BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Tinjauan Mengenai Pendidikan Kewarganegaraan Dalam tinjauan mengenai Pendidikan Kewarganegaraan akan dijelaskan beberapa pengertian mengenai Pendidikan Kewarganegaraan, sejarah Pendidikan Kewarganegaraan, tujuan Pendidikan Kewarganegaraan, ruang lingkup Pendidikan Kewarganegaraan dan PKn sebagai Pendidikan Karakter.
Untuk
itu
penjelasan
mengenai
pengertian
Pendidikan
Kewarganegaraan diuraikan sebagai berikut.
1. Pengertian Pendidikan Kewarganegaraan Pengertian Pendidikan Kewarganegaraan menurut Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah adalah mata pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan warga negara yang memahami dan mampu melaksanakan hak-hak dan kewajibannya untuk menjadi warga negara Indonesia yang cerdas, terampil dan berkarakter yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945. Kemudian menurut pendapatnya Nu’man Somantri (Cholisin 2000:1.8), memberikan pengertian PKn adalah Program pendidikan yang berisi demokrasi politik, yang diperluas dengan sumber-sumber pengetahuan lainnya, positive influence pendidikan sekolah, masyarakat, orang tua, yang kesemuanya itu diproses untuk melatih pelajar-pelajar
13
14
berpikir kritis, analitis, dan bertindak demokratis dalam mempersiapkan hidup demokratis dengan berlandaskan Pancasila dan UUD 1945. Dari definisi tersebut dapat dinyatakan bahwa PKn memiliki ciri-ciri (1) merupakan program studi; (2) materi pokoknya adalah demokrasi politik yang diperluas dengan pengaruh positif dari pendidikan sekolah, keluarga, masyarakat, (3) bersifat interdisipliner; (4) tujuannya melatih berpikir kritis dan analitis (intelectual skill), bersikap dan bertindak demokratis sesuai dengan nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945. Kemudian menurut Aziz Wahab (Cholisin, 2000:18) menyatakan bahwa PKn ialah media pengajaran yang akan meng-Indonesiakan para siswa sadar, cerdas, dan penuh tanggung jawab. Karena itu, program PKn memuat konsep-konsep umum ketatanegaraan, politik dan hukum negara, serta teori umum yang lain yang cocok dengan target tersebut. Berbeda dengan pendapat diatas pendidikan kewarganegaraan diartikan sebagai penyiapan generasi muda (siswa) untuk menjadi warga negara yang memiliki pengetahuan, kecakapan, dan nilai-nilai yang diperlukan untuk berpartisipasi aktif dalam masyarakatnya (Samsuri, 2011: 28). Berdasarkan beberapa pendapat tersebut peneliti lebih cenderung dengan apa yang dikemukakan oleh Nu’man Somantri yang intinya adalah bahwa Pendidikan Kewarganegaraan adalah suatu mata pelajaran yang berisi demokrasi politik, yang diperluas dengan sumber-sumber pengetahuan lainnya, positive influence pendidikan sekolah, masyarakat, orang tua, yang kesemuanya itu diproses untuk melatih pelajar-pelajar
15
berpikir kritis, analitis, dan bertindak demokratis dalam mempersiapkan hidup demokratis dengan berlandaskan Pancasila dan UUD 1945.
2. Sejarah Pendidikan Kewarganegaraan Sejarah perkembangan Pendidikan Kewarganegaraan (Cholisin, 2000: 2.11) membagi menjadi tiga periode waktu, yaitu masa sebelum proklamasi, masa proklamasi dan perkembangan pada masa era reformasi sampai dengan sekarang. Dan untuk lebih jelasnya akan dijelaskan di bawah ini dari masing-masing periode waktu.
a. Sebelum Proklamasi Kemerdekaan Pelajaran Civics sebelum kemerdekaan atau pada jaman Hindia Belanda dikenal dengan nama Burgerkunde. Pada waktu itu ada dua buku resmi yang digunakan, yaitu Indiche Burgerschapcunde dan Rach en Plich, Bambang Daroeso (Cholisin, 2000: 2.11). Dari masing-masing buku tersebut dapat dijelaskan dengan lebih rinci isi atau apa yang dibicarakan dalam buku tersebut. Pertama, dalam buku Indische Burgershapkunde, yang ditulis oleh P. Tromp dengan penerbitnya: J. B, Wolter Maatschappy N.V. Groningen, Deen Haag, Batavia tahun 1934. Yang dibicarakan dalam buku tersebut adalah : masyarakat pribumi, pengaruh barat, bidang sosial, ekonomi, hukum, ketatanegaraan dan kebudayaan Hindia Belanda dan rumah tangga dunia, masalah pertanian, masalah perburuan, masalah
16
kaum menengah dalam industri dan perdagangan, masalah kewanitaan, ketatanegaraan Hindia Belanda, perubahan maupun pertumbuhannya dengan terbentuknya Dewan Rakyat (Volks Raad), hukum dan pelaksanaannya, masalah pendidikan, masalah kesehatan masyarakat, masalah pajak, tentara dan angkatan laut. Kedua, Rech en Plicht (Indische Burgerschapcunde Vooriedereen) karangan J.B Vortman dengan penerbitnya G.C.T van Dorp dan Co. N.V (Derde, Herzine en Verneerderdruk) Dibicarakan
Semarang–
dalam
buku
Surabaya–Bandung,
tersebut
yaitu:
Badan
tahun pribadi
1940. yang
mengutarakan antara lain masyarakat dimana kita hidup, dari lahir sampai ke dewasanya, pernikahan dan keluarga serta setelah badan pribadi itu tiada, masalah bezit dari objek hukum dimana dibicarakan antara lain: eigendom eropah dan hak-hak atas tanah, hak-hak agrarisch atas tanah, masalah kedaulatan raja terhadap kewajiban-kewajiban warga negara dalam pemerintahan Hindia Belanda, masalah perundangundangan, sejarah alat pembayaran dan kesejahteraan. Lewat pengajaran Burgerkende (Cholisin, 2000: 2.11) lebih lanjut menjelaskan bahwa pelajaran ini dimaksudkan oleh pemerintah Hindia Belanda agar rakyat jajahan lebih memahami hak dan kewajibannya terhadap pemerintah Hindia Belanda, sehingga tidak menganggap pemerintah Belanda sebagai musuh (My enemi is goverment) tetapi justru memberikan dukungan dengan penuh kesadaran dalam jangka waktu yang panjang (Diffuese support). Meskipun pada waktu itu, bangsa
17
Indonesia dijajah namun konsep tentang pendidikan politik maupun pelaksanaannya lewat pendidikan formal dan non formal tetap berlangsung. Pendidikan politik lewat pendidikan formal/sekolah pada masa pergerakan nasional, terutama dilakukan oleh guru-guru sekolah partikelir. Sejarahwan Abdurrachman Surjomihardjo, menggambarkan hal tersebut sebagai berikut: “sekolah partikelir memang mempunyai ciri tersendiri”. Ada yang memang ingin memberikan pengetahuan secara murni, tetapi ada pula yang menanamkan paham demokrasi, kesadaran berbangsa dan bernegara. Pemerintah kolonial mengetahui hal ini sehingga beberapa sekolah liar ditutup. Pada tahun 1932 pemerintah Hindia Belanda mengeluarkan peraturan, yang disetujui Volksraad, bahwa setiap guru harus memilki izin. Dasar pertimbangannya adalah banyak guru sekolah partikelir bukanlah lulusan sekolah guru sekolah partikelir, alasan larangan itu terlalu dicari-cari. Tapi memang benar dimuka kelas guru-guru itu memberikan pendidikan politik. Secara prinsipil guru-guru kebangsaan menolak peraturan itu (Cholisin, 2000: 2.12). Dari pemaparan di atas dapat kita simpulkan bahwa pada masa sebelum refomasi PKn dimaksudkan oleh pemerintah Hindia Belanda agar rakyat jajahan lebih memahami hak dan kewajibannya terhadap pemerintah Hindia Belanda, sehingga diharapkan tidak menganggap pemerintah Belanda sebagai musuh (My enemi is goverment), tetapi
18
justru memberikan dukungan dengan penuh kesadaran dalam jangka waktu yang panjang (Disffusi support). Namun dalam perjalanannya dalam sekolah partikelir selain ada yang memberikan pengetahuan secara murni tetapi ada beberapa guru sekolah partikelir yang bertujuan menanamkan paham demokarsi, kesadaran berbangsa dan bernegara. Yang hasilnya dapat menumbuhkan semangat kebangsaan diantara penduduk pribumi tersebut.
b. Sesudah Proklamasi Kemerdekaan Cholisin (2000: 2.15) secara lebih rinci melacak sejarah dan perkembangan PKn. Sekiranya dapatlah diketengahkan sejarah PKn dan perkembangannya secara lebih lengkap sebagai berikut. 1) Kewarganegaraan (1957) Pendidikan moral di Indonesia secara tradisional, berisi nilai-nilai kemasyarakatan, adat dan agama. Pada mulanya, pendidikan moral dilaksanakan melalui pendidikan agama dan budi pekerti. Tak ada pendidikan moral secara eksplisit. Pada tahun 1957 mulai diperkenalkan mata pelajaran Kewarganegaraan, hak dan kewajiban warga negara. Di samping itu, dari sudut pengetahuan tentang negara diperkenalkan juga mata pelajaran Tata Negara dan Tata Hukum. Ketiga mata pelajaran tersebut semata-mata beraspek kognitif (Cholisin, 2000: 2.15).
