BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN
2.1 Landasan Teori dan Konsep 2.1.1 Profitabilitas Profitabilitas menunjukkan kemampuan perusahaan memperoleh laba atau ukuran efektivitas pengelolaan manajemen perusahaan. Kemampuan memperoleh laba bisa diukur dari modal sendiri maupun dari seluruh dana yang diinvestasikan ke dalam perusahaan (Wiagustini, 2010:81). Ukuran profitabilitas dapat berbagai macam seperti: laba operasi, laba bersih, tingkat pengembalian investasi/aktiva, dan tingkat pengembalian ekuitas pemilik. Rasio profitabilitas dan rasio rentabilitas
menunjukkan
keberhasilan
perusahaan
dalam
menghasilkan
keuntungan, untuk menghasilkan laba dalam kegiatan operasinya merupakan fokus utama dalam penilaian prestasi perusahaan dan menciptakan nilai perusahaan yang menunjukkan prospek perusahaan pada masa yang akan dating. Profitabilitas diproksikan dengan ROA. Semakin besar nilai dari ROA berarti semakin baik perusahaan menggunakan asetnya untuk mendapat laba, dengan meningkatnya nilai ROA, profitabilitas dari perusahaan semakin meningkat (Arista, 2012). Hal ini membuat investor menjadi tertarik untuk membeli saham perusahaan serta berdampak pada harga saham yang semakin meningkat dan diikuti dengan tingkat pengembalian return saham yang tinggi.
1
Adapun jenis rasio profitabilitas adalah : a. Profit margin adalah mengukur laba yang dicapai dibandingkan dengan penjualan. Wiagustini (2010) menyatakan bahwa profit margin dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut: Profit margin
……………………………………..………(1)
b. Return on investment/ return on asets/ earning power adalah mengukur kemampuan menghasilkan laba dari total aktiva yang digunakan. Menurut Wiagustini (2010) menyatakan bahwa ROA dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut: ROI/ ROA
…………………………………….…………(2)
c. Return on Equity adalah mengukur return atas modal sendiri. Wiagustini (2010) mengemukakan bahwa ROE dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut: ROE
……………………………………………………(3)
2.1.2 Pengertian Saham Saham (stock) merupakan salah satu alternatif investasi yang dapat menghasilkan keuntungan dalam bentuk dividen dan capital gain. Apabila seorang investor membeli saham, maka menjadi pemilik dan disebut sebagai pemegang saham (shareholders) perusahaan yang menerbitkan saham tersebut. Darmadji dan Fakhrudin (2006: 6) menyatakan saham (stock atau share) adalah tanda penyertaan atau pemilikan seseorang atau badan dalam suatu perusahaan atau perseroan terbatas.
2
Jadi, saham merupakan sertifikat atau tanda bukti kepemilikan yang menunjukkan kepemilikan suatu perusahaan dan pemiliknya disebut pemegang saham yang berhak untuk memiliki hak klaim atas penghasilan dan aktiva perusahaan serta berhak hadir dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Saham merupakan instrumen yang paling dominan diperdagangkan. Darmadji dan Fakhrudin (2006: 6) menyatakan bahwa ada beberapa sudut pandang untuk membedakan saham, yaitu: 1) Saham biasa (common stocks) Saham biasa merupakan salah satu komoditas pasar modal yang paling populer. Pemegang saham adalah pemilik dari perusahaan yang mewakilkan kepada manajemen untuk menjalankan operasi perusahaan. Beberapa karakteristik saham biasa: a. Dividen dibayarkan sepanjang perusahaan memperoleh laba. b. Memiliki hak suara dalam rapat umum pemegang saham. c. Memiliki hak terakhir (junior) dalam hal pembagian kekayaan perusahaan jika perusahaan tersebut dilikuidasi (dibubarkan) setelah semua kewajiban perusahaan dilunasi. d. Memiliki tanggung jawab terbatas terhadap klaim pihak lain sebesar proporsi sahamnya. e. Hak untuk mengalihkan kepemilikan sahamnya.
