BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN
2. 1 Landasan Teoritis dan Konsep 2.1.1 Profitabilitas Profitabilitas adalah bagaimana suatu perusahaan dapat menghasilkan laba dari modal yang dimiliki (Sartono, 2001:119). Oleh karena itu, perlu diupayakan agar profitabilitas minimal dapat dipertahankan atau dapat ditingkatkan.
Untuk
mempertinggi profitabilitas perlu diketahui faktor-faktor yang menentukan tinggi rendahnya profitabilitas. Rasio profitabilitas merupakan rasio yang menggambarkan kemampuan perusahaan dalam mendapatkan laba melalui semua kemampuan dan sumber yang ada seperti kegiatan penjualan, kas, modal, jumlah karyawan, jumlah cabang
dan
sebagainya
(Harahap,
2010:304).
Perusahaan
yang
tingkat
profitabilitasnya cenderung mengalami peningkatan dapat meningkatkan daya saing perusahaan. Jika tingkat profitabilitas perusahaan tersebut tinggi maka perusahaan tersebut memiliki peluang yang besar dalam pengembangan usahanya dengan tingkat investasi yang juga lebih besar dari keputusan manajemen perusahaan. Profitabilitas menunjukan kemampuan perusahaan dalam memperoleh laba atau sejauh mana efektivitas pengelolaan untuk memperoleh laba. Seperti dikemukakan Agus Sartono (2001:122) yang mendifinisikan profitabilitas adalah
kemampuan perusahaan untuk memperoleh laba dalam hubungannya dengan penjualan, total aktiva maupun modal sendiri. Tingkat profitabilitas yang sehat merupakan salah satu tujuan setiap Bank karena profitabilitas digunakan sebagai alat untuk mengukur seberapa besar kemampuan manajemen dalam menghasilkan laba atas assets-assets yang ditanamkan dalam perusahaan tersebut dan juga menunjukkan kemampuan manajemen dalam menekan biaya operasionalnya. Rasio pengukuran profitabilitas berdasarkan Wiagustini (2010:81) dapat diukur dengan: 1) Profit Margin, mengukur laba yang dicapai dibandingkan dengan penjualan. 2) Return on Assets (ROA), mengukur kemampuan menghasilkan laba dari total aktiva yang digunakan. 3) Return on Equity (ROE), mengukur return atas modal sendiri. Return on Asset (ROA) digunakan sebagai proksi untuk mengukur efektifitas perusahaan dalam menghasilkan laba. ROA digunakan, karena ROA merupakan rasio profitabilitas yang penting bagi bank yang digunakan untuk mengukur efektivitas perusahaan dalam menghasilkan laba dengan memanfaatkan total aktiva - aktiva yang dimilikinya.
2.1.2 Kecukupan Modal Kecukupan Modal atau equity fund adalah sejumlah uang tunai yang telah disetorkan pemilik dan sumber-sumber lainnya yang berasal dari dalam bank itu sendiri: terdiri dari modal inti dan modal pelengkap (Malayu Hasibun, 2001:61).
Modal merupakan faktor yang amat penting bagi perkembangan dan kemajuan bank, serta sebagai upaya untuk tetap menjaga kepercayaan masyarakat. Sebagai mana layaknya sebuah badan usaha, modal bank harus dapat digunakan untuk menjaga kemungkinan timbulnya risiko kerugian akibat dari pergerakan aktiva bank yang pada dasarnya sebagian besar berasal dari pinjaman pihak ketiga (dana masyarakat). Mengingat pentingnya fungsi modal bagi setiap lembaga keuangan, maka manajemen lembaga keuangan perlu memperhatikan secara serius masalah permodalan ini. Adapun yang perlu mendapatkan perhatian yang lebih untuk menjaga kesehatan dari LPD tersebut sesuai Peraturan Gurbernur Bali No 11 Tahun 2013 tersebut menyatakan sebagai berikut: 1. LPD harus memenuhi kecukupan modal minimum 12% (dua belas persen) 2. Kecukupan modal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditentukan berdasarkan perbandingan antara modal LPD dengan ATMR Unsur kepercayaan terhadap lembaga keuangan ditandai dengan kondisi permodalannya merupakan suatu hal yang sangat penting untuk diperhatikan, tidak saja bagi nasabah yang ingin menyimpan uangnya tapi juga oleh Bank Indonesia sebagai lembaga pengawas bank untuk memastikan kontinuitas dan kelangsungan serta eksistensi operasionalisasi bank yang bersangkutan bila sewaktu-waktu mengalami kesulitan baik karena kesalahan pihak manajemen dalam mengelola likuiditas atau karena
kondisi eksternal seperti keadaan ekonomi dan moneter.
