BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1
Landasan Teori Pada kajian pustaka ini akan menguraikan mengenai landasan teori yang
berkaitan dengan penulisan skripsi ini. Teori-teori tersebut meliputi teori keagenan,
pengertian
auditing,
persaingan
auditor,
sifat
Machiavellian,
independensi auditor, dan etika profesi. 2.1.1
Teori Keagenan Teori keagenan yang pertama kali dikembangkan oleh Jensen dan
Meckling pada tahun 1976 memandang adanya hubungan antara manajer dengan pemilik. Menurut Jensen dan Meckling (1976) dalam hubungan keagenan terjadi kontra antara satu pihak, yaitu pemilik (principal) dengan pihak lain yaitu agent. Hubungan antara prinsipal dan agen pada hakekatnya sukar tercipta karena adanya kepentingan yang saling bertentangan (Conflict of Interest). Dimana agen bertanggung
jawab
pertanggungjawaban
kepada setiap
prinsipal
periode
dengan
tertentu.
membuat
Kepentingan
yang
laporan saling
bertentangan tersebut menyebabkan keraguan kepada agen terhadap kewajaran laporan
pertanggungjawaban
yang
dibuat
akibat
manipulasi.
Untuk
meminimalisasi dampak dari konflik kepentingan dapat dilakukan dengan adanya monitoring pihak ketiga yaitu auditor independen (Badera dan Surya Antari, 2007). Auditor melakukan fungsi monitoring pekerjaan manajer melalui sasaran laporan pertanggungjawaban. Tugas auditor adalah memberikan pendapat atas kewajaran laporan keuangan perusahaan.
11
Teori keagenan ini dapat membantu auditor sebagai pihak ketiga untuk memahami permasalahan yang terjadi antara pihak prinsipal dan agennya. Adanya seorang auditor eksternal yang independen dan profesional diharapkan dapat menghilangkan ketidakwajaran yang terjadi dalam laporan keuangan yang dibuat oleh pihak manajemen sehingga dapat digunakan sebagai media evaluasi kerja yang menghasilkan informasi relevan bagi seluruh pemakai laporan keuangan (Kharismatuti 2012). 2.1.2
Pengertian Auditing Menurut Arens et al(2009:4), auditing adalah akumulasi dan evaluasi bukti
mengenai
suatu
informasi
untuk
menentukan
dan
melaporkan
tingkat
korespondensi antara informasi dengan kriteria yang telah ditentukan. Pelaksanaan auditing terdapat tiga kriteria fundamental yang harus dipenuhi oleh seorang auditor yaitu, auditor harus memiliki independensi yang tinggi, pendapat yang diungkapkan oleh auditor harus berdasarkan bukti-bukti pendukung, dan hasil pekerjaan auditor harus dipertanggung jawabkan dalam laporan keuangan auditan. Menurut Arens et al (2009:12), audit dibagi menjadi tiga jenis berdasarkan ruang lingkup dan objeknya yaitu. 1)
Audit Operasional Berfokus pada proses pengevaluasian efisiensi dan efektivitas metode dan prosedur aktivitas operasional perusahaan.
2)
Audit Kepatuhan Dilakukan untuk menentukan tingkat kepatuhan perusahaan terhadap peraturan dan regulasi yang berlaku.