3
2) Saham preferen (preferred stocks) Saham preferen mempunyai sifat gabungan (hybrid) antara obligasi (bond) dan saham biasa. Seperti bond yang membayarkan bunga atas pinjaman, saham preferen juga memberikan hasil yang tetap berupa dividen preferen. Seperti saham biasa, dalam hal likuidasi klaim pemegang saham preferen dibawah klaim obligasi (bond). Beberapa karakteristik saham preferen: a. Memiliki hak lebih dulu dalam memperoleh dividen. b. Dapat mempengaruhi manajemen perusahaan terutama dalam pencalonan pengurus perusahaan. c. Memiliki hak pembayaran maksimum sebesar nilai nominal saham lebih dahulu setelah kreditur, apabila perusahaan tersebut dilikuidasi (dibubarkan atau bangkrut). d. Kemungkinan dapat memperoleh tambahan dari pembagian laba perusahaan di samping penghasilan yang diterima secara tetap. e. Apabila perusahaan dilikuidasi, memiliki hak memperoleh pembagian kekayaan perusahaan di atas pemegang saham biasa setelah semua kewajiban perusahaan dilunasi. Harga saham perusahaan sangatlah penting guna ketepatan berinvestasi saat investor berminat untuk melakukan investasi di pasar modal berupa pembelian kepemilikan perusahaan dikarenakan harga saham merupakan komponen penunjang nilai perusahaan. Harga saham merupakan harga yang terbentuk di pasar jual beli saham (Halim, 2005: 20).
4
Ningsih (2011) menyatakan bahwa selembar saham memiliki suatu nilai atau harga yang dapat dibedakan menjadi 3 (tiga), yaitu: 1) Harga normal Harga normal adalah harga yang tercantum dalam sertifikat saham yang ditetapkan oleh emiten untuk menilai setiap lembar saham yang dikeluarkan. 2) Harga perdana Harga perdana adalah harga pada waktu harga saham tersebut dicatat di bursa efek. Harga saham pada pasar perdana biasanya ditetapkan oleh penjamin emisi (underwriter) dan emiten. 3) Harga pasar Harga pasar adalah harga jual dari investor yang satu dengan investor yang lain. Harga pasar terjadi setelah saham saham tersebut dicatat di bursa efek. Fajriyah (2011) menyatakan bahwa kemakmuran pemegang saham dapat terlihat pada harga saham di pasar modal. Menurut Abdulah (2009) harga saham ditentukan oleh perkembangan perusahaan penerbitnya. Investor biasanya bersedia membayar harga saham lebih tinggi bagisaham yang akan memberikan deviden yang tinggi pula (Arilaha, 2009).
2.1.3 Return Saham Tandelilin (2010: 102), menyatakan bahwa return adalah keuntungan yang merupakan kompensasi atas waktu dan risiko terkait dengan investasi yang dilakukan. Return ini dibedakan menjadi dua, yaitu return realisasi (actual return) dan return ekspektasi (expected return). Return realisasi merupakan return yang sudah terjadi yang dihitung berdasarkan data historis. Return realisasi ini penting
5
dalam mengukur kinerja perusahaan dan sebagai dasar penentuan return dan risiko di masa mendatang. Return ekspektasi merupakan return yang diharapkan di masa mendatang dan masih bersifat tidak pasti. Dalam melakukan investasi investor dihadapkan pada ketidakpastian antara return yang akan diperoleh dengan risiko yang akan dihadapinya. Semakin besar return yang diharapkan dari investasi, semakin besar pula risikonya, sehingga dikatakan bahwa return ekspektasi memiliki hubungan positif dengan risiko. Risiko yang lebih tinggi biasanya dikolerasikan dengan peluang untuk mendapatkan return yang lebih tinggi pula. Return yang tinggi tidak selalu disertai dengan investasi yang beresiko, hal ini bisa saja terjadi pada pasar yang tidak rasional. Komponen return saham terdiri dari 2 jenis, yaitu capital gain (keuntungan selisih harga saham) dan current income (pendapatan lancar). 1) Capital gain merupakan keuntungan yang diterima karena adanya selisih nilai antara harga jual dan harga beli saham dari suatu instrumen investasi, yang berarti bahwa instrumen investasi harus diperdagangkan di pasar. Dengan adanya perdagangan maka akan timbul perubahan nilai suatu instrumen investasi yang menghasilkan capital gain. 2) Current income, yaitu keuntungan yang diperoleh melalui pembayaran yang bersifat periodik, misalnya pembayaran bunga deposito, deviden, bunga obligasi, dan sebagainya. Current income disebut pendapatan lancar karena keuntungan yang diterima biasanya dalam bentuk kas atau setara kas, sehingga dapat diuangkan secara cepat. Keuntungan dalam bentuk kas seperti bunga, jasa giro, dan deviden tunai. Sedangkan keuntungan dalam bentuk setara kas seperti saham bonus dan dividen saham.
