BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1. 2.1.1.
Kompensasi Kerja Karyawan Pengertian Kompensasi Salah satu cara manajemen untuk meningkatkan prestasi kerja, motivasi, dan
kepuasan kerja para karyawan adalah melalui kompensasi. Menurut Huesin Umar, kompensasi dapat didefinisikan sebagai sesuatu yang diterima karyawan sebagai balas jasa untuk kerja mereka (Umar, 2005: 16). Sementara Justine T Sirait mendefinisikan kompensasi sebagai segala hal yang diterima oleh pegawai, baik berupa uang atau bukan uang sebagai balas jasa yang diberikan bagi upaya pegawai (kontribusi pegawai) yang diberikannya untuk organisasi (Sirait, 2006: 181). Kompensasi lebih dari sekedar upah dan gaji. Dalam kompensasi, bisa juga termasuk di dalamnya insentif/perangsang dan program kesejahteraan pegawai (employee benefit and services). Insentif bisa meningkatkan produktivitas (Sirait, 2006: 181).
2.1.2. Macam-Macam Kompensasi Kompensasi bagi pegawai, atau bisa juga disebut sebagai imbalan atau balas jasa terdiri dari dua macam, yaitu kompensasi atau imbalan yang bersifat finansial (sering disebut dengan kompensasi langsung), dan kompensasi non finansial (sering
8
disebut sebagai kompensasi pelengkap atau kompensasi tidak langsung) yang secara tidak langsung berkaitan dengan prestasi kerja (Umar, 2005: 16). -
Imbalan finansial adalah sesuatu yang diterima oleh pegawai dalam bentuk gaji, upah, bonus, premi, pengobatan, asuransi, dan lain-lain yang sejenis yang dibayar oleh organsiasi.
-
Imbalan
nonfinansial
adalah
imbalan
yang
dimaksudkan
untuk
mempertahankan karyawan dalam jangka panjang seperti penyelenggaraan program-program
pelayanan
bagi
karyawan
yang
berupaya
untuk
menciptakan kondisi dan lingkungan kerja yang menyenangkan seperti program rekreasi, cafetaria, dan tempat beribadat.
2.1.3. Tujuan Kompensasi Pengelolaan kompensasi merupakan kegiatan yang amat penting untuk menimbulkan kepuasan kerja karyawan. Kompensasi juga bisa dipakai untuk mendapatkan, menciptakan, memelihara, mempertahankan, atau meningkatkan produktivitas. Perusahaan harus bisa mengatur permasalahan kompensasi atau upah ini dengan sebaik-baiknya, dalam arti tidak terlalu tinggi dan juga tidak terlalu rendah (Sirait, 2006). Upah yang tinggi bisa membuat karyawan senang, tetapi juga bisa menyebabkan timbulnya hal-hal negatif seperti kecemasan pada diri karyawan akan tuntutan yang tinggi dari perusahaan sebagai akibat dari kompensasi tinggi yang diterimanya, rasa bersalah jika karyawan merasa tidak mampu memberikan prestasi 9
kerja yang sesuai, dan perasaan tidak senang. Sebaliknya kompensasi yang rendah juga bisa menimbulkan hal-hal yang tidak diinginkan perusahaan seperti ketidakpuasan karyawan. Ketidakpuasan karyawan bisa menimbulkan hal-hal sebagai berikut (Sirait, 2008): 1) Keinginan untuk mencari imbalan yang lebih, 2) Berkurangnya rasa tertarik pada diri karyawan akan pekerjaannya yang sekarang, 3) Karyawan mencari pekerjaan sambilan di tempat lain, sehingga mutu pekerjaannya tidak diperhatikan lagi, 4) Mogok kerja, 5) Keluhan-keluhan, dan 6) Karyawan mencari pekerjaan lain yang menawarkan gaji yang lebih tinggi. Dengan demikian, perusahaan perlu menangani permasalahan kompensasi ini dengan manajemen yang baik agar tujuan perusahaan dapat tercapai. Adapun tujuan manajemen kompensasi adalah sebagai berikut (Sirait, 2006: 183): 1) Untuk bisa memperoleh karyawan yang bermutu. Suatu kompensasi dibutuhkan untuk membuat calon karyawan tertarik melamar pekerjaan yang ditawarkan, terutama jika perusahaan dalam persaingan di pasar tenaga kerja, gaji harus dapat merangsang calon karyawan atau karyawan dari perusahaan lain. 2) Untuk mempertahankan karyawan agar tidak sampai keluar
10