12
3)
Audit laporan keuangan Berfokus pada penilaian tingkat kewajaran pada penyajian laporan keuangan. Auditor
dalam
menjalankan
tanggung
jawab
profesionalismenya
berpedoman pada standar auditing yang berlaku di Indonesia. Ikatan Akuntan Indonesia dalam Pernyataan Standar Auditing No.1 telah menetapkan masingmasing standar auditing sebagai berikut. 1) Standar umum yaitu. (1) Audit harus dilaksanakan oleh seseorang atau lebih yang memiliki keahlian dan pelatihan teknis yang cukup sebagai auditor. (2) Semua hal yang berhubung dengan perikatan, independensi, dan sikap mental harus dipertahankan oleh auditor. (3) Pelaksanaan audit dan penyusunan laporannya, auditor wajib menggunakan kemahiran profesionalnya dengan cermat. 2) Standar pekerjaan lapangan yaitu. (1) Pekerjaan harus direncanakan sebaik-baiknya dan jika menggunakan asisten dalam pelaksanaan audit harus disupervisi dengan semestinya. (2) Pemahaman yang memadai atau pengendalian intern harus diperoleh untuk merencanakan audit dan menentukan sifat, saat, dan lingkup pengujian.. (3) Bukti audit dikatakan kompeten jika diperoleh melalui inspeksi, pengamatan, permintaan keterangan, dan konfirmasi sebagai dasar yang memadai untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan yang diaudit.
13
3) Standar pelaporan yaitu. (1) Laporan auditor harus menyatakan apakah laporan keuangan telah disusun sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia. (2) Laporan
auditor
harus
menunjukkan
atau
menyatakan
jika
ada
ketidakkonsistenan penerapan akuntansi dalam penyusunan laporan keuangan periode berjalan, dibandingkan dengan penerapan prinsip akuntansi tersebut dalam periode sebelumnya. (3) Pengungkapan informasi dalam laporan harus dipandang memadai, kecuali dinyatakan lain dalam laporan auditor. (4) Laporan auditor harus memuat sesuatu pernyataan pendapat mengenai laporan keuangan secara keseluruhan atau suatu asersi. Kewajiban memenuhi standar profesi dan tanggung jawab atas opini audit menyebabkan waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan audit atas laporan keuangan ditentukan oleh waktu yang dibutuhkan. Semua itu memberikan dampak terhadap lamanya penyelesaian audit jika auditor tidak memiliki kemampuan dan kecermatan. Auditor yang dapat memenuhi tanggung jawabnya akan membuat publikasi laporan keuangan kepada masyarakat umum akan dapat terlaksana secara tepat waktu. Penyelesaian audit jika cepat dilakukan maka informasi yang akan diberikan bagi stakeholder akan lebih cepat penyampainnya. 2.1.3
Pengertian Kantor Akuntan Publik Kantor Akuntan Publik atau KAP adalah badan usaha bagi akuntan publik
dalam memberikan jasanya sebagai seorang akuntan dan telah mendapatkan ijin dari Menteri Keuangan. Adapun bidang jasa dari KAP adalah sebagai berikut.
14
1) Jasa atestasi, termasuk didalamnya adalah audit umum atas laporan keuangan, pemeriksaan atas laporan keuangan prospektif, pemeriksaan atas pelaporan informasi keuangan proformal, review atas laporan keuangan dan jasa audit serta atestasi lainnya. 2) Jasa non atestasi, yang mencakup jasa yang berkaitan dengan akuntansi, keuangan, manajemen, kompilasi, perpajakan, dan kosultasi. Atestasi yang dimaksud dalam bidang jasa yang disebut diatas dalam arti sempit merupakan komunikasi tertulis yang menjelaskan suatu simpulan mengenai asersi tertulis yang merupakan tanggung jawab dari pihak lainnya. Menurut UU No.5 Tahun 2011 Kantor Akuntan Publik atau disingkat KAP adalah badan usaha yang didirikan oleh akuntan publik itu sendiri berdasarkan ketentuan perundang-undangan dan mendapatkan ijin usaha berdasarkan Undang-Undang ini. Dijelaskan juga dalam Undang-Undang ini KAP dapat berbentuk usaha perseorangan , persekutuan perdata, firma, atau bentuk usaha lain yang sesuai dengan karakteristik profesi akuntan publik. Undang-Undang tersebut diatas disebutkan juga untuk dapat mendirikan KAP diperlukan syarat sebagai berikut. 1) Mempunyai kantor atau tempat untuk menjalankan usaha yang berdomisili di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. 2) Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak Badan untuk KAP yang berbentuk usaha persekutuan perdata dan firma atau Nomor Pokok Wajib Pajak Pribadi untuk KAP yang berbentuk usaha perseorangan.
