BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR A. Studi Terdahulu
Penelitian mengenai resepsi sastra sudah banyak dilakukan sebelumnya. Begitu juga dengan analisis terhadap karya Perempuan Berkalung Sorban. Penelitian-penelitian itu bisa dimanfaatkan sebagai studi pustaka dalam penelitian ini. Adapun studi terdahulu dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. Penelitian Yayuk Sumarni (2005), dengan judul “Perjuangan Tokoh Utama dalam Novel Perempuan Berkalung Sorban Karya Abidah El-Khalieqy: Sebuah Pendekatan
Feminis”.
Perjuangan
merupakan
upaya
tokoh
utama
yang
berjenjang/bertahap agar dapat mengatasi masalah-masalah dominasi patriarki secara tuntas. Penelitian Santoso Halili (2009), dengan judul “Gambaran Emansipasi Tokoh Wanita Menurut Agama Islam dalam Novel Perempuan Berkalung Sorban Karya Abidah El Khalieqy”. Dari hasil analisis diperoleh hasil deskripsi tokoh wanita dalam memperjuangkan emansipasi di lingkungan keluarga (pra nikah) menurut agama Islam, deskripsi tokoh wanita dalam memperjuangkan emansipasi di lingkungan masyarakat atau di lingkungan kerja menurut agama Islam. Penelitian Dinda Nistria (2013), dengan judul “Representasi Perempuan Dalam Novel Bertema Islam pada Novel Perempuan Berkalung Sorban Karya Hanung Bramantyo”, menyimpulkan bahwa budaya patriarkhi di Indonesia yang terbentuk dewasa ini merupakan doktrin dari ulama yang mengatasnamakan Islam dengan membawa seolah-olah perempuan adalah makhluk yang tidak boleh lebih dari laki-laki. Apalagi perempuan adalah seorang ibu, yang lebih pantas di rumah
dan mendidik anak. Padahal Islam menyebutkan melalui Al-Quran, memang wanita adalah simbol keanggunan, ibu rumah tangga serta istri, namun untuk hal yang berkaitan dengan kesetaraan gender, Islam lebih menetralkan fungsi laki-laki dan perempuan. Perbedaan keduanya dilihat serta dinilai melalui imannya bukan siapa yang lebih pantas atau tidak. Kaum feminisme pada dasarnya hanya membela hak-hak dasar yang sesungguhnya bisa mereka kerjakan, kaum feminisme tidak memiliki niat untuk berdiri di atas derajat laki-laki, karena dalam Al-Qur‟an pun telah dijelaskan bahwa kaum laki-laki diciptakan lebih kuat secara lahir dan batin, tapi untuk melindungi wanitanya, bukan untuk menindas dan bukan untuk membatasi apa yang perempuan dapat kerjakan selama hal tersebut tidak menyalahi petunjuk Al-Quran dan Hadist. Penelitian mengenai resepsi sastra juga pernah dilakukan oleh Hary Sulistyo (2012), dengan judul “Resepsi Mahasiswa Jurusan Sastra Indonesia UNS Angkatan 2010
terhadap
Film
Laskar
Pelangi:
Analisis
Estetika
Eksperimental”,
menyimpulkan bahwa identifikasi putusan nilai kesepuluh mahasiswa Jurusan Sastra Indonesia UNS angkatan 2010 terhadap film Laskar Pelangi memiliki penilaian yang berbeda-beda. Dampak psikologi juga muncul dari film Laskar pelangi melalui pembacaan aspek tekstual. Penelitian ini berbeda dan tidak meniru penelitian-penelitian sebelumnya. Yayuk Sumarni dari Universitas Sebelas Maret Surakarta menganalisis tentang bentuk perjuangan tokoh utama dalam novel Perempuan Berkalung Sorban terhadap dominasi patriarki dengan pendekatan feminis. Ila Nurlaila dari Universitas Islam Negeri Jakarta menganalisis mengenai ketidakadilan gender pada perempuan dalam novel Perempuan Berkalung Sorban serta implikasinya terhadap
