BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1.
Perilaku Konsumtif 2.1.1. Pengertian Perilaku Konsumtif Menurut Schiffman & Kanuk (2004), konsumen yang melakukan pembelian dipengaruhi motif emosional seperti hal-hal yang bersifat pribadi atau subyektif (misalnya saja status, harga diri, perasaan cinta dan lain sebagainya), tidak mempertimbangkan apakah barang atau jasa yang dibelinya sesuai dengan dirinya, sesuai dengan kebutuhannya, sesuai dengan kemampuannya, dan sesuai dengan standar atau kualitas yang diharapkannya. Hal inilah yang menyebabkan individu dapat berperilaku konsumtif. Pengertian perilaku konsumtif menurut Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (dalam Lina & Rosyid, 1997) merupakan kecenderungan untuk melakukan konsumsi tiada batas, yang lebih mementingkan faktor keinginan daripada kebutuhan. Hal tersebut mengandung arti adanya unsur sifat pemborosan dalam perilaku konsumtif. Lubis (dalam Lina & Rosyid, 1997) mengemukan bahwa perilaku
konsumtif
melekat
pada
individu
bila
membeli
dan
mengkonsumsi barang dan jasa yang didasari pada keinginan (want) dan bukan pada kebutuhan (need). Menurut Fromm (1980) seseorang dapat dikatakan konsumtif jika ia memiliki barang lebih disebabkan oleh
12
pertimbangan status, yang dimaksud adalah memiliki barang bukan untuk memenuhi kebutuhannya tetapi karena barang tersebut menunjukan status pemiliknya. Fromm (1995) menyatakan bahwa keinginan masyarakat dalam era kehidupan yang modern untuk mengkonsumsi sesuatu tampaknya telah kehilangan hubungan dengan kebutuhan yang sesungguhnya. Hal itu terlihat bahwa perilaku konsumtif masyarakat Indonesia tergolong berlebihan bila dibandingkan dengan bangsa-bangsa di Asia tenggara (Soegito dalam Parma, 2007). Keadaan ini dilihat dari rendahnya tingkat tabungan masyarakat Indonesia dibandingkan negara lain seperti Malaysia, Filipina, dan Singapura (Soegito dalam Parma, 2007). Hal tersebut membuktikan bahwa masyarakat Indonesia lebih senang menggunakan uang untuk memenuhi kebutuhan yang tidak penting dengan berperilaku konsumtif yang menjadi syarat mutlak untuk kelangsungan status dan gaya hidup (Soegito dalam Parma, 2007). Selain itu, masyarakat juga melihat pola perilaku konsumsi seseorang untuk membantu mereka membuat penilaian mengenai identitas sosial orang tersebut (Solomon, 2004). Pernyataan diatas diperjelas oleh Dennis dan Soron (2005) dalam jurnal Death by Consumption bahwa setengah dari orang yang memiliki tingkat konsumsi yang tinggi berdomisili di negara yang sedang berkembang, dimana akan diperkirakan negara yang memiliki tingkat
13
populasi yang tinggi seperti Cina, India dan Indonesia akan memiliki tingkat konsumsi yang sangat tinggi kedepannya. Menurut Fromm (1955), perilaku mengkonsumsi produk secara berlebihan tersebut dapat berakibat Consumption Hungry. Consumption hungry adalah keinginan untuk mengkonsumsi sesuatu secara berlebihan demi memenuhi rasa puas yang dapat membuat seseorang menjadi konsumtif. Sedangkan, rasa puas pada manusia tidak bertahan pada satu titik saja, melainkan akan cenderung meningkat (Fromm, 1955). Sehingga orang tersebut akan memiliki keinginan untuk membelanjakan uangnya dengan mengkonsumsi barang dan jasa secara berlebihan dan terus menerus untuk memenuhi rasa puasnya. Berdasarkan dari uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa perilaku konsumtif adalah perilaku atau tindakan yang terlihat secara nyata dalam membeli, mendapatkan, menggunakan, dan menghabiskan barang dan jasa, tanpa batas dan lepas kendali, yang dalam proses tersebut lebih mementingkan faktor keinginan daripada kebutuhan. Perilaku konsumtif ditandai dengan kehidupan mewah dan berlebihan. Bila dilihat dari pengertian perilaku konsumen adalah sebuah proses pengambilan keputusan yang ditunjukan berupa perilaku atau aktivitas fisik yang terlibat dalam mencari, membeli, menggunakan, menilai, dan membuang produk, jasa, gagasan, sedangkan pengertian perilaku konsumtif adalah perilaku atau tindakan yang terlihat secara nyata dalam membeli, mendapatkan, menggunakan, dan menghabiskan barang
14
dan jasa, tanpa batas dan lepas kendali, yang dalam proses tersebut lebih mementingkan faktor keinginan daripada kebutuhan. Dari pengertian tersebut dapat dilihat perilaku konsumtif sebenarnya bagian dari perilaku konsumen,
karena
perilaku
konsumtif
merupakan
bagian
dari
mengkonsumsi suatu produk dan jasa yang dilakukan oleh konsumen. 2.1.2.1. Dimensi - dimensi Perilaku Konsumtif Dalam Agustia (2012) Berdasarkan dari pembahasan Erich Fromm (1995), perilaku konsumtif memiliki beberapa dimensi yaitu Pemenuhan Keinginan, Barang di Luar Jangkauan, Barang Tidak Produktif, dan Status. 1. Pemenuhan Keinginan Rasa puas pada manusia tidak berhenti pada satu titik saja melainkan cenderung meningkat. Oleh karena itu dalam pengkonsumsian suatu hal, manusia selalu ingin lebih, untuk memenuhi rasa puasnya, walaupun sebenarnya tidak ada kebutuhan akan barang tersebut. Sehingga individu tersebut akan memiliki keinginan untuk membelanjakan uangnya dengan mengkonsumsi barang dan jasa secara terus menerus untuk memenuhi rasa puasnya.
2. Barang di Luar Jangkauan
15
Acquistion transitory having and using – throwing away (or if posibble, profitable exchange for a better mode) new acquisition = consitutes the vicious. Jika manusia menjadi konsumtif, tindakan konsumsinya menjadi kompulsif dan tidak rasional. Individu tersebut selalu merasa “belum lengkap” dan mencari-cari kepuasan akhir dengan mendapatkan barang-barang baru. Individu tersebut tidak lagi mencari kebutuhan dirinya dan kegunaan barang itu bagi dirinya. 3. Barang Tidak Produktif Jika pengkonsumsian barang menjadi berlebihan maka kegunaan
konsumsi
menjadi
tidak
jelas,
sehingga
mengakibatkan barang atau produk tersebut menjadi tidak produktif. 4. Status Perilaku individu bisa digolongkan sebagai konsumtif jika ia memiliki barang-barang lebih karena pertimbangan status. Manusia mendapatkan barang-barang untuk memilikinya. Tindakan
konsumsi
itu
sendiri
tidak
lagi
merupakan
pengalaman yang berarti, manusiawi dan produktif karena hanya merupakan pengalaman pemuasan angan-angan untuk mencapai suatu status melalui barang atau kegiatan yang bukan merupakan bagian dari kebutuhan dirinya.
