BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS
A. Teori Keagenan Perkembangan tata kelola perusahaan dari teori keagenan (agency theory) yang dikembangkan oleh Jensen dan Meckling pada tahun 1976. Teori tersebut mendasarkan hubungan kontrak antara prinsipal dan agen. Prinsipal merupakan pihak yang memberikan mandat kepada agen untuk bertindak atas nama prinsipal, sedangkan agen merupakan pihak yang diberi amanat oleh prinsipal untuk menjalankan perusahaan. Agen berkewajiban untuk mempertanggungjawabkan apa yang telah diamanahkan oleh prinsipal kepadanya. Memandang manajemen sebagai “Agents”, manajemen akan bertindak untuk kepentingannya sendiri, bukan sebagai pihak yang arif dan bijaksana serta adil terhadap pemegang saham. Adanya pemisahan kepemilikan dan perbedaan kepentingan antara prinsipal dan agen inilah agency problem terjadi. Agen sebagai pihak yang bertugas untuk mengelola perusahaan mempunyai lebih banyak informasi mengenai kapasitas perusahaan, lingkungan kerja, dan perusahaan secara keseluruhan. Di sisi lain, prinsipal tidak memiliki informasi yang cukup tentang kinerja agen. Hal inilah yang mengakibatkan adanya ketidakseimbangan informasi antara prinsipal dan agen. Ketidakseimbangan informasi inilah yang disebut dengan asimetri informasi (asymmetric information). Oleh karena itu, pengertian informasi asimetri adalah 7
http://digilib.mercubuana.ac.id/
8
informasi yang tidak seimbang karena adanya distribusi informasi yang tidak sama antara prinsipal dan agen. Prinsipal seharusnya memperoleh informasi yang dibutuhkan dalam mengukur tingkat keberhasilan agen. Namun informasi tentang ukuran keberhasilan agen tidak disajikan seluruhnya. Akibatnya, informasi yang diperoleh prinsipal kurang lengkap sehingga tidak dapat menjelaskan kinerja agen dalam mengelola kekayaan prinsipal yang telah dipercayakan kepada agen. Terjadinya
informasi
yang tidak seimbang
(asimetri)
ini
dapat
menimbulkan dua permasalahan (Jensen dan Meckling, 1976) : a. Moral Hazard, yaitu permasalahan yang muncul jika agen tidak melaksanakan hal-hal yang telah disepakati bersama dalam kontrak kerja. b. Adverse selection, yaitu suatu keadaan dimana prinsipal tidak dapat mengetahui apakah suatu keputusan yang diambil oleh agen benar-benar didasarkan atas informasi yang telah diperolehnya atau terjadi sebagai sebuah kelalaian dalam tugas. Agency theory menjelaskan bagaimana hubungan kontraktual antara pihak pemilik perusahaan (principal). Pemilik mendelegasikan pengambilan keputusan tertentu kepada pihak manajemen/pengelola (agent) guna meningkatkan kesejahteraannya. Teori Keagenan inilah yang kemudian memberikan landasan model teoritis yang sangat berpengaruh terhadap konsep corporate governance di berbagai perusahaan di seluruh dunia. Sebenarnya, isu corporate governance muncul sejak diperkenalkan pemisahan antara kepemilikan dan pengelolaan perusahaan (Jil dan Aris Solomo, 2004 dalam Daniri, 2005).
http://digilib.mercubuana.ac.id/
9
Namun istilah corporate governance secara eksplisit baru muncul pertama kali pada tahun 1984 dalam tulisan Robert I. Tricker. Dalam perkembangannya, istilah corporate governance dikenal dengan Good Corporate Governance yang diperkenalkan pertama kali oleh Cadburry Committee dalam Cadburry Report pada tahun 1992 (Daniri, 2005 : 4 ).
B. Pengertian Good Corporate Governance Corporate Governance adalah rangkaian proses terstruktur yang digunakan untuk mengelola serta mengarahkan atau memimpin bisnis dan usahausaha korporasi dengan tujuan untuk meningkatkan nilai-nilai perusahaan serta kontinuitas usaha. Terdapat beberapa pemahaman tentang pengertian Corporate Governance yang dikeluarkan beberapa pihak baik dalam perspektif yang sempit (shareholder) dan perspektif yang luas (stakeholder) namun pada umumnya menuju suatu maksud dan pengertian yang sama.
Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI) dalam Hery (2010) mendefinisikan Corporate Governance sebagai berikut : “Seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang saham, pengurus (pengelola) perusahaan, pihak kreditur, pemerintah, karyawan, serta para pemegang kepentingan internal dan eksternal lainnya yang berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban mereka atau dengan kata lain suatu sistem yang mengendalikan
perusahaan.
