28
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Pendidikan dan Pelatihan dalam Lingkup Kajian Administrasi Pendidikan 1.
Hakekat Administrasi Pendidikan Pendidikan sangat berkaitan dengan pengembangan sumber daya manusia,
dalam hubungan tersebut proses kegiatan pendidikan tidak terbatas pada bentuk pendidikan formal yang umumnya dilakukan dalam bentuk pendidikan jalur sekolah, seperti yang dilakukan pada lembaga-lembaga pendidikan tingkat dasar sampai perguruan tinggi. Pendidikan juga dapat dilakukan untuk memenuhi kebutuhan tertentu, misalnya untuk meningkatkan wawasan karyawan suatu perusahaan maka dilakukan pendidikan dan pelatihan. Pendidikan dan pelatihan yang dilakukan oleh karyawan atau pegawai sangat berkaitan dengan ilmu administrasi, sebagai suatu ilmu yang mempelajari berbagai usaha manusia dalam rangka meningkatkan efesiensi dan efektifitas serta produktivitas kerja dalam suatu organisasi untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Usaha dimaksud antara lain berupa tindakan mendayagunakan sumber daya yang tersedia, baik manusia maupun sumber daya lainnya agar berdaya guna secara optimal sehingga pencapaian sasaran yang telah ditetapkan itu akan lebih lancar. Lembaga pendidikan dan pelatihan sebagai suatu organisasi formal melibatkan orang banyak yang satu sama lain melakukan kerja sama dan mereka terikat oleh komitmen yang sama yaitu untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Hikmatulloh, 2009 Implementasi Manajemen Pendidikan Dan PelatihanBerbasis Kompetensi Bagi Karyawan Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
29
Administrasi pendidikan merupakan perpaduan dua kata yang membentuk satu makna sebagai penerapan ilmu administrasi yang mencakup kegiatan pembinaan, pengembangan, dan pengendalian usaha-usaha pendidikan dalam suatu kerja sama sejumlah orang (Ahmad Rohani dan Abu Ahmadi, 1990:2). Dengan kata lain dapat diartikan bahwa administrasi pendidikan merupakan keseluruhan proses kegiatan bersama dalam bidang pendidikan yang meliputi prosedur; perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan bimbingan, pengkoordinasian, pengawasan dan evaluasi dengan menggunakan segala sumber daya yang tersedia guna mencapai tujuan pendidikan secara efektif dan efesien. Dari pengertian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam administrasi pendidikan terdapat beberapa karakteristik, yaitu: a. Adanya kegiatan yang dilaksanakan secara kolektif; b. Kegiatan tersebut dilakukan secara sistematik dan berkesinambungan, teratur dan berharap; c. Semua kegiatan diarahkan pada upaya pencapaian tujuan; d. Kegiatan tersebut ditunjang dengan fasilitas-fasilitas dan sumber daya; e. Pencapaian tujuan diharapkan dapat berjalan secara efektif dan efesien. Sejalan dengan itu, G.Z. Roring dalam bukunya Administrasi pendidikan memberi pengertian tentang administrasi pendidikan: “Administrasi pendidikan adalah cara bekerja dengan orang-orang di dalam rangka usaha mencapai tujuan pendidikan yang efektif yang berarti mendatangkan hasil yang baik, tepat dan benar sesuai dengan tujuan pendidikan yang telah ditetapkan.” Berdasarkan pendapat para ahli tersebut maka penulis menganggap bahwa administrasi pendidikan merupakan suatu proses pengaturan komponen manusia, komponen material dan lingkungan sebagai sumber daya yang dapat digunakan
Hikmatulloh, 2009 Implementasi Manajemen Pendidikan Dan PelatihanBerbasis Kompetensi Bagi Karyawan Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
30
untuk melaksanakan program pendidikan sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan. Luasnya ruang lingkup administrasi pendidikan, memerlukan adanya indikator yang dapat digunakan sebagai ukuran keberhasilan administrasi pendidikan. Menurut Engkoswara, ukuran keberhasilan pendidikan adalah produktivitas pendidikan yang dapat dilihat pada prestasi atau efektivitas dan pada proses, suasana atau efesiensi (1990:29). Efektivitas dapat dilihat dari masukan yang merata, keluaran yang banyak dan bermutu tinggi, ilmu dan keluaran yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat, pendapatan tamatan yang memadai. Efesiensi dapat dilihat dari semangat atau motivasi belajar yang tinggi, semangat bekerja yang besar, kepercayaan berbagai pihak dan pembiayaan, waktu dan tenaga yang sekecil mungkin. Dari konsep-konsep pakar tersebut di atas memberikan isyarat bahwa faktor manusia merupakan sasaran inti dan selanjutnya menjadi pokok kajian administrasi pendidikan. Dengan kata lain dapat disebutkan bahwa komponen administrasi pendidikan yang paling vital adalah manusia. Karena pelaksanaan pendidikan
senantiasa
mengacu
pada
kegiatan
manajerial,
menyangkut
perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengawasan yang secara sistematik memainkan peran operasional dalam kegiatan pendidikan. Pendidikan dan Pelatihan merupakan dua kata yang tidak terpisahkan dengan satu makna yang intinya berada pada peningkatan kemampuan, membina kepribadian dan memperoleh keterampilan peserta. Karena pendidikan itu pada dasarnya wajib dilakukan manusia seumur hidupnya, maka walaupun Diklat
Hikmatulloh, 2009 Implementasi Manajemen Pendidikan Dan PelatihanBerbasis Kompetensi Bagi Karyawan Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
31
diarahkan pada peningkatan kemampuan pegawai/karyawan yang pada umumnya berada pada tingkat usia di luar usia sekolah, maka Diklat dapat dikatagorikan sebagai berada pada lingkup administrasi pendidikan.
2.
Konsep Dasar Pendidikan dan Pelatihan Pendidikan dan Pelatihan sebagai salah satu pengembangan kualitas
sumber daya manusia dalam organisasi, telah dibahas beberapa ahli sesuai dengan sudut pandang yang dilandasi oleh perspektif masing-masing. Randall S. Schuler (1987:392), mendefinisikan Pendidikan dan Pelatihan adalah: “Pendidikan dan Pelatihan adalah upaya untuk memperbaiki saat ini atau masa depan dengan meningkatkan kinerja pegawai, kegiatan belajar seorang karyawan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan. Kebutuhan untuk pelatihan dan pengembangan ditentukan oleh kinerja pegawai, antara lain: a. Standar yang dikehendaki atau kinerja sekarang untuk di masa depan, b. Potensi kinerja dikembangkan dengan pendidikan dan pelatihan”. Definisi yang diungkapkan, memberikan deskripsi berkenaan pendidikan dan pelatihan serta pengembangan pada dasarnya merupakan pemberdayaan personil baik untuk kepentingan langsung meningkatkan kinerja, maupun untuk masa
depan
organisasi.
Latihan
dan
pengembangan
pengetahuan
dan
keterampilan, yang diikuti pleh para peserta disajikan berdasarkan kepentingan sesuai dengan standar kinerja masa kini dan masa depan. Standar masa kini, mengacu pada potensi-potensi kinerja aktual, sedangkan standar lain adalah sesuai dengan kebutuhan masa depan dan kinerja personil maupun organisasi. Pendapat yang diungkap tersebut, mempunyai makna yang bertumpu pada pengembangan personil dalam konteks aktivitas organisasi untuk mencapai tujuan. Ruang lingkup pendidikan dan pelatihan, mengacu kepada hasil analisis Hikmatulloh, 2009 Implementasi Manajemen Pendidikan Dan PelatihanBerbasis Kompetensi Bagi Karyawan Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
32
kebutuhan organisasi sesuai dengan peluang-peluang penyelenggaranya. Hal tersebut dilandasi oleh tiga hal utama, yaitu: (a) hasil analisis pada organisasi bahwa pendidikan dan pelatihan sangat dibutuhkan; (b) hasil analisis organisasi, berkenaan dengan isi program, peserta, dan keuntungan-keuntungannya; (c) hasil analisis individu dari personil yang ada berkenaan dengan keahlian, kinerja, dan kemungkinan pengembangan kariernya. Faktor yang menjadi perhatian dalam proses analisis organisasi, yaitu kebutuhan dan alokasi yang sesuai pada saat ini, dan masa yang akan datang. Selanjutnya dipertimbangkan apakah perlu mengadakan pendidikan dan pelatihan, jika tidak mungkin dilaksanakan perlu dicarikan alternatif pemecahan masalahnya. Namun jika dianggap penting dan mendesak, maka perlu segera dianalisis operasionalnya, seperti mperilaku yang spesifik berkenaan dengan tuntutan kemampuan dan keterampilan, dan bagaimana kondisi tersebut saat ini. Tahap berikutnya mempertimbangkan pelaksanaan, dan keputusannya dapat dilaksanakan baru memfokuskan pada analisis personil berkaitan dengan pengetahuan, keterampilan, dan sikap. Pelaksanaannya, dipertimbangkan pada dua pilihan pertama kepentingan kinerja secara langsung dan tingkat optimalisasi kinerja. Pertimbangan-pertimbangan tersebut, setelah dicari alternatif pilihan keputusan maka dievaluasi kembali secara sirkulasi. Wayne F. Cascio (1989:238) mengemukakan pula bahwa untuk mencapai keberhasilan pelaksanaan pendidikan dan pelatihan, perlu ditentukan indikatorindikator dan hubungannya dengan kebutuhan personil dan organisasi. Selanjutnya diungkapkan bahwa, fase pertama dalam menentukan indikator yang
Hikmatulloh, 2009 Implementasi Manajemen Pendidikan Dan PelatihanBerbasis Kompetensi Bagi Karyawan Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
33
dimaksudkan, adalah penilaian terhadap kebutuhan pengajaran, objek atau arah materi program. Fase kedua adalah pengembangan pelatihan, berkenaan dengan menyeleksi media latihan yang tepat, dan peraturan pelatihan. Fase ketiga adalah evaluasi, mulai dari pengembangan kriteria, tes peserta, monitoring pelatihan, evaluasi pelatihan dan evaluasi transformasi pengetahuan, keterampilan, dan sikap. Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) dalam suatu instansi/perusahaan/ organisasi merupakan suatu upaya yang senantiasa mendapat perhatian dalam usaha mengembangkan pengetahuan, keterampilan, dan perubahan sikap pegawai/ karyawan guna mengembangkan efektifitas instansi/organisasi yang bersangkutan. Pendidikan dan Pelatihan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari manajemen kepegawaian, sementara manajemen kepegawaian merupakan bagian integral dari upaya pengembangan Sumber Daya Manusia. Handoko (1992:194) menjelaskan tentang makna Pendidikan dan Pelatihan, bahwa: “Sesungguhnya Pendidikan dan Pelatihan dijadikan sebagai upaya untuk memperbaiki pelaksanaan pekerjaan.” Selanjutnya Henry Simamora (1995:288) mengemukakan berbagai tujuan yang dihasilkan oleh suatu Diklat, adalah: 1. memutakhirkan keahlian para karyawan sejalan dengan perubahan teknologi; 2. mengurangi waktu belajar bagi karyawan baru untuk menjadi kompeten dalam pekerjaan; 3. membantu memecahkan permasalahan operasional; 4. mempersiapkan karyawan untuk promosi; dan 5. mengorientasikan karyawan terhadaporganisasi.
Hikmatulloh, 2009 Implementasi Manajemen Pendidikan Dan PelatihanBerbasis Kompetensi Bagi Karyawan Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
34
Untuk kelancaran pelaksanaanya, Pendidikan dan Pelatihan memerlukan manajemen yang secara logis perlu mengikuti tahapan seperti dikemukakan Moh. Fakry Gaffar (1993:5): “bahwa Pengembangan mutu sumber daya manusia dalam suatu pelatihan yang memerlukan manajemen, secara logis perlu mengikuti tahapan antara lain: needs assesment, merumuskan tujuan dan sasaran, mengembangkan program, menyusun action plan, melaksanakan program, monitoring dan supervisi serta evaluasi program.” Kajian kebutuhan (Needs assesment) merupakan identifikasi kesenjangan hasil yang dicapai dan atau kajian kebutuhan organisasi yang dijadikan informasi untuk kebijakan perbaikan, peningkatan kualitas program di masa mendatang. Seperti dikemukakan oleh Kauffman (1992:8), yaitu: “Needs assesment is the formal process for identifying outcome discrepancies.” Sejalan dengan itu Moh. Fakry Gaffar (1993:55) memberikan penegasan, bahwa: “Needs assesment bertujuan untuk mengkaji kebutuhan nyata terhadap perlunya pendidikan dan pelatihan dari segi jumlah tenaga yang diperlukan untuk menerima pelatihan, katagori kerja yang diperlukan, syarat-syarat kerja baru yang dituntut dalam arti perolehan pendidikan seperti jenis pengetahuan, keterampilan, kompetensi dan nilai yang diperlukan oleh tuntutan kerja baru tersebut.” Setelah kebutuhan dapat diidentifikasi, maka selanjutnya dirumuskan tujuan dan sasaran sesuai dengan harapan yang berkembang dalam organisasi serta perpaduan dengan tuntutan kepentingan lainnya. Pendidikan dan Pelatihan merupakan bagian utama dalam proses pengembangan sumber daya manusia, seperti dikemukakan Edwin B. Flippo
Hikmatulloh, 2009 Implementasi Manajemen Pendidikan Dan PelatihanBerbasis Kompetensi Bagi Karyawan Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
35
(1984:199), bahwa: “Pendidikan dilaksanakan untuk meningkatkan pengetahuan umum dan pemahaman atas keseluruhan lingkungan, sedangkan pelatihan diberikan untuk meningkatkan keterampilan dalam melaksanakan pekerjaan tertentu.” Pakar lain mempersamakan istilah Pendidikan dan Pelatihan dengan istilah training and development. Menurut Bernardin dan Joice Russel (1993:297), “dengan training dimaksudkan sebagai usaha untuk meningkatkan kinerja karyawan agar sesuai dengan pekerjaannya saat ini, sedangkan development mengacu kepada kesempatan belajar yang dirancang untuk perkembangan karyawan.” Sejalan dengan itu Andrew F. Sikula (1961:227) juga membedakan pengertian training dan development. Menurutnya training merupakan proses pendidikan jangka pendek mengenai pendayagunaan sistematika dan prosedur organisasi yang mana karyawan non managerial mempelajari pengetahuan dan keterampilan teknis untuk tujuan tertentu, sedangkan development merupakan proses pendidikan jangka panjang mengenai pendayagunaan sistematika dan prosedur organisasi, yang mana karyawan mangerial mempelajari pengetahuan teoritis dan konseptual untuk tujuan umum. Dari beberapa pengertian tersebut, maka pada proses pelatihan dan pengembangan terlihat empat unsur pokok, yaitu: 1. 2. 3. 4.
Siapa yang dilatih (Who); Apa yang diberikan dalam pelatihan (What); Mengapa pelatihan dibutuhkan (Why); Kapan pelatihan dilaksanakan (When).
Hikmatulloh, 2009 Implementasi Manajemen Pendidikan Dan PelatihanBerbasis Kompetensi Bagi Karyawan Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
36
Keempat unsur tersebut oleh Sikula dikaitkan dengan pengertian bahwa pelatihan diberikan kepada karyawan non managerial dan materi pelatihan yang diberikan adalah pengetahuan dan keterampilan teknis yang dilakukan untuk tujuan tertentu, sedangkan pengembangan hanya ditujukan untuk karyawan tingkat managerial dengan materi yang diberikan adalah pengetahuan yang bersifat umum dan dilakukan dalam jangka panjang. Sebagaimana tersirat dalam pengertiannya, tujuan umum pendidikan dan pelatihan adalah untuk mengembangkan sumber daya manusia yang ada agar sesuai dengan kebutuhan pekerjaan. Secara khusus Flippo (1984:199) menyatakan bahwa tujuan pendidikan dan pelatihan adalah: 1. Untuk meningkatkan produktivitas, meningkatkan moral, mengurangi biaya dan meningkatkan stabilitas serta keluwesan organisasi dalam menyusaikan dirinya dengan perubahan-perubahan lingkungan; 2. Untuk membantu memenuhi kebutuhan perorangan dalam usaha mencari pekerjaan yang bermakna bagi karier sepanjang hidup. Sedangkan Sikula (1981:236) menyebutkan bahwa tujuan pendidikan dan pelatihan, adalah untuk: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Meningkatkan produktivitas; Meningkatkan kualitas; Merencanakan sumber daya manusia; Meningkatkan moral; Konpensasi tidak langsung; Meningkatkan keamanan dan kesejahteraan; Tindakan prefentif untuk mencegah ketinggalan; Pengembangan individual.
Hikmatulloh, 2009 Implementasi Manajemen Pendidikan Dan PelatihanBerbasis Kompetensi Bagi Karyawan Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
37
3.
Konsep Dasar Administrasi Pendidikan dalam Manajemen Pendidikan dan Pelatihan Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) adalah salah satu sarana yang
diselenggarakan oleh setiap institusi untuk peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM). Di dalam penyelenggaraan diklat tersebut, terjadi proses belajar mengajar (PBM) dalam rangka mendidik dan melatih para peserta (personel) untuk penambahan pengetahuan, keterampilan, dan perubahan sikap. Untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi penyelenggaraan diklat, perlu ditingkatkan pelaksanaan administrasi pendidikan dan pelatihan. Proses pengkoordinasian sumber-sumber daya pendidikan, baik sumber daya manusia maupun sumber daya lainnya dalam proses belajar mengajar (PBM) tidak terlepas dari masalah administrasi pendidikan. Hal ini sesuai dengan ungkapan Engkoswara (1996:7) bahwa ”Administrasi pendidikan dalam arti yang seluasluasnya adalah suatu ilmu yang mempelajari penataan sumber daya yaitu sumber daya manusia, kurikulum atau sumber belajar dari fasilitas untuk mencapai tujuan pendidikan secara optimal dan pencapaian suasana yang baik bagi manusia yang turut serta mencapai tujuan yang disepakati.” Administrasi pendidikan pada dasarnya adalah suatu media untuk mencapai tujuan pendidikan secara produktif yaitu efektif dan efisien. Sehubungan dengan masalah administrasi pendidikan, Sutisna (dalam Harun, 2000:17) mengemukakan bahwa administrasi pendidikan adalah ”Seperangkat konsep, asumsi, dan generalisasi
yang secara sistematik
menjelaskan perilaku dalam organisasi pendidikan. Tujuan administrasi secara
Hikmatulloh, 2009 Implementasi Manajemen Pendidikan Dan PelatihanBerbasis Kompetensi Bagi Karyawan Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
38
umum adalah menjamin sistem pendidikan agar berfungsi sebagaimana mestinya sesuai dengan tujuan dan rencana tindakan yang telah ditetapkan sebelumnya. Ditinjau dari bidang garapannya, Arikunto (1988:50) mengemukakan beberapa bidang garapan administrasi pendidikan, yang salah satu bidang garapannya adalah ”administrasi personel”. Administrasi personel harus mendapat prioritas perhatian dalam upaya pelaksanaan pendidikan karena unsur manusia merupakan perencana, pelaksana, dan sekaligus pengenyam hasil pendidikan. Berdasar uraian di atas, jelaslah bahwa peningkatan kemampuan profesional sumber daya manusia termasuk dalam bidang administrasi personel. Administrasi personel disebut pula administrasi personalia, yang dalam dunia usaha disebut manajemen personalia. Sehubungan dengan masalah ini Flippo (1996:4) mengemukakan bahwa pengertian manajemen personalia adalah: ”perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengendalian atas tenaga kerja, peningkatan sumber daya manusia untuk mencapai sasaran perorangan, organisasi, dan masyarakat”. Untuk menjabarkan definisi di atas, harus dilihat dari fungsi-fungsi manajemen personalia itu sendiri, dalam hal ini Flippo (1996: 5) membagi manajemen personalia atas dua kelompok, yaitu meliputi: 1) Fungsi-fungsi manajerial: (a) perencanaan (planning); (b) pengorganisasian (organizing); (c) pengarahan (directing); (d) pengawasan (controlling); 2) Fungsi-fungsi operasional: (a) pengadaan tenaga kerja (procurement); (b) peningkatan (development); (c) kompensasi (compensation); (d) integrasi (integration); (e) pemeliharaan (maintenance); (f) pemutusan hubungan kerja (separation). Dari uraian di atas, jelaslah bahwa peningkatan personel merupakan salah satu fungsi operasional dari manajemen personalia dalam struktur organisasi. Hikmatulloh, 2009 Implementasi Manajemen Pendidikan Dan PelatihanBerbasis Kompetensi Bagi Karyawan Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
39
Setelah tenaga kerja diterima di suatu perusahaan, tenaga kerja tersebut perlu dikembangkan. Peningkatan dilakukan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan personel yang dalam operasionalnya diselenggarakan melalui pendidikan dan pelatihan (diklat). Peningkatan tersebut juga diharapkan akan mengubah sikap personel sehingga pengetahuan dan keterampilan, serta sikapnya dapat mencapai standar tertentu. Setelah menelaah beberapa konsep administrasi pendidikan di atas, maka administrasi pendidikan dapat disebut sebagai suatu ilmu yang sejajar dengan ilmu-ilmu yang lain yang memanfaatkan sumber daya manusia dan fasilitas/alat untuk mencapai tujuan tertentu dengan adanya perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan. Semakin berkembang suatu perusahaan, semakin banyak pula tenaga kerja yang dibutuhkan untuk menggerakkan kegiatan operasional. Tenaga kerja juga harus meningkat, baik dari segi kuantitas maupun kualitasnya. Dengan demikian, efesiensi dan efektivitas dalam perusahaan akan dapat dipertahankan bahkan ditingkatkan sehingga perusahaan dapat mempertahankan diri dalam persaingan pasar yang semakin ketat. Untuk mencapai hasil diklat yang tepat guna, program diklat hendaklah: (1) mempunyai sasaran yang jelas; (2) diberikan oleh tenaga pengajar (widyaiswara) yang mampu untuk menyampaikan ilmunya, serta mampu memotivasi peserta program diklat; (3) materi yang disampaikan secara mendalam, sehingga mampu merubah sikap dan meningkatkan prestasi karyawan; (4) materi yang disajikan hendaknya sesuai dengan latar belakang teknis, permasalahan, dan daya tangkap peserta; (5) menggunakan metode yang tepat
Hikmatulloh, 2009 Implementasi Manajemen Pendidikan Dan PelatihanBerbasis Kompetensi Bagi Karyawan Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
40
guna; (6) meningkatkan aktivitas peserta, sehingga mereka bukan hanya sebagai pendengar semata; dan (7) disertai dengan metode penilaian seberapa jauh tujuan program dapat dicapai, hal ini dilakukan untuk meningkatkan prestasi dan produktivitas karyawan. Sebagaimana telah dikemukakan di atas, administrasi personel adalah bagian dari administrasi pendidikan. Program diklat merupakan salah satu kegiatan dari fungsi dari administrasi personel tersebut. Untuk membentuk kemampuan pelaksanaan fungsi tersebut dibutuhkan diklat yang komprehensif dan kompetitif. Hal ini perlu dilakukan agar sumber daya manusia yang dihasilkan dapat berguna bagi yang membutuhkannya. Kedudukan personel dalam suatu perusahaan sangat penting. Peran yang ditampilkan sangat menentukan tumbuh kembangnya suatu perusahaan. Pendidikan merupakan salah satu alat dalam membuat suatu perubahan pada manusia, dalam hal ini tenaga kerja suatu organisasi. Melalui pendidikan, manusia dapat mengetahui apa-apa yang belum diketahuinya. Pendidikan merupakan hak asasi bagi seluruh umat manusia. Hak untuk memperoleh pendidikan harus diikuti oleh kesempatan dan kemampuan serta kemauannya. Adapun ruang lingkup sumber daya manusia dapat dilihat pada gambar 2.1 di bawah ini:
Hikmatulloh, 2009 Implementasi Manajemen Pendidikan Dan PelatihanBerbasis Kompetensi Bagi Karyawan Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
41
Program Pelayanan Kesehatan
Sehat Jasmani dan Rohani Manusia Indonesia yang Berkualitas
Programprogram Pendidikan
Iman dan Taqwa, Berkepribadian Indonesia, Wawasan luas, Kreatif, Mampu Belajar, Memiliki Dasar Kemampuan dan Keahlian Dalam Iptek
Program Pelatihan Kerja
Terampil, Berkeahlian Profesional dan Memiliki Etos Kerja
Program Migrasi Tenaga Kerja
Peka terhadap Peluang Pasar, Dinamis dan Produktif
Gambar 2.1 Ruang Lingkup SDM
4.
