10
9
BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN KERANGKA TEORI
2.1 Kajian Pustaka Beberapa skripsi yang meneliti tentang analisis penggunaan dan makna joshi (partikel) dalam bahasa Jepang ditemukan sebagai berikut. Pradhana (2010) dalam skripsinya yang berjudul “Fungsi, Makna dan Penggunaan Partikel To, Ya, Ka dalam bahasa Jepang” meneliti tentang penggunaan partikel to, ya, dan ka dalam kalimat bahasa Jepang. Untuk menganalisis data, digunakan teori utama dari Naoko Chino (2004). Dari proses penelitian tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa partikel to berfungsi menghubungkan dua atau tiga buah nomina yang sejenis. Partikel to memiliki dua makna yaitu menghubungkan nomina satu dengan nomina lainnya dan menunjukkan perbandingan. Fungsi partikel ya dipakai setelah nomina dan nomina lain yang tidak bisa disebutkan satu per satu. Makna partikel ya adalah untuk menunjukkan suatu jumlah benda yang tidak tertentu di samping bendabenda yang ada. Fungsi partikel ka adalah menggabungkan dua atau lebih nomina pilihan. Makna partikel ka adalah untuk menggabungkan dua kata, dua ungkapan, atau dua bagian kalimat (atau lebih) untuk menyatakan pilihan. Persamaan penelitian Pradhana dengan penelitian ini adalah sama-sama meneliti partikel, namun perbedaan dari penelitian ini mengkhususkan pada penggunaan dan makna joshi {~sae} dan {~made} yang dibahas penggunaan dan maknanya. Manfaat yang diperoleh dari penelitian yang dilakukan Pradhana adalah dapat dipahami 9
10
mengenai cara membahas fungsi dan makna kelas kata dalam bahasa Jepang. Selain itu, dari penelitian yang dilakukan oleh Pradhana juga dapat dipahami mengenai cara membedakan partikel dalam bahasa Jepang yang memiliki kesamaan makna. Penelitian selanjutnya yang berkaitan adalah penelitian Anggrayani (2011) menulis skripsi yang berjudul “Analisis Fukujoshi {DAKE} dan {SHIKA} dalam Novel 500G De Umareta Musume E Karya Michiyo Inoue”. Dalam skripsinya, Anggrayani menganalisis fungsi dan makna dari fukujoshi dake dan shika. Anggrayani menggunakan teori dari Seichi Makino dan Michio Tsutsui (1995) untuk menganalisis pembentukan partikel dalam kalimat. Dalam skripsinya, Anggrayani menuliskan partikel dake dipakai untuk menyatakan keterbatasan jumlah benda, orang dan sebagainya dan dapat menyatakan adanya keterbatasan suatu aktivitas keadaan. Sedangkan fungsi partikel shika adalah menunjukkan bahwa tidak ada yang lain kecuali jumlah tertentu dengan menyebutkan jumlah terkecil atau ketidakpuasan; “hanya, hanya satu-satunya, kecuali, kecuali hanya”. Persamaannya dengan penelitian ini adalah sama-sama membandingkan dua jenis partikel yang ada di dalam suatu sumber data. Selain itu, penelitian ini juga sama menggunakan teori yang dikemukakan oleh Seichi Makino dan Michio Tsutsui. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian Anggrayani yaitu penelitian Anggrayani menekankan tentang fungsi dan makna dari partikel dake dan shika, sedangkan penelitian ini lebih menekankan tentang penggunaan dan makna dari joshi {~sae} dan {~made} yang ada di dalam komik Bakuman. Manfaat yang diperoleh dari penelitian yang dilakukan Anggrayani adalah dapat dipahami
11
adalah cara pembentukan dari partikel menggunakan teori yang dikemukakan oleh Seichi Makino dan Michio Tsutsui. Selanjutnya dalah penelitian yang dilakukan oleh Sulatri (2011) dalam penelitiannya
yang
berjudul
“Analisis
Penggunaan
{~darou
}
dan