Tujuan Corporate
Governance
ialah
untuk
menciptakan nilai tambah bagi semua pihak yang berkepentingan (stakeholders)”.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
10
Sutedi (2011) menyatakan Corporate Governance adalah
“Suatu proses dan
struktur yang digunakan oleh organ perusahaan (Pemegang Saham/Pemilik Modal, Komisaris, dewan Pengawas dan Direksi) untuk meningkatkan keberhasilan usaha dan akuntabilitas perusahaan guna mewujudkan nilai pemegang saham dalam jangka panjang dengan tetap memperhatikan kepentingan stakeholder lainnya, berlandaskan peraturan perundang-undangan dan nilai-nilai etika”. Pengertian Corporate Governance menurut Turnbull Report di Inggris (April 1999) dalam Effendi (2009) sebagai berikut : “Corporate governance is a company’s system of internal control, which has as its principal aim the management of risks that are significant to the fulfilment of its business objectivities, with a view to safeguarding the company’s assets and anchancing over time the value of the shareholders investment”.
Berdasarkan pengertian di atas, Corporate Governance didefinisikan sebagai suatu sistem pengandalian internal perusahaan yang memiliki tujuan utama mengelola risiko yang signifikan guna memenuhi tujuan bisnisnya melalui pengamanan aset perusahaan dan meningkatkan nilai investasi pemegang saham dalam jangka panjang. Dengan kata lain Corporate Governance mengacu pada metode dimana suatu organisasi diatur, di.kelola, diarahkan, atau dikendalikan dan tujuantujuannya tercapai.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
11
Pasal 1 Surat KEPMEN BUMN No. KEP-117/M-MBU/2002 tgl 31 Juli 2002 tentang penerapan GCG pada BUMN yang dalam Effendi (2009), menyatakan : “Corporate Governance adalah suatu proses dan struktur yang digunakan oleh organ BUMN untuk meningkatkan keberhasilan usaha dan akuntabilitas perusahaan guna mewujudkan nilai pemegang saham dalam jangka panjang dengan tetap memperhatikan kepentingan stakeholder lainnya, berlandaskan peraturan perundangan dan nilai-nilai etika”.
Berdasarkan definisi-definisi di atas, GCG secara singkat dapat diartikan sebagai seperangkat sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan untuk menciptakan nilai tambah (value added) bagi para pemangku kepentingan. Hal ini disebabkan karena GCG dapat mendorong terbentuknya pola kerja manajemen yang bersih, transparan dan profesional. Penerapan GCG di perusahaan akan menarik minat para investor, baik domestik maupun asing. Hal ini sangat penting bagi perusahaan yang ingin mengembangkan usahanya, seperti melakukan investasi baru.
C. Prinsip-Prinsip Good Corporate Governance Berbagai aturan main dan sistem yang mengatur keseimbangan dalam pengelolaan perusahaan perlu dituangkan dalam bentuk prinsip-prinsip yang harus dipatuhi untuk menuju tata kelola perusahaan yang baik. Menurut Sutedi (2011), ada beberapa prinsip dasar yang harus diperhatikan dalam Corporate Governance, yaitu : 1. Transparancy (Keterbukaan)
http://digilib.mercubuana.ac.id/
12
Penyediaan informasi yang memadai, akurat, dan tepat waktu kepada stakeholders harus dilakukan oleh perusahaan agar dapat dikatakan transparan. Pengungkapan yang memadai sangat diperlukan oleh investor dalam kemampuannya untuk membuat keputusan terhadap risiko dan keuntungan dari investasinya. Kurangnya pernyataan keuangan yang menyeluruh menyulitkan pihak luar untuk menentukan apakah perusahaan tersebut
memiliki
uang
yang
menumpuk
dalam
tingkat
yang
mengkhawatirkan. Kurangnya informasi akan membatasi kemampuan investor untuk memperkirakan nilai dan risiko serta pertambahan dari perubahan modal (volatility of capital). 2. Accountability (Dapat Dipertanggungjawabkan) Akuntabilitas adalah kejelasan fungsi, struktur, sistem dan pertanggungjawaban organ perusahaan sehingga pengelolaan perusahaan terlaksana secara efektif. Pengelolaan perusahaan harus didasarkan pada pembagian kekuasaan diantara manajer perusahaan, yang bertanggung jawab pada pengoperasian setiap harinya, dan pemegang sahamnya yang diwakili oleh dewan direksi. Dewan direksi diharapkan untuk menetapkan kesalahan (oversight) dan pengawasan. 3. Fairness (Kesetaraan) Secara sederhana kesetaraan didefinisikan sebagai perlakuan yang adil dan setara dalam memenuhi hak-hak stakeholder. Dalam pengelolaan perusahaan perlu ditekankan pada kesetaraan, terutama untuk pemegang
http://digilib.mercubuana.ac.id/
13
saham minoritas. Investor harus memiliki hak-hak yang jelas tentang kepemilikan dan sistem dari aturan dan hukum yang dijalankan untuk melindungi hak-haknya. 4. Sustainability (Kelangsungan) Kelangsungan adalah bagaimana perusahaan dapat terus beroperasi dan menghasilkan keuntungan. Ketika perusahaan negara (corporation exist) menghasilkan keuntungan dalam jangka pendek mereka juga harus menemukan cara untuk memuaskan pegawai dan komunitasnya agar tetap bisa bertahan dan berhasil. Mereka harus tanggap terhadap lingkungan, memperhatikan hukum, memperlakukan pekerja secara adil, dan menjadi karyawan yang baik. Dengan demikian, akan menghasilkan keuntungan yang lama bagi stakeholder-nya.