15
3) Mempunyai paling sedikit dua orang tenaga kerja profesional pemeriksa di bidang akuntansi. 4) Memiliki rancangan sistem pengendalian mutu. 5) Membuat surat pernyataan dengan bermaterai cukup bagi bentuk usaha perseorangan, dengan mencantumkan paling sedikit: a) alamat akuntan publik. b) nama dan domisili kantor, dan c) maksud dan tujuan pendirian kantor. 6) Memiliki akta pendirian yang dibuat oleh dan dihadapan notaris sesuai dengan bentuk usaha masing-masing, yang paling sedikit mencantumkan: a) nama rekan, b) alamat rekan, c) bentuk Usaha, d) nama dan domisili usaha, e) maksud dan tujuan pendirian kantor, f) hak dan kewajiban sebagai rekan, dan g) penyelesaian sengketa dalam hal terjadi perselisihan diantara Rekan. Menurut Abdul Halim (2008:16) Kantor Akuntan Publik memiliki hierarki sebagai berikut. 1) Partner, merupakan top legal client relationship, yang bertugas mereview (menelaah) pekerjaan audit, menandatangani laporan audit, menyetujui masalah fee dan penagihannya dan pertanggungjawaban atas segala hal yang berkaitan dengan pekerjaan audit.
16
2) Manajer, merupakan staff yang berhubungan dengan klien, mengawasi langsung pelaksanaan tugas-tugas audit, mereview lebih rinci terhadap pekerjaan audit, dan melakukan penagihan atas fee audit. 3) Auditor Senior, merupakan staff yang bertanggung jawab langsung terhadap perencanaan dan pelaksanaan pekerjaan audit, dan mereview pekerjaan para akuntan junior yang dibawahinya. 4) Auditor Junior, merupakan staff pelaksana langsung dan bertanggung jawab atas pekerjaan lapangan. Para junior ini penugasannya dapat berupa bagian-bagian dari pekerjaan audit, dan bahkan bila memungkinkan memberikan pendapat atas bagian yang diperiksanya. 2.1.4
Persaingan Auditor Menurut Jusup (2001) auditor adalah seseorang yang memiliki kualifikasi
tertentu dalam melakukan audit atas laporan keuangan dan kegiatan suatu perusahaan atau organisasi. Auditor dapat dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu: a)
Auditor Pemerintah merupakan auditor yang bertugas melakukan audit atas laporan keuangan pada instansi-instansi pemerintah.
b) Auditor Internal merupakan auditor yang bekerja pada suatu perusahaan dan oleh karenanya berstatus sebagai pegawai pada perusahaan tersebut. Tugas utamanya ditujukan untuk membantu manajemen perusahaan tempat dimana ia bekerja. c)
Auditor Independen atau Akuntan Publik adalah melakukan fungsi pengauditan atas laporan keuangan yan diterbitkan oleh perusahaan. Pengauditan ini dilakukan pada perusahaan terbuka, yaitu perusahaan yang go
17
public, perusahaan-perusahaan besar, dan juga perusahaan kecil serta organisasi-organisasi yang tidak bertujuan mencari laba. Praktik akuntan publik harus dilakukan melalui suatu Kantor Akuntan Publik (KAP). Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, persaingan adalah usaha memperlihatkan keunggulan diantara masing-masing individu atau kelompok yang dilakukan oleh perseorangan, perusahaan, negara pada suatu bidang. Persaingan inilah untuk mampu bertahan ataupun memenangkan persaingan banyak cara yang ditempuh perusahaan baik itu dengan cara yang wajar ataupun menyalahi kaidah yang seharusnya. Segala bentuk usaha, tidak terkecuali auditor pasti memiliki pesaing atau kompetitor. Menurut Kasidi (2007), persaingan merupakan faktor yang mempengaruhi independensi auditor karena apabila akuntan sebagai penyedia jasa tidak dapat memenuhi permintaan dari