19
2) Civics sebagai pengganti Kewarganegaraan (1959) Pada tahun 1959 terjadi arah perubahan arah politik dinegara Indonesia, UUDS 1950, tidak berlaku oleh Dekrit Presiden 5 Juli 1959, dan berlaku kembali UUD 1945. Dengan berlakunya kembali UUD 1945, nampak dalam bidang pendidikan diadakan perubahan arah. Perubahan ini adalah diperkenalkannya pelajaran Civics di SMP dan SMA, yang isinya meliputi Sejarah Nasional, Sejarah Proklamasi, UUD 1945, Pancasila, Pidato-pidato Kenegaraan Presiden. Pembinaan persatuan dan kesatuan bangsa. Buku sumber yang digunakan adalah “Civic Manusia Indonesia Baru” dan “Tujuh Bahan Pokok Indokritinasi” yang lebih dikenal dengan singkatan TUBAPI. Metode pengajarannya lebih bersifat Indokritinasi. Buku pegangan untuk murid belum ada (Cholisin, 2000: 2.15), TUBAPI isinya meliputi. Lahirnya Pancasila, UUD 1945, Manipol, merupakan pidato Presiden tanggal 17 Agustus 1959 yang berjudul “Penemuan Kembali Revolusi Kita”, yang intinya ditegaskan pada pidato Presiden pada tanggal 17 Agustus 1960 meliputi caturlogi, yaitu: Semangat nasional,
Konsepsi nasional, Keamanan nasional,
Perbuatan nasional. JAREK (Jalan Revolusi Kita), Pidato Presiden RI di depan Sidang Umum PBB 30 September 1960 yang berjudul “Membangun Dunia Baru” (The World A New) dinilai sebagai salah satu tonggal sejarah berdirinya GNB (Gerakan Non Blok). MANIPOL-
20
USDEK, Amanat Presiden tentang Pembangunan Semesta Berencana di depan DEPERNAS, tanggal 9 Januari 1960 (Cholisin, 2000: 2.16). 3) Kewargaan Negara (1962) Lebih lanjut Cholisin, (2000: 2.16) menjelaskan bahwa pada tahun 1962 dengan istilah Civics diganti dengan istilah Kewargaan Negara, atas anjuran Dr. Sahardjo, S.H yang pada waktu itu menjabat sebagai Menteri Kehakiman. Perubahan itu didasarkan atas tujuan yang ingin dicapainya, yaitu membentuk warga negara yang baik. Kemudian pada tahun 1965 terjadi pemberontakan G 30S/PKI, yang kemudian diikuti dengan pembaharuan tatanan dalam pemerintah. Pembaharuan tatanan inilah yang kemudian dibatasi oleh tonggak yang resmi dengan diserahkannya Surat Perintah 11 Maret 1966 dari Presiden Soekarno kepada Letnan Jenderal Suharto. Tanggal itulah yang kemudian dijadikan tonggak pemerintahan Orde Baru, yang mengandung tekad untuk memurnikan pelaksanaan UUD 1945 secara murni dan konsekuen. Perubahan sistem ketatanegaraan/pemerintahan ini kemudian diikuti dengan kebijaksanaan dalam pendidikan, yaitu dengan keluarnya Keputusan Menteri P & K No. 31/1967 yang menetapkan bahwa pelajaran Civics isinya terdiri atas: a). Pancasila, b). UUD 1945 c). Ketetapan-ketetapan MPRS d). Pengetahuan tentang PBB (Cholisin, 2000: 2.16).
21
4) Pendidikan Kewargaan Negara (1968) Dengan ditetapkannya Kurikulum 1968, maka mata pelajaran Kewargaan Negara (1962) diganti dengan Pendidikan Kewargaan Negara (PKn). Menurut Ali Emran (1976: 4) isi PKn meliputi: a). Untuk Sekolah Dasar : Pengetahuan Kewargaan Negara, Sejarah Indonesia, Ilmu Bumi, b). Untuk SMP, Pancasila, Ketetapan-ketetapan MPRS, c). Untuk SMA : Uraian pasal-pasal dari UUD 1945 yang dihubungkan dengan Tata Negara, Sejarah, Ilmu Bumi, dan Ekonomi. Kemudian pada tahun 1970 PKN difusikan ke dalam mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS). Mata pelajaran yang difusikan meliputi: PKn, Sejarah, Ilmu Bumi, Ekonomi, Antropologi Budaya, Sosiologi dan Hukum. 5) Pendidikan Kewargaan Negara (PKN) (1972) Pada tahun 1972, diadakan Seminar Nasional Pengajaran dan Pendidikan Civics, di Tawangmangu-Surakarta. Hasilnya, antara lain menetapkan istilah Ilmu Kewargaan Negara (IKN) sebagai pengganti istilah Civics, dan Pendidikan Kewargaan Negara (PKN) sebagai pengganti istilah Civics Education. IKN merupakan disiplin ilmu dan PKN merupakan program pendidikan. IKN sebagai disiplin ilmu menyediakan deskripsi peranan warganegara, dan PKN sebagai program pendidikan bertugas membina peranan tersebut. Dengan demikian IKN lebih bersifat teoritis dan PKN lebih bersifat praktis. Antara keduanya merupakan kesatuan tak terpisahkan, karena perkembangan PKN sangat tergantung pada perkembangan IKN (Choisin, 2000: 2.17).
22
Cholisin Tawangmangu
kemudian tersebut,
menjelaskan tampaknya
bahwa
sangat
Hasil
Seminar
berpengaruh
pada
perkembangan PKN berikutnya. Buktinya, antara lain meskipun diberlakukannya Kurikulum 1975, PKN diganti dengan mata pelajaran PMP, namun baik kewargaan negara dan PKN tetap dimunculkan sebagai mata kuliah di Program S1 PMP di IKIP dan FKIP lewat kurikulum 1982. Diberikannya mata kuliah tersebut, diharapkan dapat memberikan kemampuan “menguasai bahan pendalaman bidang studi PMP” (Depdikbud Ditjen Dikti, 1982: 52-55). Dengan demikian secara implisit IKN dan PKN ada pada mata pelajaran PMP. Dengan perkataan lain dapat dinyatakan IKN dan PKN merupakan bagian dari PMP. 6) Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) (1989) Dalam UU No. 2 tahun 1989 tentang SPN (Sistem Pendidikan Nasional). Bab IX tentang kurikulum, pasal 39 dinyatakan sebagai berikut. a) Isi kurikulum merupakan bahan kajian dan pelajaran untuk mencapai tujuan penyelenggaraan satuan pendidikan yang bersangkutan dalam rangka upaya mencapai tujuan pendidikan nasional. b) Isi kurikulum setiap jenis, jalur dan jenjang pendidikan wajib memuat: Pendidikan
Pancasila,
Pendidikan
Agama,
dan
Pendidikan
Kewarganegaraan. c) Isi kurikulum pendidikan dasar memuat sekurang-kurangnya bahan kajian dan pelajaran tentang: 1). Pendidikan Pancasila, 2). Pendidikan
23
Agama, 3). Pendidikan Kewarganegaraan, 4). Bahasa Indonesia, 5). Membaca dan Menulis, 6). Matematika (Termasuk berhitung), 7). Pengantar Sain dan teknologi, 8). Ilmu Bumi, 9). Sejarah nasional dan sejarah umum, 10). Kerajinan tangan dan kesenian, 11). Pendidikan jasmani dan kesehatan, 12). Menggambar, serta 13). Bahasa Inggris. d) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan (3) diatur oleh Menteri. Dalam penjelasan pasal 39 ayat (2), dinyatakan sebagai berikut: Pendidikan Pancasila mengarahkan perhatian pada moral
yang
diharapkan mewujudkan dalam kehidupan sehari-hari, yaitu perilaku yang memancarkan iman dan taqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Masyarakat yang dari berbagai golongan agama, perilaku yang bersifat kemanusiaan yang adil dan beradab. Perilaku yang mendukung persatuan bangsa dalam masyarakat yang beraneka ragam kebudayaan dan beraneka ragam kepentingan. Perilaku yang mendukung kerakyatan dan mengutamakan kepentingan bersama diatas kepentingan perorangan dan golongan sehingga perbedaan pemikiran, pendapat atau kepentingan diatasi melalui musyawarah dan mufakat. Serta perilaku yang mendukung kerakyatan dan mengutamakan kepentingan bersama di atas kepentingan perorangan dan golongan sehingga perbedaan pemikiran, pendapat atau kepentingan diatasi melalui musyawarah dan mufakat. Serta perilaku yang
24
mendukung upaya untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Pendidikan Agama merupakan usaha untuk memperkuat iman dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agama yang dianut oleh peserta didik yang bersangkutan dengan memperhatikan tuntutan untuk menghormati agama lain dalam hubungan kerukunan antar umat beragama dalam masyarakat untuk mewujudkan persatuan nasional. Pendidikan Kewarganegaraan merupakan usaha untuk membekali peserta didik dengan pengetahuan dan kemampuan dasar berkenaan dengan hubungan antar warga negara dengan negara serta pendidikan pendahuluan bela negara agar menjadi warga negara yang dapat diandalkan oleh bangsa dan negara. Pada jenjang pendidikan tinggi Pendidikan Pendahuluan Bela Negara diselenggarakan antara lain melalui Pendidikan Kewiraan. Sedangkan dalam penjelasan pasal 39 ayat (3) dinyatakan sebagai berikut: Sebutan-sebutan tersebut pada ayat (3) bukan nama mata pelajaran melainkan sebutan yang mengacu pada pembentukan kepribadian
dan
unsur-unsur
kemampuan
yang
diajarkan
dan
dikembangkan melalui pendidikan dasar. Lebih dari satu unsur tersebut dapat digabung dalam satu mata pelajaran atau sebaliknya, satu unsur dapat dibagi menjadi lebih dari satu mata pelajaran. Usur-unsur kemampuan pada ayat (3) dimaksudkan untuk menyatakan bahwa
25
pendidikan
dasar
harus
mencakup
sekurang-kurangnya
semua
kemampuan tersebut. Dari ketentuan pasal 39 dan penjelasannya, dapat dinyatakan sebagai berikut. a. PKn bersama dengan Pendidikan Pancasila dan Pendidikan Agama, merupakan program pendidikan dasar umum. b. PKn dapat berdiri sendiri karena misi dan skopnya ditegaskan berbeda dengan Pendidikan Pancasila
dan Pendidikan Agama (Lihat
penjelasan pasal 39 ayat (2) ). c. PKn dimungkinkan untuk diintegrasikan dengan mata pelajaran lain (Lihat penjelasan pasal 39 ayat (3) ). Sekiranya peneliti setuju dengan analisis yang diungkapkan oleh Cholisin (2000: 2.19) beliau memberikan komentar sebagai berikut: untuk Sekolah Dasar, aspek PKn diintegrasikan dengan Pendidikan Pancasila kiranya tepat. Sebab pendidikan dasar adalah mengajarkan isi pendidikan umum/dasar (general education). Pertimbangan lain, bahwa akhir-akhir ini para siswa sekolah dasar merasa sarat beban dengan banyaknya mata pelajaran yang harus dipelajari. Sedangkan untuk Sekolah Menengah (SMP dan SMU), karena sudah mengarah kepada perluasan dan pendalaman serta mempersiapkan untuk masuk ke Perguruan Tinggi sebaiknya PKn berdiri sendiri. Sehingga lewat PKn benar-benar dapat diberikan pengetahuan dan kemampuan yang memadai mengenai hubungan warga negara dengan
26
negara (Peranan warga negara dalam berbagai aspek kehidupan) yang sangat penting bagi pembentukan sikap demokratis untuk mendukung pembangunan negara yang demokratis, berkemanusiaan dan berkeadilan sosial. 7) Pendidikan
Pancasila
dan
Kewarganegaraan
(PPKn)
menurut
Kurikulum 1994. Kurikulum 1994, sebagai salah satu upaya dalam melaksanakan UU No. 2/1989, memilih mengintegrasikan antara pengajaran Pendidikan Pancasila dan Pendidikan Kewarganegaraan dengan nama mata pelajaran PKn (Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan). Menurut kurikulum 1994, fungsi PPKn, meliputi hal-hal pokok sebagai berikut. a) Melestarikan dan mengembangkan nilai moral Pancasila secara dinamis dan terbuka, yaitu nilai moral Pancasila yang dikembangkan itu mampu menjawab tantangan perkembangan yang terjadi dalam masyarakat, tanpa kehilangan jati diri sebagai bangsa Indonesia, yang merdeka, bersatu dan berdaulat. b) Mengembangkan dan membina siswa menuju manusia Indonesia seutuhnya yang sadar politik, hukum, dan konstitusi negara kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila. c) Membina pemahaman dan kesadaran terhadap hubungan antara warga negara dengan negara, antar warga negara dengan sesama warga negara, dan pendidikan pendahuluan bela negara agar mengetahui dan
27
mampu melaksanakan dengan baik hak dan kewajiban sebagai warga negara. d) Membekali siswa dengan sikap dan perilaku yang berdasarkan nilainilai moral Pancasila dan UUD 1945 dalam kehidupan sehari-hari. Lebih lanjut Cholisin (2000:2.20) menganalisis bahwa Pendidikan Pancasila (PP) lebih menekankan pada misi pendidikan moral (moral education), maka fungsi pertama (a) merupakan fungsi Pendidikan Pancasila. Pendidikan Kewarganegaraan (PPKn) yang merupakan pendidikan politik yang memiliki misi utama meningkatkan kesadaran politik maupun kesadaran hukum, maka fungsi kedua (b) dan fungsi ketiga (c) merupakan tugas yang harus diembannya. Sedangkan fungsi keemapat (d) merupakan fungsi yang harus diemban baik oleh pendidikan Pancasila maupun Pendidikan Kewarganegaraan. Dalam praktek fungsi keempat fungsi itu dilaksanakan secara terpadu, karena Pendidikan
Pancasila
dan
Pendidikan
Kewarganegaraan
telah
diintegrasikan. Peneliti menambahkan bahwa dalam fungsi keempat yaitu “membekali siswa dengan sikap dan perilaku yang berdasarkan nilai-nilai moral Pancasila dan UUD 1945 dalam kehidupan sehari-hari”. Menurut peneliti fungsi keempat ini sudah menuju kearah pendidikan karakter namun hanya masih dalam tataran konsep dan teori. Lebih lanjut Cholisin (2000: 2.21) menganalisis bahwa model pengembangan materi berdasarkan pokok bahasan yang berupa nilai, memiliki kelemahan yaitu
28
tidak
memiliki
batang
keilmuan
yang
jelas,
sehingga
sering
membingungkan di kalangan guru dan akibat lain pengajaran PKn lebih merupakan indokritinasi dan sekedar penataran P4 yang sangat kering dari sifat ilmiah. Inilah kelemahan yang mendasar pada PKn.