Peranan modal dalam pengelolaan bank menjadi faktor yang sangat penting sehingga perlu menetapkan suatu rasio kecukupan modal yang merupakan perbandinngan
antara modal dengan aktiva yang memiliki risiko yang disebut Capital Adequacy Ratio (CAR).
2.1.3 Likuiditas Menurut Bambang Riyanto (1999:25) tentang masalah likuiditas menyatakan bahwa masalah likuiditas adalah berhubungan dengan masalah kemampuan suatu perusahaan untuk memenuhi kewajiban finansialnya yang segera dipenuhi, jumlah alat-alat pembayaran (alat-alat) yang dimiliki oleh suatu perusahaan pada suatu saat tertentu merupakan kekuatan membayar (Zahoungkraft) dari perusahaan yang bersangkutan. Suatu perusahaan yang mempunyai kekuatan membayar belum tentu dapat memenuhi segala kewajiban finansialnya yang segera harus dipenuhi, atau dengan kata lain perusahaan tersebut belum tentu mempunyai kemampuan membayar (Zahoungskraft). Loan to Deposit Ratio (LDR) merupakan perbandingan antara kredit yang diberikan dengan dana pihak ketiga, termasuk pinjaman yang diterima, tidak termasuk pinjaman subordinasi. Rasio ini menggambarkan kemampuan bank membayar
kembali
penarikan
yang
dilakukan
nasabah
deposan
dengan
mengandalkan kredit yang diberikan sebagi sumber likuiditas bank. Loan to Deposit Ratio (LDR) adalah rasio antara kredit yang diberikan bank dengan dana Bank”, (Z, Dunil , 2004;80). Batas aman LDR suatu Lembaga keuangan secara umum adalah 90100, sedangkan menurut ketentuan Bank Sentral batas aman LDR suatu bank adalah 110%. LDR dapat pula digunakan untuk menilai strategi manajemen suatu Bank. Manajemen bank yang konservatif biasanya, cenderung memiliki LDR yang relative
rendah. Sebaliknya, lembaga keuangan yang agresif memiliki LDR yang tinggi atau melebihi batas toleransi. (Simorangkir, 2000:145). LDR digunakan untuk menilai likuiditas suatu lembaga keuangan yang dengan cara membagi jumlah kredit yang yang diberikan oleh bank terhadap dana pihak ketiga. Semakin tinggi rasio ini, semakin rendahnya kemampuan likuiditas bank yang bersangkutan sehingga kemungkinan suatu Bank dalam kondisi bermasalah akan semakin besar. Kredit yang diberikan tidak termasuk kredit kepada bank lain sedangkan untuk dana pihak ketiga adalah giro, tabungan, simpanan berjangka, sertifikat deposito.
2.1.4 Net Interest Margin Menurut
Slamet
Riyadi
(2006:21)
net
interest
margin
merupakan
perbandingan presentase hasil bunga terhadap total assets atau terhadap total earning assets. Net Interest Margin (NIM) dijadikan variabel independen yang mempengaruhi ROA, didasarkan hubungannya dengan tingkat risiko lembaga keuangan yang bermuara pada profitabilitas bank (ROA). Risiko NIM mencerminkan risiko pasar yang timbul akibat berubahnya kondisi pasar, dimana hal tersebut dapat merugikan bank (Hasibuan, 2007). Rasio NIM juga digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen lembaga keuangan dalam menghasilkan pendapatan dari bunga dengan melihat kinerja bank dalam menyalurkan kredit, mengingat pendapatan operasional bank sangat bergantung dari selisih bunga dari kredit yang disalurkan. Semakin besar NIM yang dicapai oleh suatu bank maka akan meningkatkan pendapatan bunga atas
aktiva produktif yang dikelola oleh bank yang bersangkutan, sehingga laba bank (ROA) akan meningkat. Menurut surat edaran BI No. 3/30DPNP tanggal 14 Desember 2001, NIM diukur dari perbandingan antara pendapatan bunga bersih terhadap aktiva produktif. Semakin besar rasio NIM maka akan meningkatkan pendapatan bunga atas aktiva produktif yang dikelola bank, jika hal tersebut terjadi maka dapat menunjukkan kinerja keuangan bank yang semakin baik (Almilia dan Herdinigtyas, 2005). Pendapatan bunga bersih diperoleh dari pendapatan bunga yang diterima dari pinjaman yang diberikan dikurangi dengan beban bunga dari sumber dana yang diberikan. Aktiva produktif yang diperhitungkan adalah aktiva produktif yang menghasilkan bunga seperti penempatan pada bank lain, surat berharga, penyertaan, dan kredit yang diberikan. Sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan oleh Bank Indonesia, besarnya NIM yang harus dicapai oleh suatu bank adalah di atas 6%.