6
Sartono (2010: 83) mengemukakan bahwa faktor penentu harga saham dapat ditentukan secara fundamental dan teknikal. Analisis fundamental merupakan analisis yang berbeda dari analisis teknikal, karena analisis teknikal menggunakan data tren kecendrungan harga saham masa lalu untuk memprediksi harga saham dimasa mendatang. Menurut Susilo (2009) faktor-faktor yang mempengaruhi harga saham terdidi dari berbagai faktor fundamental yang sangat luas dan kompleks. Faktor fundamental yang bersifat internal memberikan informasi mengenai kinerja perusahaan seperti current ratio, debt to equity ratio, return on investment, return on asset, return on equity, serta firm size dan faktor fundamental yang bersifat eksternal meliputi kondisi perekonomian secara umum. Abdulah (2009) berpendapat bahwa faktor- faktor yang mempengaruhi harga saham diantaranya pembagian dividen dan perkembangan perusahaan penerbitnya. Naik turunnya harga saham dipengaruhi oleh beberapa faktor, baik faktor internal maupun faktor eksternal perusahaan (Harjito, 2009:85), yaitu sebagai berikut: 1) Faktor internal Faktor internal adalah faktor yang berkaitan langsung dengan kinerja atau kondisi suatu perusahaan. Kinerja atau kondisi suatu perusahaan dilihat dari data-data laporan keuangan selama perusahaan melakukan kegiatan operasi perusahaan. Laporan perusahaan akan menjadi tolak ukur investor untuk mengetahhui seberapa besar risiko yang akan ditanggungnya dan keuntungan yang didapat. Sifat laporan keuangan dapat mengetahui perusahaan dalam kinerja baik atau
7
buruk. Semakin baik kinerja dalam suatu perusahaan maka berpengaruh terhadap kenaikan harga saham dan sebaliknya. 2) Faktor ekstenal Faktor eksternal adalah faktor yang tidak berkaitan langsung dengan kondisi perusahaan dan faktor-faktor diluar perusahaan adalah sebagai berikut: a. Tingkat suku bunga Faktor suku bunga sangat penting, karena rata-rata semua masyarakat selalu mengharapkan hasil investasi yang semakin besar termasuk investor saham. Perubahan suku bunga yang terjadi maka tingkat pengembalian hasil berbagai sarana investasi akan mengalami perubahan. Suku bunga ini adalah suku bunga yang ditetapkan oleh bank Indonesia (BI) selaku bank sentral dengan mengeluarkan sertifikat bank Indonesia (SBI). Langkah bank Indonesia untuk menaikkan dan menurunkan suku bunga SBI merupakan bagian dari kebijakan moneter untuk mengawasi perekonomian nasional, dengan menaikkan suku bunga SBI tersebut, maka akan menyebabkan suku bunga di pasar uang akan meningkat dan investor cenderung akan memindahkan dananya ke pasar modal atau sebaliknya. Perilaku investor tersebut menyebabkan harga suatu saham dapat meningkat atau menurun yang pada akhirnya akan menyebabkan harga saham secara keseluruhan terpengaruh. b. Hukum permintaan dan penawaran Pergerakan harga saham sangat berpengaruh apabila permintaan terhadap saham meningkat dan penawaran yang terbatas akan menyebabkan suatu harga saham akan menjadi meningkat atau menurun.
8
c. News and rumors Berita dan informasi yang beredar di masyarakat yang
menyangkut
berbagai masalah ekonomi, sosial, politik, dan keamana suatu Negara sehingga menyebabkan investor kemungkinan melakukan tindakan menjual atau membeli saham yang akan berdampak pada harga saham keseluruhan. d. Indeks harga saham Kenaikan indeks harga saham gabungan (IHSG) sepanjang waktu tentunya menandakan kondisi investasi dan perekonomian suatu negara dalam keadaan baik, sebaliknya jika mengalami penurunan berarti iklim investasi sedang tidak baik. Kondisi demikian akan mempengaruhi meningkat atau menurunnya harga saham di bursa efek. e. Valuta asing Kenaikan suku bunga dalam valuta asing, maka uang khususnya dollar AS akan berpengaruh, hal ini mengakibatkan banyak investor beralih memilih investasi ke valuta asing (valas). Tindakan yang dilakukan oleh para investor
akan mengakibatkan
implikasi yang negatif terhadap harga saham di bursa efek. Faktor-faktor yang mempengaruhi harga saham dalam penelitian ini adalah faktor internal dan eksternal perusahaan. Faktor internal merupakan fundamental perusahaan yang menganalisis kinerja serta kondisi keuangan dan ekonomi perusahaan yang menerbitkan saham dan menjadi pertimbangan utama dalam berinvestasi saham sedangkan faktor ekternal adalah faktor makroekonomi yang dapat mempengaruhi harga saham.