c. Perkembangan PKn di Era Reformasi sampai Sekarang IKn-PKn sebagai pemberdayaan warga negara, akan selalu relevan dalam masyarakat demokratis sampai kapanpun. Agenda reformasi untuk mengembangkan masyarakat madani (Civil society) merupakan hasil dari pemberdayaan warga negara. Oleh karena itu, sebenarnya orientasi IKn-PKn akan memperkuat berkembangnya Civil society.
Suatu
masyarakat
yang
terorganisir
yang
berdasarkan
kesukarelaan, swasembada dalam ekonomi, berswadaya dalam politik, memiliki kemandirian tinggi dalam berhadapan dengan negara dan memiliki keterikatan terhadap norma-norma atau nilai-nilai hukum yang diikuti oleh warganya, Muhammad AS Hikam (Cholisin, 2000: 2.23). Secara lebih sederhana maka perkembangan PKn adalah sebagai berikut pada kurikulum tahun 1989, Pendidikan Kewarganegaraan diatur dalam Undang-Undang No. 2 Tahun 1989 tentang SPN Pasal 39 ayat 2, yaitu pancasila yang mengarah pada moral, tentunya diharapkan diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari. Kemudian kurikulum 1994 bergulir lebih pada upaya memadukan kurikulum-kurikulum sebelumnya. Kurikulum 1994 sebagai salah satu upaya dalam melaksanakan UU No. 2
29
Tahun 1989, yaitu memilih mengintegrasikan antara pengajaran pendidikan Pancasila dan Pendidikan Kewarganegaraan mejadi PPKn. Kurikulum tahun 2004/ kurikulum KBK juga membawa perubahan nama dari Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan menjadi Pendidikan Kewarganegaraan, isinya meliputi beberapa aspek yaitu, Pancasila, persatuan dan kesatuan, norma, hukum dan peraturan, hak asasi manusia, kebutuhan warga negara, konstitusi negara, kekuasaan dan politik, dan globalisasi. Tetapi dengan adanya perubahan UU No. 2 Tahun 1989 yang diubah dengan UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional nama Pendidikan Pancasila tidak dieksplisitkan lagi, sehingga berubah nama menjadi Pendidikan Kewarganegaraan. Perubahan ini juga nampak diikuti dengan perubahan Isi PKn yang lebih memperjelas akar keilmuan yakni politik, hukum dan moral. Perkembangan paradigma PKn yang sejalan dengan tuntutan era reformasi dan yang sekarang dikembangkan dengan standar isi. Paradigma baru PKn antara lain memiliki struktur organisasi keilmuan yang jelas yakni berbasis pada ilmu politik, hukum, filsafat moral/filsafat pancasila dan memiliki visi yang kuat nation and charakter building, citizen empowermwnt (pemberdayaan warga negara), yang mampu mengembangkan civil society (masyarakat kewargaan) yang memiliki arti penting dalam pembaharuan Pendidikan Kewarganegaraan yang sejalan dengan sistem politik demokratis. Paradigma baru ini merupakan upaya
30
untuk menggantikan paradigma lama PKn (PPKn), yang antara lain bercirikan struktur keilmuan yang tidak jelas, materi disesuaikan dengan kepentingan politik rezim, memiliki visi untuk memperkuat (state building) (Negara otoriter birokratis) yang bermuara pada posisi warga negara sebagai kaula atau obyek yang sangat lemah ketika berhadapan dengan penguasa. Akibat dari kondisi tersebut, PKn semakin sulit untuk mengembangkan karakter warga negara yang demokratis (Cholisin, 2008: 10). Rancangan pengembangan kurikulum 2013 yang akan diterapkan disekolah menjadikan pososi PKn sangat diprioritaskan bahkan masuk kedalam mata pelajaran yang wajib. Untuk siswa sekolah dasar PKn berubah nama dari Pendidikan Kewarganegaraan menjadi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan. Untuk tingkat SMP sama dari Pendidikan Kewarganegaraan menjadi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan. Untuk tingkat SMA nama PKn tetap mejadi mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan. Dalam (Bahan Uji Publik Pengembangan Kurikulum 2013, Kemendikbud) terdapat penambahan alokasi waktu pada mata pelajaran PKn yaitu untuk tingkat SD dari dua jam mata pelajaran menjadi 3 jam pelajaran, untuk SMP juga sama dari dua jam pelajaran menjadi 3 jam pelajaran, sementara untuk SMA tetap dua jam pelajaran.
31
3. Tujuan Pendidikan Kewarganegaraan Secara lebih jelas Cholisin (2000: 1.21) bahwa hakikat tujuan IKn-PKn adalah mendeskripsikan dan membina warga negara yang baik, dalam arti memahami dan mampu melaksanakan peranannya sebagai warga negara untuk ikut serta membangun negara yang demokratis, berkemanusiaan dan berkeadilan sosial, atau dalam istilah era reformasi adalah warga negara yang mampu ikut serta membangun masyarakat madani (Civil Society) sebagai karakter masyarakat Indonesia baru. Kemudian membedakannya
PKn dengan
memiliki mata
keunikan
pelajaran
lain.
tersendiri Keunikan
yang PKn
digambarkan John Petter dalam Citizenship Education dalam (Cholisin, 2011: 4) substansinya berisikan tentang hak-hak kita, tetapi harus diakui memiliki tiga keunikan yang membedakannya dengan mata pelajaran lain. (1) Linked with other subject, maksudnya sekolah harus mendukung secara eksplisit untuk mengaitkan PKn dengan mata pelajaran lain; (2) The way of life, maksudnya PKn harus mengakar dalam pandangan hidup dan etos sekolah secara keseluruhan; (3) Participation, maksudnya PKn memerlukan generasi muda (Young people) untuk belajar melalui partisipasi dan pengalaman nyata. Tujuan Pendidikan Kewarganegaraan dari penjelasan UU No.2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 39 ayat 2, dapat dinyatakan bahwa tujuan pendidikan kewarganegaraan (PKn) adalah mewujudkan warga negara yang dapat diandalkan oleh bangsa dan
32
negara. Warga negara yang dapat diandalkan oleh bangsa dan negara setelah memperoleh pengetahuan dan kemampuan dasar hubungan warga negara dengan negara dan PPBN yang substansinya berupa hak dan kewajiban warga negara sebagaimana yang terdapat dalam pasal 27 sampai dengan 34 UUD 1945 tentang pasal-pasal tersebut dimaksudkan agar setiap warga negara mampu ikut mewujudkan negara yang demokratis, kemanusiaan dan keadilan sosial. Oleh karena itu, indikator warga negara yang dapat diandalkan oleh bangsa dan negara meliputi kemampuan : a). ikut serta/berpartisipasi dalam mewujudkan negara yang demokratis (Demokrasi Politik); b). berpartisipasi dalam mewujudkan kemanusiaan (Demokrasi sosial); c). berpartisipasi dalam mewujudkan keadilan sosial (Demokrasi ekonomi). Tujuan dari Pendidikan Kewarganegaraan diatur dalam Lampiran Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Tujuannya adalah agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut. a. Berpikir secara kritis, rasional dan kreatif dalam menanggapi isu kewarganegaraan. b. Berpartisipasi secara aktif dan bertanggung jawab, dan bertindak secara cerdas dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, serta anti-korupsi. c. Berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri berdasarkan karakter-karakter masyarakat Indonesia agar dapat hidup bersama denga bangsa-bangsa lain. d. Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam percaturan dunia secara langsung atau tidak langsung dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi.