2.1.5 Perputaran Kas Perputaran Kas merupakan jumlah penjualan dibandingkan dengan kas rata – rata (Riyanto 2001:98). Perputaran kas yang tinggi berarti bahwa perusahaan memiliki siklus kas yang cepat. Meskipun bisa berarti bahwa perusahaan efisien dalam penggunaan kas (misalnya dapat mengisi dengan cepat dan menggunakan kas untuk keperluan yang lebih baik), kemungkinan lain adalah bahwa perusahaan kekurangan kas dan mungkin perlu pembiayaan jangka pendek di masa depan. Perusahaan yang
sering menjual secara kredit akan memiliki rasio perputaran kas tinggi, yang perlu dipelajari lebih mendalam. Menuh (2008) menyatakan bahwa perputaran kas merupakan periode berputarnya kas yang dimulai pada saat kas diinvestasikan dalam komponen modal kerja sampai saat kembali menjadi kas-kas sebagai unsur modal kerja yang paling tinggi likuiditasnya. Menurut Riyanto (2001) semakin tinggi perputaran kas akan semakin baik, karena ini berarti semakin tinggi efisiensi penggunaan kasnya dan keuntungan yang diperoleh akan semakin besar. Perputaran kas yang cepat disebabkan oleh penurunan totalaktiva tetapi bukan peningkatan penjualan akan mengakibatkan penurunan profitabilitas.
2.2 Hipotesis Penelitian 2.2.1 Pengaruh Kecukupan Modal Terhadap Profitabilitas Kecukupan modal merupakan rasio yang bertujuan untuk memastikan bahwa lembaga keuangan dapat menyerap kerugian yang timbul dari aktivitas yang dilakukannya (Sianturi, 2012). Rasio Capital Adequacy Ratio (CAR) digunakan untuk mengukur kecukupan modal yang dimiliki bank untuk menunjang aktiva yang mengandung atau menghasilkan risiko (Puspitasari, 2009). Berdasarkan Peraturan Gurbernur Bali No 11 Tahun 2013, permodalan minimum yang harus dimiliki oleh suatu LPD adalah 12%. Setiap lembaga keuangan secara umum diwajibkan untuk mempertahankan dana modal yang memadai untuk menghadapi kemungkinan terjadinya suatu hal buruk di masa depan (Buyuksalvarci dan Abdioglu, 2011). Selain
sebagai sumber utama pembiayaan terhadap kegiatan operasional, permodalan juga berfungsi sebagai sebuah fondasi bagi lembaga itu sendiri terhadap kemungkinan terjadinya kerugian, dan diharapkan dapat mampu menjaga kepercayaan masyarakat dalam melaksanakan fungsi dasar bank sebagai financial intermediary. Jika lembaga keuangan tidak memiliki tingkat kecukupan modal yang memadai ketika timbul banyak kerugian dari segala risiko usaha di kemudian hari dan mulai kehilangan kepercayaan masyarakat, maka hal tersebut dapat mempengaruhi tingkat profitabilitas bank. Menurut Kutsienyo (2011) ,Raheman dan Nars (2007) menemukan hasil CAR berpengaruh positif dan signifikan terhadap ROA. Penelitian tersebut mendukung penelitian yang dilakukan oleh Werdaningtyas (2002) dan Sudiyatno (2010) menemukan hasil bahwa CAR berpengaruh positif terhadap ROA. Hasil penelitian yang sama juga didapatkan pada penelitian Merkusiwati (2007) menunjukkan bahwa CAR berpengaruh positif terhadap ROA. H1: Kecukupan
modal
berpengaruh
positif
dan
signifikan
terhadap
profitabilitas
2.2.2 Pengaruh Likuiditas Terhadap Profitabilitas Likuiditas merupakan kemampuan bank dalam melunasi kewajiban yang ditagih sewaktu-waktu pada pihak ketiga dan biaya – biaya bank (Sudirman W, 2013:69). Likuiditas sangat penting bagi kreditor jangka panjang dan para pemegang saham yang akhirnya ingin mengetahui prospek dari deviden dan pembayaran bunga di masa yang akan datang. Kasmir (2008:225) menyatakan loan deposit ratio (LDR)