Tingkat kompensasi yang tidak cukup bersaing akan menyebabkan beberapa karyawan memilih untuk keluar dari perusahaan. untuk mencegah hal tersebut, perusahaan harus menjaga tingkat kompetitif kompensasinya. 3) Menjamin terciptanya keadilan/kesamaan Ada dua macam keadilan yang perlu diupayakan, yaitu internal equity dan external equity. Internal Equity dimaksudkan sebagai kesesuaian antara upah dengan pekerjaannya. Terhadap karyawan dengan pekerjaan yang sama atau sejenis, tidak boleh ada perbedaan dalam pembayaran upah. External Equity berkaitan dengan tingkat pembayaran untuk pekerjaan sejenis di perusahaan yang berbeda. 4) Suatu kompensasi harus merupakan imbalan dari perilaku yang diinginkan
untuk
mendapatkan imbalan atau kompensasi
yang
dijanjikan, seorang karyawan harus bekerja sesuai dengan yang diinginkan oleh pihak manajemen. Dengan demikian, imbalan atau kompensasi harus bisa mendorong agar karyawan dapat bekerja sesuai dengan yang diinginkan manajemen. 5) Bisa mengendalikan biaya Program kompensasi yang baik dan rasional harus membantu perusahaan untuk mendapatkan dan mempertahankan pekerja pada tingkat biaya yang rasional dan memadai (reasonable). 6) Tidak bertentangan dengan peraturan-peraturan/hukum yang berlaku 11
Dalam hal ini, setiap daerah memiliki peraturan yang mengatur masalah upah minimal, atau UMR. 7) Terlaksananya administrasi yang efisien Melalui pengelolaan kompensasi yang baik, biaya admiistrasi dapat dihemat. Yang perlu dicermati, jangan sampai penghematan biaya administrasi tersebut menghilangkan atau mengabaikan tujuan lainnya yang hendak dicapai.
2.2.
Promosi Jabatan
2.2.1. Pengertian Promosi Jabatan Istilah promosi dalam manajemen sumber daya manusia berkaitan erat dengan istilah-istilah lain dalam proses perpindahan posisi atau pergantian jabatan seperti mutasi, dan demosi. Istilah promosi mengacu pada perpindahan posisi atau jabatan seseorang ke posisi atau jabatan lain yang lebih tinggi, dengan konsekuensi tanggung jawab yang lebih besar, gaji lebih besar, dan pada level organisasi yang lebih besar (Hariandja, 2002). Promosi terjadi apabila seorang karyawan dipindahkan dari satu pekerjaan ke pekerjaan lain yang lebih tinggi dalam hal pembayaran, tanggung jawab, atau level. Promosi pada umumnya diberikan sebagai salah satu bentuk penghargaan (reward system) atas usaha dan prestasinya di masa lampau (Rivai & Sagala, 2009). Promosi jabatan berkaitan erat dengan sistem penghargaan prestasi karyawan yang merupakan suatu mekanisme yang sangat penting bagi perusahaan. 12
Untuk dapat meraih keberhasilan dan kesuksesan dalam persaingan di dunia usaha, perusahaan membutuhkan karyawan yang mempunyai motivasi tinggi, loyal, dan puas. Dengan memiliki karyawan yang termotivasi, loyal, dan puas, maka perusahaan akan terhindar dari mengalami kejadian turn over karyawan. Salah satu faktor penting untuk menciptakan kepuasan pada karyawan adalah promosi (Naveed dkk., 2011). Promosi jabatan diadakan seiring dengan program pengembangan karir karyawan di mana program pengembangan karir ini sangat penting bagi suatu perusahaan. Dengan pengembangan karir yang jelas, karyawan perusahaan akan memiliki dorongan untuk meningkatkan kemampuan kerjanya. Lazear & Rosen (1981 dalam Naveed dkk., 2011) menyatakan bahwa: “Promotion can be used as an incentive tool. It is a way of rewarding the employees for meeting the organizational goals thus it serves as a mean of synchronizing organizational goals with personal goals”. Promosi bisa menjadi suatu alat dalam sistem penghargaan prestasi karyawan. Promosi adalah suatu cara untuk menghargai karyawan yang berhasil meraih prestasi yang sesuai dengan tujuan perusahaan.dalam hal ini, promosi bisa menyelaraskan tujuan perusahaan dengan tujuan karyawan secara personal. Tentu saja promosi harus dilaksanakan dengan baik dalam rangka menjawab tantangan Manajemen Sumber Daya Manusia yang dihadapi, yaitu pengisian jabatan, pengembangan pegawai, peningkatan kepuasan kerja, dan peningkatan motivasi kerja (Hariandja, 2002).