kliennya, maka kemungkinan klien tersebut berpindah pada kantor akuntan publik lainnya. Hal inilah yang yang memposisikan kantor akuntan pada dua pilihan, yaitu tetap menjalankan tugas dan fungsinya sesuai kaidah yang berlaku namun kehilangan kliennya, atau mempertahankan klien dengan menyalahi aturan yang berlaku umum. Menurut Donnelly et al (2003) perilaku disfungsional audit merupakan bentuk manipulasi pada proses audit agar auditor dapat memperoleh keuntungan pribadi dari tindakan tersebut yang dapat mengakibatkan penurunan kualitas audit baik secara langsung maupun tidak langsung. Penelitian Gable dan Dangello (1994) menyimpulkan bahwa perilak disfungsional dapat terjadi apabila sesorang atau individu merasa tidak mampu untuk mengupayakan pencapaian hasil yang sesuai dengan ekspektasinya melalui
18
usaha sendiri. Solar dan Bruehl (1971) menambahkan bahwa seorang individu cenderung melakukan tindakan yang menyimpang ketika ia menunjukkan tingkat performa kerja yang berada dibawah harapan pribadi atau pimpinan karena dengan tingkat kinerja yang rendah maka ia merasa tidak ada kemampuan untuk dapat mempertahankan posisinya pada organisasi melalui usaha sendiri. Hal tersebut didukung oleh penelitian Donnelly et al (2003) yang menyatakan bahwa auditor yang memiliki persepsi baik terhadap kinerja pribadi akan memiliki tingkat penerimaan yang rendah terhadap perilaku disfungsional. 2.1.5 Sifat Machiavellian Sifat Machiavellian diperkenalkan oleh seorang ahli filsuf politik dari Italia bernama Niccolo Machiavellian (1469:1527). Nama Machiavellian, kemudian diasosiasikan dengan hal yang buruk untuk menghalalkan cara dalam mencapai tujuan. Sifat Machiavellian merupakan suatu keyakinan atau persepsi yang diyakini tentang hubungan antar personal. Persepsi ini akan membentuk suatu kepribadian yang mendasari perilaku dalam berhubungan dengan orang lain. Bass, et al. (1999) dalam penelitiannya menjelaskan bahwa sifat Machiavellian yang tinggi dapat berdampak seseorang berperilaku manipulatif, persuasif, dan curang dalam meraih tujuan akhir. Ghosh dan Crain (1998) mengemukakan bahwa individu dengan sifat Machiavellian tinggi cenderung memanfaatkan situasi untuk mendapatkan keuntungan pribadi dan lebih memiliki keinginan untuk tidak taat pada aturan. Menurut penelitian Richmond (2001) seorang dengan sifat Machiavellian memiliki kepribadian yang kurang mempunyai afeksi dalam hubungan personal,
19
mengabaikan moralitas konvensional, dan memperlihatkan komitmen ideologi yang rendah. Christie dan Geis (1970) menjelaskan bahwa kepribadian Machiavellian sebagai suatu kepribadian antisosial, yang tidak memperhatikan moralitas konvensional dan mempunyai komitmen ideologis yang rendah. Penelitian Puspitasari (2012) Machiavellian berpengaruh negatif pada independensi auditor. Hasil ini menjelaskan bahwa ketika seorang auditor memiliki sifat Machiavellian yang tinggi maka memiliki independensi yang rendah. Sifat Machiavellian ini memiliki dampak yang buruk bagi profesi akuntan.Hasil penelitian Purnamasari (2006) menunjukkan hasil bahwa sifat Machiavellian berpengaruh negatif dengan independensi dan perilaku etis seseorang. Artinya seseorang yang memiliki sifat Machiavellian tinggi akan cenderung berperilaku tidak etis. Berbeda dengan profesi bisnis, bagi profesi akuntan kepribadian Machiavellian merupakan hal yang menjadi ancaman. Profesi akuntan dituntut untuk mempunyai tanggung jawab etis yang bahkan lebih daripada tanggung jawab lainnya. Jadi jika seorang auditor memiliki sifat Machiavellian, memungkinkan ia memanipulasi hasil atau temuan audit baik untuk kepentingan pribadi ataupun permintaan klien. 2.1.6