9
2.1.4 Struktur Modal Struktur modal adalah perbandingan/imbangan pendanaan perusahaan yang ditunjukkan oleh perbandingan hutang jangka panjang terhadap modal sendiri (Martono dan D. Agus Harjito, 2010). Jadi, struktur modal merupakan proporsi dalam pemenuhan kebutuhan belanja perusahaan dengan sumber pendanaan jangka panjang yang berasal dari dana internal dan dana eksternal. Adapun teori dalam struktur modal yaitu: 1. Modligiani and Miller Theory Teori mengenai struktur modal pertama kali dikembangkan oleh Modligiani dan Miller (MM) pada tahun 1958. Teori tersebut memaparkan bahwa struktur modal tidak dapat mempengaruhi nilai perusahaan namun dengan batasan-batasan tertentu. Batasan-batasan yang dikenakan sehubungan dengan teori ini adalah tidak adanya pialang, tidak ada pajak, tidak ada biaya kebangkrutan, investor dapat meminjam pada tingkat yang sama pada perusahaan, semua investor memiliki informasi yang sama mengenai manajemen tentang peluang investasi perusahaan dimasa depan, EBIT tidak terpengaruh oleh penggunaan utang (Brigham dan Houston, 2010). Teori yang dijelaskan oleh MM merupakan suatu hal yang tidak realistis, hasil ketidakrelevanan MM memiliki arti yang sangat penting. Dengan menunjukkan kondisi-kondisi di mana struktur modal tersebut tidak relevan, MM juga telah memberikan petunjuk mengenai hal-hal apa yang dibutuhkan agar membuat struktur modal menjadi relevan yang selanjutnya akan mempengaruhi nilai perusahaan. Hasil karya MM menandai awal penelitian struktur modal
10
modern, dengan penelitian selanjutnya berfokus pada asumsi-asumsi MM guna mengembangkan suatu teori struktur modal yang lebih realistis. 2. Teori Pertukaran (Trade Off Theory). Teori Trade off menjelaskan adanya hubungan antara pajak, resiko kebangkrutan dan penggunaan hutang yang disebabkan keputusan struktur modal yang diambil perusahaan (Brealey dan Myers dalam Nugroho, 2006:18). Teori ini merupakan keseimbangan antara keuntungan dan kerugian atas penggunaan utang. Asumsi dasar yang digunakan dalam trade off theory adalah adanya informasi asimetris yang menjelaskan keputusan struktur modal yang diambil oleh suatu perusahaan, yaitu adanya informasi yang dimiliki oleh pihak manajemen suatu perusahaan dimana perusahaan dapat menyampaikan informasi kepada publik. Trade off theory secara implisit menyatakan bahwa perusahaan yang tidak menggunakan pinjaman sama sekali dan perusahaan yang menggunakan pembiayaan investasinya dengan pinjaman seluruhnya adalah kurang baik. Keputusan terbaik adalah keputusan yang moderat dengan mempertimbangkan kedua intrumen pembiayaan. Trade off theory memang tidak dapat digunakan untuk menentukan modal yang optimal secara akurat dari suatu perusahaan. Menurut Mirza dalam Nugroho, 2006:19 terdapat tiga kesimpulan tentang pengunaan leverage: 1) Perusahaan dengan resiko usaha yang lebih rendah dapat meminjam lebih besar tanpa harus dibebani oleh expected cost of financial distress sehingga diperoleh keuntungan pajak karena penggunaan yang hutang lebih besar. 2) Perusahaan yang memiliki tangible asset dan marketable assets seperti realestate seharusnya dapat menggunakan hutang yang lebih besar daripada
11
perusahaan yang memiliki nilai terutama dari intangible assets seperti patent dan goodwill. Hal ini disebabkan karena intangible assets lebih mudah untuk kehilangan nilai
apabila terjadi
financial
distress,