2.2.2. Dasar-Dasar Promosi Jabatan 13
Promosi adalah salah satu permasalahan yang kritis dalam manajemen sumber daya manusia yang haus ditangani dengan hati-hati. Promosi bisa menjadi suatu sumber kepuasan jika ditangani dengan baik, tetapi bisa juga menimbulkan kritik dan ketidakpuasan jika penanganannya salah. Permasalahan promosi ini merupakan tugas dari manajer sumber daya manusia untuk mendesain kebijakan promosi yang bisa diterima dan juga sekaligus pengimplementasiannya (Randhawa, 2007). Perusahaan harus memutuskan atas dasar apa seorang pegawai dipromosikan dan cara bagaimana keputusan ini dibuat akan mempenagruhi motivasi, performansi, dan komitmen pegawai (Sirait, 2006). Promosi jabatan dalam suatu perusahaan bisa berdasarkan atas penilaian prestasi (merit system), senioritas, atau kombinasi keduanya di mana masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangannya sendirisendiri. 1. Promosi berdasarkan penilaian prestasi (merit system) Promosi yang didasarkan pada prestasi adalah yang terbaik dari aspek motivasi karena dengan demikian akan memacu pegawai untuk meningkatkan prestasi kerjanya (Hariandja, 2002). Dengan dasar pertimbangan ini, maka pegawai yang memiliki kecakapan kerja yang dapat terus mengembangkan karirnya, sementara mereka yang berprestasi di bawah standar akan tersisihkan. Jadi sistem ini hanya berdasarkan kecakapan kerja seseorang yang menyebabkan faktor-faktor lain seperti senioritas, kekeluargaan tidak ikut menjadi pertimbangan sehingga hasilnya pun akan lebih objektif. Promosi dengan pendekatan in mengharuskan pengambil keputusan yang netral dan tidak mengedepankan kepentingan pribadi. 14
Tetapi ada sedikit permasalahan yang disebut dengan Peter Principle, di mana unjuk kerja yang baik pada pekerjaan yang lama belum tentu menjamin akan baik pula unjuk kerja pada posisi dan jabatan yang baru. hal ini disebabkan karena kompetensi yang dibutuhkan untuk pekerjaan yang lama barangkali sangat berbeda dengan kompetensi yang dibutuhkan untuk pekerjaan yang baru. Keuntungan dari promosi berdasarkan sistem penilaian prestasi adalah sebagai berikut (Randhawa, 2007): -
Sistem ini mendorong, menghargai, dan memberi imbalan atas pengetahuan ekstra, kompetensi, dan efisiensi yang dipunyai oleh karyawan;
-
Sistem ini memotivasi karyawan yang kompeten untuk bekerja lebih baik;
-
Sistem
ini
membantu
untuk
mempertahankan
karyawan
yang
berkemampuan; -
Sistem ini meningkatkan produktivitas, efisiensi, dan profitabilitas perusahaan;
-
Sistem ini mendorong karyawan untuk terus belajar, berusaha menambah pengetahuan dan keterampilan-keterampilan baru, dan dengan demikian mendorong pertumbuhan pribadi karyawan;
-
Sistem ini memungkinkan pemberdayaan yang maksimal dari para karyawannya.