Sedangkan menurut KEPMEN BUMN No. KEP-117/M-MBU/2002 tanggal 1 Agustus 2002 pada pasal 3 yang dikutip dari Hery (2010), prinsip-prinsip Good Corporate Governance, yaitu : 1. Transparansi, yaitu keterbukaan dalam melaksanakan proses pengambilan keputusan dan keterbukaan dalam mengemukakan informasi materil dan relevan mengenai perusahaan; 2. Kemandirian,
yaitu
keadaan
dimana
perusahaan
dikelola
secara
profesional tanpa benturan kepentingan dan pengaruh/tekanan dari pihak manapun yang tidak sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat;
http://digilib.mercubuana.ac.id/
14
3. Akuntabilitas yaitu kejelasan fungsi, pelaksanaan dan pertanggungjawaban organisasi sehingga pengelolaan perusahaan terlaksana secara efektif; 4. Pertanggungjawaban, yaitu kesesuaian di dalam pengelolaan perusahaan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat; 5. Kewajaran, yaitu keadilan dan kesetaraan di dalam memenuhi hak-hak stakeholders
yang
timbul
berdasarkan
perjanjian
dan
peraturan
perundangundangan yang berlaku . D. Unsur-unsur Good Corporate Governance Menurut Sutedi (2011), unsur-unsur dalam GCG yaitu : a. Corporate Governance – Internal Perusahaan Unsur-unsur yang berasal dari dalam perusahaan adalah : 1) Pemegang Saham 2) Dewan Direksi 3) Dewan Komisaris 4) Manajer 5) Karyawan 6) Sistem Remunerasi berdasarkan Kinerja 7) Komite Audit
Unsur-unsur yang selalu diperlukan di dalam perusahaan, antara lain meliputi : 1) Keterbukaan dan Kerahasiaan (disclosure)
http://digilib.mercubuana.ac.id/
15
2) Transparansi 3) Akuntabilitas 4) Kesetaraan 5) Aturan dari code of conduct
b. Corporate Governance – External Perusahaan Unsur-unsur yang berasal dari luar perusahaan adalah : 1) Kecukupan undang-undang dan perangkat hukum 2) Investor 3) Institusi penyedia informasi 4) Akuntan Publik 5) Institusi yang memihak kepentingan publik bukan golongan 6) Pemberi pinjaman 7) Lembaga yang mengesahkan legalitas
Unsur-unsur yang selalu diperlukan di luar perusahaan antara lain meliputi : 1) Aturan dari code of conduct 2) Kesetaraan 3) Akuntabilitas 4) Jaminan Hukum
http://digilib.mercubuana.ac.id/
16
Perilaku partisipasi Corporate Governance yang berada di dalam rangkaian unsur-unsur
internal
maupun
eksternal
menentukan
kualitas
Corporate
Governance.
E. Lingkup Good Corporate Governance OECD (The Organization for Economic and Development) memberikan pedoman mengenai hal-hal yang perlu diperhatikan agar tercipta Good Corporate Governance dalam suatu perusahaan dalam Sutedi (2011) yaitu ; 1.
Perlindungan terhadap hak-hak dalam Corporate Governance harus mampu melindungi hak-hak para pemegang saham, termasuk pemegang saham minoritas. Hak-hak tersebut mencakup hal-hal dasar pemegang saham, yaitu : a) Hak untuk memperoleh jaminan keamanan atas metode pendaftaran kepemilikan b) Hak untuk mengalihkan dan memindahtangankan kepemilikan saham c) Hak untuk memperoleh informasi yang relevan tentang perusahaan secara berkala dan teratur d) Hak untuk ikut berpartisipasi dan memberikan suara dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) e) Hak untuk memilih anggota dewan komisaris dan direksi f) Hak untuk memperoleh pembagian laba (profit) perusahaan
2.
Perlakuan yang setara terhadap seluruh pemegang saham (the equitable treatmment of shareholders).
http://digilib.mercubuana.ac.id/
17
Kerangka yang dibangun dalam Corporate Governance haruslah menjamin perlakuan yang setara terhadap seluruh pemegang saham, termasuk pemegang saham minoritas dan asing. Prinsip ini melarang adanya praktik perdagangan berdasarkan informasi orang dalam (insider trading) dan transaksi dengan diri sendiri (self dealing). Selain itu, prinsip ini mengharuskan anggota dewan komisaris untuk terbuka ketika menemukan transaksi-transaksi yang mengandung benturan atau konflik kepentingan (conflict of interest). 3. Peranan pemangku kepentingan berkaitan dengan perusahaan (the role of stakeholders). Kerangka yang dibangun dalam Corporate Governance harus memberikan
pengakuan
terhadap
hak-hak
pemangku
kepentingan,
sebagaimana ditentukan oleh undang-undang dan mendorong kerja sama yang aktif antara perusahaan dengan pemangku kepentingan dalam rangka menciptakan lapangan kerja, kesejahteraan, serta kesinambungan usaha (going concern). 4. Pengungkapan dan transparansi (disclosure and transparancy). Kerangka yang dibangun dalam Corporate Governance harus menjamin adanya pengunkapan yang tepat waktu dan akurat untuk setiap permasalahan yang berkaitan dengan perusahaan. Pengungkapan tersebut mencakup informasi mengenai kondisi keuangan, kinerja, kepemilikan, dan pengelolaan perusahaan. Informasi yang diungkapkan harus disusun, diaudit, dan disajikan sesuai dengan standar yang berkualitas tinggi. Manajemen juga
http://digilib.mercubuana.ac.id/
18
diharuskan untuk meminta auditor eksternal (KAP) melakukan audit yang bersifat independen atas laporan keuangan. 5.