33
Sementara kalau menurut Byron G. Massilas dalam Cholisin (2000:1.16) mengemukakan bahwa Citizenship Objektives For The 70s (Tujuan PKn untuk tahun tujuh puluhan) yang dinilai sesuai kondisi dan kebutuhan-kebutuhan generasi muda dalam masyarakat modern sebagai warga negara yang baik. Identifikasi ini, diperoleh berdasarkan pernyataan para guru tentang bagaimana agar supaya menjadi good citizens. Ada 10 tujuan pokok yang perlu dikembangkan, yaitu sebagai berikut. a. Show concern for welfare and dignity of other, (menunjukan perhatian pada kesejahteraan dan martabat orang lain). b. Support rights and freedoms all individuals, (Mendukung hak asasi dan kebebasan bagi semua individu). c. Help maintain law and order. (Membantu memelihara hukum dan ketertiban). d. Know the main strukture and functions of our govenment (Mengetahui struktur pokok dan fungsi pokok dari pemerintahan kita). e. Seek community improvement through active, demokratic participation. (Mencari kemajuan masyarakat lewat aktif berpartisipasi secara demokartis). f. Understand problems of internasional relations, (Mengerti tentang masalah-masalah hubungan internasional). g. Support relationary in comunication, thought, and action on social problems. (Mendukung rasionalitas dalam komunikasi, pemikiran, dan pada kegiatan masalah-masalah sosial). h. Take responsibility for our personal development and obligations, (Mengambil tanggung jawab untuk pengembangan personal dan kewajiban kita). i. Help and respect their own families, (Membantu dan menghormati keluarga mereka). j. Narture the development of their children as future citizens (Adults), (Memelihara pengembangan anak-anak mereka sebagai warga negara dimasa depan/orang dewasa (Cholisin, 2000: 1.16). Dari pemaparan diatas apabila kita kaitkan dengan PKn sebagai pendidikan karakter. PKn sangat strategis dalam membangun karakter
34
siswa dan budaya demokrasi karena muatan atau isi PKn sesuai pernyataan diatas yaitu memuat hak-hak kita sebagai warga negara dan kewajiban-kewajiban kita sebagai warga negara yang sesuai diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945. Sehingga sangat wajar apabila PKn sebagai ujung tombak yang tajam dalam membangun karakter peserta didik. Sekolah harus mendukung tentang PKn sebagai pendidikan karakter. PKn dijadikan dasar atau The Way of life Pkn harus mengakar dalam pandangan hidup dan etos sekolah secara keseluruhan. Sementara kalau dalam (Standar Isi) menyebutkan bahwa mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut. 1. Berpikir secara kritis, rasional, dan kreatif dalam menanggapi isu kewarganegaraan. 2. Berpartisipasi secara aktif dan bertanggung jawab, dan bertindak secara cerdas dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, serta anti korupsi. 3. Berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri berdasarkan karakter-karakter masyarakat Indonesia agar dapat hidup bersama dengan bangsa-bangsa lainnya. 4. Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam percaturan dunia secara langsung atau tidak langsung dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi (Standar Isi Pkn). Dari beberapa pengertian diatas dapat diambil benang merahnya (Inti) tujuan dari PKn itu sendiri yaitu untuk membentuk warga negara yang baik tentunya warga negara yang baik disini warga negara yang memahami dan mampu melaksanakan peranannya sebagai warga negara untuk ikut serta membangun negara yang demokratis, berkemanusiaan dan berkeadilan sosial atau yang dalam istilah reformasi adalah warga
35
negara yang mampu ikut serta membangun masyarakat madani (Civil society) sebagai karakter masyarakat Indonesia baru yang berpedoman dengan Pancasila dan UUD 1945.
4. Ruang Lingkup Pendidikan Kewarganegaraan Untuk lebih memahami cakupan atau ruang lingkup PKn tentunya kita harus mengetahui terlebih dahulu cakupan atau ruang lingkup dari IKn. Cakupan IKn adalah demokrasi politik. Pendapat ini didasarkan karena IKn atau Civics mengambil bagian isi ilmu politik yang berupa demokrasi politik (Cholisin, 2000: 1.8). Unsur-unsur yang ada pada demokrasi politik, yaitu sebagai berikut. a. b. c. d. e. f. g. h. i. j.
teori-teori tentang demokarsi politik; konstitusi negara; sistem politik; pemilihan umum; lembaga-lembaga decision maker; presiden; lembaga yudikatif dan legislatif; out put dari sistem demokrasi politik; kemakmuran umum dan pertanahan negara; perubahan sosial (Somantri) dalam Cholisin (2000: 1.26). Senada dengan pendapat bahwa IKn sebagai bagian dari ilmu
politik, Ahmad Sanusi dalam Cholisin (2000: 1.26), menyatakan bahwa cakupan IKn meliputi kedudukan dan peranan warga negara dalam menjalankan hak dan kewajibannya sesuai dan sepanjang batas-batas ketentuan konstitusi negara yang bersangkutan. Hasil Seminar Nasional pengajaran dan pendidikan civics (Civics Educations) di Tawangmangu 1972, Solo (dalam Cholisin, 2000: 1.26) merumuskan bahwa cakupan
36
IKn adalah peranan warga negara negara dibidang spiritual, ekonomi, politis, yuridis, kultural sesuai dengan dan sejauh yang diatur dalam Pembukaan dan UUD 1945. Hasil dari analisis Cholisin terhadap beberapa cakupan atau ruang lingkup IKn diatas adalah pendapat pertama (Demokrasi politik sebagai cakupan IKn) hanya menekankan peranan warga negara dibidang politik. Sedangkan pendapat kedua (Ahmad Sanusi) dan ketiga (Seminar ditawangmangu 1972), tidak hanya membatasi pada peranan dibidang politik, tetapi juga dibidang lain seperti peranan di bidang ekonomi dan sosial. Secara lebih rinci Cholisin (2000: 1.27) mengajukan cakupan IKn meliputi: teori hubungan warga negara dengan negara atau pemerintah, tugas-tugas pemerintah, proses pemerintahan sendiri (Sistem politik), peranan warga negara dalam berbagai bidang kehidupan (hak kewajiban warga negara dan HAM) dan bagaimana pelaksanaan hak-hak tersebut sesuai dengan sistem politik yang berlaku, dan sifat-sifat yang esensial yang harus ada pada profil warga negara yang baik. Peneliti menambahkan bahwa cakupan IKn tidak hanya pada demokrasi politik, tetapi juga demokrasi ekonomi dan demokrasi sosial. Jadi sependapat dengan apa yang diutarakan dalam Hasil Seminar Nasional
pengajaran
dan
pendidikan
civics
(Civic
Education)
ditawangmangu 1972, Solo, bahwa cakupan IKn tidak hanya peranan dalam ranah politik saja tetapi juga peranan warga negara dalam bidang
37
spiritual, ekonomi, yuridis, kultural sesuai dengan dan sejauh yang diatur dalam Pembukaan dan UUD 1945. Ruang lingkup Pendidikan Kewarganegaraan diatur dalam Permendiknas No. 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Ruang Lingkup mata pelajaran PKn untuk pendidikan dasar dan menengah secara umum meliputi aspekaspek sebagai berikut. a. persatuan dan kesatuan bangsa, meliputi rukun dalam perbedaan, cinta lingkungan, kebanggaan sebagai bangsa Indonesia, sumpah pemuda, keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia, partisipasi dalam pembelaan negara, sikap positif terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia, keterbukaan dan jaminan keadilan. b. norma, hukum, dan peraturan, meliputi tertib dalam kehidupan keluarga, tata tertib di sekolah, norma yang berlaku dimasyarakat, peraturan-peraturan daerah, norma-norma dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, sistem hukum dan peradilan nasional, hukum dan peradilan internasional. c. Hak Asasi Manusia, meliputi hak dan kewajiban anak, hak dan kewajiban anggota masyarakat, instrumen nasional dan internasional HAM, pemajuan penghormatan dan perlindungan HAM. d. kebutuhan warga negara, meliputi hidup gotong royong, harga diri sebagai masyarakat, kebebasan berorganisasi, kemerdekaan mengeluarkan pendapat, menghargai keputusan bersama, prestasi diri, persamaan kedudukan warga negara. e. konstitusi negara, meliputi proklamasi kemerdekaan dan konsitusi yang pertama, konstitusi-konstitusi yang pernah digunakan di Indonesia, hubungan dasar negara dengan konstitusi. f. kekuasaan dan politik, meliputi pemerintahan desa dan kecamatan, pemerintahan daerah dan otonomi, pemerintah pusat, demokrasi dan sistem politik, budaya politik, budaya demokrasi menuju masyarakat madani, sistem pemerintahan, pers dalam masyarakat demokrasi. g. Pancasila, meliputi, kedudukan pancasila sebagai dasar negara dan ideologi negara, proses perumusan pancasila sebagai dasar negara, pengamalan nilai-nilai pancasila dalam kehidupan sehari-hari, pancasila sebagai ideologi terbuka. h. Globalisasi, meliputi: globalisasi dilingkungannya, politik luar negeri Indonesia di era globalisasi, dampak globalisasi, hubungan internasional dan organisasi internasional, dan mengevaluasi globalisasi.
38
Berdasarkan ruang lingkup diatas, diketahui bahwa materi yang ada dalam PKn terdiri dari diantaranya tentang materi nilai-nilai, norma dan peraturan hukum yang mengatur perilaku warga negara, sehingga diharapkan peserta didik dapat mengamalkan materi tersebut dalam kehidupan sehari-hari menjadi karakter pribadi yang melekat pada setiap individu peserta didik.
5. PKn Sebagai Pendidikan Karakter Dalam tinjauan mengenai pendidikan karakter akan dijelaskan beberapa pengertian tentang pendidikan karakter, PKn sebagai ujung tombak pendidikan karakter, nilai-nilai karakter, nilai-nilai karakter dalam PKn, dan pelaksanaan pembelajaran PKn dalam pengembangan pendidikan karakter, evaluasi keberhasilan pendidikan karakter. Untuk itu tinjauan pendidikan karakter dimulai dengan penjelasan tentang pengertian pendidikan karakter.
a. Pengertian Pendidikan Karakter Dalam Policy Brief (Pendidikan Karakter Untuk Membangun Karakter Bangsa) (2011: 7) menekankan bahwa pengertian pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi
dirinya
untuk
memiliki
kekuatan
spiritual
keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan dan akhlak mulia, serta
39
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Dari pengertian tersebut sudah sangat jelas bahwa pendidikan merupakan sebuah usaha sadar dan memang direncanakan yaitu dalam rangka mengembangkan potensi peserta didik agar memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, dan akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan untuk dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Kemudian pengertian karakter itu sendiri dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia mendeskripsikan bahwa karakter, memiliki arti 1) sifatsifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan sesorang dengan yang lain. 2) karakter juga bisa memiliki makna huruf. Menurut Cholisin (2011:1) pengertian karakter adalah nilai-nilai yang melandasi perilaku berdasarkan norma agama, kebudayaan, hukum/konstitusi, adat istiadat, dan estetika. Jadi Cholisin (2011: 1) menjelaskan bahwa pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai perilaku (karakter) kepada warga sekolah yang meliputi pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa (YME), diri sendiri, sesama, lingkungan, maupun kebangsaan sehingga menjadi insan kamil (Kemendiknas, 2010:11). Dalam Policy Brief (Pendidikan Karakter Untuk Membangun Karakter Bangsa) (2011: 7) menyebutkan bahwa Pendidikan karakter adalah upaya yang terencana untuk menjadikan peserta didik mengenal,
40
peduli, dan menginternalisasi nilai-nilai sehingga peserta didik berperilaku sebagai insan kamil. Karakter yang baik adalah berisi kebajikan. Kebajikan seperti kejujuran, keberanian akan keadilan, dan kasih sayang adalah disposisi untuk berperilaku dalam cara yang baik secara moral. Dari pemaparan tersebut dapat dikemukakan bahwa pengertian karakter adalah serangkaian ciri-ciri psikologis manusia yang melandasi perilakunya berdasarkan norma-norma dalam masyarakat yang berupa nilai-nilai kebajikan sehingga tertanam dalam diri setiap manusia dan dianggap baik dalam masyarakat. Dari pemaparan diatas peneliti mencoba membuat kesimpulan tentang pendidikan karakter ini. Karakter adalah nilai-nilai yang melandasi perilaku, perilaku tersebut didasarkan pada norma agama, kebudayaan,
hukum/konstitusi,
adat
istiadat,
dan
estetika.