Visi dan Misi Pengembangan Sumber Daya Manusia Suatu
organisasi
mempunyai
visi
dan
misi
dalam
peningkatan
organisasinya, terutama dalam peningkatan sumber daya manusianya. Visi merupakan pandangan jauh ke depan sehingga suatu organisasi tidak tertinggal dibandingkan dengan organisasi yang lainnya. a. Visi Visi adalah cita-cita luhur yang sangat fundamental yang harus dimiliki oleh sebuah perusahaan, atau menurut Winardi (2001) visi yaitu cara pandang
Hikmatulloh, 2009 Implementasi Manajemen Pendidikan Dan PelatihanBerbasis Kompetensi Bagi Karyawan Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
42
yang bersifat abstrak yang merupakan kerangka acuan atau peranan yang aktif sebagai suatu kesatuan dalam kegiatan yang nyata. Visi memberikan informasi kepada semua pihak yang berkepentingan mengenai arah dan fokus dari organisasi yang bersangkutan. Visi mengandung tiga pengertian yaitu: (1) gambaran atau image mental; (2) orientasi ke masa depan; dan (3) berbagai aspek yang memberi petunjuk atau sasaran\tujuan. Suatu petunjuk bagi semua pihak yang memahami suatu organisasi dan ke mana organisasi tersebut diarahkan (Supriatna, 2001: 92), suatu kekuatan yang mampu memberi makna dari visi adalah sebagai berikut: 1. 2. 3. 4.
Mengandung komitmen dan memberi kekuatan orang; Memberi makna pada kehidupan karyawan; Memandu penerapan standar prima; Transender pada status quo.
Secara singkat dapat dikatakan bahwa visi akan menjadi nyata apabila dimiliki bersama (Westley dan Minzberg, dalam Supriatna, 2001: 92). Dalam upaya mengambangkan visi secara bersama hal-hal yang dipahami adalah: (1) paham organisasi; (2) paham individu penentu yang kritis; (3) gali kemungkinankemungkinan (masa depan); dan (4) rumuskan visi. Agar dapat merumuskan visi dengan baik maka ada dua kemampuan yang harus dimiliki oleh para pimpinan institusi/lembaga, yaitu kemampuan memahami situasi (scanning) dan kemampuan mengelola keadaan (managing the context). Adapun langkah-langkah perumusan visi secara singkat adalah sebagai berikut: 1. Temukan rentang waktu dan lingkup analisis secara tepat; 2. Identifikasi kecenderungan sosial, ekonomi, politik dan teknologi yang akan mempengaruhi masa depan; 3. Identifikasi kondisi persaingan; 4. Evaluasi sumber daya dan kapasitas internal. Hikmatulloh, 2009 Implementasi Manajemen Pendidikan Dan PelatihanBerbasis Kompetensi Bagi Karyawan Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
43
Pimpinan mempunyai kapasitas untuk menciptakan visi yang kuat, membawa pengikutnya pada suatu tempat yang baru, serta kemampuannya untuk menterjemahkan visi menjadi kenyataan. Aspek kepemimpinan yang demikian disebut sebagai kepemimpinan yang bervisi (visionary leadership). Kepemimpinan yang bervisi terlihat dalam tiga tahap kesinambungan: 1. Suatu organisasi masa depan yang diinginkan organisasi; 2. Dikomunikasikan (menjadi milik bersama) yang melayani; 3. Pemberdayaan para pengikut/karyawan.
b. Misi Misi merupakan bagian dari visi, dan lebih bersifat operasional atau banyaknya batasan sasaran yang akan di capai. Bila visi merupakan pertanyaan yang mencoba menjawab pertanyaan”what the institution want to be” maka misi merupakan pernyataan yang mencoba menjawab pertanyaan ”what the institution astrying to do”. Dengan demikian, bila visi mengungkapkan posisi dan citra institusi di masa depan, maka misi merupakan ungkapan mengenai ruang lingkup kegiatan yang sedang dan hendak dilakukan oleh sebuah institusi. Fungsi utama misi adalah sebagian titik tolak bagi perumusan strategi. Artinya dalam merumuskan stratejik, langkah pertama yang harus dilakukan adalah merumuskan misi institusi. Selain itu perumusan misi juga berfungsi sebagai pedoman dalam menentukan prioritas kebijakan, penyusunan program dan dalam melakukan pengalokasian sumber daya. Perumusan misi yang jelas akan merupakan pedoman bagi segenap anggota institusi dalam menentukan peranannya masing-masing dalam melaksanakan misi institusi. Misi dapat dirumuskan dengan tahapan-tahapan yang dikemukakan sebagai berikut: Hikmatulloh, 2009 Implementasi Manajemen Pendidikan Dan PelatihanBerbasis Kompetensi Bagi Karyawan Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
44
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Spesifikasi publik atau pasar yang hendak dilayani; Spesifikasi barang dan jasa utama yang hendak dilayani Spesifikasi wilayah geografis uatama yang hendak dilayani; Spesifikasi komitmen institusi terhadap pilihan teknologi; Spesifikasi komitmen institusi terhadap alternatif tujuan; Spesifikasi elemen filosofi institusi kunci; Spesifikasi konsep kedirian (self concept); Spesifikasi citra institusi dalam pandangan publik. Selanjutnya Tilaar (2001:144) merumuskan enam faktor utama di dalam
perumusan visi pendidikan dan pelatihan yaitu: (1) potensi manusia Indonesia perlu dikembangkan; (2) peningkatan manusia Indonesia diarahkan pada identitas Bangsa Indonesia; (3) kesadaran budaya Indonesia; (4) manusia Indonesia yang religius dan bermoral; (5) pendidikan nasional manusia Indonesia diarahkan pada terwujudnya suatu masyarakat industri yang maju; dan (6) sejajar dengan negaranegara industri maju lainnya di kawasan Asia Pasifik. 5.
Pengembangan Kemampuan Profesional Sumber Daya Manusia melalui Pendidikan dan Pelatihan Pengembangan sumber daya manusia secara makro merupakan hal yang
penting
dalam
rangka
mencapai
tujuan
pembangunan
secara
efektif.
Pengembangan sumber daya manusia yang terarah dan terencana disertai pengelolaan yang baik dapat menghemat sumber daya alam, karena pengelolaan dan pemakaian sumber daya alam dapat dilakukan dengan lebih berdaya guna dan berhasil guna. Demikian pula pengembangan sumber daya manusia secara makro di suatu organisasi sangat penting dalam mencapai hasil kerja yang optimal. Baik secara makro maupun secara mikro, pengembangan sumber daya manusia merupakan bentuk investasi (Sedarmayanti, 2001:29).
Hikmatulloh, 2009 Implementasi Manajemen Pendidikan Dan PelatihanBerbasis Kompetensi Bagi Karyawan Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
45
Selanjutnya dijelaskan bahwa proses pengembangan sumber daya manusia merupakan suatu keadaan kegiatan yang harus ada di dalam suatu organisasi. Namun demikian, dalam pelaksanaan pengembangan sumber daya manusia perlu dipertimbangkan beberapa faktor, baik dari dalam maupun dari luar organisasi yang bersangkutan. Pendidikan dan pelatihan dalam suatu organisasi sebagai salah satu upaya untuk pengembangan sumber daya manusia, merupakan suatu siklus yang harus dilakukan secara terus menerus. Karena organisasi harus berkembang, untuk mengantisipasi perubahan di luar organisasi. Untuk itu maka kemampuan sumber daya manusia dalam suatu organisasi harus terus menerus ditingkatkan seirama dengan kemajuan dan perkembangan organisasi (Sedarmayanti, 200:29). Berbicara masalah sumber daya manusia, dapat dilihat dari dua aspek, yaitu aspek kuantitas dan aspek kualitas. Kuantitas menyangkut sumber daya manusia dan kualitas menyangkut mutu sumber daya manusia tersebut, yaitu kemampuan fisik dan non fisik (kecerdasan dan mental). Oleh karena itu, kepentingan suatu akselerasi pembangunan khususnya dalam bidang pendidikan, kualitas sumber daya manusia merupakan prasyarat utama. Pengembangan kualitas sumber daya manusia menurut Notoatmojo (1988:3) adalah suatu proses perencanaan pendidikan dan pelatihan (diklat) dan pengelolaan tenaga kependidikan untuk mencapai hasil yang optimal. Proses pengembangan kualitas sumber daya manusia tersebut secara makro terdiri dari perencanaan (planning), pendidikan dan pelatihan (educational and training), dan pengelolaan (management).
Hikmatulloh, 2009 Implementasi Manajemen Pendidikan Dan PelatihanBerbasis Kompetensi Bagi Karyawan Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
46
Secara makro kegiatan utama manajemen sumber daya manusia menurut Cascio (1992:24) dimulai dari: (1) penarikan dan seleksi (recruitment and selection); (2) pengembangan sumber daya manusia (human resources development, yaitu fungsi yang berisi kegiatan-kegiatan yang berisi program orientasi jabatan, pelatihan dan pengembangan, perencanaan dan pengembangan karier; (3) pemeliharaan, meliputi kegiatan pemberian imbalan (kompensasi) bagi personil yang telah menjalankan pekerjaannya secara efektif dan penciptaan serta pemeliharaan kondisi kerja yang aman dan sehat melalui turnover (pergantian); (4) penilaian, meliputi pengamatan dan evaluasi atas prilaku dan sikap personil yang relevan dengan pekerjaan/profesi dan penilaian hasil kerja (performance appraisal); (5) penyesuaian, meliputi kegiatan-kegiatan yang ditujukan untuk menjaga agar personil mematuhi semua kebijakan sumber daya manusia yang digariskan oleh organisasi. Pendidikan dan pelatihan merupakan kegiatan utama dari pengembangan sumber daya manusia, seperti dikemukakan oleh Broad& Newstrom (1993: 130) bahwa; ”The foundation of national wealt is really people the human capital representated by their knowledge, skills, organization, and motivation...........Educational and training are the primary systems by which the human capital of a nation is preserved and increased”.
Hikmatulloh, 2009 Implementasi Manajemen Pendidikan Dan PelatihanBerbasis Kompetensi Bagi Karyawan Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
47
Secara umum model MSDM diilustrasikan pada gambar berikut ini: Planning Human Resources Planning Job Analysisi and Design Organizational Structuring
Input Processes Recruting Selection Placement
Transformation or Output Mediating Processes Processes Transfer, Promotion, and Performance Demotion Appraisal Productivity Training Measurement Management and Evaluation of the Organization Development Consequences of Programs and Compensation Management Strategies Benefits and Service Career Development Human Relations Activities
Environmental Influences Gambar 2.2 A Model Human Resource Development Sumber: Designing Strategic Human Resources System, Reymond and Snow, 1995:7
Sebagaimana dikemukakan oleh Harris dan Desimone (1994:2) bahwa konsep pengembangan sumber daya manusia/human resource development (HRD) didefinisikan: “…..as set of systematic and planned activities designed by organization to provide its members with the necessary skills to meet current and future job demand”. Tiga pilar pengembangan sumber daya manusia dilihat dari prespektif fungsi manajemen sumber daya manusia seperti diungkapkan Lestari (2003:44) sebagai “pilar sumber daya manusia”, yaitu: (1) pelatihan dan pengembangan, (2) pengembangan organisasi, dan (3) pengembangan karir.
Hikmatulloh, 2009 Implementasi Manajemen Pendidikan Dan PelatihanBerbasis Kompetensi Bagi Karyawan Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
48
Tiga pilar sumber daya manusia diilustrasikan seperti pada Gambar 2.12 sebagai berikut:
Gambar 2.3 Tiga Fungsi Utama Pengembangan Sumber Daya Manusia Sumber: Adaptasi dari Human Resource Wheel, Haris and Desimone, 1994:9
Pengembangan sumber daya manusia sebagai sebuah sistem terdiri dari sub sistem pelatihan dan pengembangan (training and development), pengembangan organisasi (organization development) dan pengembangan karier (career development). Selanjutnya Lestari (2003:45) mengatakan bahwa pengembangan sumber daya manusia dirancang untuk membantu individu, kelompok, dan organisasi secara keseluruhan, agar menjadi lebih efektif. Program ini dibutuhkan karena orang, pekerjaan dan organisasi selalu berubah. Perubahan ini disebabkan dinamika internal organisasi maupun dinamika faktor kekuatan eksternal (lingkungan eksternal). Menurutnya pengembangan sumber daya manusia sebagai “upaya manajemen yang terencana dan dilakukan secara berkesinambungan untuk meningkatkan kompetensi individual maupun kelompok dan unjuk kerja organisasi melalui program pelatihan, pendidikan, dan pengembangan.”
Hikmatulloh, 2009 Implementasi Manajemen Pendidikan Dan PelatihanBerbasis Kompetensi Bagi Karyawan Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
49
Proses pengembangan sumber daya manusia dipengaruhi oleh lingkungan eksternal dan lingkungan internal. Mondy dan Noe (1996:231) mengambarkan proses pengembangan sumber daya manusia sebagaimana terlihat dalam gambar 2.4 pada halaman berikut ini. EXTERNAL ENVIRONMENT INTERNAL ENVIRONMENT Determine HRD Needs
Establish Specific Objectives
Select HRD Method (s)
Select HRD Media
Implement HRD Program
Evaluate HRD Program
Gambar 2.4 Proses Pengembangan Sumber Daya Manusia Sumber: The General Human Resource Development Process, Mondy and Noe, 1996:231 Hikmatulloh, 2009 Implementasi Manajemen Pendidikan Dan PelatihanBerbasis Kompetensi Bagi Karyawan Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
50
Banyak faktor yang mempengaruhi pengembangan sumber daya manusia. Mondy dan Noe (1996:232) mengemukakan bahwa ada tujuh faktor yang mempengaruhi pengembangan sumber daya manusia, yaitu: (1) dukungan manajemen puncak, (2) komitmen para spesialis dan generalis dalam pengelolaan sumber daya manusia, (3) perkembangan teknologi, (4) kompleksitas organisasi, (5) pengetahuan tentang ilmu-ilmu perilaku, (6) prinsip-prinsip belajar, dan (7) unjuk kerja fungsi-fungsi manajemen sumber daya manusia lainnya. Pengembangan sumber daya manusia menurut Newstroom (1993:11) dimulai dengan (1) penentuan kebutuhan pengembangan atau suatu penilaian (assessment) kebutuhan yang komprehensif, dilanjutkan dengan (2) penetapan tujuan yang bersifat umum dan spesifik, (3) pemilihan metoda (4) pemilihan media, (5) implementasi program, dan diakhiri dengan (6) evaluasi program. Dalam masyarakat modern seperti sekarang ini, terlebih lagi dalam menuju era globalisasi, kita dituntut agar mampu menghadapi persaingan yang semakin kompetitif, baik di dalam maupun di luar negeri. Salah satu cara untuk mengantisipasi dan menghadapi persaingan yang semakin kompetitif tersebut adalah melalui sumber daya manusia yang komprehensif dan kompetitif. Pengembangan kualitas sumber daya manusia adalah proses pendidikan sepanjang hayat yang meliputi berbagai aspek kehidupan, diantaranya dilakukan melalui diklat. Jika dilihat dari sudut pandang ekonomi, perkembangan sumber daya manusia lebih ditekankan pada penguasaan pengetahuan, keterampilan, dan teknologi yang dibutuhkan oleh dunia kerja dalam upaya meningkatkan efesiensi dan efektivitas proses produksi dan mempertahankan keseimbangan ekonomi.
Hikmatulloh, 2009 Implementasi Manajemen Pendidikan Dan PelatihanBerbasis Kompetensi Bagi Karyawan Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
51
Dalam membicarakan pengembangan sumber daya manusia, Harun (2000:30) mengemukakan sebagai berikut: Pengembangan kualitas SDM bermutu adalah proses kontekstual dan futuristic, sehingga pengembangan kualitas SDM melalui upaya pendidikan bukanlah sebatas menyiapkan manusia yang menguasai pengetahuan dan keterampilan yang cocok dengan dunia kerja saat ini, melainkan manusia yang mampu, mau, dan siap belajar sepanjang hayat. Pendidikan di dalam dunia yang penuh kompetisi, perubahan, resiko, tapi juga mengandung banyak peluang harus melakukan reformasi dan memfokuskan tuntutannya kepada menciptakan suatu masyarakat belajar/learning society. Program pengembangan kualitas sumber daya manusia melalui diklat akan memberikan manfaat kepada organisasi berupa produktivitas, moral, efisiensi kerja, stabilitas, serta fleksibilitas organisasi dalam mengantisipasi lingkungan, baik dari dalam maupun dari luar organisasi yang selalu berubah. Dalam menangani masalah sumber daya manusia, Siagian (1997:44) mengemukakan bahwa salah satu manfaat perencanaan sumber daya manusia adalah sebagai berikut: “Perencanaan sumber daya manusia berkaitan dengan penentuan akan tenaga kerja di masa depan, baik dalam arti jumlah maupun kualifikasinya untuk mengisi berbagai jabatan dan menyelenggarakan berbagai aktivitas baru kelak”. Dengan demikian, sebelum program diklat diselenggarakan, perlu direncanakan sumber daya manusia yang akan mengikuti diklat sesuai dengan kebutuhan organisasi di masa depan.
Hikmatulloh, 2009 Implementasi Manajemen Pendidikan Dan PelatihanBerbasis Kompetensi Bagi Karyawan Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
52
B. Pengertian Pelatihan dan Pengembangan SDM Pelatihan
bagi
karyawan
merupakan
sebuah
proses
mengajarkan
pengetahuan dan keahlian tertentu serta sikap agar karyawan semakin terampil dan mampu melaksanakan tanggung jawabnya dengan semakin baik, sesuai dengan standar. Biasanya pelatihan merujuk pada pengembangan keterampilan bekerja (vocational) yang dapat digunakan dengan segera. Dalam hal ini manfaat finansial bagi perusahaan biasanya terjadi dengan cepat. Sedangkan pendidikan memberikan pengetahuan tentang subyek tertentu, tetapi sifatnya lebih umum dan lebih terstruktur untuk jangka waktu yang jauh lebih panjang. Di sisi lain, pengembangan memiliki ruang lingkup lebih luas. Dapat berupa upaya meningkatkan pengetahuan yang mungkin digunakan segera atau sering untuk kepentingan di masa depan. Pengembangan sering dikategorikan secara eksplisit dalam pengembangan manajemen, organisasi, dan pengembangan individu karyawan. Penekanan lebih pokok adalah pada pengembangan manajemen. Dengan kata lain, fokusnya tidak pada pekerjaan kini dan mendatang tetapi lebih pada pemenuhan kebutuhan perusahaan dalam waktu jangka panjang. Istilah pelatihan dan pengembangan merujuk pada struktur total dari program di dalam dan di luar pekerjaan karyawan yang dimanfaatkan perusahaan dalam mengembangkan keterampilan dan pengetahuan, utamanya untuk kinerja pekerjaan dan promosi karier. Pengembangan manajemen merujuk pada program pelatihan pengembangan untuk penyedia dan manajer, dan sering tidak termasuk untuk profesional (seperti ahli mesin, sales dan akuntan), karyawan operasional terlatih (seperti juru gambar, pembuat perkakas, dan ahli tata buku), tenaga semi
Hikmatulloh, 2009 Implementasi Manajemen Pendidikan Dan PelatihanBerbasis Kompetensi Bagi Karyawan Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
53
dan tidak terlatih khusus (seperti pengepak barang, pengolah tanah, pemelihara kebun, dan penyadap karet). Michael R. Carrel dan Robert D. Hatfield (1995) menyatakan, “ekonomi ketenagakerjaan membagi program pelatihan menjadi dua, yaitu program pelatihan umum dan spesifik”. Pelatihan umum merupakan pelatihan dimana karyawan memperoleh keterampilan yang dapat dipakai dihampir semua jenis pekerjaan. Pendidikan karyawan meliputi keahlian dasar yang biasanya merupakan syarat kualifikasi pemenuhan pelatihan umum. Misalnya, bagaimana belajar untuk memperbaiki kemampuan menulis dan membaca serta memimpin rapat akan bermanfaat bagi setiap pengusaha, siapapun yang secara individu dapat mengerjakannya. Sementara pelatihan khusus merupakan pelatihan dimana para karyawan memperoleh informasi dan keterampilan yang sudah siap pakai, khususnya pada bidang pekerjaannya. Pelatihan khusus, misalnya berupa hal pelajaran spesifik bagaimana sistem anggaran perusahaan khusus dapat berjalan. Karena tiap perusahaan memiliki sistem anggaran tersendiri, pelatihan ini secara langsung bermanfaat hanya bagi karyawan yang sudah ada. Setiap sistem pelatihan dan pengembangan yang bermakna harus terintegrasi dengan strategi SDM dalam perusahaan jika ingin hal itu terlaksana secara efektif. Contohnya, integrasi dengan hal penilaian kerja, promosi, atau sistem pembagian upah/gaji. Integrasi ini membantu pula untuk meyakinkan bahwa bantuan strategi pengembangan akan mendukung strategi personil lainnya. Menurut Michael R. Carrell, et al (1995), ada tujuh maksud utama program pelatihan pengembangan, yaitu; memperbaiki kinerja, meningkatkan keterampilan
Hikmatulloh, 2009 Implementasi Manajemen Pendidikan Dan PelatihanBerbasis Kompetensi Bagi Karyawan Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
54
karyawan, menghindari keusangan manajerial, memecahkan permasalahan, orientasi karya baru, persiapan promosi, dan keberhasilan manajerial, dan memberikan kepuasan untuk kebutuhan pengembangan personal. Sehubungan dengan itu, uraian tentang pola dan pengembangan secara eksplisit tidak dipisahkan. Keduanya diuraikan menyatu karena keduanya saling berkaitan satu sama lainnya. Pengelolaan kemampuan pendidikan dan pelatihan tersebut yaitu dengan menentukan strategi program pendidikan dan pelatihan yang meliputi: 1. Strategi kecepatan Strategi kecepatan artinya kompetisi atau persaingan waktu, bukan persaingan kecepatan dengan organisasi atau perusahaan pesaing lainnya, tetapi bersaing dengan waktu, maksudnya adalah bahwa pendidikan dan pelatihan harus mampu menanamkan sikap dan motivasi untuk bertindak cepat dalam melaksanakan fungsi bisnis. Fungsi itu mencakup kecepatan dalam merancang dan melaksanakan desain suatu produk dan dalam memberikan reaksi terhadap umpan balik (feedback) konsumen. 2. Strategi inovasi Inovasi pada dasarnya merupakan pembaharuan yang bersumber dari kreativitas dan inisiatif dalam proses berpikir yang produktif. Pendidikan dan pelatihan dalam strategi ini adalah untuk mewujudkan kemampuan merespon secara tepat, sesuai dengan hasil analisis informasi yang memiliki peluang luas untuk melaksanakannya secara kreatif.