Tanggung jawab dewan komisaris atau direksi (the responsibilities of the board). Kerangka yang dibangun dalam Corporate Governance harus menjamin adanya pedoman strategis perusahaan, pengawasan yang efektif terhadap manajemen oleh dewan komisaris terhadap perusahaan dan pemegang saham. Prinsip ini juga memuat kewenangan-kewenangan serta kewajibankewajiban profesional dewan komisaris kepada pemegang saham dan pemangku kepentingan lainnya.
F. Manfaat dan Tujuan Good Corporate Governance Ada lima manfaat yang dapat diperoleh perusahaan yang menerapkan GCG menurut Hery (2010), yaitu : 1) GCG secara tidak langsung akan dapat mendorong pemanfaatan sumber daya perusahaan ke arah yang lebih efektif dan efisien, yang pada gilirannya
akan
turut
membantu
terciptanya
pertumbuhan
atau
perkembangan ekonomi nasional. GCG dapat membantu perusahaan dan perekonomian nasional, dalam hal ini menarik modal investor dengan biaya yang lebih rendah melalui perbaikan kepercayaan investor dan kreditur domestik maupun internasional. 2) Membantu pengelolaan perusahaan dalam memastikan atau menjamin bahwa perusahaan telah taat pada ketentuan, hukum, dan peraturan.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
19
3) Membangun manajemen dan Corporate Board dalam pemantauan penggunaan asset perusahaan. 4) Mengurangi tingkat kecurangan korupsi.
Penerapan Good corporate Governance dilingkungan BUMN dan BUMD mempunyai tujuan sesuai KEPMEN BUMN No. KEP-11&/M-MBU/2002 tanggal 1 Agustus 2001 pada pasal 4 yang dalam Hery (2010), yaitu : a. Memaksimalkan nilai BUMN dengan cara meningkatkan prinsip keterbukaan, akuntabilitas, dapat dipercaya, bertanggung jawab, dan adil agar perusahaan memiliki daya saing yang kuat, baik secara nasional maupun internasional; b. Mendorong pengelolaan BUMN secara profesional, transparan dan efisiensi, serta memberdayakan fungsi dan meningkatkan kemandirian organ; c. Mendorong agar organ dalam membuat keputusan dan menjalankan tindakan dilandasi nilai moral yang tinggi dan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku, serta kesadaran akan adanya tanggungjawab sosial BUMN terhadap stakeholders maupun kelestarian lingkungan di sekitar BUMN; d. Meningkatkan kontribusi BUMN dalam perekonomian nasional; e. Meningkatkan iklim investasi nasional; f. Mensukseskan program privatisasi.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
20
G. Mekanisme Corporate Governance Mekanisme
Corporate
Governance
merupakan
suatu
mekanisme
berdasarkan pada aturan main, prosedur dan hubungan yang jelas antara pihakpihak yang ada dalam suatu perusahaan untuk menjalankan peran dan tugasnya. Mekanisme Corporate Governance, terdiri dari tiga elemen penting, yaitu struktur, sistem dan proses yang digunakan oleh organ-organ dalam suatu perusahaan untuk mengarahkan dan mengendalikan operasional perusahaan agar berjalan sesuai dengan apa yang diharapkan. Struktur memiliki peran yang sangat fundamental dalam implementasi mekanisme Corporate Governance. Struktur merupakan kerangka dasar tempat diletakkannya sistem dalam penyusunan mekanisme Corporate Governance perusahaan. Struktur Corporate Governance berperan sebagai kerangka dasar manajemen perusahaan yang menjadi dasar pendistribusian hak-hak dan tanggung jawab diantara organ-organ perusahaan (dewan komisaris, direksi, dan RUPS / pemegang saham). Dan stakeholder lainnya, serta aturan-aturan maupun prosedur pengambilan keputusan dalam hubungan perusahaan. Struktur Corporate Governance dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu struktur pengendalian Internal dan struktur pengendalian eksternal. Struktur pengendalian eksternal terdiri dari pihak-pihak berkepentingan yang berasal dari luar perusahaan seperti pasar modal, pasar uang, regulator dan profesi lainnya (paralegal, auditor dan lain sebagainya). Penelitian ini berfokus pada struktur pengendalian internal perusahaan yang terdiri dari dewan komisaris dan dewan direksi.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
21
1. Dewan Direksi Dewan Direksi merupakan pihak dalam suatu entitas perusahaan yang bertugas melakukan melaksanakan operasi dan kepengurusan perusahaan. Anggota dewan direksi diangkat oleh RUPS. Menurut Undang-Undang Perseroan Terbatas, yang dapat diangkat menjadi anggota dewan direksi adalah orang perseorangan yang mampu melaksanakan perbuatan hukum dan tidak pernah dinyatakan pailit atau menjadi anggota Dewan Direksi atau Komisaris yang dinyatakan bersalah menyebabkan perusahaan dinyatakan pailit, atau orang yang pernah dihukum karena melakukan tindak pidana yang merugikan keuangan negara dalam waktu lima tahun sebelum pengangkatan. Dewan Direksi bertanggung jawab penuh atas segala bentuk operasional dan kepengurusan perusahaan dalam rangka melaksanakan kepentingan kepentingan dalam pencapaian tujuan perusahaan. Dewan Direksi juga bertanggung jawab terhadap urusan perusahaan dengan pihak-pihak eksternal seperti pemasok, konsumen, regulator dan pihak legal. Dengan peran yang begitu besar dalam pengelolaan perusahaan ini, direksi pada dasarnya memiliki hak pengendalian yang signifikan dalam pengelolaan sumber daya perusahaan dan dana dari investor. Fungsi, wewenang, dan tanggung jawab direksi secara tersurat diatur dalam UU No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas. Dalam undangundang ini, dewan direksi memiliki tugas antara lain: 1)
Memimpin
perusahaan
dengan
menerbitkan
perusahaan,
http://digilib.mercubuana.ac.id/
kebijakan-kebijakan
22
2)
Memilih, menetapkan, mengawasi tugas dari karyawan dan kepala bagian (Manajer).
