BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori Pada sub bab ini akan dibahas teori-teori yang akan dijadikan dasar dalam penelitian ini. Teori-teori tersebut meliputi pengertian organisasi sektor publik, pengertian penilaian kinerja, pendekatan penilaian kinerja organisasi sektor publik, pengertian balanced scorecard, kelebihan penilaian kinerja dengan balanced scorecard, balanced scorecard untuk sektor publik dan yang terakhir adalah tentang penilaian kinerja rumah sakit.
2.1 1 Pengertian Organisasi Sektor Publik Sektor publik dapat dipahami sebagai segala sesuatu yang berhubungan dengan kepentingan umum dan penyediaan barang dan jasa kepada publik yang dibayar melalui pajak atau pendapatan negara lainnya yang diatur dengan hukum (Magdalena, 2008). Sedangkan organisasi sektor publik adalah organisasi yang didirikan dengan tujuan memberikan pelayanan kepada masyarakat (Ernita, 2009). Sesuai dengan tujuan organisasi sektor publik yang memberikan pelayanan kepada masyarakat, maka organisasi sektor publik diukur keberhasilannya melalui efektivitas dan efisiensi dalam memberikan pelayanan. Untuk itu organisasi sektor publik harus menetapkan indikator-indikator dan anggaran pengukuran kinerja yang berorientasi kepada masyarakat. Pengukuran kinerja pada organisasi sektor
10
publik dapat meningkatkan pertanggungjawaban dan memperbaiki proses pengambilan keputusan (Imelda, 2004). Meskipun organisasi sektor publik tidak bertujuan untuk mencari profit, organisasi ini terdiri dari unit-unit yang saling terkait yang mempunyai misi yang sama yaitu melayani masyarakat (Imelda, 2004). Untuk itu organisasi sektor publik harus dapat menerjemahkan misinya ke dalam strategi, tujuan, ukuran serta anggaran yang ingin dicapai. Yang kemudian dikomunikasikan kepada unit-unit yang ada untuk dapat dilaksanakan sehingga semua unit mempunyai tujuan yang sama yaitu pencapaian misi organisasi. Organisasi sektor publik dapat menggunakan balanced scorecard dalam menerjemahkan misi organisasi kedalam serangkaian tindakan untuk melayani masyarakat (Umi, 2010). Dengan adanya perbedaan-perbedaan antara organisasi bisnis dan publik, maka balanced scorecard harus dimodifikasikan terlebih dahulu agar sesuai dengan kebutuhan organisasi sektor publik itu sendiri.
2.1.2 Pengertian Penilaian Kinerja Sebelum sampai pada definisi penilaian kinerja, maka terlebih dahulu akan dibahas arti dari kinerja itu sendiri. Menurut Helfert (dalam Pramadhany, 2011) kinerja perusahaan adalah suatu tampilan keadaan secara utuh atas perusahaan selama periode waktu tertentu, atau merupakan hasil dan prestasi yang dipengaruhi oleh kegiatan operasional perusahaan dalam memanfaatkan sumber daya-sumber daya yang dimiliki. Kinerja adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan/program/kebijakan dalam mewujudkan
11
sasaran, tujuan, visi dan misi yang tertuang dalam skema strategis (strategic planning) suatu organisasi (Rachmat, 2010). Dapat disimpulkan bahwa kinerja merupakan hasil atau prestasi dari kegiatan organisasi dalam tujuannya mewujudkan sasaran, tujuan, visi dan misi yang telah ditetapkan. Menurut Mulyadi (2001) penilaian kinerja adalah penentuan secara periodik efektivitas operasional suatu organisasi, bagian organisasi dan personelnya, berdasarkan sasaran, standar dan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya. Penilaian kinerja sesungguhnya merupakan penilaian atas perilaku manusia dalam melaksanakan peran mereka dalam suatu organisasi. Penilaian kinerja dapat dikatakan sebagai faktor utama dalam proses pengembangan suatu organisasi (Ali, 2002). Penilaian kinerja itu sendiri merupakan bagian dari pengendalian manajemen untuk mengetahui sejauh mana tujuan perusahaan telah tercapai, menilai prestasi bisnis, manajer, divisi dan individu dalam perusahaan serta untuk memprediksi harapan-harapan perusahaan di masa depan (Yuwono, 2006: 26). Tujuan pokok penilaian kinerja adalah untuk memotivasi karyawan dalam mencapai sasaran organisasi dan dalam mematuhi segala standar perilaku yang telah ditetapkan (Monika, 2000). Dapat dikatakan bahwa hasil penilaian kinerja digunakan sebagai dasar pemberian kompensasi dan sebagai dasar mengevaluasi sistem kinerja. Penilaian kinerja dilakukan untuk meminimalkan perilaku yang tidak semestinya dilakukan agar tujuan organisasi dapat tercapai.