pembelajaran sastra di sekolah. Santoso Halili dari STKIP PGRI Sumenep menulis bentuk emansipasi yang dilakukan oleh tokoh utama dalam novel Perempuan Berkalung Sorban ditinjau dari aturan dalam agama Islam. Dinda Nistria dari Universitas Airlangga memberikan bentuk ekranisasi novel ke novel dan menganalisis fakta sosial di masyarakat terhadap keberadaan perempuan. Penulis dalam penelitian ini menitikberatkan pada identifikasi analisis resepsi pembaca dalam perspektif estetika eksperimental oleh pengurus putri SKI FSSR angkatan 2011 terhadap novel Perempuan Berkalung Sorban karya Abidah El-Khalieqy. B. Landasan Teori
Tanggapan pembaca terhadap suatu karya merupakan keleluasan seorang penikmat dalam memaknai sebuah teks. Kualitas resepsi atau ketajaman tanggapan seseorang terhadap sebuah karya, antara orang satu dengan yang lain biasanya berbeda. Hal itu terjadi karena adanya beberapa faktor, baik itu usia, standar estetis, gudang pengalaman atau wawasan, dan faktor psikologi. Hal itu sesuai dengan konsep tentang horizon of expectations (erwartung-shoritzont) „cakrawala atau horizon harapan‟, disusun dengan sarana (1) norma generik yang terkenal yang dipaparkan oleh teks yang dibaca oleh pembaca; (2) pengalaman dan pengetahuan pembaca terhadap keseluruhan teks yang telah dibaca sebelumnya; (3) kontras antara fiksi dan kenyataan, yaitu kemampuaan pembaca untuk menerima teks baru di dalam cakrawala harapannya yang “sempit” dan cakrawala hidupnya yang “luas”,(Jauss dalam Segers,2000:36). Resepsi sastra dimaksudkan bagaimana “pembaca” memberikan makna terhadap karya sastra yang dibacanya sehingga dapat memberikan reaksi atau
tanggapan terhadapnya. Tanggapan itu mungkin bersifat pasif. Yaitu bagaimana seorang pembaca dapat memahami karya itu atau melihat hakikat estetika yang ada di
dalamnya.
Atau
mungkin
juga
bersifat
aktif,
yaitu
bagaimana
ia
“merealisasikan”-nya. Karena itu pengertian resepsi sastra mempunyai lapangan yang luas, dengan berbagai kemungkinan penggunaan (Junus,1985:1). Resepsi sastra sebagaimana dimaksudkan dalam teori kontemporer tidak sebagai reaksi, tetapi sudah disertai dengan penafsiran, dan bahkan penafsiran yang sangat rinci. Dalam penelitian resepsi dibedakan menjadi dua bentuk, (a) resepsi secara sinkronis, (b) resepsi secara diakronis. Bentuk pertama meneliti karya sastra dalam hubungannya dengan pembaca sezaman. Bentuk resepsi yang lebih rumit adalah tanggapan pembaca secara diakronik sebab melibatkan pembaca sepanjang sejarah. Dalam kaitannya dengan pembaca, timbul berbagai istilah, seperti: pembaca eksplisit, pembaca implisit, pembaca mahatahu, pembaca yang diitensikan, dan sebagainya. Di samping itu timbul pula istilah-istilah lain yang didefinisikan sesuai dengan tokoh masing-masing, diantaranya: concretitazion (Vodicka), horizon harapan (Jausz), pembaca implisit dan ruang kosong (Isser), kompetensi pembaca (Culler) Kutha Ratna (2004:167-169). Umar Junus dalam bukunya Resepsi Sastra (1985) menjelaskan bahwa resepsi sastra dimaksudkan bagaimana “pembaca” memberikan makna terhadap karya sastra yang dibacanya sehingga dapat memberikan resepsi atau tanggapan terhadapnya. Secara lebih jauh dijelaskan mengenai tanggapan pasif, yaitu bagaimana pembaca dapat memahami karya itu, atau melihat hakikat estetik yang ada
di
dalamnya.