3)
Menyetujui anggaran tahunan perusahaan.
4)
Menyampaikan laporan kepada pemegang saham atas kinerja perusahaan.
Berdasarkan Undang-Undang Perseroan Terbatas yang tercantum pada bab VI (enam) mengenai direksi dan komisaris, jumlah anggota dewan direksi minimal satu orang. Jumlah dewan direksi sendiri disesuaikan dengan kebutuhan operasional perusahaan. Semakin banyak dan kompleks perusahaan, untuk menghasilkan kinerja yang maksimal tentu memerlukan jumlah dewan direksi yang sesuai. Apabila jumlah dewan direksi lebih dari satu, maka peraturan mengenai pembagian tugas dan wewenang setiap anggota dewan direksi, serta besar dan jenis penghasilannya ditentukan oleh RUPS yang diwakili oleh Dewan Komisaris.
2. Dewan Komisaris Dewan Komisaris merupakan salah satu fungsi kontrol yang terdapat dalam suatu perusahaan. Fungsi kontrol yang dilakukan oleh Dewan Komisaris merupakan salah satu bentuk praktis dari teori agensi. Di dalam suatu perusahaan, Dewan komisaris mewakili mekanisme internal utama untuk melaksanakan fungsi pengawasan dari principal dan mengontrol perilaku oportunis manajemen. Dewan komisaris menjebatani kepentingan principal dan manajer di dalam perusahaan.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
23
KNKG (2006) Mendefinisikan Dewan Komisaris sebagai mekanisme pengendalian internal tertinggi yang bertanggung jawab secara kolektif untuk melakukan pengawasan dan memberi masukan kepada Direksi serta memastikan bahwa perusahaan melaksanakan GCG. Sementara Forum for Corporate Governance Indonesia (FCGI) mendefinisikan Dewan Komisaris sebagai inti Corporate Governance (tata kelola perusahaan) yang ditugaskan untuk menjamin pelaksanaan strategi perusahaan, mengawasi manajemen dalam mengelola perusahaan serta mewajibkan terlaksananya akuntabilitas. Secara umum Dewan Komisaris merupakan wakil pemilik kepentingan (shareholder) dalam perusahaan berbentuk perseroan terbatas yang memiliki fungsi mengawasi pengelolaan perusahaan yang dilakukan manajemen (Direksi), dan bertanggung jawab untuk menilai apakah manajemen memenuhi tanggung jawab mereka dalam mengelola dan mengembangkan perusahaan, serta menyelenggarakan pengendalian intern perusahaan. Menurut Undang-Undang Perseroan Terbatas Nomor 40 tahun 2007, pada pasal 108 ayat (5) dijelaskan bahwa bagi perusahaan berbentuk perseroan terbatas, maka wajib memiliki paling sedikitnya 2 (dua) anggota Dewan Komisaris. Oleh karena itu, jumlah anggota Dewan Komisaris disesuaikan dengan kompleksitas perusahaan dengan tetap memperhatikan efektivitas dalam pengambilan keputusan. Menurut Sembiring (2003) semakin besar jumlah anggota Dewan Komisaris, semakin mudah untuk mengendalikan Chief Executives Officer (CEO) dan semakin efektif dalam memonitor aktivitas manajemen. Ukuran Dewan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
24
Komisaris yang dimaksud disini adalah banyaknya jumlah anggota Dewan Komisaris dalam suatu perusahaan (Hardikasari, 2011). KNKG (2006) membedakan Dewan Komisaris menjadi dua kategori. Yang pertama adalah Dewan Komisaris Independen dan yang kedua adalah Dewan Komisaris Non Independen. Dewan Komisaris Independen merupakan Komisaris yang tidak berasal dari pihak terafiliasi dengan pihak perusahaan. Sedangkan Komisaris Non-Independen merupakan Komisaris yang memiliki hubungan afiliasi dengan perusahaan. Yang dimaksud dengan terafiliasi adalah pihak yang mempunyai hubungan bisnis dan hubungan kekeluargaan dengan controlling shareholders, anggota direksi dan Dewan Komisaris lain, serta dengan perusahaan itu sendiri. Mantan Anggota Direksi dan Dewan Komisaris yang terafiliasi serta karyawan perusahaan, untuk jangka waktu tertentu termasuk dalam kategori terafiliasi. Dalam FCGI (2002) keberadaan Komisaris Independen telah diatur Bursa Efek Jakarta melalui peraturan BEJ tanggal 1 Juli 2000. Dikemukakan bahwa perusahaan yang terdaftar di bursa harus memiliki Komisaris Independen yang proporsional. Proporsional disini adalah memiliki jumlah perbandingan yang sama dengan jumlah saham yang dimiliki pemegang saham yang minoritas (noncontrolling shareholders). Dalam peraturan ini, persyaratan jumlah minimal Komisaris Independen adalah 30% dari seluruh anggota Dewan Komisaris. Beberapa kriteria lainnya tentang Komisaris Independen adalah sebagai berikut:
http://digilib.mercubuana.ac.id/
25
1.