16
2.1.2.2. Faktor-faktor Perilaku Konsumtif Dalam Agustia (2012) Banyak hal yang mendasari seseorang mengkonsumsi atau membeli suatu produk. Faktorfaktor merupakan hal-hal yang mendasari seseorang untuk pada akhirnya mengkonsumsi suatu produk. Perilaku konsumtif, menurut Engel, Blackwell, dan Miniard (1995) dipengaruhi oleh faktor-faktor berikut : 1. Kebudayaan, yaitu sebagai bentuk kreativitas yang diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya, yang akan membentuk perilaku yang mengakar. Kebudayaan memiliki pengaruh kuat terhadap perilaku membeli, perilaku membeli dapat diramalkan dari nilai-nilai budaya yang dipegang konsumen. 2. Kelas Sosial, yaitu pembagian di dalam masyarakat yang terdiri dari individu-individu yang berbagi nilai, minat, dan perilaku yang sama. Tingkat seseorang dalam berinteraksi sosial akan mempengaruhi bentuk perilakunya. Kelas sosial menunjukkan bentuk-bentuk perilaku konsumsi yang berbeda. 3. Kelompok
Referensi,
yaitu
kelompok
yang
sangat
mempengaruhi perilaku seseorang. Interaksi seseorang didalam kelompok sosial akan berpengaruh terhadap pendapat dan seleranya. Seseorang dipengaruhi oleh kelompok referensi melalui tiga cara (Kotler, 1994) ; Kelompok referensi
17
menghadapkan seseorang pada perilaku dan gaya hidup baru. Mempengaruhi sikap dan gambaran diri seseorang karena secara normal orang ingin ”menyesuaikan diri”. Menciptakan suasana untuk penyesuaian yang dapat mempengaruhi pilihan orang terhadap merek dan produk. 4. Situasi, yaitu berupa suasana hati dan kondisi seseorang akan mempengaruhi bentuk perilaku konsumsinya, termasuk kondisi keuangan atau pendapatan, waktu dan juga tempat membeli. 5. Keluarga, yaitu berbentuk keyakinan dan kebiasaan yang berfungsi langsung menetapkan keputusan perilaku untuk membeli atau menggunakan produk atau jasa tertentu. Keluarga sebagai bagian dari faktor eksternal mempunyai pengaruh yang sangat besar dalam pembentukan sikap dan perilaku anggotanya. 6. Kepribadian, yaitu bentuk sifat-sifat yang terdapat dalam diri individu yang mempengaruhi keputusan untuk berperilaku. Setiap orang mempunyai kepribadian yang berbeda yang akan mempengaruhi perilaku konsumsi (Kotler, 1994). 7. Konsep diri, yaitu persepsi dan perilaku seseorang untuk membeli dan menggunakan produk/jasa tertentu. Konsep diri seseorang juga berpengaruh terhadap perilaku konsumsi. Seseorang yang memandang dirinya secara negatif cenderung berperilaku konsumtif untuk menaikkan citra dirinya.
18
8. Motivasi, yaitu yang mendorong seseorang untuk membeli dan menggunakan suatu produk. Menurut Foxall (dalam Pohan, 2001) motivasi pembelian dapat dibagi dalam beberapa kategori besar, yaitu Buying for Needs, Buying for Special Occasions or Situation, Buying for Saving or Investment, dan Buying for Fullfilling Psychological Needs. Perilaku konsumtif dapat dikatakan termasuk dalam Buying for Fullfilling Psychological Need, dimana individu memutuskan untuk melakukan pembelian suatu produk dengan alasan sematamata karena produk tersebut menggugah emosi invidu. Produk yang dibeli dapat memberikan suatu “nilai” atau “rasa” tertentu terhadap pembelinya. 9. Pengalaman belajar, yaitu tindakan pengamatan dan pelajaran dari stimulus berupa informasi untuk melakukan pembelian dan penggunaan. Sebelum seseorang membeli produk, seseorang akan mendasarkan pengamatannya terhadap produk tersebut. Jika produk tersebut sesuai maka seseorang tidak akan segan membelinya. Pembelian yang dilakukan konsumen juga merupakan suatu rangkaian proses belajar. 10. Gaya hidup, yaitu pola rutinitas kehidupan dan aktivitas seseorang dalam menggunakan waktu dan uang. Gaya hidup juga merupakan pola hidup seseorang yang diekspresikannya dalam aktivitas, minat, dan opini, yang menggambarkan
19
“keseluruhan diri seseorang” yang berinteraksi dengan lingkungannya (Abdurachman, 2004) 2.2. Remaja 2.2.1. Pengertian Remaja Kata remaja berasal dari bahasa latin yaitu adolescere yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa (Hurlock, 2004). Definisi remaja menurut Hurlock (2004), masa remaja merupakan suatu periode transisi dimana seseorang berubah secara fisik dan psikologis dari seorang anak menjadi dewasa. Piaget (dalam Hurlock, 2004) mempunyai arti yang lebih luas, dimana remaja mencakup kematangan mental, emosional, sosial, dan fisik. Menurut
Sarwono
(2006),
untuk
profil
remaja
Indonesia
sebenarnya tidak ada yang seragam dan berlaku secara nasional karena Indonesia terdiri dari berbagai macam suku, adat, dan tingkatan sosialekonomi maupun pendidikan. Menurut Papalia, Olds & Feldman (2001), mengenai batasan rentang usia pada remaja, transisi perkembangan pada remaja berlangsung antara masa kanak-kanak dan masa dewasa, yang pada umumnya dimulai pada usia 12 atau 13 tahun dan berakhir pada usia akhir belasan tahun atau awal dua puluhan tahun. Hal itu diperjelas oleh Monks (2000), dimana remaja merupakan individu yang berusia antara 12 hingga 21 tahun yang sedang mengalami masa peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa, dengan pembagian 12 hingga 15 tahun pada masa remaja awal, 15 hingga 18 tahun untuk
20
masa remaja pertengahan dan 18 hingga 21 tahun untuk masa remaja akhir. Masa remaja awal dan akhir dibedakan oleh Hurlock karena pada masa remaja akhir individu telah mencapai transisi perkembangan yang lebih mendekati masa dewasa Hurlock (2004). Pada penelitian ini pemfokusan kepada remaja awal dan akhir terkait dengan sampel penelitian ini, yaitu anak SMA dengan kisaran usia berumur 13-18 tahun. Namun ketersediaan sampel pada SMA IIBS hanya pada remaja berumur 14-17 tahun yang duduk di SMA kelas 1 dan 2. 2.2.2. Aspek-aspek Perkembangan Pada Masa Remaja Yang dimaksud dengan perkembangan adalah perubahan yang terjadi pada rentang kehidupan (Papalia & Olds, 2001). Transisi perkembangan pada masa remaja berarti sebagian perkembangan masa kanak-kanak masih dialami namun sebagian kematangan masa dewasa sudah dicapai (Hurlock, 1990). Perkembangan dalam kehidupan manusia terjadi pada aspek-aspek yang berbeda. Ada tiga aspek perkembangan yang dikemukakan Papalia dan Olds (2001), yaitu: (1) perkembangan fisik, (2) perkembangan kognitif, dan (3) perkembangan kepribadian dan sosial. 1. Perkembangan fisik Yang dimaksud dengan perkembangan fisik adalah perubahanperubahan dalam hakikat fisik individu. Perkembangan fisik pada remaja mencakup perubahan-perubahan pada tubuh, otak, kapasitas sensoris dan ketrampilan motorik. Perubahan pada tubuh ditandai
21
dengan pertambahan tinggi dan berat tubuh, pertumbuhan tulang dan otot, dan kematangan organ seksual dan fungsi reproduksi. 2. Perkembangan Kognitif Perkembangan kognitif meliputi perubahan dalam pikiran, intelegensi, dan bahasa individu. Piaget (dalam Papalia & Olds, 2001) mengemukakan bahwa pada masa remaja terjadi kematangan kognitif, yaitu interaksi dari struktur otak yang telah sempurna dan lingkungan sosial yang semakin luas untuk eksperimentasi memungkinkan remaja untuk berpikir astrak. Remaja sudah mampu membedakan antara halhal atau ide-ide yang lebih penting dibanding ide lainnya. Remaja sudah mampu memikirkan suatu situasi yang masih berupa rencana atau suatu bayangan (Santrock, 2001). Pada tahap ini, remaja juga sudah mulai mampu berspekulasi tentang sesuatu, dimana mereka sudah mulai membayangkan sesuatu yang diinginkan di masa depan dan membuat suatu perencanaan untuk mencapai suatu tujuan di masa depan (Santrock, 2001). Remaja juga sudah dapat memahami bahwa tindakan yang dilakukan pada saat ini dapat memiliki efek pada masa yang akan datang. Dengan demikian, seorang remaja mampu memperkirakan konsekuensi dari tindakannya. 3. Perkembangan kepribadian dan sosial Tahap
perkembangan
kepribadian
dan
sosial
meliputi
perubahan dalam hubungan individu dengan manusia lain, dalam emosi, dalam kepribadian, dan dalam peran dari konteks sosial dalam
22
perkembangan. Perkembangan kepribadian adalah perubahan cara individu berhubungan dengan dunia dan menyatakan emosi secara unik, sedangkan perkembangan sosial berarti perubahan dalam berhubungan dengan orang lain. Perkembangan sosial pada masa remaja lebih melibatkan kelompok teman sebaya dibanding orang tua (Conger dalam Papalia & Olds, 2001). Dengan demikian, pada masa remaja peran kelompok teman sebaya cukup besar. Pada diri remaja, pengaruh lingkungan dalam menentukan perilaku diakui cukup kuat. Pada kehidupan sosial, remaja tidak lagi berhubungan hanya dengan individu dari jenis kelamin yang sama, tetapi juga dengan lawan jenis, dan dengan orang dewasa.