12
Kontribusi hasil-hasil penilaian merupakan suatu yang sangat bermanfaat bagi perencanaan kebijakan organisasi. Penilaian kinerja memiliki lima manfaat bagi manajemen (Mulyadi, 2001: 416), antara lain: 1) Mengelola operasi organisasi secara efektif dan efisien melalui pemotivasian karyawan secara maksimum. 2) Membantu pengambilan keputusan yang bersangkutan dengan karyawan seperti promosi dan pemberhentian. 3) Mengidentifikasi kebutuhan penelitian dan pengembangan karyawan serta untuk menyediakan kriteria seleksi dan evaluasi program pelatihan karyawan. 4) Menyediakan umpan balik bagi karyawan mengenai bagaimana atasan menilai kinerja karyawan. 5) Menyediakan suatu dasar distribusi penghargaan.
2.1.3 Pendekatan Penilaian Kinerja Sektor Publik Kinerja organisasi sektor publik yang bersifat multidimensional memiliki makna bahwa tidak ada indikator tunggal yang dapat digunakan untuk menunjukkan tingkat keberhasilan secara komprehensif untuk semua jenis organisasi sektor publik (Mardiasmo, 2009). Dengan begitu indikator kinerja yang dipilih akan sangat bergantung pada faktor kritikal keberhasilan yang telah diindentifikasi. Karena adanya sifat multidimensional atas kinerja organisasi sektor publik tersebut maka penilaian kinerja instansi pemerintah haruslah dibuat sekomprehensif mungkin dengan mempertimbangkan berbagai aspek yang dapat mempengaruhi kinerja (Wirasata, 2010).
13
Menurut Mahsun (dalam Wirasata, 2010) terdapat empat pendekatan pengukuran kinerja yang dapat diaplikasikan pada organisasi sektor publik, yaitu analisis anggaran, analisis rasio keuangan, balanced scorecard dan audit kinerja (value for money). Analisis anggaran adalah pengukuran kinerja yang dilakukan dengan cara membandingkan anggaran dengan realisasinya. Analisis rasio laporan keuangan merupakan alat yang digunakan untuk memahami masalah dan peluang yang terdapat dalam laporan keuangan pada suatu periode tertentu dengan cara membandingkan angka-angka yang ada dalam satu laporan keuangan ataupun beberapa laporan keuangan pada satu periode waktu tertentu. Balanced scorecard merupakan pengukuran kinerja organisasi sektor publik yang berbasis pada aspek finansial dan non finansial yang diterjemahkan dalam empat perspektif kinerja, yaitu perspektif finansial, persektif kepuasan pelanggan, perspektif bisnis internal dan perspektif pertumbuhan/pembelajaran. Penilai kinerja yang terakhir adalah audit kinerja (value for money), yaitu pengukuran kinerja yang didasarkan pada konsep value for money yang merupakan perluasan ruang lingkup dari audit finansial.
2.1.4 Pengertian Balanced Scorecard Pada tahun 1990, Nolan Norton Institute, yang dipimpin oleh David P Norton mensponsori studi tentang “Penilaian Kinerja dalam Organisasi Masa Depan”. Studi ini didorong oleh kesadaran bahwa pada waktu itu ukuran kinerja keuangan yang digunakan oleh semua perusahaan untuk mengukur kinerja eksekutif tidak lagi memadai. Hasil studi tersebut diterbitkan dalam sebuah artikel
14
berjudul “Balanced Scorecard Measures That Drive Performance” dalam Harvard Business
Review.