dibandingkan standart assets dan tangible assets. 3) Perusahaan-perusahaan di negara yang tingkat pajaknya tinggi seharusnya memuat hutang yang lebih besar dalam struktur modalnya daripada perusahaan yang membayar pajak pada tingkat yang lebih rendah, karena bunga yang dibayar diakui pemerintah sebagai biaya sehingga mengurangi pajak penghasilan. 3. Pecking Order theory Myers dalam Kartika (2009:109) menyatakan bahwa dalam teori pecking order perusahaan lebih memilih membelanjai perusahaan dengan dana internal yaitu yang berasal dari laba ditahan dan depresiasi aliran kas. Secara singkat teori ini menyatakan bahwa perusahaan menyukai internal financing (pendanaan dari hasil operasi perusahaan berwujud laba ditahan). Apabila pendanaan dari luar (eksternal financing) diperlukan, maka perusahaan akan menerbitkan sekuritas yang paling aman terlebih dulu, yaitu dimulai dengan penerbitan obligasi, kemudian diikuti oleh sekuritas yang berkarakteristik opsi (seperti obligasi konversi), baru akhirnya apabila masih belum mencukupi, saham baru diterbitkan. Pecking Order Theory menyatakan bahwa perusahaan lebih memilih membelanjai perusahaan dengan dana internal yaitu yang berasal dari laba ditahan dan depresiasi aliran kas). Pecking Order Theory diringkas dalam 4 (empat) bagian, yaitu: 1) perusahaan menerapkan kebijakan dividen untuk investasi
12
2) perusahaan lebih menyukai dana internal. Dana internal tersebut diperoleh dari laba yang dihasilkan dari kegiatan perusahaan. 3) Saat pendanaan eksternal dibutuhkan, perusahaan pertama akan memilih menerbitkan sekuritas utang. 4) Dengan semakin banyaknya dana eksternal yang dibutuhkan untuk mendanai proyek dengan nilai sekarang positif, pendapatan pecking order akan diikuti, ini berarti lebih menyukai utang yan berisiko artinya konvertibel, modal preferen, dan modal biasa sebagai pilihan terakhir. 4. Teori Keagenan (Agency Theory) Jensen dan Meckling (1976) dalam Moeljadi (2006) menyatakan teori keagenan pada awalnya berkaitan dengan masalah kepemilikan perusahaan melalui pembelian saham. Pada perkembangannya, teori ini digunakan untuk menjelaskan hubungan antara dua pihak yang bersifat kontraktual.Teori keagenan dalam manajemen keuangan membahas adanya hubungan agency, yaitu hubungan mengenai adanya pemisahan antara pemilikan dan pengelolaan yang dilakukan oleh manajer. Masalah keagenan (agency problem) yang potensial ini muncul ketika manajer perusahaan memiliki kurang dari 100 persen saham perusahaan. Masalah keagenan (agency problem) yaitu konflik kepentingan yang potensial antara agen (manajer) dan pemegang saham pihak luar atau pemberi utang (kreditur). Konflik keagenan juga terjadi antara kreditur dan pemegang saham. Konflik antara manajer dan pemegang saham dapat juga terjadi pada saat manajer menggunakan kas perusahaan secara berlebihan dengan biaya pemegang saham. Penggunaan
13
utang merupakan suatu mekanisme lain yang bisa digunakan untuk mengurangi atau mengontrol konflik keagenan (Brigham dan Houston, 2010). 5. Signaling Theory Signaling Theory merupakan suatu tindakan yang dilakukan manajemen suatu perusahaan untuk memberikan petunjuk dan
informasi mengenai
bagaimana manajemen memandang prospek perusahaan (Brigham & Houston, 2010). Arifin (2005) menyatakan bahwa teori signaling (signaling theory) merupakan teori yang dikembangkan untuk mengetahui kemungkinan bahwa informasi yang berkaitan dengan kondisi dan prospek perusahaan dimasa depan lebih banyak diketahui oleh orang dalam (insiders) perusahaan dari pada para investor yang merupakan orang luar perusahaan, dengan adanya signaling theory dapat disimpulkan bahwa pihak manajemen perusahaan khususnya perusahaan yang telah go public pasti memberikan informasi pada para investor sehingga investor dapat mengetahui keadaan perusahaan dan prospeknya dimasa depan. Pengambilan
keputusan untuk berinvestasi
investor dapat
membedakan
perusahaan mana yang memiliki nilai perusahaan yang baik sehingga dimasa mendatang dapat mendatangkan keuntungan bagi investor tersebut. Nilai perusahaan yang baik salah satunya dapat ditunjukkan dari peningkatan harga saham perusahaan dari waktu ke waktu.