Independensi Auditor Independensi merupakan suatu tindakan baik sikap perbuatan atau mental
auditor dalam sepanjang pelaksanaan audit dimana auditor dapat memposisikan dirinya dengan auditee nya secara tidak memihak dan dipandang tidak memihak oleh pihak-pihak yang berkepentingan terhadap hasil auditnya. Independen berarti
20
auditor tidak mudah dipengaruhi. Auditor tidak dibenarkan memihak kepentingan siapapun. Auditor berkewajiban untuk jujur tidak hanya kepada manajemen dan pemilik perusahaan, namun juga kepada kreditur dan pihak lain yang meletakkan kepercayaan atas pekerjaan auditor (Christiawan, 2002:83).Independensi dalam auditing berarti berpegang pada pandangan yang tidak memihak didalam penyelenggaraan pengujian audit, evaluasi pemeriksaan, dan penyusunan laporan audit (Arens dan Loebbecke, 1995:85). Auditor secara intelektual harus jujur, bebas dari kewajiban terhadap kliennya, dan tidak mempunyai kepentingan dengan klien baik terhadap manajemen maupun pemilik (IAI, 2001 : Seksi 220). Carey dan Simnett (2006) mendefinisikan independensi auditor dari sesi integritas dan hubungannya dengan pendapat akuntan atas laporan keuangan. Independensi meliputi. 1)
Kepercayaan terhadap diri sendiri yang terdapat pada beberapa orang profesional. Hal ini merupakan bagian integritas profesional.
2)
Merupakan istilah penting yang mempunyai arti khusus dalam hubungannya dengan akuntan publik atas laporan keuangan. Independensi berarti sikap mental yang bebas dari pengaruh, tidak dikendalikan oleh pihak lain dan tidak tergantung pada orang lain. Independensi juga berarti adanya kejujuran dalam diri auditor dalam mempertimbangkan fakta dan adanya pertimbangan yang objektif tidak memihak dalam diri auditor dalam merumuskan dan menyatakan pendapatnya.
21
Aspek independensi menurut Taylor (1997) ada dua yaitu. 1)
Independensi sikap mental (independence of mental attitude), independensi sikap mental ditentukan oleh pikiran auditor untuk bertindak dan bersikap independen.
2)
Independensi penampilan (appearance of independence), independensi penampilan ditentukan oleh kesan masyarakat terhadap independensi auditor. Berdasarkan pengertian di atas dapat dapat disimpulkan bahwa independensi merupakan sikap seseorang untuk bertindak jujur, tidak memihak, dan melaporkan temuan-temuan hanya berdasarkan bukti yang ada.
2.1.7 Etika Profesi Etika sudah menjadi kebutuhan setiap orang dalam menjalanka aktivitas mereka. Etika merupakan serangkaian prinsip atau nilai yang dimiliki oleh setiap orang. Etika secara umum didefinisikan sebagai nilai-nilai tingkah laku atau aturan-aturan tingkah laku yang diterima dan digunakan oleh suatu golongan tertentu atau individu. Simpulannya, etika profesi merupakan nilai-nilai tingkah laku atau aturan-aturan tingkah laku yang diterima dan digunakan oleh organisasi profesi akuntan yang meliputi kepribadian, kecakapan professional, tanggung jawab, pelaksanaan kode etik dan penafsiran dan penyempurnaan kode etik (Novanda Friska,2012).Menurut Curtis et al. (2012) dengan memahami peran perilaku etis seorang auditor dapatmemiliki efek yang luas pada bagaimana bersikap terhadap klien mereka agar dapat bersikap sesuai dengan aturan berlaku umum.