{~kamoshirenai} dalam Novel Noruwei no Mori karya Haruki Murakami”. Teori yang digunakan adalah teori gramatikal menurut Kridalaksana (1984). Hasil penelitian dari penelitian Sulatri yaitu, jodoushi ~darou digunakan untuk menyatakan dugaan dengan kemungkinan yang tinggi. Untuk menyatakan dugaan subyektif jodoushi ~darou diikuti to omou, ~no darouka yang menyatakan dugaan pikiran pembicara saat berbicara sendiri dalam bentuk kalimat pertanyaan. Jodoushi ~darou digunakan untuk menyatakan konfirmasi (kakunin). Tetapi, dalam penelitian Sulatri hanya ditemukan jodoushi ~darou yang digunakaan bersamaan dengan nante. Untuk menguatkan perasaan jodoushi ~darou dipadankan dengan kata betapa. Adapun contoh data yang menggunakan jodoushi ~darou yang memiliki makna betapa yang dikutip oleh Sulatri adalah sebagai berikut : なんて 素晴らしい Nante subarashii hebat
ん だろう と n darou to NOM
僕 boku saya
„Betapa hebatnya buku ini, pikirku!‟ (ノルウェイの森
は wa TOP
思った。 omotta pikir LAM
(下):
56)
Sedangkan jodoushi ~kamoshirenai digunakan untuk menyatakan dugaan, ketika pembicara menduga-duga mengandung makna kemungkinan akan tetapi tidak pasti, dengan kata lain jodoushi ~kamoshirenai
digunakan untuk
menyatakan kemungkinan rendah. jodoushi ~kamoshirenai sering kali digunakan
12
bersamaan dengan kata keterangan mishikasuru to dan hyotto suru to yang menyatakan bahwa pembicara sendiri tidak yakin dengan apa yang dikatakannya. Dapat disimpulkan bahwa jodoushi {~darou } dapat digunakan untuk menyatakan dugaan, untuk menyatakan konfirmasi (kakunin), dan digunakan untuk menguatkan perasaan. Sedangkan Jodoushi ~kamoshirenai digunakan untuk menyatakan dugaan, kemungkinan yang rendah dan untuk menyatakan pembicara tidak yakin atas apa yang dikatakan. Persamaan penelitian Sulatri dengan penelitian ini adalah sama-sama membandingkan dua buah kelas kata dalam bahasa Jepang yang memiliki makna yang sama. Perbedaan penelitian Sulatri dengan penelitian ini adalah terletak pada objek penelitian dan teori yang digunakan. Manfaat yang diperoleh dari penelitian Sulatri adalah dapat dipahami cara menganalisis dua buah kata dalam sebuah kelas kata dalam bahasa Jepang yang memiliki kesamaan makna. Berikutnya adalah penelitian yang dilakukan oleh Suandewi (2012) dalam skripsinya yang berjudul “Analisis Fungsi dan Makna Partikel wa dan ga dalam Kumpulan Cerpen Nandemo Arimasu Robotto Ya Karya Tozawa Takako”. Teori yang digunakan oleh Suandewi adalah teori gramatikal yang dikemukakan oleh Kridalaksana (1984), teori fungsi dan makna partikel wa yang dikemukakan oleh Chino dan Chanda (2004), serta teori fungsi dan makna partikel ga menurut Chino dan Noda (2004). Penelitian Suandewi tersebut menghasilkan beberapa hasil penelitian, yaitu fungsi partikel wa untuk menandai sebuah informasi yang ada dalam percakapan atau yang sudah diketahui oleh pembicara dan lawan bicara dan untuk menyatakan topik dari sebuah kalimat. Sementara makna partikel wa adalah
13
sebagai partikel yang menyatakan kekontrasan dan menegaskan atau menekankan kata, ungkapan atau bagian kalimat yang ada sebelumnya. Sedangkan partikel ga memiliki fungsi untuk menyatakan keberadaan suatu benda, menunjukan subjek dari suatu kalimat, berfungsi sebagai subjek dari kalimat instransitif, menunjukan subjek dari sebuah kalimat pertanyaan, menunjukkan subjek dari anak kalimat, menunjukkan subjek dari anak kalimat penghubung, menunjukkan subjek dalam anak kalimat pengandaian, menunjukkan objek dari nomina ketangkasan, menunjukkan objek dari verba sensasi, menunjukkan objek dari adjektiva keinginan, menunjukkan objek dari verba dan adjektiva emosi, mengungkapkan gejala atau fenomena, dan menerangkan ungkapan idiomatik. Makna dari partikel ga adalah untuk menyatakan kekontrasan dan menyatakan kesetaraan dengan menggabungkan dua kalimat. Persamaan penelitian ini dengan penelitian Suandewi adalah sama-sama meneliti tentang partikel dalam bahasa Jepang. perbedaan dari penelitian ini adalah objek dari penelitian yang digunakan. Manfaat dari penelitian ini adalah dapat dipahami mengenai cara membahas fungsi dan makna kelas kata dalam bahasa Jepang.