Nama
balanced
scorecard
menggambarkan
adanya
keseimbangan antara tujuan jangka pendek dan jangka panjang, antara ukuran keuangan dan bukan keuangan dan antara perspektif kinerja eksternal dan internal (Kaplan dan Norton, 1996: 7). Balanced scorecard terdiri dari dua kata yaitu balanced yang artinya seimbang dan scorecard yang artinya kartu skor. Kartu skor adalah kartu yang digunakan untuk mencatat skor hasil kinerja seseorang. Kata berimbang dimaksudkan untuk menunjukkan bahwa kinerja personal diukur secara berimbang dari dua aspek yaitu keuangan dan non keuangan, jangka pendek dan jangka panjang, intern dan ekstern (Mulyadi, 2005: 2). Dapat disimpulan bahwa balanced
scorecard
merupakan
alat
ukur
manajemen
yang
mampu
mengimplementasikan tujuan strategik organisasi melalui 4 perspektif dasarnya (keuangan, pelanggan, proses bisnis internal, dan pertumbuhan), dengan tujuan meningkatkan kinerja organisasi baik itu untuk jangka pendek maupun jangka panjang.
2.1.5 Kelebihan dan Kelemahan Balanced Scorecard Menurut Mulyadi (2005: 18) keunggulan pendekatan balanced scorecard dalam sistem perencanaan strategik adalah mampu menghasilkan rencana strategik yang memiliki karakteristik komprehensif, koheren, seimbang dan terukur.
15
Komprehensif, balanced scorecard memperluas perspektif yang dicakup dalam perencanaan strategi, dari yang sebelumnya hanya terbatas pada perspektif keuangan, meluas ke tiga perspektif yang lain: customers, proses bisnis/intern, serta pembelajaran dan pertumbuhan. Perluasan perspektif rencana strategi ke perspektif non keuangan tersebut menghasilkan manfaat kinerja keuangan yang berjangka panjang dan membantu perusahaan untuk memasuki lingkungan bisnis yang kompleks. Koheren, balanced scorecard mewajibkan personal untuk membangun hubungan sebab akibat (causal relationship) di antara berbagai sasaran strategik yang dihasilkan dalam perencanaan strategik. Setiap sasaran strategik yang ditetapkan dalam perspektif non keuangan harus mempunyai hubungan kausal dengan sasaran keuangan, baik secara langsung maupun tidak langsung. Seimbang, keseimbangan di sini adalah seimbang antara perspektif keuangan dengan non keuangan, jangka panjang dan jangka pendek, intern dengan ekstern. Keseimbangan dalam empat perspektif tersebut penting untuk mewujudkan kinerja yang sesungguhnya yang berlipat ganda dan berjangka panjang. Terukur, dengan balanced scorecard, sasaran-sasaran strategik yang sulit diukur, seperti sasaran-sasaran strategik di perspektif non keuangan, ditentukan ukurannya agar dapat dikelola. Sehingga sasaran-sasaran yang sulit dapat diwujudkan. Dengan demikian keterukuran sasaran-sasaran strategi di perspektif non keuangan tersebut menjanjikan perwujudan berbagai sasaran strategik non keuangan, sehingga kinerja keuangan dapat berlipat ganda dan berjangka panjang.
16
Disamping kelebihan-kelebihan yang dimiliki oleh Balanced Scorecard, ada juga beberapa kelemahanan dari metode penilaian kinerja ini (Tunggal, 2009: 13), antara lain: 1. Tolak ukur kinerja harus konsisten dengan strategi perusahaan, karena bila tolak ukur kinerja tidak konsisten dengan strategi perusahaan, maka karyawan akan merasakan bekerja saling tumpang tindih 2. Balanced scorecard seharusnya tidak mempunyai terlalu banyak tolak ukur kinerja, karena mengakibatkan terjadinya kurang fokus dan kebingungan. 3. Biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan akan semakin besar karena tolak ukur untuk menilai kinerja juga bertambah.