15
Sementara itu, kekurangan dari sistem promosi berdasarkan penilaian prestasi adalah sebagai berikut: -
Sistem ini membutuhkan sistem penilaian prestasi yang akurat, dan hal ini adalah sesuatu yang sangat sulit;
-
Memberi
ruang
bagi
subjektivitas
dan
kecenderungan/kesukaan
(favouritism); -
Serikat pekerja kadang mempertanyakan integritas manajemen dalam hal penilaian kinerja ini;
-
Loyalitas pegawai kurang mendapat penghargaan;
-
Adanya ketidakpuasan di antara pegawai-pegawai senior.
2. Promosi berdasarkan senioritas Senioritas merupakan dasar promosi yang paling luas digunakan terutama di lembaga-lembaga milik pemerintah dan institusi pendidikan. Senioritas diartikan sebagai lamanya masa kerja seseorang baik pada jabatan yang sedang berlangsung maupun dalam instansi keseluruhan. Sistem ini pada dasarnya merupakan salah satu bentuk penghargaan instansi kepada pegawai atas kesetiaan yang didekasikan kepada instansi. Dalam beberapa hal, pada umumnya pekerja senior akan dipromosikan terlebih dahulu. Pendekatan ini bersifat kriteria objektif, di mana karyawan yang dipromosikan
ditentukan
berdasarkan
catatan
senioritas
pada
perusahaan.
kelemahannya, senioritas kadang tidak sejalan dengan tingkat kompetensi, di mana karyawan yang senior bisa jadi secara konpetensi lebih rendah dari pada karyawan 16
yang lebih kemudian (Veithzal & Sagala, 2009). Pertimbangan senioritas bisa juga digunakan untuk menentukan kebijakan diadakannya program-program pelatihan bagi pegawai yang lebih senior untuk mempersiapkan mereka mendapatkan promosi di masa depan (Hariandja, 2002). Keuntungan dari promosi berdasarkan sistem senioritas ini adalah sebagai berikut (Randhawa, 2007): - kriteria promosi berdasarkan senioritas mudah untuk diukur; - bersifat sangat objektif dan meminimalisir faktor subjektivitas atau faktor kesukaan (favouritisme); - sistem ini mudah dimengerti dan dijalankan; - sistem ini mendapat dukungan penuh dari serikat pekerja; - sistem ini menjamin orang yang lebih berpengalaman untuk meraih posisi lebih dahulu; - sistem ini menumbuhkan rasa aman (sense of security) terutama bagi karyawan-karyawan senior terhadap karyawan lain yang lebih junior; - sistem ini membantu menciptakan loyalitas dengan menghargai karyawan yang loyal; - meminimalisir kemungkinan terjadinya keluhan dan konflik pada diri dan antar karyawan; - sesuai dengan kecenderungan karyawan yang lebih suka bekerja di bawah pimpinan karyawan lain yang lebih senior; - bersifat lebih ekonomis; 17
- secara tidak langsung mengurangi kemungkinan turn-over karyawan, karena karyawan tidak mau kehilangan senioritas jika ia keluar dari pekerjaannya. Adapun kekurangan promosi berdasarkan sistem senioritas adalah sebagai berikut: - Senioritas kadang tidak sejalan dengan kompetensi, dalam arti pegawai yang lebih senior belum tentu lebih berkompeten dengan pegawai yang kurang senior; - Pegawai muda yang ambisius dan handal bisa frustasi dan meninggalkan perusahaan; - Senioritas tidak bisa membedakan antara pekerja yang efisien dengan yang tidak efisien; - Sistem ini tidak mendorong antusiasme pegawai untuk bekerjalebih baik karena setiap orang akan mendapat promosi ketika gilirannya tiba; - Sistem ini merupakan hambatan untuk menarik orang/pegawai yang potensial. 3. Promosi berdasarkan kombinasi dari keduanya Promosi dengan pendekatan ini di samping mempertimbangkan unsur senioritas, tetapi juga memakai pertimbangan kompetensi dan prestasi kerja. Dalam hal ini, jika terdapat lebih dari satu karyawan yang dalam segi senioritas sama, maka pertimbangan promosi juga mengikutkan kompetensi dan prestasi kerja sehingga karyawan yang lebih kompeten dan berprestasi akan mendapatkan kesempatan promosi terlebih dahulu. Sebaliknya, ketika penilaian prestasi kerja antara dua atau lebih karyawan memiliki perbedaan yang sangat kecil, maka perbedaan tersebut dapat 18
dihilangkan dan seterusnya keputusan promosi dalam hal ini menggunakan pertimbangan senioritas (Hariandja, 2002).