Hikmatulloh, 2009 Implementasi Manajemen Pendidikan Dan PelatihanBerbasis Kompetensi Bagi Karyawan Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
55
3. Strategi kualitas Strategi ini bertolak dari kenyataan bahwa keinginan dan kebutuhan masyarakat, khususnya konsumen setiap organisasi atau perusahaan, selalu berubah ke arah kepuasan yang semakin meningkat atau tinggi tuntutannya terhadap produk (barang/jasa) dan pelayanan yang dapat diperolehnya dengan membayar. Oleh karena itu, tujuan utama strategi ini dalam kegiatan pendidikan dan pelatihan adalah untuk mewujudkan para karyawan yang tidak saja mempunyai komitmen, tetapi juga memiliki kemampuan dalam meningkatkan kualitas produk (barang/jasa). Kemampuan itu di satu pihak mengharuskan ditumbuhkannya sikap peka terhadap pendapat, kritik dan keluhan konsumen, sedang di pihak lain mampu pula menghimpun informasi mengenai kualitas produk yang sama dari pesaing sebagai bahan pembanding. 4. Strategi Mereduksi Pembiayaan Strategi ini harus dilaksanakan dengan meningkatkan kemampuan para karyawan lini dalam mengusahakan mengurangi atau menekan serendahrendahnya
biaya
produksi
dan
pemberian
pelayanan
tanpa
berakibat
mempersempit atau mengurangi potensi. Dari keempat strategi tersebut maka yang menjadi titik berat aplikasinya masing-masing dalam program pendidikan dan pelatihan adalah: a. Strategi kecepatan ditekankan pada peningkatan kemampuan manajerial dalam memotivasi karyawan agar dalam bekerja memproduksi sesuatu tepat waktu dan dilaksanakan dengan tepat sasaran.
Hikmatulloh, 2009 Implementasi Manajemen Pendidikan Dan PelatihanBerbasis Kompetensi Bagi Karyawan Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
56
b. Strategi inovasi ditekankan kepada kemampuan menggali dan mendorong agar para karyawan memiliki kesediaan dan berani menyampaikan gagasan, inisiatif dan kreativitasnya dalam mewujudkan kekhususan produk yang berbeda dan lebih unggul dari produk organisasi atau perusahaan pesaing. c. Strategi peningkatan kualitas ditekankan pada kemampuan bekerja secara cerdas dan bijaksana dalam usaha memenuhi keinginan, kebutuhan dan kepuasan konsumen. d. Strategi mereduksi pembiayaan ditekankan pada pengembangan kesediaan bekerja keras dengan disiplin kerja dan kecermatan yang tinggi. Sebagaimana dijelaskan di atas, bahwa salah satu hal yang menjadi titik berat aplikasi program pendidikan dan pelatihan adalah strategi kecepatan, yang menekankan strateginya kepada kemampuan manajerial dalam memotivasi karyawan agar dalam bekerja selalu tapat waktu dan tepat sasaran. Pengarahan merupakan salah satu langkah dan manajemen. Pengarahan adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan sesuai perencanaan untuk mencapai sasaran secara efektif dan efisien. Salah satu unsur dari pengarahan adalah motivasi. Motivasi merupakan salah satu alat atasan agar karyawan mau bekerja keras dan bekerja cerdas sesuai dengan yang dharapkan. Motivasi merupakan proses psikis yang mendorong orang untuk melakukan sesuatu (Usman, 2006:222, 223). Selanjutnya Usman (2006:233) mengemukakan bahwa: “Motivasi adalah keinginan untuk berbuat sesuatu, sedangkan motif adalah kebutuhan (need), keinginan (wish), dorongan (desire) atau impuls. Motivasi kerja dapat diartikan Hikmatulloh, 2009 Implementasi Manajemen Pendidikan Dan PelatihanBerbasis Kompetensi Bagi Karyawan Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
57
sebagai keinginan atau kebutuhan yang melatarbelakangi seseorang sehingga dirinya terdorong untuk bekerja”. Proses motivasi dicontohkan oleh Gibson (dalam Usman, 2006:226) sebagaimana dijelaskan dalam gambar berikut ini: 1. Kebutuhan kurang terpenuhi
6. Merasa kurang lagi
Karyawan
5. Ganjaran atau hukuman (misal: mendapat peluang mengikuti Diklat)
2. Mencari cara untuk memenuhi kebutuhan
3. Perilaku mengarah tujuan 4. Kinerja (Evaluasi tujuan yang dicapai)
Gambar 2.5 Proses Motivasi Sumber: Gibson, 2000
Menurut teori hierarki kebutuhan Maslow (dalam Usman, 2006:227) terdapat lima tingkatan kebatuhan, dari kebutuhan manusia yang paling rendah sampai kepada kebutuhan manusia yang paling tinggi. Urutan motivasi yang paling rendah sampai ke motivasi yang paling tinggi dari hierarki kebutuhan Maslow seperti tampak pada gambar berikut ini:
Hikmatulloh, 2009 Implementasi Manajemen Pendidikan Dan PelatihanBerbasis Kompetensi Bagi Karyawan Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
58
Contoh Umum:
Contoh di Organisasi:
Aktualisasi Diri
Prestasi
Kebutuhan Penghargaan
Status
Pekerjaan yang Menantang Jabatan
Kebutuhan Memiliki
Teman di Kelompok
Kestabilan
Kebutuhan Rasa Aman
Tunjangan pensiun
Perlindungan
Kebutuhan Fisiologikal
Gaji Pokok
Persahabatan
Gambar 2.6 Hierarki Kebutuhan Maslow Sumber: Maslow, 1943
Motivasi sangat bermanfaat, bagi seorang manajer dan organisasi dalam upaya meningkatkan kinerja (performance) karyawan dan perusahaan karena kinerja tergantung dari lingkungan (environment), kemampuan (competence) dan motivasi (motivation). Motivasi merupakan unsur penting dalam rangka upaya keberhasilan pengembangan sumber daya manusia melalui penyelenggaraan program diklat.
C. Manfaat Pelatihan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Manfaat pelatihan dan pengembangan dapat dikategorikan untuk perusahaan dan untuk individual yang pada akhirnya untuk perusahaan pula, dan
Hikmatulloh, 2009 Implementasi Manajemen Pendidikan Dan PelatihanBerbasis Kompetensi Bagi Karyawan Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
59
hubungan antar manusia serta implementasi kebijakan perusahaan (Keith Davis dan Werther W.B, 1997). Manfaat untuk Perusahaan, antara lain:
Mengarahkan kemampuan dan atau lebih bersikap positif terhadap orientasi pada keuntungan;
Memperbaiki pengetahuan dan keterampilan pada semua tingkat perusahaan;
Memperbaiki moral pekerja;
Membantu orang mengidentifikasi tujuan perusahaan;
Membantu menciptakan citra perusahaan yang lebih baik;
Membantu perkembangan kebenaran, keterbukaan, dan kepercayaan;
Memperbaiki hubungan antara atasan dan bawahan;
Membantu pengembangan perusahaan;
Belajar dari karyawan yang dilatih. Manfaat untuk individual, antara lain:
Membantu individual dalam mengambil keputusan yang lebih baik dan pemecahan masalah yang efektif;
Melalui pengembangan dan pelatihan, perubahan motivasi dari pengakuan, prestasi, pertumbuhan, tanggung jawab, dan kemajuan diinternalisasikan dan dilaksanakan;
Membantu dalam mendorong dan mencapai pengembangan dan kepercayaan diri, dan membantu seseorang dalam mengatasi stres, tensi, kekecewaan, dan konflik;
Mengembangkan jiwa untuk terus mau belajar;
Hikmatulloh, 2009 Implementasi Manajemen Pendidikan Dan PelatihanBerbasis Kompetensi Bagi Karyawan Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
60
Menyediakan informasi untuk memperbaiki pengetahuan kepemimpinan, keterampilan berkomunikasi, dan sikap;
Meningkatkan pemberian pengakuan dan perasaan kepuasan pekerjaan. Manfaat untuk Personal, Hubungan Manusia, dan Pelaksanaan Kebijakan,
antara lain:
Memperbaiki komunikasi antara kelompok dan individual;
Membantu dalam orientasi untuk karyawan baru dan mendapatkan pekerjaan baru melalui pengalihan dan atau promosi;
Menyediakan informasi tentang kesempatan yang sama dan kegiatan yang disepakati;
Menyediakan informasi tentang hukum pemerintah yang berlaku dan kebijakan administrasi;
Memperbaiki keterampilan hubungan lintas personal;
Membuat
kebijakan,
aturan,
dan
regulasi
perusahaan
yang
dapat
dilaksanakan. 1. Tanggung Jawab Pelatihan dan Pengembangan SDM Tanggung jawab pelatihan dan pengembangan dibagi-bagi menurut struktur perusahaannya, yaitu: manajemen top, departemen SDM, penyelia senior, dan karyawan (Anthony, et al; 1996). a. Manajemen Top Komitmen dari kalangan eksekutif dan manajemen top sangat menentukan terselenggaranya sebuah pelatihan yang efektif, karena hal itu mempengaruhi semua sisi perusahaan. Para manajer cenderung untuk mengelola apa yang
Hikmatulloh, 2009 Implementasi Manajemen Pendidikan Dan PelatihanBerbasis Kompetensi Bagi Karyawan Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
61
memang harus mereka kelola, seperti kegiatan pelatihan. Tiap program pengembangan yang tidak memiliki perhatian, pengertian, dan komitmen dari manajemen top, berarti mereka tidak mempedulikan faktor-faktor perubahan yang dinamis. Padahal, faktor-faktor tersebut dapat mempengaruhi kemajuan perusahaan. Manajemen top memiliki tanggung jawab untuk menyediakan kebijakan umum dan prosedur yang dibutuhkan untuk melaksanakan pelatihan, termasuk kebijakan penyediaan anggaran. Oleh karena itu, dibutuhkan pengendalian administrasi untuk menjamin bahwa para manajer dan karyawan mengikuti program dengan komitmen yang tegas. Pembentukan budaya yang baik untuk mendorong pelatihan dan pengembangan, tanggung jawabnya terletak pada manajer top. Jika manajemen top tidak melakukan hal itu, pengembangan iklim kerja yang baik dalam perusahaan akan mengalami kesulitan. b. Departemen Sumber Daya Manusia Departemen SDM dalam perusahaan secara esensial melakukan fungsi pendukung. Ia membantu manajer lini dalam pelatihan dan pengembangan dengan menyediakan keahlian dan sumber daya serta terlibat dalam mensponsori program pelatihan. Silabus pelatihan pun harus sudah disiapkan berikut rencana jangka panjang program pelatihan dan pengembangan, termasuk di dalamnya proses evaluasi pelatihan. c. Penyelia Senior Tiap penyelia senior dan mereka yang memiliki hirarki yang lebih tinggi memiliki tanggung jawab langsung untuk menjamin pelatihan dan pengembangan
Hikmatulloh, 2009 Implementasi Manajemen Pendidikan Dan PelatihanBerbasis Kompetensi Bagi Karyawan Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
62
berjalan dengan baik. Penyelia hendaknya mendorong karyawan untuk mengembangkan diri mereka dan harus menyediakan waktu agar pelatihan dapat berjalan. Di samping itu, perlu mengembangkan atmosfer proses belajar mengajar, menyediakan sumber daya, dan dorongan untuk pengembangan diri di kalangan karyawan. d. Karyawan Meskipun SDM profesional dan manajer lini harus memfasilitasi dan mengelola proses pelatihan dan pengembangan, namun tanggung jawab utama terletak pada individual karyawan. Para karyawan memiliki tanggung jawab untuk menunjukkan minat dalam pengembangan karir dan sekaligus pencapaian tujuan perusahaan. Tiap karyawanpun hendaknya mendorong karyawan lain untuk mengambil manfaat dari kesempatan untuk mengembangkan diri. Mengapa demikian? Karena belum tentu seluruh karyawan sudah atau selalu siap bahkan mendapat kesempatan untuk mengikuti pelatihan. Bisa jadi ada perasaan segan atau motivasi yang kurang di kalangan karyawan. Oleh karena itu, tugas manajer dan departemen SDM harus secara berkelanjutan melakukan sosialisasi di kalangan karyawan.
2. Tahapan Proses Pelatihan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Sebelum pelatihan dapat diselenggarakan, kebutuhan akan hal itu perlu diamalisis lebih dahulu. Hal demikian disebut sebagai langkah/tahapan penilaian dari proses pelatihan. Mengapa penilaian diperlukan? Karena penilaian kebutuhan mendiagnosis permasalahan yang ada sekarang dan tantangan-tantangan masa depan yang diharapkan dapat diatasi antara lain melalui pelatihan dan Hikmatulloh, 2009 Implementasi Manajemen Pendidikan Dan PelatihanBerbasis Kompetensi Bagi Karyawan Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
63
pengembangan. Misalnya, karena adanya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, peningkatan tuntutan konsumen dalam hal mutu, dan perubahan strategi perdagangan internasional. Sedangkan masalah internal antara lain produktivitas kerja, perputaran karyawan dan motivasi untuk belajar. Untuk itu perlu dipersiapkan program pelatihan dan pengembangan yang didasarkan pada kebutuhan-kebutuhan berbagai bidang, khususnya kebutuhan perusahaan itu sendiri melalui serangkaian penilaian. Dalam tahapan penilaian ini, kebutuhan pelatihan dari perusahaan, pekerjaan dan kebutuhan individual perlu dianalisis dahulu jenis informasi dan metode pengumpulan yang berbeda dapat digunakan pada tiap tingkat. Sebagai contoh, sebenarnya tiap anggota perusahaan dapat menyediakan beberapa informasi tentang hal apa yang dibutuhkan dalam pelatihan dan jenis pelatihan apa yang dibutuhkan. Respons yang saling melengkapi dari beragam sumber dapat mengidentifikasi sebuah kebutuhan untuk pelatihan. Data tentang jenis pelatihan yang dibutuhkan dan kelompok apa yang membutuhkan pelatihan dapat dan seharusnya dikumpulkan melalui beragam metode. Beberapa individu mungkin menyampaikan pendapatnya melalui sebuah wawancara, yang lainnya mungkin lebih senang menulis respon mereka, khususnya jika mereka merasa terlalu sibuk untuk mengikuti wawancara formal. Tanpa mengurangi pertimbangan arti dari sumber dan metode yang digunakan, data harus dikumpulkan dan dianalisis pada tiga tingkatan yang berbeda, yaitu penilaian kebutuhan perusahaan, tugas, dan kebutuhan karyawan.
Hikmatulloh, 2009 Implementasi Manajemen Pendidikan Dan PelatihanBerbasis Kompetensi Bagi Karyawan Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
64
Setelah tahap analisis kebutuhan dikerjakan, maka tahapan berikutnya adalah perumusan tujuan; prinsip-prinsip belajar/pelatihan, termasuk kriteria evaluasi pelatihan; merancang dan menyeleksi prosedur pelatihan; penentuan dan pelaksanaan program pelatihan; dan mengevaluasi pelatihan dan pengembangan. Agar lebih jelasnya berikut ini digambarkan sebuah Model Proses Pelatihan (Gambar 2.7). Tahap Asesmen
Tahap Pelatihan
Tahap Evaluasi
Penilaian Kebutuhan Organisasi
Penilaian Kebutuhan Tugas
Penilaian Kebutuhan Karyawan
Pengembangan Tujuan Pelatihan
Merancang dan Menyeleksi Prosedur Pelatihan
Mengukur Hasil Pelatihan
Pelatihan Pengembangan Kriteria Evaluasi Pelatihan
Membandingkan Hasilnya dengan Kriteria
Gambar 2.7 Model Proses Pelatihan Sumber: Mangkuprawira, 2003:140
Hikmatulloh, 2009 Implementasi Manajemen Pendidikan Dan PelatihanBerbasis Kompetensi Bagi Karyawan Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
65
Penilaian Kebutuhan Pelatihan Sebagai contoh sumber dan metode pengumpulan data untuk tahap penilaian kebutuhan dari model proses pelatihan dapat ditunjukkan sebagai berikut (Anthony et al, 1996). a. Sumber Tertulis 1) Dokumen karyawan a)
Permohonan untuk pelatihan
b)
Permohonan untuk pengalihan pekerjaan
c)
Alasan meninggalkan perusahaan
d)
Laporan eksiden
e)
Keluhan karyawan
f)
Penilaian kinerja
2) Uraian pekerjaan 3) Spesifikasi pekerjaan 4) Laporan analisis pekerjaan 5) Catatan batas waktu akhir yang hilang 6) Keluhan pelanggan 7) Peralatan untuk memperbaiki permohonan 8) Tes pekerjaan b. Sumber lain 1) Para karyawan. 2) Para pelanggan 3) Manajemen 4) Konsultan
Hikmatulloh, 2009 Implementasi Manajemen Pendidikan Dan PelatihanBerbasis Kompetensi Bagi Karyawan Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
66
c. Metode 1) Wawancara individual 2) Wawancara kelompok 3) Daftar pertanyaan 4) Kelompok fokus 5) Pengamatan 6) Ujian sumber tertulis 7) Analisis pekerjaan 8) Penilaian. kinerja 9) Tes dan ujian 2.1 Penilaian Kebutuhan Perusahaan Untuk menganalisis kebutuhan sebuah perusahaan, seseorang harus mengkaji usulan proyek pelatihan dalam kaitannya dengan tujuan, sasaran, dan strategi perusahaan. Tujuan dan strategi utama perusahaan sudah ditentukan, dan faktor penentu keberhasilan sudah pula diidentifikasi, maka seharusnya dapat diidentifikasi segi kelemahan yang dapat dikoreksi melalui pelatihan..Dan yang perlu dipertimbangkan meliputi apakah budaya perusahaan akan mendukung program pelatihan dan pengembangan yang direncanakan; apakah tujuan program pelatihan mendukung misi, tujuan, dan strategi perusahaan; dan apakah manajemen top sepenuhnya mendukung usulan pelatihan. Selanjutnya perlu dipersiapkan di masa datang, tujuan dan strategi perusahaan yang tercantum dalam rencana 5 dan 10 tahun. Juga harus dibandingkan dengan program usulan pelatihan untuk menjamin bahwa rencana tersebut dapat mengembangkan Hikmatulloh, 2009 Implementasi Manajemen Pendidikan Dan PelatihanBerbasis Kompetensi Bagi Karyawan Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
67
keterampilan, pengetahuan, dan kemampuan yang dibutuhkan oleh karyawan untuk melaksanakan rencana pengembangan perusahaan tersebut. Ketika semua bidang menerima beberapa jenis pelatihan, penilaian keorganisasian dapat menentukan urutan bidang-bidang mana yang dibutuhkan untuk dilatih. Pengeluaran biaya untuk usulan program pelatihan juga harus dipertimbangkan ketika pelaksanaan penilaian kebutuhan perusahaan disusun. Jika anggaran dikeluarkan, maka upaya prioritas program pelatihan hendaknya untuk kebutuhan akan pelatihan. Perusahaan
harus
memperhitungkan
sejumlah
faktor
yang dapat
mempengaruhi persyaratan pelatihan yang meliputi sebagai berikut. a. Perubahan Staf Semakin banyak tenaga baru, semakin besar kebutuhan pelatihan dalam keahlian pekerjaan dan pelatihan untuk pengenalan. b. Perubahan Teknologi Sistem dan proses baru akan membutuhkan staf yang benar-benar terlatih di bidangnya; banyak sistem komputer baru yang gagal bukan karena alasan teknis, tetapi karena staf belum terlatih bagaimana harus menggunakannya. c. Perubahan Pekerjaan Pekerjaan banyak berubah sesuai dengan berubahnya waktu, terutama karena perubahan pada organisasi itu sendiri dan pegawai harus dilatih untuk beradaptasi.
Hikmatulloh, 2009 Implementasi Manajemen Pendidikan Dan PelatihanBerbasis Kompetensi Bagi Karyawan Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
68
2.2 Penilaian Kebutuhan Tugas Tujuan penilaian kebutuhan pekerjaan adalah mengisolasi syarat-syarat khusus pekerjaan yang dipersoalkan. Sebagai contoh, pemegang jabatan dapat diwawancara untuk menentukan apa saja sebenarnya pekerjaan yang dapat dilaksanakan, dan penyelia dapat ditanyakan untuk menentukan apa yang seharusnya dikerjakan. Daftar tugas atau pertanyaan tentang pekerjaan dapat didistribusikan kepada para individu yang mampu mengetahui tentang pekerjaan, seperti para pelatih, penyelia, atau karyawan perusahaan. Karyawan dapat diamati secara aktual apa yang sedang mereka kerjakan. Bahan-bahan tertulis juga dapat dikaji untuk menentukan syarat-syarat pekerjaan. Misalnya, jika ditemukan adanya kelemahan, seperti dalam penerapan program departemen SDM tentang analisis dan rancangan rekruitmen, seleksi, dan penempatan, maka tim penyusunan pelatihan harus memprogramkan dimensi mana saja yang dapat menyebabkan perusahaan tidak berjalan semestinya dan perlu dilakukan pelatihan. Begitu pula tim pengelola dan pelatih seharusnya juga mengkaji beragam sumber informasi yang menyangkut catatan produksi, laporan pengendalian mutu, statistik ketidakhadiran, dan perputaran karyawan dalam kaitannya dengan tujuan dan rencana perusahaan.
2.3 Penilaian Kebutuhan Karyawan Penilaian kebutuhan karyawan menentukan apakah terjadi perbedaan antara syarat-syarat pekerjaan dan keterampilan karyawan untuk melaksanakan pekerjaan tersebut. Kekuatan dan kelemahan karyawan untuk melaksanakan pekerjaannya sangat ditentukan faktor-faktor internal dan eksternal karyawan.
Hikmatulloh, 2009 Implementasi Manajemen Pendidikan Dan PelatihanBerbasis Kompetensi Bagi Karyawan Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
69
Faktor internal dapat berupa keterampilan, pengetahuan, sikap, dan motivasi yang berpengaruh terhadap kemampuan kerja nyata yang berada di bawah kemampuan kerja standar perusahaan. Sementara faktor eskternal dapat berupa iklim kerja dan persaingan pasar kerja. Hasil determinasi ini dapat menentukan bentuk dan materi serta muatan yang dibutuhkan dalam pelatihan. Dengan kata lain, bagaimana melalui pelatihan, karyawan dapat mengatasi kekurangan kemampuan kerjanya. Hal ini juga akan bervariasi yang sangat tergantung pada siapa khalayak belajarnya, apakah karyawan pelaksana teknis atau yang bergerak di bidang manajerial. Bagi pengembangan SDM, setiap bentuk pelatihan hendaknya ditinjau pula dari sudut pengembangan karir karyawan. Inilah salah satu bentuk penghargaan bagi karyawan sesuai dengan kinerjanya. Tentang siapa yang diikutkan dalam pelatihan dapai dilakukan melalui tiga jalur, yaitu ditentukan langsung oleh perusahaan, karyawan melamar, dan kombinasi keduanya. Namun, semua jalur ini akhirnya ditentukan oleh perusahaan melalui departemen SDM.
