi yang diungkapkan dalam laporan tahunan dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok, yaiutu pengungkapan informasi wajib (mandatory disclosure) dan pengungkapan informasi sukarela (voluntary disclosure). Pengungkapan informasi wajib tersebut harus disampaikan perusahaan dalam laporan keuangan tahunan, karena diatur oleh peraturan tertentu. Jenis maupun jumlah item informasi yang diungkapakan dalam pengungkapan informasi wajib tidak boleh kurang dari yang telah diatur dalam peraturan yang diterapkan. Sedangkan pengungkapan informasi yang disampaikan oleh perusahaan dalam laporan tahunan tidak diatur atau tidak diwajibkan oleh peraturan tertentu. Jenis dan jumlah informasi yang diungkapkan dalam
54
pengungkapan informasi sukarela tidak dibatasi oleh peraturan, tetapi lebih merupakan pilihan bebas yang ditentukan oleh manajemen. Karakteristik perusahaan merupakan unsur-unsur dalam perusahaan yang dapat mewakili dalam penelitian suatu perusahaan tersebut. Penelitian penilaian suatu perusahaan dapat dipengaruhi oleh karakteristik perusahaan. Bairds at. al (1997) menggunakan karakteristik perusahaan seperti tipe usaha, laba rugi perusahaan, ukuran perusahaan (jumlah tenaga kerja), status perusahaan (basis perusahaan), likuiditas, usia perusahaan sistem perencanaan dan sumber daya yang dimiliki untuk menguji apakah karakteristik perusahaan ini berpengaruh terhadap nilai suatu perusahaan. Bairds et. al. (1997) memberi informasi bahwa perusahaan dengan perencanaan secara lebih baik cenderung menambah nilai suatu perusahaan, oleh Bijmolt dan Zwart (1994) juga menyimpulkan hal yang sama bahwa perusahaan yang memiliki manajemen dan perencanaan yang baik diharapkan akan menambah suatu nilai perusahaan. Tujuan utama perusahaan adalah meningkatkan perusahaan. Peningkatan suatu perusahaan itu dilihat dari segi apakah nilai perusahaan tersebut bagus atau tidak. Nilai perusahaan merupakan persepsi investor terhadap perusahaan, yang sering dikaitkan dengan harga saham. Harga saham yang tinggi membuat nilai perusahaan juga tinggi. Nilai perusahaan lazim diindikasikan dengan price to book value. Price to book value yang tinggi akan membuat pasar percaya atas prospek perusahaan kedepan. Hal itu juga menjadi keinginan para pemilik perusahaan, sebab nilai perusahaan yang tinggi mengindikasikan kemakmuran pemegang saham juga tinggi (Soliha dan Taswan, 2002).
55
Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat digambarkan model analisis yang menjelaskan hubungan antara variabel dependen dan independen dalam penelitian ini. Bagan kerangka pemikiran adalah sebagai berikut: Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran
Transparansi Nilai Perusahaan (Tobin’s Q) Karakteristik Perusahaan
Berdasarkan kerangka pemikiran di atas, maka penulis merumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut: Bagaimana pengaruh transparansi dan karakteristik perusahaan terhadap nilai perusahaan secara parsial. Bagaimana pengaruh transparansi dan karakteristik perusahaan terhadap nilai perusahaan secara simultan.