2.2.3. Jenis-Jenis Promosi Jabatan Fitriani (2011) menyatakan bahwa terdapat empat jenis promosi atau kenaikan pangkat, diantaranya adalah: a. Promosi regular adalah suatu penghargaan yang diberikan kepada pegawai yang telah memenuhi syarat yang ditentukan tanpa terkait pada jabatan yang didudukinya, kenaikan pangkat regular ini dapat dilakukan oleh pegawai negeri sipil setelah menjalani masa kerja empat tahun dari kepangkatan sebelumnya. b. Promosi pilihan adalah suatu kepercayaan dan penghargaan yang diberikan kepada pegawai negeri sipil atas prestasi kerjanya yang tinggi serta telah menunjukkan kemampuan yang berhubungan dengan jabatan yang didudukinya. c. Promosi anumerta adalah diberikannya kenaikan pangkat setingkat lebih tinggi bagi pegawai negeri sipil yang dinyatakan tewas. d. Promosi pengabdian adalah kenaikan pangkat yang diberikan bagi pegawai negeri sipil yang akan diberhentikan dengan hormat dengan hak pensiun karena mencapai batas usia pensiun, dapat diberikan kenaikan pangkat setingkat lebih tinggi
19
Sementara itu, Randhawa (2007) mengemukakan adanya tiga jenis promosi, yaitu antara lain sebagai berikut: 1. Promosi Horisontal (Horizontal Promotion) Promosi jenis ini meliputi bertambahnya tanggungjawab, penghasilan, dan perubahan posisi, tetapi dalam klasifikasi jabatan yang setara. Sebagai contoh, karyawan produksi dipindah ke bagian personalia untuk mengembangkan keahlian dan kemampuan baru. 2. Promosi Vertikal (Vertical Promotion) Pada promosi jenis ini, seorang pegawai dipindahkan ke posisi atau level yang lebih tinggi, dengan peningkatan gaji, status, dan tanggungjawab. 3. Promosi Kering (Dry Promotion) Promosi jenis ini meliputi peningkatan status dan tanggungjawab, tetapi tanpa adanya peningkatan penghasilan/gaji.
2.3.
Kepuasan Kerja
2.3.1. Pengertian Kepuasan Kerja Keith Davis (1985 dalam Mangkunegara, 2004) mengemukakan bahwa “Job Satisfaction is the favorableness or unfavorableness with employees view their work” (kepuasan kerja adalah perasaan menyokong atau tidak menyokong yang dialami pegawai dalam bekerja). Sedangkan Wexley dan Yuki (1977 dalam Mangkunegara, 2004) mendefinisikan kepuasan kerja “is the way an employee feels about his or her job” (adalah cara pegawai merasakan dirinya atau pekerjaannya). 20
Handoko (1987 dalam Umar, 2000) mendefinisikan kepuasan kerja sebagai penilaian atau cerminan dari perasaan karyawan terhadap pekerjaannya yang diindikasikan dari sikap positif atau negatif karyawan tersebut terhadap pekerjaannya dan segala sesuatu yang dihadapinya di lingkungan kerja. Kepuasan kerja pada dasarnya merupakan sesuatu yang bersifat individual. Setiap individu memiliki tingkat kepuasan yang berbeda-beda sesuai dengan sistem nilai yang berlaku pada dirinya. Makin tinggi penilaian terhadap kegiatan dirasakan sesuai dengan keinginan individu, maka semakin tinggi kepuasannya terhadap kegiatan
tersebut.