2.1.6 Balanced Scorecard untuk Organisasi Sektor Publik Pada awalnya balanced scorecard didesain untuk organisasi bisnis yang bergerak di sektor swasta, namun pada perkembangannya balanced scorecard dapat diterapkan pada organisasi sektor publik dan organisasi non profit lainnya. Perbedaan utama organisasi sektor publik dengan sektor swasta terutama adalah pada tujuannya (bottom line), dimana sektor publik lebih berorientasi pada pelayanan publik sedangkan pada sektor swasta berorientasi pada laba (Wirasata, 2010). Modifikasi balanced scorecard ke dalam organisasi sektor publik juga memerlukan beberapa adaptasi dari model organisasi sektor swasta, hal ini juga dapat dilihat dari strategy mapping pada organisasi sektor publik. Strategy mapping bertujuan untuk membuat kerangka kerja bagi strategi organisasi ke
17
dalam item-item ukuran kinerja yang merupakan derivasi dari visi organisasi (Tunggal, 2009). Strategy mapping balanced scorecard untuk organisasi sektor publik menempatkan perspektif pelanggan sebagai prioritas utama dalam menjalankan organisasi, artinya strategi organisasi sektor publik akan ditujukan untuk peningkatan pelayanan publik. Setiap anggaran kinerja pada perspektif keuangan, bisnis internal dan pertumbuhan serta pembelajaran akan diarahkan pada upayaupaya peningkatan kepuasan pelanggan. Ukuran finansial bukan merupakan tujuan utama organisasi, tetapi ukuran outcome lebih dominan pada organisasi sektor publik dimana perspektif pelanggan menjadi misi utama organisasi. Hal ini sejalan dengan fungsi instansi pemerintah yang dituntut untuk dapat merespon berbagai keinginan dan kebutuhan masyarakat akan penyediaan barang dan pelayanan publik (Magdalena, 2008). Strategi yang diterapkan bagi instansi pemerintah adalah bagaimana agar masyarakat/pelanggan
dapat
merasakan
pelayanan
yang
diberikan
oleh
pemerintah dengan sebaik-baiknya. Pelayanan yang diberikan tersebut tanpa harus memperhatikan berapa pendapatan yang akan diterima dari masyarakat jika pemerintah menyediakan barang dan pelayanan publik tertentu. Cara pandang demikian dikarenakan masyarakat berkewajiban membayar pajak yang dipungut oleh pemerintah sebagai sumber pembiayaan barang dan jasa publik, sehingga pemerintah sebagai imbal jasanya diwajibkan pula memberikan pelayanan yang optimal bagi masyarakat (Wirasata, 2010).
18
Berdasarkan strategy mapping balanced scorecard untuk organisasi sektor publik, maka dapat disusun kerangka instrumen penilaian balanced scorecard untuk penelitian ini adalah sebagai berikut: 1) Perspektif Kepuasan Pelanggan Tujuan dari perspektif kepuasan pelanggan antara sektor publik dengan sektor swasta pada intinya sama yaitu untuk mengetahui bagaimana pelanggan melihat organisasi, sedangkan perbedaannya terletak pada siapa yang menjadi pelanggan. Pada organisasi sektor publik yang menjadi pelanggan utama adalah masyarakat pembayar pajak dan masyarakat pengguna layanan publik, sehingga pertanyaan yang muncul di atas dimodifikasi menjadi bagaimana masyarakat pembayar pajak dan pengguna layanan publik melihat organisasi?. Dengan begitu fokus utama organisasi sektor publik pada perspektif ini adalah penyediaan barang dan jasa publik yang berkualitas dengan harga yang terjangkau (Wirasata, 2010). Untuk melihat tingkat kepuasan pelanggan, Leonard A. Berry (dalam Wirasata, 2010) telah mengembangkan sebuah instrumen yang dinamakan Service Quality (servqual) yang terbukti mampu mengukur tingkat kepuasan pelanggan atas pelayanan yang mereka terima kedalam 5 dimensi yaitu: (1) Wujud fisik (tangibles), adalah penampilan fisik seperti: tempat pelayanan, sarana dan prasarana yang dapat dilihat langsung secara fisik oleh pelanggan. (2) Keandalan (reliability), yaitu kemampuan untuk memberikan pelayanan yang dijanjikan dengan tepat waktu dan memuaskan.