Komisaris Independen tidak memiliki hubungan afiliasi dengan pemegang saham mayoritas atau pemegang saham pengendali (controlling shareholders) perusahaan tercatat yang bersangkutan.
2.
Komisaris Independen tidak memiliki hubungan dengan direktur dan/atau komisaris lainnya perusahaan tercatat yang bersangkutan.
3.
Komisaris Independen tidak memiliki kedudukan rangkap pada perusahaan lainnya yang terafiliasi dengan Perusahaan Tercatat yang bersangkutan;
4.
Komisaris Independen harus mengerti peraturan perundangundangan di bidang pasar modal.
5.
Komisaris Independen diusulkan dan dipilih oleh pemegang saham minoritas yang bukan merupakan pemegang saham pengendali (controlling shareholders) dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) Sebagai wakil dari principal di dalam perusahaan, Dewan Komisaris dapat memberikan petunjuk dan arahan pada pengelola perusahaan agar tercipta kinerja perusahaan yang lebih baik. Dengan fungsi pengawasan yang dimilikinya, Dewan Komisaris
dapat mengawasi pengelolaan perusahaan yang dilakukan manajemen secara umum. Dengan adanya pengawasan dari Dewan Komisaris, manajemen diharapkan dapat lebih memenuhi tanggung jawab mereka dalam mengelola dan mengembangkan perusahaan. Selain itu, sebagai penyelenggara pengendalian internal perusahaan, Dewan Komisaris dapat meningkatkan standar kinerja manajemen dalam perusahaan.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
26
3. Ukuran Perusahaan Ukuran perusahaan merupakan salah satu variabel penting dalam pengelolaan perusahaan . Ukuran perusahaan mencerminkan seberapa besar aset total yang dimiliki perusahaan. Total asset yang dimiliki perusahaan menggambarkan permodalan, serta hak dan kewajiban yang dimilikinya.Semakin besar ukuran perusahaan, dapat dipastikan semakin besar juga dana yang dikelola dan semakin kompleks pula pengelolaannya. Perusahaan besar cenderung mendapat perhatian lebih dari masyarakat luas. Dengan demikian, biasanya perusahaan besar memiliki kecenderungan untuk selalu menjaga stabilitas dan kondisi perusahaan. Untuk menjaga stabilitas dan kondisi ini, perusahaan tentu saja akan berusaha mempertahankan dan terus meningkatkan kinerjanya.
4. Kinerja Perusahaan Perusahaan merupakan suatu bentuk entitas tempat terjadinya suatu kesatuan dari berbagai fungsi dan kinerja operasional yang bekerja secara sistematis untuk mencapai sasaran tertentu. Sasaran dari suatu perusahaan merupakan tujuan yang ingin dicapai semua pihak yang berkepentingan dalam perusahaan (stakeholder and shareholder). Untuk mencapai tujuan tersebut, pihak-pihak yang berkepentingan dalam perusahaan harus bekerja sama secara sistematis demi menghasilkan kinerja yang optimal. Salah satu cara untuk mengetahui apakah suatu perusahaan dalam menjalankan operasinya telah sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan dan sesuai dengan tujuan adalah dengan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
27
mengetahui dari kinerja perusahaan tersebut. Kinerja merupakan gambaran dari tingkat pencapaian hasil atas pelaksanaan suatu kegiatan operasional. Penilaian kinerja disini adalah suatu metode dan proses penilaian pelaksanaan tugas (performance) seseorang atau sekelompok orang atau unit-unit kerja dalam satu perusahaan atau organisasi sesuai dengan standar kinerja atau tujuan yang ditetapkan. Dalam mewujudkan visi dan misi organisasi, perusahaan perlu memiliki suatu ukuran untuk mengukur bagaimana pencapaian sasaran dan tujuan dalam periode waktu tertentu. Dengan demikian, kinerja sebagai gambaran pencapaian hasil pelaksanaan suatu kegiatan operasional merupakan hal vital dalam mewujudkan visi dan misi organisasi. Penilaian kinerja merupakan suatu bentuk refleksi kewajiban dan tanggung jawab untuk melaporkan kinerja, aktivitas dan sumber daya yang telah dipakai, dicapai dan dilakukan. Untuk menilai apakah tujuan yang telah ditetapkan sudah dicapai bukanlah sesuatu yang mudah dilakukan. Hal ini karena hal tersebut menyangkut aspek-aspek manajemen yang tidak sedikit jumlahnya. Karena itu, kinerja perusahaan dapat dinilai melalui berbagai macam indikator atau variable untuk mengukur keberhasilan perusahaan. Namun, secara umum penilaian kinerja perusahaan berfokus pada informasi kinerja yang berasal dari laporan keuangan. Kinerja perusahaan secara umum biasanya akan direpresentasikan
dalam
laporan
keuangan.