Dengan
demikian,
kepuasan
merupakan
evaluasi
yang
menggambarkan seseorang atas perasaan sikapnya senang atau tidak senang, puas atau tidak puas dalam bekerja (Rivai dan Sagala, 2009). Secara umum, kepuasan kerja merupakan sikap terhadap pekerjaan yang didasarkan pada evaluasi terhadap aspek-aspek yang berbeda bagi pekerja. Sikap seseorang terhadap pekerjaannya tersebut mengambarkan pengalaman-pengalaman menyenangkan atau tidak menyenangkan dalam pekerjaan
dan harapan-harapan
mengenai pengalaman mendatang (Muhaimin, 2004:4). Kepuasan kerja merupakan sasaran penting dalam manajemen sumber daya manusia karena akan mempengaruhi kinerja dan produktivitas kerja. Kepuasan kerja dapat dilihat dari bagaimana pegawai bereaksi terhadap perubahan karakteristik pekerjaannya. Kepuasan kerja yang tinggi menunjukkan bahwa sebuah organisasi telah mengelola kebutuhan karyawan dengan baik melalui manajemen yang efektif (Sari, 2009).
21
2.3.2. Teori-Teori Tentang Kepuasan Kerja Menurut beberapa ahli, ada beberapa teori yang bisa dipakai untuk memahami kepuasan kerja karyawan. Beberapa teori tersebut antara lain adalah: (1) Teori Diskrepansi, (2) Teori Keadilan, dan (3) Teori Dua Faktor. 1) Teori Diskrepansi (Discrepancy Theory) Menurut teori diskrepansi, kepuasan kerja seseorang sangat dipengaruhi oleh sejauh mana kesenjangan yang ada antara apa yang diharapkan (das sollen) dengan apa yang dirasakan (das sein). Seseorang akan merasakan kepuasan kerja jika ia merasa apa yang diinginkannya tidak begitu berbeda dengan apa yang dirasakannya, karena batas minimal harapannya usdah terpenuhi. Semakin tinggi kesesuaian antara apa yang diharapkan dengan apa yang dirasakan, semakin tinggi pula kepuasan kerja yang dirasakannya (Dariyo, 2004). Das Solen
Das Sein
Kepuasan Kerja
Gambar 2.1. Teori Diskrepansi
2) Teori Keadilan Menurut teori keadilan, kepuasan kerja seseorang sangat dipengaruhi oleh terpenuhimnya rasa keadilan (equity) yang diterima dalam kenyataan. Perasaan 22
keadilan ini (adil atau tidak adil) atas situasi yang dihadapi akan diperoleh melalui perbandingan antara dirinya dengan orang lain yang setaraf, sekantor atau di tempat lain. Elemen teori ini meliputi (a) input, (b) output, dan (c) perbandingan antar orang satu dan lainnya (As‟ad,1987 dalam Dariyo, 2004). Yang dimaksud dengan input adalah segala sesuatu yang dihasilkan oleh karyawan sebagai kontribusinya kepada perusahaan seperti pendidikan, pengalaman, keterampilan, keahlian yang berpengaruh terhadap prestasi kerja. Output adalah segala sesuatu yang dirasakan karyawan sebagai imbalan atas prestasi kerjanya, seperti gaji, upah, simbol status, penghargaan lain, dan pengambangan karir. Sedangkan perbandingan antar orang adalah hasil penilaian dengan siapa karyawan membandingkan dirinya dengan orang lain dalam aspek input dan output. Kepuasan akan timbul jika penilaian seseorang atas perbandingan itu dirasakannya cukup adil. Ketidakpuasan kerja terjadi ketika ia merasa perbandingan itu tidak seimbang atau tidak adil.