2.4 Perumusan Tujuan Pelatihan Tujuan adalah sebuah pernyataan tentang kehendak terjadinya perubahan dari sebuah proses. Dalam pencapaian harapan, tujuan dan hasil pelatihan harus dapat diamati dan diukur, spesifik, dengan lamanya waktu pelatihan dan upaya pencapaiannya dapat dikelola dengan baik. Dalam pelatihan dan pengembangan, ditinjau dari sisi individu karyawan, perubahan yang diinginkan dapat berupa peningkatan pengetahuan, sikap, keterampilan, dan pengembangan karir. Sementara ditinjau dari kepentingan perusahaan adalah tercapainya kinerja perusahaan yang maksimum sebagai buah dari hasil pelatihan yang terjadi pada
Hikmatulloh, 2009 Implementasi Manajemen Pendidikan Dan PelatihanBerbasis Kompetensi Bagi Karyawan Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
70
karyawan. Dengan kata lain, harus ada keterkaitan antara input, output, outcome, dan impact dari pelatihan. Sebagai contoh, dikemukakan hirarki sebuah proses pelatihan sebagai berikut: Input
Karyawan peserta pelatihan (jumlah, pengetahuan, dan motivasi belajar)
Bentuk dan materi pelatihan (isi dan mutu)
Pelatih/Instruktur (jumlah dan mutu)
Tim pengelola (jumlah dan mutu)
Waktu dan tempat (kenyamanannya)
Anggaran (kecukupannya)
Fasilitas lain (unsur pendukung)
Output
Jumlah kehadiran karyawan/peserta pelatihan
Intensitas interaksi pelatihan
Jumlah kehadiran pelatih
Kepuasan karyawan dan pelatih serta pengelola
Outcome
Peningkatan pengetahuan, sikap, dan keterampilan karyawan
Impact
Peningkatan kinerja karyawan
Pengembangan karir karyawan
Peningkatan kinerja perusahaan
Hikmatulloh, 2009 Implementasi Manajemen Pendidikan Dan PelatihanBerbasis Kompetensi Bagi Karyawan Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
71
2.5 Prinsip-prinsip Belajar/Pelatihan Prinsip-prinsip belajar/pelatihan merupakan petunjuk berupa cara-cara agar peserta belajar dapat mengikuti pelatihan dengan efektif. Semakin efektif prinsipprinsip direfleksikan dalam pelatihan, semakin efektif pelatihan yang mungkin terjadi. Prinsip-prinsip itu berupa:(1) partisipasi; (2) pengulangan; (3) relevansi; (4) pengalihan; (5) umpan balik; dan (6) suasana nyaman; serta (7) memiliki kriteria. 1. Partisipasi Bentuk pelatihan bagi karyawan hendaknya dilakukan melalui pendekatan Penlidikan orang dewasa. Partisipasi dan peserta belajar harus proaktif, terutama ketika teknik pelatihan di luar bentuk kuliah, seperti permainan pesan, studi kasus, simulasi, praktikum, dan sebagainya. Dengan pendekatan partisipasi, pelatihan akan memperbaiki motivasi dan mengajak peserta lebih memperkuat proses dan wawasan belajar. Hasil dari penerapan prinsip ini (partisipasi), karyawan akan belajar lebih cepat dan akan selalu mempertahankan proses belajar dalam kehidupannya. Sebagai contoh sederhana, kebanyakan orang tidak pernah melupakan bagaimana mengendarai mobil karena mereka secara aktif telah berpartisipasi dalam proses belajar mengajar secara partisipatif. Begitu pula di sektor agrobisnis, mereka yang memiliki kemampuan dalam proses pengolahan hasil tidak akan lupa melakukannya manakala selama proses belajar mereka berpartisipasi aktif dalam praktik nyata.
Hikmatulloh, 2009 Implementasi Manajemen Pendidikan Dan PelatihanBerbasis Kompetensi Bagi Karyawan Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
72
2. Pendalaman Pendalaman
merupakan
salah
satu
prinsip
dari
pelatihan
yang
berkelanjutan. Kebanyakan orang yang pernah mengikuti pelatihan, pendalaman merupakan proses penanaman daya ingat. Misalnya, pada pertengahan dan akhir proses pelatihan, peserta pelatihan akan diuji seberapa jauh daya ingat dan kemampuan analisis atau gagasan dalam menjawab pertanyaan dan memecahkan masalah. Hampir sama, contohnya, kebanyakan orang belajar tentang huruf abjad dan matematika dengan cara pendalaman. Maksud dari cara ini agar peserta pelatihan mampu mengutarakan ide atau pesan dengan jernih dan dengan pendekatan secara analitis dan obyektif.
3. Relevansi Keberhasilan proses belajar/pelatihan sangat dipengaruhi oleh materi/ muatan yang bermanfaat atau selaras dengan kebutuhan tertentu. Dalam hal ini, sebagai contoh, para pelatih yang baik biasanya menjelaskan secara menyeluruh maksud sebuah pekerjaan kepada seluruh peserta pelatihan sebelum menjelaskan tugas-tugas spesifik. Kemudian para peserta pelatihan memberikan responsrespons yang biasanya baru. Hal ini membuat karyawan/peserta pelatihan mengerti relevansi tiap tugas dan prosedur lebih lanjut yang benar atau tepat. Dengan demikian, respons-respons baru terhadap materi latihan memiliki hubungan positif dengan motif belajar dari para karyawan melalui penghayatan dan penerapannya.
Hikmatulloh, 2009 Implementasi Manajemen Pendidikan Dan PelatihanBerbasis Kompetensi Bagi Karyawan Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
73
4. Pengalihan Semakin dekatnya kebutuhan sebuah program pelatihan yang sepadan dengan kebutuhan dari pekerjaan, semakin cepat seorang peserta pelatihan menyerapnya dalam menguasai pekerjaan. Misalnya, semakin sering seorang perencana dilibatkan dalam simulasi penyusunan rencana pengembangan produksi sektor agribisnis melalui komputerisasi akan semakin terbiasa dan terampil manakala yang bersangkutan akan menyusun rencana aktual. Kesepadanan yang dekat antara simulator lewat komputer dan kegiatan perencanaan menyebabkan peserta pelatihan cepat mengalihkan ilmu pengetahuannya pada kondisi kerja yang nyata.
5. Umpan Balik Umpan balik memberikan peserta pelatihan tentang informasi kemajuan mereka. Dengan umpan balik, peserta yang termotivasi dapat menyesuaikan perilaku mereka untuk mencapai proses belajar yang sangat cepat dan bermakna. Tanpa itu mereka tidak dapat mengukur kemajuannya dan mungkin tidak terdorong untuk maju. Sebagai contoh, peserta pelatihan hendaknya mengetahui hasil tesnya sebagai tanda kemajuannya selama proses belajar. Melalui umpan balik, peserta belajar seharusnya terdorong untuk memperbaiki kinerja pekerjaannya melalui diagnosis kekuatan dan kelemahan yang dimilikinya.
Hikmatulloh, 2009 Implementasi Manajemen Pendidikan Dan PelatihanBerbasis Kompetensi Bagi Karyawan Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
74
6. Suasana Nyaman Peserta pelatihan harus terbebas dari tugas-tugas dan bahkan tekanantekanan pekerjaan. Mereka diasumsikan memiliki hasrat belajar yang datang dari motivasi tinggi didukung dengan fasilitas yang cukup. Dengan demikian, mereka benar-benar hanya berkonsentrasi pada proses belajar. Dalam prosesnya, peserta pelatihan masih perlu bimbingan-bimbingan, menciptakan tetapi tanpa harus menciptakan ketergantungan tinggi terhadap instruktur. Para peserta hendaknya dibuat mengerti dan atau menyadari bahwa meninggalkan perilaku lama tidaklah mudah. Hal itu merupakan buah dari proses. Sementara, proses itu merupakan fungsi dari waktu yang tersedia. Jadi, mereka harus memiliki motif kemajuan belajar yang tinggi untuk mencapai kinerja pekerjaan yang lebih baik kelak. Dengan demikian, idealnya belajar merupakan salah satu kebutuhan karyawan.
7. Memiliki Kriteria Untuk menentukan apakah program pelatihan telah mencapai tujuannya, beberapa kriteria yang digunakan untuk mengukur hasil pelatihan perlu dibuat. Hal ini penting dan perlu menggunakan lebih dari satu kriteria dalam upaya untuk menentukan efek menyeluruh dari program pelatihan di suatu perusahaan. Efek tersebut bisa diukur dari perubahan-perubahan yang sifatnya intelektual, sikap personal, dan penguasaan teknis para peserta pelatihan serta kinerja perusahaan. Selain itu, perlu pula diukur tingkat ketaat-asasan program pelatihan dengan tujuan dan strategi perusahaan itu sendiri. Dengan kata lain, kriteria yang dibutuhkan mencakup bagaimana keterkaitan antara dimensi input, output, outcome, dan impact memiliki derajat kekuatan dan kelemahan.
Hikmatulloh, 2009 Implementasi Manajemen Pendidikan Dan PelatihanBerbasis Kompetensi Bagi Karyawan Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
75
D. Analisis Training Needs Assessment (TNA) 1. Kebutuhan Tenaga Profesional untuk Mengisi Formasi Organisasi dalam Era Globalisasi Dalam merealisasikan tujuan pembangunan nasional, pembangunan SDM merupakan prioritas utama. Kebutuhan yang paling mendesak adalah SDM di tingkat atas. Dibutuhkan kader yang memenuhi kriteria profesional, di samping tenaga terampil secara teknis. Kebutuhan SDM untuk mengantisipasi kebutuhan tenaga profesional suatu organisasi perlu dilakukan dengan pendekatan kelembagaan. Untuk membentuk tenaga kerja yang profesional, maka sudah seharusnyalah mengembangkan tenaga kerja tersebut secara profesional pula, misalnya dapat dilaksanakan melalui diklat. Untuk itu dibutuhkan analisis training needs assessment. Sehubungan dengan masalah ini, Gehee & Thayer (2000:37), menganalisis training needs assesment dalam tiga fase analisis, yaitu: (1) analysis at the organizational level is used to determine where training can and should be used. The focus is the total enterprise and the analysis will look at things like the organizational objective, the pool of skills presently available, indicate of effectiveness and the organizational climate; (2) analysis at the job level involves collecting data about a particular job or group of jobs. The analysis will determine what standards are required and what knowledge, skills and attitudes are required in order to achieve this standards; and (3) the focus of person analysis is how well a particular employee is carrying out the various tasks which are necessary for- successful performance. Analisis training needs assessment tersebut dilaksanakan pada tiga fase analisis, yaitu: (1) Analisis pada tahap organisasional digunakan untuk menentukan di mana pelatihan dapat dan harus dilakukan. Fokusnya adalah lembaga secara
Hikmatulloh, 2009 Implementasi Manajemen Pendidikan Dan PelatihanBerbasis Kompetensi Bagi Karyawan Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
76
keseluruhan dan analisisnya akan berkaitan dengan tujuan-tujuan organisasi. Keterampilan apa saja yang saat ini bisa dimanfaatkan, indikasi keefektifan dan iklim organisasi. (2) Analisis pada tingkat pekerjaan melibatkan pengumpulan data tentang pekerjaan atau kelompok pekerjaan tertentu. Analisisnya akan menentukan standar apa yang diperlukan; dan pengetahuan, keterampilan serta sikap apa yang dibutuhkan untuk mencapai standar tersebut. (3) Fokus analisis orang/analisis pribadi adalah bagaimana pekerja tertentu melaksanakan beragam tugas yang penting bagi suatu kinerja yang berhasil. Analisis pribadi dilakukan untuk menjawab pertanyaan: siapa membutuhkan pendidikan dan pelatihan macam apa. Untuk ini diperlukan waktu, guna mengadakan diagnosis yang lengkap tentang masing-masing kemampuan pegawai. Upaya yang perlu dilakukan guna memperoleh informasi ini yaitu melalui achievement test, observasi, dan wawancara. Menurut Hussey (dalam Harun, 2000:38) bahwa: Most managers felt that training objectives should be tailored to the individual rather than to corporate needs. Hussey argues that training should not be for the individual in be hope that it will benefit the organization, training shold be for the benefit of the organization as this will benefit the individual in it. This training objectives, especially those for management development, should be reviewed regularly by top management and particularly whenever a change in direction or emphasis is planned. Dalam hal ini dikemukakan.bahwa sebagian besar manajer merasa bahwa tujuan-tujuan pelatihan harus dirancang sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan individu bukannya kebutuhan perusahaan. Hussey berpendapat bahwa pelatihan tidak boleh dirancang untuk kepentingan individu dengan harapan bahwa hal itu Hikmatulloh, 2009 Implementasi Manajemen Pendidikan Dan PelatihanBerbasis Kompetensi Bagi Karyawan Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
77
akan menguntungkan perusahaan, pelatihan harus dirancang untuk kepentingan organisasi karena hal itu akan menguntungkan individu yang ada di dalamnya. Dengan demikian tujuan-tujuan pelatihan, terutama untuk pengembangan manajemen, harus dikaji ulang secara teratur oleh top manajemen, khususnya bila terjadi perubahan yang direncanakan pada perusahaan. Selanjutnya Geehe & Thayer (dalam Harun, 2000:39) merekomendasikan sejumlah data yang mendukung kebutuhan pelatihan (training needs) adalah sebagai berikut: (1) Sasaran dan tujuan organisasi akan memberikan target beragam fungsi di dalam
organisasi
yang
bersangkutan.
Beberapa
diantaranya
akan
menyebabkan perubahan-perubahan standar kinerja yang pada gilirannya menuntut perubahan pelatihan. (2) Perencanaan tenaga kerja akan memprediksikan kekosongan-kekosongan yang diakibatkan oleh pensiun, promosi, dan pengunduran diri pegawai. Hal ini akan memberikan data demografis untuk menentukan pelatihan (atau solusi) yang dibutuhkan untuk mengisi lowongan tersebut. (3) Cadangan keterampilan adalah kumpulan pengetahuan dan keterampilan yang ada di dalam organisasi. Untuk memeliharanya akan membutuhkan pelatihan-pelatihan. Dengan itu pula kita bisa mengetahui beberapa keterampilan yang dibutuhkan di masa mendatang dan yang belum ada saat ini. (4) Indikator iklim organisasi seperti: pengunduran diri, kemangkiran, sakit ringan, survey sikap, keluhan dan pemogokan, kadang pula menunjukkan perlunya pelatihan di samping perubahan beberapa aspek situasi kerja.
Hikmatulloh, 2009 Implementasi Manajemen Pendidikan Dan PelatihanBerbasis Kompetensi Bagi Karyawan Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
78
(5) Indikator efisiensi seperti: biaya tenaga kerja dan material, kualitas produk, pemanfaatan peralatan, biaya distribusi, limbah, masa turun produk, keterlambatan pengiriman, perbaikan, atau keluhan konsumen, bisa menunjukkan turunnya kinerja yang bisa diperbaiki dengan pelatihan. (6) Permintaan dari manajemen lini atau survey pendapat sering dipergunakan untuk membuat sebuah rancangan pelatihan. (7) Sering muncul pula kebutuhan pelatihan jika ada sistem atau produk baru. Dari permasalahan di atas, dapat terlihat bahwa penentuan kebutuhan akan pelatihan (training needs assessment) itu sangat ditentukan oleh kondisi ketenagakerjaan organisasi dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.
2. Tuntutan Individu yang Berkualitas untuk Melaksanakan Tugas di masa Depan Di masa yang akan datang, sumber daya manusia yang dibutuhkan adalah sumber daya manusia yang memiliki pengetahuan yang luas. Dengan kata lain dapat disebutkan sumber daya manusia
yang berkualitas yaitu sumber daya
manusia yang komprehensif dalam berfikir dan selalu berusaha mengantisipasi tuntutan tugas di masa depan. Individu yang berkualitas mempunyai ciri-ciri seperti: luas dalam berfikir dan mempunyai pengetahuan yang mendalam, terampil dalam mengerjakan tugas, sehingga akan dapat menjadi sumber daya manusia yang produktif sekaligus akan dapat menambah produktivitas organisasi. Berkaitan dengan masalah ini, Djoyonegoro dan Suryadi (1995:32) mengemukakan beberapa ciri individu yang berkualitas yaitu: “Sumber daya manusia dapat dianggap lebih berkualitas jika memiliki sikap, perilaku, wawasan,
Hikmatulloh, 2009 Implementasi Manajemen Pendidikan Dan PelatihanBerbasis Kompetensi Bagi Karyawan Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
79
kemampuan, keahlian, serta keterampilan yang sesuai dengan kebutuhan berbagai bidang dan sektor pembangunan”. Melalui
perubahan
dan
peningkatan
kemampuan
individu
yang
dipengaruhi oleh pengalaman, pendidikan, pelatihan, dan minat, maka kemampuanpun akan meningkat dan profesionalisme akan dicapai. Tuntutan kemampuan di masa depan suatu organisasi akan meliputi kemampuan ddalam pengetahuan dan keterampilan. Pengetahuan merupakan suatu hal yang harus dimiliki oleh setiap individu. Senada dengan permasalahan di atas, Covey (dalam Harun, 2000:47) membentuk tujuh kebiasan yang disebut habits. Dalam hal ini Covey mengemukakan tujuh kebiasaan yang ditempuh oleh individu agar dapat bekerja dengan cara yang efektif, sebagaimana biasa disebut: The Seven Habits Paradigm. Selanjutnya urutan dari: The Seven Habits Paradigm adalah sebagai berikut: (1) be proactive; (2) begin with the end in mind; (3) put first things first; (4) think win-win; (5) seek first to understand then to be understood; 6) sinergize; and 7) sharpen the saw. (1) Be Proactive Jadilah orang-orang yang proaktif dengan ciri-ciri sebagai berikut: (a) Selalu mencari altematif. Kemampuan untuk mencari alternatif merupakan gambaran seseorang yang memiliki pengetahuan yang luas, memiliki wawasan, dan memiliki berbagai informasi yang dapat dipilih dengan tepat. (b) Selalu memilih dari berbagai alternatif. Dengan adanya berbagai alternatif, maka ia selalu memilih salah satu alternatif yang tepat. Dalam memilih alternatif yang tepat inilah seseorang dituntut memiliki pengalaman dan pengetahuan. Hikmatulloh, 2009 Implementasi Manajemen Pendidikan Dan PelatihanBerbasis Kompetensi Bagi Karyawan Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
80
(c) Selalu mengontrol perasaan. Dalam memilih alternatif, ia berpegang kepada perasaannya, tetapi selalu mengendalikan perasaannya dengan mengutamakan logika dan rasio. (d) Selalu meningkatkan penampilan. Orang yang proaktif, memiliki kegiatan untuk tampil lebih baik. (e) Memiliki imajinasi yang tinggi. Kemampuan berimajinasi merupakan dasar untuk pemilihan alternatif yang tepat. (f) Selalu memiliki keinginan untuk merespon. Jika ada tantangan selalu merespon dengan cepat. (g) Ada rasa independen. Dalam diri orang yang proaktif selalu ada rasa kemerdekaan diri, tidak bergantung kepada orang lain dalam memilih alternatif. Berikut ini Covey menggambarkan model proaktif sebagaimana terlihat pada gambar berikut ini: Stimulus
Response Freedom To Choose
Self Awaraness
Independent Will
Imagination
Conscience
Gambar 2.8 Proactive Model Sumber: Covey, 1987:71
Hikmatulloh, 2009 Implementasi Manajemen Pendidikan Dan PelatihanBerbasis Kompetensi Bagi Karyawan Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
81
Dalam merespon suatu stimulus, diharapkan adanya kemerdekaan dalam memilih yang berakibat pada: kesadaran diri (Self Awereness), imajinasi (Imagination), hati nurani (Conscience) dan kemauan untuk mandiri (Independent Will). (2) Begin with The End in Mind Begin the end in mind berarti mulai dengan akhir dalam pikiran. Seseorang memiliki kemampuan yang efektif akan selalu dimulai dengan bagaimana hasil akhirnya. Dalam menghadapi masalah, ia selalu berorientasi pada produk yang dihasilkan dari kegiatannya. Oleh sebab itu, la selalu kreatif untuk mencari sesuatu yang menjadi pusat perhatian dalam masalah yang dihadapi. (3) Put First Thing First Dahulukan yang harus didahulukan. Kebiasaan ketiga ini adalah buah pribadi, pemenuhan praktis dari kebiasaan 1 dan 2. Dalam kebiasaan ini kita berhadapan dengan banyak pertanyaan dalam bidang kehidupan dan manajemen waktu. (4) Think Win-Win Berfikir menang/menang. Menang/menang bukanlah teknik, melainkan filosofi perihal interaksi manusia. Hal ini tergantung kondisi, kapan kita harus menang dan kapan kita tidak menang. Satu alternatif lain yang lazim adalah berfikir menang. Orang dengan mentalitas menang tidak harus menginginkan orang lain kalah. Itu tidak relevan, yang penting adalah mereka mendapatkan apa yang mereka inginkan.
Hikmatulloh, 2009 Implementasi Manajemen Pendidikan Dan PelatihanBerbasis Kompetensi Bagi Karyawan Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
82
Kemampuan untuk selalu berfikir menang merupakan tuntutan tugas masa depan. Era globalisasi adalah suatu era yang kompetitif sehingga sumber daya manusia yang ada dalam suatu organisasi dituntut untuk dapat berkompetisi dengan organisasi lainnya, kompetisi ini tentunya kompetisi yang sehat. (5) Seek First to Understand Then to be Understood Berusaha mengerti lebih dahulu, baru dimengerti. Tugas di masa depan menuntut individu yang selalu mencari pertama sekali adalah untuk mengerti, kemudian baru dimengerti. Hal im menunjukkan bahwa manusia di masa depan seharusnya mengerti lebih dahulu situasi dan kondisi, baru kemudian kegiatannya. Hal ini menuntut kemampuan untuk: (a) memiliki karakter dan komunikasi yang baik; (b) selalu simpatik dalam mendengar; (c) selalu mendiagnosa lebih dahulu sebelum menjelaskan; dan (d) kemudian mencari sesuatu hal agar ia dapat dimengerti. (6) Synergize Wujudkan sinergi. Prinsip kerja sama yang kreatif. Adanya suatu prinsip berkooperasi dalam segala kegiatan, kemampuan ini ditunjukkan dalam: (a) sinerjik dalam berkomunikasi; (b) sinerjik dalam kelompok; dan (c) sinerjik dalam bisnis. (7) Sharpen The Saw Salah satu tuntutan masa depan yang tak kalah pentingnya adalah ketajaman dalam melihat. Dalam persaingan (kompetisi) yang semakin ketat, maka untuk memenangkan persaingan itu, seseorang harus melihat ke masa
Hikmatulloh, 2009 Implementasi Manajemen Pendidikan Dan PelatihanBerbasis Kompetensi Bagi Karyawan Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
83
depan. Oleh sebab itu, seseorang dituntut untuk memiliki misi dan dapat mengantisipasi keadaan. Ketujuh kebiasaan (habits) yang dikemukakan Covey di atas merupakan ciri-ciri orang yang efektif dan merupakan tuntutan bagi pengembangan SDM di masa depan. Semua ini diharapkan akan terwujud melalui program diktat yang mempunyai tugas untuk menambah pengetahuan dan keterampilan SDM yang dididik dan dilatih di dalam suatu organisasi yang menyelenggarakan diklat. Perubahan sikap dituntut dalam proses penyelenggaraan diklat, karena sikap proaktif akan merupakan tuntutan yang tak terelakan di masa depan. Sumber Daya Manusia (SDM) di masa depan adalah Sumber Daya Manusia (SDM) yang secara cepat bisa mengantisipasi perubahan apa yang terjadi di lingkungannya.
3. Pentingnya Pendidikan dan Pelatihan bagi Peningkatan Produktivitas Kerja Personel Diklat dapat dipandang sebagai salah satu bentuk investasi. Oleh sebab itu, setiap instansi yang ingin berkembang tentunya akan melaksanakan program diklat. Pentingnya diklat bukan hanya bagi karyawan, tetapi juga keuntungan bagi organisasi/perusahaan.