Jadi
pendidikan karakter adalah bagaimana nilai-nilai yang melandasi perilaku tersebut dapat ditanamkan atau diinternalisasikan melalui pendidikan atau pengajaran sehingga akan menjadi kebiasaan peserta didik dalam berperilaku sehari-hari.
b. Karakteristik PKn sebagai Pendidikan Karakter Kaitannya dalam disiplin ilmu PKn memiliki beberapa predikat atau misi dari PKn itu sendiri. Predikat tersebut seperti PKn sebagai Pendidikan Politik, PKn sebagai Pendidikan HAM, PKn sebagai pendidikan Hukum, PKn sebagai pendidikan anti korupsi dan PKn
41
sebagai pendidikan karakter. Sebagai pendidikan politik (Cholisin, 2005) sudah sangat jelas bahwa PKn mengambil porsi dari ilmu politik berupa unsur materi pokok “Hubungan Warga Negara dengan Negara”. Dikenal dengan istilah “Kewarganegaraan atau Citizenship” materi yang dibahasnya yaitu yang berkaitan dengan warga negara secara luas dalam hubungannya dengan pemerintah atau negara, tetapi fokusnya pada hakkewajiban warga negara dalam rangka berpartisifasi dalam kehidupan bernegara secara bertanggung jawab. Sebagai pendidikan demokrasi Pendidikan Kewarganegaraan merupakan komponen pendidikan demokrasi yang sangat penting, karena menanamkan kepada warga negara untuk berpartisipasi dalam kehidupan politik. Partisipasi dalam kehidupan politik (Partisipasi politik) termasuk didalamnya berpartisipasi dalam pemilu. Namun PKn sebagai pendidikan demokrasi tidak hanya terpaku oleh warga negara dalam pemilu tetapi banyak sekali unsur atau materi terkait PKn sebagai pendidikan demokrasi. Esensi PKn sebagai pendidikan demokrasi yaitu PKn memiliki misi untuk meningkatkan kemampuan partisipasi warga negara dalam mengembangkan dan memelihara sistem politik Demokrasi Pancasila. Dalam penelitian ini peneliti hanya mengambil satu dari beberapa misi atau predikat yang dimiliki oleh PKn yaitu peneliti membatasi hanya pada PKn sebagai Pendidikan Karakter. Seperti yang kita ketahui bahwa sebagai disiplin ilmu PKn memiliki misi yang sangat penting yaitu
42
sebagai nation and character building. Dengan misi yang dimiliki ini PKn diharapkan membangun karakter manusia Indonesia yang Pancasilais, karena ideologi Pancasila merupakan identitas bagi bangsa Indonesia. PKn sebagai pendidikan karakter maksudnya bahwa PKn menanamkan nilai, sikap, dan perilaku sesuai dengan nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945 sehingga menjadi sikap perilaku dalam kehidupan seharihari.
c. Pkn Sebagai Ujung Tombak Pendidikan Karakter Cholisin, (2011: 1) menyatakan bahwa salah satu misi yang diemban PKn adalah sebagai pendidikan karakter. Misi lain adalah sebagai pendidikan politik/pendidikan demokrasi, pendidikan moral dan pendidikan hukum dipersekolahan. Dibandingkan dengan mata pelajaran lain, mata pelajaran PKn dan Agama memiliki posisi sebagai ujung tombak dalam pendidikan karakter. Maksudnya dalam kedua mata pelajaran
tersebut
pendidikan
karakter
harus
menjadi
tujuan
pembelajaran. Perubahan karakter peserta didik merupakan usaha yang disengaja atau direncanakan (Instrucsional effect), bukan sekedar dampak ikutan/pengiring (Nurturant effect). Hal ini dapat ditunjukan bahwa komponen PKn adalah pengetahuan, keterampilan, dan karakter kewarganegaraan. Jadi sependapat dengan apa yang dikemukakan (Cholisin, 2011: 1) yang menyatakan bahwa tanpa ada kebijakan pengintegrasian
43
pendidikan karakter ke dalam berbagai mata pelajaran. PKn harus mengembangkan pendidikan karakter. Lebih-lebih dengan adanya kebijakan pengembangan pendidikan karakter yang terintegrasi, ini merupakan tantangan untuk menunjukan bahwa PKn sebagai ujung tombak yang tajam bukan tumpul bagi pendidikan karakter. Selain itu dalam (Standar Isi) dijelaskan bahwa PKn merupakan mata pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan warga negara yang memahami dan mampu melaksanakan hak-hak dan kewajibannya untuk menjadi warga negara Indonesia yang cerdas, terampil dan berkarakter yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945. Dari pemaparan di atas sudah sangat jelas bahwa PKn merupakan mata pelajaran yang memfokuskan pembentukan warga negara yang mampu melaksanakan hak-hak dan kewajibannya untuk menjadi warga negara Indonesia yang cerdas, terampil, dan berkarakter yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945. Kemudian tujuan PKn itu sendiri adalah agar peserta didik memiliki kemampuan:1). Berpikir secara kritis, rasional, dan kreatif dalam menanggapi isu kewarganegaraan; 2). Berpartisipasi secara aktif dan bertanggungjawab dan bertindak secara cerdas dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara serta anti korupsi; 3). Berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri berdasarkan karakter-karakter masyarakat Indonesia agar dapat hidup bersama dengan bangsa-bangsa lainnya; 4). Berinteraksi dengan bangsa-
44
bangsa lain dalam percaturan dunia secara langsung atau tidak langsung dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi (Standar Isi). Fungsi PKn adalah wahana untuk membentuk warga negara cerdas, terampil dan berkarakter yang setia kepada bangsa dan negara Indonesia dengan merefleksikan dirinya dalam kebiasaan berpikir dan bertindak sesuai dengan amanat Pancasila dan UUD 1945 (Direktorat PSMP). Pendidikan karakter yang baik menurut Lickona (Darmiyati Zuchdi, 2009: 11) harus melibatkan bukan saja aspek “Knowing the good” (Moral Knowing), tetapi juga “desiring the good” atau “loving the good” (Moral feeling) dan “acting the good” (moral action). Penekanan aspek-aspek tersebut di atas, diperlukan agar peserta didik mampu memahami, merasakan dan mengerjakan sekaligus nilai-nilai kebajikan, tanpa harus didoktrin apalagi diperintah secara paksa.
d. Nilai-nilai Karakter dalam PKn Dalam Panduan Pelaksanaan Pendidikan Karakter Kementrian Pendidikan Nasional (2011: 8), dijelaskan bahwa dalam rangka lebih memperkuat pelaksanaan pendidikan karakter pada satuan pendidikan telah teridentifikasi 18 nilai yang bersumber dari agama, Pancasila, budaya, dan tujuan pendidikan nasional, yaitu (1) Religius, (2) Jujur, (3) Toleransi, (4) Disiplin, (5) Kerja keras, (6) Kreatif, (7) Mandiri, (8) Demokratis, (9) Rasa Ingin Tahu, (10) Semangat Kebangsaan, (11) Cinta Tanah Air, (12) Menghargai Prestasi, (13) Bersahabat/komunikatif, (14)
45
Cinta Damai, (15) Gemar Membaca, (16) Peduli Lingkungan, (17) Peduli Sosial, (18) Tanggung Jawab (Kemendiknas, 2011: 8). Namun dalam mengimplemantasikan nilai-nilai karakter diatas tentunya ada prioritas sesuai dengan prakondisi masing-masing sekolah yang bersangkutan. Meskipun telah dirumuskan 18 nilai pembentuk karakter bangsa, namun satuan pendidikan dapat menentukan prioritas pengembangannya untuk melanjutkan nilai-nilai prakondisi yang telah dikembangkan. Pemilihan nilai-nilai tersebut beranjak dari kepentingan dan kondisi satuan pendidikan masing-masing, yang dilakukan melalui analisis konteks, sehingga dalam implementasinya dimungkinkan terdapat perbedaan jenis nilai karakter yang dikembangkan antara satu sekolah dan atau daerah yang satu dengan yang lainnya. Implementasi nilai-nilai karakter yang akan dikembangkan dapat dimulai dari nilai-nilai esensial, sederhana dan mudah dilaksanakan, seperti: bersih, rapi, nyaman, disiplin, sopan
dan
santun
(Panduan
Pelaksanaan
Pendidikan
Karakter,
Kemendiknas, 2011: 8). Dalam Standar Isi PKn menyebutkan bahwa Mata Pelajaran Pendidikan
Kewarganegaraan
merupakan
mata
pelajaran
yang
memfokuskan pada pembentukan warga negara yang memahami dan mampu melaksanakan hak-hak dan kewajibannya untuk menjadi warga negara
Indonesia
yang cerdas, terampil dan berkarakter
yang
diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945. Dari pemaparan ini kiranya dapat kita tekankan bahwa fungsi PKn selain untuk membentuk warga
46
negara Indonesia yang cerdas, terampil tetapi juga berkarakter sesuai yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945. Dari sini sudah sangat jelas bahwa PKn memang memiliki misi yaitu nation and character building yaitu membentuk warga negara yang berkarakter. Bahkan Cholisin (2011: 3) menjelaskan bahwa PKn walaupun tanpa ada kebijakan pengintegrasian pendidikan karakter ke dalam berbagai mata pelajaran, PKn harus mengembangkan pendidikan karakter.
Lebih-lebih
dengan
adanya
kebijakan
pengembangan
pendidikan karakter yang terintegrasi, ini merupakan tantangan untuk menunjukan bahwa PKn sebagai ujung tombak yang tajam bukan tumpul bagi pendidikan karakter. Ini semua wajar apabila kita melihat komponen dari mata pelajaran PKn itu sendiri yaitu pengetahuan, keterampilan dan karakter kewarganegaraan. Kegiatan pembelajaran, selain untuk menjadikan peserta didik menguasai materi, juga dirancang untuk mengenal, menyadari/peduli, dan menginternalisasi nilai-nilai dan menjadikannya perilaku. Dalam struktur kurikulum kita, ada dua mata pelajaran yang terkait langsung dengan pengembangan budi pekerti dan akhlak mulia, yaitu Pendidikan Agama dan PKn. Kedua mata pelajaran tersebut merupakan mata pelajaran yang secara langsung (eksplisit) mengenalkan nilai-nilai, dan sampai
taraf
tertentu
menjadikan
peserta
didik
peduli
dan
menginternalisasi nilai-nilai. Namun dikarenakan nilai-nilai karakter yang ditanamkan terlalu banyak sehingga tidak memungkinkan untuk
47
ditanamkan seluruhnya pada setiap mata pelajaran. Penanaman nilai-nilai karakter yang terlalu banyak dan dibebankan pada setiap mata pelajaran dirasa terlalu berat, sehingga dipilih beberapa yang menjadi nilai-nilai karakter yang sesuai dengan mata pelajaran PKn adalah Nasionalis, patuh pada aturan sosial, demokratis, jujur, menghargai keragaman, sadar akan hak dan kewajiban diri dan orang lain (Kemendiknas, 2010: 37). Sesuai dengan tujuan PKn dalam Permendiknas tentang Standar isi yang salah satunya adalah agar peserta didik memiliki kemampuan berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri berdasarkan karakter-karakter masyarakat Indonesia agar dapat hidup bersama dengan bangsa-bangsa lain, dan berdasarkan komponen substansi
PKn
keterampilan
yang
meliputi:
kewarganegaraan,
pengetahuan dan
karakter
kewarganegaraan, kewarganegaraan.