22
Menurut Lubis (2009), auditor harus mematuhi Kode Etik yang ditetapkan. Pelaksanaan audit harus mengacu kepada Standar Audit dan Kode Etik yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari standar audit. Kode etik auditor merupakan aturan perilaku auditor sesuai dengan tuntutan profesi dan organisasi serta standar audit yang merupakan ukuran mutu minimal yang harus dicapai oleh auditor dalam menajalankan tugas auditnya, apabila aturan ini tidak dipenuhi berarti auditor tersebut bekerja dibawah standar dan dapat dianggap melakukan malpraktek (Jaafar, 2008). Devis (1984) dalam Anitaria (2011) mengemukakan bahwa ketaatan terhadap kode etik hanya dihasilkan dari program pendidikan terencana yang mengatur diri sendiri untuk meningkatkan pemahaman kode etik. Profesi akuntan publik, ada delapan butir pernyataan kode etik seorang akuntan yang dirumuskan oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) dalam Sukrisno Agoes (2004:41) yaitu sebagai berikut. 1)
Tanggung Jawab Profesi Seorang auditor harus menggunakan pertimbangan profesional dan moral yang sensitif dalam semua aktivitasnya. Mereka bertanggung jawab satu sama lain untuk mengembangkan metode akuntansi dan pelaporan, memelihara kepercayaan publik, dan melaksankan tanggung jawab profesi bagi sendiri. Dalam menjalankan tanggung jawab sebagai seorang profesional,
anggota
harus
menjalankan
profesional secara sensitif.
23
pertimbangan
moral
dan
2)
Kepentingan Publik Anggota harus menerima kewajiban mereka untuk bertindak sedemikian rupa demi melayani kepentingan publik, menghormati kepercayaan publik, dan menunjukkan komitmen atas profesional.
3)
Integritas Integritas merupakan kualitas yang melandasi kepercayaan publik dan merupakan patokan bagi anggota dalam menguji keputusan yang diambilnya. Untuk memelihara dan memperluas keyakinan publik, anggota harus melaksanakan semua tanggung jawab profesional dengan integritas tinggi.
4)
Objektivitas Prinsip objektivitas mengharuskan anggota bersikap adil, tidak memihak, jujur secara intelektual, tidak berprasangka atau bias, serta bebas dari benturan kepentingan atau dibawah pengaruh pihak lain. Seseorang anggota harus memelihara objektivitas dan bebas dari konflik kepentingan dalam menunaikan tanggung jawab profesional. Seorang anggota dalam praktik publik seharusnya menjaga independensi dalam fakta dan penampilan saat memberikan jasa auditing dan atestasi lainnya.
5)
Komptetensi dan Kehati-hatian Profesional Seorang anggota profesi harus selalu mengikuti standar-standar etika dan teknis profesi terdorong untuk secara terus-menerus mengembangkan kompetensi dan kualitas jasa dan menunaikan tanggung jawab profesional sampai tingkat tertinggi kemampuan anggota yang bersangkutan.
24
6)
Kerahasiaan Seorang akuntan profesional harus menghormati kerahasiaan informasi yang diperolehnya sebagai hasil dari hubungan profesional dan bisnis serta tidak boleh menngungkapkan informasi apapun kepada pihak ketiga tanpa ijin yang benar dan spesifik, kecuali terdapat kewajiban hukum atau terdapat hak profesional untuk mengungkapkannya. Kewajiban kerahasiaan berlanjut bahkan setelah hubungan antara anggota dan klien atau pemberi jasa berakhir.