2.3.
Sikap (attitude) 2.3.1. Pengertian Sikap Sikap merupakan reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau obyek. Manifestasi sikap itu tidak dapat langsung dilihat tetapi hanya dapat menafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup, sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu yang dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial (Notoatmodjo, 2007). Sikap merupakan evaluasi umum
23
yang dibuat manusia terhadap dirinya sendiri, orang lain, obyek atau isu. (Pretty,1986 dalam Azwar,2005) 2.3.2. Komponen pokok sikap Sikap mempunyai 3 komponen pokok, yaitu: 1)
Kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep terhadap suatu obyek
artinya, bagaimana keyakinan dan pendapat atau pemikiran seseorang terhadap obyek. 2) Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu obyek, artinya bagaimana penilaian (terkandung didalamnya faktor emosi) orang terhadap obyek. 3) Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave), artinya sikap merupakan komponen yang mendahului tindakan atau perilaku terbuka. Sikap adalah ancang-ancang untuk berperilaku terbuka (Notoatmodjo, 2007)
2.3.3.
Tingkatan sikap Sikap terdiri dari berbagai tingkatan yakni (Notoatmodjo,2007:
144): 1) Menerima (receiving) Menerima
di
artikan
bahwa
orang
memperhatikan stimulus yang diberikan 2(obyek) 2) Merespon (responding)
24
(subyek)
mau
dan
Memberikan
jawaban
apabila
ditanya,
mengerjakan
dan
menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi sikap karena dengan suatu usaha untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan. Lepas pekerjaan itu benar atau salah adalah berarti orang itu menerima ide tersebut. 3) Menghargai (valuing) Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan dengan orang lain terhadap suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga, misalnya seseorang mengajak ibu yang lain (tetangga, saudaranya, dsb) untuk menimbang anaknya ke posyandu atau mendiskusikan tentang gizi adalah suatu bukti bahwa si ibu telah mempunyai sikap positif terhadap gizi anak. 4) Bertanggung jawab (responsible) Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko adalah segala yang mempunyai sikap yang paling tinggi. Misalnya seorang ibu mau menjadi akseptor KB, meskipun mendapatkan tantangan dari mertua atau orang tuanya sendiri. (Wawan dan Dewi, 2010) 2.3.4. Ciri-ciri sikap Ciri-ciri sikap menurut purwanto (1998) adalah: 1) Sikap bukan dilakukan sejak lahir melainkan dibentuk atau dipelajari sepanjang perkembangan itu dalam hubungan dengan obyeknya. Sifat ini
25
membedakannya dengan sifat motif-motif biogenis seperti lapar, haus, kebutuhan akan istirahat. 2) Sikap dapat berubah-ubah karena itu sikap dapat dipelajari dan sikap dapat berubah pada orang-orang bila terhadap keadaan dan syarat-syarat tertentu yang mempermudah sikap pada orang lain. 3) Sikap tidak berdiri sendiri, tetapi senantiasa mempunyai hubungan tertentu terhadap suatu obyek dengan kata lain, sikap itu terbentuk, dipelajari/berubah senantiasa berkenaan dengan suatu obyek tertentuyang dirumuskan dengan jelas. 4) Obyek sikap itu merupakan suatu hal tertentu tetapi dapat juga merupakan kumpulan dari hal-hal tersebut. 5) Sikap mempunyai segi-segi motivasi dan segi-segi perasaan, sifat alamiah yang membedakan sikap dan kecakapan-kecakapan atau pengetahuan-pengetahuan yang dimiliki orang. Pernyataan sikap yang berisi hal-hal yang negatif mengenai obyek sikap yang bersifat tidak mendukung maupun kontra terhadap obyek sikap. Pertanyaan seperti ini disebut dengan pertanyaan yang tidak favorable. Suatu skala sikap sedapat mungkin diusahakan agar terdiri atas pernyataan favorable dan tidak favorable dalam jumlah yang seimbang. Dengan demikian pernyataan disajikan tidak semua positif dan semua negatif yang seolah-olah isi skala memihak/mendukung sama sekali obyek sikap (Azwar, 2005)
2.3.5. Sifat sikap
26
Sikap dapat pula bersifat positif dan dapat pula bersifat negatif menurut purwanto (1998): 1) Sikap positif kecenderungan tindakan adalah mendekati, menyenangi, mengharapkan objek tertentu. 2) Sikap negatif terhadap kecenderungan untuk menjauhi, menghindari, membenci, tidak menyukai objek tertentu. 2.3.6. Faktor-faktor yang mempengaruhi sikap Faktor-faktor yang mempengaruhi sikap keluarga terhadap obyek sikap antara lain: a) Pengalaman pribadi Untuk dapat menjadi dasar pembentukan sikap, pengalaman pribadi haruslah meninggalkan kesan yang kuat. Sikap akan lebih mudah terbentuk apabila pengalaman pribadi tersebut terjadi dalam situasi yang melibatkan faktor emosional. b) Pengaruh orang lain yang dianggap penting Pada umumnya, individu cenderung untuk memiliki sikap yang konformis atau searah dengan sikap orang yang dianggap penting. Kecenderungan ini antara lain dimotivasi oleh keinginan untuk berafiliasi dan keinginan untuk menghindari konflik dengan orang yang dianggap penting tersebut. c) Pengaruh kebudayaan Tanpa disadari kebudayaan telah menanamkan garis pengarah sikap kita terhadap berbagai masalah. Kebudayaan telah mewarnai sikap
27
anggota masyarakatnya, karena kebudayaanlah yang memberi corak pengalaman individu-individu masyarakat asuhannya. d) Media massa Dalam pemberitaan surat kabar maupun radio atau media komunikasi lainya, berita yang seharusnya faktual disampaikan secara obyektif cenderung dipengaruhi oleh sikap sikap penulisnya, akibatnya berpengaruh terhadap sikap konsumennya. e) Lembaga pendidikan dan lembaga agama Konsep moral dan ajaran dari lembaga pendidikan dan lembaga agama sangat menentukan sistem kepercayaan tidaklah mengherankan jika kalau pada gilirannya konsep tersebut mempengaruhi sikap. f) Faktor emosional Kadang kala, suatu bentuk sikap merupakan pernyataan yang didasari emosi yang berfungsi sebagai sebagai semacam penyaluran frustasi atau pengalihan bentuk.
2.3.7. Pengukur sikap Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung dan tidak langsung dan tidak langsung. Secara langsung dapat ditanyakan bagaimana pendapat atau pertanyaan responden terhadap suatu obyek. Misalnya, bagaimana pendapat responden tentang kegiatan posyandu, atau juga dapat dilakukan dengan cara memberikan pendapat dengan
28
menggunakan setuju atau tidak setuju terhadap pernyataan-pernyataan obyek tertentu, dengan menggunakan skala likert (Notoatmodjo,2005:57) Skala likert merupakan metode sederhana dibandingkan dengan skala Thurstone. Skala Thurstone yang terdiri dari 11 poin disederhanakan menjadi 2 kelompok yaitu favorable dan unfavoruble sedangkan item yang netral tidak disertakan. Untuk mengatasi hilangnya netral tersebut, likert menggunakan teknik konstruksi test yang lain. Masing-masing responden diminta melakukan agreement dan disagreement untuk masing-masing item dalam skala yang skala yang terdiri dari 5 poin (sangat setuju, setuju, ragu-ragu, tidak setuju, sangat tidak setuju). Semua item yang favorable kemudian diubah nilainya dalam angka sangat setuju adalah 1 sedangkan untuk yang sangat tidak setuju nilainya 5. (Wawan dan Dewi, 2010:3940). 2.3.8. Struktur sikap Secara umum sikap mengandung tiga komponen yang membentuk struktur sikap yang meliputi komponen kognitif,
afektif dan konasi.