19
(3) Daya tanggap (responsiveness), adalah kemampuan pegawai untuk membantu pelanggan dan memberikan pelayanan dengan tanggap. (4) Jaminan (assurance), adalah pengetahuan dan keramahan pegawai yang dapat menimbulkan kepercayaan diri pelanggan terhadap perusahaan. (5) Empati (emphaty), adalah ketersediaan pegawai perusahaan untuk peduli, memberikan perhatian pribadi kepada pelanggan dan kenyamanan dalam melakukan hubungan komunikasi yang baik dan memahami kebutuhan pelanggan. 2) Perspektif Keuangan Ukuran keuangan dalam balanced scorecard tetap dipertahankan karena merupakan suatu gambaran dan konsekuensi ekonomi yang telah disebabkan oleh suatu keputusan dan tindakan ekonomi yang diambil sebelumnya. Perspektif
keuangan
juga
memberikan
petunjuk
mengenai
strategi
perusahaan, apakah implementasi dan pelaksanaannya memberikan kontribusi atau tidak kepada peningkatan laba perusahaan. Balanced scorecard tetap mempertahankan perspektif keuangan karena ukuran keuangan sangat berguna dalam memberikan gambaran mengenai hasil dari kebijaksanaan ekonomi yang sudah dilaksanakan dan tujuan keuangan merupakan fokus tujuan dari ukuran di semua perspektif dalam balanced scorecard lainnya (Kaplan dan Norton, 1996: 41). Namun bagi organisasi nirlaba perspektif keuangan mungkin memang dapat menjadi pendorong tetapi jarang menjadi tujuan utama.
20
3) Perpektif Bisnis Internal Pada dasarnya perspektif bisnis internal adalah membangun keunggulan organisasi melalui perbaikan proses internal organisasi yang berkelanjutan, dan perspektif ini harus mampu menjawab pertanyaan kita harus unggul dibidang apa? serta bagaimana kita membangun keunggulan?. Bila perusahaan dapat bersaing dan unggul dalam keseluruhan proses bisnis, maka kelangsungan hidup perusahaan akan terjamin. Balanced scorecard menghendaki agar manajemen memantapkan tujuan dan proses bisnis internal dan menerjemahkan strategi dalam tujuan operasional. Kinerja bisnis internal yang baik akan menghasilkan kinerja yang baik untuk pelanggan dan keuangan. 4) Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan Kaplan dan Norton membagi tiga kategori utama untuk perspektif pembelajaran dan pertumbuhan yaitu meliputi kapabilitas pekerja, kapabilitas sistem informasi serta motivasi, pemberdayaan dan keselarasan. Faktor pendorong untuk kelompok pengukuran kapabilitas pekerja menurut Kaplan dan Norton (1996: 112) yaitu dengan tingkat kepuasan karyawan. Kepuasan karyawan merupakan suatu cara untuk meningkatkan produktivitas, kualitas, pelayanan kepada konsumen dan kecepatan bereaksi. Kepuasan karyawan menjadi hal yang penting khususnya bagi perusahaan jasa. Kepuasan karyawan merupakan tingkat perasaan karyawan terhadap situasi dan kondisi senyatanya dengan situasi dan kondisi kerja yang diharapkan. Tingkat kepuasan kerja yang diharapkan karyawan dengan karyawan lain berbeda
21
sesuai dengan perspektif mereka masing-masing terhadap lingkungan (Edwin, 2011). Unsur-unsur yang menentukan kepuasan kerja karyawan menurut Robbins (dalam Fatmasari, 2010), yaitu: (1) Kerja secara mental Karyawan-karyawan yang cenderung lebih menyukai pekerjaan-pekerjaan yang memberi mereka kesempatan untuk menanamkan ketrampilan dan kemampuan mereka serta menawarkan berbagai tugas, kebebasan dan umpan balik mengenai berapa baik mereka mengerjakan tugasnya. (2) Ganjaran Para karyawan menginginkan sistem upah dan penghargaan yang adil apabila sesuai dengan tuntutan pekerjaan, tingkat ketrampilan individual dan
standar
pengupahan
komunitas.
Selain
itu,
karyawan
juga
menginginkan penghargaan atas prestasi kerja mereka, seperti pujian, promosi kerja ataupun imbalan lainnya. (3) Kondisi kerja Karyawan peduli akan lingkungan kerja baik untuk keamanan pribadi maupun untuk memudahkan mengerjakan tugas. (4) Rekan Kerja Adanya rekan kerja yang baik dan atasan yang memahami keadaan bawahan, mendengarkan pendapat bawahan dan menunjukkan suatu minat pribadi pada mereka dapat mengantarkan karyawan pada kepuasan.