7)
Perilaku Profesional Seorang akuntan profesional harus patuh pada hukum dan perundangundangan
yang
relevan
dan
menghindari
tindakan
yang
dapat
mendiskreditkan profesi. 8)
Standar Teknis Sebagai profesional setiap anggota dalam melaksanakan tugasnya harus sesuai dengan standar profesional yang relevan. Sesuai dengan keahliannya dan
dengan
berhati-hati,
anggota
mempunyai
kewajiban
untuk
melaksanakan penugasan dari penerima jasa penugasan tersebut sejalan dengan prinsip integritas dan objektivitas. Delapan pernyataan etika profesi tersebut di atas dapat dipakai sebagai interpretasi dan atau aturan etika sampai dikeluarkannya aturan dan interpretasi baru untuk menggantikannya. Adanya kode etik profesi akuntan publik dalam penerapannya
pertama
dimaksudkan
untuk
melindungi
masyarakat
dari
kemungkinan dirugikan oleh kelalaian, baik secara sengaja maupun tidak sengaja
25
dari para akuntan publik yang tidak bertanggung jawab. Kedua bertujuan juga untuk melindungi keluhuran profesi akuntan publik dari perilaku buruk orang yang mengaku dirinya profesional. 2.2
Hipotesis Penelitian Berdasarkan pada pokok permasalahan yang diajukan, tinjauan pustaka, dan
penelitian-penelitian sebelumnya yang terkait dengan penelitian ini, maka dapat dinyatakan rumusan hipotesis sebagai berikut. 2.2.1 Pengaruh Persaingan Auditor pada Independensi Auditor Menurut Jensen dan Meckling (1976) dalam hubungan keagenan terjadi kontra antara satu pihak, yaitu pemilik (principal) dengan pihak lain yaitu agent. Hubungan antara prinsipal dan agen pada hakekatnya sukar tercipta karena adanya kepentingan
yang
saling
bertentangan
(Conflict
of
Interest).
Untuk
meminimalisasi dampak dari konflik kepentingan dapat dilakukan dengan adanya monitoring pihak ketiga yaitu auditor independen (Badera dan Surya Antari, 2007). Teori keagenan ini dapat membantu auditor independen sebagai pihak ketiga untuk memahami permasalahan yang terjadi antara pihak prinsipal dan agennya. Septyana (2009) dalam penelitiannya menunjukkan hasil bahwa adanya tingkat persaingan yang tajam, dapat merusak independensi auditor. Artinya tingkat persaingan yang ketat dapat menyebabkan solidaritas auditor menurun, dan untuk mempertahankan klien auditor cenderung mengikuti permintaan klien yang berakibat rusaknya independen seorang auditor. Berdasarkan uraian diatas, maka hipotesis penelitian ini adalah: H1 : Persaingan auditor berpengaruh negatif pada independensi auditor.
26
2.2.2
Pengaruh Sifat Machiavellian terhadap Independensi Auditor Teori keagenan memandang adanya kepentingan yang saling bertentangan
yang menyebabkan keraguan kepada agen terhadap kewajaran laporan pertanggungjawaban akibat manipulasi. Adanya seorang auditor eksternal yang independen, profesional, jujur, memiliki integritas yang tinggi, dan patuh pada peraturan diharapkan dapat menghilangkan ketidakwajaran yang terjadi dalam laporan keuangan yang dibuat oleh pihak manajemen sehingga dapat digunakan sebagai media evaluasi kerja yang menghasilkan informasi relevan bagi seluruh pemakai laporan keuangan.Sifat Machiavellian merupakan sifat yang negatif karena mengabaikan pentingnya integritas dan kejujuran dalam mencapai tujuan. Individu yang memiliki sifat Machiavellian tinggi berusaha memanfaatkan keadaan untuk memperoleh keuntungan pribadi dan cenderung untuk tidak patuh pada peraturan (Ghosh dan Crain, 1996).Independen berarti auditor tidak mudah dipengaruhi, dan auditor tidak dibenarkan memihak kepentingan siapapun. Auditor berkewajiban untuk jujur tidak hanya kepada manajemen dan pemilik perusahaan, namun juga kepada kreditur dan pihak lain yang meletakkan kepercayaan atas pekerjaan auditor (Christiawan, 2002:83). Berdasarkan penjelasan diatas menyatakan bahwa sifat Machiavellian memiliki pengaruh pada independensi auditor. Sejalan dengan hal tersebut penelitian yang dilakukan oleh Puspitasari (2012) dan Purnamasari (2006) menyatakan bahwa sifat Machiavellian memiliki pengaruh negatif pada independensi auditor. Berdasarkan uraian di atas, maka hipotesis penelitian ini adalah:
27
H2
: Sifat Machiavellian berpengaruh negatif pada independensi auditor.