14
Beberapa faktor yang mempengaruhi struktur modal, yaitu (Brigham, 2009): 1) Stabilitas Penjualan Perusahaan dengan penjualan yang relatif stabil dapat lebih aman memperoleh lebih banyak pinjaman dan menanggung beban tetap yang lebih tinggi dibandingkan dengan perusahaan yang penjualannya tidak stabil. 2) Struktur Aktiva Perusahaan yang aktivanya sesuai untuk dijadikan jaminan kredit cenderung lebih banyak menggunakan utang. 3) Leverage Operasi Perusahaan dengan leverage operasi yang lebih kecil cenderung lebih mampu untuk meningkatkan leverage keuangan karena ia akan mempunyai resiko bisnis yang lebih kecil. 4) Tingkat Pertumbuhan Perusahaan yang tumbuh dengan pesat harus lebih banyak mengandalkan modal eksternal, namun pada saat yang sama perusahaan yang memiliki pertumbuhan yang pesat sering menghadapi ketidakpastian yang lebih besar yang cenderung mengurangi keinginannya untuk menggunakan utang. 5) Profitabilitas Perusahaan dengan tingkat pengembalian yang tinggi atas investasi hanya menggunakan utang yang relatif kecil. Perusahaan yang sangat menguntungkan memang tidak memerlukan banyak pembiayaan dengan utang. Tingkat pengembalian yang tinggi memungkinkan perusahaan untuk membiayai
15
sebagian besar kebutuhan pendanaan dengan dana yang dihasilkan secara internal. 6) Pajak Bunga merupakan beban yang dapat dikurangkan untuk tujuan perpajakan, dan pengurangan tersebut sangat bernilai bagi perusahaan yang terkena tarif pajak yang tinggi. 7) Pengendalian Pengaruh utang melawan saham terhadap posisi pengendalian manajemen dapat mempengaruhi struktur modal. Apabila manajemen saat ini mempunyai hak suara untuk mengendalikan perusahaan (mempunyai saham lebih dari 50%) tetapi sama sekali tidak diperkenankan untuk membeli saham tambahan, mereka mungkin akan memilih utang untuk pembiayaan baru, manajemen mungkin memutuskan untuk menggunakan ekuitas jika kondisi keuangan perusahaan sangat lemah sehingga penggunaan utang dapat membawa perusahaan pada risiko kebangkrutan, karena jika perusahaan bangkrut maka para manajer akan mengambil risiko pengambilalihan. Rasio struktur modal berpengaruh terhadap kinerja keuangan perusahaan sehingga rasio struktur modal memiliki hubungan dengan harga saham perusahaan. Adapun jenis rasio struktur modal antara lain: 1). Rasio hutang modal (Debt to Equity Ratio) Rasio hutang modal menggambarkan
sejauh mana modal pemilik dapat
menutupi hutang-hutang kepada pihak luar dan merupakan rasio yang mengukur hingga sejauh mana perusahaan dibiayai dari hutang. Rasio ini disebut juga rasio leverage. Rasio leverage merupakan rasio untuk mengukur
16
seberapa bagus struktur permodalan perusahaan. Struktur permodalan merupakan pendanaan permanen yang terdiri dari hutang jangka panjang, saham preferen dan modal pemegang saham (Wahyono, 2002:12). Jadi dapat disimpulkan bahwa DER merupakan perbandingan antara total hutang (hutang lancar dan hutang jangka panjang) dan modal yang menunjukkan kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajibannya dengan menggunakan modal yang ada. Rasio hutang modal dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:
………………………..……………….(4) Syafri (2008: 303), menyatakan bahwa semakin kecil rasio hutang modal maka semakin baik dan untuk keamanan pihak luar rasio terbaik jika jumlah modal lebih besar dari jumlah hutang atau minimal sama. 2). Debt Ratio Debt ratio merupakan perbandingan antara total hutang dengan total aktiva. Sehingga rasio ini menunjukkan sejauh mana hutang dapat ditutupi oleh aktiva. Sawir (2008:13) menyatakan debt ratio merupakan rasio yang memperlihatkan proposi antara kewajiban yang dimiliki perusahaan dan seluruh kekayaan yang dimiliki perusahaan. Debt ratio dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:
……………….…………….(5) Apabila debt ratio semakin tinggi, sementara proporsi total aktiva tidak berubah maka hutang yang dimiliki perusahaan semakin besar. Total hutang semakin besar berarti rasio keuangan atau rasio kegagalan perusahaan untuk mengembalikan pinjaman semakin tinggi. Sebaliknya apabila debt ratio semakin
17
kecil maka hutang yang dimiliki perusahaan juga akan semakin kecil dan ini berarti risiko keuangan perusahaan mengembalikan pinjaman juga semakin kecil. 3). Times Interest Earned Time interest earned merupakan perbandingan antara laba bersih sebelum bunga dan pajak dengan beban bunga dan merupakan rasio yang mencerminkan besarnya jaminan keuangan untuk membayar bunga utang jangka panjang. Sawir (2008:14), menyatakan bahwa rasio penutupan (coverage ratio), yang mengukur kemampuan pemenuhan kewajiban bunga tahunan dengan laba operasi (EBIT) dan mengukur sejauh mana laba operasi boleh turun tanpa menyebabkan kegagalan dari pemenuhan kewajiban membayar bunga pinjaman. Time Interest Earned dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:
IRR
……………..(6)
2.1.10 Inflasi Inflasi merupakan proses dari kenaikan harga-harga umum barang-barang secara terus menerus (Nopirin, 2012). Laju inflasi yang tinggi akan mendorong kenaikan harga bahan baku dan meningkatkan berbagai biaya operasi perusahaan, menyebabkan harga jual barang meningkat dan menurunkan daya beli masyarakat. Hal ini berdampak pada turunnya penjualan perusahaan, sehingga keuntungan dan kinerja keuangan perusahaan mengalami penurunan. Ali et al (2011) mengemukakan inflasi berpengaruh negatif signifikan terhadap profitabilitas pada bank umum di Pakistan, karena inflasi yang tinggi akan berdampak pada kinerja bank dan menjadi salah satu faktor utama kesulitan dalam institusi keuangan.