Menunjukan bahwa salah satu misi yang diemban PKn adalah pendidikan karakter. Pendidikan karakter yang menjadi misi PKn meliputi seluruh aspek yang dibutuhkan demi terciptanya warga negara yang cerdas, terampil dan berkarakter sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar 1945, yaitu warga negara yang cerdas berdasarkan substansi pengetahuan kewarganegaraan (Civic knowladge), terampil berdasarkan substansi keterampilan kewarganegaraan (Civic skill), dan warga negara yang berkarakter
berdasarkan
substansi
karakter
kewargaan
(Civic
dispositions). Ketiga aspek inilah yang akan dibangun dalam diri peserta
48
didik manusia Indonesia, yang nantinya akan berkembang menjadi sebuah penalaran yang akan terwujud dalam perilaku masyarakat, berbangsa, dan bernegara sesuai dengan cita-cita membangun masyarakat madani
dengan kekuatan pemberdayaan warga negara (Citizen
empowerment), tentu saja dengan materi karakter yang bersumber pada nilai-nilai yang ada dalam masyarakat Indonesia. Nilai-nilai karakter yang diajarkan dalam PKn meliputi nilai-nilai karakter pokok dan nilai karakter utama. Nilai karakter pokok mata pelajaran
PKn
meliputi:
kereligiusan,
kejujuran,
kecerdasan,
ketangguhan, kedemokratisan, dan kepedulian. Sedangkan nilai karakter utama mata pelajaran PKn yaitu nasionalisme, kepatuhan pada aturan sosial, menghargai keberagaman, kesadaran akan hak dan kewajiban diri dan orang lain, bertanggung jawab, berfikir logis, kritis, kreatif, dan inovatif dan kemandirian (Kemendiknas, 2010: 19). Nilai-nilai karakter ini dapat dikembangkan lebih luas lagi agar dapat memperkuat fungsi PKn sebagai Pendidikan Karakter pada peserta didik. Nilai-nilai tersebut dapat dikembangkan secara lebih lanjut dalam indikator-indikator tertentu. Berdasarkan pernyataan diatas dapat dikemukakan bahwa untuk membentuk karakter warga negara yang mampu berpikir dan bertindak sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945, selain tiga komponen yaitu civic knowladge, civic skill, civic disposition, juga diperlukan pendidikan karakter yang merupakan nilai-nilai yang mengatur kehidupan sehari-hari
49
yang mencakup pengenalan nilai-nilai, kesadaran akan pentingnya nilai itu secara mendalam, dan dapat diwujudkan dalam pengahayatan tingkah laku keseharian terutama dengan pembelajaran PKn dan dengan pengenalan nilai-nilai yang terpadu dalam mata pelajaran PKn.
e. Pelaksanaan Pembelajaran PKn dalam Pengembangan Pendidikan Karakter Dalam manajemen pendidikan, proses pembelajaran terdiri dari proses
perencanaan,
pelaksanaan
dan
evaluasi.
Perencanaan
pembelajaran dalam standar proses yaitu silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP). Sementara kalau dalam kegiatan pelaksanaan pembelajaran yaitu proses dari tahapan kegiatan pendahuluan, inti dan penutup, dipilih dan dilaksanakan agar peserta didik mempraktikan nilainilai karakter yang ditargetkan. Pelaksanaan kegiatan ini dirancang dari silabus kemudian RPP yang didalamnya sudah didesain dalam menerapkan pendidikan karakter. Kegiatan inti menggunakan metode yang disesuaikan dengan karakteristik peserta didik dan mata pelajaran, yang dapat meliputi proses eksplorasi, elaborasi dan konfirmasi. Prinsipprinsip Contexstual Teacing and Learning (Kontruktivisme, bertanya, masyarakat belajar, menemukan, pemodelan, refleksi, dan penilaian yang sebenarnya) disarankan diaplikasikan pada semua tahapan pembelajaran karena prinsip-prinsip pembelajaran tersebut dapat memfasilitasi terinternalisasinya nilai-nilai.
50
Pembelajaran
merupakan
sebuah
sistem
yang
memiliki
komponen-komponen yang mempengaruhi keberhasilan belajar. Menurut Wina Sanjaya, (2009:58), komponen-komponen tersebut adalah tujuan, materi pembelajaran, metode atau strategi pembelajaran, media dan evaluasi. Komponen-komponen tersebut diatas jika dilaksanakan dengan baik dan sistematis, maka proses pembelajaran menjadi terarah dan fokus pada target yang dituju serta diharapkan meningkatkan motivasi pendidik maupun peserta didik dalam proses belajar mengajar. Pembelajaran pendidikan karakter dalam mata pelajaran PKn hendaknya mengarah kepada pembelajaran yang menuntut keaktifan siswa. Lebih rinci (Cholisin, 2011: 4) menjelaskan bahwa sebuah kegiatan belajar (Task), baik secara eksplisit atau implisit terbentuk atas enam komponen. Komponen-komponen yang dimaksud adalah 1). Tujuan; 2). Input; 3). Aktivitas; 4). Pengaturan (Setting); 5). Peran guru; 6). Peran peserta didik. Dengan demikian, perubahan adaptasi kegiatan belajar yang dimaksud menyangkut perubahan pada komponenkomponen tersebut. Secara umum, kegiatan belajar yang potensial dapat mengembangkan karakter peserta didik memenuhi prinsip-prinsip atau kriteria berikut (Cholisin, 2011: 4). 1. Tujuan Dalam hal tujuan, kegiatan belajar yang menanamkan nilai adalah apabila tujuan kegiatan tersebut tidak hanya berorientasi pada pengetahuan, tetapi juga sikap. Oleh karenanya, guru perlu menambah
51
orientasi setiap tujuan atau sejumlah kegiatan belajar dengan pencapaian sikap atau nilai tertentu, misalnya kejujuran, rasa percaya diri, kerja keras, saling menghargai dan sebagainya. 2. Input Input dapat didefinisikan sebagai bahan rujukan sebagai titik tolak dilaksanakannya aktifitas belajar oleh peserta didik. Input tersebut dapat berupa teks lisan maupun tertulis, grafik, diagram, gambar, model, charta, benda sesungguhnya, film, dan sebagainya. Input yang dapat memperkenalkan nilai-nilai adalah yang tidak hanya menyajikan materi atau pengetahuan, tetapi yang juga menguraikan nilai-nilai yang terkait dengan materi/pengetahuan tersebut. 3. Aktivitas Aktivitas belajar adalah apa yang dilakukan oleh peserta didik (Bersama dan atau tanpa guru) dengan input belajar untuk mencapai tujuan belajar. Aktifitas belajar yang dapat membantu peserta didik menginternalisasi nilai-nilai adalah aktifitas-aktifitas belajar aktif yang antara lain mendorong terjadinya autonomos learning dan bersifat learner-centered. Pembelajaran yang memfasilitasi autonomous learning dan berpusat pada siswa secara otomatis akan membantu siswa memperoleh banyak nilai. Contoh-contoh aktifitas belajar yang memiliki sifat-sifat demikian antara lain diskusi, eksperimen, pengamatan/observasi, debat, presentasi oleh siswa dan mengerjakan proyek.
52
4. Pengaturan (Setting) Pengaturan (Setting) pembelajaran berkaitan dengan kapan dan dimana kegiatan dilaksanakan, berapa lama, apakah secara individu, berpasangan
atau
dalam
kelompok.
Masing-masing
setting
berimplikasi terhadap nilai-nilai yang terdidik. Setting waktu penyelesaian waktu tugas yang pendek (Sedikit) misalnya, akan menjadikan peserta didik terbiasa kerja dengan cepat sehingga menghargai waktu dengan baik. Sementara itu kerja kelompok dapat menjadikan siswa memperoleh kemampuan bekerjasama, saling menghargai dan lain-lain. 5. Peran guru Peran guru dalam kegiatan belajar pada buku ajar biasanya tidak dinyatakan secara eksplisit. Pernyataan eksplisit peran guru pada umumnya ditulis pada buku petunjuk guru. Karena cenderung dinyatakan secara implisit, guru perlu melakukan inferensi terhadap peran guru pada kebanyakan kegiatan pembelajaran, apabila buku guru tidak tersedia. Peran guru yang memfasilitasi diinternalisasinya nilai-nilai oleh siswa antara lain, guru sebagai fasilitator, motivator, partisipan, dan pemberi umpan balik. Mengutip ajaran Ki Hajar Dewantara, guru yang dengan efektif dan efisien mengembangkan karakter siswa adalah mereka yang ing ngarsa sung tuladha (Di depan guru sebagai teladan/memberi contoh), ing madya mangun karsa (Ditengah-tengah
53
peserta didik guru membangun prakarsa dan bekerja sama dengan mereka), tut wuru handayani (Dibelakang guru memberi daya semangat dan dorongan bagi peserta didik). 6. Peran peserta didik Seperti halnya dengan peran guru dalam kegiatan belajar pada buku ajar, peran siswa biasanya tidak dinyatakan secara eksplisit juga. Pernyataan eksplisit peran siswa pada umumnya ditulis pada buku petunjuk guru. Karena cenderung dinyatakan secara implisit, guru perlu melakukan inferensi terhadap peran siswa, pada kegiatan pembelajaran. Agar peserta didik terfasilitasi dalam mengenal, menjadi peduli, dan menginternalisasi karakter, peserta didik harus diberi peran aktif dalam pembelajaran. Peran-peran tersebut antara lain sebagai partisipan diskusi, pelaku eksperimen, penyaji hasil-hasil diskusi dan eksperimen, pelaksana proyek, dan sebagainya (Cholisin, 2011: 4-6). Secara lebih rinci (Cholisin, 2011: 6-7) menjelaskan bahwa sejalan dengan pengembangan karakter peserta didik, kegiatan pembelajaran PKn tersebut menuntut guru untuk melaksanakan kegiatan pembelajaran aktif. Pembelajaran aktif dalam PKn antara lain dilaksanakan melalui kegiatan sebagai berikut. a. Mencari informasi dari berbagai sumber seperti buku teks, surat kabar, majalah, tokoh masyarakat. Karakter yang dapat dikembangkan
54
melalui kegiatan pembelajaran ini antara lain: kereligiusan, kejujuran, kemandirian, kerja keras, kedisiplinan, keingintahuan, cinta ilmu. b. Membaca dan menelaah (Studi pustaka). Karakter yang dapat dikembangkan melalui kegiatan pembelajaran ini antara lain : kereligiusan, keingintahuan, cinta ilmu. c. Mendiskusikan. Karakter yang dapat dikembangkan melalui kegiatan pembelajaran ini antara lain: kereligiusan, kecerdasan, demokratis, berpikir logis, kritis, kreatif, dan inovatif: kesantunan, menghargai keberagaman, kesadaran akan hak dan kewajiban diri dan orang lain. d. Mempresentasikan. Karakter yang dapat dikembangkan melalui kegiatan pembelajaran ini antara lain: percaya diri, kemandirian, tanggung jawab, demokratis, kesantunan, kejujuran. e. Memberi tanggapan. Karakter yang dapat dikembangkan melalui kegiatanpembelajaran ini antara lain: kereligiusan, kecerdasan, ketangguhan, demokratis, kejujuran, menghargai keberagaman, kemandirian, kesadaran akan hak dan kewajiban diri dan orang lain. f. Memecahkan masalah atau kasus. Karakter yang dapat dikembangkan melalui
kegiatan pembelajaran ini antara lain: kereligiusan,
kecerdasan, berpikir logis, kritis, kreatif, dan inovatif, kepatuhan pada aturan-aturan
sosial,
ketangguhan,
nasionalisme,
kemandirian,
Kesadaran akan hak dan kewajiban diri dan orang lain, kepedulian. g. Mengamati/mengobservasi. Karakter yang dapat dikembangkan melalui kegiatan pembelajaran ini antara lain: kerja keras,
55
keingintahuan, kesantunan, kemandirian, kesadaran akan hak dan kewajiban diri dan orang lain menghargai keberagaman, kejujuran. h. Mensimulasikan. Karakter yang dapat dikembangkan melalui kegiatan pembelajaran ini antara lain : demokratis, kejujuran, nasionalisme, kepedulian, ketangguhan, kesadaran akan hak dan kewajiban diri dan orang lain, menghargai keberagaman, kepatuhan pada aturan-aturan sosial. i. Mendemonstrasikan. Karakter yang dapat dikembangkan melalui kegiatan pembelajaran ini antara lain nasionalisme, kesadaran akan hak dan kewajiban diri dan orang lain kedemokrasian, kejujuran, menghargai keberagaman. j. Memberikan contoh. Karakter yang dapat dikembangkan melalui kegiatan pembelajaran ini antara lain: nasionalisme, kedemokrasian, kejujuran, menghargai keberagaman, kesadaran akan hak dan kewajiban diri dan orang lain. k. Mempraktikan/menerapkan : Karakter yang dapat dikembangkan melalui kegiatan pembelajaran ini antara lain: kedemokrasian, nasionalisme, kesadaran akan hak dan kewajiban diri dan orang lain, kepatuhan pada aturan-aturan sosial, menghargai keberagaman.