22
(5) Kesesuaian kepribadian dengan pekerjaan Orang-orang yang memiliki kepribadian konsekuen dengan pekerjaannya seharusnya memiliki bakat dan kemampuan yang tepat untuk memenuhi tuntutan pekerjaan mereka, sehingga lebih besar kemungkinannya akan berhasil dalam pekerjaan tersebut yang pada akhirnya akan menghantarkan mereka pada kepuasan kerja.
2.1.7 Penilaian Kinerja RSUD Kabupaten Buleleng Kinerja RSUD Kabupaten Buleleng selama ini dinilai dengan indikatorindikator penilaian kinerja yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Indikatorindikator penilai kinerja tersebut di atur dalam Peraturan Daerah Kabupaten Buleleng No. 6 Tahun 2002 mengenai Retribusi Pelayanan Kesehatan dan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 129/Menkes/Sk/Ii/2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit. Sesuai Perda No. 6 Tahun 2002 kinerja keuangan RSUD Kabupaten Buleleng dinilai dengan menggunakan analisis anggaran yaitu perbandingan antara anggaran yang ditetapkan pemerintah dengan realisasi yang bisa dicapai oleh pihak RSUD. Rumus: Capaian Kinerja =
....................................................................... (1)
Keterangan: R : Realisasi T : Anggaran
23
Analisis anggaran yang dinilai pihak RSUD adalah analisis anggaran pendapatan dan analisis anggaran belanja. Analisis anggaran pendapatan membandingkan antara anggaran pendapatan dengan realisasinya. Sedangkan analisis anggaran belanja membandingkan anggaran belanja RSUD dengan realisasinya. Untuk proses bisnis internal, RSUD Kabupaten Buleleng menggunakan indikator efisiensi dan mutu pelayanan kesehatan yang telah diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan No. 129/Menkes/Sk/Ii/2008. Indikator-indikator tersebut yaitu, a. BOR (Bed Occupancy Rate) menunjukkan presentase tempat tidur yang dihuni dengan tempat tidur yang tersedia. b. BTO (Bed Turn Over Rate) menunjukkan perbandingan jumlah pasien keluar dengan rata-rata tempat tidur yang siap pakai. c. TOI (Turn Over Interval) menunjukkan rata-rata waktu luang tempat tidur. d.
ALOS (Average Length of Stay) menunjukkan rata-rata lamanya seorang pasien dirawat inap.
e. GDR (Gross Death Rate) digunakan untuk mengetahui rata-rata kematian untuk tiap-tiap 1000 pasien keluar. f. NDR (Net Death Rate) digunakan untuk mengetahui rata-rata angka kematian >48 jam setelah dirawat untuk tiap-tiap 1000 pasien keluar. Berdasarkan peraturan yang telah disebutkan di atas, maka dapat disimpulkan selama ini penilaian kinerja RSUD Kabupaten Buleleng berfokus pada kinerja keuangan yang dinilai dengan analisis anggaran dan kinerja bisnis
24
internal yang dinilai berdasarkan standar efisiensi dan mutu pelayanan rumah sakit.