Karena
dengan
meningkatnya
kemampuan
atau
keterampilan para karyawan akan dapat meningkatkan produktivitas kerja para karyawan dan sekaligus meningkatkan pula produktivitas organisasi. Dalam mengelola suatu organisasi, perlu diperhatikan produktivitas dari organisasi tersebut. Sutermeister (1988:50) mendefinisikan produktivitas sebagai “Output for employee, quality considered”. Sedangkan Denis (1979:2) menyebutkan
Hikmatulloh, 2009 Implementasi Manajemen Pendidikan Dan PelatihanBerbasis Kompetensi Bagi Karyawan Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
84
Productivity is a measure of the use of the resources of an organization and is usually expressed as ratio of output obtained by the use of employee”. Dalam hal ini produktivitas merupakan takaran penggunaan sumber-sumber daya organisasi dan biasanya dinyatakan dalam bentuk rasio antara output yang diperoleh dengan penggunaan tenaga kerja. Selanjutnya Gomes (dalam Harun, 2000:51) mengemukakan batasan mengenai produktivitas sebagai berikut: ”Dilihat dari berbagai sudut pandang, tergantung kepada tujuan masing-masing organisasi. Berbagai ungkapan seperti output, kinerja, efisiensi, dan efektivitas dihubungkan dengan produktivitas”. Dengan memperhatikan beberapa pengertian produktivitas di atas, produktivitas dapat dilihat dari produktivitas individu dan produktivitas organisasi. Dalam hal ini suatu organisasi dapat disebut produktif apabila personelnya dapat bekerja dengan mutu yang baik dan berguna bagi organisasinya. Senada dengan masalah di atas, Sanusi (1998:7) menjelaskan pula bahwa: Produktivitas itu tergantung pada personel, sistem (peraturan-peraturan) dalam organisasi. Produktivitas dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti pengetahuan, keterampilan, sikap, dan tingkah laku dari pekerja yang ada dalam organisasi sehingga banyak perbaikan produktivitas meletakkan halhal tersebut sebagai asumsi dasar. Selanjutnya Summanth (1988:53) menyatakan masalah produktivitas sebagai berikut: “productivity is concerned with the efficient utilization of resources (inputs) on producing goods and or services (outputs). Dalam hal ini, produktivitas berkaitan dengan pemanfaatan sumber-sumber daya (input) secara efi-sien dalam menghasilkan barang dan/atau jasa.
Hikmatulloh, 2009 Implementasi Manajemen Pendidikan Dan PelatihanBerbasis Kompetensi Bagi Karyawan Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
85
Dengan demikian, dapat ditarik kesimpulan bahwa tujuan umum dari pengembangan SDM melalui diklat adalah untuk memperbaiki efisiensi dan efektivitas kerja karyawan dalam melaksanakan pekerjaan dan mencapai sasaran program kerja yang ditetapkan. Efisiensi dan efektivitas kerja karyawan dapat dicapai dengan peningkatan antara lain (1) pengetahuan karyawan; (2) keterampilan karyawan; dan (3) sikap karyawan terhadap tugas-tugasnya. Dengan adanya peningkatan keahlian, pengetahuan, dan sikap karyawan pada tugas-tugasnya diharapkan dengan pengetahuan yang diperoleh dalam diklat akan merubah tingkah laku. Nasution menggambarkan proses perubahan perilaku yang dapat dilihat pada gambar 2.9 berikut. Tingkah Laku/ Pengetahuan Lama
Program Pendidikan dan Pelatihan
Tingkah Laku/ Pengetahuan Baru
Tingkah Laku/ Pengetahuan Baru Gambar 2.9 Proses Perubahan Perilaku Sumber: Nasution, 1994:70
Diklat adalah suatu proses yang akan menghasilkan suatu perubahan perilaku sasaran diklat. Perangkat lunak dalam proses penyelenggaraan diklat mencakup beberapa sumber daya, yaitu: Sumber Daya Manusia (SDM), kurikulum/metodologi, sarana dan prasarana, serta dana atau dengan istilah lain 4 M (Men, Methods, Materials, dan Money). Selanjutnya Nasution menggambarkan pola hubungan diklat dengan produktivitas seperti terlihat pada gambar 2.10 berikut ini:
Hikmatulloh, 2009 Implementasi Manajemen Pendidikan Dan PelatihanBerbasis Kompetensi Bagi Karyawan Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
86
Fungsi Manajemen Personalia
Pendidikan/ Pelatihan
Perubahan Tingkah Laku
Faktor Pendukung: - Gizi dan Kesehatan - Penghasilan Memadai - Jaminan Sosial - Kesempatan untuk Maju
Efektivitas Pendidikan dan Pelatihan
Peningkatan Produktivitas
Gambar 2.10 Hubungan Pendidikan dan Pelatihan dengan Produktivitas Sumber: Nasution, 1994:70
E. Faktor-Faktor yang Mendukung dan Menghambat Penyelenggara Diklat 1.
Faktor-Faktor yang Mendukung Penyelenggaraan Diklat Sebagaimana telah dikemukakan terdahulu, bahwa diklat merupakan
sarana pengembangan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) sebagai realisasi dari fungsi operasional administrasi personalia yang merupakan salah satu bidang garapan administrasi pendidikan. Dalam upaya penyelenggaraan diklat diperlukan beberapa faktor yang mendukung terselenggaranya program diklat yang efektif dan efisien, yang kemudian akan dapat meningkatkan produktivitas diklat/ organisasi itu sendiri. Dalam menjalankan fungsi diklat dan mengembangkan kualitis SDM, diperlukan pengaturan administrasi pendidikan yang baik. Hal ini sejalan dengan apa yang diungkapkan oleh Engkoswara (1996:42) berikut ini, yaitu: ”Administrasi pendidikan adalah ilmu yang mempelajari penataan sumber daya, yaitu: manusia, kurikulum atau sumber belajar dan fasilitas untuk
Hikmatulloh, 2009 Implementasi Manajemen Pendidikan Dan PelatihanBerbasis Kompetensi Bagi Karyawan Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
87
mencapai tujuan pendidikan secara optimal dan penciptaan suasana yang baik bagi manusia yang disepakati”. Sehubungan dengan permasalahan di atas. Ukas (1996:61) mengemukan bahwa sumber-sumber daya yang mendasar dalam manajemen adalah: “pria dan wanita, bahan-bahan, mesin-mesin, metode-metode, uang dan pasar”. Untuk mencapai tujuan organisasi, para manajer memanfaatkan beberapa sumber daya dalam manajemen. Istilah yang populer dalam memanfaatkan sumber daya dalam manajemen adalah “Enam M” (Man, Money, Material, Machine, Methode, dan Market). Berkaitan dengan permasalahan ini, Makmun (2000:1) menyebutkan cakupan administrasi/manajemen meliputi: Segenap tindakan pengaturan atau penataan sumber daya (man, money material, and machines) dan cara kerja (method) untuk mencapai suatu usaha (pendidikan) yang diharapkan (efisien, produktif, efektif, relevan, akuntabel, dll.) melalui proses perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan (POAC/POSDCORB). Singkatnya administrasi pendidikan/manajemen itu bertalian dengan pengaturan atau penataan segala aspek atau unsur dan kinerja (usaha) pendidikan. Dalam hal ini Harun (2000:61) mengemukakan bahwa: Alat untuk mencapai tujuan adalah: man, money, material, mechine, method, and market. Enam M tersebut di atas merupakan sumber daya yang mendukung organisasi. Sumber daya tersebut digunakan sesuai dengan tujuan kegiatan dalam organisasi. Berpijak pada sumber daya pendukung manajemen di atas, dalam penulisan ini penulis hanya menggunakan istilah “Empat M”, yaitu: sumber daya manusia (man), kurikulum (method), sarana dan prasarana (material) serta dana (money).
Hikmatulloh, 2009 Implementasi Manajemen Pendidikan Dan PelatihanBerbasis Kompetensi Bagi Karyawan Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
88
a. Sumber Daya Manusia (SDM) Dalam penyelenggaraan diklat dibutuhkan sumber daya manusia yang terdiri dari: 1) Penyelenggara Penyelenggara adalah personel yang menggerakkan terselenggaranya diklat, dalam hal ini manajemen sebagai proses untuk mencapai tujuan dengan menggunakan efektivitas dan efisiensi dalam mengejar produktivitas organisasi. Keberhasilan diklat sangat ditentukan oleh kualitas personel yang ada di dalam diklat tersebut, terutama sekali personel yang berfungsi sebagai pemimpin/ pengelola diklat yang disebut penyelenggara. Hal ini sesuai dengan ungkapan Morphet (1974:9) berikut ini: The kind quality of leadership provided in educational administration is particulary important in the democratic society in which we live, because education is so the satisfactory functioning of that society and superior leadership is essential for leader of the future must be a higly competent person who believes in democracy, in the potentialities inherent in people, and in the significance of educational areas, a person who has a recognize educational leader in helping people identify, analyze and solve satisfactorily in the problems and their society are confronted. Jenis dan kualitas kepemimpinan yang disediakan dalam administrasi pendidikan sangat penting dalam masyarakat demokratis, karena pendidikan merupakan bukti berfungsinya masyarakat secara memadai dan kepemimpinan yang unggul sangat dibutuhkan dalam peningkatan suatu program pendidikan yang memadai pula. Pemimpin pendidikan di masa mendatang merupakan figur yang sangat mumpuni dan terpercaya yang mengerti akan makna demokrasi, potensi-potensi bawaan manusia, dan pentingnya upaya-upaya pendidikan, seseorang yang memiliki kepemimpinan pendidikan yang diakui dalam membantu
Hikmatulloh, 2009 Implementasi Manajemen Pendidikan Dan PelatihanBerbasis Kompetensi Bagi Karyawan Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
89
orang mengidentifikasi, menganalisis, dan memecahkan masalah yang ia dan masyarakat hadapi dengan cara yang memuaskan. Sehubungan dengan masalah ini, penyelenggara diklat sebagai perencana pengelola pendidikan dan pelatihan harus memiliki keterampilan dalam pengelolaan diklat yang berada di bawah pimpinannya. Hal ini sesuai dengan pendapat Terry (alih bahasa Winardi, 1990); dan Blanchard (1993), bahwa keterampilan yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin adalah sebagai berikut: “(a) keterampilan tehnik; (b) keterampilan berhubungan dengan orang-orang; dan (c) keterampilan konseptual”. a) Keterampilan Tehnik (Technical Skill) Keterampilan untuk menggunakan pengetahuan, metode, teknik, dan perlengkapan yang dibutuhkan untuk mengerjakan tugas khusus yang diperoleh dari pengalaman, pendidikan, dan pelatihan. b) Keterampilan berhubungan dengan orang-orang (Human Skill) Keterampilan dan keputusan dalam bekerja dengan melalui orang-orang, termasuk pengertian dari motivasi dan aplikasi dari kepemimpinan yang efektif. Manusia merupakan sumber daya organisasi yang paling penting. Aspek manusia dalam suatu organisasi bersifat kompleks, manusia tidak dapat dibakukan, baik secara fisik, emosi, maupun aspek-aspek konseptual organisasi. Human Skill adalah kemampuan seseorang untuk bekerjasama secara efektif dalam suatu kelompok serta membentuk upaya yang bersifat kooperatif diantara anggota kelompok. Robert
&
Angelo
(1989:336)
mengidentifikasikan
kualitas
yang
merupakan dasar dalam peningkatan keterampilan berhubungan dengan orangorang adalah: Emphaty, self awereness, acceptance of individual difference, Hikmatulloh, 2009 Implementasi Manajemen Pendidikan Dan PelatihanBerbasis Kompetensi Bagi Karyawan Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
90
perceptual awereness and orientation to colleagues. Empati kemawasan diri, menerima adanya perbedaan, kemawasan perseptual, dan orientasi pada teman sejawat. Jadi, seorang pemimpin harus dapat menerima adanya perbedaan pendapat dengan orang lain, dengan demikian akan dapat menyelesaikan masalah. Meskipun human skill bukanlah satu-satunya dimensi untuk mencapai hasil yang efektif, tetapi merupakan keterampilan yang sangat penting bagi pemimpin yang tercermin dalaakunya sehari-hari. c) Conceptual Skill Diperlukan keterampilan untuk mengetahui kerumitan sepanjang kegiatan organisasi berlangsung dan agar orang-orang dapat bekerja dengan baik dalam suatu organisasi. Seorang pemimpin dapat membuat konsep yang baik untuk kemajuan organisasinya, supaya organisasi yang dipimpinnya lebih produktif dalam memperoleh hasil yang diharapkan. Dari ketiga keterampilan yang dibutuhkan oleh seorang pemimpin, maka proporsinya dapat dilihat pada gambar berikut ini. Tingkat-tingkat Organisatoris Konseptual Puncak Pertengahan Tingkat Supervisi
Manusia
Teknis
Pengetahuan dan skill yang diperlukan
Gambar 2.11 Proporsi Keterampilan yang Harus Dimiliki oleh Pemimpin Sumber: Winardi, 1992:9 Hikmatulloh, 2009 Implementasi Manajemen Pendidikan Dan PelatihanBerbasis Kompetensi Bagi Karyawan Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
91
Pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan untuk setiap jenjang manajemen berubah-ubah sesuai dengan tingkat organisatoris. Gambar di atas, menunjukkan bahwa pekerjaan manajerial pada tingkat organisatoris puncak biasanya mengharuskan adanya relatif lebih banyak pengetahuan tentang manusia dan konseptual serta keterampilan dibandingkan dengan pengetahuan serta keterampilan teknis, akan tetapi pada tingkat organisatoris yang lebih rendah diperlukan lebih banyak pengetahuan teknis dan manusia serta lebih sedikit pengetahuan serta keterampilan konseptual (Harun, 2000:65). Apabila seseorang berusaha mempengaruhi perilaku orang lain, hal ini disebut sebagai upaya kepemimpinan. Tanggapan terhadap upaya kepemimpinan ini bisa berhasil atau tidak berhasil. Karena tanggung jawab pokok para manajer dalam organisasi adalah mencapai hasil melalui orang lain, maka keberhasilan mereka diukur oleh keluaran (output) atau produktivitas kelompok yang dipimpin. Berikut ini Blanchard menunjukkan posisi keberhasilan seorang pemimpin yang efektif, yaitu terlihat dalam gambar berikut ini:
Gambar 2.12 Succesful and Effective Leadership Continuums Sumber: Blanchard, 1993:143
Hikmatulloh, 2009 Implementasi Manajemen Pendidikan Dan PelatihanBerbasis Kompetensi Bagi Karyawan Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
92
Persepsi orang-orang dan kelompok atas pemenuhan tujuan mereka melalui pencapaian tujuan organisasi adalah kadar pemaduan tujuan-tujuan tersebut. Apabila tujuan organisasi didukung oleh semua pihak, maka inilah pemaduan tujuan yang sebenarnya. Untuk menggambarkan konsep ini, kita dapat membagi anggota suatu organisasi menjadi dua kelompok, yaitu pimpinan dan bawahan. Tujuan kedua kelompok tersebut dan hasil pencapaian tujuan organisasi digambarkan Blanchard sebagai berikut:
X
Goals of Organization Degree of Attainment
Gambar 2.13 Little Organizational Accomplisment Suumber: Blanchard, 1993:153 Dari gambar di atas, tampak bahwa tujuan pimpinan agak setaraf dengan tujuan organisasi tetapi tidak persis sama, sedangkan tujuan bawahan hampir berlawanan berlawanan dengan tujuan organisasi. Hasil dari interaksi antara tujuan pimpinan dengan tujuan bawahan adalah kompromi dan secara aktual adalah kombinasi kedua tujuan tersebut. Salah satu cara yang dilakukan oleh para pemimpin yang efektif untuk menjembatani kesenjangan antara tujuan individual dengan tujuan organisasi
Hikmatulloh, 2009 Implementasi Manajemen Pendidikan Dan PelatihanBerbasis Kompetensi Bagi Karyawan Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
93
adalah menciptakan loyalitas para pengikutnya terhadap mereka. Mereka melakukan hal ini dengan menjadi penyambung lidah dari para pengikut yang berpengaruh dengan pimpinan yang lebih tinggi. 2) Tenaga Widyaiswara Dalam penyelenggaraan program diklat, peran tenaga widyaiswara/ pengajar sangat menentukan keberhasilan diklat tersebut. Seorang tenaga widyaiswara harus profesional dalam melaksanakan tugasnya, mengingat SDM yang dihasilkan akan sangat menentukan keberhasilan organisasi. Selanjutnya, Makmun (1996:4) mengkonsepsikan tenaga kependidikan secara luas sebagaimana lazimnya di negara maju, yaitu: “(1) tenaga pendidik; (2) tenaga manajemen; (3) tenaga penunjang teknis pendidikan; (4) tenaga penunjang administratif, dan (5) tenaga peneliti, pengembang, dan konsultan pendidikan”. Tenaga pendidik, yang secara fungsional mempunyai tugas utama secara langsung memberikan layanan teknis kependidikan kepada peserta didik. Secara harfiah sesungguhnya akan melibatkan semua orang yang melaksanakan tugas pelayanan tersebut, termasuk para orang tua di rumah, para guru/dosen atau pengajar, serta pembimbing dan pelatih di sekolah atau satuan-satuan pendidikan lainnya, para instruktur atau fasilitator dan pamong belajar pada pusat-pusat atau balai-balai latihan dan kursus-kursus, dan lain-lain. Dalam spektrum tenaga kependidikan sebagaimana diungkapkan oleh Makmun (1996:43) terlihat bahwa ada empat istilah yang dipakai untuk tenaga kependidikan, yaitu: “pembimbing, pengajar, pelatih, dan widyaiswara”. Di setiap program diklat, untuk tenaga pendidikan ini biasanya disebut widyaiswara atau instruktur. Oleh karena tenaga widyaiswara merupakan faktor yang sangat penting Hikmatulloh, 2009 Implementasi Manajemen Pendidikan Dan PelatihanBerbasis Kompetensi Bagi Karyawan Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
94
dalam proses penyelenggaraan diklat, Nasution (1994:76) mengemukakan beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh widyaiswara yang disebut dengan istilah instruktur, yaitu: (1) mempunyai kemampuan memimpin. Cara terbaik untuk melihat kepemimpinan seseorang adalah mengetahui sampai sejauhmana ia bisa mengarahkan pembicaraan dalam setiap pertemuan. Jadi, instruktur harus mengarahkan segala pembicaraan dalam pendidikan dan pelatihan ke materi program; (2) mempunyai kemampuan menilai orang lain. Instruktur harus mampu mendengarkan, memberi perhatian, dan mengatur tempo belajar, serta berusaha mendorong kemajuan orang lain; (3) mengetahui detail materi yang diajarkan; (4) mempunyai kemampuan mengajar. Instruktur yang baik perlu mengungkapkan pemikiran ke dalam kata-kata yang mudah dimengerti oleh peserta diklat; dan (5) sabar menghadapi peserta. Sehubungan dengan masalah ini, penyelenggara diklat memiliki otoritas untuk menentukan solusi yang tepat dalam lembaga pendidikan yang dikelolanya. Pengembangan kualitas SDM di lembaga pendidikan dalam hal ini masalah tenaga pengajar (widyaiswara), perlu direncanakan secara komprehensif oleh penyelenggara. 3) Peserta Dalam penyelenggaraan diklat, dibutuhkan peserta yang terdiri dari personel/calon personel organisasi tersebut. Peserta merupakan aset organisasi/ perusahaan. Harun (2000:71) mengemukakan bahwa calon peserta dapat diambil: ”dari luar perusahaan dan dari dalam perusahaan”. Selanjutnya, Notoatmodjo (1998:12), mengemukakan bahwa: Pengisian lowongan pekerjaan yang dibutuhkan sesuai dengan perencanaan dapat diperoleh dari dua sumber, yakni dari dalam dan dari luar organisasi. Pengisian lowongan pekerjaan yang berasal dari dalam organisasi mempunyai beberapa keuntungan, baik dari segi karyawan maupun organisasi itu sendiri. Bagi karyawan, hal ini merupakan promosi atau peningkatan moral dan bagi organisasi adalah merupakan Hikmatulloh, 2009 Implementasi Manajemen Pendidikan Dan PelatihanBerbasis Kompetensi Bagi Karyawan Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
95
penghematan. Sedangkan penarikan dari luar diperoleh dari pemasaran tenaga kerja yang ada di luar organisasi. Peserta yang diterima setelah melalui proses seleksi, beraneka ragam (heterogen) latar belakang ilmunya, hal ini disesuaikan dengan kebutuhan organisasi atau jabatan yang ada. Input Diklat Peserta diklat - Dari dalam perusahaan - Dari luar perusahaan
Proses Diklat Faktor pendukung diklat - SDM - Kurikulum - Sarana dan Prasarana - Dana
Output Diklat Perubahan yang diharapkan - Pengetahuan - Keterampilan - Sikap
Gambar 2.14 Proses Pendidikan dan Pelatihan Sumber: Notoatmodjo, 1998:31 b. Kurikulum/Metodologi Setiap program diklat tentunya diisi dengan kurikulum yang dapat menunjang terselenggaranya program tersebut. Kurikulum disusun sesuai dengan program yang ditawarkan oleh diklat. Kurikulum dalam pengertian pandangan lama merupakan kumpulan dari mata pelajaran atau bahan pelajaran yang harus disampaikan oleh guru dan dipelajari oleh siswa. Sejalan dengan perkembangan zaman, pengertlan kurikulumpun ikut berkembang, kurikulum lebih ditekankan pada pengalaman daripada isi kurikulum itu sendiri. Sehubungan dengan masalah ini, Caswes & Campbell (dalam Sukmadinata, 1988:5) mengemukakan sebagai berikut: “Curriculum to be composed of all experiences children have under the guidance of teachers“. Kurikulum tersusun atas semua pengalaman yang anak jalani di bawah bimbingan guru.
Hikmatulloh, 2009 Implementasi Manajemen Pendidikan Dan PelatihanBerbasis Kompetensi Bagi Karyawan Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
96
Selanjutnya, Hasan (dalam Harun, 2000:74) mengemukakan bahwa: “Kurikulum termasuk yang direncanakan guru, proses pelaksanaan rencana tersebut, serta hasil dari pelaksanaan rencana tadi”. Sedangkan Hamalik (1993:25) mengemukakan
bahwa
kurikulum
adalah:
“Komponen-komponen
tujuan
pendidikan, tujuan instruksional, alat dan metode instruksional, pemilihan dan pembimbingan siswa, materi program, evaluasi dan staff pelaksana kurikulum”. Dari beberapa bahasan di atas, jelaslah bahwa setiap program pendidikan memerlukan pedoman/pegangan yang menuntun pengajar dalam menjalankan tugas
sehari-hari.
Kurikulum
setiap
program
diklat
harus
mengikuti
perkembangan masyarakat. Namun, semua perubahan itu perlu diwaspadai, karena setiap perubahan akan membawa dampak pada berbagai aspek yang ada, seperti SDM, sarana dan prasarana serta dana. Sebaliknya, jika tidak mengikuti perubahan yang terjadi dalam masyarakat, program diklat akan tertinggal dari perkembangan masyarakat sehingga hasil (output) diklat tidak akan terpakai dalam masyarakat. Akibatnya apa yang dilaksanakan akan sia-sia belaka.
c. Sarana dan Prasarana Untuk menunjang penyelenggaraan diklat diperlukan sarana dan prasarana yang mendukung sesuai dengan tujuan kurikulum. Dalam mengelola sarana dan prasarana agar mempunyai manfaat yang tinggi diperlukan aturan yang jelas serta pengetahuan dan keterampilan personel dalam administrasi sarana dan prasarana tersebut. Sarana dan prasarana pendidikan adalah semua benda bergerak atau tidak bergerak, yang diperlukan untuk menunjang penyelenggaraan proses belajar mengajar (PBM), baik secara langsung maupun tidak langsung.