56
Gambar 1. Penanaman karakter melalui pelaksanaan pembelajaran menurut Kemendiknas. INTERVENSI Contekstual Teacing And Learning
Inti Pendahuluan
Eksplorasi Elaborasi Konfirmasi
Penutup
HABITUASI
(Kemendiknas, 2010: 52) Dalam langkah-langkah kegiatan pembelajaran aktif dalam PKn pada dasarnya menerapkan pendekatan CTL dan aktifitas pembelajaran yang mencakup kegiatan eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi. Dalam langkah-langkah kegiatan pembelajaran dapat dicontohkan sebagai berikut. Kegiatan Pendahuluan 1. Kesiapan dalam pembelajaran (Berdoa apabila jam pertama, absensi, kebersihan kelas, menyanyikan salah satu lagu wajib, salah satu peserta didik memimpin mendoakan temannya yang tidak hadir karena sakit dll) (Karakter religius).
57
2. Memberikan pertanyaan-pertanyaan yang mengaitkan pengetahuan sebelumnya dengan materi yang akan dipelajari (Karakter rasa ingin tahu). 3. Menjelaskan tujuan pembelajaran atau kompetensi yang ingin dicapai. 4. Menyampaikan cakupan materi dan penjelasan uraian kegiatan sesuai silabus. Kegiatan Inti 1. Peserta didik mengamati, menggali informasi tentang fakta, konsep dan membuat catatan dari berbagai sumber seperti buku BSE, surat kabar, internet, dan sumber yang lain (Eksplorasi). 2. Peserta didik mendalami dengan diskusi, pemecahan masalah, mempresentasikan dan memberikan tanggapan, dsb (Elaborasi). 3. Guru memberikan informasi yang telah dilakukan peserta didik pada kegiatan (1) dan (2) baik terkait dengan penguasaan kompetensi, konsep, karakter (dsb) (Konfirmasi). 4. Guru melakukan penilaian proses. Kegiatan Penutup 1. Peserta didik dengan dibimbing dan difasilitasi guru membuat kesimpulan dan refleksi. 2. Peserta didik mencatat tugas-tugas kegiatan yang diberikan guru dan rencana pembelajaran untuk pertemuan berikutnya. 3. Salah satu peserta didik memimpin doa untuk mengakhiri kegiatan pembelajaran (Karakter Religius) (Cholisin, 2011: 8-9).
58
f. Evaluasi Keberhasilan Pendidikan Karakter Dalam Panduan Pelaksanaan Pendidikan Karakter (Kemendiknas, 2011: 17) dijelaskan bahwa untuk mengukur keberhasilan pendidikan karakter disatuan pendidikan dilakukan melalui berbagai program penilaian dengan membandingkan kondisi awal dengan pencapaian dalam waktu tertentu. Penilaian keberhasilan tersebut dilakukan melalui langkah-langkah berikut. 1). Mengembangkan indikator dari nilai-nilai yang ditetapkan atau disepakati, 2). Menyusun berbagai instrumen penilaian, 3). Melakukan pencatatan terhadap pencapaian indikator, 4). Melakukan analisis dan evaluasi, 5). Melakukan tindak lanjut. Namun secara lebih rinci tentang penilaian keberhasilan atau evaluasi pendidikan karakter ini dalam Kerangka Acuan Pendidikan Karakter (Kemendiknas, 2010: 34-37). Di dalamnya dijelaskan bahwa pada dasarnya, penilaian terhadap pendidikan karakter dapat dilakukan terhadap kinerja pendidik, tenaga kependidikan, dan peserta didik. Kinerja pendidik atau tenaga kependidikan dapat dilihat dari berbagai hal terkait dengan berbagai aturan yang melekat pada diri pegawai , antara lain: (1) hasil kerja: kualitas kerja, kuantitas kerja, ketepatan waktu penyelesaian kerja, kesesuaian dengan prosedur; (2) komitmen kerja: inisiatif, kualitas kehadiran, kontribusi terhadap keberhasilan kerja, kesediaan melaksanakan tugas dari pimpinan; (3) hubungan kerja: kerja sama, integritas, pengendalian diri, kemampuan mengarahkan dan memberikan inspirasi bagi orang lain.
59
Kegiatan pendidik dan tenaga kependidikan yang terkait dengan pendidikan karakter dapat dilihat dari portofolio atau catatan harian. Portofolio atau catatan harian dapat disusun dengan berdasarkan pada nilai-nilai yang dikembangkan, yakni: jujur, bertanggung jawab, cerdas, kreatif, bersih dan sehat, peduli, serta gotong royong. Selain itu, kegiatan mereka dalam pengembangan dan penerapan pendidikan karakter dapat juga diobservasi. Observasi dapat dilakukan oleh atasan langsung atau pengawas dengan bersumber pada niali- nilai tersebut untuk mengetahui apakah mereka sudah melaksanakan hal itu atau tidak (Kemendiknas, 2010: 34). Selain penilaian untuk pendidik dan tenaga kependidikan, penilaian pencapaian nilai-nilai budaya dan karakter juga dapat ditujukan kepada peserta didik yang didasarkan pada beberapa indikator. Sebagai contoh, indikator untuk nilai jujur di suatu semester dirumuskan dengan “mengatakan dengan sesungguhnya perasaan dirinya mengenai apa yang dilihat/diamati/dipelajari/dirasakan” maka pendidik mengamati (melalui berbagai cara) apakah yang dikatakan seorang peserta didik itu jujur mewakili perasaan dirinya. Mungkin saja peserta didik menyatakan perasaannya itu secara lisan tetapi dapat juga dilakukan secara tertulis atau bahkan dengan bahasa tubuh (Kerangka Acuan Pendidikan Karakter, 2010: 34). Perasaan yang dinyatakan itu mungkin saja memiliki gradasi dari perasaan yang tidak berbeda dengan perasaan umum teman sekelasnya
60
sampai bahkan kepada yang bertentangan dengan perasaan umum teman sekelasnya. Penilaian dilakukan secara terus menerus, setiap saat pendidik berada di kelas atau di satuan pendidikan formal dan nonformal. Model catatan anekdotal (catatan yang dibuat pendidik ketika melihat adanya perilaku yang berkenaan dengan nilai yang dikembangkan) selalu dapat digunakan pendidik. Selain itu pendidik dapat pula memberikan tugas yang berisikan suatu persoalan atau kejadian yang memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk menunjukkan nilai yang dimilikinya. Sebagai contoh, peserta didik dimintakan menyatakan sikapnya terhadap upaya menolong pemalas, memberikan bantuan terhadap orang kikir, atau hal-hal lain yang bersifat bukan kontroversial sampai kepada hal yang dapat mengundang konflik pada dirinya. Dari hasil pengamatan, catatan anekdotal, tugas, laporan, dan sebagainya tentang
pendidik
pencapaian
dapat suatu
memberikan indikator
kesimpulan/pertimbangan
atau
bahkan
suatu
nilai.