= Gambar 2.2. Teori Keadilan
3) Teori Dua Faktor Teori Dua Faktor (Two-Factor Theory) dikemukakan oleh seorang psikolog bernama Frederick Herzberg. Teori yang juga disebut Teori Motivasi Higiene
23
(motivation-hygiene theory) ini pada intinya berpendapat bahwa kepuasan kerja pegawai ditentukan oleh adanya dua faktor, yaitu motivasi dan higienis. Teori ini menyimpulkan bahwa kepuasan dan ketidakpuasan kerja bergantung pada faktor higienis, seperti kondisi tempat kerja, dan juga faktor motivasi seperti pengakuan atas pekerjaan yangtelah diselesaikan dnegan baik. Faktor kebersihan seperti kondisi lingkungan kerja dan kebijakan perusahaan dapat mempengaruhi kepuasan kerja karyawan, begitu juga dengan faktor kesempatan untuk berprestasi dan adanya penghargaan atas prestasi tersebut (Soegoto, 2009). Kepuasan kerja dan ketidakpuasan kerja adalah dimensi yang terpisah berdasarkan teori Hezberg, oleh sebab itu pegawai dalam pekerjaannya dapat masuk ke dalam berbagai kombinasi hasil yang akan membayangi kepuasan kerja yang tinggi atau ketidakpuasan yang rendah (Sinambela, 2012). Karena faktor-faktor yang menghasilkan kepuasan kerja terpisah atau berbeda dengan faktor-faktor yang menimbulkan ketidakpuasan kerja, maka manajer yang berusaha menghilangkan faktor-faktor yang menimbulkan ketidakpuasan kerja belum tentu secara otomatis menghasilkan kepuasan kerja. Sedangkan penghilangan faktor-faktor yang menimbulkan kepuasan tidak berarti akan menimbulkan ketidakpuasan. Dengan demikian, lawan dari „ketidakpuasan‟ adalah bukan „kepuasan‟ tetapi „bukan ketidakpuasan‟, dan lawan dari „kepuasan‟ adalah bukan „ketidakpuasan‟ tetapi „bukan kepuasan‟. Penghilangan faktor yang menimbulkan ketidakpuasan kerja hanya akan membuat orang merasa nyaman. Hal-hal ini bisa meliputi kualitas pengawasan, 24
imbalan kerja, kebijaksanaan perusahaan, kondisi fisik pekerjaan, hubungan dengan individu lain, dan keamanan pekerja yang oleh Herzberg digolongkan sebagai faktorfaktor hygiene (hygiene factors) atau faktor-faktor ketidakpuasan. Sementara itu, faktor-faktor yang berhubungan dengan pekerjaan itu sendiri atau dengan hasil-hasil yang berasal darinya seperti peluang promosi, peluang pengembangann diri, pengakuan, tanggung jawab, dan pencapaian merupakan hal yang berguna bagi intrinsik individu yang bisa menimbulkan kepuasan. Faktor-faktor itu oleh Herzberg disebut sebagai faktor motivator atau faktor-faktor kepuasan (Robins, 2008). Secara lebih rinci, beberapa komponen penting dalam Teori Dua Faktor tersebut dapat dikemukakan sebagai berikut (Purwanto, 2006): Tabel 2.1. Komponen Teori Dua Faktor Faktor Hygiene
Faktor Motivator
(sumber ketidakpuasan kerja)
(sumber kepuasan kerja)
Kondisi kerja
Pekerjaan itu sendiri
Kebijakan perusahaan
Tanggung jawab
Supervisi
Pengakuan
Gaji
Prestasi
Hubungan dengan rekan
Promosi
kerja
Status
Keamanan kerja
Kehidupan pribadi
Pertumbuhan
Pengembangan
25
Faktor-faktor ekstrinsik ini memang tidak dapat mengarahkan pada sifatsifat yang positif, melainkan hanya dapat menghilangkan sifat-sifat yang negatif juga mencegah masalah (Padmastuti dan Suyono, 2003).