adalah rasio untuk mengukur jumlah kredit yang disalurkan dibandingkan dengan dana pihak ketiga ditambah modal sendiri. Batas aman LDR suatu bank secara umum adalah sekitar 78-100 % (Peraturan Bank Indonesia Nomor 12/PBI/2010). Besar kecilnya rasio LDR suatu bank akan mempengaruhi profitabilitas bank tersebut. Semakin besar jumlah dana yang disalurkan kepada nasabah dalam bentuk kredit maka jumlah dana yang menganggur berkurang dan penghasilan bunga yang diperoleh akan meningkat. Hal ini tentunya akan meningkatkan LDR sehingga profitabilitas bank juga meningkat (Setiadi, 2010). Kemampuan Lembaga keuangan dalam mengelola likuiditasnya juga akan berdampak terhadap kepercayaan masyarakat kepada lembaga keuangan itu sendiri sehingga akan membantu kelangsungan operasional dan tingkat profitabilitas lembaga tersebut. Olweny dan Shipo (2011) pada penelitiannya menemukan bahwa LDR berpengaruh positif terhadap profitabilitas. Temuan serupa juga diperoleh Mahardian (2008) dimana diperoleh hasil bahwa LDR berpengaruh positif dan signifikan terhadap ROA. H2 : Likuiditas berpengaruh positif dan signifikan terhadap profitabilitas. 2.2.3 Pengaruh Net Interest Margin Terhadap Profitabilitas Net Interest Margin (NIM) digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen bank dalam mengelola aktiva produktifnya untuk menghasilkan pendapatan bunga bersih (Luciana dan Winny, 2005). net interest margin merupakan perbandingan presentase hasil bunga terhadap total assets atau terhadap total earning assets (Slamet Riyadi, 2006:21) Pendapatan bunga bersih diperoleh dari pendapatan
bunga dikurangi beban bunga. Rasio ini menunjukkan kemampuan bank dalam memperoleh pendapatan operasionalnya dari dana yang ditempatkan dalam bentuk pinjaman (kredit). Semakin tinggi NIM menunjukkan semakin efektif bank dalam penempatan aktiva produktif dalam bentuk kredit. Standar yang ditetapkan Bank Indonesia untuk rasio NIM adalah 6% keatas. Semakin besar rasio ini maka semakin meningkat pendapatan bunga atas aktiva produktif yang dikelola bank sehingga kemungkinan bank dalam kondisi bermasalah semakin kecil. Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa semakin besar net interest margin (NIM) suatu perusahaan, maka semakin besar pula return on asset (ROA) perusahaan tersebut, yang berarti kinerja keuangan tersebut semakin membaik atau meningkat. Begitu juga sebaliknya, jika net interest margin (NIM) semakin kecil, return on asset (ROA) juga akan semakin kecil. Penelitian yang dilakukan Azam (2012) NIM berpengaruh signifikan positif terhadap laba satu tahun ke depan. Hasil penelitian serupa yang dilakukan Restiyana (2011)
dan Mawardi (2005) menyatakan bahwa NIM berpengaruh positif dan
signifikan terhadap profitabilitas. H3 : Net Interest Margin (NIM) berpengaruh positif dan signifilkan terhadap Profitabilitas
2.2.4 Pengaruh Perputaran Kas Terhadap Profitabilitas Tingkat perputaran kas berguna untuk menganalisis sumber dan penggunaan dana, di mana perputaran kas berpengaruh searah terhadap keuntungan yang
diperoleh perusahaan (J. Wild dkk. ,2005:44). Tingkat perputaran kas yang semakin cepat akan berpengaruh terhadap peningkatan profitabilitas perusahaan. Semakin cepat perputaran kas semakin banyak juga laba yang dihasilkan perusahaan. Hasil penelitian sebelumnya menurut Usama (2012) menyatakan bahwa perputaran kas berpengaruh positif dan signifikan terhadap profitabilitas dan likuiditas perusahaan. Perputaran kas yang cepat menunjukkan arus dana yang masuk dan keluar lancar, sehingga terlihat bahwa dana yang diperoleh dapat tersalurkan dengan optimal sehingga mengahasilkan keuntungan yang tinggi. Sukera (2003) dalam penelitiannya menyatakan bahwa perputaran kas memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap profitabilitas, temuan yang serupa juga dikemukakan oleh Hussain (2012) menunjukkan bahwa perputaran kas memiliki pengaruh positif terhadap profitabilitas. H4 : Perputaran Kas berpengaruh positif dan signifikan terhadap Profitabilitas