Kesimpulan/pertimbangan tersebut dapat dinyatakan dalam pernyataan kualitatif dan memiliki makna terjadinya proses pembangunan karakter sebagai berikut ini (Kemendiknas, 2010: 35). BT: Belum Terlihat, apabila peserta didik belum memperlihatkan tanda- tanda awal perilaku yang dinyatakan dalam indikator karena belum memahami makna dari nilai itu (Tahap Anomi) MT: Mulai Terlihat , apabila peserta didik sudah mulai memperlihatkan adanya tanda-tanda awal perilaku yang dinyatakan
61
dalam indikator tetapi belum konsisten karena sudah ada pemahaman dan mendapat penguatan lingkungan terdekat (Tahap Heteronomi) MB:
Mulai
Berkembang,
apabila
peserta
didik
sudah
memperlihatkan berbagai tanda perilaku yang dinyatakan dalam indikator dan mulai konsisten, karena selain sudah ada pemahaman dan kesadaran juga mendapat penguatan lingkungan terdekat dan lingkungan yang lebih luas (Tahap Sosionomi) MK:
Membudaya,
apabila
peserta
didik
terus
menerus
memperlihatkan perilaku yang dinyatakan dalam indikator secara konsisten karena selain sudah ada pemahaman dan kesadaran dan mendapat penguatan lingkungan terdekat dan lingkungan yang lebih luas sudah tumbuh kematangan moral (Tahap Autonomi) (Kemendiknas, 2010: 35). Dalam hal ini, ada dua jenis indikator yang dapat dikembangkan; Pertama, adalah indikator untuk satuan pendidikan formal dan nonformal. Kedua adalah indikator untuk materi pembelajaran. Indikator satuan pendidikan formal dan nonformal serta kelas adalah penanda yang digunakan oleh kepala satuan pendidikan formal dan nonformal, pendidik, dan tenaga kependidikan dalam merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi satuan pendidikan formal dan nonformal sebagai lembaga pelaksana pendidikan karakter. Indikator ini berkenaan juga dengan kegiatan satuan pendidikan formal dan nonformal yang
62
diprogramkan dan kegiatan satuan pendidikan formal dan nonformal sehari-hari (rutin). Indikator
materi
pembelajaran
menggambarkan
perilaku
berkarakter peserta didik berkenaan dengan materi pembelajaran tertentu. Indikator dirumuskan dalam bentuk perilaku peserta didik di kelas dan satuan pendidikan formal dan nonformal yang dapat diamati melalui pengamatan pendidik. Hal itu tampak ketika seorang peserta didik melakukan suatu tindakan di satuan pendidikan formal dan nonformal, tanya jawab dengan peserta didik, jawaban yang diberikan peserta didik terhadap tugas dan pertanyaan pendidik, serta tulisan peserta didik dalam laporan dan pekerjaan rumah. Perilaku yang dikembangkan dalam indikator pendidikan karakter bersifat progresif. Artinya, perilaku tersebut berkembang semakin kompleks antara satu jenjang kelas dengan jenjang kelas di atasnya atau bahkan dalam jenjang kelas yang sama. Indikator berfungsi bagi pendidik sebagai kriteria untuk memberikan pertimbangan apakah perilaku untuk nilai tersebut telah menjadi karakter peserta didik. Untuk mengetahui bahwa suatu satuan pendidikan formal dan
nonformal
itu
telah
melaksanakan
pembelajaran
yang
mengembangkan karakter perlu dikembangkan instrumen asesmen khusus (Kemendiknas, 2010: 34-37). Sementara kalau dalam Panduan Pendidikan Karakter di Sekolah Menengah Pertama (Kemendiknas, 2010: 59-60) menjelaskan bahwa evaluasi cenderung untuk mengetahui sejauhmana efeketifitas program
63
pendidikan
karakter
berdasarkan
pencapaian
tujuan
yang
telah
ditentukan. Selain itu juga diperlukan teknik dan instrumen yang dipilih dalam mengukur keberhasilan atau ketercapaian akademik/kognitif siswa dan juga perkembangan kepribadian siswa. Diantara teknik-teknik penilaian tersebut, beberapa dapat digunakan untuk menilai pencapaian akademik maupun kepribadian. Teknik-teknik tersebut terutama observasi (Dengan lembar observasi atau lembar pengamatan), penilaian diri (Dengan lembar penilaian diri atau kuesioner), dan penilaian antar teman (Lembar penilaian antar teman). Tabel 3. Teknik Penilaian dalam Pendidikan Karakter. TEKNIK PENILAIAN Tes Tertulis
BENTUK INSTRUMEN 1) Pilihan Ganda 2) Benar – Salah 3) Menjodohkan 4) Pilihan Singkat 5) Uraian
Tes Lisan Tes Kinerja
Observasi
1) 1) 2) 3) 4) 1) 2) 1)
Penilaian Portofolio Jurnal Penilain diri Penilaian Antar Teman
1) 2) 3) 4)
Penugasan individual atau kelompok
Daftar Pertanyaan Tes Tulis Keterampilan Tes Identifikasi Tes Simulasi Tes Uji Petik Kerja Pekerjaan Rumah Proyek Lembar Observasi atau Pengamatan Lembar Penilaian Portofolio Buku Catatan Jurnal Lembar Penilaian Diri Lembar Penilain Antar Teman
Sumber: Panduan Pendidikan Karakter di Sekolah Menengah Pertama (Kemendiknas, 2010: 60).
64
Mengenai keberhasilan atau evaluasi pendidikan karakter apabila kita padukan maka dalam evaluasi pendidikan karakter ada dua hal sekiranya yang perlu kita evaluasi, diantaranya: Pertama, penilaian terhadap kinerja pendidik atau tenaga kependidikan (Guru). Penilaian ini dapat kita amati dengan teknik observasi dan juga penilaian antar teman. Dengan teknik observasi kita tentukan lembar observasi atau pengamatan sehingga kita bisa memperoleh data mengenai kinerja pendidik atau tenaga kependidikan. Kemudian teknik penilaian teman yaitu dengan menggunakan lembar penilaian antar teman. Misalnya sesama guru saling memberikan penilaian mengenai kinerja selama ia mendidik dikelas. Kedua, penilaian terhadap peserta didik (Siswa). Penilaian ini dapat kita amati dengan teknik observasi yaitu kita membuat lembar observasi atau pengamatan yang berhubungan dengan ketercapaian mengenai pendidikan karakter, teknik penilaian diri, dan juga teknik penilaian antar teman. Misalnya teknik observasi kita membuat lembar observasi atau lembar pengamatan, pendidik menggunakan model catatan anekdotal (Catatan yang dibuat pendidik ketika melihat adanya prilaku yang berkenaan dengan nilai yang dikembangkan) selalu dapat digunakan pendidik. Teknik penilaian diri, siswa membuat lembar penilaian diri untuk peserta didik yang nantinya siswa dapat menilai dirinya sendiri. Kemudian teknik penilaian anarteman, kita membuat lembar penilaian anatarteman, siswa diajak untuk menilai temannya
65
sendiri. Contoh ketika sudah ujian siswa disuruh menilai apakah temannya ada yang mencontek atau tidak. Sehingga dari teknik-teknik atau metode diatas dapat ditentukan perkembangan peserta didik, yaitu: BT: Belum Terlihat, apabila peserta didik belum memperlihatkan tanda- tanda awal perilaku yang dinyatakan dalam indikator karena belum memahami makna dari nilai itu (Tahap Anomi). Misalnya: ketika ada siswa yang nakal (Bandel) sebagai contoh siswa yang masuk ke sekolah sering terlambat. Sudah diperingatakan oleh guru tetapi tetap saja siswa tersebut tidak memperdulikan, bahkan tetap melanggar. Semua ini karena siswa belum memahami makna dari peringatan tersebut yang padahal makna dari peringatan tersebut agar siswa bisa disiplin. MT:
Mulai
Terlihat,
apabila
peserta
didik
sudah
mulai
memperlihatkan adanya tanda-tanda awal perilaku yang dinyatakan dalam indikator tetapi belum konsisten karena sudah ada pemahaman dan mendapat penguatan lingkungan terdekat (Tahap Heteronomi). Misalnya: ketika siswa yang tadinya dilingkungan keluarganya jarang melakukan ibadah sholat, tetapi karena disekolah ada mata pelajaran Agama Islam siswa tersebut jadi faham akan manfaat dari sholat tersebut. Selain itu temantemannya disekolah selalu sholat siswa tersebut jadi ikut sholat. Namun ketika sudah dilingkungan keluarganya lagi siswa tersebut tidak sholat lagi.
66
MB:
Mulai
Berkembang,
apabila
peserta
didik
sudah
memperlihatkan berbagai tanda perilaku yang dinyatakan dalam indikator dan mulai konsisten, karena selain sudah ada pemahaman dan kesadaran juga mendapat penguatan lingkungan terdekat dan lingkungan yang lebih luas (Tahap Sosionomi). Misalnya: ketika siswa membeli makanan dikantin misalnya makan gorengan tiga siswa tersebut berusaha untuk jujur ketika bayar sama ibu kantin. Ketika siswa tersebut jujur, siswa tersebut sudah faham bahwa berbohong itu tidak baik dan merugikan orang lain. Selain itu siswa tersebut sudah terbiasa dikeluarganya untuk tidak berbohong kepada siapapun. MK:
Membudaya,
apabila
peserta
didik
terus
menerus
memperlihatkan perilaku yang dinyatakan dalam indikator secara konsisten karena selain sudah ada pemahaman dan kesadaran dan mendapat penguatan lingkungan terdekat dan lingkungan yang lebih luas sudah tumbuh kematangan moral (Tahap Autonomi). Misalnya: ketika siswa tersebut melihat temannya sendiri melakukan kesalahan, dia berusaha untuk mengingatkan. Seperti ketika ada temannya yang membuang sampah sembarangan maka siswa tersebut berusaha untuk mengingatkan bahwa jangan membuang sampah sembarangan.
67
B. Penelitian yang Relevan Penelitian yang relevan telah dilakukan sebelumnya oleh saudari Nova
Anggarani,
dalam
Skripsinya
yang
berjudul
“Pelaksanaan
Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan Sebagai Pendidikan Karakter di SMP Se-Kecamatan Parakan Kabupaten Temanggung Tahun Ajaran 2011/2012. Dalam penelitian ini peneliti lebih memfokuskan penelitiannya pada pelaksanaan pembelajaran PKn sebagai pendidikan karakter. Hasil penelitiannya menunjukan bahwa ada beberapa kendala yang dihadapi guru dalam pelaksanaan pembelajaran PKn sebagai pendidikan karakter yaitu media pembelajaran yang kurang memadai, sarana dan prasana juga belum memadai. Namun pelaksanaan pemebelajaran PKn sebagai pendidikan karakter sudah cukup baik walaupun menemui beberapa kendala tersebut. Perbedaan penelitian yang dilakukan oleh peneliti sekarang yaitu terletak pada apa yang menjadi objek yang diteliti tidak hanya pelaksanaan pembelajaran PKn sebagai pendidikan karakter di SMA N 1 Cangkringan. Tetapi kontribusi PKn sebagai pendidikan karakter dalam menumbuhkan budaya demokrasi dan karakter siswa di SMA N 1 Cangkringan.
C. Kerangka Berpikir Dalam kaitannya sebagai pendidikan karakter, PKn sebagai pendidikan karakter memiliki misi yang harus diemban. Hal ini dapat ditunjukan bahwa komponen PKn adalah pengetahuan kewarganegaraan (Civic Knowledge) , keterampilan kewarganegaraan (Civic Skills) dan
68
karakter kewarganegaraan (Civic Dispotisions). Dengan demkian walaupun tanpa ada kebijakan pengintegrasian pendidikan karakter ke dalam mata pelajaran. PKn memang harus mengembangkan pendidikan karakter. Dalam upaya meningkatkan hasil belajar siswa, terutama dengan misi PKn dalam mengembangkan pendidikan karakter. Perlu adanya pelaksanaan
atau
real
dilapangan
sehinggi
nilai-nilai
karakter
kewarganegaraan dapat diinternalisasikan melalui proses pembelajaran. Pelaksanaan proses pembelajaran PKn meliputi tiga kegiatan yaitu pendahuluan, inti (Eksplorasi, Elaborasi, dan Kofirmasi), dan penutup. Rangkaian proses pembelajaran berkarakter harus mengandung unsur-unsur nilai karakter yang akan membuat siswa terbiasa melakukan sesuatu yang baik dikelas dan diharapkan dapat terbiasa melakukannya diluar kelas. Kemudian
kontribusi
PKn
sebagai
pendidikan
karakter
dalam
menumbuhkan budaya demokrasi dan karakter siswa di SMA N I Cangkringan. Lebih jelasnya digambarkan dalam skema sebagai berikut.
69
PKn
PKn sebagai Pendidikan Karakter
Nilai-nilai karakter yang telah dikembangkan
Karakter siswa SMA N 1 Cangkringan
Pelaksanaan pembelajaran PKn sebagai Pendidikan Karakter
Kontribusi PKn sebagai Pendidikan Karakter
Gambar 2. Skema Kerangka Berpikir