2.3.3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja As‟ad (1987 dalam Dariyo, 2004) menyatakan bahwa secara umum ada empat faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja bagi seorang karyawan, yaitu faktor psikologis, faktor fisiologis, faktor sosial, dan faktor finansial. a.
Faktor Psikologis Faktor psikologis adalah faktor yang berhubungan dengan aspek-aspek psikologis individu seperti minat, bakat, inteligensi, ketenteraman kerja, sikap terhadap kerja, dan keterampilan atau pengalaman.
b.
Faktor Fisiologis Faktor fisiologis adalah faktor-faktor yang berhubungan dengan kondisi fisik lingkungan kerja atau kondisi fisik karyawan yang meliputi jam kerja, jenis pekerjaan,
waktu
istirahat,
perlengkapan
kerja,
keadaan
ruangan,
penerangan, dan sirkulasi udara. Kondisi fisik karyawan meliputi kesehatan, usia, dan jenis kelamin. c.
Faktor Sosial Faktor sosial berhubungan dengan hubungan interpersonal atau interaksi sosial antar karyawan maupun antara karyawan dengan atasan.
d.
Faktor Finansial 26
Faktor finansial adalah faktor yang berhubungan dengan jaminan dan kesejahteraan karyawan yang meliputi sistem dan besar gaji, jaminan sosial, tunjangan, fasilitas lain, dan kesempatan promosi. Menurut Robbins (1998 dalam Dariyo, 2004), ketidakpuasan kerja yang dirasakan atau dialami oleh karyawan dapat mengakibatkan beberpa hal sebagai berikut, yaitu (1) keluar dari pekerjaan, (2) protes, (3) tetap setia, dan (4) bersikap pasif atau acuh tak acuh. Reksi keluar atau protes termasuk ke dalam rekasi aktif, sedangkan reaksi tetap setia atau bersikap acuh tak acuh termasuk ke dalam reaksi pasif.
2.4.
Penelitian Terdahulu Eka Riana Tarigan (2010) pernah mengadakan penelitian mengenai
kepuasan kerja yang dikaitkan dengan Kompensasi dan Promosi Jabatan. Judul Penelitian tersebut adalah “Pengaruh Kompensasi dan Promosi Jabatan Terhadap Kepuasan Kerja Pegaawai PT. Asuransi Jiwasraya Regoinal Office (RO) Medan. Penelitian yang dilakukan adalah penelitian deskriptif kuantitatif menggunakaan metode pendekatan survey terhadap pegawai PT Asuransi Jiwa Sraya RO Medan sebanyak 58 orang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kompensasi dan promosi berpengaruh secara signifikan terhadap kepuasan kerja. Anggit Sutarjo (2008) melakukan penelitian yang berjudul Pengaruh Budaya Organsiasi, Sistem Kompensasi, Promosi Jabatan, dan Profesionalisme terhadap Kepuasan Kerja Karyawan PT Bank BRI Cabang Klaten. Penelitian ini 27
adalah penelitian populasi terhadap seluruh respondent karyawan PT Bank BRI Cabang Klaten. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sistem kompensasi, promosi, dan profesionalisme berpengaruh secara signifikan terhadap kepuasan kerja karyawan. Dhanang Wahyu Pratama dkk (2013) mengadakan penelitian berjudul “Pengaruh Insentif dan Promosi terhadap Prestasi Kerja (Studi Pada Karyawan PT PLN (Persero) Distribusi Jawa Timur Unit Pelayanan dan Jaringan Kabupaten Sampang). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh insentif materiil dan promosi jabatan terhadap prestasi kerja karyawan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel insentif materiil dan promosi jabatan berpengaruh secara signifikan baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama. 2.5.
Kerangka Pemikiran
Kompensasi (X1)
Kepuasan Kerja (Y)
Promosi (X2) Gambar 2.3. Kerangka Pemikiran
28