18
Tandelilin (2010) menyatakan inflasi dapat dihitung dengan rumus, yaitu:
Inflasi =
………….……..(7)
Keterangan : t = Periode sampel (dalam tahun)
2.2 Kerangka Konseptual Penelitian Kerangka
konseptual
penelitian
secara
umum
bertujuan
untuk
mengemukakan mengenai objek penelitian yang dilakukan dalam kerangka variabel yang diteliti. Kerangka penelitian ini menguraikan variabel yang akan diteliti yaitu DER, inflasi, ROA dan return saham. Berdasarkan kajian teori serta hasil-hasil penelitian terdahulu dan dengan melakukan modifikasi maka diperoleh kerangka konseptual penelitian sebagai berikut: Gambar 2.1 Kerangka Konsep Penelitian
Struktur Modal
Profitabilitas
Inflasi
19
Return Saham
2.2 Hipotesis Penelitian 2.2.1 Pengaruh struktur modal terhadap profitabilitas Debt to Equity Ratio (DER) adalah salah satu proksi yang dipakai untuk mengukur kinerja perusahaan dari aspek solvabilitas. DER merupakan rasio yang digunakan untuk menilai hutang dengan seluruh ekuitas serta mampu memberikan petunjuk umum tentang kelayakan dan risiko keuangan perusahaan. Tingkat hutang perusahaan yang tinggi jika penggunaannya dioptimalkan seperti melakukan pengelolaan aset, maka perusahaan berkesempatan mengalami peningkatan penjualan. Peningkatan penjualan mengakibatkan perolehan laba perusahaan juga semakin tinggi. Informasi tersebut akan menarik minat investor untuk melakukan investasi sehingga akan berakibat pada peningkatan harga saham dan return saham yang diterima pemegang saham. Kondisi ini menunjukkan bahwa semakin banyak penggunaan sumber pendanaan utang akan semakin besar profitabilitas perusahaan dihubungkan dengan kemakmuran pemegang saham. Semakin tinggi rasio utang terhadap ekuitas maka semakin besar resiko yang dihadapi dan investor akan meminta tingkat keuntungan yang semakin tinggi (Sartono, 2001). Hamidy (2014), Sari (2012) dan Vironika (2014) dalam penelitiannya menyatakan DER mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap ROA. Hasil pengujian hipotesis dapat diartikan bahwa penambahan hutang yang dilakukan perusahaan dapat meningkatkan pendapatan bersih dari perusahaan tersebut. Berdasarkan uraian penelitian dan pemaparan teori dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut: H1: Struktur modal berpengaruh positif dan signifikan terhadap profitabilitas.
20
2.2.2 Pengaruh inflasi terhadap profitabilitas Inflasi didefinisikan sebagai kecenderungan kenaikan harga secara umum. Kecenderungan yang dimaksudkan disini adalah bahwa kenaikan tersebut bukan terjadi sesaat (Djohanputro, 2006). Di bidang moneter, laju inflasi yang tinggi dan tidak terkendali dapat mengganggu upaya perbankan dalam mengerahkan dana masyarakat. Hal ini disebabkan, karena tingkat inflasi yang tinggi menyebabkan tingkat suku bunga riil menjadi menurun. Fakta demikian akan mengurangi hasrat masyarakat untuk menabung sehingga pertumbuhan dana perbankan yang bersumber dari masyarakatakan menurun dan tingkat profitabilitas perusahaan perbankan akan menurun (Pohan, 2008). Uche dkk (2006) dan Khizer Ali (2011) mengemukakan bahwa inflasi berpengaruh negatif dan signifikan terhadap ROA, bahwa inflasi yang tinggi akan berdampak pada kinerja bank dan menjadi salah satu sebab utama kesulitan dalam institusi keuangan, inflasi yang tinggi mengakibatkan ketidakstabilan ekonomi makro, meningkatkan risiko bank, dan menurunkan profit bank. Berdasarkan pernyataan tersebut di atas maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut: H2: Inflasi berpengaruh negatif dan signifikan terhadap profitabilitas.