Hikmatulloh, 2009 Implementasi Manajemen Pendidikan Dan PelatihanBerbasis Kompetensi Bagi Karyawan Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
97
Administrasi sarana dan prasarana pendidikan merupakan keseluruhan proses perencanaan, pengadaan, pendayagunaan, pengawasan sarana dan prasarana yang digunakan untuk menunjang pendidikan agar tujuan pendidikan yang telah ditetapkan dapat dicapai secara efektif dan efisien. Sejalan dengan masalah ini. Arikunto (1988:50) menyebutkan bahwa: “salah satu bidang garapan administrasi pendidikan adalah administrasi sarana”. Diklat dalam melaksanakan PBM tentunya memerlukan adanya sarana dan prasarana untuk menunjang terlaksananya PBM secara efektif dan efisien, karena hal ini sangat menentukan kualitas hasil diklat. Alat-alat pelajaran. laboratorium, dan ruangan belajar cukup baik, maka suasana pembelajaran akan sangat menyenangkan peserta dan ditunjang pula oleh perpustakaan yang diisi dengan literatur yang lengkap. Penggunaan sarana yang canggih akan dapat menciptakan iklim belajar yang menyenangkan sehingga dapat memberikan motivasi terhadap PBM. Administrasi sarana dan prasarana untuk program diklat akan menjelaskan bagaimana sarana dan prasarana itu digunakan secara maksimal yang tentunya perlu dibuat perencanaan sarana dan prasarana yang tepat. d. Dana Dalam setiap pelaksanaan pekerjaan dalam bidang apapun, pastilah suatu organisasi memerlukan dana (anggaran), yang dalam dalam istilah administrasi disebut budgeting. Dukungan dana bagi peserta diklat sangat dibutuhkan untuk menambah pengetahuan dan keterampilan peserta diklat dalam upaya peningkatan personel dalam organisasi.
Hikmatulloh, 2009 Implementasi Manajemen Pendidikan Dan PelatihanBerbasis Kompetensi Bagi Karyawan Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
98
Dana dibutuhkan, baik untuk keperluan sehari-hari secara perorangan, maupun untuk kepentingan organisasi itu sendiri secara keseluruhan. Sejalan dengan masalah ini, Gaffar (1987:47) mengatakan bahwa: Uang yang diperkirakan untuk keperluan penyelenggaraan pendidikan disebut cost of education. Kalau per kepala murid disebut per student cost, maka dana keseluruhan dalam organisasi disebut total cost. Uang yang dihitung untuk bermacam-macam keperluan yang belum tentu dibelanjakan disebut cost component, sedangkan yang betul-betul dibelanjakan disebut dengan expenditure. Head (dalam Harun, 2000:77) mengemukakan lima faktor dasar dana untuk keperluan perencanaan diklat, yaltu: “Student Cost, Instructor Cost, Instructional Development Cost, Fasilities Cost, and Maintenance Cost“. Dari penjelasan terlihat bahwa dana (biaya) yang dibutuhkan dalam penyelenggaraan diklat adalah biaya peserta, biaya widyaiswara, biaya peningkatan kurikulum, biaya fasilitas- dan biaya pemeliharaan. Pengelolaan dana meliputi kegiatan perencanaan, penggunaan, pencatatan, pelaporan,
dan
pertanggungjawaban
dana
yang
dialokasikan
untuk
penyelenggaraan diklat. Tujuan pengelolaan dana tersebut adalah untuk dapat mewujudkan ketertiban administrasi keuangan sehingga pengurusannya dapat dipertanggungiawabkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Organisasi penyelenggara program diklat sebagai sebuah sistem terdiri atas input, output, proses dan outcome. Sistem merupakan subsistem-subsistem yang saling berinteraksi, berkorelasi dan interdependensi yang membentuk suatu kesatuan utuh melebihi jika subsistem-subsistem bekeria sendiri-sendiri. (Usman, 2006:141). Winardi (dalam Usman, 2006:30) menyatakan bahwa dalam dunia nyata, sejumlah pembuat keputusan yang hebat menggunakan intuisi mereka.
Hikmatulloh, 2009 Implementasi Manajemen Pendidikan Dan PelatihanBerbasis Kompetensi Bagi Karyawan Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
99
Akan tetapi ada juga pengambil keputusan pemula yang tentu belum berpengalaman tidak dapat mengambil keputusan yang hebat berdasarkan intuisi. Oleh sebab itu, diperlukan berpikir dengan menggunakan sistem. Manfaat berpikir sistem adalah tidak membuat orang berpikir terkotak-kotak atau parsial, tapi menyeluruh dengan menggunakan subsistem-subsistem secara sinergi. Hasil keputusannya akan lebih baik dibandingkan berpikir tanpa sistem. Proses penyelenggaraan diktat sebagai sebuah sistem dapat dilihat pada gambar 2.15 berikut ini:
RAW INPUT (Peserta Didik) Kemampuan Intelektual Latar Belakang Pendidikan Pengalaman Kerja Phisik dan Kesehatan Motivasi Belajar
INSTRUMENTAL INPUT (PROGRAM DIKLAT) Program Pendidikan dan Kurikulum Personil, Pemimpin, Widyaiswara, Staf Administrasi. Sarana dan Fasilitas Pendidikan Biaya Pendidikan
PROCESS (Manajemen dan Pelaksanaan Diktat) Manajemen diktat Pengajaran Pelatihan Pembimbingan Evaluasi
OUTCOME (Lulusan) Pengetahuan Performance Kepribadian
OUTCOME (Lulusan) Kinerja Lulusan
ENVIRONMENTAL INPUT (Lingkungan Sekolah) Prasarana Diklat Iklim Diklat Dukungan Instansi Terkait
Gambar 2.15 Komponen-komponen Diklat sebagai Sistem Sumber: Sukmadinata, 1988:10 Hikmatulloh, 2009 Implementasi Manajemen Pendidikan Dan PelatihanBerbasis Kompetensi Bagi Karyawan Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
100
F. Konsep Dasar Kompetensi 1.
Pengertian Kompetensi Dalam bahasa Inggris terdapat minimal tiga peristilahan yang mengandung
makna apa yang dimaksud dengan istilah kompetensi, yaitu: a. Competence (n) is being competent, ability (to the work) (Homby, dkk, 1962:192); b. Competent (adj) refers to (persons) having ability, power, authority, skill, knowledge, etc (to do what is needed) (Homby, dkk, 1962:193); c. Competency is rational performance which satisfactorily meets the objectives for a desired condition (Johnson, dkk, 1974). Definisi pertama menunjukkan bahwa kompetensi itu pada dasarnya menunjukkan kepada kecakapan atau kemampuan untuk mengerjakan sesuatu pekerjaan. Sedangkan definisi kedua menunjukkan lebih lanjut bahwa kompetensi itu pada dasarnya merupakan suatu sifat (karakteristik) orang-orang kompeten, yakni memiliki kecakapan, daya (kemampuan), otoritas (kewenangan), kemahiran (Keterampilan), pengetahuan dan sebagainya untuk mengerjakan apa yang diperlukan. Kemudian definisi ketiga, lebih jauh lagi bahwa kompetensi adalah menunjukkan kepada tindakan (kinerja) rasional yang dapat mencapai tujuantujuannya secara memuaskan berdasarkan kondisi (prasyarat) yang diharapkan. (Abin
Syamsuddin
Makmun,
2000:1).
Dari
batasan
tersebut,
penulis
berkesimpulan bahwa kompetensi pada dasarnya merupakan seperangkat kemampuan standar yang diperlukan untuk menjalankan tugas pokok dan fungsinya secara maksimal. Makna kompetensi dipandang sebagai pilarnya atas kinerja suatu profesi atau dalam konteks ini adalah kinerja para pegawai. Dalam hal ini, Abin
Hikmatulloh, 2009 Implementasi Manajemen Pendidikan Dan PelatihanBerbasis Kompetensi Bagi Karyawan Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
101
Syamsuddin Makmun (2000:70-71) mengemukakan karakteristik kompetensi sebagai berikut: a. Mampu melakukan sesuatu pekerjaan tertentu secara rasional, dalam arti ia harus memiliki visi dan misi yang jelas mengapa ia melakukan apa yang dilakukannya berdasarkan analisis kritis dan pertimbangan logis dalam membuat pilihan dan mengambil keputusan tentang apa yang dikerjakannya; b. Menguasai perangkat pengetahuan (teori dan konsep, prinsip dan kaidah, hipotesis dan generalisasi, data dan informasi, dan sebagainya) tentang seluk-beluk apa yang menjadi bidang tugas pekerjaannya; c. Menguasai perangkat keterampilan (strategi dan taktik, metode dan teknik, prosedur dan mekanisme, sarana dan instrumen, dan sebagainya) tentang cara bagaimana dan dengan apa harus melakukan tugas pekerjaannya; d. Memahami perangkat persyaratan ambang (basic standars) tentang ketentuan kelayakan normatif minimal kondisi dari proses yang dapat ditoleransikan dan kriteria keberhasilan yang dapat diterima dari apa yang dilakukannya; e. Memiliki daya (motivasi) dan citra (aspirasi) unggulan dalam melakukan tugas pekerjaannya. Ia bukan sekedar puas dengan memadai persyaratan minimal,melainkan berusaha mencapai yang sebaik mungkin (profesiencies); f. Memiliki kewenangan (otoritas) yang memancar atas penguasaan perangkat kompetensinya yang dalam batas tertentu dapat didemonstrasikan (observable) dan teruji (measurable), sehingga memungkinkan memperoleh pengakuan pihak berwenang (certifiable). Dari penjelasan di atas, penulis memandang bahwa di balik kinerja yang ditunjukkan dan teruji dalam melakukan sesuatu pekerjaan khas tertentu itu terdapat sejumlah unsur kemampuan yang menopang dan menunjangnya dan secara keseluruhannya terstruktur merupakan suatu kesatuan terpadu yang dikonseptualisasikan pada enam komponen, sebagaimana dikemukakan oleh Johnson (1974) dalam Abin Syamsuddin Makmun (200 :71) sebagai berikut: ”(a) performance component; (b) subject component; (c) profesional component; (d) process component; (e) adjusment component; dan (f) attitudes component”.
Hikmatulloh, 2009 Implementasi Manajemen Pendidikan Dan PelatihanBerbasis Kompetensi Bagi Karyawan Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
102
Dari keenam unsur yang membangun secara utuh suatu model perangkat kompetensi dalam suatu bidang keahlian atau keprofesian itu pada dasarnya dapat diidentifikasikan ke dalam dua gugus kompetensi yaitu: (a) generic competencies (performance competencies); dan (b) enabling competencies. Gugus pertama disebut generic competencies, maksudnya bahwa perangkat kompetensi yang mesti ada pada suatu bidang pekerjaan profesional tertentu, karena justru dengan adanya perangkat kompetensi inilah dapat dibedakannya dari jenis dan atau bidang pekerjaan profesional lainnya. Gugus kedua disebut, enabling competencies karena merupakan prasyarat untuk memungkinkan dapat dilakukannya “generic competencies”. Tanpa menunjukkan
penguasaan
secara
memadai
atas
perangkat
“enabling
competencies” itu mustahil dapat menguasai “generic competencies”. Gugus perangkat kompetensi pertama pada dasarnya akan diperoleh dan terbina serta tumbuh kembang melalui praktek pengalaman lapangan (field training) yang terstruktur dan terawasi (supervized) secara memadai dalam jangka waktu tertentu (sekitar 1-2 tahun). Nampak jelas, bahwa untuk memperoleh pengalaman lapangan seperti itu, hanya dimungkinkan setelah “enabling competencies” terselesaikan terlebih dahulu yang lazimnya dilakukan melalui program perkuliahan biasa. Dan menurut Gilbert (1978:180), “Kompetensi insani ialah kinerja yang berharga (worthy performance W) yang merupakan fungsi dari rasio pencapaian yang bernilai (valuable accomplishments A) terhadap perilaku yang diperolehnya (costly behavior B).
Hikmatulloh, 2009 Implementasi Manajemen Pendidikan Dan PelatihanBerbasis Kompetensi Bagi Karyawan Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
103
Ini berarti bahwa: (1) untuk mencapai kompetensi manusia ialah menaikkan nilai pencapaian kita dan mengurangi energi kita gunakan untuk usaha. Nilai sebenarnya kompetensi diturunkan dari pencapaian dan tidak dari perilaku; (2) jumlah kerja yang besar, pengetahuan dan motivasi tanpa adanya pencapaian merupakan kinerja yang tidak berharga. Hal ini juga berarti bahwa pengetahuan, motivasi dan kerja, jika digunakan secara kompeten harus diurus dan digunakan secara bijaksana; (3) pencapaian yang besar tidak ada harganya jika biaya dalam perilaku manusia juga besar; (4) uang, energi, atau waktu yang diinvestasikan dalam mengurangi perilaku yang diperlukan kinerja akan menghasilkan hal yang sangat baik; (5) suatu sistem yang akan memberikan ganjaran pada orang karena karena perilakunya (kerja, motivasi, atau pengetahuan) merangsang terjadinya in-kompetensi. Dan suatu sistem yang memberikan ganjaran pada orang hanya karena keberhasilannya, dan bukan untuk harga bersih bagi kinerjanya, merupakan sistem yang tidak lengkap yang gagal menghargai kompetensi manusia. Jika sistem yang demikian digunakan oleh manajer dalam dunia kerja, dan guru dalam dunia sekolah, ia mengundang mereka untuk membuang energi orang lain. Modal manusia dengan baik dapat dicapai melalui kinerja yang berharga hanya jika kita mengukur dan memberikan respon secara langsung pada kompetensi manusia. Dan kompetensi manusia ditemukan dalam kinerja yang terbuka, tidak dalam perilaku yang tersembunyi. Spencer and Spencer (1993:9) mendefinisikan kompetensi sebagai berikut: “A competency is an underlying characteristic of an individual that is casually
Hikmatulloh, 2009 Implementasi Manajemen Pendidikan Dan PelatihanBerbasis Kompetensi Bagi Karyawan Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
104
related to criterion reference effective and/or superior performance in a job or situation.” Ini berarti bahwa kompetensi merupakan karkteristik dasar seseorang yang menggunakan bagian kepribadiannya yang paling dalam dan dapat memprediksi perilakunya ketika ia menghadapi pekerjaan atau dalam situasi tertentu, yang akhirnya mempengaruhi kemampuan untuk menghasilkan kinerja. Kompetensi ini terbentuk dari lima karakteristik, yaitu: (1) motif (motive); (2) watak (traits); (3) konsep diri (self concept); (4) pengetahuan (knowledge), dan (5) keterampilan (skill). Kompetensi keterampilan dan pengetahuan cenderung dapat dilihat, karena berada di permukaan. Kedua kompetensi ini relatif mudah untuk dikembangkan, misalnya melalui pengalaman atau pelatihan. Sedangkan kompetensi konsep diri, watak, dan motif bersifat lebih sembunyi, lebih dalam dan berperan sebagai sumber kepribadian, lebih sulit untuk dikembangkan. Uraian lebih lanjut masingmasing karakteristik kompetensi itu adalah sebagai berikut: 1. Motif, merupakan gambaran diri seseorang tentang sesuatu yang dipikirkan atau yang diinginkan, dan merupakan dorongan untuk melakukan tindakan guna memenuhi keinginannya. 2. Watak, merupakan karakteristik mental seseorang dan konsistensi respon terhadap rangsangan, tekanan, situasi, dan informasi. Watak ini menentukan tingkat emosi seseorang dalam merespon rangsangan dan informasi. 3. Konsep diri, merupakan gambaran seseorang tentang sikap, nilai-nilai,dan bayangan diri terhadap pekerjaan, tugas, atau jabatan yang dihadapinya untuk dapat diwujudkannya melalui kerja dan usahanya.
Hikmatulloh, 2009 Implementasi Manajemen Pendidikan Dan PelatihanBerbasis Kompetensi Bagi Karyawan Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
105
4. Pengetahuan, merupakan kemampuan seseorang yang terbentuk dari informasi yang diterimanya. Pengetahuan yang dimiliki oleh seseorang memprediksi apa yang dapat mereka lakukan, dan bukan apa yang akan mereka lakukan. 5.
Keterampilan, adalah kemampuan seseorang untuk melakukan tugas fisik atau mental. Kompetensi motif, watak, dan konsep diri mempengaruhi tindakan perilaku
keterampilan yang pada gilirannya akan mempengaruhi outcame kinerja. Karena itu, dalam kompetensi selalu ada niat, yaitu kekuatan motif dan watak yang menyebabkan terjadi tindakan yang menghasilkan outcame. Sejalan dengan uraian tersebut di atas, Makmun (1996 : 70) menyatakan bahwa seorang profesional yang kompeten harus dapat menunjukkan karakteristik utamanya, yaitu: (1) mampu melakukan sesuatu pekerjaan tertentu secara rasional; (2) mengetahui perangkat pengetahuan tentang seluk-beluk yang menjadi bidang tugas pekerjaannya; (3) menguasai perangkat keterampilan tentang cara bagaimana dan dengan apa harus melakukan tugas pekerjaannya, (4) memahami perangkat persyaratan ambang tentang ketentuan kelayakan normatif minimal kondisi dari proses yang dapat ditoleransikan dan kriteria keberhasilan yang dapat diterima dari yang dilakukannya; (5) memiliki daya dan citra unggulan dalam melaksanakan tugas pekerjaannya; dan (6) memiliki kewenangan yang memancar atas penguasaan perangkat kompetensinya yang dalam batas tertentu dapat didemonstrasikan dan teruji, sehingga memungkinkan memperoleh pengakuan dari pihak berwenang.
Hikmatulloh, 2009 Implementasi Manajemen Pendidikan Dan PelatihanBerbasis Kompetensi Bagi Karyawan Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
106
Spencer & Spencer (1993) membagi kompetensi menjadi enamkelompok. Tiap kelompok terdiri atas 2-5 kompetensi. Tiap kompetensi memiliki definisi uraian dengan 3 atau 6 indikator perilaku, atau cara perilaku khusus menunjukkan kompetensinya dalam pekerjaan. Keenam kelompok kompetensi itu adalah: 1. Berprestasi dan bertindak (achievement and action) yang mencakup kompetensi: a. Orientasi untuk berprestasi (achievement orientation), yaitu tingkat kepedulian untuk bekerja dengan baik atau berusaha bekerja dengan baik di atas standar. Yang termasuk dalam kompetensi ini meliputi berorientasi pada Hsil, efisiensi, peduli terhadap standar, fokus pada perbaikan, kewirausahaan, dan optimasi penggunaan sumber daya. b. Perhatian terhadap aturan, mutu dan ketelitian (concern for order, quality, and accuracy), yaitu dorongan dalam diri seseorang untuk mengurangi ketidakpastian di lingkungan kerjanya, khususnya berkaitan dengan ketersediaan data dan informasi yang andal dan akurat. Termasuk kompetensi ini ialah monitoring, kejelasan, mengurangi ketidakpastian dan keeping track. c. Inisiatif (initiative), yaitu keinginan atau tingkat usaha untuk bertindak melebihi yang dibutuhkan atau diharapkan oleh pekerjaan, melakukan sesuatu tanpa menunggu perintah lebih dulu. Tindakan ini dilakukan untuk untuk memperbaiki atau meningkatkan hasil pekerjaan dan untuk menciptakan peluang-peluang baru. Termasuk kompetensi ini ialah menangkap peluang, condong untuk melakukan tindakan, berorientasi pada
Hikmatulloh, 2009 Implementasi Manajemen Pendidikan Dan PelatihanBerbasis Kompetensi Bagi Karyawan Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
107
masa depan, dan pro aktif. Inisiatif sering muncul dalam bentuk: tekun, tidak menyerah jika berhadapan dengan halangan atau penolakan, melakukan pekerjaan lebih daripada yang diharapkan, dan mengantisipasi untuk menghadapi peluang dan masalah. d. Pencarian dan pengumpulan informasi (information seeking), yaitu usaha untuk
mengetahui
lebih
banyak
informasi
dengan
mencari
dan
mengumpulkan informasi guna meningkatkan kualitas keputusan dan tindakan berdasarkan informasi yang andal dan akurat, serta berdasarkan pengalaman atau kondisi lingkungan. Termasuk dalam kompetensi ini ialah: menggali informasi yang tepat dengan mengajukan pertanyaan terusmenerus, mencari peluang-peluang yang potensial atau macam-macam informasi yang mungkin berguna di masa yang akan datang, dan mencari informasi ke tempat-tempat yang relevan. 2. Memberi bantuan dan pelayanan (helping and human service) yang mencakup kompetensi: a. Empati (interpersonal understanding), yaitu kemaun dan kemampuan untuk mendengarkan dan memahami (perhatian) hal-hal yang tidak dikatakan-bisa berupa pemahaman-atas pemikiran dan perasaan orang lain. Kompetensi ini sering ditunjukkan sebagai: memahami selera dan perasaan orang lain, dengan mendengar dan observasi untuk memperkirakan reaksi orang lain, memahami sikap, kesenangan, kebutuhan, dan perspektif orang lain dan memahami sebab-sebab sikap dasar, pola perilaku atau masalah orang lain.