2.2 Konsep Penelitian ini memerlukan konsep-konsep yang akan membantu dalam menyelesaikan permasalahan yang dibahas. Berikut adalah beberapa konsep yang digunakan dalam penelitian ini.
14
2.2.1 Partikel Partikel atau joshi (助詞) dalam bahasa Jepang terdiri dari dua buah kanji yaitu kanji 助 „jo‟ yang bisa juga dibaca „tasukeru‟ yang berarti menolong atau membantu dan kanji 詞 „shi‟ yang memiliki makna yang sama dengan kanji „kotoba‟ yang berarti bahasa atau kata. Oleh karena itu, joshi dapat diartikan sebagai kata bantu (Sudjianto, 2000: 1). Partikel merupakan kelas kata yang termasuk fuzokugo yang digunakan setelah suatu kata yang berfungsi untuk menunjukkan hubungan antara kata tersebut dengan kata lain serta untuk memperjelas arti dari kata tersebut. Partikel tidak bisa mengalami perubahan (Hirai, 1982: 161). Suatu partikel tidak dapat berdiri sendiri karena merupakan fuzokugo. Partikel akan memiliki makna apabila digunakan setelah kata lain yang bisa berdiri sendiri sehingga membentuk sebuah kalimat. Partikel dalam bahasa Jepang dapat dibagi menjadi empat macam yaitu kakujoshi, setsuzokujoshi, fukujoshi, dan shuujoshi (Hirai, 1982: 161). 2.2.2 Makna Gramatikal Makna gramatikal adalah makna yang berkaitan dengan hubungan intrabahasa, atau makna yang muncul akibat dari berfungsinya sebuah kata di dalam suatu kalimat. Makna gramatikal menunjukkan hubungan antara unsurunsur bahasa dalam satuan yang lebih besar misalnya hubungan antara satu kata dengan kata lainnya dalam frasa maupun klausa (Kridalaksana, 1984: 120). 2.2.3 Klausa Utama Klausa, seperti halnya frase, merupakan kelompok kata. Tetapi, klausa merupakan kelompok kata yang memiliki konstruksi sintaksis yang mengandung
15
unsur subjek dan predikat, sedangkan frase tidak. Klausa dibedakan menjadi dua jenis yaitu klausa utama dan klausa bawahan. Klausa utama adalah klausa yang dapat berdiri sendiri sebagai kalimat dan isinya sudah dapat kita pahami. Dalam kalimat majemuk bertingkat, klausa utama berfungsi sebagai inti kalimat.
2.3
Kerangka Teori Agar penelitian ini lebih terarah maka penelitian ini menggunakan teori
yang relevan dengan objek yang akan diteliti. Teori yang digunakan adalah teori dari Makino dan Tsutsui (1995) untuk membahas penggunaan joshi {~sae} dan {~made} dan Teori Makna Gramatikal menurut Verhaar (2010) untuk membahas makna joshi {~sae} dan {~made}. Pembahasan mengenai penggunaan
joshi {~sae} dan {~made} pada
penelitian ini , mengacu pada pendapat yang dikemukakan oleh Makino dan Tsutsui sebagai berikut:
2.3.1 Joshi {~sae} dan {~made} 1. {~sae} Adapun penggunaan dari {~sae} adalah sebagai berikut : The particles ga and o do not appear with sae, the directional particles e and ni optionally precede sae, and the other case particles must precede sae”. “Partikel ga dan o tidak muncul dengan sae, partikel yang berhubungan dengan arah yaitu e dan ni biasanya mendahului sae, dan dalam kasus lain partikel harus mendahului sae”.