Laporan
keuangan
tersebut
bermanfaat untuk membantu investor, kreditor, calon investor dan para pengguna lainya dalam rangka membuat keputusan investasi, keputusan kredit, analisis saham serta menentukan prospek suatu perusahaan dimasa yang akan datang.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
28
Melalui penilaian kinerja, maka perusahaan dapat memilih strategi dan struktur keuangannya. Karena penilaian kinerja perusahaan didasarkan pada laporan keuangan, maka untuk melakukan penilaian kinerja ini menggunakan rasio-rasio keuangan. Rasio-rasio inilah yang nantinya akan memberikan indikasi bagi manajemen mengenai penilaian investor terhadap kinerja perusahaan dan prospeknya dimasa yang akan datang.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
29
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu
PENELITI Dyah dan Muid (2010)
VARIABEL
HASIL
pengaruh good corporate bahwa dewan komisaris dan dewan direksi governance terhadap kineja berpengaruh negatif dan signifikan terhadap keuangan
kinerja keuangan perusahaan, sedangkan komite
audit
signifikan
berpengaruh
terhadap
positif
kinerja
dan
keuangan
perusahaan. Iqbal dan Raharja
pengaruh good corporate bahwa
(2012)
governance
dan
jumlah
dewan
direksi
tidak
ukuran berpengaruh terhadap kinerja perusahaan.
perusahaan terhadap kinerja perusahaan. Rizky (2012)
pengaruh good corporate bahwa komite audit berpengaruh terhadap governance terhadap kinerja kinerja keuangan perusahaan. keuangan perusahaan.
Vesy dan Riadi (2012)
corporate responsibility corporate
social bahwa dan
seluruh
variabel
independen
good corporate social responsibility dan good
governace corporate governance yang teridiri dari
terhadap kinerja perusahaan. kepemilikan institusional,
manajerial, ukuran
kepemilikan
dewan
direksi,
komisaris independen, dan ukuran komite audit tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen ROE sebaga proksi kinerja perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI. Sumber : gabungan dari berbagai sumber peneliti
http://digilib.mercubuana.ac.id/
30
G. Kerangka Pemikiran Berdasarkan tinjauan pustaka dan penelitian terdahulu yang sudah diuraikan, maka kerangka pemikiran dalam penelitian ini adalah adanya indikator mekanisme internal Corporate Governance dalam suatu perusahaan yaitu ukuran dewan direksi, ukuran dewan komisaris, dan ukuran perusahaan yang mempunyai pengaruh terhadap baik atau tidaknya kinerja keuangan yang ada dalam suatu perusahaana. Kinerja perusahaan diukur dengan ukuran keuangan menggunakan ROA. Berikut adalah kerangka pemikiran penelitian ini. Ukuran Dewan Direksi
Kinerja Keuangan perusahaan
Ukuran Dewan Komisaris (ROA) Ukuran Perusahaan
Gambar 2.5 Kerangka Pemikiran Teoritis
H. Perumusan Hipotesis 1. Hubungan antara Ukuran Dewan Direksi dengan Kinerja Perusahaan Uraian diatas mengadung kesimpulan bahwa Indonesia menganut mekanisme dual-board system yang sedikit berbeda dari two-board system Continental Europe. Hal ini berarti bahwa di Indonesia terdapat pemisahan peran antara dewan direksi dan dewan komisaris. Masing-masing dewan memiliki peran dan fungsinya masing-masing. Dewan Direksi memiliki peranan yang sangat vital dalam suatu perusahaan. Dengan adanya pemisahan peran dengan dewan komisaris, dewan direksi memiliki kuasa yang besar dalam mengelola segala
http://digilib.mercubuana.ac.id/
31
sumber daya yang ada dalam perusahaan. Dewan direksi memiliki tugas untuk menentukan arah kebijakan dan strategi sumber daya yang dimiliki oleh perusahaan, baik untuk jangka pendek maupun jangka panjang. Dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas, disebutkan bahwa dewan direksi memiliki hak untuk mewakili perusahaan dalam urusan di luar maupun di dalam perusahaan. Artinya, jika hanya terdapat satu orang dewan direksi, maka dewan direksi tersebut dapat dengan bebas mewakili perusahaan dalam berbagai urusan di luar maupun di dalam perusahaan. Hal yang mungkin akan berbeda jika jumlah dewan direksi memiliki nominal jumlah tertentu. Jumlah dewan direksi secara logis akan sangat berpengaruh terhadap kecepatan pengambilan keputusan perusahaan. Karena tentu saja dengan adanya sejumlah dewan direksi, perlu dilakukan kordinasi yang baik antar anggota dewan komisaris yang ada. Hardikasari (2011) dalam penelitiannya menyebutkan, bahwa banyak penelitian yang dilakukan menyatakan bahwa perusahaan yang memiliki ukuran dewan yang besar tidak bisa melakukan koordinasi, komunikasi, dan pengambilan keputusan yang lebih baik dibandingkan dengan perusahaan yang memiliki dewan yang lebih kecil. Penelitian tersebut antara lain penelitian dari Jensen (1993), Lipton dan L’orsch (1992) dan Yermack (1996). Namun demikian, Dalton et al. (dalam Hardikasari, 2011) menyatakan adanya hubungan positif antara ukuran dewan kinerja perusahaan. Dari uraian diatas, jelas bahwa ukuran dewan direksi merupakan salah satu mekanisme Corporate Governance yang sangat penting dalam menentukan kinerja perusahaan. Namun, dengan adanya perbedaan temuan para peneliti dalam penelitian sebelumnya, maka bukti yang diperlukan masih
http://digilib.mercubuana.ac.id/
32
diperdebatkan. Penelitian ini dimaksudkan untuk memberikan bukti yang lebih komprehensif dalam melihat peran ukuran dewan direksi terhadap kinerja keuangan perusahaan. H1 : Ukuran Dewan Direksi berpengaruh positif terhadap ROA.