2.2.3 Pengaruh struktur modal terhadap return saham Return adalah tingkat keuntungan yang dinikmati oleh pemodal atas suatu investasi yang dilakukannya. Apabila investor berinvestasi dalam saham, maka tingkat keuntungan yang diperolehnya diistilahkan dengan return saham. Dalam berinvestasi investor selalu menghubungkan return dan risiko. Risiko perusahaan dari sudut pandang investor dapat berasal dari risiko keuangan. Risiko keuangan
21
perusahaan dapat digambarkan dari struktur modal, yaitu penggunaan hutang atas modal sebagai dasar investasi perusahaan. Tandelilin (2010) menjelaskan struktur modal perusahaan yang ditandai dengan nilai DER tinggi, berarti perusahaan memiliki hutang lebih besar dibandingkan modal sendiri. Perusahaan dengan hutang yang tinggi jika dioptimalkan maka perusahaan berkesempatan mengalami peningkatan penjualan seperti melakukan pengelolaan aset. Peningkatan penjualan menyebabkan perolehan laba perusahaan meningkat dan berdampak pula pada peningkatan harga saham serta return yang diperoleh investor. Informi tersebut akan memberikan sinyal kepada investor mengenai prospek perusahaan di masa mendatang dalam melaksanakan investasi. Handayani & Saifi (2014) dan Susilowati & Turyanto (2011) mengemukakan bahhwa DER berpengaruh positif dan signifikan terhadap return saham. Semakin besar DER menandakan struktur permodalan usaha lebih banyak memanfaatkan dana eksternal untuk menghasilkan laba. Berdasarkan penelitian dan pemaparan teori dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut: H3: Struktur modal berpengaruh positif dan signifikan terhadap return saham.
2.2.4 Pengaruh inflasi terhadap return saham Inflasi merupakan kenaikan harga barang dan jasa secara teus menerus. Dilihat dari segi konsumen, inflasi yang tinggi berdampak terhadap daya beli konsumen (masyarakat) menurun. Jika dilihat dari segi perusahaan perbankan inflasi mengakibatkan turunya nilai uang karena meningkatnya jumlah uang yang beredar yang tidak diimbangi dengan persediaan barang. Inflasi tinggi akan menyebabkan
nilai
riil
tabungan
merosot,
22
karena
masyarakat
akan
mempergunakan hartanya untuk mencukupi biaya pengeluaran akibat naiknya harga barang, hal tersebut akan menurunkan profitabilitas perbankan serta berpengaruh terhadap turunnya harga saham dan return yang dihasilkan oleh investor. Dwita
dkk
(2012)
dan
Prihantini
(2009)
dalam
penelitiannya
menyimpulkan inflasi berpengaruh negatif dan signifikan terhadap return saham. Berdasarkan penelitian dan pemaparan teori dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut: H4: Inflasi berpengaruh negatif dan signifikan terhadap return saham.
2.2.5 Pengaruh profitabilitas terhadap return saham Profitabilitas adalah kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba dan efisiensi secara operasional maupun efisiensi penggunaan harta yang dimilikinya (Chen, 2004). Profitabilitas diproksikan dengan ROA yaitu mengukur seberapa besar
laba bersih yang bisa diperolah dari seluruh asset yang dimiliki dan
ditanamkan meningkatnya
ke
dalam ROA
sebuah
perusahaan
menandakan
semakin
(efisiensi
aktiva).
efektif
perusahaan
Semakin dalam
memanfaatkan aktiva untuk menghasilkan laba bersih setelah pajak (Ulupui, 2007). Kasmir (2012:202) semakin tinggi nilai ROA maka kinerja perusahaan dianggap semakin baik dan demikian pula sebaliknya. Mendukung pernyataan tersebut, Saqafi (2012) dalam penelitiannya menyatakan bahwa ROA memiliki hubungan dengan tingkat pengembalian (return) dari suatu investasi dimasa yang akan datang. Meningkatnya ROA berarti perusahaan dianggap mampu menghasilkan laba yang tinggi dan sebagai dampaknya harga saham perusahaan
23
mengalami peningkatan. Terjadinya peningkatan harga saham berdampak terhadap peningkatan return saham perusahaan yang diterima pemegang saham. Penelitian yang dilakukan oleh Artini dkk (2015) menyimpulkan ROA berpengaruh positif terhadap return saham, karena semakin meningkatnya ROA menunjukkan kinerja perusahaan semakin baik dan para pemegang saham akan memperoleh keuntungan. Meningkatnya ROA perusahaan menjadi daya tarik bagi investor untuk menanamkan dananya ke perusahaan. Banyaknya investor yang tertarik menanamkan modalnya membuat permintaan terhadap saham akan meningkat. Hasil penelitian ini konsisten dengan Ghi, Trần Nha (2015), Hasanah (2008), Ulupui (2007), dan Hutomo (2013) menyatakan bahwa ROA bengaruh positif dan signifikan terhadap return saham. Berdasarkan penelitian dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut: H5: Profitabilitas berpengaruh positif dan signifikan terhadap return saham.
24
25