Atau
mungkin
merealisasikannya(Junus,1985:46)
bersifat
aktif,
yaitu
bagaimana
ia
Isser
memberikan
contoh
bagaimana
pelaksanaan
teorinya
yang
mementingkan soal kesan, efek (wirkung). Lebih lanjut Isser memberikan kepada peranan pembaca dalam memahami atau mengkonkretkan suatu karya. Pembaca mungkin akan dapat merekonstruksikan suatu yang tak disebutkan (=nichtErzahlen), (Isser dalam Junus,1985:47). Wolfgang Isser dalam artikelnya Die Wurkliceit der Fiktion, mengajukan beberapa saran yang mendukung tekstabilitas studi sastra. Dia tidak melihat fiksi hanya sebagai satu entitas (kesatuan) sendiri, tetapi juga sebagai suatu struktur komunikasional. Oleh karena itu, pertanyaan kuno yang diarahkan kepada sastra harus diganti dengan pertanyaan baru: fokus tidak lagi pada arti sastra, tetapi pada pengaruhnya (Isser dalam Segers,2000:40). Tugas estetika resepsi dalam kaitannya dengan interpretasi ialah untuk menyelidiki konkretisasi pembaca terhadap teks sastra, (Segers,1978:45). Penelitian eksperimental ditujukan untuk memerikan sistem norma sejumlah pembaca yang tergolong pada kelompok baca yang oleh Stanley Fish disebut informed reader „pembaca yang diberi informasi‟. “Informed reader dibatasi dengan tiga karakteristik, yaitu (1) pewicara kompeten dengan bahasa yang dipakai dalam teks, (2) memiliki pengetahuan semantik yang penuh, pendengar dewasa yang dapat memahami tugasnya; ini termasuk pengetahuan (misalnya pengalaman menciptakan dan atau memahami) atau perangkat leksikal, kemungkinan kolokasi, idiom, dialek profesional dan lain-lain, dan (3) memiliki kompetensi sastra.” (Fish dalam Segers,2000:96). Wienold menjelaskan bahwa “objek studi sastra tidak lagi berupa teks, tetapi proses interpretasi dan evaluasi sastra”. Wienold mendekati teks sastra dari
sudut pandang teori komunikasi (objek teori komunikasi adalah pemindahan informasi) (Wienold dalam Segers,2000:38). Norbert Groeben juga menyukai perlakuan terhadap hubungan teks dengan pembaca. Selanjutnya ia mengutarakan apa yang dimaksud dengan pendekatan empirik dalam studi sastra. Penelitian empirik mengimplikasikan penelitian tentang reaksi-reaksi pembaca yang riil (Groeben dalam Segers,1978:38). Hubungan antara estetika resepsi dan estetika eksperimetal mungkin mengarahkan pada hasil-hasil yang penting bagi studi sastra, pendidikan dan pengajaran, dan juga studi psikologi. “dalam kolaborasi ini, estetika resepsi memiliki tugas menyusun basis penelitian teoretik dan merumuskan hipotesis dan tujuan-tujuan penelitian; estetika eksperimental akan memberikan kerangka kerja dalam penelitian yang layak dan tepat. (Segers,2000:82). Berlyne memberikan estetika eksperimental sebagai “studi tentang efek-efek motivasional” dari karyakarya seni kepada penerimanya, (Berlyne dalam Segers,1978:73). Penelitian estetika resepsi tidak lagi melakukan kerja analisis terhadap teks, tetapi menitikberatkan pada tanggapan pembaca terhadap teks secara riil. Tugas estetika resepsi dalam kaitannya dengan interpretasi ialah untuk menyelidiki konkretisasi pembaca terhadap teks sastra. Fiksi tidak hanya sebagai satu entitas (kesatuan) sendiri, tetapi juga sebagai suatu struktur komunikasional yang mengedepankan pemindahan informasi. Melalui pemaparan teori diatas maka peneliti memilih menggunakan teori resepsi milik Sieger yang menumpukan perhatian pada estetika eksperimental. Penelitian ini merupakan resepsi sastra, yaitu mengenai tanggapan pembaca dan
makna pemahaman terhadap novel Perempuan Berkalung Sorban karya Abidah ElKhalieqy. C. Kerangka Berpikir
Deskripsi penelitian ini dapat dituangkan dalam kerangka berpikir seperti berikut ini. 1. Pengurus putri SKI FSSR UNS Angkatan 2011 yang berjumlah empat belas orang berinteraksi dengan novel Perempuan Berkalung Sorban karya Abidah El-Khalieqy. 2. Dalam interaksi tersebut ditemukan delapan pembaca yang memiliki pemahaman tertinggi. 3. Kemudian dilakukan analisis proses resepsi pembaca atas novel Perempuan Berkalung Sorban karya Abidah El-Khalieqy. 4. Wawancara mendalam terhadap pembaca mengenai alasan pemilihan jawaban yang ada dalam kuesioner eksperimental, baik secara tekstual dan pemahaman makna.
Gambar Bagan Kerangka Berpikir Penelitian
Novel Perempuan Berkalung Soban
Delapan Informan Pengurus Putri SKI FSSR UNS Angkatan 2011
Resepsi Sastra
- Tanggapan Tekstual - Pemahaman Makna
Simpulan