Sebagai acuan dalam penelitian ini, memakai teori Azwar terkait dengan struktur sikap, yaitu: 1) Komponen kognitif Yaitu komponen yang berisi kepercayaan mengenai apa yang berlaku atau apa yang benar bagi objek sikap pengetahuan, kepercayaan atau
fikiran dan keyakinan yang
didasarkan pada informasi yang berhubungan dengan objek
29
berupa
2) Komponen afektif Yaitu komponen yang menyangkut masalah emosional subjektif seseorang terhadap suatu objek sikap yang berhubungan dengan perasaan-perasaan tertentu yang berupa perasaan senang dan tidak senang. Objek disini dirasakan menunjukkan arah sikap positif dan negatif. 3) Komponen konasi Yaitu komponen sikap yang menunjukkan bagaimana perilaku atau kecenderungan berperilaku yang ada dalam diri remaja berkaitan dengan objek sikap yang dihadapinya
2.4.
Kebudayaan Populer Menurut (Mowen &Minor,2002) Kebudayaan populer adalah budaya daya
tarik besar-besaran.Kebudayaan populer mempunyai karakteristik berikut : 1. Mengungkapkan pengalaman dan nilai-nilai dari bagian penting populasi. 2. Tidak membutuhkan pengetahuan khusus untuk memahaminya 3. Diperkenalkjan dengan cara sedemikian rupa sehingga sebagian besar orangg mempunyai akses yang mudah kepada kebudayaan populer. 4. Paling sering mempengaruhi perilaku yang tidak meliputi bekerja atau tidur. Secara umum, budaya populer atau sering disingkat budaya pop merupakan budaya yang ringan, menyenangkan, trendi, banyak disukai dan cepat
30
berganti. Menilik dari sejarahnya, kehadiran budaya populer tidak dapat terlepaskan dari perkembangan pembangunan pada abad ke-19 dan abad ke -20. Pada abad ke-19, pembangunan aspek media massa, khususnya surat kabar dan novel menjadikan jarak yang terpisah antara suatu masyarakat di belahan dunia yang berbeda dapat mengakses trend kultur, tidak terhambat oleh jarak. Memasuki abad ke-20, penemuan radio, televisi dan komputer
semakin
mempercepat penyebaran trend kultur dari belahan dunia yang satu ke belahan dunia lain. Budaya populer sebelum masa industri disebut juga sebagai budaya yang berasal dari budaya rakyat (folk culture). Ia mengangkat masalah ini melalui pendekatan yang beranggapan bahwa budaya pop adalah sessuatu yang diterapkan pada ”rakyat” dari atas. Budaya pop adalah budaya otentik ”rakyat” yang kemudian berkembang menjadi sebuah budaya yang populer di tengah masyarakat. Namun, seiring perkembangan kajian mengenai budaya pop dan terciptanya masyarakat industri, terjadi pergeseran makna terhadap budaya pop. Budaya pop kini dipandang sebagai budaya massa. Budaya massa acapkali diartikan sebagai budaya populer yang diproduksi oleh teknik industri dengan produksi massal dan dipasarkan kepada masyarakat massa demi keuntungan kapitalis (Sari dkk, 2012). Signifikansi sosial budaya populer di zaman modern ini dapat dipetakan berdasarkan bagaimana budaya populer itu diidentifikasikan melalui gagasan budaya massa. Tidak bisa dipungkiri, industrialisasi dan urbanisasi merupakan elemen yang paling berpengaruh terhadap lahirnya khalayak budaya massa yang
31
disebut masyarakat massa. Industrialisasi memicu konsumerisme yang berlebihan sementara urbanisasi menjadi perantara budaya secara geografis. Industrialisasi dan urbanisasi meruntuhkan perantara sosial yang sebelumnya menjadi petanda identitas sosial. Sebuah budaya yang akan memasuki dunia hiburan dan dipentaskan kemudian disebarluaskan ke berbagai wilayah di belahan dunia, pada umumnya menempatkan unsur populer sebagai unsur utamanya. Budaya itu kemudian memperoleh kekuatannya manakala media massa digunakan sebagai by pass penyebaran pengaruh di masyarakat. Konteks sosial semacam ini lebih cenderung membawa manusia dalam dunia yang serba tipuan. Maksudnya, kadang kefanaan menjadi suatu tujuan yang lebih konkret dari apa yang diperjuangkan oleh manusia itu sendiri. Dan disaat dunia tipuan ini dapat dimanipulasi oleh industri media, maka tipuan itu menjadi abadi dalam dunia fana. Kemajuan teknologi telekomunikasi telah membentuk dunia ini sekecil telur burung merpati. Batas-batas budaya dan negara menjadi musnah. Kekuasaan tertinggi di dunia ini tidak lagi terletak pada pemilikan, akan tetapi pada penguasaan ( Bungin, 2008) Pada awalnya kajian tentang budaya populer tidak bisa dilepaskan dari peran Amerika Serikat dalam memproduksi dan menyebarkan budaya populer. Negara itu telah menanamkan akar yang sangat kuat dalam industri budaya populer, antara lain melalui Music Television (MTV), McDonald, Hollywood, dan industri animasi mereka (Walt Disney, Looney Toones, dll). Namun, perkembangan selanjutnya memunculkan negara-negara lain yang juga berhasil
32
menjadi pusat budaya populer seperti Jepang, Korea Selatan, Hongkong, dan Taiwan (Sari dkk, 2012) Menurut Nissim Kadosh Otmazgin, peneliti dari Center for Southeast Asian Studies (CSEAS) Kyoto University, Jepang sangat sukses dalam menyebarkan budaya populernya. Ia mengemukakan bahwa, “Selama dua dekade terakhir, produk-produk budaya populer Jepang telah diekspor, diperdagangkan, dan dikonsumsi secara besar-besaran di seluruh Asia Timur dan Asia Tenggara”. Manga (komik Jepang), anime (film animasi), games, fashion, musik, dan drama Jepang (dorama) merupakan contoh-contoh budaya populer Jepang yang sukses di berbagai negara (Sari dkk, 2012) Setelah kedigdayaan Jepang, menyusul Korea Selatan yang kini semakin menunjukkan kemampuannya menyaingi serbuan budaya Jepang yang terlebih dulu melakukan ekspansi melalui budaya populer dalam bentuk hiburan. Tidak ketinggalan, film, drama dan musik k-pop Korea semakin mendunia. Amerika Serikat sebagai negara asal budaya pop juga tidak luput terkena imbas Korean Wave (istilah penyebaran budaya pop Korea ke berbagai belahan dunia). Amerika kini menjadi basis para ikon budaya pop Korea memperluas pengaruhnya. Beberapa artis kenamaan Korea kini telah berhasil masuk ke dunia hiburan terbesar di dunia yaitu Hollywood. Selain itu, film-film Korea juga menjadi semacam magnet yang mengundang sutradara Hollywood untuk melakukan remake film Korea, salah satunya Il Mare yang ceritanya diadopsi Hollywood menjadi Lake House. Kasus di Amerika Serikat tersebut menjadi contoh keberhasilan
ekspansi
budaya
populer
33
Korea
dan
kekhawatiran
yang
menyertainya. Istilah “Koreanisasi” sering digunakan untuk menggambarkan penyebaran budaya populer Korea (Sari dkk, 2012) Budaya populer sifatnya lebih banyak mempertontonkan sisi hiburan, yang kemudian mengesankan lebih konsumtif. Hiburan merupakan kebutuhan pribadi masyarakat yang telah dipengaruhi oleh struktur kapitalis. Prinsip –prinsip yang menonjol dalam hiburan adalah kesenangan yang tertanam dan menjelma dalam kehidupan manusia, sehingga pada saat lain akan menjelma membentuk budaya manusia. Akhirnya, kesenangan itu menjadi larut dalam kebutuhan manusia yang lebih besar, bahkan kadang menjadi eksistensi kehidupan manusia. Kesenangan juga membuat manusia manja dan terbiasa dengan kehidupan yang aduhai dan serba mengagumkan (Sari dkk, 2012) Budaya pop sengaja dimunculkan untuk menjaga jarak keterlibatan ‘orang-orang’ dari budaya ‘riil’. Kita juga dapat melihat bagaimana budaya pop sengaja dibangkitkan untuk menegaskan posisi orang-orang yang memusuhi mode manipulasi komersial yang disokong oleh ideologi industri budaya kapitalis. Dari kedua hal tersebut, nyata-nyata budaya pop digunakan sebagai agen penghancur budaya yang lain; sebuah bayang-bayang berbahaya yang mengancam dan menjegal kemajuan hal-hal yang riil (Sari dkk, 2012).
2.5.
Budaya Pop Korea (Korean Wave /Hallyu Wave) Cheonosa (2011) menyatakan bahwa
Hallyu atau Korean Wave
("Gelombang Korea") adalah istilah yang sering digunakan untuk penyebaran budaya Korea Selatan di seluruh dunia. Korean Wave mulai menyebar ke
34
berbagai daerah Asia, seperti Cina, Hongkong dan Taiwan awal tahun 1990-an dengan ditayangkan drama Korea yang begitu banyak diminati oleh masyarakat. Semakin lama pengaruhnya sampai ke negara Jepang dan negara-negara Asia Tenggara, seperti Indonesia, Singapura, Thailand dan lain-lain (Pakaya, 2012) Kegemaran akan budaya pop Korea dimulai di Republik Rakyat Cina dan Asia Tenggara mulai akhir 1990-an. Istilah Hallyu atau Korean Wave diadopsi oleh media Cina setelah album musik pop Korea, HOT, dirilis di Cina. Serial drama TV Korea mulai diputar di Cina dan menyebar ke negaranegara lain seperti Hongkong, Vietnam, Thailand, Indonesia, Filipina, Jepang, Amerika Serikat, Amerika Latin dan Timur Tengah. Korean Wave (Hallyu) mengacu pada fenomena hiburan Korea dan budaya populer yang melanda dunia dengan musik pop, drama TV, dan film. Namun makna istilah Hallyu sekarang telah diperluas untuk mencakup popularitas apapun yang berkaitan dengam Korea termasuk masakan Korea dan bahasa Korea. Budaya industri secara keseluruhan tumbuh sangat pesat di Korea Selatan sejak akhir 1990-an tumbuh hingga 21%, sementara ekonomi Korea Selatan tumbuh rata-rata tiap tahun sebesar 5,5 % selama 1993-2003 (Departemen Kebudayaan dan Pariwisata 2004). Ekspor produk budaya juga telah berkembang cukup pesat sejak akhir 1990 dengan booming Hallyu di Cina dan kemudian di Jepang. Menurut Artikel Korea Times pada tanggal 22 Desember, 2005 produk budaya Korea Selatan misalnya, film, musik, permainan dan drama TV, mencatat ekspor sebesar US $ 1 miliar di tahun 2005, yang meningkat 31 % di bandingkan tahun 2004.
35
Dengan demikian, meledaknya pertumbuhan Hallyu telah memberikan kontribusi
terhadap
ekonomi
Korea
Selatan
serta
transformasi
dalam
perekonomian pasca-industri, berbasis pengetahuan. Jumlah wisatawan asing ke Korea Selatan juga telah tumbuh cukup pesat dalam hubungannya dengan meningkatnya Hallyu. Secara khusus, sebelum meledaknya Hallyu jumlah wisatawan asal China pada tahun 1995 berjumlah 28.909 wisatawan atau (4,8% dari total jumlah wisatawan ke Korea Selatan), namun secara mengejutkan setelah meledaknya Hallyu terjadi peningkatan drastis yaitu menjadi 314.433 wisatawan (atau 11,8% dari total) pada tahun 2005. Korea Selatan telah berkembang menjadi salah satu negara paling makmur di Asia yang ditandai dengan perekonomian Korea Selatan kini terbesar ketiga di Asia dan ke-13 di dunia. Hal penunjang kebangkitan ekonomi Korea Selatan tidak lain karena sektor industri teknologi transportasi dan teknologi komunikasi yang juga didukung oleh sektor kebudayaannya melalui Korean wave. Pada tahun 2004, ekspor film dan program televisi bersama dengan pariwisata dan produk KPop menghasilkan pendapatan total hampir US$2 miliar. Selain itu, menurut statistik Bank Of Korea dari bidang ekspor budaya dan jasa hiburan, industri musik K-pop telah menghasilkan US$794 juta tahun 2011 dan mengalami peningkatan 25% dari US$637 juta di tahun 2010 seiring K-pop semakin diminati oleh masyarakat internasional Pada saat ini, Hallyu diikuti dengan banyaknya perhatian akan produk Korea Selatan. Pertama dalam segi fashion perkembangan industri fashion di Korea lebih maju dibanding dengan negara di Asia Timur lainnya seperti Jepang
36
dan China. Jika diperhatikan gaya berpakaian wanita Korea dalam film-filmnya terlihat khas, sederhana, santun namun tetap modis. Gaya fashion Korea lebih bisa diterima wanita pada umumnya jika dibandingkan dengan gaya Harajuku dari Jepang yang telihat aneh dan berani. Model mantel yang dikenakan para bintang film Korea terlihat modis dan banyak ditiru di Indonesia. Bahkan jika Anda berbelanja di beberapa mall
di Indonesia para penjaga toko begitu sering
menawarkan “baju model Korea” karena begitu populernya fashion Korea. Kemudian masakan atau Selain cerita romantis yang menarik dalam film dan serial Korea juga banyak menampilkan adegan makan. Dalam dialognya sering dikatakan beberapa makanan khas Korea. Seperti dalam serial Cruel Temptation sering disebutkan makanan Kimchi yang merupakan sayuran sawi putih atau lobak yang difermentasi dan diberi bumbu pedas. Selain itu makanan laut seperti sup gurita pedas juga populer di Korea. Adegan makan pada serial Korea ini banyak yang membuat air liur penonton terbit. Sehingga banyak orang penasaran untuk mencicipi kuliner Korea. Bahkan saat ini sudah banyak resto dan kafe yang menyajikan makanan Korea di Indonesia. Di beberapa supermarket ternama menyediakan bahan-bahan makanan dan bumbu masakan khas Korea. Berikutnya barang elektronik, Korea memiliki dua perusahaan elektronik terbesar di dunia yaitu Samsung dan LG. Lalu dalam segi pariwisata, Korea selatan memiliki tempat-tempat wisata yang menarik dan romantis hal ini dilihat dari drama dan film yang memakai lokasi tempat wisata tersebut. Lalu dalam segi musik, Saat ini di Indonesia sedang menjamur boyband dan girlband, sedikit banyak memang terpengaruh oleh band asal Korea. Gaya personil dan tipe musiknya bisa jadi
37
terinspirasi dari band-band asal Korea. Band-band ini menampilkan para pria dan gadis yang cute, modis dan performa yang maksimal. Beberapa grup band yang populer diantaranya, SuJu, Shinee, CN Blue dan Wonder Girl yang hit dengan lagu Nobody. Terakhir dari segi drama dan film pada tahun 2001 “Virus Korea” mulai tersebar di dunia, lewat sebuah film komedi romantis My Sassy Girl yang diadaptasi dari sebuah novel karya Kim Ho-Sik. Setelah diangkat menjadi sebuah film, tanpa diduga film ini menjadi sangat populer bahkan beberapa negara membeli hak ciptanya. Termasuk AS, yang melalui Hollywood membuat ulang film tersebut. Sejak saat itu dunia mulai melirik film-film karya Korea. Kemudian menyusul serial drama mulai diputar di stasiun tv di Indonesia. Diantaranya yang populer Endless Love, Winter Sonata, Hotellier, My Sassy Girl, dan Jewel In The Palace. Uniknya, serial Korea ini selain menyajikan cerita yang menarik dan menampilkan para bintang yang menawan, juga menampilkan setting lokasi yang indah sebagai salah satu promosi wisata Korea.). Pemerintahan korea sendiri sangat mendukung dan memiliki peran dalam mewabahnya Korean wave. Hal ini menjadikan orang korea sendirilah yang harus menciptakan produk-produk media massanya sendiri. Selain itu dukungan dari pemerintah juga diwujudkan melalui berbagai event seni seperti festival-festival film dan musik bertaraf internasional (Pakaya, 2012). Fenomena budaya pop (pop culture) Korea ini mempengaruhi tak hanya mempengaruhi minat dari khalayak namun dapat mempengaruhi gaya hidup dari khalayak yang merupakan korean lovers. Hal ini dapat dilihat dari gaya