2.2 Diskusi Penelitian-Penelitian Sebelumnya Beberapa penelitian yang dilakukan sebelumnya mengenai balanced scorecard yang diaplikasikan di rumah sakit antara lain dilakukan oleh Aurora (2010), Andranik (2008), Bestari (2011), Heather and II-Woon Kim (2005), Moullin (2007), Magdalena (2008), Parkison, Tsasis, and Porporato (2007), Pink, and McKillop (2003), Prasetyono (2005), Pramadhany (2011), Rachmat (2010), Wirasata (2010), Xiao (2006), Yang, Cheng and Yang (2005), Zelman, Pink, Matthias, and Catherine (2003). Dari beberapa penelitian tersebut, akan dikaji tiga diantaranya, yaitu penelitian yang dilakukan oleh Aurora (2010), Andranik (2008) dan Pramadhany (2011). Aurora (2010) meneliti mengenai kinerja RSUD Tugurejo Semarang melalui empat perspektif balanced scorecard. Tolak ukur perspektif keuangan diukur dengan pencapaian pendapatan dan perubahan biaya. Tolak ukur perspektif pelanggan menggunakan penilaian dari variabel akuisisi pelanggan, retensi pelanggan dan kepuasan pelanggan. Tolak ukur perspektif proses bisnis internal menggunakan penilaian dari variabel-variabel jumlah penanganan keluhan, peningkatan pendapatan dan respons time. Tolak ukur kinerja dari perspektif pembelajaran dan pertumbuhan menggunakan penilaian dari variabel-variabel retensi dan pelatihan karyawan. Dari hasil penelitian dengan menggunakan konsep balanced scorecard dapat ditarik kesimpulan bahwa terdapat beberapa
25
variasi pencapaian hasil. Perspektif pertumbuhan dan pembelajaran masih dianggap kurang, sedangkan untuk tiga perspektif lainnya seperti keuangan, pelanggan dan proses bisnis internal dianggap sudah cukup baik. Maka, balanced scorecard cocok untuk diterapkan pada RSUD Tugurejo Semarang karena balanced scorecard dapat memberikan gambaran yang lebih terstruktur dan menyeluruh dibandingkan dengan sistem tradisional yang masih digunakan sampai saat ini. Pramadhany (2011) membahas mengenai penilaian kinerja organisasi menggunakan metode balanced scorecard di Rumah Sakit Bhayangkara Semarang. Tolak ukur perspektif keuangan diukur menggunakan penilaian keuangan berdasarkan rasio efektivitas dan rasio efisiensi. Tolak ukur perspektif pelanggan menggunakan penilaian dari variabel-variabel akuisisi pelanggan, retensi pelanggan dan tingkat kepuasan pelanggan. Tolak ukur perspektif proses bisnis internal menggunakan penilaian dari variabel-variabel BOR, BTO, TOI, ALOS, GDR dan NDR. Tolak ukur kinerja dari perspektif pembelajaran dan pertumbuhan menggunakan penilaian dari variabel-variabel retensi pelanggan dan pelatihan pelanggan. Dari hasil penelitian dengan menggunakan balanced scorecard, nilai rata-rata untuk masing-masing perspektif yaitu keuangan, pelanggan, bisnis internal serta pembelajaran dan pertumbuhan adalah cukup baik. Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa kinerja Rumah Sakit Bhayangkara Semarang termasuk dalam kriteria cukup. Andranik (2008) meneliti mengenai penerapan Balanced Scorecard sebagai Tolok Ukur Pengukuran Kinerja pada Rumah Sakit Umum Daerah
26
Jenderal Ahmad Yani Kota Metro Lampung. Penelitian ini menunjukkan bahwa instrumen kinerja yang ada dalam balanced scorecard dapat diterapkan dalam rumah sakit, khususnya pada rumah sakit pemerintah. Hasil analisis kinerja yang dinilai pada keempat perspektif melalui pendekatan konsep balanced scorecard di RSUD Ahmad Yani Kota Metro pada tahun 2006-2007 menunjukkan bahwa beberapa perspektif menunjukkan kinerja yang baik, hal tersebut terlihat dari hasil yang
dicapai
oleh
perspektif
tersebut.
Penelitian
dilakukan
dengan
membandingkan data sekunder yang ada seperti data realisasi keuangan, data pengukuran kinerja tradisional yang kemudian dibandingkan dengan target yang sudah ditentukan sebelumnya kemudian data-data tersebut dikelompokkan ke dalam perspektif yang ada dan dicari hubungan dari setiap indikator tersebut. Adapun perbedaan penelitian terdahulu dengan penelitian ini adalah objek penelitian dan indikator kinerja yang digunakan untuk menilai masing-masing perspektif dalam balanced scorecard. Objek penelitian ini menilai tentang kinerja RSUD Kabupaten Buleleng. Indikator-indikator dalam penelitian ini yang digunakan untuk menilai masing-masing perspektif meliputi: tolak ukur perspektif pelanggan yang dinilai dengan indeks kepuasan pelanggan (IKP), tolak ukur perspektif keuangan dinilai berdasarkan konsep value for money, tolak ukur perspektif proses bisnis internal dinilai berdasarkan indikator standar efisiensi dan mutu pelayanan kesehatan rumah sakit, dan yang terakhir tolak ukur kinerja dari perspektif pembelajaran dan pertumbuhan dinilai dengan indeks kepuasan karyawan
(IKK).
27