2. Hubungan Ukuran Dewan Komisaris dengan Kinerja Keuangan Perusahaan Dewan Komisaris bertugas melakukan pengawasan dan memberikan masukan kepada dean direksi perusahaan. Dewan Komisaris tidak memiliki otoritas langsung terhadap perusahaan. Fungsi utama dari dewan komisaris adalah mengawasi kelengkapan dan kualitas informasi laporan atas kinerja dewan direksi. Karena itu, posisi dewan komisaris sangat penting dalam menjembatani kepentingan principal dalam sebuah perusahaan. Tidak berbeda dengan ukuran dewan direksi, pengaruh ukuran dewan komisaris terhadap kinerja perusahaan juga menjadi perdebatan tersendiri. Hardikasari (2011) menyebutkan bahwa penelitian mengenai ukuran dewan komisaris terhadap kinerja perusahaan memiliki hasil yang beragam. Dalam penelitiannya tersebut, disebutkan argumen dari Yermack (1996), Sundgren dan Wells (1998), dan Jensen (1993), yang menyatakan bahwa semakin banyak personil yang menjadi dewan komisaris dapat berakibat pada makin buruk kinerja yang dimiliki perusahaan. Hal tersebut dikarenakan dengan makin banyaknya anggota dewan komisaris maka badan ini akan mengalami kesulitan dalam menjalankan perannya, diantaranya kesulitan dalam komunikasi dan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
33
koordinasi antar anggota dewan komisaris. Dengan semakin banyaknya anggota Dewan Komisaris, pengawasan terhadap Dewan Direksi jauh lebih baik, masukan atau opsi yang akan didapat direksi akan jauh lebih banyak. Untuk itu masih diperlukan penelitian yang dapat membuktikan pengaruh ukuran dewan komisaris ini terhadap kinerja perusahaan di Indonesia. Berdasarkan uraian tersebut hipotesis penelitian berikutnya yang dikemukakan adalah sebagai berikut: H2 : Ukuran dewan komisaris berpengaruh positif terhadap kinerja ROA.
3. Hubungan Ukuran Perusahaan dengan Kinerja Keuangan Perusahaan Ukuran Perusahaan merupakan hal yang penting dalam proses pelaporan keuangan. Ukuran Perusahaan dalam penelitian ini diukur dengan melihat seberapa besar asset yang dimiliki oleh sebuah perusahaan. Aset yang dimiliki perusahaan ini menggambarkan hak & kewajiban serta permodalan perusahaan. Ukuran Perusahaan akan berpengaruh terhadap perkembangan perusahaan. Darmawati (2004) menyatakan bahwa perusahaan besar pada dasarnya memiliki kekuatan finansial yang lebih besar dalam menunjang kinerja, tetapi disisi lain, perusahaan dihadapkan pada masalah keagenan yang lebih besar.Hesti (2010) dan Uyun (2010) dalam penelitiannya menemukan bukti bahwa ukuran perusahaan berpengaruh positif signifikan terhadap kinerja keuangan perusahaan. Perusahaan dengan aset besar biasanya akan mendapatkan perhatian lebih dari masyarakat. Hal ini akan menyebabkan perusahaan lebih berhati-hati dalam melakukan pelaporan keuangannya. Perusahaan diharapkan akan selalu berusaha menjaga stabilitas kinerja keuangan mereka. Pelaporan kondisi keuangan yang
http://digilib.mercubuana.ac.id/
34
baik ini tentu tidak serta merta dapat dilakukan tanpa melalui kinerja yang baik dari semua lini perusahaan. H3 : Ukuran perusahaan berpengaruh positif terhadap ROA.
http://digilib.mercubuana.ac.id/