Adapun contoh dari penggunaan kalimat dari penjelasan di atas adalah : 山田
に
さえ
出来
た
ん
だ
16
Yamada NM.ORG
ni sae DAT sekalipun
から 君 に も kara kimi ni mo karena kamu DAT juga
出来る dekiru bisa
deki bisa
ta n LAM GEN
da KOP
よ yo
„Jika Yamada bisa, kamu pun bisa‟ (Makino and Tsutsui, 1995: 366) 2. {~made} Adapun penggunaan dari {~made} adalah sebagai berikut : “Made is also used as an emphatic marker and can replace sae, as in:” “Made juga digunakan sebagai penegas dan bisa menggantikan sae, seperti dalam:” 彼女 は Kanojo wa Dia TOP
現代 gendai modern
日本語 は nihongo wa bahasa Jepang TOP
もちろん mochiron pasti
古典 koten klasik
{さえ/まで}読める sae / made yomeru sekalipun bisa membaca „Tentu saja dia bisa bahasa Jepang modern apalagi sastra kuno‟ “Made, however cannot replace sae in negative sentences and conditional clauses, as in :” “Made, tidak bisa menggantikan sae dalam kalimat negatif dan klausa kondisional, seperti dalam :” 彼 Kare Dia
は wa TOP
もう おかゆ mou okayu sudah bubur
を 通ら な かった o toora na katta AKU melalui NEG LAM
{さえ/*まで} sae / *made bahkan
のど nodo tenggorokan
17
„Bahkan makan bubur pun dia (laki-laki) tidak mampu lagi‟ (Makino and Tsutsui, 1995: 367) 2.3.2 Teori Makna Gramatikal Teori Makna Gramatikal digunakan untuk membahas makna joshi {~sae} dan {~made} yaitu rumusan masalah kedua. Verhaar mengemukakan bahwa hubungan gramatikal antar-kata
dalam sebuah kalimat merupakan ruang lingkup dari
cabang ilmu sintaksis (2010: 161). Salah satu cara untuk menganalisis klausa secara sintaksis tersebut adalah dengan menganalisis fungsi-fungsinya. Fungsifungsi tersebut adalah subjek, predikat, dan objek dalam sebuah kalimat. Subjek merupakan sesuatu yang melakukan hal-hal yang diartikan oleh verba yang berada di posisi predikat. Predikat merupakan inti atau induk dari sebuah klausa yang biasanya secara secara kategorial merupakan verba (Verhaar, 2010: 165). Sementara objek merupakan pihak yang mengalami tindakan yang ditunjukkan oleh verba bervalensi dua (Verhaar, 2010: 166). Di dalam gramatikal secara umum adverbia menjelaskan verba, adjektiva, atau adverbia lainnya (Alwi, 2003: 197). Fungsi adverbia itu sendiri adalah membatasi atau menjelaskan fungsi lainnya. Dalam sintaksis bahasa Indonesia, sebuah kalimat sederhana memiliki pola subjek, predikat dan objek (SPO) (Alwi, 2003: 322). Tidak seperti sintaksis bahasa Indonesia, bahasa Jepang memiliki struktur kalimat sederhana yang terdiri dari subjek (shugo),
objek
(mokutekigo) dan predikat (jutsugo) dengan pola subjek, objek, dan predikat (SOP) (Koizumi, 1993: 211).
Menurut Koizumi (1993: 212) posisi predikat
dalam kalimat bahasa Jepang dapat diisi oleh tiga jenis kelas kata yaitu
18
verba, adjektiva, dan nomina. Selain ketiga kelas kata tersebut, di dalam bahasa Jepang terdapat juga kelas kata lainnya. Dalam bahasa Jepang joshi atau partikel merupakan kata yang tidak bisa berdiri sendiri. Oleh karena itu dalam tata bahasa Jepang, partikel selalu melekat pada kata dan memperjelas makna dari kata tersebut. Menurut Yoshio (2010: 171) kelas kata dalam bahasa Jepang atau yang disebut dengan hinshi bunrui terdiri dari nomina atau meishi, verba (doushi), adjektiva (keiyoushi), dan adverbia (fukushi). Bunkacho dalam Sudjianto (1996: 72) mengemukakan bahwa fukushi dalam gramatika bahasa Jepang berfungsi untuk menerangkan verba, adjektiva-i, dan adjektiva-na. Fukushi juga memiliki ciri tidak dapat menjadi subjek dan tidak mengenal konjugasi atau
deklinasi
(Sudjianto, 1996: 72). Dengan menggunakan teori makna
gramatikal ini, suatu partikel yang mengikuti kata akan diketahui makna dari kata tersebut.