Hikmatulloh, 2009 Implementasi Manajemen Pendidikan Dan PelatihanBerbasis Kompetensi Bagi Karyawan Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
108
b. Orientasi pelayanan dan kepuasan pelayanan atau kepuasan pelanggan (customer service orientation), yaitu kemauan untuk membantu dan melayani kebutuhan atau harapan pelanggan/orang lain. Indikator dari kompetensi ini ialah mencari informasi tentang kebutuhan nyata klien di luar yang telah dinyatakan, bertanggung jawab dalam pembetulan masalah pelayanan pelanggan, dan bertindak sebagai penasihat pelanggan yang membutuhkan. 3. Dampak dan pengaruh (the impact and influence), yang mencakup kompetensi: a. Dampak dan pengaruh (impact and influence), yaitu kemampuan untuk membujuk, meyakinkan dan mempengaruhi, atau menimbulkan kesan baik pada orang lain sehingga orang lain mau mendukung gagasan atau idenya. Kompetensi ini berkaitan dengan kompetensi empati, karena tanpa empati tidak mungkin dapat mempengaruhi orang lain dengan efektif. b. Kesadaran berorganisasi (organizational awarenees), yaitu kemampuan untuk memahami hubungan kekuasaan atau posisi dalam organisasi. Ini termasuk
kemampuan
untuk
mengidentifikasi
orang-orang
siapa
sebenarnya yang berperan atau berpengaruh dalam pengambilan keputusan, dan kemampuan untuk memprediksi bagaimana kejadian atau kondisi baru akan mempengaruhi individu atau kelompok dalam organisasi. Indikator kesadaran berorganisasi termasuk memahami struktur informal organisasi, mengenali ketegangan organisasi yang tidak terucapkan, dan mengenali
Hikmatulloh, 2009 Implementasi Manajemen Pendidikan Dan PelatihanBerbasis Kompetensi Bagi Karyawan Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
109
masalah,
peluang,
atau
kekuatan
politik
yang
mendasar
yang
mempengaruhi organisasi. c. Membangun hubungan kerja (relationship building), yaitu bekerja untuk membangun atau mempertahankan hubungan yang hangat dan bersahabat atau jaringan hubungan dengan orang lain yang mungkin suatu hari berguna dalam mencapai sasaran hubungan kerja. 4. Kemampuan manajerial (managerial), yang mencakup kompetensi: a. Kemampuan mengembangkan orang lain (development others), adalah versi khusus dari dampak dan pengaruh, yaitu kemampuan untuk mendorong atau mengejar pengembangan orang lain. Inti dari kompetensi ini terletak pada niat pengembangan dan pengaruh dan tidak peranan formal. Termasuk dalam kompetensi ini ialah: pengajaran dan pelatihan, meyakinkan pertumbuhan dan perkembangan bawahan, anggapan yang positif dan nyata, dan memberikan dukungan. b. Memberi arahan dan memanfatkan kekuasaan jabatan (directiveness: assertiveness and use of position power), yaitu kemampuan memerintah dan mengarahkan orang lain baik karena kemampuan diri maupun karena kekuasaan jabatannya, untuk melakukan sesuatu sesuai dengan sasaran organisasi. Perilaku mengarahkan termasuk: berhadapan dengan orang lain secara terbuka tentang masalah kinerja, menentukan standar, menginginkan kinerja, kualitas, atau sumber daya yang tinggi, berkata “tidak” untuk permintaan yang tidak beralasan dengan baik, atau membatasi terhadap perilaku yang lain, dan memberikan arahan yang rinci, memberikan tugas
Hikmatulloh, 2009 Implementasi Manajemen Pendidikan Dan PelatihanBerbasis Kompetensi Bagi Karyawan Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
110
agar pekerjaan dilaksanakan, atau membebaskan diri untuk pekerjaan dengan prioritas tinggi. c. Kerja kelompok dan kerjasama (teamwork and cooperation), yaitu kemampuan dan kemauan bekerja sama dengan orang lain dalam suatu kelompok kerja atau menjadi bagian dari suatu kelompok kerja. Perilaku kerja kelompok dan kerja sama termasuk: menyampaikan ide dan pendapat untuk membantu membentuk rencana dan keputusan khusus, selalu memberikan informasi mutakhir kepada masyarakat tentang keberhasilan kelompok, dan berbagi kerja tentang informasi yang relevan dan berguna, menyatakan harapan yang positif terhadap yang lain, memberikan pujian kepada yang lain atas keberhasilannya, menggalakkan dan memberdayakan yang lain yang membuatnya merasa kuat dan penting. d. Kepemimpinan kelompok
(team
leadership),
yaitu kemauan dan
kemampuan untuk berperan sebagai pemimpin kelompok, ini menunjukkan keinginan untuk memimpin yang lain. Perilaku kepemimpinan yang khusus ialah memberi tahu orang, mengusahakan untuk memperlakukan semua anggota kelompok secara adil, menggunakan strategi untuk meningkatkan moral dan produktivitas tim, meyakinkan diri bahwa kebutuhan kelompok dipenuhi, meyakinkan diri bahwa yang lain masuk dalam keinginan kepemimpinan. 5. Daya pikir atau kemampuan keahlian (cognitive), merupakan versi intelektual inisiatif, yaitu kerja individu untuk memahami situasi tugas, masalah, peluang, atau pengetahuan. Seperti halnya inisiatif, kompetensi kognitif berkaitan
Hikmatulloh, 2009 Implementasi Manajemen Pendidikan Dan PelatihanBerbasis Kompetensi Bagi Karyawan Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
111
dengan orientasi tugas atau orientasi berprestasi, tetapi juga digunakan secara khusus untuk mendukung orientasi pengaruh dan dampak. Kompetensi kognitif mencakup: a. Berpikir analitis (analytical thinking), yaitu kemampuan untuk memahami situasi atau permasalahn dengan cara menguraikan masalah menjadi bagian-bagian yang rinci, atau kemampuan untuk mangamati imlikasi suatu keadaan tahap demi tahap berdasarkan pemahaman dan pengalaman masa lalu. Indikator kompetensi ini ialah: menentukan prioritas tugas berdasarkan atas kepentingan, merinci tugas kompleks menjadi bagianbagian agar mudah dikerjakan, mengenali beberapa kejadian yang hampir sama, mengantisipasi hambatan dan memikirkan langkah ke depan, dan menggunakan beberapa teknik analitikal untuk mengidentifikasi beberapa pemecahan. b. Berpikir konseptual (conceptual thinking), yaitu kemampuan memahami situasi atau permasalahan dengan cara menyatukan yang terpisah itu menjadi satu kesatuan. Kompetensi ini mencakup kemampuan untuk mengidentifikasi pola atau keterkaitan antara situasi yang nampaknya tidak ada hubungan, kemampuan mengidentifikasi masalah-masalah mendasar dalam situasi kompleks. Perilaku yang berkaitan dengan berpikir konsep ialah: menggunakan “common sense” dan pengalaman yang lalu untuk mengidentifikasi masalah atau situasi,mengetahui berbedaan yang pokok antara
situasi
sekarang
dengan
yang
telah
terjadi
sebelumnya,
menggunakan konsep yang telah dipelajari swcara layak, mengidentifikasi
Hikmatulloh, 2009 Implementasi Manajemen Pendidikan Dan PelatihanBerbasis Kompetensi Bagi Karyawan Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
112
hubungan yang bermanfaat antara data kompleks dari hal-hal yang tidak ada kaitannya. c. Keahlian
profesional
pengetahuan
yang
(profesional
berkaitan
expertise),
dengan
yaitu
pekerjaan,
berupa
penguasaan keahlian/
keterampilan untuk menyelesaikan suatu pekerjaan serta motivasi untuk mengembangkan, menggunakan, dan mendistribusikan pengetahuan atau keterampilan kepada orang lain. Ada empat dimensi yang berkaitan dengan keahlian profesional, yaitu: gelar pendidikan formal, keahlian dalam mengelola orang atau organisasi, usaha untuk mempertahankan dan memperoleh keahlian, dan intensitas peranan keahlian teknikal. 6. Keefektifan personal (personal effectiveness), merupakan refleksi beberapa aspek kematangan individu yang berkaitan dengan orang lain dan pekerjaan, mencakup kompetensi: a. Pengendalian diri (self control), yaitu kemampuan untuk mengendalikan emosi diri sehingga mampu mencegah perilaku negatif, khususnya ketika menghadapi tantangan atau penolakan dari orang lain atau pada saat bekerja di bawah tekanan. Perilaku yang berkaitan dengan kompetensi ini ialah: tidak impulsif (mudah terpengaruh), mencegah usaha keterlibatan yang tidak layak, dan tetap tenang dalam situasi yang tegang. b. Percaya
diri
(self
confidence),
yaitu
keyakinan
seseorang
pada
kemampuannya untuk menyelesaikan tugas atau pekerjaan. Termasuk di dalamnya ialah keyakinan dalam menangani keadaan yang menantang, dalam membentuk opini, dan menangani kegagalan. Perilaku umum atas
Hikmatulloh, 2009 Implementasi Manajemen Pendidikan Dan PelatihanBerbasis Kompetensi Bagi Karyawan Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
113
kompetensi ini ialah: bertindak atas keputusan yang dibuatnya walaupun tanpa persetujuan dari orang lain, menunjukkan diri dalam sikap memaksa, yakin atas keputusan dan kemampuan diri, dan menempatkan diri dengan jelas dan yakin dalam berhadapan dengan atasan, bertanggung jawab atas kesalahan, kegagalan, dan hal yang tidak memuaskan, dan belajar dari kesalahan dan memperbaiki kinerja masa depan. c. Fleksibilitas (flexibility), yaitu kemampuan menyesuaikan diri secara efektif pada berbagai situasi, kemampuan untuk memahami dan menghargai perbedaan dan perspektif yang berlawanan dengan suatu hal, kemampuan untuk mengadaptasi situasi yang berubah atau kemudahan untuk menerima perubahan dalam pekerjaan atau organisasi. Indikator perilaku kompetensi ini meliputi: mengenali validitas pendapat yang berlawanan, beradaptasi dengan mudah atas perubahan yang terjadi, fleksibel dalam melaksanakan aturan dan prosedur, dan mengubah perilaku untuk menyesuaikan dengan situasi. d. Komitmen pada organisasi, yaitu kemampuan dan kemauan seseorang untuk menyesuaikan sikap atau perilakunya melakukan tindakan yang menunjang
kebutuhan,
prioritas
dan
tujuan
organisasi.
Indikator
kompetensi ini meliputu: kemauan untuk membantu kolega menyelesaikan tugasnya, menyesuaikan aktivitas dan prioritasnya demi kebutuhan organisasi, bekerja sama untuk mencapai tujuan organisasi yang lebih luas, dan memprioritaskan kebutuhan organisasi daripada mengejar kepentingan profesional.
Hikmatulloh, 2009 Implementasi Manajemen Pendidikan Dan PelatihanBerbasis Kompetensi Bagi Karyawan Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
114
Selain kompetensi yang disebutkan di atas, menurut Spencer & Spencer (1993) masi ada beberapa kompetensi yang disebut kompetensi unik. Beberapa di antara kompetensi unik ini ialah: kesukaan atas suatu pekerjaan, penilaian diri yang teliti, (menyadari atas kelemahan dan kekuatan diri), suka terhadap hubungan sosial, keterampilan menulis, kemampuan untuk berpandangan jauh ke depan, dan kemampuan berkomunikasi ke atas (pimpinan). Kajian Hartanto (19980 dan Hidayat (1999) memberikan makna yang lebih jelas tentang kompetensi individu ini. Menurutnya, dimensi kompetensi individu dapat diklasifikasikan menjadi: kompetensi intelektual, kompetensi emosional (personal), dan kompetensi sosial. Masing-masing kompetensi itu dijelaskan sebagai berikut: 3. Kompetensi Intelektual: Karakter sikap dan perilaku yang ditunjukkan dalam kemauan dan kemampuan intelektual individu, (dapat berupa pengetahuan, keterampilan, pengalaman profesional, pemahaman kontektual, dll) yang relatif bersifat stabil ketika menghadapi permasalahan di tempat kerja, yang terbentuk antara sinergi watak, konsep diri, motivasi internal, serta kapasitas pengetahuan kontekstual. Dalam kaitannya dengan widyaiswara, kompetensi intelektual merupakan kapasitas pengetahuan dan keahlian profesional widyaiswara dalam melaksanakan tugas kegiatan belajar mengajar di Diklat (Pendidikan dan Pelatihan). Hidayat (1999) menguraikan kompetensi intelektual ini menjadi beberapa kompetensi, antara lain: (1) berprestasi, kemauan dan semangat seseorang untuk berusaha mencapai prestasi terbaik dengan menetapkan tujuan yang menantang
Hikmatulloh, 2009 Implementasi Manajemen Pendidikan Dan PelatihanBerbasis Kompetensi Bagi Karyawan Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
115
serta menggunakan cara yang lebih baik secara terus menerus; (2) kapasitas kerja, kemauan dan kemampuan seseorang untuk meningkatkan kejelasan kerja dengan menetapkan rencana tindakan yang sistematik dan mampu memastikan pencapaian tujuan berdasarkan data/informasi yang akurat; (3) inisiatif, kemauan seseorang untuk bertindak melebihi yang dituntut pekerjaan, atau sifat keingintahuan atas hal-hal yang baru, dengan mengevaluasi, menyeleksi, dan melaksanakan berbagai metoda dan strategi untuk meningkatkan performasi kerja.; (4)
Pencarian dan penguasaan informasi, kepedulian seseorang untuk
meningkatkan kualitas keputusan dan tindakan berdasarkan informasi yang handal dan akurat serta berdasarkan pengalaman dan pengetahuan atas kondisi lingkungan; (5) Berpikir konseptual; kemampuan seseorang untuk memahami dan memandang suatu permasalahan sebagai suatu kesatuan mencakup kemampuan untuk memahami akar permasalahan atau pola keterkaitan antar komponen masalah yang bersifat abstrak (kualitatif) secara sistematik; (6) Keahlian praktikal, penguasaan pengetahuan eksplisit, berupa keahlian untuk menyelesaikan pekerjaan serta kemauan untuk memperbaiki dan mengembangkan diri sendiri; (7) Kemampuan berkomunikasi, kemampuan untuk menyampaikan pemikiran dan gagasan secara lisan atau tulisan, untuk kemudian didiskusikan atau didialogkan sehingga terbentuk kesamaan persepsi. 2.
Kompetensi personal/emosional, Karakter, sikap, dan perilaku atau kemauan dan kemampuan meyakinkan orang lain karena emosionalnya, yang relatif bersifat stabil ketika menghadapi suatu situasi di tempat kerja, yang terbentuk dari sinergi antara watak, konsep diri, motivasi internal dan kapasitas
Hikmatulloh, 2009 Implementasi Manajemen Pendidikan Dan PelatihanBerbasis Kompetensi Bagi Karyawan Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
116
pengetahuan mental/emosional. Hidayat (1999) menguraikan kompetensi personal menjadi beberapa kompetensi, antara lain: (1) Saling pengertian, kemampuan dan kemauan untuk memahami, mendengarkan dan menanggapi hal-hal yang tidak dikatakan orang lain, berupa pemahaman atas pemikiran dan perasaan serta kelebihan dan keterbatasan orang lain; (2) Kepedulian terhadap kepuasan pelanggan, keinginan untuk membantu dan melayani pelanggan untuk memenuhi kebutuhannya, baik internal maupun eksternal; (3) Pengendalian diri, kemampuan untuk mengendalikan prestasi dan emosi pada saat menghadapi tekanan, sehingga tidak melakukan tindakan yang negatif dalam situasi apapun; (4) Percaya diri, keyakinan seseorang dengan menunjukkan citra diri, keahlian, kemampuan serta resiko yang akan dihadapinya; (5) Kemampuan beradaptasi, kemampuan menyesuaikan diri dan bekerja secara efektif pada berbagai situasi dan mampu melihat manfaat dari setiap perubahan; (6) Komitmen pada organisasi, kemampuan dan kemauan seseorang untuk mengikatkan diri terhadap visi dan misi organisasi, dengan memahami kaitan antara tanggung jawab pekerjaan dengan tujuan organisasi secara keseluruhan. 3.
Kompetensi sosial, karakter, sikap dan perilaku atau kemampuan dan kemauan membangun simpu-simpul kerjasama dengan orang lain, yang relatif bersifat stabil ketika menghadapi suatu situasi di tempat kerja, yang terbentuk dari sinergi antara watak, konsep diri, motivasi internal dan kapasitas pengetahuan sosial. Hidayat (1999) menguraikan kompetensi sosial dalam beberapa kompetensi, antara lain: (1) Kemampuan mempengaruhi,
Hikmatulloh, 2009 Implementasi Manajemen Pendidikan Dan PelatihanBerbasis Kompetensi Bagi Karyawan Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
117
kemampuan meyakinkan dan mempengaruhi orang lain untuk secara efektif dan terbukti untuk berbagi pengetahuan, pelikiran dan ide-ide secara perorangan, atau dalam kelompok agar mau mendukung gagasan/ idenya; (2) Kesadaran berorganisasi, kemampuan untuk memahami posisi dan kekuasaan secara komprehensip, baik dalam organisasi sendiri maupun dengan pihakpihak eksternal organisasi; (3) Membangun hubungan kerja, kemampuan untuk membangun dan memelihara jaring kerjasama (hubungan pribadi yang timbal balik) agar tetap hangat dan akrab; (4) Mengembangkan orang lain, kemampuan untuk meningkatkan keahlian bawahan atau orang lain dengan memberikan umpan balik yang membangun berdasarkan fakta yang spesifik serta memberikan pelatiahan, mentoring atau memberi wewenang untuk memberdayakan
dan
meningkatkan
partisipasinya;
(5)
Mengarahkan
bawahan, kemampuan untuk memerintah, mempengaruhi dan mengarahkan bawahan atau orang lain, dengan melaksanakan strategi dan hubungan interpersonal agar mereka mau mencapai tujuan yang telah ditetapkan; (6) Kerjasama tim, keinginan dan kemampuan untuk bekerjasama dengan orang lain secara koperatif, menjadi bagian yang berarti dari suatu tim, untuk mencapai solusi yang bermanfaat bagi semua pihak; (7) Kepemimpinan kelompok, kemampuan dan kemauan untuk berperan sebagai pemimpin kelompok, dan mampu menjadi suri teladan bagi anggota kelompok yang dipimpinnya. Unsur-unsur yang telah diuraikan di atas tertanam pada diri anggota organisasi, dan tidak secara nyata terlihat, namun dapat dirasakan. Unsur-unsur
Hikmatulloh, 2009 Implementasi Manajemen Pendidikan Dan PelatihanBerbasis Kompetensi Bagi Karyawan Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
118
tersebut jika dapat diubah menjadi kemampuan organisasional untuk mewujudkan cita-cita organisasi akan memberikan nilai tambah yang tinggi dan menjadi modal bagi organisasi. Hartono (1998) menyebutnya sebagai modal maya, sebab modal ini tidak terlihat secara jelas, namun dapat dirasakan pengaruhnya. Kompetensi adalah merupakan kemampuan untuk melaksanakan pekerjaan sesuai dengan standar yang telah ditetapkan, Deakin (1994:37), menjelaskan bahwa: ”Kompetensi adalah kemampuan yang ditunjukkan seseorang dalam menyelesaikan tugas-tugas tertentu berdasarkan standar yang telah ditetapkan.” Kompetisi seseorang hanya dapat dilihat dalam konteks pekerjaan melalui hasil yang dicapai berdasarkan level tertentu dari kinerja. Artinya kompetensi tidak dapat dilihat sebagai fenomena abstrak diluar konteks pekerjaan atau organisasi, parameter yang biasanya digunakan untuk mengatur kompetensi adalah: knowladge, traits and attitude, skll dan eksprience. Knowledge adalah reained information concerning the facts, concepts, and relationship. Pengetahuan adalah informasi yang dimiliki oleh seseorang berhubungan dengan fakta, konsep dan relationship, yaitu: Hubungan antara satu fakta dengan fakta lain. Sedangkan traits and attitude merupakan sifat atau pembawaan seseorang dan refleleksi dari nilai-nilai yang ia yakini, terbentuk dari faktor genetis proses interaksi dengan keluarga, lembaga pelatihan, sekolah, sosial budaya masyarakat serta lingkungan dimana ia berada. Sering juga digunakan dengan istilah personality (kepribadian) yaitu, bagaimana seseorang timbul reaksi dari stimulus atau kejadian tertentu dalam berbagai situasi yang ditandai oleh pola berpikir dan tingkah laku yang dihasilkan, ia dapat dilihat dalam wujud dorongan
Hikmatulloh, 2009 Implementasi Manajemen Pendidikan Dan PelatihanBerbasis Kompetensi Bagi Karyawan Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
119
mengambil inisiatif, fleksibilitas, adaptabilitas, keyakinan diri, toleransi, agresivitas dan lain-lain. Attitude merupakan suatu yang unik pada setiap diri orang dan diyakini sulit untuk dirubah terutama setelah ia menginjak dewasa, tetapi pengalaman menunjukkan bahwa attituted seseorang masih dapat dirubah melalui penciptaan situasi dan kondisi yang sesuai dengan tingkat pengalaman mereka atau feedback dari orang lain. Dalam kaitan ini kompetensi yang akan dikembangkan dalam pelatihan diharapkan dapat menarik keinginan peserta dalam situasi pekerjaan dan kebutuhan yang ia inginkan. Skill adalah, kemampuan untuk melakukan sesuatu dan mengaplikasikan pengetahuan dan attitude kedalam situasi pekerjaan seperti: Conseptual skill, manajerial skill, technical skll, leadership skill, analytical skill, cummonication and interpersonal skill, social and cultural skill. Pengalaman juga dapat dijadikan parameter terhadap kompetensi, asumsinya bahwa: ”kompetensi seseorang dapat dipengaruhi oleh latar belakang pengalaman, misalnya: Lamanya bekerja, jenis pekerjaan yang pernah dijalani, pengalaman pendidikan dan pelatihan, dan sebagainya.
“Kuber
dan
Prokopenko,
(1989:15-24).
Dalam
Wilayah
pembagiannya kompetensi juga dapat dibagi ke dalam technical competence dan behavior competance. Tecnical competance berhubungan dengan pengetahuan, attitude dan skill tentang struktur dan prosudur pekerjaan Behavioral copetency berhubungan dengan
keseluruhan aspek
yang mempengaruhi seseorang
berkomunikasi dan berinteraksi dengan orang lain.
Hikmatulloh, 2009 Implementasi Manajemen Pendidikan Dan PelatihanBerbasis Kompetensi Bagi Karyawan Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
120
Schipers (1994:52) menjelaskan bahwa: ”seseorang dianggap kompeten dalam bidang tugas, bila mana memiliki kualifikasi kejuruan spesialisasi dan kualifikasi kejuruan penunjang.” kualifikasi kejuruan spesialisasi bilamana peserta memiliki kompetensi profesi, kompetensi metode, kompetensi sosial, kompetensi sosial, kompetensi belajar. Kompetensi profesi adalah kemampuan untuk melaksanakan dan mengontrol pekerjaan secara profesional dan ekonomis. Kompetensi metode adalah kemampuan untuk menentukan langkahlangkah kerja dalam melaksanakan dan menyelesaikan pekerjaan tertentu secara mandiri, merumuskan dan mengevaluasi permasalahan pada pekerjaan yang sedang dihadapi dan menentukan pemecahannya. Kompetensi sosial merupakan kemampuan untuk mengerjakan tugas dengan memperhatikan lingkungan sosial, dan berkomunikasi, mengindahkan keselamatan kerja dan tidak merugikan orang lain, melalui komunikasi dan kerjasama dengan berbagai pihak. Kompetensi belajar adalah kesanggupan mengembangkan diri sendiri melalui belajar dan mengumpulkan informasi, mencoba dan berlatih, serta memberdayakan orang lain dalam proses pembelajaran. Kualifikasi
kompetensi
mengarahkan peserta
penunjang,
didik memiliki
bilamana
program
pelatihan
interdisipliner, teknik operasional,
kepribadian dan kemasyarakatan. Interdisipliner adalah kesanggupan untuk memahami
struktur organisasi, menggunakan terminologi
secara
benar,
menggunakan data secara elektronik dan mengindahkan aspek-aspek ekologi dan ekonomi. Teknik operasional artinya segenap kemampuan untuk menganalisis tugas, peraturan, gangguan, dan menggunakan bahan dan energi secara efektif,
Hikmatulloh, 2009 Implementasi Manajemen Pendidikan Dan PelatihanBerbasis Kompetensi Bagi Karyawan Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
121
kemudian
sanggup
mengatasi
dan
mengkomunikasikannya.