38
berpakaian, cara berbicara serta pola konsumsi dari seorang korean lovers yang identik dengan pop culture Korea (Pakaya, 2012). Pengaruh budaya pop (pop culture) Korea terhadap korean lovers ini berpengaruh dalam kehidupan sehari-hari. Penggunaan make-up yang minimalis dengan aksesoris lucu serta pakaian dengan warna yang cerah menjadi tren budaya pop Korea. Penggunaan istilah-istilah Korea seperti “Anyyeong haseyo” yang artinya apa kabar, “Saranghae” yang artinya saya mencintaimu, atau “Gamsahamnida” yang artinya terima kasih, saat ini banyak digunakan oleh para korean lovers dalam percakapannya sehari-hari dengan sesama pecinta budaya Korea. Selain itu, pembelian pakaian, gadget dan alat-alat elektronik, makanan khas Korea hingga pernak-pernik dengan gambar artis-artis Korea juga menjadi pilihan yang saat ini diminati oleh khalayak luas terutama oleh korean lovers (Pakaya, 2012)
2.5.1. Sejarah Perfilman Korea Industri
film
Asia
secara
umum
bergerak
dinamis
dalam
perkembangannya. Sinema Korea adalah salah satu industri film Asia yang bergerak sangat pesat dari sisi kualitas maupun kuantitasnya. Dilihat dari sejarahnya,
film
Korea
beberapa
kali
mengalami
masa
sulit
dalam
perkembangannya sebelum menjadi seperti saat ini. perkembangan perfilman Korea dapat dibagi kedalam beberapa periode dari tahun 1919 hingga saat ini (Pakaya, 2012).
39
Masa Pendudukan Jepang The Righteous Revenge (Uirijeok Guto/1919) tercatat sebagai “film” Korea pertama yang diproduksi di masa pendudukan Jepang. Film ini di istilahkan “kino drama” karena film hanya berfungsi sebagai latar dalam pertunjukan. Salah satu film yang dianggap sebagai film panjang Korea pertama adalah ChunhyangJeon (1922), kelak menjadi cerita rakyat yang paling sering difilmkan. Salah satu sutradara paling berpengaruh pada masa ini adalah Na Un-kyu melalui film pentingnya, Arirang (1926). Film ini merupakan bentuk sikap penolakannya terhadap pendudukan Jepang yang menginspirasi para pembuat film lainnya hingga otoritas Jepang kelak semakin memperkuat sensornya. Memasuki era film bicara, tercatat film bicara pertama adalah Chunhyang-Jeon (1935) arahan Lee Myeong-woo yang produksinya dibantu pemerintah Jepang. Selama periode ini produksi film-film Korea meningkat demikian pesat. Un-kyu pada era ini memproduksi beberapa film penting seperti Kanggeonneo maeul (1935), dan Oh Mong-nyeo (1937). Setelah Jepang menginvasi Cina pada tahun 1937, industri film Korea berubah sepenuhnya menjadi mesin propaganda Jepang. Film-film barat yang dirilis mulai berkurang dan digantikan oleh film-film Jepang. Bahkan mulai tahun 1938, film-film Korea diproduksi langsung oleh pihak Jepang, dan puncaknya tahun 1942, film berbahasa Korea dilarang diproduksi sama sekali. Setelah Jepang menyerah pada tahun 1945, selama sesaat industri film Korea bersuka cita dalam era kebebasan, seperti tercermin dalam film Chayu Manse! (Viva Freedom!,1946). Namun
40
kembali industri film Korea mengalami masa-masa sulit setelah pemisahan wilayah Utara-Selatan dan pecah perang sipil selama tahun 1950-1953. Selama tiga tahun ini tercatat hanya sedikit film Korea diproduksi dan nyaris semua filmfilm warisan masa silam musnah selama perang (Pakaya, 2012).
Era Emas Industi Film Korea Perang sipil melumpuhkan industri film di Korea dan sebagian besar peralatan produksi yang mereka miliki musnah. Setelah gencatan senjata tahun 1953, Presiden Korea Selatan, Rhee Syngman membebaskan pajak film-film Korea yang akan diproduksi dengan harapan industri dapat kembali pulih. Pihak asing pun turut mempercepat pulihnya industri dengan memberikan bantuan teknologi serta peralatan produksi. Kebangkitan sinema Korea ditandai melalui sukses film remake, Chunhyang-jeon (1955) arahan Lee Kyu-hwan yang ditonton lebih dari 200 ribu orang. Produksi film pun meningkat sangat tajam pada periode pertengahan 50-an hingga akhir 60-an, yang dianggap sebagai era kejayaan industri perfilman Korea. Sejak pertengahan dekade 50-an pada masa yang mulai kondusif ini bermunculan beberapa talenta berbakat, dan film-film Korea mulai mendapat perhatian internasional. Sutradara seperti Yu Hyon-mok dan Kang Daejin terpengaruh oleh gerakan neorealisme dan mengangkat tema sosial pasca perang serta modernisasi melalui film-film mereka, Aimless Bullet (1961) dan The Coachman (1961). The Coachman tercatat sebagai film Korea pertama yang meraih penghargaan bergengsi dalam festival film internasional. Kim Ki-young memproduksi salah satu film Korea berpengaruh, yaitu Housemaid (1960).
41
Kemudian Shin Sang-ok dikenal melalui film-filmnya seperti A Flower in Hell (1958) dan The Houseguest and My Mother (1961). Film yang terakhir memenangkan penghargaan Film Terbaik dalam Asian Film Festival tahun 1962 dan memantapkan reputasi Sang-ong sebagai salah satu sutradara papan atas Korea. Sejak tahun 1962, pemerintah Korea juga mulai berusaha mengontrol industri film. Pemerintah mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang membatasi produksi film secara kuantitatif maupun substansial. Film-film yang diproduksi dan diimpor dibatasi melalui sistem kuota yang berakibat mengurangi jumlah studio produksi. Sensor film mulai bertambah ketat, terutama hal-hal yang terkait paham komunisme serta amoral. Sekalipun begitu tekanan dari kebijakan pemerintah tidak mengurangi minat penonton untuk membanjiri bioskop-bioskop dan film-film berkualitas pun secara kontinu semakin banyak diproduksi setidaknya hingga pertengahan dekade 70-an (Pakaya, 2012).
Era Kemunduran dan Kebangkitan Kontrol dan sensor pemerintah Korea Selatan terhadap industri film mencapai titik puncaknya pada pertengahan dekade 70-an. Sejak tahun 1973, pemerintah bahkan mulai campur tangan dengan memaksa para pembuat film untuk memasukkan ideologi pemerintah ke dalam film-film mereka. Popularitas televisi yang meningkat sejak akhir dekade lalu ditambah munculnya film-film pro-pemerintah yang kurang disukai publik mengakibatkan jumlah penonton menurun drastis hingga akhir 70-an. Sekalipun begitu pada periode kelam ini
42
muncul beberapa sineas muda berbakat seperti Im Kwon-taek (Deserted Widows,1973), Kim Ki-young (Insect Woman), Le Jang-ho (Hometown Stars, 1974), serta Ha Kil-jong (March of Fools, 1975). Pada tahun 1979-1980 terjadi beberapa peristiwa penting di Korea Selatan, yakni pembunuhan presiden Park Cung-he, Kudeta Duabelas Desember, hingga Pembantaian Gwangju yang kelak mengarahkan rakyat Korea ke era demokrasi yang lebih terbuka. Pemerintah sedikit demi sedikit mulai mengurangi sensor serta kontrol terhadap industri film. Kebijakan penting dibuat oleh Presiden Roh Tae-Woo pada tahun 1988 yang menghilangkan campur tangan pemerintah terhadap tema politik di film. Para pembuat film mulai berani mengeksplorasi tema sosial dan politik dalam film-film mereka, salah satunya adalah Chilsu and Mansu (1988) arahan Park Kwang-soo yang memperlihatkan demonstrasi di jalanan pada klimaksnya (Pakaya, 2012) Era Baru Sinema Korea Awal hingga pertengahan dekade 90-an, sekalipun kondisi mulai membaik bagi industri film namun film-film Korea masih belum menjadi tuan rumah di negeri sendiri. Sebesar 80% lebih film-film yang diputar di bioskop-bioskop adalah film-film asal Hollywood dan Hongkong. Satu momen penting pada dekade ini adalah pada tahun 1992 melalui film Marriage Story yang mendapat sponsor dari perusahaan elektronik terkemuka, Samsung. Ketika terbukti sukses, perusahaan besar lainnya mengikuti jejak yang sama. Film-film mulai diproduksi dengan biaya dan promosi yang lebih besar serta peralatan studio produksi yang lebih memadai. Perlahan tapi pasti, film-film Korea mulai bersaing dengan film-
43
film luar, seperti The Gingko Bed (1996) arahan Kang Je-gyu, hingga puncaknya tahun 1999, ketika Samsung mendanai produksi film aksi thriller, Shiri (1999) arahan Kang yang memecahkan rekor sebagai film terlaris Korea pada masanya. Film ini pun juga laris di luar Korea sehingga para produser lokal mulai melirik pasar internasional. Fenomena Shiri ternyata hanyalah awal dari segalanya. Filmfilm domestik silih berganti menempati posisi pemuncak box office. Film tentang persahabatan empat anak, Friend garapan Kwak Kyung-taek memecahkan rekor Shiri di tahun 2001. Berlanjut film garapan Park Chan-wook berjudul Joint Security Area (JSA, 2000), lalu Silmido (2003) garapan Kang Woo-suk, disusul lagi oleh film perang Korea garapan Kang Je-gyu, Tae Guk Gi (2004), hingga terakhir film monster unik, The Host (2006) menjadi film terlaris sepanjang masa (sejauh ini) dengan rekor mencapai 13 juta penonton lebih. Beberapa film, seperti drama komedi remaja, My Sassy Girl (2001) selain sukses domestik merupakan film Korea yang paling sukses di pasar internasional. Film-film Korea bahkan juga mulai dirilis di Amerika, seperti Chunhyang (2000) dan Chihwaseon (Painted Fire, 2002). Dalam Pakaya (2012) Sukses-sukses tersebut rupanya juga menarik perhatian Hollywood. Beberapa film-film populer mulai dibeli (hak remake) beberapa studio besar Hollywood untuk dibuat versi Amerika-nya. Film-film Korea seperti Il Mare (The Lake House/AS) serta My Sassy Girl beberapa waktu lalu remake-nya telah dirilis. Film-film laris lainnya yang telah dibeli hak remakenya oleh. Hollwood antara lain, JSA, My Wife is a Gangster, Oldboy, hingga film horor psikologis, A Tale of Two Sister dibeli Dreamworks sebesar $2 juta. Di sisi
44
lain juga bermunculan sineas-sineas berbakat yang film-film mereka sukses di berbagai ajang kompetisi internasional. Dipelopori oleh Oasis (2002) karya Lee Chang-dong yang sukses di Venice Film Festival. Kim Ki-duk dengan filmfilmnya yang kontroversial mendapatkan perhatian internasional melalui Spring, summer, fall, winter... and spring (2002), Samaritan Girl (2004), serta 3-Iron (2004). Park Chan-wook dikenal melalui trilogi Vengeance-nya yang berjudul, Symphati for Mrs. Vengeance (2002), Old Boy (2003), dan Lady Vegeance (2005). Film Kontroversial, Old Boy selain sukses komersil juga sukses dalam Festival film Cannes serta mendapatkan banyak pujian dari kritikus dimanadimana. Tak bisa dipungkiri, kini Korea menjadi salah satu industri perfilman terdepan dalam kancah perfilman Asia. 2.5.2.
Perkembangan Drama Korea di Indonesia Drama Korea merupakan awal dari mulainya Korean Wave di berbagai
negara. Drama TV, merupakan salah satu dari produk utama Korean Wave yang dinikmati tidak hanya di Korea, namun juga di berbagai negara. Perusahaanperusahaan TV Korea mengeluarkan biaya besar untuk memproduksi drama dan beberapa diantaranya yang mencetak kesuksesan, diekspor ke luar negeri. Drama Korea adalah produk Korea pertama yang berhasil masuk menguasai pasar Indonesia. Drama Korean pertama hadir di layar kaca Indosiar pada tahun 2002 dengan drama Korea pertama berjudul Endless Love. Masuknya produk Korea lewat drama ini diawali dengan keberanian Indonesia yang melakukan liberalisasi pada tahun 1990-an. Selain itu, krisis ekonomi Asia pada akhir 1990-an membawa sebuah situasi di mana pembeli Asia lebih menyukai program acara Korea yang
45
lebih murah. Korea menawarkan harga drama televisi lebih murah seperempat dari harga Jepang, dan sepersepuluh dari harga drama televisi Hong Kong di tahun 2000. Angka ekspor program televisi Korea meningkat secara dramatis, pada tahun 2007 mencapai US $ 150.950.000, dari US $ 12,7 juta pada tahun 1999. Hingga tahun 2011 terdapat sekitar 50 judul drama Korea telah tayang di layar kaca Indonesia. Hingga saat ini terdapat lebih dari 75 drama Korea yang telah tayang di stasiun TV Indonesia sejak tahun 2002. Hal ini menunjukkan bahwa popularitas drama Korea cukup tinggi di Indonesia. Alur cerita yang menarik, genre yang bervariasi, penampilan dan akting dari aktor dan aktris yang baik menjadi daya tarik tersendiri bagi drama Korea sehingga banyak menarik penonton dari berbagai negara (Pakaya, 2012) Dalam Pakaya (2012) Saat ini minat penonton Indonesia terhadap drama dan aktris Korea semakin meningkat. Hal ini dibuktikan dengan semakin banyaknya sinetron Indonesia yang mengadopsi cerita dari drama Korea. Menurut data dari http://id.wikipedia.org/wiki/Daftar_adaptasi_sinetron per 1 Juli 2012, sekitar judul drama Korea diadopsi oleh sinetron Indonesia. Bahkan saat ini telah diproduksi drama yang mengkolaborasikan antara aktris dan aktor Indonesia dengan Korea dan mendapat sambutan yang baik dari penikmat sinetron Indonesia.
2.5.3. Sejarah dan Perkembangan K-Pop di Indonesia K-pop, kepanjangannya Korean Pop ("Musik Pop Korea"), adalah jenis musik populer yang berasal dari Korea Selatan. Sumber aliran K-Pop sendiri
46
biasanya berasal dari musik pop, hip-hop, R&B, urban , dance-pop, new jack swing, musik Korea, UK garage dan 2-step. Banyak artis dan kelompok musik pop Korea sudah menembus batas dalam negeri dan populer di mancanegara. Kegandrungan akan musik K-Pop merupakan bagian yang tak terpisahkan daripada Korean Wave di berbagai negara. Seiring dengan drama Korea yang semakin diterima publik Indonesia, muncul pula kegemaran akan grup musik pria (boyband) dan grup musik (girlband) seperti grup musik dari SM Entertainment, seperti TVXQ, Super Junior dan Girls’ Generation. Penyanyi Rain mulai dikenal lewat serial drama Full House yang ditayangkan di stasiun televisi Indonesia. Sejak itu, penggemar K-pop dan drama Korea mulai umum dijumpai.
Sejarah Musik Pop Korea Musik pop Korea pra-moderen pertama kali muncul pada tahun 1930- an akibat masuknya musik pop Jepang yang juga turut memengaruhi unsurunsur awal musik pop di Korea. Penjajahan Jepang atas Korea juga membuat genre musik Korea tidak bisa berkembang dan hanya mengikuti perkembangan budaya pop Jepang pada saat itu. Pada tahun 1950-an dan 1960-an, pengaruh musik pop barat mulai masuk dengan banyaknya pertunjukkan musik yang diadakan oleh pangkalan militer Amerika Serikat di Korea Selatan (Pakaya, 2012) Musik Pop Korea awalnya terbagi menjadi genre yang berbeda-beda, pertama adalah genre "oldies" yang dipengaruhi musik barat dan populer di era 60-an. Pada tahun 1970-an, musik rock diperkenalkan dengan pionirnya adalah Cho Yong-pil. Genre lain yang cukup digemari adalah musik Trot yang
47
dipengaruhi gaya musik enka dari Jepang. Debut penampilan kelompok Seo Taiji and Boys di tahun 1992 menandakan awal mula musik pop moderen di Korea yang memberi warna baru dengan aliran musik rap, rock, techno Amerika. Suksesnya grup Seo Taiji and Boys diikuti grup musik lain seperti Panic, dan Deux. Tren musik ini turut melahirkan banyak grup musik dan musisi berkualitas lain hingga sekarang. Musik pop dekade 90-an cenderung beraliran dance dan hip hop. Pasar utamanya adalah remaja sehingga dekade ini muncul banyak grup “teen idol” yang sangat digilai seperti CLON, H.O.T, Sechs Kies, S.E.S, dan g.o.d.(Pakaya, 2012). Kebanyakan dari kelompok musik ini sudah bubar dan anggotanya bersolokarier. Pada tahun 2000-an pendatang-pendatang baru berbakat mulai bermunculan. Aliran musik R&B serta Hip-Hop yang berkiblat ke Amerika mencetak artis-artis semacam MC Mong, 1TYM, Rain, Big Bang yang cukup sukses di Korea dan luar negeri. Beberapa artis underground seperti Drunken Tiger, Tasha (Yoon Mi-rae) juga memopulerkan warna musik kulit hitam tersebut. Musik rock masih tetap digemari di Korea ditambah dengan kembalinya Seo Taiji yang bersolo karier menjadi musisi rock serta Yoon Do Hyun Band yang sering menyanyikan lagu-lagu tentang nasionalisme dan kecintaan terhadap negara. Musik techno memberi nuansa moderen yang tidak hanya disukai di Korea saja, penyanyi Lee Jung-hyun dan Kim Hyun-joong bahkan mendapat pengakuan di Cina dan Jepang. Musik balada masih tetap memiliki pendengar yang paling banyak di Korea. Musik balada Korea umumnya dikenal dengan lirik sedih tentang percintaan, seperti yang dibawakan oleh Baek Ji Young, KCM, SG
48
Wannabe, dan sebagainya. Musik balada umumnya digemari karena sering dijadikan soundtrack drama-drama televisi terkenal seperti Winter Sonata, Sorry I Love You, Stairway to Heaven dan sebagainya. Berbagai artis Korea menangguk kesuksesan di dunia internasional seperti BoA yang menembus Jepang dan digemari di banyak negara. Kemudian artis-artis lain seperti Rain, Se7en, Shinhwa, Ryu Shi-won, dan sebagainya berlomba-lomba untuk menaklukkan pasar musik di Jepang. Rain tercatat sebagai artis Asia pertama yang mengadakan konser internasional bertajuk Rainy Day 2005 Tour, di Madison Square Garden (Pakaya, 2012). K-Pop di Indonesia Kesuksesan drama Korea di Indonesia membuat musik pop Korea menjadi lebih mudah diterima masyarakat Indonesia karena wajah dan bahasa yang sering terlihat di stasiun-stasiun TV seperti Indosiar, RCTI, ANTV, dan sebagainya. Tren musik K-Pop mulai terlihat sejak 2006. Saat itu groupgroup seperti Shinhwa, TVXQ, Super Junior, SS501 mampu merebut hati fans Indonesia. Konser para artis Korea pun mulai banyak diadakan di Indonesia. Demam K-Pop juga dapat dilihat dari jumlah fans K-Pop di Indonesia yang sangat banyak. Penyebutan sangat banyak bisa dilihat dari kemunculan beberapa kelompok penggemar yang tumbuh, terutama di dunia maya. Sejak tahun 2010, fans K-Pop di Indonesia mulai terlihat aktif dalam berbagai kegiatankegiatan fans, baik dunia maya dilihat dari bermunculan banyak forum atau komunitas fans grup Indonesia dan juga dunia nyata dilihat dari banyak diadakannya gathering-gathering fandom penyayi Korea.
49
Selain fans dari penyanyi Korea yang semakin berkembang ini, Korean Wave ini juga nampak dari perubahan minat aliran musik di tanah air dari genre melayu seperti ST12, Hijau Daun dan sebagainya perlahan-lahan beralih ke genre musik K-Pop. Pada tahun 2010, boyband dan girlband mulai mewarnai musik di Indonesia antara lain SM*SH dan 7icon. Setelah itu banyak bermunculan grup musik yang mengikuti jejak SM*SH dan 7icon antara lain Cherrybelle, Hitz, Princess, XO-IX dan masih banyak lagi. Dalam Pakaya (2012) Merebaknya Korean Wave di Indonesia ini disambut baik oleh para artis Korea tersebut. Hal ini dapat dilihat dari semakin banyaknya artis Korea yang mengadakan konser musik di Indonesia dari tahun ke tahun. Menurut data dari di tahun 2012 tercatat kurang lebih 10 artis Korea yang akan dan telah mengadakan konser di Indonesia antara lain Super Junior, Big Bang, U-Kiss dan MBLAQ.
2.6.
Kerangka Pemikiran Belanja sesungguhnya hanya merupakan suatu konsep yang menunjukan
suatu sikap untuk mendapatkan barang yang menjadi keperluan sehari-hari. Namun seiring terjadinya perubahan perekonomian dan globalisasi, terjadi perubahan dalam perilaku membeli pada masyarakat, dimana terkadang seseorang membeli sesuatu bukan didasari pada kebutuhan yang sebenarnya, melainkan dilakukan untuk memperoleh kesenangan yang menyebabkan seseorang boros. Perilaku konsumtif ini juga menyerang pada kalangan remaja. Karena masa remaja adalah periode peralihan dari masa kanak-kanak dan dewasa. Masa
50
ini merupakan fase pencarian identitas diri bagi remaja. Salah satu bentuk pencarian identitas remaja adalah mengikuti suatu trend salah satunya adalah menjadi Korean Lovers. Korean Lovers merupakan sebutan bagi mereka yang menyukai Budaya Pop Korea. Budaya Pop Korea (hallyu) merupakan sebuah budaya yang saat ini tengah menyebar keseluruh dunia dengan membawa nilai industri didalamnya. Budaya juga berpengaruh terhadap Sikap seseorang secara kognitif, afektif dan konasi )psikomotorik). Budaya atau kebudayaan merupakan salah satu faktor terjadinya perilaku konsumtif. Hal ini menjelaskan bahwa Sikap Terhadap Budaya Pop Korea ini memiliki hubungan dengan perilaku konsumtif Tabel 2.6. Kerangka Pemikiran
Sikap terhadap budaya pop Korea (X) - Kognitif - Afektif - Konasi
51
Perilaku konsumtif (Y) - Pemenuhan Keinginan - Barang di luar jangkauan - Status
2.7.
Hipotesis Berikut merupakan hipotesis yang diuji dalam penelitian ini. H1 : Ada hubungan Sikap Terhadap Budaya Popular Korea (Korean Wave) dengan Perilaku konsumtif Remaja Korean Lovers. H0 : Tidak ada hubungan Sikap terhadap Budaya Popular Korea (Korean Wave) dengan Perilaku konsumtif Remaja Korean Lovers.
52