2.2.3 Interaksi Etika Profesi Memoderasi Hubungan Persaingan Auditor pada Independensi Auditor Menurut Kasidi (2007), persaingan merupakan faktor yang memengaruhi independensi auditor karena apabila akuntan sebagai penyedia jasa tidak dapat memenuhi permintaan dari kliennya, maka kemungkinan klien tersebut berpindah pada kantor akuntan publik lainnya. Hal inilah yang memposisikan auditor pada dua pilihan, yaitu tetap menjalankan tugas dan fungsinya sesuai kaidah yang berlaku namun kehilangan kliennya, atau mempertahankan kliennya walaupun melanggar standar etika profesi yang berlaku. Sedangkan Dahlan (2013) berpendapat bahwa semakin tingginya persaingan antar kantor akuntan publik, Kantor Akuntan Publik (KAP) akan meningkatkan kualitasnya baik sumber daya manusia maupun kualitas audit agar KAP memiliki kredibilitas dan profesionalisme yang tinggi. Hal ini berpengaruh terhadap meningkatnya independensi auditor. Menurut Widagdo (2002) audit yang berkualitas sangat penting untuk menjamin bahwa profesi akuntan memenuhi tanggung jawabnya kepada investor, masyarakat umum, dan pemerintah serta pihak-pihak lain yang mengandalkan kredibilitas laporan keuangan yang telah diaudit, dengan menegakkan etika profesi yang tinggi. Berdasarkan penelitian sebelumnya, menunjukkan hasil yang tidak konsisten, untuk itu penulis menambahkan variabel etika profesi sebagai variabel moderasi. Berdasarkan uraian diatas, maka hipotesis penelitian ini adalah:
28
H3
: Etika profesi sebagai variabel pemoderasi akan mempengaruhi hubungan antara persaingan auditor pada independensi auditor.
2.2.4 Interaksi Etika Profesi Memoderasi Hubungan Machiavellian pada Independensi Auditor Penelitian
Richmond
(2001)
menunjukkan
bahwa
antara
Sifat
kecenderungan
seseorang semakin tinggi untuk melakukan tindakan yang tidak etis apabila sifat Machiavellian yang dimilikinya semakin tinggi. Seorang auditor yang memiliki kecenderungan sifat Machiavellian tinggi kemungkinan akan melakukan tindakan-tindakan yang melanggar aturan etika profesi sehingga menyebabkan terjadinya perilaku disfungsional yang akan meragukan independensi seorang auditor dalam mengaudit suatu perusahaan. Menurut Deid dan Giroux (1992) mengatakan bahwa pada konflik kekuatan, klien dapat menekan auditor untuk melawan standar etika profesional dan dalam ukuran kondisi keuangan klien yang sehat dapat digunakan sebagai alat untuk menekan auditor dengan cara melakukan pergantian auditor. Hal ini dapat membuat auditor tidak akan dapat bertahan dengan tekanan klien tersebut sehingga menyebabkan independensi mereka melemah. Posisi auditor juga sangat dilematis dimana mereka dituntut untuk memenuhi keinginan klien sehingga cenderung untuk melakukan manipulasi dan kecurangan terhadap laporan keuangan yang diauditnya, namun disatu sisi tindakan auditor dapat melanggar etika profesi sebagai acuan kerja seorang auditor. Berdasarkan teori dan penelitian sebelumnya yang memberikan bukti bahwa etika profesi dalam melakukan audit mempunyai dampak siginifikan pada independensi auditor. Maka hipotesis penelitian ini adalah:
29
H4
: Etika profesi sebagai variabel pemoderasi akan memengaruhi hubungan antara sifat Machiavellian pada independensi auditor.
30