Kompetensi
kepribadian dan kemasyarakatan artinya memiliki sifat-sifat mandiri, kreatif, jujur, penuh pengertian, komunikatif, kooperatif dan kompromis.” (Bricht, 1991: 126)
2. Model Pelatihan Berbasis Kompetensi Model merupakan abstraksi visual atau konstruksi dari suatu konsep. Suatu model merupakan pendekatan yang digunakan untuk memahami atau mendekati realitas. Sebagaimana diungkapkan oleh Winardi (1992), model bukanlah suatu realitas kehidupan, karena realitas kehidupan ini tidaklah linier, sementara model merupakan suatu pendekatan untuk memahami atau mendekati realitas. Johansson (1993) mengetengahkan empat kriteria penyusunan model, yaitu: (1) kognitif (human concept) yang diwujudkan dalam penalaran dan persepsi, termasuk pembuatan keputusan; (2) normatif (purpose oriented) diwujudkan dalam penggambaran fungsi-fungsi, tujuan, sasaran suatu sistem atau proses; (3) deskriptif (deskriptive models) yang diwujudkan dalam orientasi tingkah laku untuk tujuan-tujuan saintifik dan teknologikal, seperti model kuantitatif dengan angka-angka dan model kualitatif dengan data kategorikal; (4) fungsional (action and control oriented) yang direalisasikan dalam tindakan nyata yang berorientasi pada pengawasan terhadap fungsi-fungsi dalam melaksanakan model yang efektif. Dalam studi ini yang dimaksud dengan model adalah pola, pendekatan atau konstruksi mengenai manajemen diklat yang berorientasi kepada perwujudan kompetensi karyawan/pegawai yang mumpuni. Dari segi proses, model
Hikmatulloh, 2009 Implementasi Manajemen Pendidikan Dan PelatihanBerbasis Kompetensi Bagi Karyawan Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
122
manajemen diklat tersebut mengkonsepsikan pula keterlibatan nilai-nilai kepemimpinan visioner dan budaya organisasi. Dengan kata lain, model manajemen diklat dalam kajian ini adalah suatu pendekatan pengembangan diklat melalui penyelarasan masukan, proses, dan keluaran pengembangan yang secara keseluruhan bermanfaat bagi peningkatan nilai kompetitif
perusahaan atau
lembaga. Adapun asumsi-asumsi yang mendasari model konseptual tersebut adalah sebagai beriku: Pertama, mutu pelayanan pendidikan merupakan salah satu kriteria
mutu pendidikan. Kedua, manajemen diklat yang efektif harus
membuahkan hasil yang berwujud peningkatan kompetensi karyawan/pegawai. Oleh karena itu, diperlukan suatu pengembangan model yang sesuai dengan orientasi, kebutuhan, dan sumber daya yang dimiliki oleh lembaga. Model-model diklat yang banyak ditemui dan dikembangkan oleh para ahli memiliki karakteristik yang berbeda-beda, sesuai dengan konteks, jenis dan sistem diklat yang dikembangkan. Masalahnya sekarang adalah bagaimana model dan strategi di dalam diklat sesuai dengan rencana diklat yang akan dilaksanakan, untuk itu langkah awal dalam diklat yang berbasis kompetensi semestinya mengetahui terlebih dahulu karakteristik pekerjaan yang akan direncanakan dalam sebuah pelatihan. Dalam kaitan ini Pusdiklat PT. Krakatau Steel adalah merupakan salah satu diklat yang lebih menekankan pada tugas apa yang akan dikerjakan sesuai dengan jabatan dan fungsi yang akan diperankan, dalam mengkondisikan kemampuan seseorang untuk mengaktualisasikan hasil diklat dalam lapangan pekerjaan secara
Hikmatulloh, 2009 Implementasi Manajemen Pendidikan Dan PelatihanBerbasis Kompetensi Bagi Karyawan Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
123
nyata. Untuk itu pengembangan diklat berbasis kompetensi menuntut pendekatan dan kecermatan yang khas, bukan saja disebabkan oleh dimensi strukturnya, akan tetapi juga karakteristik pekerjaan yang akan dilaksanakan harus diketahui, sesuai dengan subject matter dari disiplin ilmu yang melandasi kompetensi tersebut. Di dalam pengembangan dan penyusunan program diklat memiliki hubungan dengan lapangan pekerjaan, disusun sesuai dengan urutan pekerjaan dan level yang paling utama, sampai pada level yang terakhir, sehingga menghasilkan suatu produk pekerjaan. Untuk mendapatkan mutu pekerjaan yang baik maka struktur materi disusun secara sistematis, dimana setiap komponen pembelajaran dirancang, diawasi, dan disesuaikan dalam pikiran dan hasil. Berlainan dengan pelaksanaan diklat konvensional yang sering kali diukur dari ketercapaian diklat secara general, tanpa melihat secara person, apakah peserta benar-benar menguasai kompetensi yang diharapkan. Paul et.al (1994: 89), menjelaskan bahwa pembelajaran berbasis kompetensi dilaksanakan dengan cara ”flexible delivery (penyajian secara fleksibel) dilihat dari waktu untuk memulai program, waktu untuk diuji, waktu untuk menyelesaikan program, tempat diklat, topik dan jenjang karier. Dalam konteks diklat berbasis kompetensi di PT. Krakatau Steel yang memberikan isyarat pada model pengembangan dan penyusunan program pendidikan dan
pelatihan berbasis kompetensi maka kompetensi hendaknya
dirancang berdasarkan:
Hikmatulloh, 2009 Implementasi Manajemen Pendidikan Dan PelatihanBerbasis Kompetensi Bagi Karyawan Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
124
a)
Analisis tugas Analisis tugas merupakan suatu pekerjaan yang dilakukan secermat
mungkin, karena tugas berhubungan dengan pekerjaan di lapangan, dengan struktur dan urutan yang disusun secara sistematis sehingga membentuk sebuah kompetensi dan lebih banyak berorientasi pada hasil yang lebih spesifik, dalam hal ini diungkapkan dengan jelas dalam bentuk kompetensi yang menuntun peserta diklat untuk menguasai kemampuan-kemampuan tertentu dalam bidang pekerjaan yang ditekuni dan diikuti oleh peserta di dalam lapangan pekerjaan. b) Kondisi belajar Materi dan media pembelajaran berbasis kompetensi lebih mengutamakan kualitas, dalam arti teknik, jenis dan kondisi belajar direncanakan secara matang dengan menggunakan standar yang baku, dalam upaya untuk mempercepat penguasaan masing-masing kompetensi. c)
Waktu yang disesuaikan Waktu pembelajaran dalam pendidikan dan pelatihan berbasis kompetensi
mensyaratkan kegiatan diklat lebih lama, sehingga peserta diharapkan cukup waktu dalam menguasai sesuatu kompetensi yang merupakan prasyarat kompetensi lainnya sebelum diizinkan untuk melanjutkan kompetensi yang lain. Dalam menghadapi keterlambatan yang dialami peserta diklat dalam menguasai kompetensi dapat dilakukan melalui bimbingan dan pendampingan terhadap peserta yang lamban dalam menguasai kompetensi.
Hikmatulloh, 2009 Implementasi Manajemen Pendidikan Dan PelatihanBerbasis Kompetensi Bagi Karyawan Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
125
d) Unjuk kerja Dalam pendidikan dan pelatihan berbasis kompetensi, unjuk kerja hendaknya didefinisikan secara jelas, terukur, dan dapat menampilkan perilaku yang sesuai dengan jabatan dan tugas yang dilaksanakan di lapangan, untuk unjuk kerja maka pendidikan dan pelatihan berbasis kompetensi harus dapat menyusun kompetensi dan sub kompetensi yang menuntun peserta untuk melakukan kegiatan psikomotorik terhadap berbagai kompetensi yang semestinya dimiliki oleh peserta diklat. e)
Kemampuan peserta pelatihan Diklat berbasis kompetensi ditampilkan dalam kegiatan unjuk kerja di
lapangan dalam melaksanakan pekerjaan, artinya peserta dituntut untuk mendemonstrasikan
penguasaan
kompetensi
yang
telah
dikuasai
untuk
diaplikasikan pada bidang tugas secara nyata di lapangan. f)
Keterlibatan semua pihak Kekurangberhasilan peserta dalam menguasai suatu kompetensi dapat
merupakan masalah secara total, sehingga keterlibatan semua pihak akan semakin konsen di dalam mencari sebab kegagalan untuk dijadikan sebagai instrumen perbaikan pada penyelenggaraan diklat selanjutnya. g) Karakteristik peserta Untuk mendukung keterlambatan peserta di dalam menguasai sesuatu kompetensi dirancang sebuah modul yang dapat memberikan kepada peserta diklat untuk belajar secara individual atau kelompok.
Hikmatulloh, 2009 Implementasi Manajemen Pendidikan Dan PelatihanBerbasis Kompetensi Bagi Karyawan Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
126
Pengembangan model diklat berbasis kompetensi secara tidak langsung dapat memberikan keuntungan jika dibandingkan dengan menggunakan model diklat secara konvensional. Blank (1992:132) menjelaskan bahwa ”Jika program diklat akan memberikan dampak yang luas bagi outcome, maka program diklat dikembangkan berdasarkan bidang tugas yang dibebankan kepadanya, kemudian diuraikan ke dalam masing-masing kompetensi dan sub kompetensi, setelah itu dikontrol melalui unjuk kerja”.
G. Langkah-langkah Pendidikan dan Pelatihan Berbasis Kompetensi Implementasi pendidikan dan pelatihan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi terhadap efektifnya suatu program pendidikan dan pelatihan. Oleh karena itu, implementasi hendaknya dilakukan sesuai dengan ketentuan, aturan, dan persyaratan yang telah ditetapkan pada perencanaan diklat sebelumnya, sehingga hasil pendidikan dan pelatihan dapat efektif, berdaya guna, bermanfaat, dan sesuai dengan sasaran yang diharapkan. Dalam aktifitas langkah-langkah diklat berbasis kompetensi bahwa pelaksanaan kegiatan untuk mewujudkan rencana menjadi tindakan nyata dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan secara efektif dan efisien. Sanusi (1998:3) menjelaskan bahwa, ”implementasi atau pelaksanaan kegiatan adalah menjalankan, menyelenggarakan atau mengupayakan apa yang telah diputuskan berdasarkan hukum berlaku dalam praktek”. Dengan demikian pelaksanaan dalam penyelenggaraan diklat merupakan serangkaian tindakan-tindakan nyata agar
Hikmatulloh, 2009 Implementasi Manajemen Pendidikan Dan PelatihanBerbasis Kompetensi Bagi Karyawan Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
127
semua komponen-komponen yang telah dipersiapkan dapat berjalan sesuai dengan rencana dan terpadu dalam upaya mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Untuk menjamin kelangsungan implementasi dilat dapat berjalan sesuai dengan hasil yang diharapkan, maka rangkaian dalam proses tersebut menurut Rae, Leslie (1990:123) terdiri dari tiga tahap yaitu: ”stage I pre implementation activities, stage II implementation activities, and stage III post implementation activities.” Berdasarkan hal tersebut, proses atau pelaksanaan diklat meliputi tiga tahapan yaitu: (1) kegiatan pra atau persiapan diklat; (2) kegiatan pelaksanaan diklat; (3) kegiatan pasca atau akhir pelaksanaan diklat. 1. Persiapan Pendidikan dan Pelatihan (pre implementation) Langkah pertama yang dilakukan untuk melaksanakan suatu kegiatan pendidikan dan pelatihan adalah melakukan persiapan pelatihan, langkah ini dilakukan untuk mempersiapkan sesuatu yang berhubungan dengan sumber daya manusia yang akan terlibat secara langsung dalam pendidikan dan pelatihan, serta sumber
belajar
lainnya
yang
akan
digunakan.
Rae
Leslie
(1990:30)
mengemukakan, pada tahap ini persiapan diklat diarahkan pada memobilisasi sumber-sumber antara lain: penyeleksian pelatih, penetapan kriteria panitia penyelenggara, rekrutmen peserta diklat, dan membuat petunjuk pelaksanaan untuk kelancaran pelaksanaan diklat. Dalam konteks pendidikan dan pelatihan berbasis kompetensi hal ini perlu dipersiapkan secara matang terutama sarana belajar harus disesuaikan dengan berapa banyak level kompetensi yang akan diikuti atau dipelajari pada proses pembelajaran nantinya, serta berapa orang peserta yang akan mengikuti diklat.
Hikmatulloh, 2009 Implementasi Manajemen Pendidikan Dan PelatihanBerbasis Kompetensi Bagi Karyawan Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
128
Perhitungan antara ratio peserta dengan kompetensi yang akan diberikan akan memberikan indikasi pada percepatan peserta dalam menguasai sesuatu kompetensi, karena peserta dihadapkan pada kemampuan yang berbeda, bahan belajar yang dapat memperkuat atau memberikan perluasan pengetahuan dan keterampilan bagi peserta diklat dalam mempelajari bahan ajar yang telah ditetapkan. Dengan demikian penetapan sarana dan fasilitas bukan berpijak pada banyaknya sarana dan fasilitas, akan tetapi harus benar-benar dapat menunjang dan membantu tercapainya penguasaan kompetensi bagi peserta diklat. Demikian juga dengan prasarana yang berhubungan dengan ruang belajar, ruang praktek, lingkungan lembaga, hendaknya dikondisikan dan memiliki daya dukung terhadap proses pembelajaran peserta diklat. Kedudukan sarana dan fasilitas dalam pelaksanaan diklat memiliki dua peranan antara lain: a) sebagai penunjang; dan b) sebagai sumber belajar. Sebagai sarana dan fasilitas dapat memperlancar atau membantu terjadinya proses belajar peserta diklat, sedangkan sebagai sumber belajar dapat memperkuat atau memberikan wawasan pengetahuan dan keterampilan bagi peserta diklat dalam menguasai kompetensi yang telah ditetapkan. Selanjutnya penetapan waktu dalam diklat perlu dipertimbangkan sesuai dengan tujuan diklat, Dharma (1995:17) menegaskan bahwa: ”waktu pelatihan ditetapkan berdasarkan pada tujuan diklat yang ingin dicapai dan cukup fleksibel untuk mengakomodasi kemungkinan terjadinya perubahan yang tidak terduga.” Heryanto (1997:219) mengemukakan bahwa: ”penetapan waktu diklat hendaknya
Hikmatulloh, 2009 Implementasi Manajemen Pendidikan Dan PelatihanBerbasis Kompetensi Bagi Karyawan Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
129
sebaik mungkin sehingga dapat memperoleh kualitas yang maksimum dari sumber-sumber yang didayagunakan. Dalam konteks diklat berbasis kompetensi waktu memegang peranan penting karena di samping sebagai wahana untuk memberikan kebebasan kepada peserta diklat, juga sebagai sarana motivasi peserta diklat untuk lebih memahami dan menguasai kompetensi. 2. Pelaksanaan Pendidikan dan Pelatihan (Implementation Activities) Pelaksanaan pendidikan dan pelatihan merupakan perwujudan tindakan nyata dari hal-hal yang telah direncanakan. Dalam pelaksanaan diklat proses pembelajaran merupakan kegiatan yang paling utama. Agar peserta diklat mempunyai kemauan atau keinginan untuk ikut serta terlibat dalam proses pembelajaran, maka langkah pertama yang harus dilakukan adalah memberikan informasi tentang kejelasan tentang program diklat dan menciptakan iklim yang kondusif bagi peserta untuk melakukan proses pembelajaran. Proses pembelajaran dalam diklat merupakan interaksi edukatif antara fasilitator dengan peserta diklat dan antara sesama peserta diklat dalam mencapai tujuan belajar mempunyai implikasi dan tergantung dalam pemilihan dan penetapan materi diklat, metode dan prinsip-prinsip belajar serta bagaimana penerapannya.
3. Akhir Pelaksanaan Pendidikan dan Pelatihan (Post Implementation Activities) Tahap ini merupakan perwujudan tindakan-tindakan nyata yang dilakukan dalam proses diklat dalam upaya mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Menurut
Hikmatulloh, 2009 Implementasi Manajemen Pendidikan Dan PelatihanBerbasis Kompetensi Bagi Karyawan Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
130
Prihantoro (1999:123-130), hal-hal yang dilakukan pada tahap kegiatan akhir pelaksanaan diklat meliputi: (1) persiapan laporan akhir; (2) penyajian laoran pengelolaan diklat; (3) monitoring dan evaluasi akhir diklat; (4) bantuan kegiatan administrasi; (5) keuangan; dan (6) rencana tindak lanjut. Selain dari kegiatan-kegiatan tersebut di atas yang perlu dilakukan dalam upaya membantu ingatan peserta pendidikan dan pelatihan terhadap hasil belajar yang telah mereka peroleh adalah melakukan suatu kegiatan yang dapat menyajikan informasi dalam bentuk mengutamakan hal-hal yang penting dari materi-materi yang telah dipelajari peserta diklat sehingga ingatan mereka terhadap materi-materi yang telah dipelajari dapat bertahan lama dan memiliki bahan acuan untuk dapat menerapkan hasil belajarnya pada aktivitas kehidupan baik untuk individu, pekerjaan, keluarga, dan masyarakat. Kemudian pada akhir pelaksanaan diklat dilakukan kegiatan yang bertujuan untuk mengetahui tingkat keberhasilan yang dicapai oleh peserta diklat setelah mengikuti diklat dan tingkat keberhasilan penyelenggaraan program diklat dengan penilaian terhadap hasil belajar peserta diklat dan penyelenggaraan diklat.
H. Studi Terdahulu yang Relevan Pertama, Cameron (1980) menyimpulkan bahwa hasil diktat yang efektif adalah pencapaian tujuan melalui meningkatnya produksi, meningkatnya kualitas pelayanan, meningkatnva kualitas output, dan meningkatnya produktivitas organisasi.
Meningkatnya
sumber
daya
melalui
meningkatnya
Hikmatulloh, 2009 Implementasi Manajemen Pendidikan Dan PelatihanBerbasis Kompetensi Bagi Karyawan Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
pasar,
131
meningkatnya kepandaian pekerja, dan meningkatnya pasar kerja. Kepuasan pelanggan melalui: meningkatnya organisasi, berkurangnya keluhan, dan peningkatan proses interval melalui: peningkatan kekompakan kelompok, peningkatan kualitas pengawasan dan peningkatan kecakapan manajer. Kedua, Kolb (1984) mengemukakan bahwa ada dua aspek penting untuk dapat mensukseskan pelatihan, yaitu umpan balik pelatihan harus sama dengan situasi pekerjaan, jumlah pengeluaran untuk keperluan pelatihan harus sesuai dengan situasi kerja. Ketiga, Punalekar (1985) menyimpulkan bahwa dalam usaha memperbaiki status dan mengatasi berbagai krisis, diperlukan pendidikan, pelatihan, dan keterampilan sosial. Keempat, Hussey (1985) menyimpulkan bahwa manajer merasa jika tujuan pelatihan disesuaikan dengan individu dan organisasi, maka hasilnya akan mendapat keuntungan bagi individu dan organisasi. Kelima, Sudradjat (1997) menyimpulkan bahwa kinerja seorang pendidik (performance of teaching) merupakan wujud nyata dan kegiatan proses belajar mengajar dalam diklat. Keenam, Harun (2000) sistem pelatihan yang berorientasi pada sumber kebutuhan pelatihan sesuai visi, misi, dan tujuan organisasi serta kebutuhan stakeholder di bidang pendidikan merupakan salah satu upaya tuntutan peningkatan mutu profesionalisme pegawai. Kebijakan yang diambil oleh PT.
Hikmatulloh, 2009 Implementasi Manajemen Pendidikan Dan PelatihanBerbasis Kompetensi Bagi Karyawan Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
132
Krakatau Steel yang menyangkut pengembangan SDM adalah cukup banyak dan baik. Ketujuh, Ansen (2004) untuk meningkatkan kemampuan karyawan yang tinggi perlu pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) melalui pendidikan dan pelatihan (diklat) yang berkelanjutan. Pendidikan dan pelatihan (diklat) perlu dilakukan melalui pendekatan “rencana belajar stratejik”, dengan melalui pendekatan berbasis kompetensi. Namun, diperlukan pengawasan yang lebih ketat terhadap seluruh aspek program
diklat.
Kepemimpinan
penyelenggara
perlu
ditampilkan
lebih
komunikatif sehingga lebih mudah dalam menerapkan semua kebijakan. Untuk menanggulangi semua masalah ini perlu perencanaan yang matang sebelum program diklat dilaksanakan.
I. Kesimpulan Tinjauan Teoritis Pengembangan profesionalitas Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan bagian dari administrasi personel dan merupakan prioritas dalam upaya pelaksanaan bidang garapan administrasi pendidikan, karena unsur manusia merupakan perencana, pelaksana, dan pengenyam hasil pendidikan. Administrasi personel, dalam dunia usaha disebut administrasi personalia atau manajemen personalia
menyangkut
perencanaan,
pengorganisasian,
pengarahan,
dan
pengendalian atas tenaga kerja, peningkatan kualitas sumber daya manusia untuk mencapai sasaran perorangan, organisasi, dan masyarakat.
Hikmatulloh, 2009 Implementasi Manajemen Pendidikan Dan PelatihanBerbasis Kompetensi Bagi Karyawan Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
133
Salah satu fungsi dari administrasi personel adalah pengembangan kualitas personel (SDM). Hal ini dapat dilakukan melalui diklat sebagai salah satu satu sarana pengembangan kualitas sumber daya manusia, yang diselenggarakan oleh setiap institusi/perusahaan, dalam rangka mengembangkan kualitas SDM, sekaligus bertujuan untuk meningkatkan produktivitas organisasi/perusahaan. Pengembangan kualitas sumber daya manusia akan lebih efektif dan efisien, jika penyelenggara dapat
mengelola diklat
secara profesional.
Administrasi pendidikan adalah salah satu cabang ilmu yang membahas pengelolaan pendidikan secara profesional. Dengan penyelenggaraan diklat secara baik, maka akan memperoleh hasil yang meningkat pula. Pendidikan yang diselenggarakan melalui diklat, merupakan pendidikan yang berupaya untuk meningkatkan kemampuan profesional dalam melaksanakan tugasnya. Untuk menyelenggarakan diklat perlu disusun visi, misi, dan strategi yang mengacu kepada kualitas output. Artinya, kualitas output dalam hal ini alumni diklat, dapat menempati jabatan/tugas yang tersedia di perusahaan dan memenuhi standar yang telah ditetapkan. Standar kualitas personel dapat diukur dari kemampuan dalam melaksanakan tugas sesuai dengan jabatan di lapangan. Kualitas yang akan ditingkatkan adalah kualitas personel yang ditunjang oleh kompetensi pengetahuan, keterampilan, dan sikap agar mereka lebih produktif dalam menjalankan tugas yang menjadi tanggung jawabnya, baik pada waktu sekarang maupun pada masa yang akan datang. Dalam era globalisasi dibutuhkan
Hikmatulloh, 2009 Implementasi Manajemen Pendidikan Dan PelatihanBerbasis Kompetensi Bagi Karyawan Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
134
SDM yang unggul dan memiliki komitmen tinggi untuk dapat mengantisipasi segala kebutuhan masa depan. Dalam penyelenggaraan diklat, macam-macam program ditawarkan termasuk model manajemen stratejik diklat sesuai dengan kebutuhan organisasi perusahaan dan tentunya beberapa persyaratan harus dipenuhi oleh calon peserta diklat. Kualitas calon peserta diklat perlu diperhatikan, karena dengan menyeleksi/ memilih calon peserta (input) yang berkualitas tinggi, diharapkan akan memperoleh output (lulusan) yang berkualitas tinggi pula. Menyimak proses manajemen penyelenggaraan diklat, terdapat faktorfaktor pendukung untuk dapat menyukseskan penyelenggaraan diklat tersebut, yaitu: SDM (penyelenggara, tenaga widyaiswara, dan peserta), kurikulum/ metodologi, sarana dan prasarana, serta dana. Dengan dukungan semua faktor ini, kualitas diklat dapat ditingkatkan. Selain faktor pendukung, ada pula faktor penghambat dalam penyelenggaraan diklat, yang antara lain faktor intemal dan faktor eksternal. Pengembangan sumber daya manusia
secara makro melalui model
manajemen diklat perlu didahului dengan perencanaan yang matang, baik perencanaan jangka panjang, jangka menengah, maupun jangka pendek. Dilanjutkan dengan evaluasi, baik evaluasi proses (pelaksanaan), evaluasi output maupun evaluasi outcome (hasil) terhadap alumni yang telah ditugaskan di daerah-daerah. Supervise (pengawasan) dan evaluasi (penilaian) merupakan aspek
Hikmatulloh, 2009 Implementasi Manajemen Pendidikan Dan PelatihanBerbasis Kompetensi Bagi Karyawan Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
135
yang penting dalam penanganan personel. Perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan mempunyai keterkaitan dalam proses penyelenggaraan diklat. Dari hasil evaluasi terhadap model manajemen diklat, akan dapat diketahui keunggulan dan kelemahan model manajemen diklat yang telah diselenggarakan dan dapat ditindaklanjuti dengan munculnya perkembangan baru dan harus bisa menanggulangi kelemahannya sebagai feedback bagi pengembangan model manajemen penyelenggaraan diklat selanjutnya.
Hikmatulloh, 2009 Implementasi Manajemen Pendidikan Dan PelatihanBerbasis Kompetensi Bagi Karyawan Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu